Pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangiopancreatography
(MRCP) dengan Teknik 3D-Fast Spin Echo Berbasis SENSE
(Sensitivity
Encoding) pada MRI 1,5 T*
Wahyudi Ifani1, Soegardo
Indra Praptono2, Antón
Suryadi2
Intisari
Pemeriksaan MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography)
merupakan
teknik pencitraan non-invasif pada MRI
(Magnetic Resonance Imaging ) yang digunakan
untuk mengevaluasi jaringan kandung
empedu, pancreas beserta salurannya yang yang saat ini
sering digunakan di bidang radiologi.
Teknik MRCP menghasilkan citra dengan karakteristik
T2 Weighted (T2-W) dimana jaringan yang
dominan mengandung air sinyalnya lebih tinggi
daripada jaringan yang ada di sekitarnya
(background). Untuk mencapai hasil ini maka teknik
pencitraan MRI yang sering digunakan pada
MRCP adalah 3D-Fast Spin Echo. Teknik ini
memerlukan waktu yang lebih lama daripada
teknik 2D-FSE sehingga memerlukan strategi
teknis lebih lanjut. Dengan berkembangnya
teknik pencitraan Paralel (Parallel Imaging) atau
iPAT (integrated Parallel Acqusition
Technology) pada akhir 1990-an, maka permasalahan
waktu
akuisisi pada 3D-FSE dapat diatasi. Dengan basis SENSE (Sensitivity Encoding) maka
proses pemeriksaan MRCP dengan teknik
3D-FSE pada kuat medan
1,5 T menghasilkan citra
dengan kualitas tinggi.
Keywords: Cholangiopancreatography,
T2-Weighted, 3D-Fast Spin Echo, Sensitivity
Encoding
I. PENDAHULUAN
Dibandingkan dengan teknik pencitraan
lain seperti PET (Positron Emission
Tomograph) dan CT (Computed Tomography),
MRI memiliki beberapa keunggulan
diantaranya : relatif aman karena tidak
menghasilkan radiasi pengion, pemilihan arah
dan jumlah irisan lebih banyak,
pemeriksaan banyak dilakukan tanpa zat kontras,
resolusi citra yang tinggi terutama untuk
jaringan lunak seperti otak dan Medula
Spinalis (Sumsum tulang belakang).
Seperti teknik pencitraan jaringan lunak
lainnya, pada pemeriksaan MRCP
(Magnetic Resonance
Cholangiopancreatography) yaitu pemeriksaan jaringan kandung
empedu, pankreas dan salurannya
diperlukan karakter citra T2-W dimana penampakan
sinyal pada jaringan yang dominan
mengandung air lebih cerah daripada jaringan yang
mengandung lemak. Untuk menghasilkan
citra T2-Weighted (berbobot) maka teknik
pencitraan yang sering digunakan adalah
teknik Fast Spin Echo (FSE) atau Turbo Spin
Echo (TSE) dimana
waktu TR dan TE diambil panjang. Teknik ini merupakan generasi
pertama
teknik pencitraan cepat (Fast Imaging Technique) yang dirumuskan oleh
* Makalah
pada Seminar Persatuan Ahli Radiografi Indonesia, 18 – 20 Mei 2007, Denpasar
Bali.
1
Radiografer pada Laboratorium Proteksi Radiasi ,BPFK Surabaya, DepKes RI
2
Radiografer padaInstalasi Radiologi RS Husada Utama Surabaya
Jürgen
Hennig pada tahun 1986. Teknik
ini memiliki keunggulan dibandingkan teknik
Spin Echo kovensional, yaitu waktu akuisisi lebih cepat
dan menghasilkan citra dengan
resolusi yang tinggi hingga matriks 512 x
512 . Selain itu dari sebuah studi
menunjukkan penggunaan harga ETS (Echo
Train Spacing) yang panjang sekitar 12-15
ms pada teknik 3D-FSE menghasilkan
kontras yang lebih tinggi dibandingkan harga
ETS yang pendek pada MRCP.
II. TEORI
• 3D Fast Spin Echo
Teknik ini menggunakan rangkaian pulsa RF
180 lebih dari situ setelah pulsa RF
900 yang disebut sebagai ETL (Echo
Train Length) yang pada merk tertentu disebut
Turbo factor atau RARE factor. Jumlah ETL ini
juga menunjukkan jumlah sinyal
echo yang terbentuk pada setiap rentang waktu TR. Jumlah ETL bisa
genap (merk
General Electric) atau ganjil (merk
Siemens) dengan jumlah biasanya antara 3-32.
Namun pada beberapa merk MRI jumlah ETL pada
teknik FSE bisa mencapai 256.
Diagram Sekuens pulsa teknik FSE secara
umum diperlihatkan pada gambar 1 di bawah.
Gambar 1. Diagram Sekuens Pulsa teknik Fast Spin
Echo (FSE)
Saat ini dengan berkembangnya teknologi
sistem perangkat keras MRI seperti
kumparan gradien (Gradient coils)
dan kuat medan
magnet , pengembangan teknik Fast
Spin Echo telah memungkinkan untuk
menerapkan teknik akuisisi 3D-FSE. Teknik ini
banyak dipakai pada aplikasi pencitraan
otak, servikal spinalis, lumbar spinalis dimana
citra berkarakter
T2-W diperlukan lebih dari satu penampang (plane). Ide dasar dari
pencitraan
3D adalah gradien phase encoding tidak hanya berada pada arah y tetapi
juga
pada arah z
seperti diperlihatkan pada gambar 2B. Dengan kata lain multiple slices pada
teknik
2D-FSE diganti dengan multiple slab pada 3D-FSE.
Gambar 1. A.
Diagram Sekuens Pulsa 3D-FSE , gradien Phase encoding
diterapkan pada arah
sumbu y dan z , B. Arah encoding
pada 3D-FSE
Gradien dengan unjuk kerja tinggi membuat
pengurangan durasi gradien sehingga
memungkinkan dilakukan penerapan harga
ETL yang lebih tinggi dan pengurangan
TE . Dengan adanya Ny dan Nz pada arah
gradien Phase Encoding sumbu y dan z maka
waktu akuisisi 3D-FSE dinyatakan :
T(3D-FSE) =
(TR x NEX x Ny x Nz)/ETL (1)
Keterangan :
TR = Time Repetition (ms)
NEX = jumlah akuisisi
Ny = Jumlah Phase encoding pada arah y
Nz = Jumlah Phase encoding pada arah z
ETL = Echo Train Length
Secara umum teknik 3D-FSE selain memiliki
keunggulan sebagai berikut:
1. Menghasilkan SNR yang lebih tinggi
dibandingkan 2D-FSE dengan persamaan :
SNR (3D) = √Nz. SNR (2D) (2)
2. Memiliki resolusi isotropik tinggi (Δx
= Δy = Δz).
3. Menghasilkan parsial volume yang lebih
kecil karena irisan yang lebih tipis.
4. Mampu menghasilkan reformasi pada
berbagai arah ( Rectangular FOV).
A B
(A) (B)
• SENSE (Sensitivity Encoding)
Permasalahan waktu akusisi data citra
pada MRI tidak hanya diatasi dengan
kecepatan sistem Gradient encoding.
Pada 1999 telah dikembangkan teknologi yang
dikenal sebagai SENSE (Sensitivity Encoding).
Teknik ini dikembangkan oleh
Pruessmann dkk di Institut Teknik
Biomedika ETH Zurich,
Swiss. Ide dasar dari
SENSE adalah mempertinggi kecepatan
akuisisi citra tanpa harus memodifikasi unjuk
kerja kumparan gradien melainkan pada
sistem RF receiver coils. Saat ini aplikasi sisem
SENSE telah dimanfaatkan untuk pencitraan
cardiac cine imaging, fMRI, hingga MR
Spectroscopy.
Dengan adanya SENSE maka unjuk kerja
sistem rekonstruksi teknik 3D-FSE,
terutama dalam hal waktu akuisisi citra
dapat ditingkatkan. Dengan menggunakan
multiple receiver coil maka proses rekonstruksi citra MRI dapat
dilakukan secara
paralel. Secara diagram proses
rekonstruksi SENSE digambarkan pada gambar 3
berikut :
Gambar 3. Diagram proses rekonstruksi SENSE
Dengan SENSE strategi rekonstruksi citra
dilakukan dengan pengurangan
jumlah Phase encoding dengan
factor yang disebut R (SENSE factor) yang
mengakibatkan pengurangan FOV disertai
terjadinya aliasing. Pada MRI konvensional
dengan satu receiver coil fenomena
aliasing pada citra tidak bersifat mampu balik
(irreversible) sehingga k-space
yang mengalami undersampling tidak bisa dipakai.
Dengan menggunakan teknik akusisisi multiple
coil, pada SENSE kendala ini dapat
diatasi. Kunci dari mekanisme SENSE
adalah kontribusi encoding dari sensitivitas tiap
coil. Dengan mengetahui sensitivitas tiap coil maka
proses balik rekonstruksi tiap citra
yang mengalami aliasing dapat
dihitung dengan algoritma Aljabar Linier.
FFT
FFT
FFT
FFT
SEN SE
Coil
Sensitivity
Coil 1
Coil 4
.
k-space
k-spac
Tantantang teknis SENSE terbesar adalah
masalah SNR (Signal to Noise Ratio).
Hubungan geometris antara coil yang
tidak ideal mengakibatkan peningkatan noise
(derau) pada citra. Efek ini dinyatakan
dengan factor geometris lokal g yang harganya
sekurangnya sama dengan satu. Secara
matematis hubungan SNR pada SENSE
dinyatakan;
g R
SNR SNR
conventional
SENSE = (3)
Secara teoritis rekonstruksi SENSE
bekerja dengan faktor reduksi R sesuai
dengan jumlah receiver coil yang
digunakan namun terkait dengan harga g maka secara
praktis penggunaan faktor R hanya
sebesar 3-4 pada 6 receiver coil.
III. PERALATAN DAN TEKNIK PEMERIKSAAN
MRCP
• Peralatan
Data pemeriksaan MRCP menggunakan teknik
3D-FSE diambil dari citra 5 orang
pasien ( 13-71 tahun; 1 wanita; 4
laki-laki) di RS Husada Utama Surabaya
menggunakan pesawat MRI Philips
Achieva 1,5 T (Philips Medical System,Best, The
Netherlands) dengan spesifikasi teknis sebagai
berikut :
1. Sistem magnet utama :
Jenis magnet : Superkonduktor dengan
system pendingin Helium cair
Frekuensi RF : 63,86 MHz
Homogenitas pada 40 cm DSV : 0.2 ppm
Stabilitas medan : < 0.1 ppm/jam
Shimming : aktif/pasif
2. Sistem Gradien :
Model : Pulsar
kuat gradien maksimum (x,y,z) : 33
mT/m
Slew Rate (x,y,z) : 80 mT/m/ms
Duty cycle 100% pada maksimum
amplitudo.
3. Sistem Komputer :
OS Windows XP; CPU Dual Pentium IV
Xeon >2 x 3.2 GHz; 2048 MB
RAM main memory; hard disk 36 GB
(software), 36 GB (images) ;
23”LCD color monitor, resolusi grafis
1900 x 1200.
6
4. Sistem RF coil :
Model : FREE WAVE
SENSE coil : 8 receiver coils
Bandwith tiap RF receiver coil: 3 MHz
Frekuensi Sampling ADC : 80 MHz
Dalam tulisan ini, pemeriksaan MRCP
dilakukan dengan parameter akuisisi sebagai
berikut:
TR (ms) 1135
;1139;1090
TE (ms) 600
FOV (mm) 280
RFOV 91 %
Slice/Nz 80;100;120
Slice Thickness/THK (mm) 2
Gap (mm) 1
ETL 85; 119;120
NEX 1; 2
Matrix 256*512
SENSE factor ( R ) 2
Scan time
(menit)
4:07; 4:08; 1:45;
2:39
• Teknik Pemeriksaan MRCP
1. Pasien dianjurkan berpuasa 8 jam
sebelum pemeriksaan.
2. Pasang body coil dan sensor respiratory
pada pasien.
3. Pilih set menu 3D MRCP pada komputer.
4. Lakukan planning atau prescan pada
penampang aksial, sagital dan koronal.
5. Lakukan Reference scan untuk
kalibrasi sensitivitas receiver coil teknik SENSE.
sambil memberikan instruksi tahan nafas (breath
hold) pada pasien.
6. Pada saat akuisisi berjalan ubah
parameter akuisisi jika perlu.
7. Jalankan protokol Abdomen.
7
8. Lakukan planning pada potongan aksial
abdomen pada daerah hepar dan
kandung empedu yang ingin diperiksa, lalu
scan pada masing-masing area
dengan menjalankan 3D MRCP.
9. Setelah selesai maka didapat data
citra 3D MRCP.
10. Lakukan post-processing sesuai
dengan kebutuhan.
IV. HASIL
Dengan menggunakan parameter akuisisi
yang ada pada table di atas maka dengan
menggunakan
MRI 1,5 T diperoleh hasil rekonstruksi citra sbb:
Gambar 4. Pasien pria
(71 tahun) dengan parameter akuisisi TR : 1139 ms, TE: 600 ms, NEX
1 ,Matriks
:256*512, FOV 280 mm, RFOV: 91%, Nz :100, THK: 2/1 mm, ETL : 120, SENSE
factor : 2, waktu akuisisi: 1 menit 45
detik.
Gambar 5. Pasien pria (13 tahun) dengan parameter
akuisisi TR : 1090 ms, TE: 600 ms, NEX
2 ,Matriks :256*512, FOV 280 mm, RFOV:
64%, Nz :80, THK: 2/1 mm, ETL : 85, SENSE
factor : 2, waktu akuisisi: 2 menit 39
detik.
8
Gambar 6. Pasien pria (43 tahun) dengan parameter
akuisisi TR : 1139 ms, TE: 600 ms, NEX
2 ,Matriks :256*512, FOV 280 mm, RFOV:
91%, Nz :120, THK: 2/1 mm, ETL : 120, SENSE
factor : 2, waktu akuisisi: 4 menit 8
detik.
Gambar7. Pasien wanita (23 tahun) dengan parameter
akuisisi TR : 1135 ms, TE: 600 ms,
NEX 2 ,Matriks :256*512, FOV 280 mm,
RFOV: 91%, Nz :120, THK: 2/1 mm, ETL : 119,
SENSE factor : 2, waktu akuisisi : 4
menit 7 detik.
V. PENUTUP
Pemeriksaaan MRCP dengan teknik 3D-FSE
berbasis SENSE pada sistem MRI
1,5 T dapat
menjadi alternatif teknik pencitraan Cholangiopancreatography. Selain
9
memiliki
fleksibilitas pemilihan parameter juga menghasilkan citra kualitas tinggi
dalam waktu
yang singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Dydak U, et al, (2001) Sensitivity-Encoded
Spectroscopic Imaging. Magn Reson Med 46,
713-722
Georgy, BA and Hesselink, JR (1994) MR
Imaging of the Spine: Recent Advances in Pulse
Sequences and Special Techniques, AJR, 162: 923-934.
Hashemi, R.H. and Bradley, W.G.(1997) MRI:
the Basics, Williams & Williams, Baltimore
Ifani, W (2006), Magnetic Resonance
Imaging (MRI) : Perkembangan Teknologi dan
Aplikasi Klinis Mutakhir, Buletin Penelitian RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 8(1) : 7-10.
Liang, ZP and Lauterbur, PC (2000) Principles
of Magnetic Resonance Imaging: A Signal
Processing Perspective, SPIE Optical Engineering Press, New
York.
MDA evaluatioan report (2006) 1.5 T
MRI System: Comparative report on six MRI
Systems, Report 06005, Issue 6.
Operating Manual (1999) TOMIKON S50
System, Bruker, France.
Pruessmann, K.P, et al (1999) SENSE
: Sensitivity Encoding for Fast MRI, Magn Reson Med,
42, 952-962.
Pruessmann, K.P, et al (2001) Advances
in Sensitivity Encoding With Arbitrary k-Space
Trajectories, Magn Reson Med, 46,
638-651.
Sugimura H., et al (1999) Clinical
evaluation of 3D Half Fourier RARE for MRCP:
Comparison of Short and Long Inter-echo
train spacing RARE Sequence, 7th
ISMRM
Schmidt CF, Boesiger P, Ishai (2005) A
Comparison of fMRI activation as measured with
gradient- and spin-echo EPI during visual
perception. NeuroImage
26 (3), 852-859.
Sodickson A., et al (2006) Three
Dimensional Fast-Recovery Fast Spin-Echo MRCP:
Comparison with two-dimensional single
–shot Fast Spin Echo Techniques,
Radiology, 238, 2, 549-559
Tsao J., Boesiger P., Pruessmann
K.P.(2003) k-t BLAST and k-t SENSE: Dynamic MRI with
high frame rate exploiting spatiotemporal
correlations. Magn
Reson Med 50, 5, 1031-
1042
thax mas gardo
ReplyDelete