Tuesday, 26 June 2012

SISTEM PENCITRAAN MRI (2)
2.2.6.3.      Rekonstruksi Citra dari Irisan-irisan
1.1.58.  Gambar 83. Pixel dan Voxel
Citra dari suatu irisan tidak dihasilkan secara langsung melalui prosedur pengukuran. Pertama-tama, setelah sinyal MR diterima maka akan dihasilkan data mentah (raw data) terlebih dahulu. Kemudian data-data tersebut akan melalui proses komputasi untuk menghasilkan citra yang diinginkan.
Citra MR terdiri dari banyak elemen citra, yang disebut dengan pixel (picture element). Konfigurasi ini disebut image matrix. Setiap pixel dalam image matrix memiliki derajat keabu-abuan. Secara keseluruhan, nilai keabu-abuan tersebut akan membentuk suatu komposisi citra.
Komponen pixel dalam sebuah citra akan menunjukkan komponen voxel dalam sebuah irisan. Semakin banyak pixel dalam suatu citra, maka informasi yang berkaitan dengan citra tersebut akan semakin banyak dan citra yang dihasilkan akan semakin tajam dan detail (memiliki resolusi yang lebih tinggi).
1.1.59.  Gambar 84. Gradient GF
1.1.60.  Gambar 85. Proses penentuan derajat keabu-abuan
1.1.61.                    
1.1.62.  Gambar 86. Proses phase-encoding

Besarnya sinyal-sinyal tersebut dapat dibagi-bagi sbb : selama proses pengukuran echo, gradient diarahkan pada arah x. Pasangan spin dari voxel individual akan melakukan gerak precession di sepanjang sumbu x pada frekuensi yang terus membesar, yang disebut frekuensi encoding. Sedangkan gradient yang berhubungan dengan proses tersebut disebut Frequency-Encoding Gradient (GF). Bagian echo yang dimaksud merupakan kombinasi sinyal dari spin yang tereksitasi di sepanjang sumbu x. Pada resolusi 256 voxel, echo terdiri dari 256 frekuensi.
Metode Transformasi Fourier dapat membantu untuk menentukan kontribusi sinyal dari setiap komponen frekuensi. Setiap sinyal individu yang didapat akan menentukan derajat keabu-abuan dari pixel yang dialokasikan.
Dua voxel yang berbeda dapat memiliki frekuensi yang sama dan karenanya, tidak dapat didiferensiasi.
Pada selang waktu di antara sinyal RF dan echo, gradient akan diposisikan pada arah y. Sebagai hasilnya, spin akan melakukan precession pada kecepatan yang berbeda dalam waktu yang singkat. Setelah gradient dimatikan, pergeseran fasa spin di sepanjang sumbu y akan berbeda yang tetap bersifat proporsional terhadap lokasi masing-masing. Proses ini dinamakan phase encoding dan komponen gradient yang berkaitan disebut dengan phase-encoding gradient (Gp).
Untuk memfilter pergeseran-pergeseran fasa tersebut, maka digunakan proses Transformasi Fourier. Selain itu, untuk mendapatkan matriks sebanyak 256 baris, maka dibutuhkan sinyal MR sebanyak 256 dengan proses phase encoding untuk 256 lokasi yang berbeda. Hal ini berarti 256 langkah proses phase encoding dan menyebabkan urutan sinyal-sinyal tersebut harus diulang sebanyak 256 kali untuk membentuk matriks 256 x 256.
Setelah itu, matriks tersebut dinamakan Raw Data Matrix, yang juga dikenal dengan k-Space.
1.1.63.  Gambar 87. Pengulangan sebanyak 256x

1.1.64.  Gambar 88. Komponen raw data pembentuk citra






Bagian Center Raw Data akan menentukan struktur yang kasar dan kontras citra. Sedangkan komponen Raw Data di sepanjang perbatasan akan memberikan informasi tentang batasan-batasan yang ada, transisi pada tepi, dan kontur citra. Pada suatu waktu tertentu, data-data tertentu akan menampilkan struktur yang lebih bagus dan pada proses analisis akhir, akan menentukan resolusi citra. Bagian ini hampir tidak berisi informasi apapun tentang kontras jaringan.





1.1.65.  Gambar 89. Diagram sinyal











Urutan spin echo terdiri dari sinyal fasa 90o, yang diikuti dengan sinyal fasa 180o yang menghasilkan spin echo pada konstanta TE (Echo Time). Urutan pulsa tersebut diulang berdasarkan konstanta TR (Repetition Time) selama komponen k-space diisi dengan echo. Jumlah tahapan proses phase-encoding (yang merupakan baris dari raw data) berhubungan dengan jumlah pengulangan tersebut. Waktu scanning akan ditentukan oleh derajat yang besar dari resolusi gambar dalam arah proses phase-encoding.
Dengan NP = jumlah tahap proses phase-encoding.
Slice-selection gradient GS dinyalakan segera setelah sinyal fasa 90o, yaitu saat gambar balok ada di bagian atas, untuk memilih irisan yang diinginkan.
Gradient akan menyebabkan fasa spin dalam keadaan dephase, pada sepanjang ketebalan irisan. Oleh karena itu, keadaan ini harus dikompensasi dengan gradient dari polaritas yang berlawanan dan setengah durasi (proses rephase dari gradient). Hal inilah yang menimbulkan adanya gambar balok dibagian bawah dari GS.
Selama sinyal fasa 180o, GS akan dinyalakan lagi sehingga sinyal tersebut hanya mempengaruhi spin dari irisan yang terstimulasi sebelumnya.
1.1.66.  Gambar 90. Phase-encoding

1.1.67.  Gambar 91. Frequency-encoding
Phase-encoding gradient GP akan dinyalakan sementara di antara pemilihan irisan dan spin echo. GP akan menumpukkan fasa yang berbeda pada spin. Untuk matriks yang terdiri dari 256 baris dan 256 kolom, proses penyalaan gradient (switching) dari urutan spin echo akan diulang sebanyak 256x dengan parameter TR dan GP yang meningkat secara bertahap.
Tahap proses phase-encoding dalam grafik sinyal sering digambarkan dengan garis horisontal yang banyak dalam bagian balok GP, yang menggambarkan amplitudo tahapan gradient yang berbeda, baik positif maupun negatif.
Selama proses spin echo, frequency-encoding gradient GF akan dipengaruhi juga. Karena spin echo dibaca pada saat tersebut, gradient ini disebut juga readout gradient.
Jika tidak ada hal lain yang diberikan selain readout gradient, maka gerakan precession dari spin  pada arah frequency-encoding akan mulai berubah menjadi keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada dalam keadaan dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena gradient dengan polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout gradient (dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah interval pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo maksimum. Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal fasa 180o, sehingga gradient memiliki fasa yang sama seperti readout gradient. Hal ini dikarenakan sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa spin.
1.1.68.  Gambar 92. Multislice sequence

1.1.69.  Gambar 93. Data 3D

1.1.70.  Gambar 94. Tampilan spasial

Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval waktu antara proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya, dapat dihasilkan beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang disebut dengan multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu daerah tertentu.
Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut digunakan untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah yang mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient seolah-olah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan  (arah z, seperti pada contoh), maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang citra, seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi tentang volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D, perangkat lunak POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara spasial.
2.2.6.4.      Kontras
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah jenis kontras yang sangat penting, yaitu kontras T1, kontras T2, dan kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberi magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat dimana sinyalnya kuat, maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih terang, sedangkan sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak, maka sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk diagnostik medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi T1 dan T2 pada kontras suatu citra.
1.1.71.  Gambar 95. TE dan TR
Jika mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb : sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu τ setelah sinyal fasa 90o dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2τ.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi semua tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali). Waktu interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan Repetition Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk mengendalikan kontras dari urutan spin echo.
1.1.72.  Gambar 96. Kontras densitas proton
Gambar di samping menampilkan tiga buah jenis jaringan tubuh yang berbeda (1, 2, dan 3) dengan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Relaksasi longitudinal akan dimulai segera setelah sinyal fasa 90o. Magnetisasi longitudinal MZ dari tiga buah jaringan tubuh yang berbeda akan pulih pada kecepatan yang berbeda. Nilai maksimumnya berhubungan dengan "densitas proton", yaitu jumlah proton Hidrogen per unit volume.
Dengan diberikannya kembali sinyal fasa 90o setelah TR, maka magnetisasi longitudinal aktual akan berubah menjadi magnetisasi transversal MXY dan menghasilkan sinyal dengan kekuatan yang berbeda.
1.1.73.  Gambar 97. Contoh kontras densitas proton
Text Box: Kontras densitas proton : TR panjang (2.500 ms) TE pendek (15 ms)  Semakin besar densitas proton dalam suatu jenis jaringan, maka warna yang ditampilkan pada citra akan semakin terang.
Jika TR dipilih cukup panjang, maka perbedaan sinyal dalam jaringan setelah sinyal fasa 90o yang diulang hanya akan bergantung pada densitas proton di dalam jaringan, karena relaksasi longitudinal yang hampir selesai. Echo harus dihasilkan segera setelah sinyal fasa 90o yang diulang, dengan TE yang lebih singkat, sehingga didapat citra proton density-weighted (PD yang singkat).  Pada kenyataannya, TR dari urutan spin echo biasanya lebih lama dari 2-3 detik. Hal ini juga berarti jenis jaringan tubuh dengan konstanta T1 yang lebih lama, misalnya CSF, yang tidak segera pulih setelah periode waktunya.
1.1.74.  Gambar 98. Contoh kontras T2
Text Box: Perbandingan citra yang berhubungan dengan  kontras T2 : TR yang panjang (2.500 ms) TE meningkat  CSF dengan T2 yang panjang akan timbul sebagai bagian yang terang dalam citra yang bersifat T2-weighted.
1.1.75.  Gambar 99. Kontras T2































Kurva sinyal akan menurun karena relaksasi T2 dan mulai berpotongan. Kontras densitas proton akan hilang. Pada TE yang lebih lama, kurva akan mulai menyimpang dan kontras dikendalikan oleh relaksasi T2, sehingga diperoleh citra T2-weighted. Kekuatan sinyal dari spin echo akan bergantung pada penyusutan T2.
Di samping merupakan perbandingan citra yang menunjukkan kontras T2 dengan TE yang semakin lama akan semakin lama.
1.1.76.  Gambar 100. Kontras T1

1.1.77.  Gambar 101. Contoh kontras T1
Text Box: Perbandingan citra yang berhubungan dengan  kontras T1 : TR yang singkat (500 ms) TE meningkat  CSF dengan T1 yang panjang akan timbul sebagai bagian yang gelap dalam citra yang bersifat T1-weighted.  TR yang optimal berkaitan dengan konstanta T1 rata-rata dari jenis jaringan yang akan ditampilkan (di antara 400 dan 600 ms untuk 1,0 sampai 1,5 T). 
Pada keadaan tersebut, densitas proton tidak lagi mempengaruhi kontras. Kontras T2 hanya bergantung pada komponen TE yang dipilih.  T2 yang optimal dari suatu citra T2-weighted merupakan nilai rata-rata konstanta T2 dari citra jaringan yang akan ditampilkan (ada di antara 80 dan 100 ms).
Jika TE terlalu lama (citra yang terakhir), magnetisasi transversal telah menyusut sampai pada suatu tingkat dimana sinyal-sinyal dari beberapa jenis jaringan  akan menghilang di dalam derau (noise) sinyal yang tidak dapat dihindarkan.
Jika dipilih TR yang singkat sehingga relaksasi T1 belum selesai, maka sinyalnya akan menjadi lebih lemah dan kontrasnya akan berkurang seiring TE yang semakin meningkat. Oleh karena itu, harus dipilih TE yang sesingkat mungkin.
TR yang singkat akan menghilangkan efek dari densitas proton, TE yang singkat akan menghilangkan efek dari relaksasi T2. Perbedaan kekuatan sinyalnya sebagian besar bergantung pada magnetisasi longitudinal sebelumnya, yaitu yang berasal relaksasi T1 jaringan tertentu, sehingga diperoleh citra T1-weighted.
Gambar di samping menunjukkan kontras T1 yang bagus, yaitu saat TR dan TE singkat. Dengan TE yang lebih panjang, baik kontras T1 maupun sinyal yang terukur, masing-masing akan dikurangi. Kombinasi waktu pengulangan yang singkat dan TE yang lama sangat tidak sesuai.
Jenis jaringan yang normal hanya memiliki sedikit perbedaan dari densitas protonnya, di samping relaksasi T1 yang berbeda. Oleh karena itu, pencitraan T1-weighted akan sangat sesuai untuk tampilan anatomi tubuh.
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence. Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka didapat citra densitas proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran tunggal.
Jadi dengan mengambil beberapa nilai parameter yang berbeda, maka akan didapat citra-citra sbb :
·        Kontras T1 (TR dan TE singkat)
·        Kontras T2 (TR danTE yang lama)
·        Kontras densitas proton (TR lama, TE singkat)
Dengan pencitraan spin echo, efek akibat T1 dan T2 berbanding terbalik, yaitu : jaringan dengan T1 yang lebih lama akan berwarna lebih gelap dalam citra T1-weighted dan jaringan dengan T2 yang lebih lama akan tampak lebih terang.
1.1.78.  Gambar 102. Citra hasil kontras T1, T2, dan densitas proton












  
2.2.6.5.      Kontras Menggunakan Pemulihan Inversi (IIR).
Urutan pemulihan inversi merupakan urutan spin echo dengan didahului oleh sinyal fasa 180o. Dalam teknologi MR, sinyal-sinyal persiapan akan mendahului urutan yang sebenarnya dan di sini akan dibicarakan bagaimana cara memanipulasi kontras citra tersebut.
1.1.79.  Gambar 103. Pemulihan inversi
Urutan pemulihan Inversi (Inversion Recovery Sequence, IIR) menggunakan sinyal fasa 180o – 90o – 180o. Pertama-tama, magnetisasi longitudinal dibalik oleh sinyal persiapan fasa 180o pada arah yang berlawanan. Magnetisasi transversal akan nol dan sinyal MR tidak akan diterima.
Interval di antara sinyal fasa 180o dan sinyal stimulasi fasa 90o diketahui sebagai Inversion Time TI. Selama periode tersebut, magnetisasi longitudinal akan pulih.
Sinyal stimulasi fasa 90o akan mengubah magnetisasi longitudinal aktual menjadi magnetisasi transversal.
1.1.80.  Gambar 104. Kontras T1 yang kuat
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence. Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka didapat citra kepadatan proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran tunggal. Saat urutan spin echo memberikan kontras T2 yang baik, maka IIR digunakan untuk mendapatkan kontras T1 yang lebih tinggi.
Sebagaimana magnetisasi longitudinal memulihkan nilai negatifnya dengan proses inversi, magnetisasi dari jenis jaringan yang berbeda akan mencapai nilai nol pada waktu yang berbeda. Proses inversi magnetisasi ini memberikan dispersi yang lebih baik dari kurva T1 menjadi kontras T1 yang lebih baik juga. Dengan memilih TI yang sesuai, maka kontras akan semakin baik.
Kerugiannya adalah waktu pengukuran yang lebih lama. Dengan bergantung pada T1, irisan yang diukur lebih sedikit dibandingkan dengan metode T1-weighted spin echo.
1.1.81.  Gambar 105. Kurva magnetisasi longitudinal

1.1.82.  Gambar 106. Citra karena efek TI
Text Box: Perbandingan citra yang berhubungan dengan  kontras IIR : TI meningkat  Sinyal dari zat putih akan berkurang seiring peningkatan TI dan terus menuju perpotongan nol pada TI = 300 ms.  Pada TI = 400 ms, sinyal dari zat abu (dengan T1 yang lebih lama) telah mencapai perpotongan nol, sedangkan sinyal untuk zat putih akan meningkat lagi. 









1.1.83.  Gambar 107. Metode Phase-sensitive
Text Box: Latar belakang citra, biasanya berwarna hitam, ditampilkan dengan warna abu  mid-range saat menggunakan rekonstruksi phase-sensitive. 
Karena TI telah dipilih, jaringan yang lebih cepat relaks (a) telah melewati titik perpotongan nol, sedangkan jaringan relaksasi yang lebih lambat (b) belum melewatinya. Akan sangat membingungkan jika hanya magnitudo sinyal yang digunakan untuk menentukan kontras citra. Jenis jaringan dengan konstanta T1 yang berbeda akan ditampilkan dengan nilai keabu-abuan yang sama.

Perbandingan citra di samping (gambar 103) menunjukkan efek TI pada kontras di dalam otak. Sinyal yang berasal dari zat putih atau abu akan dihilangkan.
Kontras dari beberapa jenis jaringan yang berbeda dapat dipastikan dengan mempertimbangkan arah dari magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal positif dan negatif akan diubah oleh sinyal eksitasi fasa 90o menjadi magnetisasi transversal dengan pergeseran fasa sebesar 180o.  Jika magnitudonya dipertimbangkan seperti halnya perbedaan fasa dari sinyal-sinyal tersebut, maka akan dimungkinkan untuk menempatkan sinyal pada magnetisasi longitudinal positif atau negatif aslinya. Hal inilah yang akan menentukan kontras T1 maksimum.
Metode rekonstruksi phase sensitive ini akan memberikan magnetisasi longitudinal yang sebenarnya dan sering disebut dengan true inversion recovery, yang banyak digunakan oleh bidang ilmu kesehatan anak-anak (pediatrics).
Sebagai informasi tambahan, berikut ini adalah blok diagram dari sistem RF MAGNETOM Symphony :
1.1.84.  Gambar 108. Blok diagram sistem RF
Keterangan lebih lanjut tentang modul pengirim sinyal RF (transmitter) dan penerima sinyal RF (receiver) dapat dilihat pada blok diagram di bawah ini :
1.1.85.  Gambar 109. Modul transmitter
1.1.86.  Gambar 110. Modul receiver
2.2.7.            Masa Depan Sistem MRI
Masa depan untuk sistem MRI sepertinya masih merupakan angan-angan saja. Teknologi tersebut masih baru dan baru digunakan secara luas selama 20 tahun saja (jika dibandingkan teknologi X-Ray yang sudah berumur lebih dari 100 tahun).
Alat scanner yang berukuran lebih kecil untuk proses pencitraan bagian tubuh yang lebih spesifik sedang dalam proses pengembangan, seperti misalnya alat scanner dimana hanya butuh meletakkan bagian lengan, lutut ataupun kaki pasien. Kemampuan untuk memetakan sistem pembuluh darah sedang ditingkatkan. Pemetaan otak secara fungsional (melakukan proses scanning pada saat seseorang sedang melakukan suatu aktivitas tertentu, seperi meremas bola karet atau melihat suatu gambar) akan membantu pada ilmuwan untuk semakin mengerti tentang bagaimana otak manusia bekerja. Kegiatan riset telah berlangsung di beberapa institusi untuk pencitraan ventilasi dinamik dari paru-paru dengan menggunakan gas 3He yang terhiperpolarisasi. Selain itu, pengembangan cara baru untuk memetakan penyakit stroke dalam tahap-tahap awalnya sedang dilakukan secara terus-menerus.
Ramalan tentang masa depan MRI masih spekulatif. Walaupun begitu, sistem MRI dapat menjadi sesuatu yang tanpa batas di masa depan dan tentu saja, dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dunia.
2.1.               Penjelasan Sistem Magnet MRI
2.3.1.            Pengantar Tentang Magnet pada Sistem MRI
1.1.87.  Gambar 111. Diagram sistem magnet pada MRI

1.1.88.  Gambar 112. Contoh magnet MRI
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa magnet merupakan bagian yang paling dasar dalam sistem MRI. MRI membutuhkan magnet yang kuat dan memiliki medan magnet yang homogen di sepanjang volume pencitraan.
Jika alat MRI sedang dioperasikan dan mengirimkan pulsa RF (Radio Frequency) kepada pasien yang posisinya tidak berada di dalam medan magnet, alat tersebut tidak akan menghasilkan apa yang disebut “echo”. Hanya jika pasien dimasukkan ke dalam medan magnet yang kuat dan pulsa RF pada frekuensi yang tepat dikirimkan kepadanya, maka sebuah “echo” akan dibangkitkan.
1.1.89.  Gambar 113. Orientasi medan magnet bumi

Hal penting lainnya yang berhubungan dengan magnet adalah kekuatan medan magnet yang dinotasikan dengan satuan Tesla. Magnet-magnet yang dimiliki oleh alat-alat SIEMENS biasanya berkekuatan 0,2 T, 1,0 T, atau 1,5 T, dimana semakin besar kekuatan magnetnya, maka biaya untuk menghasilkannya lebih mahal, tetapi kualitas gambarnya jauh lebih baik. Selain dengan satuan Tesla, satuan lain yang biasa digunakan adalah Gauss, dimana 1 Tesla = 10.000 Gauss. Magnet-magnet yang terdapat pada alat MRI, sekarang ini, mempunyai kekuatan magnet berkisar antara 0,5 – 2,0 T atau 5.000 – 20.000 Gauss.
Untuk sekedar informasi, magnet dengan kekuatan lebih dari 2 T belum disetujui untuk digunakan pada proses pencitraan medis, walaupun termasuk magnet yang sangat kuat (sampai 60 T). Magnet dengan kekuatan seperti ini cenderung digunakan untuk riset.
Jika dibandingkan dengan kekuatan magnet bumi, yang hanya sebesar 0,5 Gauss, maka dapat terlihat bahwa magnet yang digunakan pada alat MRI ini memiliki kekuatan medan magnet yang jauh lebih besar.
Biasanya, untuk membangkitkan medan magnet pada sistem MRI, maka digunakan metode-metode ini, yaitu
·        Low Field Magnets :   untuk menghasilkan medan magnet sampai ± 0,3 Tesla, menggunakan magnet jenis permanen dan resistif.
·        High Field Magnets :   untuk sistem MRI dengan kekuatan medan magnet dengan range 0,5 – 3,0 Tesla dan membutuhkan magnet jenis superkonduktor.
2.3.2.            Berbagai Jenis Magnet Sistem MRI
Pada umumnya, terdapat tiga buah desain dari magnet yang digunakan pada alat MRI, yaitu :
1.      Magnet Permanen (Tetap)
1.1.90.  Gambar 114. Contoh magnet permanen

Gambar di samping adalah contoh dari sistem MRI milik SIEMENS yang disebut “P8”, yang menggunakan magnet permanen. Disebut permanen karena medan magnetnya selalu ada dan dalam kekuatan maksimalnya, sehingga tidak membutuhkan biaya apapun untuk mempertahankan kekuatan medannya dan tidak perlu diisi dengan cairan cryogen.
Walaupun begitu, magnet-magnet jenis ini sangat berat, bahkan sampai berton-ton hanya untuk kekuatan medan magnet sebesar 0,4 Tesla. Semakin kuat medan magnet yang dibutuhkan, maka semakin berat magnet tersebut, sehingga akan sangat sulit untuk dibuat. Jikalau ukurannya menjadi semakin kecil, magnet tersebut masih terbatas untuk kekuatan medan magnet yang rendah saja. Selain itu, kerugian dari magnet jenis ini adalah magnet tersebut tidak memiliki stabilitas yang cukup baik jika terdapat sedikit perubahan temperatur lingkungan.
Contoh produk SIEMENS MEDICAL yang menggunakan magnet permanen adalah MAGNETOM JAZZ, OPEN P, dan CONCERTO.
2.      Magnet Resistif
1.1.91.  Gambar 115. Contoh magnet resistif



Gambar di samping adalah alat SIEMENS MEDICAL jenis OPEN, yang menggunakan magnet resistif. Magnet jenis ini menghasilkan medan magnet dengan menggunakan elektromagnet yang sederhana (dengan dua buah silinder yang terletak di bagian atas dan bawah alat). Magnet ini menghasilkan medan magnet dengan arah atas-bawah.
Keuntungan dari magnet jenis ini adalah tidak perlu diisi dengan cairan cryogen dan menggunakan arsitektur yang terbuka sehingga dapat memberi kenyamanan pada pasien.
Walaupun begitu, mgnet jenis ini memiliki kekuatan medan magnet yang terbatas, yaitu tidak lebih dari 0,2 Tesla.
Magnet resistif terdiri dari banyak lilitan kawat yang terbungkus di sekeliling silinder magnet (bore) dimana arus listrik dilewatkan. Jika listrik dimatikan, medan magnet akan hilang. Magnet-magnet jenis ini lebih murah untuk dibuat daripada magnet superkonduktor, tetapi membutuhkan daya listrik yang cukup besar (sekitar 50 KWatt) untuk beroperasi karena resistansi alami dari kawat tersebut.
Contoh produk SIEMENS MEDICAL yang menggunakan magnet resistif adalah MAGNETOM OPEN / VIVA.
3.      Magnet Superkonduktor
1.1.92.  Gambar 116. Contoh magnet superkonduktor
1.1.93.  Gambar 117. Penampang lilitan kawat pada magnet superkonduktor

Gambar di samping adalah contoh dari MAGNETOM VISION. Pada dasarnya, magnet jenis superkonduktor memiliki konstruksi dan karakteristik yang hampir serupa dengan magnet resistif, yaitu medan magnet yang dihasilkan terjadi karena penggunaan lilitan-lilitan kawat (elektromagnet). Perbedaannya hanya terletak pada bahan kawatnya, dimana kawat yang digunakan pada magnet resistif terbuat dari tembaga dan memiliki resistansi. Sedangkan kawat pada magnet superkonduktor ini terbuat dari suatu campuran yang disebut “Nyobium-Titanium”, yang memiliki sifat yang khusus, yaitu pada temperatur yang sangat rendah, resistansinya hampir tidak ada (merupakan sifat dasar dari bahan superkonduktor).
Bahan superkonduktor dapat mengalirkan arus listrik yang sangat besar melalui penampang seperti pada gambar di samping, tanpa menghasilkan panas karena resistansinya.
Keuntungan utama dari magnet jenis ini adalah jika sekali saja arus listrik mengalir pada kumparannya, maka sifat magnetnya akan bertahan selamanya (secara teoritis). Hal ini mengakibatkan medan magnet yang dihasilkan memiliki range yang lebih besar, sampai ± 1,5 Tesla (dari 0,5 – 2,0 Tesla), yang memungkinkan peningkatan kualitas citra yang dihasilkan.
Di samping itu, temperatur dari kawat (kumparan) pada magnet superkonduktor harus di bawah temperatur kritis (sampai ± 4 K atau -269oC), dimana pada temperatur ini merupakan keadaan yang sangat dingin. Satu-satunya jalan untuk mencapai keadaan ini adalah dengan “mencelup”kannya ke dalam cairan cryogen, dimana dalam kasus ini dipergunakan Helium cair dan dapat menghabiskan banyak biaya. Walaupun begitu, cairan tersebut tersimpan dalam sebuah tank yang terisolasi dengan vacuum (ruang hampa udara, biasa disebut Outer Vacuum Chamber / OVC) terhadap lingkungan luar, dengan tujuan untuk meminimalisir perubahan Helium cair menjadi gas Helium.
Contoh produk SIEMENS MEDICAL yang menggunakan magnet superkonduktor adalah MAGNETOM IMPACT EXPERT, HARMONY, SYMPHONY, VISION, dan ALLEGRA.
Magnet tipe P8 ini terbuat dari magnet ferrite, dimana jika sudah sekali dimagnetisasi, fluks magnetik dibangkitkan secara kontinu tanpa membutuhkan energi tambahan.
Magnet jenis ini (magnet ferrite) bersifat sangat sensitif terhadap temperatur. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah heating system untuk mengendalikan temperatur dari magnet. Bagian ini terdiri dari banyak panel-panel pemanas yang dikendalikan oleh 18 unit Temperature Indicating and Control (TIC). Temperatur magnet dijaga pada tingkat 32oC, dengan toleransi sebesar 0,1oC.
1.1.94.  Gambar 118. Magnet tipe P8






Magnet tipe HELICON ini memiliki sistem yang tertutup, dimana Helium cair yang berubah menjadi gas karena adanya panas pada magnet dicarikan kembali. Magnet HELICON juga dilengkapi dengan Linde Helium Liquefier (LKKA = Linde Kleinkaelte Anlage).
Sistem tersebut terdiri dari komponen-komponen sbb :
·        Screw compressor
·        Oil adsorber
·        Coldbox with control cabinet
·        Transfer pipe
·        Magnet HELICON
1.1.95.  Gambar 119. Diagram blok sistem magnet HELICON
·         













Pressure Tank
2.2.               Tinjauan Khusus Sistem Magnet pada MAGNETOM Symphony
Magnet dengan tipe superkonduktor menggunakan fenomena fisik dari material tertentu yang mencapai nilai resistansi mendekati nol saat didinginkan di bawah temperatur kritis, biasanya di dekat nol absolut (-273oC atau 0 K).
Sifat superkonduktivitas ini memungkinkan arus listrik yang sangat besar mengalir pada lilitan-lilitan kawat dengan penampang yang kecil, tanpa menghasilkan panas. Keadaan inilah yang menyebabkan pembuatan magnet yang sangat kuat dan sederhana.
Helium cair biasanya digunakan untuk mempertahankan temperatur magnet pada ± -269oC (4 K), yaitu di bawah temperatur kritis dari lilitan kawat superkonduktor.
Lilitan magnet           Magnet terdiri dari enam buah lilitan superkonduktor primer, yang terbuat dari campuran bahan niobium titanium / tembaga.
Active shielding           Sebagai tambahan bagi lilitan utama, dua buah lilitan AS (Active Shield) ditempatkan di seluruh lilitan utama dan dipasangkan kawat sedemikian rupa sehingga medan magnetnya melawan medan yang ditimbulkan lilitan utama, kemudian mengurangi medan eksternal yang menyimpang.
Cryostat                      Magnet dilapisi dengan selongsong stainless-steel yang diisi dengan Helium cair (akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian tersendiri).
Thermal shielding       Helium cair sangat sensitif terhadap panas dan menguap (menjadi gas) dengan sangat cepat. Selain itu, Helium cair memiliki harga yang sangat mahal. Oleh karena itu, panas yang ditimbulkan oleh konveksi udara, konduksi atau radiasi panas dari lingkungan sekitar harus dikurangi.
                                   
                                    Untuk mengurangi panas akibat konveksi, cryostat diposisikan di dalam kerangka stainless-steel­ bagian terluar (OVC), di bawah bagian vacuum. Cryostat seperti digantungkan di dalam OVC pada daerah fiberglass. Bahan fiberglass digunakan karena memiliki konduktivitas thermal yang rendah, yang berfungsi untuk mengurangi panas akibat konveksi tersebut.
                                    Panas yang diradiasikan menjadi faktor yang utama. Kerangka aluminium padat (cryo-shield) diletakkan di sekitar cryostat dan dijaga pada temperatur cryogenic, menggunakan unit pendingin eksternal. Panas yang diradiasikan dari OVC, sebagian besar dipantulkan oleh bahan isolasi.
Unisock                       Unit pendingin diletakkan pada Unisock, dengan ruangan vacuum yang terpisah, untuk memposisikan dan menggantikan coldhead dalam perawatan (service).
Service turret              Perangkat elektronik internal dari magnet harus melewati bagian service turret, yang dibuat sama seperti cryostat. Komponen current probe, syphon pengisian ulang Helium cair, dan koneksi elektronik untuk sensor temperatur cryo-shield, probe tingkat volume Helium, screen, quench, dan switch heater dihubungkan pada bagian service turret.
Ada beberapa bagian penting pada magnet, yaitu komponen-komponen yang berada pada service turret.
Komponen pertama adalah ramping port, yang merupakan tempat untuk menghubungkan ramping probe untuk melakukan proses ramping up atau ramping down.
Komponen kedua yang harus diperhatikan adalah keadaan underpressure dari cryostat. Ada dua jalur untuk keluarnya gas Helium, yaitu melalui katup back-pressure 1/3 psi atau melalui burst disk. Dalam keadaan normal, burst disk dalam keadaan tertutup dan tekanan cryostat bertahan pada 1/3 di atas tekanan udara sekitar karena katup 1/3 psi. Jika tekanannya meningkat secara tiba-tiba sampai di atas 5 psi (yang akan menyebabkan quench), magnet akan menekan burst disk. Biasanya, setelah terjadi quench maka burst disk harus segera diganti.
1.1.96.  Gambar 120. Service turret
Venting system            Selama proses normal, cryostat selalu menguapkan sedikit Helium cair (± 0,1 % per hari). Gas Helium ini akan meningkatkan tekanan di dalam magnet. Jika tekanan tersebut melebihi, misalkan 2/3 psi, katup overpressure akan terbuka dan melepaskan gas ke venting system (terkadang disebut “quench tube”).                          
                                    Bagian ini mengarahkan gas Helium untuk keluar ke udara luar. Hal ini penting untuk keamanan magnet karena jika tidak ada udara yang membeku di dalam magnet dan membentuk bongkahan es yang mungkin akan menghambat seluruh venting system.
Pressure gauge           Bagian ini menunjukkan tekanan internal magnet. Tekanan dalam keadaan normal harus selalu positif, akan tetapi tekanan negatif (underpressure) dapat terjadi setelah proses ramping.
Bypass                         Katup bypass dapat dibuka untuk melepaskan tekanan di dalam magnet (dalam perawatan / service), tetapi tidak boleh dibuka jika dalam keadaan underpressure (misalnya setelah proses ramping).
Katup quench              Jika terjadi quench, sejumlah besar Helium cair (± 40 %) menguap dalam waktu yang singkat. Karena diameter dari katup 2/3 psi dianggap terlalu kecil, maka sebuah katup tambahan, yang disebut katup quench, akan terbuka jika tekanannya melebihi 15 psi (terdiri dari bursting disc yang dapat pecah).
Syphon                        Merupakan saluran isolator vacuum untuk pengisian Helium cair ke dalam magnet. Salah satu ujungnya terhubung kepada bagian service turret secara permanen dan ujung yang lain dapat dihubungkan dengan dewar Helium. Ada dua buah jenis syphon, yaitu :
·        High Efficiency Syphon (HES) seperti tampak pada gambar
1.1.97.  Gambar 121. Konstruksi mekanis
·        Smart Syphon dengan suatu katup otomatis yang mencegah perpindahan Helium gas (yang hangat) ke dalam magnet
Quench heater             Bagian ini biasa digunakan dalam keadaan darurat, yang mengharuskan keadaan quench. Quench heater yang terletak pada magnet dipanaskan oleh sumber arus eksternal (ERDU). Setelah mengaktifkan sumber arus, maka bahan superkonduktornya akan memiliki resistansi (karena energi yang tersimpan di dalam magnet). Keadaan ini akan berakibat juga pada medan magnetnya, yaitu medan magnet akan hilang dalam waktu yang singkat.
Quench protection circuitry       Selama terjadinya quench, ada tegangan yang tinggi pada coil dan bagian superconductive switch. Tegangan tersebut harus dibatasi oleh bagian quench protection circuitry, yang berada di dalam penutup magnet OR41 AS. Rangkaian ini terdiri dari kombinasi antara dioda dan resistor yang terhubung secara paralel terhadap coil dan superconductive switch. Kombinasi tersebut memungkinkan proses ramping up atau ramping down dengan tegangan 10 V. Selain itu, tegangan yang muncul saat terjadi peristiwa quench akan dibatasi sampai 100 V.
Quench protection circuitry dapat hanya terdiri dari resistor (seperti pada magnet LISE yang sudah lama) atau dioda (seperti pada magnet HELICON).
1.1.98.  Gambar 122. Quench Protection Circuitry pada magnet LISE
1.1.99.  Gambar 123. Quench Protection Circuitry pada magnet OR41

Superconductive switch             Dengan tidak adanya resistansi pada magnet superkonduktor, maka dibutuhkan sebuah switch untuk menghasilkan tegangan pada coil sehingga dapat menginduksikan arus listrik. Bagian superconductive switch terdiri dari lilitan kawat superkonduktor bifilar (tidak ada induktivitas, tidak ada medan magnet eksternal). Lilitan tersebut akan dipanaskan dengan switch heater dan menghasilkan suatu daerah resistansi normal.
                                                  
                                                   Saat current probe dihubungkan pada magnet, arus listrik yang besar akan mengalir sementara melalui switch dan memanaskannya sampai resistansinya menjadi besar (± 38 Ω). Semakin besar resistansi switch, maka arus yang mengalir akan lebih sedikit, sehingga menurun penguapan selama proses ramping.

1.1.100.                      Gambar 124. Penampang magnet superkonduktor
External interference switch (EIS)    










 Bagian Bo-screen atau EIS terletak pada setiap lilitan magnet superkonduktor. Karena lilitan-lilitan tersebut dihubung-singkat, maka interferensi transien apapun akan diserap oleh screen, mencegah adanya gangguan terhadap medan magnet. Penyusutan menda magnet yang konstan akan menghasilkan arus pada lilitan screen yang berlawanan dan menurunkan homogenitas medan magnet. Oleh karena itu, bagian screen akan direset sekali setiap hari.
Cryostat terletak di dalam Outer Vacuum Chamber (OVC). Ruangan yang sangat besar ini berisi komponen suspensi dari konduktivitas thermal rendah, yang mendukung komponen-komponen lainnya.
Bagian yang terkena panas dari dalam OVC sebagian besar dipantulkan oleh bahan isolator pantulan mylar multilayer.
Di dalam bahan isolasi tersebut, kerangka dari padatan aluminium (pelindung) dipertahankan pada temperatur cryogenic dengan tambahan cryostat Nitrogen dan/atau unit refrigeration yang dipasang secara eksternal (biasa disebut cold head). Panas yang mencapai tingkat ini diserap dan menguapkan Nitrogen atau dialirkan pada komponen penukar panas eksternal melalui sistem pendinginnya (refrigerator).
1.1.101.                      Gambar 125. Ilustrasi penyimpanan bahan superkonduktor
Sebagaimana disebutkan pada penjelasan di atas, maka sangat penting untuk menjaga temperatur superkonduktor tetap dingin. Salah satu caranya adalah dengan mencelupkannya ke dalam cryogen, yaitu mendinginkan gas tersebut sampai pada batas dimana berwujud cair (liquid). Cryogen yang paling sering digunakan adalah Helium cair.
Seperti terlihat pada gambar di samping, maka cairan cryogen disimpan di dalam sebuah tempat yang disebut cryostat. Para teknisi akan mengisi-ulang Helium cair ke dalam magnet dengan membawa sebuah tank yang disebut dewar.
Salah satu kekurangan dalam menggunakan cairan cryogen adalah sangat mudah dan cepat menguap. Hal ini menjadi suatu masalah karena harga Helium cair sangat mahal. Ada beberapa cara untuk menguranginya, yaitu :
·        Membungkus cryostat Helium cair utama menggunakan cryostat kedua yang diisi dengan Nitrogen cair (yang lebih murah). Akan tetapi, Nitrogen tersebut harus diisi-ulang setiap minggu. Kebanyakan sistem SIEMENS yang sudah lama juga menggunakan tipe ini.
·        Menggunakan kondensor Helium yang mencairkan kembali Helium yang sudah berubah menjadi bentuk gas. Sistem tipe ini dapat dijumpai pada unit HELICON.
·        Menggunakan “cold head”, yaitu sebuah sistem refrigerator yang menggunakan gas Helium yang terkompresi, dengan tujuan untuk menjaga temperatur pelindung cryostat Helium tetap dingin, sehingga proses penguapan Helium cair dapat diminimalisasi. Semua sistem SIEMENS yang baru sudah menggunakan tipe ini.
1.1.102.                      Gambar 126. Penentuan tingkat volume Nitrogen cair

Tingkat volume Nitrogen cair (jika ada) diukur menggunakan sebuah kapasitor coaxial, dimana Nitrogen berperan sebagai dielektrik. Berdasarkan fakta bahwa Nitrogen cair memiliki konstanta dielektrik yang berbeda dengan gas Nitrogen, maka kapasitor coaxial dapat dianggap sebagai dua buah kapasitor yang paralel dengan kapasitansi yang berbeda, tergantung pada tingkat pengisian. Perbedaan kapasitansi antara keadaan penuh dan kosong adalah ± 40 pF.
Hasil output dari rectangular generator, dipengaruhi oleh sensing capacity, dipadukan dan digunakan sebagai petunjuk ketinggian tingkat volume Nitrogen. 
 
1.1.103.                      Gambar 127. Cara penentuan tingkat volume Helium cair
Tingkat volume Helium cair diukur dengan menggunakan kawat superkonduktor yang terletak di dalam cryostat. Selama pengukuran, diberikan arus listrik konstan melalui kawat tersebut (Helium Measuring Probe), yang memanaskan Helium cair di dalamnya. Hal ini mengakibatkan kawat bersifat konduktif normal di bagian yang tidak tertutupi oleh Helium cair. Resistansi yang terukur dari bagian yang bersifat konduktif normal tersebut adalah nilai dari volume Helium cair yang berada di dalam cryostat.

No comments:

Post a Comment