Tuesday, 26 June 2012

MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan suatu metode yang digunakan untuk memvisualisasikan bagian dalam tubuh dari organisme hidup, seperti  proses pendeteksian jumlah perbatasan air pada struktur geologis. Metode tersebut sering digunakan untuk menunjukkan perubahan patologis atau fisiologis dari jaringan tubuh dan biasa digunakan untuk pencitraan medis. Sistem MRI dapat diaplikasikan pada bidang-bidang di luar bidang medis dan biologi, seperti permeabilitas batuan terhadap hidrokarbon, dll. Peralatan MRI yang digunakan dalam bidang medis sangatlah mahal, dimana dapat menghabiskan biaya sebesar ± $ 1 juta USD per Tesla untuk setiap unit, dengan beberapa ratusan ribu USD per tahun untuk biaya perawatan.
1.1.1.      Gambar 32. Komponen utama sistem MRI


MRI dikembangkan dari hasil studi NMR (Nuclear Magnetic Resonance), dimana nama yang sebenarnya untuk bidang medis adalah NMRI (Nuclear Magnetic Resonance Imaging). Kata “nuclear” kemudian dihilangkan untuk menghindari konotasi negatif dari pemeriksaan medis, yaitu mengenai penggunaan pancaran radiasi radioaktif.
Istilah NMR sebenarnya serupa dengan MR (Magnetic Resonance).  Walaupun menggunakan kata “nuklir”, bukan berarti bahwa proses ini melibatkan sejumlah radioaktif.
1.1.2.      Gambar 33. Contoh penggunaan alat MRI
MR adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk memeriksa karakteristik /sifat dari inti atom (inti atom bisa disebut sebagai nuclear). Proses tersebut membutuhkan empat buah komponen penting, yaitu magnet, pengirim sinyal RF (Radio-frequency), penerima sinyal RF, dan sebuah DAS (Data Acquisition System).

Obyek yang akan discan dimasukkan ke dalam medan magnetic yang kuat, yang menyebabkan atom-atom dalam tubuh akan membentang dan bergerak pada frekuensi tertentu. Jika suatu energi RF dikirimkan oleh pengirim sinyal RF menuju obyek tersebut, dimana frekuensi tersebut menyebabkan atom-atom bergerak disebut dengan frekuensi resonansi. Hal ini menyebabkan atom-atom itu menyerap sejumlah energi. Setelah suatu selang waktu yang pendek, obyek yang dimaksud memberikan energinya dalam bentuk “echo”, lalu echo RF tersebut didigitalisasi oleh DAS dan hasilnya diberikan kepada komputer yang akan mengambil berbagai informasi yang ada di dalamnya.
Sebenarnya, MR bukanlah suatu proses pencitraan, yaitu proses yang menampilkan suatu citra dari anatomi tubuh manusia, dimana dibutuhkan fitur-fitur tambahan pada sistem tersebut. Sistem MR merupakan suatu prosedur yang disebut dengan spektroskopi, dimana obyek yang dimaksud bukan untuk dibuat suatu citra, tetapi untuk ditentukan jenis-jenis bahan kimia yang terkandung di dalamnya.
1.1.3.      Gambar 34. Magnet gradient dari sistem MRI

Satu hal yang membedakan antara MRI dan spektroskopi biasa yang menggunakan MR adalah adanya sebuah komponen yang disebut magnet gradient, dimana komponen tersebut adalah hal penting untuk proses spatial encoding, yang juga merupakan kemampuan dari sistem MRI. Sebuah magnet gradient tidak lebih dari suatu elektromagnet, yang bisa diaktifkan pada waktu tertentu selama proses scan untuk mengubah medan magnet pada arah yang ditentukan, dimana sebuah obyek yang ditempatkan pada medan magnet yang tinggi akan menghasilkan frekuensi yang tinggi juga dan sebaliknya.
Di dalam mesin MRI, terdapat tiga buah magnet gradient, dimana magnet-magnet tersebut memiliki kekuatan yang jauh lebih kecil jika dibandingkan kekuatan medan magnet utama (hanya berkisar antara 180 – 270 Gauss atau 18 – 27 miliTesla).
Jika magnet utama menghasilkan medan magnet yang stabil dan kuat, maka magnet gradient menghasilkan medan magnet yang bervariasi.
Di bawah ini akan diberikan gambar tentang sistem MRI secara keseluruhan :
1.1.4.      Gambar 35. System Overview dari MRI


2.2.2.            Ide Dasar Sistem MRI
Biasanya mesin-mesin MRI masa kini memiliki sebuah desain utama, yaitu kubus yang besar, walaupun untuk mesin-mesin yang baru, ukuran tersebut perlahan-lahan mengecil dan lebih sederhana. Ada semacam “terowongan” (bore) horisontal yang terbentang dari bagian depan magnet sampai ke bagian belakang magnet (lubang dari magnet). Pasien, yang terbaring pada punggungnya, didorong ke dalam lubang tersebut di atas meja khusus (biasanya disebut patient table). Baik bagian kepala pasien ataupun bagian kaki terlebih dahulu, sepanjang jarak magnetnya, ditentukan oleh jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Saat bagian tubuh yang akan discan berada tepat di tengah (isocenter) medan magnet, maka proses scanning dapat dilakukan.
Jika dihubungkan dengan energi yang dihasilkan oleh gelombang radio, alat MRI dapat menentukan sebuah titik kecil di dalam tubuh pasien dan seolah-olah bertanya, “Termasuk jenis jaringan apakah engkau?”. Titik tersebut kemungkinan berupa sebuah kubus yang berukuran setengah milimeter pada tiap sisinya. Sistem MRI melewati tubuh pasien titik demi titik, membentuk suatu peta 2 dimensi atau 3 dimensi dari jenis jaringan tersebut. Kemudian, semua informasi itu disatukan untuk menghasilkan citra 2 dimensi ataupun model 3 dimensi.
Sistem MRI ini memberikan suatu pandangan yang tidak paralel dari tubuh manusia. MRI adalah metode pemilihan  untuk mendiagnosis berbagai jenis luka dan keadaan-keadaan karena kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi dengan suatu pemeriksaan medis tertentu. Dengan mengganti beberapa parameter pemeriksaan, sistem MRI dapat menyebabkan jaringan-jaringan tubuh menimbulkan tampilan yang berbeda-beda. Hal ini sangat berguna bagi para radiografer dalam menentukan apakah ada sesuatu yang tidak normal atau tidak, misalnya jika prosedur A dilakukan, maka jaringan yang normal akan terlihat seperti B, dan jika bukan, pasti ada sesuatu yang tidak normal. Sistem MRI juga dapat memetakan aliran darah dari beberapa bagian tubuh. Hal ini berguna untuk mempelajari sistem arterial di dalam tubuh, tetapi bukan jaringan-jaringan yang ada di sekitarnya. Dalam banyak kasus, sistem MRI ini dapat melakukannya tanpa sebuah contrast injection, yang banyak dibutuhkan di dalam radiologi vaskuler.
1.1.5.      Gambar 36. Irisan Axial, coronal, dan sagittal
2.2.3.            Kelebihan dan Kekurangan Sistem MRI
2.2.3.1.      Kelebihan Sistem MRI
·        MRI dapat menghasilkan banyak citra dalam suatu waktu dan dengan berbagai orientasi (arah), serta bidang. Sistem yang menggunakan metode CT (Computed Tomography) hanya terbatas pada satu bidang, yaitu bidang axial. Sedangkan sistem MRI dapat menghasilkan citra-citra axial sebagaimana citra-citra pada bidang sagittal dan coronal, tanpa membutuhkan pergerakan dari pasien. Komponen yang berperan di sini adalah tiga buah magnet gradien, yang memungkinkan sistem MRI untuk memilih dengan tepat dimana posisi dalam tubuh yang membutuhkan proses scanning dan dalam arah yang bagaimana irisan-irisan tersebut diambil.
·        MRI menghasilkan citra dengan detail dan kontras yang lebih jelas (sangat baik untuk jaringan lunak)
·        MRI tidak menggunakan radiasi ionisasi radioaktif
·        MRI ideal untuk :
v           Diagnosis multiple sclerosis (MS)
v           Diagnosis tumor dari kelenjar pituitari dan otak
v           Diagnosis infeksi di dalam otak, tulang belakang, dan persendian
v           Diagnosis tendonitis
v           Diagnosis stroke yang masih merupakan tingkat awal
v           Memvisualisasikan robeknya otot ligamen pada pergelangan tangan, lutut, dan pergelangan kaki
v           Memvisualisasikan cedera pada bahu
v           Memeriksa tumor tulang, kista, dan piringan sendi yang terkena hernia pada tulang belakang
2.2.3.2.      Kekurangan Sistem MRI
·        MRI tidak terlalu nyaman – kebanyakan alat MRI mengharuskan pasiennya ditempatkan seperti pada terowongan (bore) à pasien merasa tidak nyaman dan bahkan menolak proses scan atau membutuhkan pemberian obat penenang. Selain itu, mesin dari alat MRI kadang-kadang menimbulkan suara yang sangat bising selama proses scanning. Untuk mengatasi hal ini, biasanya pasien diberi semacam earphone yang dapat memutarkan lagu-lagu kesukaan pasien, sehingga pasien dapat menjadi lebih tenang dan nyaman. Suara bising ini terjadi karena terjadi peningkatan arus listrik pada lilitan kawat dari magnet gradient yang melawan medan magnet utama. Semakin besar kekuatan medan utama, maka suara yang dihasilkan akan semakin bising.
·        MRI dapat bersifat berbahaya – sangat tidak mungkin bagi para pasien yang memiliki logam-logam yang ditanam pada tubuh mereka (metallic implants) atau alat-alat internal (misal alat pacu jantung, pompa insulin, dll), karena dapat dipengaruhi oleh medan magnet. Bahkan komponen orthopedic yang berada pada bagian yang sedang discan dapat menyebabkan artifacts (kerusakan) pada citra yang dihasilkan. Komponen tersebut dapat menyebabkan perubahan yang signifikan pada medan magnet utama dan perlu dperhatikan bahwa medan magnet yang uniform sangat penting untuk dapat menghasilkan citra yang optimal.
·        MRI sangat mahal – lebih mahal dari alat yang menggunakan X-Ray biasa, sehingga biaya pemeriksaannya juga menjadi lebih mahal.
·        Prosedur MRI bisa menjadi lama – proses scanning menggunakan sistem MRI ini dapat memakan waktu yang agak lama dan mengharuskan pasien untuk tidak bergerak selama waktu pemeriksaan. Pemeriksaan MRI dapat berlangsung selama 20 menit sampai 90 menit, atau bahkan lebih. Jika ada sedikit pergerakkan saja dari bagian tubuh pasien yang sedang discan, maka dapat menyebabkan distorsi pada citra, yang kemungkinan membutuhkan pengulangan pemeriksaan. Selain itu, sistem MRI cenderung menghasilkan citra dengan waktu yang lebih lama daripada menggunakan metode lain.
2.2.4.            Aspek Keamanan Sistem MRI
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai keamanan dalam sistem MR, di antaranya :
·        Cryogen (gas yang dicairkan pada temperatur yang sangat dingin)
1.1.6.      Gambar 37. Contoh magnet MRI
Magnet yang digunakan pada beberapa sistem MRI merupakan magnet dengan tipe superkonduktor. Hal ini berarti jika sekali saja arus listrik dialirkan pada magnetnya (untuk menghasilkan medan magnet), maka arus tersebut akan mengalir selamanya, karena bagian coilnya terbuat dari material yang tidak memiliki resistansi.
Oleh karena itu, material tersebut harus disimpan dalam temperatur yang sangat dingin (biasa dinyatakan dalam satuan Kelvin). Cara yang paling sering digunakan adalah menggunakan zat cryogenic (berwujud gas dalam temperatur ruang, tetapi berwujud cair jika didinginkan). Zat cryogenic yang sering digunakan adalah Helium.
Temperatur yang dibutuhkan untuk cryogen ini sangatlah dingin (hampir ± -266oC), sehingga sering dinyatakan dengan satuan Kelvin, dimana temperatur 0 K disebut nol absolut. Dengan dasar tersebut, material superkonduktor harus disimpan pada temperatur 7 K atau lebih rendah, jika tidak maka akan menimbulkan resistansi  (saat ada arus listrik).
1.1.7.      Tabel 2. Syarat temperatur untuk magnet superkonduktor
Keterangan
oC (Celcius)
K (Kelvin)
Nol absolut
-273,15
0
Temperatur pada material superkonduktor yang digunakan SIEMENS, saat kehilangan resistansinya
± -266
± 7
Temperatur saat Helium dalam wujud cair
± -269
± 4
Hal-hal berbahaya yang ditimbulkan oleh cryogen adalah :
·        Menyebabkan cryo-burns (seperti kulit yang terbakar) jika terkena kulit manusia.
·        Jika Helium dalam bentuk gas terhirup (tidak beracun), maka gas tersebut akan menggantikan peran oksigen dan dapat mengakibatkan sesak nafas (asphyxiation).
·        Saat dipindahkan, cryogen dapat menyebabkan pengembunan oksigen pada pipa-pipa salurannya, yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran (bukan karena adanya api, melainkan karena temperatur yang terlalu dingin).
Untuk mengatasi bahaya-bahaya yang ada, maka pakaian perlindungan harus selalu diperhatikan, seperti misalnya celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan khusus cryogenic, dan pelindung wajah (untuk melindungi mata).
·        Medan magnet
Semua sistem MRI membutuhkan medan magnet yang kuat, akan tetapi medan magnet juga dapat membahayakan.  Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
v     Dapat menarik material yang bersifat besi, yang mungkin dibawa masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Jika memasuki ruangan MRI dengan kekuatan magnet sebesar 1,0 Tesla, maka akan terasa suatu tarikan yang kuat tetapi masih dapat dikendalikan. Jika membawa benda yang lebih besar, maka tarikannya akan meningkat secara proporsional.
1.1.8.      Gambar 38. Contoh benda yang tertarik ke dalam magnet MRI












v     Dapat menyebabkan cedera atau bahkan kematian pada sesorang yang memiliki benda yang tertanam dalam tubuh (implants), yang sensitif terhadap medan magnet.
Medan magnet dapat menjadi berbahaya dalam cara yang tidak terlalu disadari. Jika seseorang memiliki komponen logam atau magnetik yang tertanam di dalam tubuh (implants), maka medan magnet akan menjadi sangat berbahaya. Komponen-komponen tersebut misalnya :
-         Komponen logam (metallic impants)
-         Alat pacu jantung (pacemaker)
-         Pompa insulin
-         Klem pembuluh darah (aneurysm clamps)
Selain itu, disarankan agar wanita yang sedang hamil tidak mendapatkan perawatan menggunakan sistem MRI, jika kebutuhannya tidak lebih besar daripada resiko yang dapat terjadi, walaupun belum ada efek samping yang diketahui sampai sekarang (jika resikonya terlalu besar, maka akan dicoba melalui metode pemeriksaan lainnya). Hal ini menjadi perhatian karena pada trimester pertama dalam masa kehamilan merupakan masa yang paling kritis, dimana terjadi pembentukan dan pembelahan sel dengan cepat (organogenesis).
Untuk mengetahui dimana medan magnet akan memberikan pengaruh secara langsung pada manusia, maka pihak yang memasang sistem tersebut biasanya memberikan tanda berupa garis di sekitar magnet, yang disebut “garis pacu jantung”. Garis menunjukkan bahwa pada batas tersebut medan magnet berkurang sampai 0,5 miliTesla, yang merupakan sebagian kecil dari medan magnet utama. Pada sistem MRI terbaru, garis batas tersebut hanya sebatas ruang pemeriksaan pasien.
v     Dapat merusak alat-alat listrik atau peka magnet yang dibawa masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Ada saja kemungkinan untuk membawa barang-barang tertentu yang tidak berbahaya, baik untuk pasien maupun untuk alat itu sendiri, akan tetapi barang tersebut dapat dirusak oleh medan magnet yang ada. Contoh barang-barang tersebut adalah :
-         Kartu kredit (medan magnet akan menghapus data yang ada)
-         Kartu perbankan apa saja
-         Jam analog (medan magnet akan merusak bagian-bagian kecilnya)
-         Kunci hotel magnetik
-         Floppy disk (disket)
-         Barang-barang elektronik lainnya
Kekuatan medan magnet sering dinyatakan dengan satuan Tesla (digunakan juga oleh SIEMENS). Sebagian besar sistem SIEMENS memiliki kekuatan medan magnet sebesar 0,2 Tesla, 1,0 Tesla atau 1,5 Tesla.
Selain itu, beberapa perusahaan lain (seperti GE) menggunakan satuan Gauss, dimana 1 Tesla = 10.000 Gauss.
·        Medan RF (Radio Frequency)
Sistem MR tidak hanya membutuhkan medan magnet yang kuat, tetapi juga harus memberikan suatu sinyal RF dengan tujuan untuk memperoleh responsnya. Pembangkitan medan RF tersebut dilakukan tidak berdasarkan radiasi ion (tidak mengubah struktur kimiawi pada zat yang terkena medan RF), teteapi akan menimbulkan pemanasan pada pasien.
Untuk memastikan bahwa pasien tidak dibahayakan oleh radiasi RF, maka semua sistem SIEMENS memiliki sistem perangkat lunak / keras yang akan memeriksa nilai SAR (Specific Absorption Rate), yang merupakan nilai pengukuran atas penyerapan radiasi oleh pasien dan menjadi faktor penting dari beberapa hal berikut :
v     Kekuatan sinyal pengirim RF
v     Durasi dari sinyal RF
v     Berapa banyak sinyal yang dikirimkan
v     Berapa cepat sinyal tersebut dikirimkan
v     Ukuran dari pasien tersebut
v     Kapasitas pendinginan dari pasien tersebut (ditentukan oleh jenis kelamin, usia dan kondisi tubuh)
Sesaat sebelum pasien discan, maka informasi-informasi tersebut harus dimasukkan terlebih dahulu, sehingga perangkat lunak pada sistem tersebut akan membatasi semua kelebihan nilai SAR terhadap pasien.
Walaupun begitu, harus diperhatikan juga beberapa faktor keamanan sbb :
v     Jangan melakukan proses scanning pada seseorang jika belum mendapatkan pelatihan aplikasi khusus
v     Jangan mendatangi bagian lubang tengah magnet selama proses scanning (hadir di ruang pemeriksaan tidak apa-apa, karena di lubang tersebut ada medan RF yang kuat)
·        Tegangan listrik
Sudah menjadi suatu kewajaran, jika pada semua sistem elektronika mungkin terdapat tegangan dan arus yang besar, sama halnya dengan sistem MRI SIEMENS. Harus dipastikan terlebih dahulu untuk mematikan circuit breaker, sebelum menyentuh komponen elektronika dan juga harus berhati-hati terhadap kapasitor yang masih bermuatan (terutama pada rangkaian dengan daya tinggi). Hal yang harus dilakukan adalah memberikan sedikit waktu bagi kapasitor untuk mengosongkan muatannya.
Ada kemungkinan timbulnya arusnya yang kecil, bahkan di tempat yang tidak diduga, seperti misalnya pada magnet gradient. Pada saat sedang tidak digunakan, ada suatu keadaan yang disebut “gradient offset”, yang berupa arus DC yang kecil yang dikirimkan secara konstan kepada gradient.
1.1.9.      Gambar 39. Tombol ERDU (jika dalam keadaan darurat)
Jika ada situasi darurat dimana seseorang kemungkinan tersengat listrik, maka tindakan yang benar adalah dengan menekan tombol “System OFF” dari panel alarm untuk menghilangkan listrik dari sistem tersebut. Walaupun listriknya sudah dimatikan, tetapi bagian sistem pendingin magnet dan MSUP tetap memiliki aliran listrik.
Tombol ERDU tidak akan melakukan apa-apa untuk menghilangkan aliran listriknya. Jika ditekan, tombol ERDU hanya akan menyebabkan qeunch (yang harganya sangat mahal) dan masih meninggalkan korban tersebut dalam keadaan tersengat listrik.
·        Cairan phantom
Jika ternyata sistem MRI dibutuhkan untuk tujuan pengecekan ataupun kalibrasi awal (setelah dipasang), maka dibutuhkan suatu alat yang disebut phantom. Phantom tersebut tidak lebih dari sekedar wadah / tempat (biasanya berbentuk spherical) yang menampung air dan bahan kimia lainnya yang memberikan sifat / karakteristik yang benar pada sistem MRI. Selain itu, telah dijelaskan juga bahwa phantom dapat berisi cairan-cairan yang berbahaya, yang wajib mendapat perhatian khusus. Walaupun tidak bersifat racun, akan tetapi dapat merusak kulit jika terjadi kontak langsung. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah bahwa cairan-cairan tersebut tidak bersifat karsinogenik (khususnya jika cairannya diuapkan dan terhirup oleh manusia).
Oleh karena itu, lebih baik untuk bersikap seolah-olah cairan di dalam phantom tersebut berbahaya.
2.2.5.            Contoh Aplikasi MRI Khusus
2.2.5.1.      Magnetic Resonance Angiography (MRA)
1.1.10.  Gambar 40. Contoh Magnetic Resonance Angiography
Image:mra1.jpg
Metode MRA digunakan untuk menghasilkan gambar-gambar jalur pembuluh darah arteri, dengan tujuan pendeteksian stenosis (penyempitan yang tidak normal) atau aneurysms (pembesaran dinding pembuluh, kemungkinan akan terjadinya pemecahan pembuluh darah). MRA biasa digunakan pada bagian leher dan otak, bagian dada dan aorta perut, arteri ginjal, dan kaki (biasa disebut dengan “run-off”). Gambar-gambar tersebut dapat dihasilkan oleh beberapa metode, misalnya pengaturan komponen (agent) kontras paramagnetik (gadolinium) atau menggunakan metode yang disebut “flow-related enhancement”. MRV merupakan prosedur yang serupa, yang digunakan untuk memetakan pembuluh darah, dimana jaringan tubuh dieksitasi secara inferior saat sinyal segera dikumpulkan pada bidang superior ke bidang eksitasi, kemudian memetakan saluran pembuluh darah yang telah dipindahkan ke bidang tereksitasi.
2.2.5.2.      Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
1.1.11.  Gambar 41. Contoh Functional MRI
A fMRI scan showing regions of activation in orange, including the primary visual cortex (V1, BA17).
Biasa dikenal dengan MRSI (MRS Imaging) dan Volume Selective NMR (Nuclear Magnetic Resonance) Spectroscopy, merupakan suatu cara yang mengkombinasikan sifat MRI yang spatially-addressable dengan sifat NMR yang memiliki informasi secara spektroskopi. MRI memungkinkan suatu studi dari bagian / area tertentu di dalam suatu organisme atau sample, tetapi memberikan sedikit informasi tentang sifat kimiawi atau fisik dari area tersebut, dimana nilai utamanya dapat membedakan sifat dari area yang bersangkutan relatif terhadap sifat dari area di sekelilingnya. MR spectroscopy dapat menyediakan informasi dari sifat kimiawi tentang area tersebut, sebagaimana spektrum NMR dari area yang sama.
2.2.5.3.      Functional MRI (fMRI)
Gambar di samping merupakan contoh dari proses fMRI, yang dapat menampilkan daerah aktif (berwarna jingga) dan termasuk juga tampilan selaput otak utama.
Metode fMRI dapat mengukur perubahan sinyal di dalam otak yang cenderung mengubah aktivitas sistem syaraf. Otak akan discan pada resolusi yang rendah tetapi pada kecepatan yang cepat (biasanya sekali setiap 2-3 detik). Peningkatan aktivitas syaraf akan menyebabkan perubahan sinyal MR melalui suatu mekanisme yang disebut efek BLOD (blood oxygen level-dependent). Aktivitas syaraf yang meningkat akan membutuhkan lebih banyak oksigen dan sistem vaskuler akan berperan sebagai kompensator, yaitu dengan meningkatkan jumlah oxygenated hemoglobin (haemoglobin) relatif terhadap deoxygenated hemoglobin. Karena komponen deoxygenated hemoglobin meredam sinyal MR, respon vaskuler akan menyebabkan peningkatan sinyal-sinyal yang berhubungan dengan aktivitas syaraf. Perilaku alami antara aktivitas syaraf dan sinyal BOLD merupakan subyek dari riset masa sekarang. Efek BOLD juga memungkinkan untuk pemetaan 3D dengan resolusi tinggi dari pembuluh vaskuler di dalam jaringan syaraf.
2.2.5.4.      Radiation Therapy Simulation
Karena metode pencitraan MRI sangat bermanfaat untuk soft tissue, maka metode tersebut akan digunakan untuk mengalokasikan tumor yang terletak di dalam tubuh manusia, sebagai persiapan untuk perawatan terapi radiasi. Untuk sinulasi terapi, seorang pasien diposisikan pada arah bagian tubuh tertentu dan discan. Sistem MRI akan menghitung lokasi yang tepat, bantuk dan arah massa tumor, memperbaiki adanya distorsi inherent spasial di dalam sistem. Kemudian pasien akan ditandai pada titik-titik tertentu dan saat dikombinasikan dengan posisi tubuh tertentu, maka akan menghasilkan triangulasi yang tepat untuk terapi radiasi.
2.2.5.5.      Pencitraan Multinuclear
Hidrogen merupakan inti atom yang paling penting bagi sistem MRI karena atom tersebut sangat berkelimpahan di dalam jaringan biologis manusia. Setiap nukleus yang memiliki spin nuklir netto dapat dipetakan dengan MRI, misalnya nukleus yang termasuk Helium-3, Carbon-13, Oxygen-17, Sodium-23, Phosphorus-31 dan Xenon-129. 23Na dan 31P berjumlah sangat banyak di dalam tubuh, sehingga dapat dipetakan dengan langsung. Isotop berbentuk gas (3He dan 129Xe) harus melalui proses hiperpolarisasi, karena kerapatan nuklirnya terlalu rendah untuk menghasilkan sinyal yang berguna pada kondisi normal. 17O dan 13C dapat diatur pada jumlah yang cukup dalam bentuk cairan (17O-air atau 13C-larutan glukosa), sehingga proses hiperpolarisasi tidak diperlukan lagi.
Pencitraan multinuclear merupakan metode riset utama saat ini. Unsur 3He terhiperpolarisasi yang terhirup dapat digunakan untuk mencitrakan distribusi ruang udara di dalam paru-paru. Larutan berisi 13C atau gelembung dari 129Xe yang terhiperpolarisasi yang disuntiktelah diteliti sebagai contrast agent untuk metode angiography dan perfusion imaging. 31P dapat menghasilkan informasi tentang densitas tulang dan struktur tulang, sebagaimana metode functional imaging dari bagian otak.
2.2.6.            Prinsip Fisika dalam Sistem MRI
2.2.6.1.      Pengaruh Sinyal RF
1.1.12.  Gambar 42. Spin precession
Pergerakkan atom-atom dapat dianalogikan dengan pergerakkan gasing. Saat gasing diputar dengan kecepatan yang tinggi, maka gasing tersebut tidak akan jatuh, karena gerak rotasinya akan tetap menjaga pada setiap sisinya.
Deskripsi gerak gasing adalah sbb :
Sumbu rotasinya bergerak menyerupai kerucut terhadap arah gravitasi.
Pergerakkan ini disebut precession.
Gerak precession ini merupakan hasil interaksi antara momentum sudut yang dihasilkan oleh massa yang berputar dan gaya akibat gaya gravitasi bumi. Sama halnya dengan apa yang terjadi dengan nukleus, dimana nukleus yang mempunyai momentum sudut intrinsik (seperti Hidrogen) ditempatkan pada medan magnet eksternal, sehingga nukleus tersebut tidak hanya berputar pada sumbunya saja, tetapi juga melakukan gerak precession karena medan magnetnya.
Sedangkan pergerakan dari spin magnet adalah sbb :
Spin yang berada di dalam medan magnet akan bergerak menyerupai kerucut terhadap arah medan penyebabnya. Gerakan ini disebut spin preccesion.
Kecepatan atau karakteristik (frekuensi) gerak putaran terhadap arah medan tersebut merupakan hal yang paling penting di dalam MR. Hal tersebut sangat bergantung pada :
- Jenis nukleus
- Kekuatan medan magnet yang diberikan
Makin kuat medan magnetnya, maka perputarannya akan semakin cepat juga. Frekuensi precession disebut juga dengan frekuensi Larmor.
1.1.13.  Gambar 43. Frekuensi Larmor = Frekuensi precession
Jika membahas mengenai frekuensi, maka sama saja seperti membicarakan jumlah rotasi dari satu periode gerakan.
Misalnya 3000 rpm merupakan sebuah frekuensi juga, yang berarti 50 putaran per detik. Satuan dari "putaran per detik" adalah Hertz, sehingga 3000 rpm = 50 Hz.
Frekuensi Larmor ω akan membesar secara proporsional dengan medan magnet β. Persamaannya adalah sbb :
dimana  ω = frekuensi precession
γ = rasio gyromagnetic dari nukleus
β = besar medan magnet
Persamaan Larmor tersebut menunjukkan bahwa frekuensi precession dari proton sangat bergantung pada kekuatan medan magnet.
Berikut ini adalah daftar frekuensi resonansi (frekuensi Larmor = frekuensi precession) dari beberapa nukleus :
1.1.14.  Tabel 3. Frekuensi resonansi dari beberapa nukleus
Nukleus
Simbol
Frekuensi per Tesla
Hydrogen
H
42.6 MHz/T
Fluorine
F
40.1 MHz/T
Phosphorus
P
17.2 MHz/T
Sodium
Na
11.3 MHz/T
Carbon
C
10.7 MHz/T
Untuk sistem MR, spin akan melakukan gerak precession pada frekuensi radio, yang berarti spin akan berosilasi sebanyak beberapa juta kali per detik.
Pada 1,0 T, frekuensi Larmor dari proton Hidrogen kira-kira sebesar 42 MHz dan pada 1,5 T akan mencapai ± 63 MHz. Frekuensi osilasi dalam orde MegaHertz ini termasuk dalam gelombang radio (AM atau FM).
1.1.15.  Gambar 44. Orientasi acak spin
Semua spin akan bergerak dengan frekuensi yang sama pada arah medan magnet, di dalam orientasi yang masih acak.
Jika spin memiliki frekuensi yang sama, maka akan berorientasi fasa dan selama itu juga, komponen transversalnya terhadap medan magnet (paralel pada bidang x-y) akan saling meniadakan. Oleh karena itu, magnetisasi konstan M akan berada di sepanjang sumbu z saja.
Salah satu cara untuk mengubah distribusi atom (baik spin atas maupun bawah), fasanya, dan juga arahnya adalah dengan memberikan gelombang magnetik, dimana gelombang radio yang digunakan adalah sinyal RF.
Sinyal RF akan mengganggu keadaan spin jika frekuensinya sama. Dengan kata lain, sinyal RF tersebut harus beresonansi dengan gerakan spin. Arti resonansi itu sendiri adalah frekuensi dari sinyal RF harus sama dengan frekuensi Larmor dari spin (beresonansi).
1.1.16.  Gambar 45. Analogi Garpu Tala
Peristiwa kesamaan frekuensi RF dengan frekuensi Larmor dari spin (disebut sebagai keadaan resonansi), dapat dijelaskan dengan analogi garpu tala sbb :
Saat suatu grapu tala digetarkan, maka akan mulai berosilasi dan menghasilkan bunyi tertentu (gelombang akustik). Jika ada garpu tala kedua yang digetarkan dengan frekuensi yang sama, maka osilasinya merupakan respon dari gelombang akustik yang dikirimkan dari garpu tala pertama. Pada saat ini, kedua garpu tala tersebut dinyatakan dalam keadaan resonansi.
1.1.17.  Gambar 46. Analogi Keranjang Berputar
Apa yang sebenarnya terjadi dengan magnetic resonance dapat dijelaskan dengan suatu analogi keranjang berputar, dimana orang berperan sebagai sinyal RF yang harus berada dalam keadaan resonansi dengan spin yang berputar (keranjang).
Jika ada seseorang yang diharuskan untuk menaruh batu pada dua buah keranjang yang berputar (seperti pada gambar), dan ia hanya menaruh batu pada saat salah satu keranjang berada tepat di depannya (orang tersebut diam), maka cara ini akan memakan waktu yang lama.
Cara yang paling efektif adalah dengan ikut berlari di sepanjang keliling putaran keranjang tersebut dan menaruh batu tersebut pada keranjang-keranjang tersebut (dengan kecepatan yang sama, beriringan dengan keranjang). Dengan cara ini, maka ia dapat menaruh batu sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang itu.
Dengan berlari seperti itu, maka orang tersebut dikatakan "diam" relatif terhadap keranjang dan kecepatan orang = kecepatan keranjang.
1.1.18.  Gambar 47. Flip Angle

Semakin besar energi yang berikan oleh sinyal RF, maka simpangan magnetisasinya akan semakin besar juga. Sudut simpangan akhir ini disebut dengan FLIP ANGLE (dinotasikan dengan α).
1.1.19.  Gambar 48. Sinyal fasa 90o

1.1.20.  Gambar 49.  Sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang berlawanan dengan sumbu z. Sedangkan sinyal fasa 90o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang tepat dengan bidang x-y.

                       



1.1.21.  Gambar 50. Setelah diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi dengan arah yang berlawanan dengan sumbu z. Pada keadaan ini, spin berada pada keadaan yang tidak stabil, sehingga spin tersebut akan kembali pada keadaan setimbangnya lagi. Karena magnetisasi akibat sinyal fasa  180o ini memiliki orientasi vertikal (sumbu z), maka sinyal fasa 180o menyebabkan magnetisasi longitudinal.
1.1.22.    Gambar 51. Sebelum diberikan sinyal fasa 180o
1.1.23.   


Sinyal fasa 90(derajat) akan menyebabkan magnetisasi pada arah transversal, bidang x-y. Selama masih ada sinyal RF, maka ada dua jenis medan yang akan berpengaruh, yaitu : medan statis dan medan RF yang berputar (untuk selang waktu yang pendek).
1.1.24.          Gambar 52. Sebelum diberikan sinyal fasa 90o
1.1.25.  Gambar 53. Pada akhir diberikannya sinyal fasa 90o

1.1.26.          Gambar 54. Setelah diberikan sinyal fasa 90o
1.1.27.  Gambar 55. Arah magnetisasi

Sama halnya dengan notasi vektor, dimana magnetisasi juga memiliki dua buah komponen yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu :
MAGNETISASI LONGITUDINAL Mz yang merupakan vektor dengan arah sumbu z (sepanjang medan magnet eksternal) dan MAGNETISASI TRANSVERSAL Mxy yang merupakan komponen yang berotasi di sekitar medan (pada bidang x-y). Magnetisasi transversal merupakan jumlah dari vektor spin yang berotasi pada bidang x-y, yang menyamai frekuensi Larmor.
1.1.28.  Gambar 56. FID
Magnetisasi transversal berperan sebagai magnet yang berotasi, sehingga dapat memasukkan coil ke dalamnya dan menginduksikan tegangan. Sinyal itulah yang disebut dengan sinyal MR. Semakin kuat magnetisasi transversalnya, maka semakin kuat sinyal MRnya, tetapi akan menghilang dengan cepat juga.
Oleh karena itu, pada akhir dari sinyal RF ini, sinyal MR tersebut disebut dengan Free Induction Decay (FID).

Magnetisasi longitudinal akan menjadi nol setelah sinyal 90o dan berotasi sebagaimana magnetisasi transversal pada bidang x-y. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa magnetisasi transversal akan segera menyusut dalam waktu yang singkat dan sinyal MR akan segera berhenti juga. Setelah sinyal 90o, magnetisasi longitudinal akan kembali ke keadaan semula (keadaan setimbang), seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Proses tersebut disebut relaksasi.
Proses tersebut melibatkan sejumlah energi yang dipindahkan oleh proton yang tereksitasi, yang merupakan sifat dari suatu jaringan. Ada dua buah waktu relaksasi di dalam sistem MR, yaitu T1 dan T2, yang saling bebas satu sama lain dan merupakan sifat intrinsik dari setiap jaringan yang berbeda. Di dalam MRI, mekanisme utama dalam menentukan kontras pada sebuah citra adalah perbedaan dari waktu T1 dan T2 tersebut.
1.1.29.  Gambar 57. Magnetisasi longitudinal dan transversal

Magnetisasi transversal Mxy akan menyusut dengan lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan untuk pulihnya magnetisasi longitudinal Mz, dimana proses tersebut berlangsung secara eksponensial.
Suatu waktu tertentu (T1) dibutuhkan untuk memulihkan magnetisasi longitudinal dan magnetisasi transversal menyusut dalam waktu yang lebih cepat (T2).
Ada suatu analogi yang menarik untuk menjelaskan T1 dan T2, yaitu analogi jatuhnya kotak.
1.1.30.  Gambar 58. Analogi Jatuhnya Kotak

Jika ada sebuah pesawat yang menjatuhkan sebuah kotak dari suatu ketinggian tertentu, maka kotak tersebut akan jatuh ke tanah dengan kecepatan yang meningkat karena gaya gravitasi. Pada kotak tersebut ada dua buah komponen yang bekerja, yaitu gaya gravitasi (sebagai T1) dan energi kinetik (dalam arah terbang, sebagai T2). Pergerakan kotak merupakan superposisi dari dua gerakan, kotak jatuh ke tanah tapi masih memiliki arah yang sama dengan arah penerbangan.

1.1.31.  Gambar 59. Proses relaksasi ke keadaan setimbang
Secara mudahnya, relaksasi merupakan suatu keadaan dari sistem yang kembali dari keadaan tidak setimbang kepada keadaannya yang setimbang. Saat mendekati kesetimbangannya, prosesnya akan melambat sampai mencapai keadaan saturasi (saat sistem semakin dekat ke keadaan setimbang, maka relaksasi akan semakin lemah).
1.1.32.  Gambar 60. Perbandingan T1 dengan T2
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat magnetisasi longitudinal mulai pulih, magnetisasi transversal mulai menyusut, dimana proses magnetisasi transversal berjalan dengan lebih cepat (T2) daripada pemulihan magnetisasi longitudinal (T1).

1.1.33.  Gambar 61. Relaksasi Magnetisasi Longitudinal
Proses pemulihan magnetisasi longitudinal merupakan proses yang berifat eksponensial, yang dinamakan RELAKSASI LONGITUDINAL dan konstanta waktunya adalah T1.
Setelah T1, magnetisasi longitudinal Mz telah pulih sebesar 63 % dari nilai akhirnya dan setelah 5T1, maka proses tersebut sudah sempurna. Konstanta T1 tersebut berbeda-beda untuk setiap jaringan, sehingga bersifat tissue-specific.

Jenis jaringan dalam tubuh yang berbeda menunjukkan waktu relaksasi yang berbeda juga. Walaupun begitu, hal tersebut merupakan faktor utama untuk mendapatkan kontras dari citra yang diperoleh dengan sistem MR. Perbedaan tersebut terjadi karena energi RF yang terstimulasi akan menghilang kembali akibat interaksi dengan kisi-kisi (lattice).
1.1.34.  Gambar 62. Grafik T1 beberapa jenis jaringan

Tabel di bawah ini menunjukkan konstanta T1 dari bermacam-macam jenis jaringan :
1.1.35.     
1.1.36.  Tabel 4. Konstanta T1 beberapa jenis jaringan
1.1.37.  Gambar 63. Relaksasi Spin-lattice
Proton-proton akan mengubah status spinnya pada saat beresonansi. Proton akan merasakan medan lokal secara kontinu dan fluktuasinya disebabkan oleh pergerakan molekular. Fluktuasi medan magnet ini seolah-olah dilapisi oleh medan eksternal. Efek terkuat yang dirasakan merupakan akibat dari fluktuasi medan magnet yang bersesuaian dengan frekuensi Larmor dan berosilasi secara transversal terhadap medan magnet utama. Perilaku proton tersebut seperti sinyal RF yang kecil dan menyebabkan pembalikkan spin.
Lingkungan tempat proton berada seringkali terdiri dari molekul yang besar (lemak) dan makro-molekul (protein). Proton Hidrogen yang berada di dalam molekul lemak yang bergerak relatif lambat (terletak dalam kisi yang tebal) sebagaimana proton yang membatasi protein merasakan fluktuasi medan lokal yang kuat, sehingga dengan cepat mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menjelaskan konstanta T1 jaringan lemak yang relatif singkat.

Lain halnya jika berada di dalam cairan, dimana mobilitas molekularnya lebih cepat daripada fluktuasi medannya. Resonansi dengan medan magnet yang berosilasi jarang terjadi dan semakin lemah, sehingga proton tidak segera mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa air murni dan CSF (cerebrospinal fluid) memiliki konstanta T1 yang besar (waktunya lebih lama).

Lingkungan dari suatu proton sering disebut sebagai kisi-kisi (lattice). Karena pasangan spin menghasilkan energi kepada kisi-kisi selama proses relaksasi longitudinal, maka proses T1 dinamakan juga dengan relaksasi spin-lattice. Proses ini terjadi setelah interferensi dari sinyal RF dan sesaat setelah proses pembentukkan kembali magnetisasi longitudinal (setelah pasien dimasukkan ke dalam medan magnet).
1.1.38.  Gambar 64. Contoh kontras T1
Karena jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberikan waktu relaksasi T1 yang berbeda juga, maka hal ini dapat digunakan untuk menyebabkan kontras pada citra MR, misalnya jaringan yang terkena penyakit akan menunjukkan konsentrasi air yang berbeda dengan daerah di sekitarnya (adanya perbedaan konstanta relaksasi).
Pada gambar di samping, terlihat bahwa dengan kontras T1, CSF akan terlihat sebagai bagian yang hitam pada citra sistem MR.
1.1.39.  Gambar 65. Contoh citra dengan TR yang pendek
Perhatikan antara hitam yang dihasilkan oleh CSF, warna keabu-abuan sampai warna putih.
1.1.40.  Gambar 66. Contoh citra dengan TR yang panjang
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna hitam ,abu-abu, dan putih.

1.1.41.  Gambar 67. Penyusutan Magnetisasi Transversal

Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi akan menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan cepat.

Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam keadaan phase-coherent, dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang besar, yang berotasi dalam bidang x-y.

Bagaimanapun, spin yang berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya karena interaksi antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan magnetisasi transversal.
Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada yang dinamakan dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi rotasi transversal akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai menyusut. Hal inilah yang disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2, maka akan berkurang sampai 14 % dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan segera menghilang.
1.1.42.  Gambar 68. Analogi Pelari
Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama pertandingan, pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada kecepatan yang berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut menunjukkan tidak adanya suatu koherensi selama pertandingan.
1.1.43.  Gambar 69. Grafik T2 beberapa jenis jaringan

Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissue-specific) :

1.1.44.  Tabel 5. Konstanta T2 beberapa jenis jaringan

Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu proses tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses tersebut tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal, tetapi komponen relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan perubahan keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan relaksasi longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen transversalnya, yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga akan berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal. Komponen z dari spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang berlawanan. Proton-proton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan magnet pada arah z, sebesar ± 1mT.
Saat medan magnet statis menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi precession pada daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan frekuensi precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut, maka spin magnet yang berputar tidak ada lagi, seperti halnya para pelari yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda.
1.1.45.  Gambar 70. Citra kontras T2
Text Box: Kontras T2 menunjukkan CSF sebagai bagian yang berwarna terang dalam citra MR - berkebalikan dengan kontras T1 

Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda, maka perbedaan-perbedaan tersebut digunakan untuk memberikan kontras pada citra MR.
Setelah pemberian sinyal RF pada proton-proton, maka proton-proton tersebut akan memberikan respon, yaitu yang disebut dengan spin echo. Saat sinyal MR tersebut menyusut (begitu juga dengan magnetisasi transversal), maka spin echo akan muncul, bersamaan dengan sinyal MR "pantulan"nya.
1.1.46.  Gambar 71. Penyusutan FID yang sebenarnya
Sebenarnya, penyusutan sinyal MR (FID) diharapkan terjadi bersamaan dengan konstanta T2. Tetapi walaupun begitu, penyusutan FID terjadi dengan lebih cepat, yaitu dengan waktu efektif yang lebih pendek T2*.
Medan magnet yang dirasakan oleh spin ternyata tidak sama di setiap posisi, sehingga masih bersifat inhomogen. Adanya variasi medan lokal tersebut disebabkan karena karakteristik tubuh pasien dan juga sifat inhomogentias dari magnet itu sendiri.
Penjelasan di atas dapat diperjelas dengan deskripsi singkat tentang pelari, dimana pada suatu waktu, para pelari yang telah menyebar (dalam posisi yang berbeda-beda) tersebut diminta untuk berbalik arah sebesar 180o (kembali ke garis awal).
Seorang pelari yang berada pada posisi terdepan saat lomba masih berjalan, akan menjadi pelari dengan posisi yang paling terakhir saat diminta berbalik arah.
Saat lomba awal, maka terlihat bahwa posisi pelari telah menyebar. Akan tetapi, saat diminta berbalik arah, maka para pelari tersebut akan kembali sejajar di garis awal (kembali seperti semula). Peristiwa dimana fasa proton kembali bersifat koheren, yang dianalogikan dengan para pelari berada di garis awal, disebut dengan echo.
1.1.47.  Gambar 72. Analogi pelari yang berbalik arah
  
1.1.48.  Gambar 73. Spin Echo
Efek yang ditimbulkan oleh sinyal fasa 180o adalah spin kembali memiliki fasa yang sama dan dihasilkan sinyal MR baru, yaitu spin echo. Sinyal fasa 180o diberikan setelah sinyal fasa 90o dengan selang waktu τ. Sinyal spin echo ini akan membesar dan mencapai nilai maksimum setelah 2τ. Selang waktu tersebut disebut dengan echo time (dinotasikan dengan TE). Setelah selang waktu ini, spin echo akan segera mengecil.
1.1.49.  Gambar 74. Pemberian sinyal fasa 180o secara berurutan
Saat beberapa sinyal fasa 180o diberikan secara berurutan, maka beberapa spin echo akan dihasilkan oleh multi-echo sequence. Amplitudo dari echo ini lebih kecil dari amplitudo sinyal FID. Semakin besar echo timenya, maka echonya akan semakin kecil. Hal ini dapat diulang sampai hilangnya magnetisasi transversal, melalui relaksasi T2.
Karena FID akan segera menyusut setelah sinyal fasa 90o, maka akan sangat sulit untuk mengukur kekuatan / intensitasnya. Oleh karena itu, sinyal echo lebih dipilih untuk proses pencitraan.
2.2.6.2.      Gradient Echo
1.1.50.  Gambar 75. Gradient
Pencitraan MR menggunakan dua buah metode, yaitu spin echo (yang telah dijelaskan di atas) dan gradient echo.
Medan magnet akan coba diubah segera setelah sinyal RF. Perubahan ini menyebabkan medannya akan mengecil pada satu arah dan membesar pada arah yang lain. Hal inilah yang disebut dengan gradient. Medan B0 hanya ada pada satu lokasi saja, sebelum dan setelah lokasi ini, kekuatan medannya bisa menjadi lebih rendah atau lebih tinggi. Dari persamaan Larmor, diketahui bahwa frekuensi precession berbanding lurus dengan kekuatan medan magnetnya. Oleh karena itu, sekarang spin berotasi dengan kecepatan yang berbeda karena perubahan medan.
Dalam teknologi MR ini, gradient diartikan sebagai perubahan medan magnet pada arah tertentu (meningkat atau berkurang secara linier).
1.1.51.  Gambar 76. Gradient Echo

Setelah sinyal RF diberikan, sinyal gradient (-) akan melakukan proses dephase pada frekuensi spin. Karena masih berputar dengan kecepatan yang berbeda, spin akan kehilangan fasanya dengan lebih cepat. FID akan berkurang dengan lebih cepat daripada di kondisi normal.
Dengan membalikkan polaritas dari gradient (+), spinnya masih berada dalam keadaan dephased. Sinyal echo diukur selama proses rephasing dari FID dan karena echo tersebut dihasilkan oleh gradient, maka disebut gradient echo.
Sinyal fasa 180o diabaikan dalam teknologi gradient echo ini, sehingga mekanisme dephasing statis T2* tidak dihapuskan, sebagaimana yang terjadi pada metode spin echo. Komponen echo time untuk gradient echo ini harus menempati alokasi waktu T2*. Oleh karena itu, metode gradient echo akan lebih cepat daripada metode spin echo.
Untuk menghasilkan gradient echo, komponen flip angle yang digunakan untuk menstimulasi sinyal RF biasanya lebih kecil dari 90o. Keuntungan dari metode ini adalah sinyal yang lebih kuat dan waktu pengukuran yang lebih singkat.
Dasar untuk citra MR adalah melalui proses spasial allocation dari sinyal-sinyal MR individu yang menunjukkan struktur anatomis. Kemudian spin dari atom-atom tersebut akan memberikan frekuensi precession yang berbeda pada posisi yang berbeda juga. Resonansi magnetik akan dibedakan secara spasial.
Dalam pencitraan medis, dibutuhkan citra irisan-irisan dari tubuh manusia pada posisi yang spesifik, yaitu dengan metode switching gradient.
1.1.52.  Gambar 77. Cara menghasilkan gradient
Medan magnet dihasilkan segera saat arus listrik mengalir di sepanjang konduktor sirkular atau sebuah lilitan. Saat arah rambat arus listrik dibalik, maka arah dari medan magnetnya pun akan berubah juga.

Dengan MR, bagian gradient coil dioperasikan secara berpasangan dalam arah x, y, dan z pada :
·        Besar arus yang sama
·        Polaritas yang berlawanan.
Satu lilitan akan meningkatkan medan magnet statis, sedangkan lilitan yang berlawanan akan menguranginya. Hal ini berarti medan magnet B0 akan berubah secara proporsional.
1.1.53.  Gambar 78. Pengaruh gradient

Di dalam medan magnet normal, kekuatannya akan sama dimanapun posisinya (B0). Oleh karena itu, spin proton akan menunjukkan frekuensi spin0) yang proporsional dengan kekuatan medan magnetnya. Hasilnya, resonansi magnetiknya akan sama di semua posisi.
Dengan menggunakan gradient, medan magnet menunjukkan peningkatan yang linier. Gerak precession dari spin akan bervariasi pada arah ini. Pada arah yang satu akan berputar dengan lebih lambat, sedangkan pada arah yang lain akan berputar dengan lebih cepat. Dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut menunjukkan frekuensi resonansi yang berbeda.
1.1.54.  Gambar 79. Posisi gradient
Jika dipilih irisan pada bidang x-y, maka irisan tersebut akan vertikal pada sumbu z. Misalkan ada seorang pasien yang sedang telentang pada arah sumbu z di dalam magnet, maka irisan yang didapat adalah irisan transversal.
Untuk pemilihan irisan, gradient diubah pada arah z terhadap sinyal RF secara serempak. Gradient ini disebut slice-selection gradient (Gs).
1.1.55.  Gambar 80. Gradient Gs
Sekarang, medan magnet memiliki besar B0 pada satu lokasi saja, yaitu z0. Saat sinyal RF berfrekuensi hanya pada satu frekuensi (ω0), maka akan mengharuskan spin untuk berada pada lokasi resonansi z0. Posisi tersebut dinamakan slice position.
Akan tetapi, proses ini tidak cukup hanya sampai di sini karena yang didapat hanyalah irisan tanpa ketebalan. Irisan tersebut hanya setipis kertas dan sinyalnya akan terlalu lemah, karena hanya sedikit proton yang terstimulasi pada daerah tipis ini. Kebutuhan akan resolusi tertentu pada arah z disebut dengan slice thickness.
Sinyal RF penstimulasi memiliki bandwidth tertentu di sekitar frekuensi tengahnya, (ω0) dan dapat menstimulasi daerah yang diinginkan dari ketebalan irisan (∆z0).
Ketebalan irisan dapat diubah dengan menjaga bandwidth sinyal RF agar tetap konstan pada saat mengubah kemiringan gradient. Gradient yang lebih curam (a) akan menghasilkan irisan yang lebih tipis (∆za) dan irisan yang lebih landai (b) akan menghasilkan irisan yang lebih tebal.
Suatu irisan merupakan daerah resonansi spin yang terdefinisi. Di luar irisan tersebut, spin tidak akan terpengaruh oleh sinyal RF. Magnetisasi transversal (dan juga sinyal MR) hanya dihasilkan di dalam irisan.
1.1.56.  Gambar 81. Memilih ketebalan irisan
   

Metode menggunakan gradient ini memungkinkan kita untuk memposisikan bidang irisan pada beberapa pencitraan MR.
1.1.57.  Gambar 82. Teknologi gradient
 
Sistem MR memiliki tiga pasang gradient coil di sepanjang sumbu x, y, dan z. Untuk irisan sagittal, harus menggunakan gradient-x dan untuk irisan coronal, harus menggunakan gradient-y. Untuk mendapatkan irisan yang miring, maka beberapa gradient harus digunakan secara serempak. Hasilnya akan saling bertumpukan. Sebuah irisan miring tunggal dihasilkan oleh dua buah gradient (misalkan gradient dalam arah y dan z) dan untuk mendapatkan irisan miring ganda, maka digunakan ketiga gradient secara serempak.

No comments:

Post a Comment