Sunday, 24 June 2012

KENDALI MUTU PERALATAN RADIOLOGI INTERVENSIONAL
PENGERTIAN

Radiologi intervensi adalah pelayanan untuk ... (tambahkan menurut KMK 1014/SK/XI/2008)
Adapun radiologi intervensional umumnya disingkat dengan RI atau disingkat pula dengan VRI yakni  Vascular and Interventional Radiology; istilah ini juga dikenal dengan Image-Guided Surgery atau  Surgical Radiology.
Radiology intervensi adalah satu subspesialisasi dari radiologi yang menyangkut prosedur tindakan Medik baik diagnostik maupun tindakan terapi melalui vaskuler maupun non-vaskuler yang dilakukan secara per kutaneus dengan panduan imejing, tanpa membuka rongga tubuh (minimal invasive).
Pelayanan radiologi intervensi dilakukan dengan bantuan peralatan guided-imaging yaitu:
1. PesawaT x-ray dilengkapi dengan fluoroskopi, image intensifier atau Digital Substraction Angiography (DSA)
2.      Computed Tomography Scan (CT scan)
3.      Magnetic Resonance Imaging (MRI)
4.      Ultrasonografi (USG)

Dalam pembahasan protokol kendali mutu peralatan RI secara khusus dititikberatkan pada sistem peralatan fluoroskopi yang dipakai untuk pemeriksaan Radiologi intervensi  baik yang bersifat konvensional maupun digital,  termasuk modalitas pendukung pencitraan lainnya. Sedangkan untuk pembahasan protokol kendali mutu peralatan RI yang lain seperti CT Scan, MRI dan USG dapat merujuk pada prosedur kendali mutu masing-masing.
RUANG LINGKUP KENDALI MUTU RI
Ruang lingkup dari Program kendali mutu RI pada dasarnya menekankan  pada aspek penggunaan paparan radiasi medik yang terjadi dalam setiap prosedur pemeriksaan radiologi intervensi. Dalam prosedur radiologi intervensi melibatkan paparan radiasi tinggi yang dapat membahayakan petugas, pasien ataupun masyarakat lain apabila tidak terkendali dengan baik atau kurang memperhatikan faktor keselamatan radiasi. Oleh karena itu lingkup kegiatannya antara lain:
a.   Pengukuran-pengukuran terhadap parameter fisis dari generator sinar-x termasuk parameter fisis peralatan imejing yang ada pada saat uji commissioning maupun pada uji periodik lebih lanjut .
b. Verifikasi kesesuaian faktor-faktor fisis dan klinis untuk RI yang mana dipergunakan dalam menegakkan diagnosa atau memberikan perlakuan terhadap pasien.
1)      Penyediaan dokumen-dokumen tertulis bagi semua prosedur maupun hasil  yang relevan dengan RI..Verifikasi kesesuaian faktor-faktor fisis dan klinis untuk RI yang mana dipergunakan dalam menegakkan diagnosa atau memberikan perlakuan terhadap pasien.
2)      Verifikasi kesesuaian kaliberasi dan kondisi penerapan dosimetri maupun monitoring terhadap peralatan RI.
3)      Audit mutu (quality audit) secara reguler dan melakukan evaluasi RI (internal audit) secara mandRIi terhadap program kendali mutu yang dilaksanakan di bagian RI.
Adapun ruang lingkup ini diterapkan berdasarkan karakteristik desain persyaratan teknik system peralatan dan jenis-jenis kendali mutu bagi peralatan RI.
KARAKTERISTIK DESAIN PERSYARATAN TEKNIS SISTEM PERALATAN SINAR-X DAN MODALITAS IMEJING RI
Persyaratan disain dan teknis  bagi sistem peralatan sinar-x serta modalitas imejing pendukung RI adalah penting untuk dipenuhi bagi pihak pengguna yang menyediakan fasilitas pelayanan tersebut. Perhatian khusus ini ditujukan agar supaya dapat memenuhi persyaratan keselamatan radiasi dan proteksi radiasi standar Internasional (IAEA),  untuk tim petugas dan pasien.
a.      Persyaratan disain peralatan sinar-x dan modalitas imejing RI:
1)      Generator  sinar-x konstan.
2)      Arc system (X-ray tube down).
3)      Image intensifier efficiency  tinggi.
4)      System pengendali dan pengoperasian yang mudah.
5)      Kemampuan yang baik untuk memanggil dan menyimpan gambar/citra.
b.      Persyaratan teknis dan spesifikasi pembelian/pengadaan peralatan    sinar -x dan modalitas imejing RI menurut rekomendasi IAEA.
Tabel 1. Persyaratan teknis (perbaiki tata letak tabel atau menjadi narasi!)
No
Persyaratan teknis
1.    
Tersedianya fasilitas alarm peringatan waktu paparan atau audible peringatan dosis atau laju dosis yang tidak membingungkan pengguna.

Tabung sinar-x dan Generator:
Focal spot tabung sinar-x:      
-          cardiology 1.2/0.5 mm
-          neuroradiology     1.2/0.4 mm
-          peripheral vascular 1.2/0.5 mm
Minimum jarak focus ke kulit 30 cm
Heat capacity tabung sinar-x sebaiknya yang cukup mampu untuk mengantisipasi semua prosedur RI tanpa ada time delay
Generator sinar-x:        
80 kW generator
Constant potential generator
Pulsed fluoroscopy facility available
Automatic collimator to the size of the Image intensifier surface:
-     Cardiology       :   25 cm;  max. dose rate : 0.6 µGy/s
-     Neuroradiology:          30 cm;  max. dose rate : 0.6 µGy/s
Peripheral vascular35-40 cm;  max. dose rate : 0.2 µGy/s Note : dose rate in normal mode, should be measured at the entrance surface of Image Intensifier :
-     2 x magnification available
-     low dose rate and boost modes available
-     Manual selection of the AEC
-     Operational design of the AEC must be specified
-     Image Internsifier

Tube potential - tube current characteristic of the AEC (or automatic dose-rate control) should be a user selectable feature

The delay between depressing the footswitch and seeing the displayed image should be less than 1 second
-     Last image hold
-     Diaphragm position indicator on the last image hold is desirable.
2.    
Dosis dan Kualitas gambar: variabel-variable yang dapat dipilih oleh user

3.    
Tersedia filtrasi tambahan dan fasilitas grid yang dapat dipindah tempatkan sesuai kebutuhan

4.    
Tersedia modus Pulsed fluoroscopy dan Image hold system

5.    
Flexibilitas untuk penggunaan AEC (IMAGE atau DOSE weighted)

6.    
Kemampuan untuk Recursive atau temporal filtering: temporal averaging dalam  fluoroskopi (mereduksi dosis, meningkatkan f SNR)
* Roadmapping (use of a reference image on which the current image is overlayed)
* Image simulation (impact of changes in technique factors displayed prospectively, effect of semitransparent filters simulated)
* Region of Interest (ROI) fluoroscopy: a low noise image in the centre is presented surrounded by a low dose (noisy) region.
* provision of additional shielding to optimize occupational protection:, etc.

7.    
Overcouch image internsifier

8.    
Distance tracking jarak Source internsifier

9.    
Meja bentuk Concave untuk kenyamanan patient

10.         
Dose-area product  (DAP) meter

11.         
Tersedia protective shielding bagi staf

12.         
Display untuk waktu fluoroskopi, total dose-area product (fluoroskopi and radiografi) dan perkiraan ESD

13.         
Computer interface untuk  information dosimetri

14.         
Tersedia diagram  iso-scatter distribution untuk mode normal dan boost

15.         
Kejelasan label-label pada semua instrumentasi dan saklar  

16.         
Kapasitas minimum image storage

17.         
Roadmapping facility

18.
Availability of an automatic injector is desirable

19.
Means of patient immobilization






Tabel 2. Spesifikasi pembelian/pengadaan
No
Spesifikasi pembelian/pengadaan





Contoh : unit C-arm system
Dimensions, weight and C-arm movements
Steering (control for movement)
Generator and X-ray tube
Tank unit
RIis collimator
Grid and Semi-transparent shutters
Image intensifier
Video camera, Monitors
Digital processor
Print and recording options
Plumbicon TV cameras:
-          have much less Image Lag than VIDICON cameras
-          Lower Image Lag permits motion to be followed with minimal Blurring but QUANTUM NOISE is increased (cameras for cardiology)
Digital Fluoroscopy:
-          Digital fluoroscopy SPOT films are usually limited by theRI poor resolution, which is determined by the TV camera and is no better than about 2 lp/mm for a 1000 line TV system
-          If the TV system is a nominal 525 line, one frame generally consists of 525² = 250000 pixels. Each pixel needs 1 byte (8 bits) or 2 bytes (16 bits) of space to record the signal level
JENIS-JENIS KENDALI MUTU FLUOROSKOPI RI DAN MODALITAS PENDUKUNG PENCITRAAN RI 
a.      Kendali mutu unit fluoroskopi RI :
Pengujian kendali mutu peralatan sinar-x untuk unit fluoroskopi RI pada dasarnya mencakup parameter fisis pada generator sinar-x, tabung sinar-x, laju paparan radiasi termasuk  sistem   layar monitor pada CC-TV. Jenis pengujiannya adalah, reproduksibiltas paparan radiasi; Ukuran bidang fokus; pengecekan filtrasi tabung sinar-x; Kesesuaian nilai puncak besaran tegangan tabung fluoroskopi; Linieritas arus tabung fluoroskopi; Sensor panas tabung fluoroskopi; Kesesuaian dan homogenitas Grid; Sistem penyesuai tingkat kecerahan gambar otomatis; Sistem kontrol penguat sinyal otomatik; Laju paparan maksimum; Standar laju paparan masuk; Resolusi kontras tinggi; dan Resolusi kontras-rendah.
1)      Reproduksibilitas paparan radiasi
(a)   Definisi operasional:
Reproduksibilitas paparan radiasi adalah kemampuan tabung sinar-x fluoroskopi untuk memproduksi kembali paparan radiasi (exposure) dengan nilai yang konsisten.
(b)  Tujuan:
Untuk mengevaluasi performa reproduksibilitas sinar-x yang keluar dari tabung sinar-x yang digunakan pada fluoroskopi. Jika peralatan fluoroskopi memungkinkan, pengujian dilakukan pada dua posisi arah sinar horizontal dan vertikal.
(c)  Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannually)
(d)  Alat dan bahan:
(1)   Homogeous phantom
(2)   Dosimeter (electrometer)
(3)   Pita meteran
(e)  Parameter:
Nilai variasi persentasi mR/mAs  
(f)   Prosedur:
(1)   Letakan Homogenous phantom diatas meja fluoroskopi dan posisikan probe dosimeter antara permukaan phantom dan input area dari image intensifier. Pilih nilai mA dan kVp sesuai yang tersedia pada fluoroskopi unit
(2)   Pusatkan probe dosimeter pertengahan berkas sinar-x fluoroskopi, tekan tombol eksposi fluoroskopi selama 10 detik (gunakan stopwatch)  dan catat bacaan pengukuran.
(3)   Reset dosimeter dan lakukan pengukuran berulang sampai 2 kali
(4)   Tentukan nilai rasio mR/mAs untuk setiap 10 detik eksposi, bandingkan hasil-hasil bacaan dan hitung nilai varians reproduksibiltas:
                 (mRmax-mRmin)
           Variasi persentasi mR/mAs  =          --------------------  x 100%
                    mRmAs max
(g)  Analisis kinerja:
Variasi prosentasi reproduksibilitas paparan fluoroskopi hasil pengukuran dibandingkan dengan tingkat panduan (guidance level) sebagaimana tertulis pada kriteria dimaksud untuk selanjutnya di tetapkan status kondisi kinerja peralatan terkini dan rekomendasi bila diperlukan.
(h) Kriteria dimaksud:
Variasi reproduksibilitas < 15%, variasi yang terjadi melampaui rekomendasi ini dapat menyebabkan fluktuasi kualitas gambar dan dosis pasien.
(i)   Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendali mutu peralatan menunjukan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi  menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)   Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-001)
2)      Ukuran bidang focus (focal spot size)
(a)   Defenisi operasional:
Ukuran bidang fokus adalah dimensi panjang dan lebar ukuran bidang focus efektif yang dihasilkan oleh elektroda anoda dari tabung sinar-x fluoroskopi. Ukuran ini dapat mengalami keausan akibat bidang permukaan anoda yang secara terus-menerus mengalami bombardemen elektron.
(b)   Tujuan:
Mengukur dan melakukan evaluasi terhadap performa ukuran bidang fokus efektip tabung sinar-x fluoroskopi.
(c)    Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannual)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
(1)   Focal spot test tool.
(2)   Satu lembar non-screen film dalam amplop film kedap cahaya.
(3)   Manual tool dan tabel rujukan hasil penghitungan.
(4)   Pita meteran.
(e)   Parameter:
Estimasi dimensi ukuran bidang fokus efektip  (estimated EFS) 
(f)     Prosedur:
(1)   Focal spot test tool diatas homogenous phantom yang telah berada diatas meja fluoroskopi.  Pusatkan berkas sinar-x pada layar fluoroskopi dan atur mA dan kVp sesuai dengan prosedur rutin yang biasa diterapkan.
(2)   Pastikan nilai Magnifikasi (M) adalah 4/3. Focal spot test tool di atas homogenous phantom yang telah berada diatas meja fluoroskopi.  Pusatkan berkas sinar-x pada layar fluoroskopi dan atur mA dan kVp sesuai dengan prosedur rutin yang biasa diterapkan.
(3)   Focal spot test tool diatas homogenous phantom yang telah berada diatas meja fluoroskopi.  Pusatkan berkas sinar-x pada layar fluoroskopi dan atur mA dan kVp sesuai dengan prosedur rutin yang biasa diterapkan.
(4)   Tempelkan  satu lembar nonscreen film pada permukaan image intersifier, kemudian lakukan eksposi selama 10 detik.
(5)   Setelah film diproses, hitung besar ukuran focal spot dengan mengikuti instruksi manual dari alat.
(g)   Analisis kinerja:
(1)   Tetapkan kelompok (grup) pasangan garis vertikal dan horizontal terkecil yang masih dapat di observasi dengan jelas, lihat tabel 3 berikut dan tentukan perkiraan ukuran focal spot saat ini.
(2)   Bandingkan ukuran bidang fokus saat ini dengan ukuran sebagaimana tertulis dalam spesifikasi tabung sinar-x tersebut.
Tabel 3. Tingkat panduan ukuran bidang fokus (M= 4/3)
Grup terkecil dapat
di observasi
Pasangan garis/mm dalam grup
Dimensi focal spot efektip (mm)

1
0,84
4,3


2
1
3,7


3
1,19
3,1


4
1,41
2,6


5
1,68
2,2


6
2
1,8


7
2,38
1,5


8
2,83
1,3


9
3,36
1,1


10
4
0,9


11
4,76
0,8


12
5,66
0,7








(h)   Kriteria dimaksud:
Dimensi ukuran bidang fokus efektif tabung sinar-x yang diukur adalah ukuran estimasi dimensi ukuran berdasarkan table 3 atau sesuai dengan dimensi ukuran boding fokus efektip spesifikasi pabrik.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukkan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi  menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-002)
3)      Cek filtrasi (filtration check)
(a)   Defenisi operasional:
Cek filtrasi adalah pengukuran terhadap nilai kecukupan filter (Half Value Layers) pada tabung sinar-x. Pengukuran dimaksudkan untuk mengevaluasi kualitas radiasi yang di produksi oleh sebuah tabung sinar-x.
(b)   Tujuan:
Melakukan evaluasi terhadap filtrasi intensitas sinar-x yakni dengan mengukur nilai kecukupan filter atau HVL (half value layer).
(c)    Frekuensi pengujian:
1 tahun sekali (annually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan  yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
(1)   Dosimeter dan probe.
(2)   Beberapa  lembaran alumunium alloy 1100 (Si + Fe : 0,95%, Cu : 0,12%, Al : 99,0 %) dengan ketebalan 1 mm.
(3)   Pita meteran
(e)   Parameter:
Nilai HVL pada pengukuran dengan menggunakan tegangan tabung sinar-x (kVp) 80 adalah 2,3;
(f)     Prosedur:
(1)   Letakan probe dosimeter pada support stand (statik) yang berfungsi menyangga alat ini agar memiliki jarak yang cukup antara tabung sinar-x terhadap  permukaan meja pemeriksan dan image internsifier kemudian batasi lapangan sinar cukup selebar lebih kecil dari lebar lembar alumunium.
(2)   Karena nilai tegangan tabung pada fluoroskopi biasanya lebih tinggi dari pada nilai yang biasa di pakai dalam radiografi, lakukan eksposi tanpa filter terpasang dengan pilihan antara nilai besaran tabung  80 - 150 kVp, kemudian catat nilai besaran radiasi yang ada.
(3)   Reset bacaan dosimeter, lakukan prosedur (b) diatas dengan menambahkan lembaran filter Al pertama kemudian catat nilai besaran radiasi yang terbaca oleh dosimeter. Lakukan prosedur berulang untuk setiap penambahan 1 mm filter Al hingga total mencapai 6-8 mm.
(4)   Data di tabulasikan dan selanjutnya diplot grafik XY diatas kertas semilog graf, dimana sumbu Y adalah representasi bacaan hasil pengukuran intensitas (mR) dan sumbu X merepresentasikan penambahan ketebalan filter Al.
(g)   Analisis kinerja:
(1)   Nilai HVL ditentukan setelah gambar garis pada semilog graf selesai, yakni dengan menetapkan titik koordinat pada garis yang menunjukan nilai ½ dari total 100%  intensitas bacaan dosimeter, selanjutnya ditarik garis tegak lurus terhadap sumbu Y.
(2)   Bandingkan ukuran nilai HVL pada 100 kVp mengacu pada tabel 3 (contoh: adalah pada nilai HVL 2,7).
Tabel 3. HVL fluoroskopi
Tegangan tabung
HVL minimum dalam mm Al
80
2,3
90
2,5
100
2,7
110
3
120
3,2
130
3,5
140
3,8
150
4,1
(h)   Kriteria dimaksud:
Nilai HVL hasil pengukuran adalah harus sesuai dengan nilai yang dRIekomendasikan. Pada pemakaian tegangan tabung 100 kVp nilai HVL adalah 2,7 (tabel 3). Keadaan bilamana filtrasi tabung sinar-x fluoroskopi pada nilai HVL nya adalah tidak sesuai dengan nilai yang dRIekomendasikan, hal ini akan berakibat pada peningkatan dosis kulit bagi pasien.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi  menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi. Perhitungan dan analisa tindak lanjut tentang estimasi penambahan nilai HVT (Half Value Thickness) adalah dianjurkan bila ada temuan ketidaksesuaian nilai HVL dari tabung sinar-x.
(j)     Form dokumen kendali mutu:
 (lihat form QC-RI-003)
4)      Kesesuaian nilai puncak besaran tegangan tabung fluoroskopi (kVp accuracy)
(a)   Defenisi operasional:
Adalah pengukuran yang dilakukan terhadap besaran tegangan tabung sinar-x yang dipakai pada operasional penyinaran fluoroskopi untuk selanjutnya di periksa tingkat kesesuaian nya dengan besaran tegangan tabung sinar-x yang diplih.
(b)   Tujuan:
Melakukan pengukuran terhadap ketepatan nilai besaran tegangan tabung  sinar-x yakni antara nilai tegangan dipilih (selected kVp) dengan nilai besaran tegangan terukur (measured kVp).
(c)    Frekuensi pengujian:
1 tahun sekali (annually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
(1)   Digital kVp meter
(2)   Pita meteran
(e)   Parameter:
Variasi prosentasi  nilai besaran tegangan tabung (kVp)  
(f)     Prosedur:
(1)   Letakkan sensor detektor  digital kVp meter di atas meja pemeriksaan pada jarak pemotretan yang lazim dipakai ketika fluoroskopi, kemudian batasi lapangan sinar cukup selebar area detektor sebagaimana dRIekomendasikan oleh manual alat ukur tersebut.
(2)   Eksposi dilakukan pada kVp pada 80 kVp dan menggunakan waktu paparan 2 detik. Lakukan 2 x pengukuran atau lebih. Ulangi prosedur yang sama untuk 90, 100, 110 dan 120 kVp, dicatat dan ditabulasi.
(g)   Analisis kinerja:
Hitung nilai rerata dari setiap 3 x pengukuran yang sama. Lakukan penghitungan nilai variance kVp dengan rumus sebagai berikut:
                                                              (kVpmax-kVpmin)
Variasi prosentasi  kVp   =        -------------------  x 100%
   (kVpmax+kVpmin)
(h)   Kriteria dimaksud:
Keakuratan nilai besaran tegangan tabung sinar-x (kVp) adalah di lihat berdasarkan perbedaaan antara nilai pengaturan dengan pengukuran < 5%, variasi yang terjadi melampaui rekomendasi ini dapat menyebabkan fluktuasi kualitas gambar dan dosis pasien.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi  menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-004)
5)      Linieritas arus tabung fluoroskopi (miliampere linierity)
(a)   Defenisi operasional:
Linierity adalah bila terjadi peningkatan yang teratur dalam besaran arus tabung (mA) seharusnya akan  memproduksi peningkatan yang teratur pula dalam besaran paparan radiasi (mR) yang di ukur. Kejadian serupa akan terjadi pula bila terjadi peningkatan yang teratur dalam besaran waktu paparan (s atau ms), selama besaran mA yang dipilih adalah tetap.
Jika kita mengatur 70 kV ,  10 mAs untuk memproduksi eksposi sebesar 50 mR pada dosimeter, maka selanjutnya bila kita mengatur 70 kV  20 mAs untuk alat yang sama seharusnya memproduksi nilai eksposi sebesar 100 mR, dengan syarat bila mA station dan timer sudah terkalibrasi.
mA selektor pada generator sinar-X adalah digunakan untuk mengatur temperatur filamen tabung sinar-X, sepanjang waktu eksposi radiasi terjadi. Dengan demikian maka akurasi nilai mA yang dipilih adalah sama pentingnya dengan akurasi timer eksposi (waktu eksposi).
Pengujian linieratitas arus tabung waktu dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatip (mAs linierity) atau dengan pendekatan kualitatip (mAs konstansi atau disebut sebagai metode resiproksiti))
(b)   Tujuan:
Mengetahui linieritas arus tabung  sinar-x (mA) melalui pengukuran dan analisis hubungan fungsional antara besaran mA dengan besaran mR/mAs pada penerapan teknik teknik eksposi tertentu.
(c)    Frekuensi pengujian:
1 tahun sekali (annually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Parameter:
Prosentase  variasi  linieritas mA
(e)   Alat dan bahan:
(1)   Dosimeter dan probe detektor radiasi.
(2)   Homogeneous phantom.
(3)   Pita meteran.
(f)     Prosedur:
(1)   Letakkan dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi antara phantom dan image intensifier, arah sinar dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x fluoroskopi.
(2)   Lakukan eksposi selama 10 detik pada mA 0,5 kemudian catat bacaan hasil pengukuran kemudian  nilai mR/mAs nya.
(3)   Ulangi prosedur yang sama untuk mA 1 dan 2, catat bacaan hasil pengukuran kemudian  nilai mR/mAs nya untuk setiap mA station yang diuji dan dianalisis.
(g)   Analisis kinerja:
Hitung nilai rerata dari setiap 3 x pengukuran. Lakukan penghitungan nilai variance arus tabung dengan rumus sebagai berikut:
                                                         (mR/mAs max-mR/mAs min)
            Variasi prosentasi  linieritas  mA  (α )      =     ------------------------------------     / 2
                                                                (mR/mAs avg)
(h)   Kriteria dimaksud:
Linieritas arus tabung yang ideal adalah bila hasil pengukuran menunjukan peningkatan secara teratur (gradual) dalam nilai mAs dan memproduksi peningkatan yang teratur pula dalam nilai paparan yang  per arus tabung waktu (mR/mAs) yang di ukur. Ketidak linieran arus tabung sinar-x yang beroperasi dapat diketahui apabila terdapat perbedaan nilai prosentasi variasi linieritas linieritas mA  < 10% atau koefisien linieritas α  < 0,1.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya variabilitas (inkonsistensi) kinerja melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi  menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-005)
6)      Sensor panas tabung fluoroskopi (x-ray tube heat sensor)
(a)   Defenisi operasional:
Tabung sinar-x fluoroskopi bekerja memproduksi sinar-x untuk tujuan pencitraan organ anatomi yang berpotensi untuk bergerak (organ movement) secara real-time. Pengoperasian yang terus menerus menyebabkan akumulasi panas tabung berlebihan dan harus terkendali dengan baik. Peralatan sensor panas tabung sinar-x ini berfungsi sebagai saklar pemutus proses produksi sinar-x jika panas tabung telah melampaui rasio toleransi yang diijinkan pabrik pembuat demi keamanan dan keawetan nya.
(b)   Tujuan:
Melakukan pengujian/pengukuran terhadap kinerja sensor pengukur akumulasi panas  yang terjadi pada tabung  sinar-x fluoroskopi.
(c)    Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannually)  atau mengacu pada rekomendasi pabrikan yang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
(1)   Dosimeter dan probe detektor radiasi
(2)   Homogeneous phantom
(3)   Pita meteran
(e)   Parameter:
Nilai unit panas (heat unit) atau HU
(f)     Prosedur:
(1)   Letakkan dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi antara phantom dan image intensifier (II), arah sinar dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x fluoroskopi.
(2)   Lakukan eksposi selama 30 detik pada maksimum kVp dan maksimum mA fluoroskopi, kemudian catat bacaan hasil pengukuran kemudian  nilai mR/mAs nya. Gunakan stopwatch untuk menentukan durasi waktu eksposi yang dipergunakan dalam fluoroskopi.
(3)   Jika diperlukan, lanjutkan proses pengukuran fluoroskopi sampai dengan mencapai 75% dari maksimum unit panas untuk memastikan sistem alarm
(4)   Pencatatan dosimetri tetap dilakukan baik untuk langkah (2) ataupun (3)
(g)   Analisis kinerja:
(1)   Hitung  nilai unit panas (heat unit) untuk durasi waktu eksposi 30 detik pada maksimum kVp dan maksimum  mA fluoroskopi, kemudian bandingkan dengan nilai yang tercantum dalam spesifikasi pabrikan.
(2)   Pastikan juga bahwa ada kesesuaian jika lampu sensor LED yang menunjukan overheat menyala adalah sesuai dengan indikator prosentasi heat unit pada panel pengendali,
(3)   Jika unit panas tabung telah mencapai 75%, pastikan sistem kerja alarm penanda bahaya berfungsi/tidak
(h)   Kriteria dimaksud:
Nilai unit panas (heat unit) atau HU berdasarkan observasi pada durasi waktu eksposi 30 detik, pada maksimum kVp dan maksimum  mA fluoroskopi, terjadi ketidaksesuaian dibandingkan dengan nilai yang tercantum dalam rekomendasi spesifikasi pabrik adalah mengindikasikan ketidaknormalan fungsi kerja dari peralatan sensor panas.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja sesor panas melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi menyebabkan kerusakan tabung terlebih menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-006)
7)      Kesesuaian kolimator dan berkas sinar-x (collimator and beam alignment)
Untuk uji kendali mutu kolimator pada tabung flioroskopi dapat merujuk pada diskripsi uji kendali mutu kolimator pada tabung sinar-x radiografi sebagaimana Pedoman kendali mutu peralatan radiodiagnostik Kemenkes No.1250/2009.
8)      Kesesuaian dan homogenitas Grid (grid uniformity and alignment)
(a)   Defenisi operasional:
Kesesuaian dimaksud disini adalah kesesuaian (alignment) garis tengah (pusat) Grid dengan pusat berkas sinar dari tabung sinar-x ketika sudut penyinaran  fluoroskopi adalah saling tegak lurus, dan keseragaman (homogenity) dimaksud disini adalah keseragaman distribusi berkas penyinaran fluoroskopi secara merata yang mengenai permukaan input dari system perekam gambar (image receptor).
(b)   Tujuan:
Melakukan pengukuran kesesuaian grid terhadap pusat berkas sinar-x unit fluoroskopi dan tingkat homogenitas distribusi densitas film/ tingkat kontras gambar pada display monitor.
(c)    Frekuensi pengujian:
1 tahun sekali (annually) atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
(1)   Grid alignment test tools
(2)   Homogenous phantom
(3)   Densitometer
(4)   Pita meteran, dan pita perekat
(e)   Parameter:
Kesesuaian (alignment) Grid dan keseragaman (homogeneity) tayangan (display) citra fluoroskopi
(f)     Prosedur:
(1)   Lekatkan dengan pita perekat Grid alingment test tools pada posisi bagian atas/dibawah image intensifier, dengan menyertakan homogenous phantom dalam proses  pengujian dengan penyinaran.
(2)   Arah sinar dipusatkan menuju titik pertengahan lubang yang paling tengah, dan untuk setiap pengambilan gambar, gunakan teknik pengambilan gambar spot film sinar-x dari fasilitas fluoroskopi unit.
(g)   Analisis kinerja:
(1)   Kesesuaian posisi grid terhadap pusat berkas sinar-x fluoroskopi dapat diketahui dengan mengindentifikasi densitas optis pada gambar lubang bagian tengah  alat dan membandingkan dengan pasangan densitas optis di sisi kanan-kiri  gambar lubang bagian tengah  alat
(2)   Nilai densitas optis pada gambar lubang bagian tengah  alat harus yang tertinggi diantara gambaran pasangan lubang lainnya, dan secara simetrik densitas optis hendaknya teridentifikasi pada setiap pasangan gambaran lubang yang di ukur.
(h)   Kriteria dimaksud:
Kesesuaian grid terhadap pusat berkas sinar-x fluoroskopi dan keseragaman distribusi sinar-x pada media perekam gambar terindentifikasi jika densitas optis pada gambar lubang bagian tengah  alat ukur adalah yang tertinggi, dan secara bertahap dan simetris mengalami penurunan densitas optis pada setiap pasangan gambar lubang di sisi kanan-kiri  dari densitas optis lubang pertengahan dari alat ukur.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja Grid atau ketidakseragaman distribusi densitas optis pada layar monitor melampaui batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi menyebabkan kerusakan tabung terlebih menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-007)
9)      Sistem penyesuai tingkat kecerahan gambar otomatis (Automatic Brigthness Stabilization system)
(a)   Defenisi operasional:
System ABS  dimaksud disini adalah piranti elektronik dan rangkaiannya yang berfungsi melakukan penyetabilan secara otomatis kesesuaian tingkat kecerahan layar monitor agar supaya output visualisasi gambar  analog dapat di observasi secara jelas.
(b)   Tujuan:
Melakukan pengujian kinerja fasilitas ABS dalam hubungannya dengan pilihan parameter teknis (kVp, mA, dan pulse width) secara otomatis untuk setiap perubahan ketebalan obyek pemeriksaan.
(c)    Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan
(1)   Dosimeter dan probe
(2)   Homogenous phantom dengan variasi ketebalan yang dapat dipilih acrylic plastic (lucite)
(e)   Parameter:
Kemampuan otomatisasi tingkat kecerahan gambar pada layar monitor (ABS) dengan nilai dosimetry karena pemilihan nilai-nilai parameter teknis (kVp, mA, dan pulse width)
(f)     Prosedur
(1)   Letakkan dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi antara phantom dan image intensifier, arah sinar dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x fluoroskopi. Gunakan phantom acrylic plastic (lucite) denganketebalan 7,5 cm untuk mensimulasikan atenuasi radiasi.
(2)   Lakukan eksposi penyinaran selama 10 detik, kemudian catat bacaan nilai paparan yang terbaca pada layar dosimeter.
(3)   Tambahkan 7,5 cm ketebalan phantom hingga total ketebalan menjadi 15 cm, kemudian lakukan pengukuran kembali sebagaimana prosedur (1) dan (2).
(g)   Analisis kinerja:
Fungsi Sistem ABS di identifikasi dengan cara mencatat nilai besaran paparan radiasi dari bacaan dosimeter pada prosedur (2). Selanjutnya lakukan metode yang sama untuk pecatatan bacaan dosimeter setelah prosedur (3) diaplikasikan.Kalkulasi nilai perbedaan hasil dosimetri dari kedua prosedur untuk mengetahui nilai pertambahan   dosis yang terjadi sebagai akibat adanya penambahan tingkat ketebalan obyek simulasi atenuasi radiasi.
(h)   Kriteria dimaksud:
Sistem ABS dinyatakan berfungsi dengan baik bila, nilai besaran paparan radiasi dari bacaan dosimeter pada prosedur (3) seharusnya adalah 2 kali lipat dari bacaan dosimeter ketika 7,5 cm ketebalan obyek simulasi atenuasi phantom digunakan.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yakni jika tingkat kecerahan post prosedur (3) tidak 2 kali lipat dari post prosedur (2) secara otomatik, maka ketidakberfungsian system ABS adalah tidak sesuai lagi dengan batasan nilai kriteria dimaksud dan berpotensi menyebabkan buruknya kualitas tampilan gambar pada layar monitor sehingga menggangu kualitas informasi diagnosa dan dosis radiasi. Laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-008)
10)  Sitem kontrol penguat sinyal otomatik (Automatic Gain Control system)
(a)   Defenisi operasional:
Beberapa sistem fluoroskopi ada yang dilengkapi dengan system kontrol penguat sinyal otomatik. Sistem ini hanya beroperasi untuk melakukan penyesuaian gain signal dari sistem video secara otomatis dan tidak berhubungan langsung dengan faktor-faktor teknis sebagaimana pada pengujian ABS.
(b)   Tujuan:
Pengujian ini adalah untuk mengetahui kinerja fasilitas AGC pada layar monitor dalam menjaga kosistensi dari tingkat kecerahan gambar (brightness) secara otomatis dari waktu ke waktu.
(c)    Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan
(1)   Dosimeter dan probe
(2)   Homogenous phantom dengan variasi ketebalan yang dapat dipilih, contoh : acrylic plastic (lucite)
(e)   Parameter:
Kemampuan otomatisasi menjaga tingkat kestabilan signal (gain) secara konsisten sehingga tidak mempengaruhi kecerahan visualisasi gambar pada layar monitor.
(f)     Prosedur:
(1)   Letakkan dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi antara phantom (ketebalan 7,5 cm) dan image intensifier, arah sinar dipusatkan menuju pertengahan bidang sinar-x fluoroskopi. Pemakaian phantom acrylic plastic (lucite) adalah untuk mensimulasikan atenuasi radiasi.
(2)   Lakukan eksposi penyinaran selama 10 detik, kemudaian perhatikan brightness gambar pada layar monitor.
(3)   Lakukan pengukuran kembali pada ketebalan phantom 15 cm, dan catat bacaan dosimeter termasuk brightness gambar.
(g)   Analisis kinerja:
Fungsi Sistem AGC di identifikasi dengan cara mencatat nilai besaran paparan radiasi dari bacaan dosimeter pada prosedur (1 s.d. 3).  Catat kemungkinan-kemungkinan adanya variabilitas nilai hasil dosimetri dan secara simultan lakukan observasi terhadap kemungkinan terjadinya perubahan tingkat kecerahan gambar pada monitor untuk memastikan ada tidaknya fluktuasi signal video.
(h)   Kriteria dimaksud:
Sistem AGC dinyatakan berfungsi dengan baik bila, meskipun nilai bacaan radiasi dari dosimeter adalah tidak sama namun kondisi kecerahan gambar seharusnya adalah konsisten karena fungsi-fungsi AGC menyesuaikan kebutuhan sinyal (gain) untuk visualisasi video sistem.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja system AGC yang ditunjukan dengan adanya ketidakstabilan signal (gain instability) pada layar monitor melampaui batas toleransi yang bisa diterima oleh observer hal ini berpotensi mengganggu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-008)
11)  Laju paparan maksimum (maximum exposure rate)
(a)   Defenisi operasional:
Laju paparan maksimum adalah merupakan kemungkinan nilai laju eksposi yang dapat terjadi baik sistem fluoroskopi dengan posisi image intensifier berada di atas atau dengan meja pemeriksaan.
(b)   Tujuan:
Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui laju eksposi dengan metoda pengukuran dosis yakni pengukuran air-kerma (KERMA adalah singkatan dari kinetic energy released in matter; dan di ukur di udara) dalam satuan besaran rad atau satuan besaran SI gray (Gy), baik untuk  semua jenis fluoroskopi unit, spot film camera pada fotofluorografi, dan frame filmings pada sinefluorografi.  
(c)    Frekuensi pengujian:
1 tahun sekali (annually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
(1)   Dosimeter dan probe
(2)   2 lembar plat Pb ketebalan 3 mm spot film camera pada fotofluorografi
(e)   Parameter:
(1)   Laju paparan (air-kerma) untuk unit fluoroskopi
(2)   kerma masuk pada image internsifier untuk spot film camera pada fotofluorografi
(3)   Maksimum laju paparan masuk untuk multifield image intersifier dan High Level Control (HLC) fluoroskopi
(f)     Prosedur
(1)   Letakkan dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi diatas 2 lapis lembaran Pb 3 mm di atas meja pemeriksaan dan di depan permukaan input image intensifier. Untuk unit fluoroskopi dengan posisi image intensifier dibawah meja, sebaiknya probe detektor radiasi ditempatkan setinggi 30 cm dari meja pemeriksan.
(2)   Lakukan eksposi penyinaran selama 30 detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang tersedia pada alat. Kemudian catat bacaan dosimeter dalam satuan Roentgens (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk mendapatkan nilai Roentgen per menit (C/kg/min).
(g)   Analisis kinerja:
Bandingkan nilai dosis hasil pengukuran masing-masing parameter ukur yang telah di ukur dengan nilai batasan bacaan dosis menurut panduan dosis yang dianjurkan dan berlaku.
(h)   Kriteria kinerja:
(1)   Semua jenis unit fluoroskopi: laju air-kerma < 5 cGy/min atau < 5 rad/min
(2)   Untuk spot film camera pada fotofluorografi: kerma masuk pada image internsifier (maksimum kVp dan mA)   < 0,0003 cGy (0,3 rad)/eksposi.
(3)   Untuk frame filmings pada cinefluorografi  : kerma masuk pada image internsifier (maksimum kVp dan mA)   < 0,3 µGy (0,03 rad)/frame.
(4)   Untuk multifield image intensifier dan High Level Control (HLC) fluoroskopi: batasan maksimum laju paparan masuk adalah 20 R/menit khususnya bila proses penggambaran fluoroskopi menyertakan peralatan rekaman gambar. 
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian laju paparan radiasi yang di ukur pada masing-masing parameter terhadap referensi tingkatan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud (laju air-kerma - fluoroskopi; kerma masuk pada permukaan II - spot film camera pada fotofluorografi; maksimum laju paparan masuk - multifield image intersifier dan High Level Control (HLC) fluoroskopi), dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan terlebih dosis masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-009)
12)  Standar laju paparan masuk (standard entrance exposure rates)
(a)   Defenisi operasional:
Standar laju paparan masuk adalah besarnya nilai paparan yang masuk atau mengenai permukaan input dari Image Intensifier.
(b)   Tujuan:
Pengujian/pengukuran nilai standar laju paparan masuk ini adalah untuk mengetahui kesesuaian besaran laju paparan radiasi masuk dengan kejadian kualitas gambar fluoroskopi.
(c)    Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannually)  atau mengacu pada tingkat panduan dosis yang dianjurkan berdasarkan peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
1)      Dosimeter dan probe
2)      2 lembar plat Pb ketebalan 3 mm
(e)   Parameter:
Standar laju paparan masuk
(f)     Prosedur:
1)      Letakkan dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi diatas 2 lapis lembaran Pb 3 mm di atas meja pemeriksaan dan di depan permukaan input image intensifier. Untuk unit fluoroskopi dengan posisi image intensifier dibawah meja, sebaiknya probe detektor radiasi ditempatkan setinggi 30 cm dari meja pemeriksan.
2)      Lakukan eksposi penyinaran selama 30 detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang tersedia pada alat.
3)      Hasil bacaan dosimeter dalam satuan Roentgen (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk mendapatkan nilai Roentgen per menit (C/kg/min). Nilai equivalent air kerma yang  direkomendasikan adalah 8,7 – 26 mGy/min (0,87-2,6 rad/menit). Nilai paparan air kerma dapat meningkat 1,5-2 kali lebih tinggi bila dalam eksposi melibatkan penggunaan grid scatter.
(g)   Analisis kinerja:
Bandingkan nilai dosis hasil pengukuran masing-masing parameter yang telah diukur dengan nilai batasan bacaan dosis menurut panduan dosis yang dianjurkan dan berlaku. Adapun analisis sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1)   Photofluorospot camera : laju paparan masuk sebaiknya di monitor dengan homogeneus phantom dengan eksposi pada rentang 50-200 µR per gambar (13-52 nC/kg per gambar)
(2)   Cine film exposure : minimum laju paparan masuk sebaiknya eksposi pada 15 µR per frame (4 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 23 cm;  dan 35 µR per frame (9 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 15 cm
(h)   Kriteria dimaksud:
Standar laju paparan masuk sebaiknya konstan untuk setiap ruangan dari waktu ke waktu, jika dibandingkan antar ruangan variasi yang diperkenankan adalah ± 25%
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian standar laju paparan masuk yang diukur pada masing-masing parameter terhadap tingkat panduan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan terlebih dosis masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-010)
13)  Resolusi kontras tinggi (High Contras Resolution)
(a)   Defenisi operasional:
Resolusi kontras tinggi adalah kemampuan sistem fluoroskopi untuk menampilkan obyek-obyek yang kecil, halus/tipis, daerah-daerah hitam dan putih dengan baik dan jelas.
(b)   Tujuan:
Pengujian ini adalah untuk mengevaluasi resolusi spatial gambar yang diperoleh dari pengoperasian peralatan fluoroskopi.
(c)    Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
Coper mass pattern dengan ukuran lubang per inch 16, 20,24, 30, 35, 40, 50 dan 60.
(e)   Parameter:
Standar laju paparan masuk
(f)     Prosedur:
1)      Letakkan dan plester alat uji di atas petengahan image intensifier, kemudian pilih nilai kVp terendah.
2)      Lakukan eksposi penyinaran selama 30 detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang tersedia pada alat.
3)      Hasil bacaan dosimeter dalam satuan Roentgen (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk mendapatkan nilai Roentgen per menit (C/kg/min). Nilai equivalent air kerma yang  di rekomendasikan adalah 8,7 – 26 mGy/min (0,87-2,6 rad/menit). Nilai paparan air kerma dapat meningkat 1,5-2 kali lebih tinggi bila dalam eksposi melibatkan penggunaan grid scatter.
(g)   Analisis kinerja
Bandingkan nilai dosis hasil pengukuran masing-masing parameter yang telah di ukur dengan nilai batasan bacaan dosis menurut panduan dosis yang dianjurkan dan berlaku. Adapun analisis sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1)   Photofluorospot camera: laju paparan masuk sebaiknya di monitor dengan homogenous phantom dengan eksposi pada rentang 50-200 µR per gambar (13-52 nC/kg per gambar)
(2)   Cine film exposure: minimum laju paparan masuk sebaiknya pada 15 µR per frame (4 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image internsifier dengan diameter 23 cm;  dan 35 µR per frame (9 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 15 cm
(h)   Kriteria dimaksud:
Standar laju paparan masuk sebaiknya konstan untuk setiap ruangan dari waktu ke waktu, jika dibandingkan antar ruangan variasi yang diperkenankan adalah ± 25%
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian standar laju paparan masuk yang di ukur pada masing-masing parameter terhadap tingkat panduan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan terlebih dosis masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-011)
14)  Resolusi kontras-rendah (Low-Contrast Resolution)
(a)   Defenisi operasional:
Resolusi kontras-rendah adalah kemampuan sistem fluoroskopi untuk menampilkan obyek-obyek yang relatif besar dan sedikit perbedaanya secara radiolusen terhadap area sekitar.
(b)   Tujuan:
Pengujian ini adalah untuk mengevaluasi resolusi spatial gambar yang diperoleh dari pengoperasian peralatan fluoroskopi.
(c)    Frekuensi pengujian:
6 bulan sekali (semiannually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan:
(1)   Dosimeter dan probe
(2)   2 lembar plat Pb ketebalan 3 mm
(e)   Parameter:
Variasi prosentasi  nilai besaran tegangan tabung (kVp)  
(f)     Prosedur:
(1)   Letakkan dosimeter berikut probe detektor radiasinya pada posisi diatas 2 lapis lembaran Pb 3 mm di atas meja pemeriksaan dan di depan permukaan input image intensifier. Untuk unit fluoroskopi dengan posisi image intensifier dengan meja, sebaiknya probe detektor radiasi ditempatkan setinggi 30 cm dari meja pemeriksan.
(2)   Lakukan eksposi penyinaran selama 30 detik, menggunakan kVp maksimum dan mA yang tersedia pada alat.
(3)   Hasil bacaan dosimeter dalam satuan Roentgens (C/kg) dikalikan dengan 2 untuk mendapatkan nilai Roentgen per menit (C/kg/min). Nilai ekuivalen air kerma yang  direkomendasikan adalah 8,7 – 26 mGy/min (0,87-2,6 rad/menit). Nilai paparan air kerma dapat meningkat 1,5-2 kali lebih tinggi bila dalam eksposi melibatkan penggunaan grid scatter.
(g)   Analisis kinerja:
Bandingkan nilai dosis hasil pengukuran dengan nilai batasan standar laju paparan masuk sebagai berikut:
(1)   Photofluorospot camera: laju paparan masuk sebaiknya dimonitor dengan homogenous phantom dengan eksposi pada rentang 50-200 µR per gambar (13-52 nC/kg per gambar)
(2)   Cine film exposure: minimum laju paparan masuksebaiknya eksposi pada 15 µR per frame (4 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 23 cm;  dan 35 µR per frame (9 nC/kg per frame) berlaku untuk mode pemakaian image intensifier dengan diameter 15 cm
(h)   Kriteria dimaksud
Standar laju paparan masuk sebaiknya konstan untuk setiap ruangan dari waktu ke waktu,  jika dibandingkan antar ruangan variasi yang diperkenankan adalah ± 25%
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian standar laju paparan masuk yang di ukur pada masing-masing parameter terhadap tingkat panduan dosis sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa dan terlebih dosis masuk yang membahayakan pasien, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-012)
b.      Kendali mutu unit fluoroskopi RI digital:
Prinsip pengujian kendali mutu peralatan sinar-x untuk unit fluoroskopi RI digital pada dasarnya tidak berbeda  dengan peralatan sinar-x unit fluoroskopi RI konvensional, yakni pada pengujian parameter nomor 1) s.d. 13). Namun demikian uji kendali mutu bagi fluoroskopi RI digital perlu di pastikan beberapa tambahan pengujian parameter-parameter tertentu terhadap system layar monitor elektronik, kamera multi format, kamera laser, serta alat perekam data analog dan digital, sebagai berikut:
1)      Layar monitor elektronik (Electronic Display Devices)
(a)   Defenisi operasional:
Layar monitor elektronik adalah alat penayang keluaran (display device) citra visual yang mempresentasikan informasi output gambar ketika informasi input gambar adalah berupa signal elektrik.
(b)   Tujuan:
Melakukan pengujian terhadap performa optimum  peralatan display elektronik untuk semua jenis pencitraan digital.
(c)    Frekuensi pengujian:
1 bulan sekali (monthly)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan
1)      SMPTE test pattern  atau
2)      AAPM TG18-QC test pattern
(e)   Parameter:
1)      Nilai Pendaran;
2)      Homogenitas pendaran;
3)      Distorsi parsial;
4)      Resolusi spatial;
5)      Resolusi kontras rendah;
6)      Homogenitas skala abu-abu;
7)      Artefak layar monitor;
8)      Rasio kontras;
(f)     Prosedur:
1)      Hidupkan monitor CRT pada posisi pengoperasian normal, biarkan dalam konsidi hidup selama 30 detik untuk warm up.
2)      Periksa bagian depan layar monitor dari kemungkinan adanya layar yang kotor, jika kotor segera dibersihkan mengikuti instruksi manual pabrik.
3)      Reduksi semua kemungkinan terjadinya refleksi bayangan monitor lain atau efek refleksi cahaya pada permukaan monitor yang akan diuji.
4)      Lakukan assessment secara cermat parameter-parameter kualitas gambar (luminicense; luminicense uniformity; spatial distortion; spatial resolution; low contrast resolution; gray scale uniformity; display artifact; dan contrast ratio) ketika mengobservasi gambar SMPTE test pattern  atau AAPM TG18-QC test pattern
        Gambar 4. SMPTE Test
(g)   Analisis kinerja:
Bandingkan nilai hasil pengukuran parameter-parameter dengan nilai batasan sesuai spesifikasi standar yang dRIekomendasikanpada SMPTE sebagai berikut:
(1)   Nilai Pendaran; nilai hasil pengukuran pada bagian tengah layar monitor  (CRT) dengan photometer harus memenuhi kriteria luminicense > 170 nit (50 foot-lamberts), sementara untuk LCD monitor kriteria luminicensi > 100 nit (30 foot-lamberts). Jika luminicense tidak melampau batas yang di rekomendasikan, maka brightnes control pada monitor  masih dapat diatur.
(2)   Homogenitas pendaran; pengukuran dengan photometer untuk khususnya mengukur luminicense high contrast resolution patch di bagian tengah dan di keempat sudut  dari display monitor.  bagian tengah monitor. Kelima hasil bacaan pengukuran luminicense sebaiknya perbedaannya antara satu dengan yang lain berkisar  20%.
(3)   Distorsi parsial; Perhatikan gambar kotak-kotak hitam pattern pada layar monitor. Semua nya harus terlihat sebagai gambar kotak yang sempurna pada seluruh permukaan layar. Sebuah mistar plastik dapat dipakai untuk mengukur lebar dan ketinggian setiap gambar kotak. Semua harus diukur pada masing-masing kuadaran termasuk bagian tengah dari monitor. Perbedaan antara ukuran panjang yang seharusnya dengan hasil ukur yang ada tidak melampaui 2 % perbedaan untuk monitor utama, dan 5% perbedaan untuk antar monitor tambahan.
(4)   Resolusi spatial; Perhatikan gambar kontras tinggi yang terlihat dalam lingkaran (seperti: teks putih diatas latar hitam), dan verifikasi bahwa semua terlihat dengan baik. Atur monitor control agar semua terlihat jelas.
(5)   Resolusikontras rendah; Verifikasi bahwa 5 % perbedaan kontras adalah dapat diperoleh atau visibel  terlihat  bagi 100% video-white square  dan 0% bagi video-black square
(6)   Homogenitas skala abu-abu; Verifikasi bahwa latar belakang skala kelabu (gray scale) pada gambar SMPTE test pattern adalah berwarna seragam kelabu pada seluruh permukaan display monitor.
(7)   Artefak layar monitor; Verifikasi bahwa display tidak menampakkan adanya tanda gambaran-gambaran percikan, garis, atau bayangan-bayangan celah hitam atau cerah, juga perhatikan ada tidaknya gambar titik kecil hitam pada layar yang mana menunjukkan ketidak berfungsian pixel gambar.
(8)   Rasio kontras; Gunakan photometer untuk mengukur luminicese tingkat kehitaman minimum (Lmin) dan tingkat kecerahan maksimum (Lmax) yang terjadai pada layar monitor. Perhitungan rasio kontras adalah sebagai berikut:
Lmax
Lmin
Nilai rasio kontras sebaiknya > 250
(h)   Kriteria dimaksud:
(1)   Pendaran  Monitor CRT > 170 nit (50 foot-lamberts), untuk pendaran LCD monitor > 100 nit (30 foot-lamberts)
(2)   Homogenitas pendaran; pendaran high contrast resolution pacth di bagian tengah dan di keempat sudut  dari display monitor (kelima hasil bacaan pengukuran) sebaiknya perbedaannya antara satu dengan yang lain berkisar  20%.
(3)   Distorsi spasial; Perbedaan antara ukuran panjang yang seharusnya dengan hasil ukur tidak melampaui 2 % perbedaan untuk monitor utama, dan 5% perbedaan untuk antar monitor tambahan.
(4)   Resolusi spatial; gambar kontras tinggi yang terlihat dalam lingkaran (seperti: teks putih diatas latar hitam),  di verifikasi bahwa semua terlihat dengan baik dan jelas.
(5)   Resolusi kontras rendah; Verifikasi 5 % perbedaan kontras adalah dapat diperoleh atau terlihat, 100% untuk video-white square  dan 0% untuk video-black square
(6)   Homogenitas skala abu-abu; Verifikasi terhadap latar belakang skala kelabu (gray scale) pada gambar SMPTE test pattern adalah berwarna seragam kelabu pada seluruh permukaan display monitor.
(7)   Artefak pada layar monitor; tidak menampakkan adanya tanda gambaran-gambaran percikan, garis, atau bayangan-bayangan celah hitam atau cerah dan tidak gambar titik kecil hitam pada layar yang mana menunjukan ketidakberfungsian pixel gambar.
(8)   Rasio kontras; rasio kontras pendaran (luminicense) pada tingkat kehitaman minimum (Lmin) dan tingkat kecerahan maksimum (Lmax) yang terjadai pada layar monitor > 250
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian ke-8 parameter-parameter imejing terhadap rekomendasi SMPTE sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-013)
2)      Kamera multi format
(a)   Defenisi operasional:
Kamera multi format adalah peralatan elektronik yang berfungsi sebagai media yang mentransfer citra untuk tercetak pada film atau media perekam gambar lainnya. Media ini mampu memformat/membagi gambar sampai dengan sejumlah 25 gambar secara terpisah.
(b)   Tujuan:
Melakukan evaluasi terhadap performa kamera multi format.
(c)    Frekuensi pengujian:
1 hari sekali (daily)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan
1)      SMPTE test pattern
2)      Digital Densitometer
(e)   Parameter:
1)      Densitas optis daerah: 40% patch  (mid density atau speen indicator )
2)      Densitas optis daerah: 10% dan 70% patch  (contrast indicator)
3)      Densitas optis daerah: 90% patch: nilai base+fog ( 0,1±0,25)
(f)     Prosedur
1)      Dengan gambar SMPTE pattern pad layar monitor CRT, brightness, contrast, dan waktu eksposi sebaiknya diatur pada tingkat yang optimum. Hardcopy gambar tersebut sebaiknya di cetak untuk dipakai dalam evaluasi parameter resolusi dan contrast gray scale.
2)      Pengaturan-pengaturan brightness, contrast, waktu eksposi sebaiknya turut terekam dalam film yang dicetak untuk kebutuhan data pada masa akan datang sebagai referensi.
3)      Sebuah densitometer adalah diperlukan dan digunakan untuk mengukur densitas optis pada daerah-daerah 40% patch, 10% dan 70% patch  dan 90% patch
(g)   Analisa kinerja:
Setiap film SMPTE pattern yang di cetak sebaiknya selalu dibandingkan dengan nilai standar variasi hasil pengukuran parameter-parameter mid density atau speen indicator; contrast indicator;  dan nilai base+fog yang ada dengan nilai batasan sesuai spesifikasi yang direkomendasikan.
(h)   Kriteria dimaksud:
1)      40% patch : nilai ini menentukan tingkat mid density atau speen indicator yang mana sebaiknya mendekati nilai 1,15
2)      10% dan 70% patch : selisih nilai densitas optis pada kedua area ini adalah dihitung guna mengetahui contrast indicator. Nilai contrast indicator sebaiknya adalah 1,2
3)      90% patch: nilai ini adalah sedikit di atas nilai base+fog, dan sebaiknya nilai ini sekitar 0,1±0,25
i)        Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian parameter-parameter densitas optis terhadap rekomendasi SMPTE sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(i)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-014)
3)      Kamera laser
(a)   Defenisi operasional:
Kamera laser lazim disebut dengan laser imager adalah media yang digunakan untuk mencetak gambar pada media perekam gambar (hard copy image) baik gambar dari CT, MRI, CR dan DSA.
(b)   Tujuan:
Melakukan evaluasi terhadap performa kamera laser.
(c)    Frekuensi pengujian
1 hari sekali (daily)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan
1)      SMPTE test pattern
2)      Digital Densitometer
(e)   Parameter:
1)      Densitas optis daerah: 40% patch  (mid density atau speen indicator )
2)      Densitas optis daerah: 10% dan 70% patch  (contrast indicator)
3)      Densitas optis daerah: 90% patch: nilai base+fog ( 0,1±0,25)
(f)     Prosedur
1)      Pada dasarnya perosedur pengujian dan evaluasi performa bagi laser cameras adalah tidak berbeda dengan pengujian performa multi format camera.
2)      Dengan multi format generator, gunakan untuk memproduksi gambar SMPTE pattern pada layar monitor CRT
3)      Hard-copy images sebaiknya dibuat dan dianalisa dengan cara dan metode sebagaimana apa yang diterapkan pada pengujian performa multi format camera.
4)      Jika pemproses film otomatik juga terhubung dengan sistem yang diuji, maka alat ini (laser camera) sebaiknya dievaluasi dan diperbaiki dengan cara yang sama dengan apa yang dikerjakan terhadap film processor standard.
(g)   Analisa kinerja:
Setiap film SMPTE pattern yang di cetak sebaiknya selalu dibandingkan dengan nilai standar variasi hasil pengukuran parameter-parameter mid density atau speen indicator; contrast indicator;  dan nilai base+fog yang ada dengan nilai batasan sesuai spesifikasi yang direkomendasikan.
(h)   Kriteria dimaksud:
1)      40% patch : nilai ini menetukan tingkat mid density atau speen indicator yang mana sebaiknya mendekati nilai 1,15
2)      10% dan 70% patch : selisih nilai densitas optis pada kedua area ini adalah dihitung guna mengetahui contrast indicator. Nilai contrast indicator sebaiknya adalah 1,2
3)      90% patch: nilai ini adalah sedikit di atas nilai base+fog, dan sebaiknya nilai ini sekitar 0,1±0,25
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian parameter-parameter densitas optis terhadap rekomendasi SMPTE sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-015)
4)      Alat perekam data analog dan digital
(a)   Defenisi operasional:
Alat perekam data pita video analog adalah alat perekam yang menggunakan kamera video dan menghasilkan data video dan audio.
Alat perekam data digital  atau video disc adalah alat perekam yang menggunakan kamera video dan menghasilkan data video dan audio berbasis digital.
(b)   Tujuan:
Melakukan evaluasi terhadap performa sistem perekam gambar analog video recorder dan video disk.
(c)    Frekuensi pengujian
6 bulan sekali (semiannually)  atau mengacu pada rekomendasi peraturan yang sedang berlaku.
(d)   Alat dan bahan
1)      SMPTE test pattern
2)      Digital Densitometer
(e)   Parameter:
1)      Densitas optis daerah: 10% patch  (nilai distorsi)
2)      Nilai Skala kontras dan skala abu-abu
(f)     Prosedur
1)      Pada dasarnya prosedur pengujian dan evaluasi performa bagi laser cameras adalah tidak berbeda dengan pengujian performa multi format camera.
2)      Dengan multi format generator, gunakan untuk memproduksi gambar SMPTE pattern pada layar monitor CRT
(g)   Analisa kinerja:
Setiap film SMPTE pattern yang di cetak sebaiknya selalu dibandingkan secara kualitatip gambaran distorsi termasuk skala kontras dan skala abu-abu yang terjadi dengan nilai kelayakan standar nya sesuai spesifikasi yang direkomendasikan.
(h)   Kriteria dimaksud:
1)      Daerah 10% patch: semua gambar pada presentasi ini sebaiknya terlihat, dengan nilai distorsi yang minimal.
2)      Skala kontras dan skala abu-abu dalam gambar yang direkam sebaiknya adalah sama dengan gambar aslinya.
(i)     Tindak lanjut:
Jika temuan hasil uji kendalimutu peralatan menunjukan adanya ketidaksesuaian kinerja yang ditunjukan dengan ketidaksesuaian parameter-parameter distorsi, skala kontras dan skala abu-abu terhadap rekomendasi SMPTE sebagaimana tersebut dalam nilai kriteria dimaksud, dan berpotensi menyebabkan menggangu kualitas informasi diagnosa, laporan untuk tindakan pencegahan harus di tindak lanjuti ke pada servis engineers dengan Fisikawan Medik dan atau petugas yang kompeten dibawah supervisi penanggungjawab menejemen Radiologi.
(j)     Form  dokumen kendali mutu:
(lihat from QC-RI-016)
Daftar pustaka:
1.      Papp J. , Quality management in the imaging science, 2nd ed, St. Louis, 2006, Mosby.
2.      Shepard SJ., et.al, AAPM Report No. 74: Quality Control in Diagnostic Radiology, 2002, Med Physc Pub.
3.      M. Siedband M., et.al, AAPM Report No. 12: Evaluation of Radiation exposure in Cine cardiac chateterization laboratorie, 1981, NY, Med Physc Pub.
4.      Betler S., et.al, AAPM Report No.4: Basic Quality Control in Diagnostic Radiology, 1984, NY, Med Physc Pub.
5.      Faulkner K. dan Moores B.M., An assessment of the radiation dose received by staff using fluoroscopic equipment, 1982, British Journal of Radiology, 55, 272-276
6.      Egbe N.O., et.al.,  Studies on the status of light beam diaphragms in Calabar: effects and implication on radiation protection, 2003, West African journal of Radiology Vol. 10 No.1
7.      Oluwafisoye, et.al.,  Assessment of Equipment used in Diagnostic Radiology, 2010,  IJRRAS 3 (2)
8.      Guidelines for Establishing a Quality Assurance
9.      Society of Interventional Radiology Standards of Practice Committee, Program in Vascular and Interventional Radiology, revised ed., 2003, J Vasc Interv Radiol; 14:S203–S207
10.  Cowen AR. et.al., A set of X-ray test objects for image quality control in digital subtraction fluorography. I: design considerations, 1987, The British Journal of Radiology, 60, 1001-100.
11.  Luz E. et.al., The relevance of quality control in services of hemodynamics and interventional cardiology, 2007, Radiol Bras, 40(1):27-32
12.  Lyra E M. et.al, Presentation of Digital Radiographic Systems and the Quality Control Procedures that Currently Followed by Various Organizations Worldwide, 2010, Recent Patents on Medical Imaging, 2010, 2, 5-21 5
13.  Zoetelief J. et.al., Quality Control of equipment used in in digital and intervensional radiology, Radiation Protection Dosimetry, 2006, Vol. 117, No. 1–3, pp. 277–282

1 comment:

  1. selamat pagi babeh edi ... kalau grid uniformity cara evaluasinya bagaimana ya ? itu yang QC-RI-007 di peraturan apa ya .? kok saya cari gag ada ... mohon dijawab . terimakasih sebelumnya..

    ReplyDelete