KENDALI MUTU PERALATAN RADIOLOGI INTERVENSIONAL
PENGERTIAN
Radiologi intervensi adalah pelayanan untuk ... (tambahkan menurut KMK
1014/SK/XI/2008)
Adapun
radiologi intervensional umumnya disingkat dengan RI atau disingkat pula dengan
VRI yakni Vascular and Interventional Radiology; istilah ini juga dikenal
dengan Image-Guided Surgery atau
Surgical Radiology.
Radiology
intervensi adalah satu subspesialisasi dari radiologi yang menyangkut prosedur
tindakan Medik baik diagnostik maupun tindakan terapi melalui vaskuler maupun
non-vaskuler yang dilakukan secara per kutaneus dengan panduan imejing, tanpa
membuka rongga tubuh (minimal invasive).
Pelayanan radiologi intervensi dilakukan dengan bantuan peralatan
guided-imaging yaitu:
1. PesawaT x-ray dilengkapi dengan
fluoroskopi, image intensifier atau Digital Substraction Angiography (DSA)
2.
Computed
Tomography Scan (CT scan)
3.
Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
4.
Ultrasonografi (USG)
Dalam
pembahasan protokol kendali mutu peralatan RI secara khusus dititikberatkan
pada sistem peralatan fluoroskopi yang dipakai untuk pemeriksaan Radiologi
intervensi baik yang bersifat konvensional
maupun digital, termasuk modalitas pendukung
pencitraan lainnya. Sedangkan untuk pembahasan protokol kendali mutu peralatan RI
yang lain seperti CT Scan, MRI dan USG dapat merujuk pada prosedur kendali mutu
masing-masing.
RUANG LINGKUP KENDALI
MUTU RI
Ruang
lingkup dari Program kendali mutu RI pada dasarnya menekankan pada aspek penggunaan paparan radiasi medik
yang terjadi dalam setiap prosedur pemeriksaan radiologi intervensi. Dalam prosedur
radiologi intervensi melibatkan paparan radiasi tinggi yang dapat membahayakan
petugas, pasien ataupun masyarakat lain apabila tidak terkendali dengan baik
atau kurang memperhatikan faktor keselamatan radiasi. Oleh karena itu lingkup kegiatannya
antara lain:
a. Pengukuran-pengukuran
terhadap parameter fisis dari generator sinar-x termasuk parameter fisis
peralatan imejing yang ada pada saat uji commissioning
maupun pada uji periodik lebih lanjut .
b. Verifikasi
kesesuaian faktor-faktor fisis dan klinis untuk RI yang mana dipergunakan dalam
menegakkan diagnosa atau memberikan perlakuan terhadap
pasien.
1)
Penyediaan dokumen-dokumen tertulis bagi
semua prosedur maupun hasil yang relevan
dengan RI..Verifikasi
kesesuaian faktor-faktor fisis dan klinis untuk RI yang mana dipergunakan dalam
menegakkan diagnosa atau memberikan perlakuan terhadap
pasien.
2)
Verifikasi kesesuaian kaliberasi dan
kondisi penerapan dosimetri maupun monitoring terhadap peralatan RI.
3)
Audit mutu (quality audit) secara
reguler dan melakukan evaluasi RI (internal audit) secara mandRIi
terhadap program kendali mutu yang dilaksanakan di bagian RI.
Adapun ruang
lingkup ini diterapkan berdasarkan karakteristik desain
persyaratan teknik system peralatan dan jenis-jenis kendali mutu bagi peralatan
RI.
KARAKTERISTIK DESAIN PERSYARATAN TEKNIS SISTEM PERALATAN
SINAR-X DAN MODALITAS IMEJING RI
Persyaratan
disain dan teknis bagi sistem peralatan
sinar-x serta modalitas imejing pendukung RI adalah penting untuk dipenuhi bagi
pihak pengguna yang menyediakan fasilitas pelayanan tersebut. Perhatian khusus
ini ditujukan agar supaya dapat memenuhi persyaratan keselamatan radiasi dan
proteksi radiasi standar Internasional (IAEA),
untuk tim petugas dan pasien.
a.
Persyaratan disain peralatan sinar-x dan
modalitas imejing RI:
1)
Generator sinar-x
konstan.
2)
Arc system (X-ray tube down).
3)
Image intensifier efficiency
tinggi.
4)
System pengendali dan pengoperasian yang mudah.
5)
Kemampuan yang baik untuk memanggil dan menyimpan
gambar/citra.
b. Persyaratan teknis dan spesifikasi pembelian/pengadaan peralatan sinar -x dan modalitas imejing RI menurut
rekomendasi IAEA.
Tabel
1. Persyaratan teknis (perbaiki tata letak tabel atau
menjadi narasi!)
No
|
Persyaratan
teknis
|
||
1.
|
Tersedianya fasilitas alarm peringatan waktu paparan atau audible peringatan
dosis atau laju dosis yang tidak membingungkan pengguna.
|
Tabung
sinar-x dan Generator:
Focal spot tabung sinar-x:
-
cardiology 1.2/0.5 mm
-
neuroradiology 1.2/0.4 mm
-
peripheral vascular 1.2/0.5
mm
Minimum jarak focus ke kulit 30 cm
Heat capacity tabung sinar-x sebaiknya yang cukup
mampu untuk mengantisipasi semua prosedur RI tanpa ada time delay
Generator sinar-x:
80 kW generator
Constant potential generator
Pulsed fluoroscopy facility available
Automatic collimator to the size of the Image
intensifier surface:
-
Cardiology : 25
cm; max. dose rate : 0.6 µGy/s
- Neuroradiology: 30 cm; max.
dose rate : 0.6 µGy/s
Peripheral vascular: 35-40 cm; max. dose rate : 0.2 µGy/s Note
: dose rate in normal mode, should be measured at the entrance surface of
Image Intensifier :
-
2 x magnification
available
-
low dose rate and boost modes
available
-
Manual selection of the AEC
-
Operational design of the AEC must be specified
-
Image Internsifier
Tube potential - tube current characteristic of the
AEC (or automatic dose-rate control) should be a user selectable feature
The delay between depressing the footswitch
and seeing the displayed image should be less than 1 second
-
Last image hold
- Diaphragm position indicator on the last
image hold is desirable.
|
|
2.
|
Dosis dan
Kualitas gambar: variabel-variable yang dapat dipilih oleh user
|
||
3.
|
Tersedia
filtrasi tambahan dan fasilitas grid yang dapat dipindah tempatkan sesuai kebutuhan
|
||
4.
|
Tersedia
modus Pulsed
fluoroscopy dan Image
hold system
|
||
5.
|
Flexibilitas untuk penggunaan AEC (IMAGE atau DOSE
weighted)
|
||
6.
|
Kemampuan untuk Recursive atau temporal filtering: temporal averaging dalam fluoroskopi (mereduksi
dosis, meningkatkan
f SNR)
* Roadmapping
(use of a reference image on which the current image is overlayed)
* Image
simulation (impact of changes in technique factors displayed
prospectively, effect of semitransparent filters simulated)
* Region
of Interest (ROI) fluoroscopy: a low noise image in the centre is
presented surrounded by a low dose (noisy) region.
* provision of additional shielding to optimize occupational protection:,
etc.
|
||
7.
|
Overcouch image
internsifier
|
||
8.
|
Distance
tracking jarak Source
internsifier
|
||
9.
|
Meja bentuk Concave untuk kenyamanan patient
|
||
10.
|
Dose-area product (DAP) meter
|
||
11.
|
Tersedia protective
shielding bagi staf
|
||
12.
|
Display untuk waktu fluoroskopi, total dose-area product (fluoroskopi and radiografi) dan
perkiraan ESD
|
||
13.
|
Computer interface untuk information dosimetri
|
||
14.
|
Tersedia diagram iso-scatter distribution untuk
mode normal dan boost
|
||
15.
|
Kejelasan label-label pada semua instrumentasi
dan saklar
|
||
16.
|
Kapasitas minimum image
storage
|
||
17.
|
Roadmapping facility
|
||
18.
|
Availability of an automatic injector is desirable
|
||
19.
|
Means of patient
immobilization
|
||
Tabel
2. Spesifikasi pembelian/pengadaan
No
|
Spesifikasi
pembelian/pengadaan
|
Contoh : unit C-arm system
Dimensions,
weight and C-arm movements
Steering (control
for movement)
Generator
and X-ray tube
Tank unit
RIis
collimator
Grid and
Semi-transparent shutters
Image
intensifier
Video
camera, Monitors
Digital
processor
Print and
recording options
Plumbicon
TV cameras:
-
have much less Image Lag than VIDICON cameras
-
Lower Image Lag permits motion to be followed with minimal Blurring but
QUANTUM NOISE is increased (cameras for cardiology)
Digital
Fluoroscopy:
-
Digital fluoroscopy SPOT films are usually limited by theRI poor
resolution, which is determined by the TV camera and is no better than about
2 lp/mm for a 1000 line TV system
-
If the TV system is a nominal 525 line, one frame generally consists of
525² = 250000 pixels. Each pixel needs 1 byte (8 bits) or 2 bytes (16 bits)
of space to record the signal level
|
JENIS-JENIS
KENDALI MUTU FLUOROSKOPI RI DAN
MODALITAS PENDUKUNG PENCITRAAN RI
a.
Kendali mutu unit fluoroskopi RI :
Pengujian
kendali mutu peralatan sinar-x untuk unit fluoroskopi RI pada dasarnya mencakup
parameter fisis pada generator sinar-x, tabung sinar-x, laju paparan radiasi termasuk
sistem
layar monitor pada CC-TV. Jenis pengujiannya adalah, reproduksibiltas
paparan radiasi; Ukuran bidang fokus; pengecekan filtrasi tabung sinar-x;
Kesesuaian nilai puncak besaran tegangan tabung fluoroskopi; Linieritas arus
tabung fluoroskopi; Sensor panas tabung fluoroskopi; Kesesuaian dan homogenitas
Grid; Sistem penyesuai tingkat kecerahan gambar otomatis; Sistem kontrol
penguat sinyal otomatik; Laju paparan maksimum; Standar laju paparan masuk;
Resolusi kontras tinggi; dan Resolusi kontras-rendah.
1)
Reproduksibilitas
paparan radiasi
(a)
Definisi operasional:
Reproduksibilitas
paparan radiasi adalah kemampuan tabung sinar-x fluoroskopi untuk memproduksi
kembali paparan radiasi (exposure) dengan nilai yang konsisten.
(b) Tujuan:
Untuk
mengevaluasi performa reproduksibilitas sinar-x yang keluar dari tabung sinar-x
yang digunakan pada fluoroskopi. Jika peralatan fluoroskopi memungkinkan,
pengujian dilakukan pada dua posisi arah sinar horizontal dan vertikal.
(c) Frekuensi
pengujian:
6 bulan
sekali (semiannually)
(d) Alat dan bahan:
(1)
Homogeous phantom
(2)
Dosimeter (electrometer)
(3)
Pita meteran
(e) Parameter:
Nilai variasi persentasi mR/mAs
(f)
Prosedur:
(1)
Letakan Homogenous
phantom diatas meja fluoroskopi dan posisikan probe dosimeter antara permukaan
phantom dan input area dari image intensifier. Pilih nilai mA dan kVp sesuai
yang tersedia pada fluoroskopi unit
(2)
Pusatkan probe dosimeter pertengahan
berkas sinar-x fluoroskopi, tekan tombol eksposi fluoroskopi selama
10 detik (gunakan stopwatch) dan catat bacaan pengukuran.
(3)
Reset dosimeter dan lakukan pengukuran
berulang sampai 2 kali
(4)
Tentukan nilai rasio mR/mAs untuk setiap
10 detik eksposi, bandingkan hasil-hasil bacaan dan hitung nilai varians
reproduksibiltas:
(mRmax-mRmin)
Variasi persentasi
mR/mAs = -------------------- x
100%
mRmAs max
(g) Analisis kinerja:
Variasi prosentasi reproduksibilitas paparan
fluoroskopi hasil pengukuran dibandingkan dengan tingkat panduan (guidance
level) sebagaimana tertulis pada kriteria dimaksud untuk selanjutnya di
tetapkan status kondisi kinerja peralatan terkini dan rekomendasi bila
diperlukan.
(h) Kriteria dimaksud:
Variasi
reproduksibilitas < 15%, variasi yang terjadi melampaui rekomendasi
ini dapat menyebabkan fluktuasi kualitas gambar dan dosis pasien.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendali mutu peralatan menunjukan adanya variabilitas
(inkonsistensi) kinerja melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan
berpotensi menggangu kualitas informasi diagnosa
dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke
pada servis engineers dengan Fisikawan
Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab
menejemen Radiologi.
(j)
Form
dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-001)
2)
Ukuran
bidang focus (focal spot size)
(a)
Defenisi
operasional:
Ukuran
bidang fokus adalah dimensi panjang dan lebar ukuran bidang focus efektif yang
dihasilkan oleh elektroda anoda dari tabung sinar-x fluoroskopi. Ukuran ini
dapat mengalami keausan akibat bidang permukaan anoda yang secara terus-menerus
mengalami bombardemen elektron.
(b)
Tujuan:
Mengukur
dan melakukan evaluasi terhadap performa ukuran bidang fokus efektip tabung
sinar-x fluoroskopi.
(c)
Frekuensi
pengujian:
6 bulan sekali (semiannual) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
(1)
Focal
spot test tool.
(2)
Satu
lembar non-screen film dalam amplop film kedap cahaya.
(3)
Manual
tool dan tabel rujukan hasil penghitungan.
(4)
Pita
meteran.
(e)
Parameter:
Estimasi dimensi ukuran bidang fokus efektip (estimated EFS)
(f)
Prosedur:
(1)
Focal
spot test tool diatas homogenous
phantom yang telah berada diatas meja fluoroskopi. Pusatkan berkas sinar-x pada layar
fluoroskopi dan atur mA dan kVp sesuai dengan prosedur rutin yang biasa diterapkan.
(2)
Pastikan nilai Magnifikasi (M)
adalah 4/3. Focal spot test tool di
atas homogenous phantom yang telah
berada diatas meja fluoroskopi. Pusatkan
berkas sinar-x pada layar fluoroskopi dan atur mA dan kVp sesuai dengan
prosedur rutin yang biasa diterapkan.
(3)
Focal
spot test tool diatas homogenous
phantom yang telah berada diatas meja fluoroskopi. Pusatkan berkas sinar-x pada layar
fluoroskopi dan atur mA dan kVp sesuai dengan prosedur rutin yang biasa
diterapkan.
(4)
Tempelkan satu lembar nonscreen film pada permukaan image
intersifier, kemudian lakukan eksposi selama 10 detik.
(5)
Setelah film diproses, hitung
besar ukuran focal spot dengan mengikuti instruksi manual dari alat.
(g)
Analisis
kinerja:
(1)
Tetapkan kelompok (grup) pasangan garis
vertikal dan horizontal terkecil yang masih dapat di observasi dengan jelas,
lihat tabel 3 berikut dan tentukan perkiraan ukuran focal spot saat ini.
(2)
Bandingkan ukuran bidang fokus saat ini
dengan ukuran sebagaimana tertulis dalam spesifikasi tabung sinar-x tersebut.
Tabel 3. Tingkat panduan ukuran bidang
fokus (M= 4/3)
Grup terkecil dapat
di observasi
|
Pasangan garis/mm dalam grup
|
Dimensi focal spot efektip (mm)
|
||||
1
|
0,84
|
4,3
|
||||
2
|
1
|
3,7
|
||||
3
|
1,19
|
3,1
|
||||
4
|
1,41
|
2,6
|
||||
5
|
1,68
|
2,2
|
||||
6
|
2
|
1,8
|
||||
7
|
2,38
|
1,5
|
||||
8
|
2,83
|
1,3
|
||||
9
|
3,36
|
1,1
|
||||
10
|
4
|
0,9
|
||||
11
|
4,76
|
0,8
|
||||
12
|
5,66
|
0,7
|
||||
(h)
Kriteria
dimaksud:
Dimensi ukuran bidang fokus efektif tabung sinar-x yang diukur adalah
ukuran estimasi dimensi ukuran berdasarkan table 3 atau sesuai dengan dimensi
ukuran boding fokus efektip spesifikasi pabrik.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukkan adanya variabilitas
(inkonsistensi) kinerja melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan
berpotensi menggangu kualitas informasi
diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak
lanjuti ke pada servis engineers dengan
Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi
penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form
dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-002)
3)
Cek
filtrasi (filtration check)
(a)
Defenisi
operasional:
Cek filtrasi adalah pengukuran terhadap nilai kecukupan
filter (Half Value Layers) pada tabung sinar-x. Pengukuran dimaksudkan untuk
mengevaluasi kualitas radiasi yang di produksi oleh sebuah tabung sinar-x.
(b)
Tujuan:
Melakukan evaluasi terhadap filtrasi
intensitas sinar-x yakni dengan mengukur nilai kecukupan filter atau HVL (half value layer).
(c)
Frekuensi
pengujian:
1 tahun sekali (annually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
(1) Dosimeter dan probe.
(2) Beberapa lembaran alumunium alloy 1100 (Si + Fe : 0,95%, Cu : 0,12%, Al : 99,0 %) dengan
ketebalan 1 mm.
(3) Pita meteran
(e)
Parameter:
Nilai HVL pada
pengukuran dengan menggunakan tegangan tabung sinar-x (kVp) 80 adalah 2,3;
(f)
Prosedur:
(1)
Letakan
probe dosimeter pada support stand (statik)
yang berfungsi menyangga alat ini agar memiliki jarak yang cukup antara tabung
sinar-x terhadap permukaan meja
pemeriksan dan image internsifier
kemudian batasi lapangan sinar cukup selebar lebih kecil dari lebar lembar
alumunium.
(2)
Karena
nilai tegangan tabung pada fluoroskopi biasanya lebih tinggi dari pada nilai
yang biasa di pakai dalam radiografi, lakukan eksposi tanpa filter terpasang
dengan pilihan antara nilai
besaran tabung 80 - 150 kVp, kemudian catat nilai besaran radiasi
yang ada.
(3)
Reset bacaan dosimeter, lakukan prosedur
(b) diatas dengan menambahkan lembaran filter Al pertama kemudian catat nilai
besaran radiasi yang terbaca oleh dosimeter. Lakukan prosedur berulang untuk setiap penambahan 1 mm
filter Al hingga total
mencapai 6-8 mm.
(4)
Data
di tabulasikan dan selanjutnya diplot grafik XY diatas kertas semilog graf,
dimana sumbu Y adalah representasi bacaan hasil pengukuran intensitas (mR) dan
sumbu X merepresentasikan penambahan ketebalan filter Al.
(g)
Analisis
kinerja:
(1)
Nilai
HVL ditentukan setelah gambar garis pada semilog graf selesai, yakni dengan
menetapkan titik koordinat pada garis yang menunjukan nilai ½ dari total
100% intensitas bacaan dosimeter,
selanjutnya ditarik garis tegak lurus terhadap sumbu Y.
(2)
Bandingkan
ukuran nilai HVL pada 100 kVp mengacu pada tabel 3 (contoh: adalah pada nilai
HVL 2,7).
Tabel 3. HVL fluoroskopi
Tegangan tabung
|
HVL minimum dalam mm Al
|
80
|
2,3
|
90
|
2,5
|
100
|
2,7
|
110
|
3
|
120
|
3,2
|
130
|
3,5
|
140
|
3,8
|
150
|
4,1
|
(h)
Kriteria
dimaksud:
Nilai
HVL hasil pengukuran adalah harus sesuai dengan nilai yang dRIekomendasikan. Pada
pemakaian tegangan tabung 100 kVp nilai HVL adalah 2,7 (tabel 3). Keadaan
bilamana filtrasi tabung sinar-x fluoroskopi pada nilai HVL nya adalah tidak
sesuai dengan nilai yang dRIekomendasikan, hal ini akan berakibat pada
peningkatan dosis kulit bagi pasien.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui
batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi
menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk
tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang
kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi. Perhitungan dan
analisa tindak lanjut tentang estimasi penambahan nilai HVT (Half Value
Thickness) adalah dianjurkan bila ada temuan ketidaksesuaian nilai HVL dari
tabung sinar-x.
(j)
Form
dokumen kendali mutu:
(lihat form QC-RI-003)
4)
Kesesuaian
nilai puncak besaran tegangan tabung fluoroskopi (kVp accuracy)
(a)
Defenisi
operasional:
Adalah pengukuran yang dilakukan
terhadap besaran tegangan tabung sinar-x yang dipakai pada operasional
penyinaran fluoroskopi untuk selanjutnya di periksa tingkat kesesuaian nya
dengan besaran tegangan tabung sinar-x yang diplih.
(b)
Tujuan:
Melakukan
pengukuran terhadap ketepatan nilai besaran tegangan tabung sinar-x yakni antara nilai tegangan dipilih (selected
kVp) dengan nilai besaran tegangan terukur (measured kVp).
(c)
Frekuensi
pengujian:
1 tahun sekali (annually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
(1)
Digital kVp meter
(2)
Pita meteran
(e)
Parameter:
Variasi
prosentasi nilai besaran tegangan tabung
(kVp)
(f)
Prosedur:
(1)
Letakkan
sensor detektor digital kVp meter di
atas meja pemeriksaan pada jarak pemotretan yang lazim dipakai ketika
fluoroskopi, kemudian batasi lapangan sinar cukup selebar area detektor
sebagaimana dRIekomendasikan oleh manual alat ukur tersebut.
(2)
Eksposi dilakukan pada kVp pada 80 kVp
dan menggunakan waktu paparan 2 detik. Lakukan 2 x pengukuran atau lebih.
Ulangi prosedur yang sama untuk 90, 100, 110 dan 120 kVp, dicatat dan
ditabulasi.
(g)
Analisis
kinerja:
Hitung
nilai rerata dari setiap 3 x pengukuran yang sama. Lakukan penghitungan nilai
variance kVp dengan rumus sebagai berikut:
(kVpmax-kVpmin)
Variasi prosentasi kVp = ------------------- x 100%
(kVpmax+kVpmin)
(h)
Kriteria
dimaksud:
Keakuratan
nilai besaran tegangan tabung sinar-x (kVp) adalah di lihat berdasarkan
perbedaaan antara nilai pengaturan dengan pengukuran < 5%, variasi
yang terjadi melampaui rekomendasi ini dapat menyebabkan fluktuasi kualitas
gambar dan dosis pasien.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui
batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi
menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk
tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang
kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-004)
5)
Linieritas arus tabung fluoroskopi
(miliampere linierity)
(a)
Defenisi operasional:
Linierity
adalah bila terjadi peningkatan yang teratur dalam besaran arus tabung (mA)
seharusnya akan memproduksi peningkatan
yang teratur pula dalam besaran paparan radiasi (mR) yang di ukur. Kejadian
serupa akan terjadi pula bila terjadi peningkatan yang teratur dalam besaran
waktu paparan (s atau ms), selama besaran mA yang dipilih adalah tetap.
Jika
kita mengatur 70 kV , 10 mAs untuk
memproduksi eksposi sebesar 50 mR pada dosimeter, maka selanjutnya bila kita
mengatur 70 kV 20 mAs untuk alat yang
sama seharusnya memproduksi nilai eksposi sebesar 100 mR, dengan syarat bila mA
station dan timer sudah terkalibrasi.
mA
selektor pada generator sinar-X adalah digunakan untuk mengatur temperatur
filamen tabung sinar-X, sepanjang waktu eksposi radiasi terjadi. Dengan
demikian maka akurasi nilai mA yang dipilih adalah sama pentingnya dengan
akurasi timer eksposi (waktu eksposi).
Pengujian
linieratitas arus tabung waktu dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatip
(mAs linierity) atau dengan pendekatan kualitatip (mAs konstansi atau disebut
sebagai metode resiproksiti))
(b)
Tujuan:
Mengetahui linieritas
arus tabung sinar-x (mA) melalui
pengukuran dan analisis hubungan fungsional antara besaran mA dengan besaran
mR/mAs pada penerapan teknik teknik eksposi tertentu.
(c)
Frekuensi
pengujian:
1 tahun sekali (annually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Parameter:
Prosentase variasi linieritas mA
(e)
Alat
dan bahan:
(1) Dosimeter
dan probe detektor radiasi.
(2)
Homogeneous phantom.
(3) Pita meteran.
(f)
Prosedur:
(1)
Letakkan dosimeter berikut probe
detektor radiasinya pada posisi antara phantom dan image intensifier, arah
sinar dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x fluoroskopi.
(2)
Lakukan eksposi selama 10 detik pada mA
0,5 kemudian catat bacaan hasil pengukuran kemudian nilai mR/mAs nya.
(3)
Ulangi prosedur yang sama untuk mA 1 dan
2, catat bacaan hasil pengukuran kemudian
nilai mR/mAs nya untuk setiap mA station yang diuji dan dianalisis.
(g)
Analisis
kinerja:
Hitung
nilai rerata dari setiap 3 x pengukuran. Lakukan penghitungan nilai variance
arus tabung dengan rumus sebagai berikut:
(mR/mAs max-mR/mAs min)
Variasi
prosentasi linieritas mA (α ) = ------------------------------------ / 2
(mR/mAs avg)
(h)
Kriteria
dimaksud:
Linieritas
arus tabung yang ideal adalah bila hasil pengukuran menunjukan peningkatan secara
teratur (gradual) dalam nilai mAs dan memproduksi peningkatan yang teratur pula
dalam nilai paparan yang per arus tabung
waktu (mR/mAs) yang di ukur. Ketidak linieran arus tabung sinar-x yang
beroperasi dapat diketahui apabila terdapat perbedaan nilai prosentasi
variasi linieritas linieritas mA < 10%
atau koefisien linieritas α
< 0,1.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui
batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi
menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk
tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang
kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-005)
6)
Sensor
panas tabung fluoroskopi (x-ray tube heat sensor)
(a)
Defenisi operasional:
Tabung sinar-x fluoroskopi bekerja memproduksi sinar-x untuk tujuan pencitraan
organ anatomi yang berpotensi untuk bergerak (organ movement) secara real-time. Pengoperasian yang terus
menerus menyebabkan akumulasi panas tabung berlebihan dan harus terkendali
dengan baik. Peralatan sensor panas tabung sinar-x ini berfungsi sebagai saklar
pemutus proses produksi sinar-x jika panas tabung telah melampaui rasio toleransi yang diijinkan pabrik pembuat demi
keamanan dan keawetan nya.
(b)
Tujuan:
Melakukan
pengujian/pengukuran terhadap kinerja sensor pengukur akumulasi panas yang terjadi pada tabung sinar-x fluoroskopi.
(c)
Frekuensi
pengujian:
6 bulan sekali (semiannually) atau mengacu pada rekomendasi pabrikan yang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
(1) Dosimeter dan probe detektor radiasi
(2) Homogeneous phantom
(3) Pita meteran
(e)
Parameter:
Nilai unit panas (heat unit) atau HU
(f)
Prosedur:
(1)
Letakkan dosimeter berikut probe
detektor radiasinya pada posisi antara phantom
dan image intensifier (II), arah
sinar dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x fluoroskopi.
(2)
Lakukan eksposi selama 30 detik pada
maksimum kVp dan maksimum mA fluoroskopi, kemudian catat bacaan hasil
pengukuran kemudian nilai mR/mAs nya.
Gunakan stopwatch untuk menentukan durasi
waktu eksposi yang dipergunakan dalam fluoroskopi.
(3)
Jika diperlukan, lanjutkan proses
pengukuran fluoroskopi sampai dengan mencapai 75% dari maksimum unit panas
untuk memastikan sistem alarm
(4)
Pencatatan dosimetri tetap dilakukan
baik untuk langkah (2) ataupun (3)
(g)
Analisis
kinerja:
(1)
Hitung nilai unit panas (heat unit) untuk durasi waktu eksposi 30 detik pada maksimum kVp
dan maksimum mA fluoroskopi, kemudian
bandingkan dengan nilai yang tercantum dalam spesifikasi pabrikan.
(2)
Pastikan juga bahwa ada kesesuaian jika
lampu sensor LED yang menunjukan overheat
menyala adalah sesuai dengan indikator prosentasi heat unit pada panel pengendali,
(3)
Jika unit panas tabung telah mencapai
75%, pastikan sistem kerja alarm penanda bahaya berfungsi/tidak
(h)
Kriteria
dimaksud:
Nilai unit panas (heat
unit) atau HU berdasarkan observasi pada durasi waktu eksposi 30 detik, pada
maksimum kVp dan maksimum mA
fluoroskopi, terjadi ketidaksesuaian dibandingkan dengan nilai yang tercantum
dalam rekomendasi spesifikasi pabrik adalah mengindikasikan ketidaknormalan
fungsi kerja dari peralatan sensor panas.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja sesor panas melampaui
batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi menyebabkan kerusakan tabung
terlebih menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk
tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang
kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-006)
7)
Kesesuaian
kolimator dan berkas sinar-x (collimator and beam alignment)
Untuk uji kendali mutu kolimator pada tabung flioroskopi
dapat merujuk pada diskripsi uji kendali mutu kolimator pada tabung sinar-x
radiografi sebagaimana Pedoman kendali mutu peralatan radiodiagnostik Kemenkes
No.1250/2009.
8)
Kesesuaian
dan homogenitas Grid (grid uniformity and alignment)
(a)
Defenisi operasional:
Kesesuaian
dimaksud disini adalah kesesuaian (alignment) garis tengah (pusat) Grid dengan
pusat berkas sinar dari tabung sinar-x ketika sudut penyinaran fluoroskopi adalah saling tegak lurus, dan
keseragaman (homogenity) dimaksud disini adalah keseragaman distribusi berkas
penyinaran fluoroskopi secara merata yang mengenai permukaan input dari system
perekam gambar (image receptor).
(b)
Tujuan:
Melakukan
pengukuran kesesuaian grid terhadap pusat berkas sinar-x unit fluoroskopi dan
tingkat homogenitas distribusi densitas film/ tingkat kontras gambar pada
display monitor.
(c)
Frekuensi
pengujian:
1 tahun
sekali (annually) atau mengacu pada
rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
(1) Grid alignment test tools
(2) Homogenous phantom
(3) Densitometer
(4) Pita meteran, dan pita perekat
(e)
Parameter:
Kesesuaian (alignment) Grid dan
keseragaman (homogeneity) tayangan (display) citra fluoroskopi
(f)
Prosedur:
(1)
Lekatkan dengan pita perekat Grid alingment test tools pada posisi
bagian atas/dibawah image intensifier, dengan menyertakan homogenous phantom dalam proses
pengujian dengan penyinaran.
(2)
Arah sinar dipusatkan menuju titik
pertengahan lubang yang paling tengah, dan untuk setiap pengambilan gambar, gunakan
teknik pengambilan gambar spot film
sinar-x dari fasilitas fluoroskopi unit.
(g)
Analisis
kinerja:
(1)
Kesesuaian posisi grid terhadap pusat
berkas sinar-x fluoroskopi dapat diketahui dengan mengindentifikasi densitas
optis pada gambar lubang bagian tengah
alat dan membandingkan dengan pasangan densitas optis di sisi kanan-kiri gambar lubang bagian tengah alat
(2)
Nilai densitas optis pada gambar lubang
bagian tengah alat harus yang tertinggi
diantara gambaran pasangan lubang lainnya, dan secara simetrik densitas optis
hendaknya teridentifikasi pada setiap pasangan gambaran lubang yang di ukur.
(h)
Kriteria
dimaksud:
Kesesuaian grid
terhadap pusat berkas sinar-x fluoroskopi dan keseragaman distribusi sinar-x
pada media perekam gambar terindentifikasi jika densitas optis pada gambar
lubang bagian tengah alat ukur adalah
yang tertinggi, dan secara bertahap dan simetris mengalami penurunan densitas
optis pada setiap pasangan gambar lubang di sisi kanan-kiri dari densitas optis lubang pertengahan dari
alat ukur.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja Grid atau ketidakseragaman
distribusi densitas optis pada layar monitor melampaui batasan nilai kriteria
dimaksud dan berpotensi menyebabkan kerusakan tabung terlebih menggangu
kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan
pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis
engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah
supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-007)
9)
Sistem penyesuai tingkat kecerahan gambar
otomatis (Automatic Brigthness Stabilization system)
(a)
Defenisi operasional:
System ABS dimaksud disini adalah piranti elektronik dan
rangkaiannya yang berfungsi melakukan penyetabilan secara otomatis kesesuaian
tingkat kecerahan layar monitor agar supaya output visualisasi gambar analog dapat di observasi secara jelas.
(b)
Tujuan:
Melakukan pengujian kinerja fasilitas
ABS dalam hubungannya dengan pilihan parameter teknis (kVp, mA, dan pulse
width) secara otomatis untuk setiap perubahan ketebalan obyek pemeriksaan.
(c)
Frekuensi
pengujian:
6 bulan sekali
(semiannually) atau mengacu pada
rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan
(1)
Dosimeter
dan probe
(2) Homogenous phantom dengan variasi ketebalan yang dapat dipilih acrylic plastic (lucite)
(e)
Parameter:
Kemampuan otomatisasi
tingkat kecerahan gambar pada layar monitor (ABS) dengan nilai dosimetry karena
pemilihan nilai-nilai parameter teknis (kVp, mA, dan pulse width)
(f)
Prosedur
(1)
Letakkan dosimeter berikut probe
detektor radiasinya pada posisi antara phantom
dan image intensifier, arah sinar
dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x fluoroskopi. Gunakan phantom acrylic plastic (lucite) denganketebalan
7,5 cm untuk mensimulasikan atenuasi radiasi.
(2)
Lakukan eksposi penyinaran selama 10
detik, kemudian catat bacaan nilai paparan yang terbaca pada layar dosimeter.
(3)
Tambahkan 7,5 cm ketebalan phantom hingga total ketebalan menjadi
15 cm, kemudian lakukan pengukuran kembali sebagaimana prosedur (1) dan (2).
(g)
Analisis
kinerja:
Fungsi Sistem
ABS di identifikasi dengan cara mencatat nilai besaran paparan radiasi dari
bacaan dosimeter pada prosedur (2). Selanjutnya lakukan metode yang sama untuk
pecatatan bacaan dosimeter setelah prosedur (3) diaplikasikan.Kalkulasi nilai
perbedaan hasil dosimetri dari kedua prosedur untuk mengetahui nilai
pertambahan dosis yang terjadi sebagai akibat adanya
penambahan tingkat ketebalan obyek simulasi atenuasi radiasi.
(h)
Kriteria
dimaksud:
Sistem ABS dinyatakan berfungsi dengan baik bila, nilai
besaran paparan radiasi dari bacaan dosimeter pada prosedur (3) seharusnya
adalah 2 kali lipat dari bacaan dosimeter ketika 7,5 cm ketebalan obyek
simulasi atenuasi phantom digunakan.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yakni jika tingkat
kecerahan post prosedur (3) tidak 2 kali lipat dari post prosedur (2) secara
otomatik, maka ketidakberfungsian system ABS adalah tidak sesuai lagi dengan
batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi menyebabkan buruknya kualitas
tampilan gambar pada layar monitor sehingga menggangu kualitas informasi
diagnosa dan dosis radiasi. Laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak
lanjuti ke pada servis engineers
dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi
penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-008)
10) Sitem kontrol penguat sinyal otomatik
(Automatic Gain Control system)
(a)
Defenisi operasional:
Beberapa
sistem fluoroskopi ada yang dilengkapi dengan system kontrol
penguat sinyal otomatik. Sistem ini hanya beroperasi untuk melakukan
penyesuaian gain signal dari sistem
video secara otomatis dan tidak berhubungan langsung dengan faktor-faktor
teknis sebagaimana pada pengujian ABS.
(b)
Tujuan:
Pengujian ini adalah untuk mengetahui
kinerja fasilitas AGC pada layar monitor dalam menjaga kosistensi dari tingkat
kecerahan gambar (brightness) secara
otomatis dari waktu ke waktu.
(c)
Frekuensi
pengujian:
6 bulan sekali (semiannually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan
(1)
Dosimeter
dan probe
(2)
Homogenous phantom dengan variasi ketebalan yang dapat
dipilih, contoh : acrylic plastic (lucite)
(e)
Parameter:
Kemampuan
otomatisasi menjaga tingkat kestabilan signal (gain) secara konsisten sehingga
tidak mempengaruhi kecerahan visualisasi gambar pada layar monitor.
(f)
Prosedur:
(1)
Letakkan dosimeter berikut probe
detektor radiasinya pada posisi antara phantom (ketebalan 7,5 cm) dan image
intensifier, arah sinar dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x
fluoroskopi. Pemakaian phantom acrylic plastic (lucite) adalah untuk mensimulasikan
atenuasi radiasi.
(2)
Lakukan eksposi penyinaran selama 10
detik, kemudaian perhatikan brightness gambar pada layar monitor.
(3)
Lakukan pengukuran kembali pada
ketebalan phantom 15 cm, dan catat bacaan dosimeter termasuk brightness gambar.
(g)
Analisis
kinerja:
Fungsi
Sistem AGC di identifikasi dengan cara mencatat nilai besaran paparan radiasi
dari bacaan dosimeter pada prosedur (1 s.d. 3).
Catat kemungkinan-kemungkinan adanya variabilitas nilai hasil dosimetri
dan secara simultan lakukan observasi terhadap kemungkinan terjadinya perubahan
tingkat kecerahan gambar pada monitor untuk memastikan ada tidaknya fluktuasi
signal video.
(h)
Kriteria
dimaksud:
Sistem AGC dinyatakan berfungsi
dengan baik bila, meskipun nilai bacaan radiasi dari dosimeter adalah tidak sama
namun kondisi kecerahan gambar seharusnya adalah konsisten karena fungsi-fungsi
AGC menyesuaikan kebutuhan sinyal (gain) untuk visualisasi video sistem.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja system AGC yang ditunjukan
dengan adanya
ketidakstabilan signal (gain instability) pada layar monitor melampaui batas
toleransi yang bisa diterima oleh observer hal ini berpotensi mengganggu kualitas informasi diagnosa,
laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik
dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen
Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-008)
11) Laju paparan maksimum (maximum exposure
rate)
(a)
Defenisi operasional:
Laju
paparan maksimum adalah merupakan kemungkinan nilai laju eksposi yang dapat
terjadi baik sistem fluoroskopi dengan posisi image intensifier berada di atas atau dengan meja pemeriksaan.
(b)
Tujuan:
Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui
laju eksposi dengan metoda pengukuran dosis yakni pengukuran air-kerma (KERMA adalah singkatan dari kinetic
energy released in matter; dan di ukur di udara) dalam
satuan besaran rad atau satuan besaran SI gray (Gy), baik untuk semua jenis fluoroskopi unit, spot film camera pada fotofluorografi,
dan frame filmings pada sinefluorografi.
(c)
Frekuensi
pengujian:
1 tahun sekali (annually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
(1)
Dosimeter
dan probe
(2)
2 lembar
plat Pb ketebalan 3 mm spot film camera
pada fotofluorografi
(e)
Parameter:
(1)
Laju paparan (air-kerma)
untuk unit fluoroskopi
(2)
kerma masuk pada
image internsifier untuk spot film camera
pada fotofluorografi
(3) Maksimum laju paparan masuk untuk multifield image intersifier dan High Level Control (HLC) fluoroskopi
(f)
Prosedur
(1)
Letakkan dosimeter berikut probe
detektor radiasinya pada posisi diatas 2 lapis lembaran Pb 3 mm di atas meja
pemeriksaan dan di depan permukaan input image intensifier. Untuk unit
fluoroskopi dengan posisi image intensifier dibawah meja, sebaiknya probe
detektor radiasi ditempatkan setinggi 30 cm dari meja pemeriksan.
(2)
Lakukan eksposi penyinaran selama 30
detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang tersedia pada alat. Kemudian catat
bacaan dosimeter dalam satuan Roentgens (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk
mendapatkan nilai Roentgen per menit (C/kg/min).
(g)
Analisis
kinerja:
Bandingkan
nilai dosis hasil pengukuran masing-masing parameter ukur yang telah di ukur dengan
nilai batasan bacaan dosis menurut panduan dosis yang dianjurkan dan berlaku.
(h)
Kriteria
kinerja:
(1)
Semua jenis unit fluoroskopi: laju air-kerma
< 5 cGy/min atau < 5 rad/min
(2)
Untuk spot film camera pada fotofluorografi: kerma masuk pada image internsifier (maksimum kVp dan
mA) < 0,0003 cGy (0,3
rad)/eksposi.
(3)
Untuk frame filmings pada cinefluorografi
: kerma masuk pada image
internsifier (maksimum kVp dan mA) <
0,3 µGy (0,03 rad)/frame.
(4)
Untuk multifield image intensifier dan High Level Control (HLC) fluoroskopi:
batasan maksimum laju paparan masuk adalah 20 R/menit khususnya bila proses
penggambaran fluoroskopi menyertakan peralatan rekaman gambar.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian laju paparan radiasi yang di ukur pada masing-masing parameter
terhadap referensi tingkatan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria
dimaksud (laju air-kerma
- fluoroskopi; kerma masuk pada permukaan II - spot film camera pada fotofluorografi; maksimum laju paparan masuk
- multifield image intersifier dan High Level Control (HLC) fluoroskopi), dan
berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan terlebih dosis
masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan pencegahan harus di
tindak lanjuti ke pada servis engineers
dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi
penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-009)
12) Standar laju paparan masuk (standard
entrance exposure rates)
(a)
Defenisi operasional:
Standar laju
paparan masuk adalah besarnya nilai paparan yang masuk atau mengenai permukaan input dari Image Intensifier.
(b)
Tujuan:
Pengujian/pengukuran
nilai standar laju paparan masuk ini adalah untuk mengetahui kesesuaian besaran
laju paparan radiasi masuk dengan kejadian kualitas gambar fluoroskopi.
(c)
Frekuensi
pengujian:
6 bulan sekali (semiannually) atau mengacu pada tingkat panduan dosis yang
dianjurkan berdasarkan peraturan yang sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
1)
Dosimeter
dan probe
2)
2
lembar plat Pb ketebalan 3 mm
(e)
Parameter:
Standar laju paparan masuk
(f)
Prosedur:
1) Letakkan
dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi diatas 2 lapis lembaran
Pb 3 mm di atas meja pemeriksaan dan di depan permukaan input image
intensifier. Untuk unit fluoroskopi dengan posisi image intensifier dibawah
meja, sebaiknya probe detektor radiasi ditempatkan setinggi 30 cm dari meja
pemeriksan.
2) Lakukan
eksposi penyinaran selama 30 detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang
tersedia pada alat.
3) Hasil
bacaan dosimeter dalam satuan Roentgen (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk
mendapatkan nilai Roentgen per menit (C/kg/min). Nilai equivalent air kerma
yang direkomendasikan
adalah 8,7 – 26 mGy/min (0,87-2,6 rad/menit). Nilai paparan air kerma
dapat meningkat 1,5-2 kali lebih tinggi bila dalam eksposi melibatkan
penggunaan grid scatter.
(g)
Analisis
kinerja:
Bandingkan nilai dosis hasil
pengukuran masing-masing parameter yang telah diukur dengan nilai batasan
bacaan dosis menurut panduan dosis yang dianjurkan dan berlaku. Adapun analisis
sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1)
Photofluorospot camera : laju paparan
masuk sebaiknya di monitor dengan homogeneus phantom dengan eksposi pada
rentang 50-200 µR per gambar (13-52 nC/kg per gambar)
(2)
Cine film exposure : minimum laju
paparan masuk sebaiknya eksposi pada 15 µR per frame (4 nC/kg per frame)
berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 23 cm; dan 35 µR per frame (9 nC/kg per frame)
berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 15 cm
(h)
Kriteria
dimaksud:
Standar laju paparan
masuk sebaiknya konstan untuk setiap ruangan dari waktu ke waktu, jika
dibandingkan antar ruangan variasi yang diperkenankan adalah ± 25%
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian standar laju paparan masuk yang diukur pada masing-masing
parameter terhadap tingkat panduan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria
dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan
terlebih dosis masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan
pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis
engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah
supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-010)
13) Resolusi kontras tinggi (High Contras
Resolution)
(a)
Defenisi operasional:
Resolusi
kontras tinggi adalah kemampuan sistem fluoroskopi untuk menampilkan
obyek-obyek yang kecil, halus/tipis, daerah-daerah hitam dan putih dengan baik
dan jelas.
(b)
Tujuan:
Pengujian
ini adalah untuk mengevaluasi resolusi spatial gambar yang diperoleh dari
pengoperasian peralatan fluoroskopi.
(c)
Frekuensi
pengujian:
6 bulan sekali (semiannually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
Coper mass pattern dengan ukuran lubang per inch 16,
20,24, 30, 35, 40, 50 dan 60.
(e)
Parameter:
Standar
laju paparan masuk
(f)
Prosedur:
1)
Letakkan dan plester alat uji di atas
petengahan image intensifier, kemudian
pilih nilai kVp terendah.
2)
Lakukan eksposi penyinaran selama 30
detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang tersedia pada alat.
3)
Hasil bacaan dosimeter dalam satuan
Roentgen (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk mendapatkan nilai Roentgen per menit
(C/kg/min). Nilai equivalent air kerma yang di rekomendasikan adalah 8,7 – 26 mGy/min
(0,87-2,6 rad/menit). Nilai paparan air kerma dapat
meningkat 1,5-2 kali lebih tinggi bila dalam eksposi melibatkan penggunaan grid scatter.
(g)
Analisis
kinerja
Bandingkan
nilai dosis hasil pengukuran masing-masing parameter yang telah di ukur dengan
nilai batasan bacaan dosis menurut panduan dosis yang dianjurkan dan berlaku. Adapun analisis sebaiknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1)
Photofluorospot
camera: laju paparan masuk
sebaiknya di monitor dengan homogenous
phantom dengan eksposi pada rentang 50-200 µR per gambar (13-52 nC/kg per
gambar)
(2)
Cine
film exposure: minimum laju paparan masuk sebaiknya pada 15 µR per
frame (4 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image internsifier dengan diameter 23 cm; dan 35 µR per frame (9 nC/kg per frame)
berlaku untuk mode pemakaian image intensifier
dengan diameter 15 cm
(h)
Kriteria
dimaksud:
Standar laju paparan
masuk sebaiknya konstan untuk setiap
ruangan dari waktu ke waktu, jika dibandingkan antar ruangan variasi yang
diperkenankan adalah ± 25%
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian standar laju paparan masuk yang di ukur pada masing-masing
parameter terhadap tingkat panduan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria
dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan
terlebih dosis masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan
pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis
engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah
supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-011)
14) Resolusi kontras-rendah (Low-Contrast
Resolution)
(a)
Defenisi operasional:
Resolusi
kontras-rendah adalah kemampuan sistem fluoroskopi untuk menampilkan
obyek-obyek yang relatif besar dan sedikit perbedaanya secara radiolusen
terhadap area sekitar.
(b)
Tujuan:
Pengujian
ini adalah untuk mengevaluasi resolusi spatial gambar yang diperoleh dari
pengoperasian peralatan fluoroskopi.
(c)
Frekuensi
pengujian:
6 bulan sekali (semiannually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan:
(1)
Dosimeter
dan probe
(2)
2
lembar plat Pb ketebalan 3 mm
(e)
Parameter:
Variasi
prosentasi nilai besaran tegangan tabung
(kVp)
(f)
Prosedur:
(1)
Letakkan dosimeter berikut probe
detektor radiasinya pada posisi diatas 2 lapis lembaran Pb 3 mm di atas meja
pemeriksaan dan di depan permukaan input image
intensifier. Untuk unit fluoroskopi dengan posisi image intensifier dengan meja, sebaiknya probe detektor radiasi
ditempatkan setinggi 30 cm dari meja pemeriksan.
(2)
Lakukan eksposi penyinaran selama 30
detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang tersedia pada alat.
(3)
Hasil bacaan dosimeter dalam satuan
Roentgens (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk mendapatkan nilai Roentgen per menit
(C/kg/min). Nilai ekuivalen air kerma yang direkomendasikan
adalah 8,7 – 26 mGy/min (0,87-2,6 rad/menit). Nilai paparan air kerma
dapat meningkat 1,5-2 kali lebih tinggi bila dalam eksposi melibatkan
penggunaan grid scatter.
(g)
Analisis
kinerja:
Bandingkan nilai
dosis hasil pengukuran dengan nilai batasan standar laju paparan masuk sebagai berikut:
(1)
Photofluorospot
camera: laju paparan masuk sebaiknya
dimonitor dengan homogenous phantom
dengan eksposi pada rentang 50-200 µR per gambar (13-52 nC/kg per gambar)
(2)
Cine
film exposure: minimum laju paparan
masuksebaiknya eksposi pada 15 µR per frame (4 nC/kg per frame) berlaku
untuk mode pemakaian image intensifier
dengan diameter 23 cm; dan 35 µR per
frame (9 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 15 cm
(h)
Kriteria
dimaksud
Standar laju paparan
masuk sebaiknya konstan untuk setiap
ruangan dari waktu ke waktu, jika
dibandingkan antar ruangan variasi yang diperkenankan adalah ± 25%
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian standar laju paparan masuk yang di ukur pada masing-masing parameter
terhadap tingkat panduan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria
dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan
terlebih dosis masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan
pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis
engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah
supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-012)
b.
Kendali mutu unit fluoroskopi RI
digital:
Prinsip
pengujian kendali mutu peralatan sinar-x untuk unit fluoroskopi RI digital pada
dasarnya tidak berbeda dengan peralatan
sinar-x unit fluoroskopi RI konvensional, yakni pada pengujian parameter nomor
1) s.d. 13). Namun demikian uji kendali mutu bagi fluoroskopi RI digital perlu di
pastikan beberapa tambahan pengujian parameter-parameter tertentu terhadap system
layar monitor elektronik, kamera multi format, kamera laser, serta alat perekam
data analog dan digital, sebagai berikut:
1)
Layar
monitor elektronik (Electronic Display Devices)
(a)
Defenisi operasional:
Layar monitor
elektronik adalah alat penayang keluaran (display device) citra visual yang mempresentasikan informasi output gambar ketika informasi input gambar adalah berupa signal
elektrik.
(b)
Tujuan:
Melakukan
pengujian terhadap performa optimum
peralatan display elektronik untuk semua jenis pencitraan digital.
(c)
Frekuensi
pengujian:
1 bulan sekali (monthly)
atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan
1)
SMPTE
test pattern atau
2)
AAPM
TG18-QC test pattern
(e)
Parameter:
1) Nilai Pendaran;
2) Homogenitas pendaran;
3) Distorsi parsial;
4) Resolusi spatial;
5) Resolusi kontras rendah;
6) Homogenitas skala abu-abu;
7) Artefak layar monitor;
8) Rasio kontras;
(f)
Prosedur:
1)
Hidupkan monitor CRT pada posisi
pengoperasian normal, biarkan dalam konsidi hidup selama 30 detik untuk warm up.
2)
Periksa bagian depan layar monitor
dari kemungkinan adanya layar yang kotor, jika kotor segera dibersihkan
mengikuti instruksi manual pabrik.
3)
Reduksi semua kemungkinan terjadinya
refleksi bayangan monitor lain atau efek refleksi cahaya pada permukaan monitor
yang akan diuji.
4)
Lakukan
assessment secara cermat
parameter-parameter kualitas gambar (luminicense;
luminicense uniformity; spatial distortion; spatial resolution; low contrast resolution;
gray scale uniformity; display artifact; dan contrast ratio) ketika mengobservasi gambar SMPTE
test pattern atau AAPM TG18-QC test
pattern
Gambar 4. SMPTE
Test
(g)
Analisis
kinerja:
Bandingkan nilai
hasil pengukuran parameter-parameter dengan nilai batasan sesuai spesifikasi
standar yang dRIekomendasikanpada SMPTE sebagai
berikut:
(1)
Nilai Pendaran; nilai hasil pengukuran
pada bagian tengah layar monitor (CRT)
dengan photometer harus memenuhi
kriteria luminicense > 170 nit (50 foot-lamberts),
sementara untuk LCD monitor kriteria luminicensi > 100 nit (30 foot-lamberts). Jika luminicense tidak melampau batas yang di
rekomendasikan, maka brightnes control
pada monitor masih dapat diatur.
(2) Homogenitas pendaran; pengukuran dengan photometer untuk khususnya mengukur luminicense high contrast resolution patch di bagian
tengah dan di keempat sudut dari display
monitor. bagian tengah monitor. Kelima
hasil bacaan pengukuran luminicense
sebaiknya perbedaannya antara satu dengan yang lain berkisar 20%.
(3)
Distorsi parsial; Perhatikan gambar
kotak-kotak hitam pattern pada layar
monitor. Semua nya harus terlihat sebagai gambar kotak yang sempurna pada
seluruh permukaan layar. Sebuah mistar plastik dapat dipakai untuk mengukur
lebar dan ketinggian setiap gambar kotak. Semua harus diukur pada masing-masing
kuadaran termasuk bagian tengah dari monitor. Perbedaan antara ukuran panjang
yang seharusnya dengan hasil ukur yang ada tidak melampaui 2 % perbedaan untuk
monitor utama, dan 5% perbedaan untuk antar monitor tambahan.
(4)
Resolusi spatial; Perhatikan gambar
kontras tinggi yang terlihat dalam lingkaran (seperti: teks putih diatas latar
hitam), dan verifikasi bahwa semua terlihat dengan baik. Atur monitor control agar semua
terlihat jelas.
(5)
Resolusikontras
rendah; Verifikasi bahwa 5 % perbedaan kontras adalah dapat diperoleh atau
visibel terlihat bagi 100% video-white
square dan 0% bagi video-black square
(6)
Homogenitas
skala abu-abu; Verifikasi bahwa latar belakang skala kelabu (gray scale) pada gambar SMPTE test pattern adalah berwarna seragam
kelabu pada seluruh permukaan display monitor.
(7)
Artefak
layar monitor; Verifikasi bahwa display tidak menampakkan adanya tanda gambaran-gambaran
percikan, garis, atau bayangan-bayangan celah hitam atau cerah, juga perhatikan
ada tidaknya gambar titik kecil hitam pada layar yang mana menunjukkan ketidak berfungsian pixel gambar.
(8)
Rasio
kontras; Gunakan photometer untuk mengukur luminicese tingkat kehitaman minimum
(Lmin) dan tingkat kecerahan maksimum (Lmax) yang terjadai pada layar monitor.
Perhitungan rasio kontras adalah sebagai berikut:
Lmax
Lmin
Nilai rasio kontras sebaiknya > 250
(h)
Kriteria
dimaksud:
(1)
Pendaran Monitor CRT > 170 nit (50 foot-lamberts), untuk pendaran LCD
monitor > 100 nit (30 foot-lamberts)
(2)
Homogenitas
pendaran; pendaran high contrast
resolution pacth di bagian tengah dan di keempat sudut dari display monitor (kelima hasil bacaan
pengukuran) sebaiknya perbedaannya antara satu dengan yang lain berkisar 20%.
(3)
Distorsi spasial; Perbedaan antara
ukuran panjang yang seharusnya dengan hasil ukur tidak melampaui 2 % perbedaan
untuk monitor utama, dan 5% perbedaan untuk antar monitor tambahan.
(4)
Resolusi spatial; gambar kontras tinggi
yang terlihat dalam lingkaran (seperti: teks putih diatas latar hitam), di verifikasi bahwa semua terlihat dengan baik
dan jelas.
(5)
Resolusi kontras rendah; Verifikasi 5 %
perbedaan kontras adalah dapat diperoleh atau terlihat, 100% untuk video-white square dan 0% untuk video-black square
(6)
Homogenitas skala abu-abu; Verifikasi terhadap
latar belakang skala kelabu (gray scale)
pada gambar SMPTE test pattern adalah
berwarna seragam kelabu pada seluruh permukaan display monitor.
(7)
Artefak pada layar monitor; tidak
menampakkan adanya tanda gambaran-gambaran percikan, garis,
atau bayangan-bayangan celah hitam atau cerah dan tidak gambar titik kecil
hitam pada layar yang mana menunjukan ketidakberfungsian pixel gambar.
(8)
Rasio kontras; rasio kontras pendaran (luminicense) pada
tingkat kehitaman minimum (Lmin) dan tingkat kecerahan maksimum (Lmax) yang
terjadai pada layar monitor > 250
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian ke-8 parameter-parameter imejing terhadap rekomendasi SMPTE sebagaimana
tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu
kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak
lanjuti ke pada servis engineers
dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi
penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-013)
2)
Kamera
multi format
(a)
Defenisi
operasional:
Kamera
multi format adalah peralatan elektronik yang berfungsi sebagai media yang
mentransfer citra untuk tercetak pada film atau media perekam
gambar lainnya. Media ini mampu memformat/membagi gambar sampai dengan sejumlah
25 gambar secara terpisah.
(b)
Tujuan:
Melakukan
evaluasi terhadap performa kamera multi format.
(c)
Frekuensi
pengujian:
1 hari sekali (daily)
atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan
1)
SMPTE
test pattern
2)
Digital
Densitometer
(e)
Parameter:
1)
Densitas
optis daerah: 40% patch (mid density atau speen
indicator )
2)
Densitas
optis daerah: 10% dan 70% patch (contrast indicator)
3)
Densitas
optis daerah: 90% patch: nilai base+fog ( 0,1±0,25)
(f)
Prosedur
1)
Dengan gambar SMPTE pattern pad layar
monitor CRT, brightness, contrast, dan waktu eksposi sebaiknya diatur pada
tingkat yang optimum. Hardcopy
gambar tersebut sebaiknya di cetak untuk dipakai dalam evaluasi parameter
resolusi dan contrast gray scale.
2)
Pengaturan-pengaturan brightness,
contrast, waktu eksposi sebaiknya turut terekam
dalam film yang dicetak untuk kebutuhan data pada masa akan datang sebagai
referensi.
3)
Sebuah densitometer adalah diperlukan
dan digunakan untuk mengukur densitas optis pada daerah-daerah 40% patch, 10%
dan 70% patch dan 90%
patch
(g)
Analisa
kinerja:
Setiap film SMPTE pattern yang di cetak sebaiknya selalu dibandingkan dengan nilai
standar variasi hasil pengukuran parameter-parameter mid density atau speen
indicator; contrast indicator; dan nilai base+fog
yang ada dengan nilai batasan sesuai spesifikasi yang direkomendasikan.
(h)
Kriteria
dimaksud:
1)
40% patch :
nilai ini menentukan tingkat mid
density atau speen indicator yang
mana sebaiknya mendekati nilai 1,15
2)
10%
dan 70% patch
: selisih nilai densitas optis pada kedua area ini adalah dihitung guna
mengetahui contrast indicator. Nilai contrast
indicator sebaiknya adalah 1,2
3)
90% patch: nilai ini adalah sedikit di
atas nilai base+fog, dan sebaiknya nilai ini sekitar 0,1±0,25
i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian parameter-parameter densitas optis terhadap rekomendasi SMPTE
sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan
menggangu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus
di tindak lanjuti ke pada servis
engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah
supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(i)
Form dokumen
kendali mutu:
(lihat from QC-RI-014)
3)
Kamera
laser
(a)
Defenisi
operasional:
Kamera
laser lazim disebut dengan laser imager
adalah media yang digunakan untuk mencetak gambar pada media perekam gambar
(hard copy image) baik gambar dari CT, MRI, CR dan DSA.
(b)
Tujuan:
Melakukan
evaluasi terhadap performa kamera laser.
(c)
Frekuensi
pengujian
1 hari sekali (daily)
atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan
1)
SMPTE
test pattern
2)
Digital
Densitometer
(e)
Parameter:
1)
Densitas
optis daerah: 40% patch (mid density atau speen
indicator )
2)
Densitas
optis daerah: 10% dan 70% patch (contrast indicator)
3)
Densitas
optis daerah: 90% patch: nilai base+fog ( 0,1±0,25)
(f)
Prosedur
1)
Pada dasarnya perosedur pengujian dan evaluasi
performa bagi laser cameras adalah
tidak berbeda dengan pengujian performa multi
format camera.
2)
Dengan multi format generator, gunakan untuk memproduksi gambar SMPTE pattern pada layar monitor CRT
3)
Hard-copy
images sebaiknya dibuat dan dianalisa dengan cara dan metode
sebagaimana apa yang diterapkan pada pengujian performa multi format camera.
4)
Jika pemproses film otomatik juga
terhubung dengan sistem yang diuji, maka alat ini (laser camera) sebaiknya dievaluasi dan diperbaiki dengan cara yang
sama dengan apa yang dikerjakan terhadap film processor standard.
(g)
Analisa
kinerja:
Setiap film SMPTE pattern yang di cetak sebaiknya selalu dibandingkan dengan nilai
standar variasi hasil pengukuran parameter-parameter mid density atau speen
indicator; contrast indicator; dan nilai base+fog
yang ada dengan nilai batasan sesuai spesifikasi yang direkomendasikan.
(h)
Kriteria
dimaksud:
1)
40% patch :
nilai ini menetukan tingkat mid density
atau speen indicator yang mana
sebaiknya mendekati nilai 1,15
2)
10%
dan 70% patch
: selisih nilai densitas optis pada kedua area ini adalah dihitung guna
mengetahui contrast indicator. Nilai contrast
indicator sebaiknya adalah 1,2
3)
90% patch: nilai ini adalah sedikit di
atas nilai base+fog, dan sebaiknya nilai ini sekitar 0,1±0,25
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian parameter-parameter densitas optis terhadap rekomendasi SMPTE
sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan
menggangu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus
di tindak lanjuti ke pada servis
engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah
supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen
kendali mutu:
(lihat from QC-RI-015)
4)
Alat perekam data analog dan digital
(a)
Defenisi
operasional:
Alat
perekam data pita video analog adalah alat perekam yang menggunakan kamera
video dan menghasilkan data video dan audio.
Alat
perekam data digital atau video disc adalah alat perekam yang menggunakan
kamera video dan menghasilkan data video dan audio berbasis digital.
(b)
Tujuan:
Melakukan
evaluasi terhadap performa sistem perekam gambar analog video recorder dan
video disk.
(c)
Frekuensi
pengujian
6 bulan sekali (semiannually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang
sedang berlaku.
(d)
Alat
dan bahan
1)
SMPTE
test pattern
2)
Digital
Densitometer
(e)
Parameter:
1)
Densitas
optis daerah: 10% patch (nilai distorsi)
2)
Nilai Skala kontras dan skala abu-abu
(f)
Prosedur
1)
Pada dasarnya prosedur pengujian dan
evaluasi performa bagi laser cameras
adalah tidak berbeda dengan pengujian performa multi format camera.
2)
Dengan multi format generator, gunakan untuk memproduksi gambar SMPTE
pattern pada layar monitor CRT
(g)
Analisa
kinerja:
Setiap
film SMPTE pattern yang di cetak
sebaiknya selalu dibandingkan secara kualitatip gambaran distorsi termasuk skala
kontras dan skala abu-abu yang terjadi dengan nilai kelayakan standar nya sesuai
spesifikasi yang direkomendasikan.
(h)
Kriteria
dimaksud:
1)
Daerah 10% patch: semua gambar pada
presentasi ini sebaiknya terlihat, dengan nilai distorsi yang minimal.
2)
Skala kontras dan skala abu-abu dalam
gambar yang direkam sebaiknya adalah sama dengan gambar
aslinya.
(i)
Tindak
lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu
peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan
ketidaksesuaian parameter-parameter distorsi, skala kontras dan skala abu-abu
terhadap rekomendasi SMPTE sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud,
dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk
tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang
kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)
Form dokumen
kendali mutu:
(lihat from QC-RI-016)
Daftar
pustaka:
1.
Papp J. , Quality
management in the imaging science, 2nd ed, St. Louis, 2006, Mosby.
2.
Shepard SJ.,
et.al, AAPM Report No. 74: Quality Control in Diagnostic Radiology, 2002, Med
Physc Pub.
3.
M. Siedband M., et.al,
AAPM Report No. 12: Evaluation of Radiation exposure in Cine cardiac
chateterization laboratorie, 1981, NY, Med Physc Pub.
4.
Betler
S., et.al, AAPM Report No.4: Basic Quality Control in Diagnostic Radiology,
1984, NY, Med Physc Pub.
5.
Faulkner K. dan
Moores B.M., An assessment of the radiation dose received by staff using
fluoroscopic equipment, 1982, British Journal of Radiology, 55, 272-276
6.
Egbe N.O.,
et.al., Studies on the status of light
beam diaphragms in Calabar: effects and implication on radiation protection,
2003, West African journal of Radiology Vol. 10 No.1
7.
Oluwafisoye,
et.al., Assessment of Equipment used in
Diagnostic Radiology, 2010, IJRRAS 3 (2)
8.
Guidelines for Establishing a Quality Assurance
9.
Society of
Interventional Radiology Standards of Practice Committee, Program in Vascular and
Interventional Radiology, revised ed., 2003, J Vasc Interv Radiol; 14:S203–S207
10.
Cowen AR. et.al., A
set of X-ray test objects for image quality control in digital subtraction
fluorography. I: design considerations, 1987, The British Journal of Radiology, 60, 1001-100.
11.
Luz E. et.al., The relevance of quality control in services of hemodynamics
and interventional cardiology, 2007, Radiol Bras, 40(1):27-32
12. Lyra E M. et.al, Presentation of Digital Radiographic
Systems and the Quality Control Procedures that Currently Followed by Various
Organizations Worldwide, 2010, Recent Patents on Medical Imaging, 2010, 2, 5-21
5
13. Zoetelief J. et.al., Quality Control of equipment used
in in digital and intervensional radiology, Radiation Protection Dosimetry, 2006, Vol. 117, No.
1–3, pp. 277–282
selamat pagi babeh edi ... kalau grid uniformity cara evaluasinya bagaimana ya ? itu yang QC-RI-007 di peraturan apa ya .? kok saya cari gag ada ... mohon dijawab . terimakasih sebelumnya..
ReplyDelete