IMAGE RECONSTRUCTION
PRINSIP
DASAR
Prinsip dasar berhubungan dengan
proses rekonstruksi gambaran termasuk algoritma, transformasi Fourier,
konvolusi dan interpolasi. Urutan dari kejadian setelah sinyal meninggalkan
detektor-detektor CT ditunjukkan di Gbr 6-1.
Algoritma
Algoritma kini umum dalam radiologi karena komputer
digunakan dalam pembuatan imaging
dan aplikasi non imaging. Kata algoritma
berasal dari nama sarjana dari Persia,
Abu Ja'far Mohammed ibn Musa Alkowarizmi, yaitu buku teks arithmatics (c.825 CE) yang
signifikan dengan proses matematika selama bertahun-tahun (Knuth, 1977).
Menurut Knuth, satu algoritma adalah "suatu aturan atau arah agar menjadi suatu keluaran
yang spesifik dari suatu masukan yang spesifik. Fitur pembeda dari suatu algoritma adalah bahwa/ karena
semua ketidakjelasan harus dihapuskan; aturan-aturan itu harus menguraikan
operasi yang sangat sederhana dan digambarkan
dengan baik, mereka dapat dieksekusi oleh suatu mesin. Lebih lanjut, algoritma harus selalu menjadi akhir dari
sejumlah langkah.
Detektor CT
Gambar.6-1. Urutan kejadian setelah sinyal meninggalkan detektor.
Rekonstruksi algoritma suatu gambar yang berhubungan dengan matematika dari suatu
proses CT.
Suatu
pemecahan untuk permasalahan matematik di dalam tomography (CT) perlu dihitung
dengan menggunakan program komputer, atau rekonstruksi gambar.
Transformasi Fourier
Transformasi
Fourier dikembangkan oleh ahli matematik
Baron Jean-Baptiste-Joseph Fourier pada tahun 1807 dan secara luas digunakan di
dalam ilmu pengetahuan dan rancang-bangun. Transformasi Fourier adalah suatu alat analitik yang bermanfaat
pada matematika, ilmu perbintangan, ilmu
kimia, ilmu fisika, pengobatan, dan radiologi. Di radiologi, Transformasi Fourier itu digunakan
untuk merekonstruksi gambaran-gambaran dari anatomi pasien di CT dan juga di
dalam Magnetik Resonans Imaging (MRI).
Untuk memahami Transformasi Fourier, oleh Bracewell (1989) diperkenalkan satu
analogi dengan tindakan tatap muka. Gelombang suara yang datang lalu masuk
dalam telinga dan dipisahkan menjadi sinyal dan intensitas yang berbeda.
Sinyal-sinyal ini sampai di otak dan diatur kembali agar menghasilkan suatu
persepsi bunyi yang asli. Bracewell menggambarkan Transformasi Fourier seperti "suatu fungsi yang menguraikan amplitudo dan tahap-tahap dari
tiap sinusoid, yang berpasangan dengan suatu frekuensi yang spesifik. (Amplitudo
menguraikan tingginya sinusoid; tahap-tahap specifik titik awal di dalam siklus
sinusoid itu)". Dengan kata lain, Transformasi Fourier itu adalah suatu
fungsi mathematika yatitu dengan mengkonversi suatu sinyal di dalam suatu daerah
menjadi suatu sinyal di daerah
frekuensi.
Transformasi Fourier membagi suatu bentuk
gelombang (sinusoid) ke dalam satu rangkaian fungsi cosinus-sinus dari frekwensi yang berbeda dan
amplitudo-amplitudo. Komponen ini lalu dipisahkan. Pada imaging, ketika suatu
sinar x melewati pasien, satu profil gambaran yang ditandai oleh f(x)
diperoleh. Ini dapat dinyatakan secara matematik dalam wujud Deret Fourier
sebagai berikut :
f(x) = ao/2 + (a1
cos x + b1 sin x) (a2 cos 2x + b2 sin 2x) +
(a3 cos 3x +
b3 sin 3x) + …….. + (an cos nx + bn sin nx)
Nilai-nilai ao, a1, b1, dan seterusnya disebut
dengan koefisien Fourier (Gibson, 1981) dan dapat dengan mudah dihitung.
Penggunaan koefisien Fourier memungkinkan merekonstruksi satu gambaran pada CT.
Konvolusi
Konvolusi
adalah suatu teknik pengolahan citra
yang digital untuk memodifikasi gambaran-gambaran melalui suatu fungsi filter.
"Proses ini melibatkan perkalian
dan memilih respon kurva detektor untuk menghasilkan sepertiga fungsi yang
digunakan untuk rekonstruksi statu image (Berland, 1987).
Interpolasi
Interpolasi
digunakan di CT dalam proses
rekonstruksi gambar dan penentuan irisan di CT spiral/ helical imaging. Interpolasi
adalah suatu teknik matematica untuk memperkirakan fungís statu nilai dari
nilai yang sudah diketahui pada suatu fungsi
tertentu.
"Sebagai
contoh, jika kecepatan dari suatu mesin yang dikendalikan oleh suatu pengungkit
meningkat dari 40 sampai 50 putaran per detik di mana pengungkit itu diturunkan
4 cm, seseorang dapat menyisipkan informasi ini dan berasumsi bahwa dengan menggerakkan
2cm memberi 45 revolutions per detik. Ini adalah metoda yang paling sederhana dari
interpolasi, yang disebut interpolasi linear . Jika nilai-nilai yang dikenal
dari variabel nya, X, satu perkiraan dari suatu nilai yang tak dikenal dari Y
dapat dibuat suatu garis lurus diantara dua nilai paling dekat.
Rumusan matematika untuk interpolasi linear di
mana Y3 adalah nilai yang tak dikenal dari Y (pada X3)
dan Y2 dan Y1 (pada X2 dan X1)
adalah nilai-nilai yang dikenal paling dekat antara interpolasi yang dibuat."
Y3 = Y1
+ ( X3 - X1) ( Y2 -Y1) / ( X2
-X1)
Gambar 6-2. Bagan dari aplikasi
dan prinsip dari teknik rekonstruksi gambar.
REKONSTRUKSI GAMBAR DARI PROYEKSI
Perspektif
Historis
Sejarah
dari teknik rekonstruksi bermuda pada tahun 1917 ketika Radon mengembangkan
pemecahan matematika pada saat
rekonstruksi gambar dari satu set proyeksinya. Ia menerapkan teknik ini
pada masalah gravitasi. Teknik ini kemudian digunakan untuk permasalahan gravitasi. Teknik ini selanjutnya
digunakan untuk memecahkan permasalahan di dalam ilmu perbintangan dan ilmu
optik, tetapi mereka tidak diberlakukan bagi pengobatan hingga tahun 1961 (Gbr. 6-2).
Dalam inisial pekerjaannya, gambaran Hounsfield dianggap sebagai
hasil teknik rekonstruksi yang terpilih. Algoritm khusus (konvolusi teknik back
projection) segera diperkenalkan. Algoritma ini dikembangkan oleh Ramachandran
dan Laksminarayanan (1971) dan yang digunakan kemudiannya oleh Shepp dan Logan
(1974) untuk memperbaiki mutu gambaran dan waktu pemrosesan.
Masalah di CT
Pertimbangkan;
satu obyek, O, yang diwakili oleh satu sistem koordinat x-y (Gbr.6-3)
Distribusi dari semua koefisien atenuasi, µ,diberi oleh µ(x,y), yang bervariasi
antara poin-poin di dalam obyek. Umpamakan suatu berkas sinar-X melalui obyek
sepanjang suatu alur yang lurus (panah), dan intensitassuatu berkas sinar-X
yang dipancarkan mengenai detektor-detektor CT adalah I .Lalu suatu
proyeksi diberi baris integral dari µ(
x,y) :
Detector
I = Ioexp
[-∑ µ(x,y)] (6-1)
Source
Dengan logaritma yang negatif, Persamaan 6-1
dapat dijadikan persamaan integralnya :
I
To
(x) = ln -- (6-2)
Io
Io
Detector
ln --
= ∑ µ(x,y) (6-3)
I Source
di mana Tθ (x) adalah
transmisi sinar x pada sudut θ, yang adalah pengukuran dari penyerapan total
sepanjang garis lurus di Gbr.6-3. T
θ (x) dikenal sebagai jumlah sinar, yang adalah integral dari µ(x,y)
sepanjang sinar.
Masalah computasi di CT untuk menemukan µ(x,y) dari sejumlah
berkas sinar yang menembus obyek, O. Secara geometris berkas akan akan dibahas
di Bab 5 untuk memastikan bahwa setiap point di dalam obyek itu diteliti
menurut suatu himpunan yang besar dengan menjumlahkan Tθ (x).
y
I
(detector)
µ (x,y)
x
θ
Io
(sumber) O (obyek)
Gambar.6-3. Distribusi
total koefisien attenuasi pada obyek O adalah µ(x,y). Masalah di CT untuk
mengkalkulasi µ(x,y) dari satu set proyeksi-proyeksi yang ditetapkan oleh sudutθ. Io dan I menunjukkan
intensitas berkas sinar dari sumber dan detektor secara berturut-turut. (dari Seeram E:Computed tomography
rechnology, Philadelphia,
1994, WB Saunders)
Gambar.6-4.
Profil proyeksi yang diperoleh ketika suatu berkas sinar paralel dari sinar-X
menembus obyek oleh f(x,y). (D adalah jarak dari sinar AA(p) dari asalnya O).
Sejumlah sinar dikenal sebagai suatu proyeksi (Gbr.6-4),
yang dapat dihasilkan sama seperti yang
ditunjukkan pada Gbr6-4, seperti (ketika tabung sinar-X dan detektor menscan obyek
secara simultan). Sinar AA' sama dengan x cos θ + y sin θ = d. Proyeksi itu diperoleh dari P(θ,d) :
P(θ,d) = ∫ AA
f(x,y)ds (6-4)
di mana d-s adalah diferensial sepanjang
lintasan s.
Untuk memahami
arti dari suatu proyeksi, mempertimbangkan; menganggap kasus yang berikut di
mana suatu berkas dari Intensity I menembus
suatuobyek dari ketebalan x :
|
I in →
→ I out
← x →
Berkas tersebut diatenuasikan
menurut hokum Lambrt-Beer, sebagai berikut :
-µx
I out = I in
e
Karena x, I
in, I out and e diketahui, maka µ dapat dihitung :
I
I in
µ = --- . log
----
x
I out
Gambar.6-5. Berkas sinar secara
geometri digunakan pada CT untuk memproyeksikan data. A.Berkas Geometri yang
paralel digunakan CT yang pertama. B. Berkas sinar dalam bentuk kipas
diperkenalkan untuk memperoleh data proyeksi lebih cepat dari berkas yang
paralel.
Kasus berikut
mewakili situasi di dalam pasien :
I in →
→ I out
I out = I in –( µ1x1 + µ2 x2 + µ3 x 3 + ……… µn Xn ) (6-6)
Karena
x1 = x2 = x3 ……… = xn
I/x log I in / Iout =
µ1 + µ2 + µ3 + ……… µn (6-7)
Masalah di CT untuk
mengkalkulasi semua nilai µ untuk suatu proyeksi yang besar. Proyeksi-proyeksi
dapat didapat melalui berkas parallel dan berkas (Gbr.6-5). CT Scan dari Hounsfield yang asli menggunakan proyeksi
berkas parallel yang diperoleh melalui suatu perputaran 180 derajat.
REKONSTRUKSI ALGORITMA
Rekonstruksi gambar
dari proyeksi-proyeksi melibatkan beberapa algoritma untuk mengkalkulasi semua nilai µ pada persamaan 6-7 dari suatu data proyeksi. Algoritma CT dapat digunakan untuk proyeksi balik, proyeksi
metode iteratif, dan metoda analitik.
Proyeksi Balik
Back-projection (Proyeksi balik)
adalah prosedur yang sederhana dan tidak memerlukan banyak pemahaman
matematika. Back-projection juga dinamakan
metoda tambahan atau "metoda linier superposisi " merupakan metode pertama
yang digunakan oleh Oldendorf (1961) dan Kuhl dan Edward (1963).
Back-projection dapat dijelaskan dengan suatu
pendekatan grafik atau klasifikasi.
Gambar.6-6. Penyajian grafik back-projection pada teknik proyeksi
rekonstruksi
Pertimbangkan;
bila empat berkas sinar-X menembus suatu obyek yang tak dikenal akan menghasilkan empat proyeksi, P1, P2,
P3, P4 (Gbr.6-6). Persoalan ini melibatkan pemakaian
profil untuk merekonstruksi satu gambaran dari obyek yang tidak diketahui (titik hitam) di dalam kotak. Data dari proyeksi
balik (secara linear) membentuk gambaran-gambaran
BP1, BP2, BP3, dan BP4. Rekonstruksi melibatkan penjumlahan back-projection dari suatu obyek untuk membentuk
satu gambaran dari obyek.
Yang menjadi persoalan dari proyeksi balik adalah
tidak menghasilkan suatu gambar yang tajam/jelas dari obyek dan oleh
karena itu tidak digunakan di dalam CT klinis. Artefak paling mencolok pada
proyeksi balik adalah pola bintang yang khas yang terjadi karena nilai dari
kepadatan suatu obyek yang menerima
sebagian dari proyeksi balik intensitas obyek itu ( Curry, Dowdey, dan
Murry,1990).
Proyeksi balik dapat juga dijelaskan dengan acuan
matrik 2 x 2 berikut :
Empat persamaan yang berbeda dapat dihasilkan µ 1, µ 2, µ3, dan µ4.
I1 = Ioe -(µ 1 + µ2)x
I2 = Ioe -(µ 3 + µ4)x
I3 = Ioe -(µ 1 + µ3)x
I4 = Ioe -(µ 2 + µ4)x
Persamaan ini dapat dipecahkan dengan cepat
oleh suatu komputer.
Suatu contoh kwantitatip akan membantu ke arah pengertian yang mendalam
ke dalam suatu kalkulasi. Pertimbangkan; anggap satu obyek dibagi menjadi empat
kotak(2 x 2 matriks dengan empat piksel), seperti yang ditunjukkan di sini.
Empat proyeksi
dikumpulkan pada empat lokasi-lokasi yang dikenal yang berbeda : 0, 90, 45, dan
135 .
Mulailah. Kumpulkan data dari
empat proyeksi :0, 45, 90 dan 135 derajat.
1.
Penjumlahan
proyeksi 0 derajat pada sisi kiri adalah 1 (0 +1).
2.
Penjumlahan
proyeksi 0 derajat pada sisi kanan adalah 5 (2 +3).
3.
Penjumlahan
proyeksi 45 derajat adalah 0, 3 (2 + 1), dan 3.
4.
Penjumlahan
proyeksi 90 derajat pada baris atas adalah 2 (2 + 0)
5.
Penjumlahan
proyeksi 90 derajat pada baris bawah adalah 4 (3 +1).
6.
Penjumlahan
proyeksi 135 derajat adalah 2, 3 (3 +
0), dan 1
Data proyeksi ini 1, 5, 0, 3, 3, 2, 4, 2, 3, dan 1 kemudian
secara sistematis digambarkan oleh algoritma untuk merekonstruksi gambaran yang
asli.
1. Pertama : Tempatkan data dari proyeksi 0 derajat kedalam matrik
untuk memperoleh data :
|
2. Kedua : Tambahkan data dari proyeksi
45 derajat sampai nilai dari tiap kotak dari data yang pertama :
|
- Ketiga : Tambahkan data dari proyeksi 90 derajat dari setiap nilai dari tiap kotak dari data kedua :
|
- Keempat : Tambahkan data dari proyeksi 135 derajat dari setiap nilai dari setiap kotak dari data ketiga :
|
Langkah berikutnya untuk
memperoleh matrik sesungguhnya, dapat diperoleh dengan :
- Substraksikan nilai 6 (diperoleh dengan menjumlahkan nilai matrik sesungguhnnya- 0 + 1 + 2 + 3 = 6) dari setiap kotak pada data keempat :
|
2. Kurangkan matrik terdahulu agar
menjadi ratio sederhana. Dengan menggunakan pembagi yang umum, sehingga
diperoleh :
|
Ini adalah matrik 2 x 2 asli.
Algoritma Berulang
Pendekatan
lain kepada rekonstruksi gambar didasarkan pada teknik berulang. "Satu
rekonstruksi yang berulang-ulang mulai dengan satu asumsi (sebagai contoh,
bahwa semua poin dalam matriks mempunyai nilai yang sama) dan membandingkan
asumsi ini dengan nilai-nilai yang terukur, dan membuat koreksi buatan untuk membawa
kepada 2 pernyataan, dan lalu mengulangi proses ini berulang kali untuk
nilai-nilai yang terukur dan yang diasumsikan adalah sama atau di dalam batas
berterima " (Curry, Dowdey, dan murry, 1990).
Teknik termasuk teknik
rekonstruksi berulang-ulang bersama, teknik least-squares berulang, dan teknik
reconstuction secara aljabar (ART) (Brooks, and Di Chiro, 1976; Gordon
and Herman, 1974) dan terperinci di sini. Teknik ini berbeda di
dalam aplikasi koreksi kepada pengulangan yang berikut. Teknik rekonstruksi
yang secara aljabar digunakan oleh Hounsfield di dalam scanning otak EMI (Hounsfield, 1994) yang pertama:
Pertimbangkan ilustrasi yang berikut (Seeram, 1994) :
1.
Perkiraan yang awal
:Hitung rata - rata dari empat unsur dan dimasukkan kepada masing-masing
piksel; yang , 1 + 2 + 3 + 4 =10; 10/4 =2,5
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2.
Koreksi pertama untuk
kesalahan (sinar horisontal asli dijumlahkan lalu dikurangi sinar horisontal
baru penjumlahan dibagi 2) ( 3 - 5 )/ 2 dan ( 7 - 5 )/ 2 = -2/2 dan 2/2 = -1,0
dan 1,0 :
(2,5 – 1)
1,5
|
(2,5 – 1)
1,5
|
(2,5 + 1)
3,5
|
(2,5 +1)
3,5
|
3.
Perkiraan kedua:
1,5
|
1,5
|
3,5
|
3,5
|
4.
Ke dua koreksi untuk
kesalahan (sinar vertikal asli dijumlahkan dikurangi sianr vertikal baru menjumlahkan di vided oleh
2) ( 4 - 5 )/ 2 dan ( 6 - 5 )/ 2 = -1,0/2 dan +1,0/2 dan + 1,0/2 = -0,5 dan +
0,5 :
Penyelesaian matriks
yang akhir adalah seperti itu
1
|
2
|
3
|
4
|
Dewasa ini teknik ini tidak digunakan oleh karena
pembatasan berikut ini :
1. Sulit
untuk memperoleh berkas yang akurat oleh karena noise quantum dan gerakan pasien.
2. Prosedur
pengambilan juga lama untuk menghasilkan
gambaran yang direkonstruksi, karena data berulang-ulang bisa dilakukan hanya jika
data proyeksi tetap telah diperoleh.
3. Untuk
menghasilkan suatu gambaran "yang benar", harus ada lebih banyak data
proyeksi menetapkan dibanding piksel-piksel. Oleh karena itu data proyeksi diagonal
diambil ketepatankan untuk menghapuskan kerancuan.
Gambar 6-7. Proyeksi balik
(Back-projection) dan teknik penyaringan proyeksi balik (back-projection)
digunakan di CT. A, Proyeksi balik
(back-projection) mengakibatkan satu gambaran yang tidak tajam/jelas. B, Penyaringan proyeksi balik (filter
back-projection) menggunakan suatu filter digital (suatu filter belokan ) untuk
menghilangkan blurring, yang hasilkan
suatu gambaran yang tajam/jelas.
Gambar. 6-8. Radiograf dari suatu gambaran mewakili daerah ruang
oleh fungsi f(x,y). Ini dapat diubah kepada satu gambaran dalam daerah
frekuensi F(u,v) menggunakan Fourier transform. Sebagai tambahan, F(u,v) dapat
retransfomed ke dalam f(x,y) menggunakan kebalikan transformasi Fourier.
Analytic Reconstruction Algorithms
Rekonstruksi analitik algorithma
dikembangkan untuk meniadakan pembatasan dari proyeksi balik (back-projection)
dan algoritma berulang dan digunakan di dalam Ct scanner moderen. Dua
rekonstruksi analitik algoritma adalah algoritma rekonstruksi Fourier dan
penyaringan proyeksi balik (filter back-projection).
Penyaringan Proyeksi Balik (Filtered Back – Projection)
Penyaringan proyeksi balik
(Filtered Back – Projection) adalah juga dikenal sebagai metode belokan (convolution method) (Fig. 6-7). Profil
proyeksi difilter atau digulung untuk menghilangkan blurring seperti bintang
khas merupakan karakteristik dari yang sederhana dari teknik proyeksi balik
(back-projection).
Langkah-langkah di dalam penyaringan metode proyeksi balik
(back-projection) (Gambar. 6-7,B) adalah sebagai berikut:
- Semua profil proyeksi diperoleh.
- Logaritma dari data itu diperoleh.
- Nilai-nilai logaritmis dikalikan dengan suatu filter digital, atau filter convolution, untuk menghasilkan satu set profil yang difilter.
- Profil-profil yang difilter kemudian kembali diproyeksikan.
- Proyeksi-proyeksi yang difilter dijumlahkan dan negatif dan komponen positif kemudian dibatalkan, yang hasilkan satu gambaran bebas dari blurring.
Fourier
Rekonstruksi
Proses rekonstruksi Fourier
digunakan di MRI tetapi bukan di dalam CT Scanner yang modern karena itu
memerlukan matematika lebih yang rumit dibanding penyaringan algoritma proyeksi
balik (filtered back projection algorithm).
Suatu gambaran
radiograf dapat dipertimbangkan dalam daerah ruang; meliputi, mewakili gambaran
keabuan (gray represent) yang menunjukkan variasi bagian dari anatomi
(e.g.,tulang adalah putih dan udara adalah hitam) di dalam ruang(spasi). Dengan
transform Fourier, gambaran daerah ini - radiograf yang diwakili oleh fungsi
f(x,y) - dapat diubah menjadi suatu gambaran daerah frekuensi yang diwakili
oleh fungsi F(u,v). Gambaran daerah frekuensi ini terdiri dari bidang frekwensi
tinggi sampai frekwensi yang rendah. Sebagai tambahan, gambaran ini dapat
diubah kembali ke dalam suatu gambaran daerah ruang dengan inverse transformasi
Fourier. (Fig.6-8)
Ada beberapa
keuntungan-keuntungan pada proses
perubahan bentuk ini.Pertama-tama, gambaran di dalam daerah frekuensi dapat
dimanipuasi (e.g., peningkatan tepi atau menghaluskan) dengan mengubah
amplitudo-amplitudo dari komponen-komponen frekuensi. Ke dua, suatu komputer
dapat melaksanakan manipulasi-manipulasi (pengolahan citra digital). Ketiga;
informasi frekuensi dapat digunakan untuk mengukur mutu gambaran melalui pokok
spread fungsi, garis spread fungsi, dan fungsi transfer modulasi (Huang,1999).
Daerah slice
Fourier berbanding Fourier transform suatu proyeksi dari obyek pada angel θ sama dengan suatu slice
dari transform Fourier dari obyek sepanjang angel θ (Fig. 6-9) (Parker, 1991)
Rekonstruksi Fourier terdiri dari langkah-langkah yang
berikut (Gambar. 6-10) :
- Obyek yang untuk diteliti diwakili oleh fungsi f(x,y).
- Data proyeksi diperoleh dari obyek. Suatu proyeksi data yang di atur untuk rekonstuksi yang cukup diperlukan perputaran 180 derajat. Proyeksi ini menunjukkan suatu gambaran ruang.
- Masing-masing proyeksi diubah menjadi daerah frekuensi menggunakan transform Fourier. Gambaran ini yang harus diubah jadi suatu gambaran yang secara klinis bermanfaat.
- Karena CT scanner menggunakan suatu transform Fourier sehingga cepat berkembang terutama untuk implementasi digital, gambaran daerah frekuensi harus ditempatkan di suatu rectangular grid (Fig. 6-10). Ini tercapai oleh interpolation. Kecepatan transform Fourier memerlukan piksel-piksel di dalam grid array adalah 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, 512, 1024, dan seterusnya.
- Akhirnya, gambaran yang disisipkan adalah operasi perubahan.
Teknik
rekonstruksi Fourier tidak menggunakan setiap filter karena interpolasi
menghasilkan suatu hasil yang serupa. Juga, proses interpolasi 2D dapat
mengakibatkan artefak-artefak jika itu tidak dilakukan dengan teliti dan oleh
karena itu tidak digunakan di CT.
Gambar. 6-9. Proyeksi slice dalil membentuk dasar dari matematika
rekonstruksi Fourier. Transform Fourier dari proyeksi dengan 'respect dari
X', Po
(k) sama dengan irisan dari transform Fourier F(k., k)di dalam arah negatif (-).
JENIS DARI DATA
Gambar. 6-11
menunjukkan evolusi data dari acquisition, rekonstruksi, dan tampilan gambar.
Empat tipe data adalah data pengukuran, data mentah, data mentah yang difilter
atau convolved data, dan gambar data atau merekonstruksi data.
Pengukuran
Data
Pengukuran data, atau data scan, pembangkit
dari detektor. Data ini diatur agar patuh kepada proses untuk mengoreksi
pengukuran data pada gambaran rekonstruksi algoritma. Correection bersifat
perlu karena error dalam pengukuran data dari berkas sinar (beam hardening),
penyesuaian untuk detektor yang tidak baik dalam membaca, atau scattered
radiasi. Jika error ini tidak dikoreksi, hal ini akan menyebabkan mutu gambaran
yang lemah dan menghasilkan gambaran artefak.
Raw Data
|
Data Convolved
Gambaran
rekonstruksi algoritma yang digunakan oleh CT scanner adalah filter proyeksi
balik algoritma (filtered back-projection algorithm), yang termasuk kedua
filter dan proyeksi balik (back-projection). Raw data harus difilter dengan
suatu filter mathematical, atau inti. Proses ini juga dikenal sebagai teknik
convolution. Convolution memperbaiki mutu gambaran melalui removal dari blur
(Gambar. 6-12). Gambar. 6-12, A, menunjukkan derajat tingkat dari blurring di
satu gambaran convolution. Gambar.6-12, B, menunjukkan ketajaman gambaran
setelah convolution. Convolution kernals hanya dapat berada pada raw data.
Image Data
Image data, atau merekonstruksi data,
convolved data yang telah diback-projected ke dalam gambaran matriks untuk
menciptakan gambaran CT yang terdisplay pada monitor. Variasi filter digital
tersedia untuk menekan noise dan memperbaiki detil (Fig. 6-13). Fig. 6-13
menunjukkan hubungan antara noise gambar dan detil gambar dari suatu algoritma
yang standar, suatu smoothing algoritma , dan suatu enhancement algorithm.
Standar
algoritma biasanya digunakan terhadap algoritma yang sebelumnya, terutama
ketika suatu keseimbangan antara gambaran noise dan detil gambaran. Smothing
algoritma (Fig. 6-14) mengurangi gambaran noise dan menampakkan anatomi soft
tissue dengan baik; hal ini digunakan di dalam pengujian-pengujian dimana
pembedaan soft tissue adalah penting bagi visualisasi struktur kontras yang
rendah. Tepi enhancement algoritma menekankan tepi dari struktur dan
memperbaiki detil tetapi menciptakan gambaran noise (lihat Fig. 6-14). Hal ini
digunakan di dalam pengujian-pengujian di mana detil yang bagus adalah penting,
seperti bagian dalam telinga, struktur tulang, irisan tipis, dan pengujian
berkenaan dengan pemeriksaan paru-paru.
Gambar. 6-11. Evolusi data di CT, dari
acquisisi ke display gambar suatu monitor.
Gambar. 6-12. Pengaruh convolution di mutu gambaran pada CT. A,
Gambaran dari back-projection tanpa convolution. B, Himpunan data sesudah
convolved sebelum back-projection. (Courtesy Simens Medical Systems; Iselin, NJ.)
Gambar 6-13. Hubungan antara detil
gambar dan gambaran noise dari tiga filter digital pada CT. Meski membingkai
algoritma peningkatan menyediakan detil baik bandingkan dengan smothing
algoritma, hal ini juga mengakibatkan lebih banyak noise. Smoothing algoritma
mengurangi gambaran noise atas detail tetapi menunjukkan struktur soft tissue
yang baik.
REKONSTRUKSI GAMBARAN DI SINGLE-SLICE SPIRAL/HELICAL CT
Gambaran rekonstruksi
rekonstruksi sebelumnya digambarkan oleh
single-slice CT konvensional. Di dalam volume single-slice CT (spiral/helical
CT), filter back-projection algoritma digunakan pada satu pertimbangan
tambahan. Karena pasien bergerak secara terus-menerus melalui gantry dari suatu
perputaran 360-degree, gambaran yang reconstrucred akan kabur dan oleh karena
itu perlu interpolation sebelum filter back-projection digunakan. Suatu bagian
planar harus pertama dihitung dari himpunan data volume menggunakan
interpolation, setelah yang gambaran dihasilkan dengan berbagai algoritma
interpolation.
REKONSTRUKSI GAMBARAN PADA MULTISLICE SPIRAL/HELICAL CT
Tidak terdapat
perbedaan antara volume CT single-slice dan volume CT multislice pada pemakaian
multiple detektor row dan cover lebih besar dari volume pada penambahan
kecepatan serta membutuhkan perhitungan baru. Umumnya didalam, volume
multislice CT algoritma mempertimbangkan rekonstruksi dari variabel slice
thicknesses dan tujuan dari penambahan volume yang meningkat serta kecepatan
dari meja pemeriksaan. Ini yang mungkin yang dibuat oleh sacnning
spiral/helical dengan sampel yang ada, longitudinal interpolation, dan fan beam
rekonstruksi dengan filter back projection algoritma.
PERBANDINGAN DARI
ALGORITMA REKONSTRUKSI
Metoda-metoda analitik, filter back-projection,
dan rekonstruksi Fourier bersifat lebih cepat dan menghasilkan gambaran lebih
akurat dibanding yang memperoleh algoritma-algoritma dengan berulang-ulang.
Dari metoda-metoda analitik, filter back - projection algoritma digunakan di
dalam filter CT scanner yang modern termasuk state-of-the-art yang ada pada
multislice volume CT sacnner.
Gambar. 6-14. Pengaruh
dari dua filter digital pada penampilan dari gambaran CT. A, Satu filter meningkatan tepi digunakan dan lebih banyak
gambaran noise yang tampak. B, Suatu
filter digital smoothing digunakan dan mengakibatkan gambaran noise yang
berkurang dan perbedaan soft tisu dengan baik.
3D ALGORITHMS
Aplikasi-aplikasi gambaran 3D
dengan peningkatan kecepatan (Udupa, 1999; Calhoun et al, 1999). Gambaran
tiga-dimensional menggunakan permukaan 3D dan rekonstruksi volume. Algoritma
untuk gambaran 3D didasarkan pada mereka yang menggunakan grafik komputer dan
persepsi penglihatan di dalam ilmu pengetahuan.
Satu algoritma untuk mendisplay
permukaan (Gambar. 6-15) didasarkan pada sedikitnya dua proses, prepemrosesan
dan tampilkan, dan terdiri dari operasi yang berikut: interpolasi, segmentasi,
formasi permukaan, dan proyeksi (Udapa, 1999; Calhoun et al, 1999). 3D
algorithma membebaskan penggunaan untuk
"secara interaktip memvisualisasi, mengolah, dan mengukur object 3D yang
besar di seluruh putpose workstation " (Udapa dan Odhner, 1991).
x
|
y
|
z
|
i
|
Gambar.6-15. Algoritma untuk mendisplay permukaan suatu gambaran 3D dari CT scanner.
No comments:
Post a Comment