Wednesday, 8 February 2012





































Kualitas Citra MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Dalam pencitraan MRI, dokter interes pada perspektif klinis, sedangkan fisikawan medis seharusnya lebih memperhatikan karakteristik fisika citra. Nilai klinis citra tergantung pada karakter fisikanya. Peran fisikawan medis yang utama membantu optimasi berbagai karakteristik fisika untuk aplikasi klinik yang khusus. Beberapa karakteristik MRI yang perlu diperhatikan adalah :
  • Karakteristik kualitas citra
  • Karakteristik spasial
  • Karakteristik visual citra
Beberapa karakteristik merupakan variabel yang berkaitan dengan desain pesawat, metoda pencitraan spesifik, pemilihan berbagai faktor protokol pencitraan.
Karakteristik kualitas citra
Kualitas citra yang menentukan dokter mampu visualisasi struktur, fungsi, dan tingkat patologik dalam tubuh pasien. Kualitas citra merupakan gabungan antara 5 karakteristik spesifik.
  • Kemampuan dan limitasi proses MRI
  • Desain pesawat MRI
  • Kontrol kualitas dan perawatan peralatan
  • Faktor yang berhubungan dengan pasien
  • Protokol pencitraan.
Berbagai faktor protokol
Pencitraan MRI merupakan proses yang kompleks, dengan banyak faktor variabel atau parameter yang harus diatur oleh operator. Yang perlu diperhatikan termasuk faktor berikut:
  • Metoda pencitraan (pulsa rf dan urutan gradien)
  • Nilai parameter untuk setiap metode
  • Cara pencitraan (karakteristik spasial)
  • Teknik pencitraan spesifik (reduksi artifact)
Dengan memilih kombinasi faktor protokol dapat dibuat citra yang optimum sesuai dengan kebutuhan klinis.
Hubungan antara berbagai faktor protokol dengan kualitas citra sering sangat kompleks. Mengubah salah satu faktor protokol dapat mengakibatkan karakteristik citra yang berbeda. Perubahan satu faktor protokol untuk meningkatkan salah satu aspek kualitas citra akan mengakibatkan penurunan satu atau lebih karakteristik citra. Pada umumnya variabilitas yang tinggi dalam kualitas MRI berkaitan erat dengan banyak faktor protokol yang tersedia.

Kualitas citra
Pemilihan MRI untuk aplikasi klinis spesifik pada umumnya ditentukan oleh karakteristik kualitas citra. Dibandingkan dengan citra dengan modalitas sinar x (radiografi dan CT) MRI mempunyai kelebihan dan kekurangan karakteristik kualitas.
Sensitivitas kontras
Kontras sensitivitas tinggi membuat MRI menjadi modalitas yang sangat berharga. MRI mampu untuk menghasilkan citra perbedaan kecil dalam karakteristik jaringan dan fluida yang tidak tampak dalam citra dari modalitas lain. Pencitraan MRI dapat diatur sehingga sensitive pada karakter berikut:
·        Densitas proton
·        T1 (longitudinal magnetization relaxation time)
·        T2 (transverse magnetization relaxation time)
·        Tipe jaringan (chemical shift)
·        Stuktur vaskular (blood flow velocity and direction)
Sensitivitas kontras pada karakteristik jaringan atau fluida spesifik ditentukan dengan seleksi metoda pencitraan spesifik dan kemudian mengatur parameter yang sesuai dengan metoda khusus tersebut.
Visibilitas detail
Visibilitas detail anatomi atau obyek kecil dibatasi oleh pengaburan berkaitan dengan proses pencitraan. Sumber utama pengaburan MRI adalah ukuran individu voxel jaringan. Semua jaringan dalam suatu voxel merupakan satu kesatuan dalam pengaburan. Visibilitas detail anatomi diperoleh dengan menggunakan ukuran voxel yang kecil. Meskipun MRI mampu membuat voxel kecil dan detail citra tinggi, namun ada limitasi praktis yang dibentuk oleh image noise dan waktu akuisisi.
Image noise
Visual noise membatasi visibilitas obyek dengan kontras rendah. Yang membatasi visibilitas detail anatomi adalah ukuran voxel. Teknik untuk mengurangi noise sering meningkatkan waktu akuisisi citra. Noise merupakan limitasi tertinggi dalam proses pencitraan MRI.
Artifacts
Proses pencitraan MRI sensitif pada berbagai kondisi yang meproduksi artifacts. Artifact signifikan bila dalam daerah pencitraan hadir gerakan anatomi dan arus fluida. Artifact dapat dihilangkan atau dikurangi dengan satu atau lebih teknik reduksi artifact selama proses akuisisi citra.
Distorsi
Distorsi geometri bukan masalah yang signifikan dalam pencitraan MRI. Pada umumnya citra memberikan indikasi akurat ukuran relatif, bentuk, dan lokasi struktur anatomi. Bila terjadi tidak keakuratan geometri, biasanya dikarenakan oleh orientasi bidang citra yang tidak benar.
Waktu akuisisi
Karakteristik kualitas citra dapat diperbaiki dengan meningkatkan waktu akuisisi. Pembentukan citra MRI terdiri dari dua fase yang berbeda.
·        Akuisisi signal
·        Rekonstruksi citra
Fase akuisisi pada umumnya membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan fase rekonstruksi. Fase ini berisi siklus pencitraan yang diulang banyak kali. Lama pengulangan (repetition time) TR merupakan salah satu parameter protokol yang dapat diatur. Efek utama adalah pada sensitivitas kontras dan noise citra. Jumlah siklus pengulangan dalam suatu akuisisi ditentukan oleh detail anatomi dan noise. Kedua karakteristik dapat diperbaiki dengan meningkatkan jumlah siklus pengulangan.
Karakteristik spasial
Pada umumnya aplikasi MRI dalam bentuk citra tomografi. Ketidak untungan pencitraan tomografi adalah jumlah citra yang banyak dibutuhkan untuk memperoleh informasi dari suatu daerah anatomi spesifik.
Irisan
Karakteristik utama irisan yang harus diperhatikan adalah ukuran, orientasi, dan jumlah irisan.
Ukuran
Ukuran irisan ditentukan oleh dua parameter protokol. The field of view (FOV) menentukan daerah anatomi yang akan masuk dalam irisan. Kebanyakan prosedur menggunakan FOV bujur sangkar, tetapi FOV persegi panjang mempunyai keuntungan untuk aplikasi tertentu. Ketebalan irisan biasanya dapat diatur dalam daerah 1 mm – 10 mm. Ukuran irisan memberikan dampak signifikan pada 3 karakteristik kualitas; detail, noise, dan artifacts.
Orientasi
MRI mampu membentuk citra virtual sembarang bidang dalam tubuh pasien. Dengan demikian struktur anatomi dapat dilihat dari berbagai perspektif.
Jumlah irisan
Jumlah irisan dipilih untuk prosedur spesifik pada umumnya ditentukan oleh ukuran daerah anatomi yang diamati, tebal irisan, dan jarak antar irisan. Jumlah irisan memberikan efek pada waktu akuisisi citra.
Voxel
Selama proses pencitraan, irisan jaringan dibagi menjadi matrix atau deretan satuan volume individual yang disebut voxel. Voxel mewakili suatu sampel jaringan diskrit. Jumlah voxel dalam irisan memberi efek kualitas citra dan waktu akuisisi citra.
Ukuran voxel
Ukuran voxel dalam bidang irisan sama dengan FOV dibagi dengan ukuran matrix. Ketebalan irisan menentukan ukuran tebal voxel
Jumlah voxels matrix size
Ukuran matrix, yaitu jumlah voxel sepanjang satu dimensi pada irisan merupakan parameter protokol yang bervariasi. Biasanya ukuran matrix dalam jangkauan 128 – 512 untuk aplikasi dalam semua pencitraan.
Pixels
Citra dibagi menjadi matrix dari satuan individu yang disebut pixel. Kecerahan individual pixel ditentukan oleh intensitas signal rf yang diproduksi oleh voxel yang bersangkutan. Biasanya satu pixel mewakili satu voxel. Namun dapat pula dibuat citra dengan beberapa pixel untuk satu voxel. Ukuran pixel memberi efek pada penampilan citra, namun ukuran voxel jaringan yang menentukan kualitas citra.
Visualisasi karakteristik
Citra MR adalah tayangan suatu fenomena atau karakteristik fisika. Berbagai karakteristik membentuk hubungan antara citra yang didisplai dengan jaringan dalam tubuh pasien.
Intensitas signal radiofrekuensi (rf)
Citra MR konvensional merupakan displai intensitas signal rf yang dipancarkan oleh irisan jaringan. Kecerahan setiap piksel berhubungan dengan intensitas signal rf yang diproduksi oleh voksel yang sepadan.
Resonansi magnetik
Bila jaringan dan fluida tubuh yang berisi inti magnetik diletakkan dalam medan magnet kuat, inti akan beresonansi dalam daerah radiofrekuensi. Frekuensi resonansi ditentukan oleh 2 faktor: karakteristik frekuensi resonansi setiap inti tertentu, dan kuat medan magnet. Untuk hidrogen, yang merupakan inti utama dalam pencitraan medis, beresonansi pada frekuensi 42.6 dalam medan magnet 1 Tesla. Voxel yang terresonansi memancarkan signal rf sebagai respons pada deretan pulsa rf yang diterima dari sistem pencitraan.

Sayangnya, sistem pencitraan sensitif terhadap energi rf dari berbagai sumber lain selain jaringan dalam voxel. Penerimaan energi rf yang tidak diharapkan ini akan mengurangi kualitas citra dengan adanya penambahan gangguan visual (visual noise) ataupun artifact.
Intensitas signal voxel
Pada dasarnya, setiap voxel jaringan merupakan suatu sumber signal independen. Intensitas signal setiap voxel ditayangkan  sebagai kecerahan oleh citra pixel yang sepadan. Tampaknya konsep pencitraan tersebut sederhana, namun proses sebenarnya dari voxel menjadi kecerahan pixel berkaitan dengan 2 operasional yang sangat kompleks, yaitu proses akuisisi dan rekonstruksi.
Selama proses akuisisi, signal voxel harus diberi tanda dengan karakteristik yang unik sehingga dapat diarahkan ke pixel sepadan oleh proses rekonstruksi citra Fourier. Selama proses akuisisi, gradien medan magnet dipakai untuk memberi signal dari voxel dengan kombinasi unik antara frekuensi dan berbagai karakteristik fase. Frekuensi dan proses penandaan fase menempatkan dua pengenal alamat pada signal dari setiap voxel (seperti lamat rumah, nama jalan dan nomer rumah). Proses rekonstruksi menyortir signal dan menayangkan intensitasnya dalam lokasi pixel citra yang sepadan.
Energi gangguan (noise)
Jaringan di luar suatu irisan jaringan dapat juga menjadi sumber energi. Kebanyakan energi tersebut dihasilkan oleh aktivitas termal dalam jaringan, bukan dari prosese MR yang memproduksi signal dalam voxel jaringan. Sifat sembarang energi rf ini menambah signal voxel dan menghasilkan variasi jenis statistik dalam kecerahan pixel, yang akan kelihatan sebagai gangguan citra. Kehadiran konstan energi rf yang tidak diharapkan ini dan menghasilkan gangguan citra merupakan salah satu faktor terbesar keterbatasan dalam MRI.
Artifacts
Proses pencitraan MR sensitif terhadap berbagai kondisi yang menghasilkan artifacts. Gerakan jaringan dan fluida tubuh selama proses akuisisi merupakan sumber utama artifacts yang mengganggu pencitraan klinis. Suatu karakteristik umum yang terbanyak terjadi dalam citra MR adalah signal rf dari suatu foxel tertentu tidak diarahkan dan ditayangankan pada lokasi pixel yang sepadan.
Magnetisasi jaringan
Citra MR merupakan tayangan magnetisasi jaringan. Jaringan menjadi bersifat magnet ketika diletakkan dalam medan magnet kuat. Magnetisasi terjadi karena magnetik inti dalam jaringan menjadi searah dengan medan magnet, menghasilkan magnetisasi dalam voxel jaringan. Tingkat magnetisasi yang dapat dicapai ditentukan oleh konsentrasi inti magnet dan kuat medan magnet. Magnetisasi jaringan yang searah dengan medan magnet disebut sebagai magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal tidak dapat langsung menghasilkan signal Rf. Oleh karenanya harus diubah dalam bentuk lain. Selama proses akuisasisis citra MR, magnetisasi jaringan mengalami suatu deretan perubahan dalam orientasi maupun besarnya. Intensitas signal rf ditentukan oleh besar magnetisasi yang ada pada suatu waktu spesifik yang dikenal sebagai kejadian ekho. Tingkat magnetisasi pada waktu kejadian ekho ditentukan oleh kombinasi karakteristik jaringan dan parameter proses pencitraan. 
Relaksasi longitudinal
Magnetisasi longitudinal maksimum tidak terjadi instan ketika jaringan dimasukkan kedalam medan magnet. Magnetisasi ini akan tumbuh secara eksponen dengan waktu. Waktu konstan untuk proses pertumbuhan tersebut dikenal sebagai T1. Waktu T1 merupakan karakteristik jaringan yang tergantung pada jenis jaringan dan kehadiran kondisi patologik.
Eksitasi
Magnetisasi longitudinal merupakan kondisi ”diam” yang tidak memproduksi signal Rf. Di lain pihak, magnetisasi pada bidang transversal merupakan generator signal Rf. Di beberapa tempat pada setiap siklus akuisisi, magnetisasi longitudinal harus diubah menjadi magnetisasi transversal dengan memberikan suatu pulsa energi rf, yang disedut proses eksitasi. Pulsa eksitasi ditandai oleh flip angle (sudut jatuh putar) yang menentukan fraksi magnetisasi longitudinal yang dapat dijatuhkan pada bidang transversal.
Relaksasi transversal
Magnetisasi transversal merupakan kondisi tidak stabil yang meluruh secara eksponen. Waktu konstan proses peluruhannya dikenal sebagai T2. Harga T2 ditentukan oleh karakteristik jaringan seperti jenis jaringan dan kehadiran patologi.
Ada dua persyaratan agar dihasilkan magnetisasi transversal. Inti magnetik harus dalam bidang transversal dan harus spinning dalam fase yang sama. Pulsa eksitasi menghasilkan kedua kondisi tersebut. Meskipun magnetik inti akhirnya meninggalkan bidang transversal, namun proses ini relatif lebih lambat dibanding dengan proses kehilangan koherensi fase. Proses dephasing (kehilangan/pengurangan fase) magnetisasi inti dalam voxel yang mengakibatkan peluruhan magnetisasi transversal. Dephasing dan peluruhan magnetisasi transversal dihasilkan oleh karakteristik jaringan T2 dan inhomogenitas medan magnet dalam voxel. Inhomogenitas medan magnet dalam voxel dapat berasal dari inhomogenitas medan inherent, variasi suseptibilitas dalam voxel atau aplikasi gradien magnet.
Kejadian ekho
Signal Rf diproduksi pada suatu tempat spesifik bersamaan waktu dengan refase magnetik inti. Refase ini yang memproduksi kejadian ekho. Bila refase diproduksi oleh pulsa Rf, maka disebut spin echo. Refase dapat juga dihasilkan dengan memberikan gradien magnet terbalik yang menghasilkan kejadian gradient echo.
Interval waktu antara eksitasi dan kejadian ekho merupakan parameter protokol yang dapat diatur yang disebut TE (time to the echo event).
Inti magnetik
Citra MR merupakan citra inti magnetik. Inti magnetik ini yang akan menjadi sumber magnetisasi jaringan yang akan menghasilkan signal rf. Agar dapat berinteraksi dengan medan magnet, inti harus merupakan magnet kecil dan memiliki momen magnet. Karakteristik magnetik individu inti ditentukan oleh komposisi proton-netron. Hanya inti dengan jumlah proton dan netron ganjil yang memiliki momen magnet. Suatu voxel jaringan harus berisi inti magnetik dengan konsentrasi tinggi agar dapat memproduksi signal rf.
Hidrogen
Inti hidrogen mempunyai satu proton. Pencitraan klinis MR dibatasi hanya bersumber dari inti hidrogen.
Karakteristik jaringan
Intensitas signal rf pada waktu kejadian ekho ditentukan oleh 3 karakteristik spesifik, yakni densitas proton, T1 dan T2.
Perbedaan ketiga karakteristik ini dari jaringan satu dengan jaringan lain yang merupakan sumber kontras dalam pencitraan MR konvensional. Sensitivitas kontras pada suatu karakteristik jaringan spesifik ditentukan oleh berbagai parameter yang dihubungkan dengan metoda pencitraan. Bila metoda pencitraan spin-echo konvensional digunakan, TR dan TE adalah parameter yang dapat dipakai untuk mengatur kontras sensitivitas untuk karakteristik jaringan tertentu.
Sensivitas maksimum untuk kontras T1 diperoleh dengan menggunakan TR relatif pendek. Maksimum sensitivitas untuk kontras densitas proton membutuhkan TR yang relatif panjang. Nilai TE merupakan kontrol utama untuk menentukan sensitivitas kontras T2. Dalam pencitraan MR pertimbangan harus diberikan pada kontras berlawanan yang sering dihasilkan oleh berbagai karakteristik jaringan. Sebagai contoh, bila kontras T1 dan T2 dicampur tidak tepat dalam suatu citra, visibilitas perbedaan berbagai lesi atau jaringan lain akan direduksi dan bahkan akan dapat hilang



No comments:

Post a Comment