Wednesday, 8 February 2012

Prinsip dasar MRI
Pembentukan citra berdasarkan sifat kemagnetan proton
Citra MRI, memberikan informasi lebih lengkap dibanding dengan citra CT.

CT – tergantung satu parameter, daya atenuasi sinar X (rapat elektron), menggunakan radiasi pengion (bahaya radiasi)
MRI – tergantung pada banyak parameter, tidak menggunakan radiasi pengion.
CT- dimulai sekitar th 1970, penggunaan komputer dalam bidang medis
MRI – Damadian (1971), dapat membedakan jaringan normal dan cancer pada tikus dengan NMR.
Lauterbur (1973), menunjukkan cara pembentukan citra dengan gradien medan magnet
1977, MRI mulai dipakai dalam bidang medis.
Dasar elektromagnet



Muatan bergerak atau arus menimbulkan medan magnet.





Loop yang dialiri arus, mempunyai moment magnet

m
= i A
Perubahan fluks magnet dalam suatu rangkaian, menimbulkan arus, gaya gerak listrik





e = - N df/dt





Perhatikan bahwa f = B.A
B kuat medan magnet, A luas loop. Perubahan f dapat disebabkan oleh perubahan B ataupun perubahan A.

Sifat kemagnetan inti
Komponen inti, proton dan neutron. Gerakan spin proton menimbulkan momen (dipol) magnet sebanding dan searah dengan spin S (momentum sudut spin).
m = g S
g gyromagnetic ratio
m - vektor
S = ± ½ h/2p dan h menyatakan konstanta Planck.
Neutron partikel neutral, namun juga mempunyai momen dipol magnet, arahnya berlawanan dengan spin S
Inti dengan jumlah proton ataupun jumlah neutron ganjil mempunyai momen magnet, sedangkan inti dengan proton atau neutron genap tidak memiliki momen magnet. Contoh inti yang memiliki momen magnet 1H, 31P, 19F, 13C.
Momen magnet material/jaringan
M = Si mi
Materi yang mengandung banyak hidrogen atau proton, pada umumnya mempunyai momen magnet nol, karena masing-masing proton mempunyai arah momen magnet sembarang yang saling menghilangkan.



Bila materi diletakkan dalam medan magnet B0 arah z, setiap proton akan brpresesi dengan arah paralel dan anti paralel dengan medan magnet

Medan magnet memberi tambahan energi

E = - m . B0 = ± (- ½ h/2p g B0)

Tingkat energi proton

Dalam kondisi keseimbangan termal, jumlah proton yang berpresesi anti paralel lebih sedikit dibanding dengan yang berpresesi paralel, sehingga momen magnet materi M0 searah dengan medan magnet B0. Komponen momen magnet arah x dan y (Mxy) saling menghilangkan dan sama dengan nol.
 




M0 = (N m2/ k T) B0

k konstanta Boltzman  = 1.38 x 10-23 J/K
T suhu absolut = 273 + t 0C
Bila sistem diberi energi dari luar dalam bentuk gelombang elektromagnet, dengan komponen B tegak lurus B0, dan mengakibatkan proton pada tingkat energi dasar meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi, maka energi dari luar harus sama dengan perbedaan kedua tingkat energi proton

D E = h/2p w0 = h/2p g B0
w0 = g B0
f0= (g/2p) B0
Frekuensi w0 identik dengan frekuensi presessi proton mengelilingi B0. Persamaan w0 = g B0 dikenal sebagai persamaan Larmor. Perhatikan bahwa f dan w menyatakan frekuensi linier dan frekuensi sudut.
Harga rasio giromagnetik g untuk proton 42.6 MHz/T.
Sesuai dengan persamaan Larmor, gelombang elektromagnet yang diperlukan untuk resonansi terletak pada daerah frekuensi radio (RF). Frekuensi Larmor tergantung pada kuat medan B0 dan inti yang diamati yang mempunyai harga g spesifik

Dibanding dengan rasio giromagnetik atom lain dalam tubuh, harga
g untuk hidrogen tertinggi

Inti
g (MHz/T)
1H
42.6
19F
40.1
31P
17.2
23Na
11.3
13C
10.7
3H
6.5
17O
5.8
39K
2.0
Pemberian energi resonansi menimbulkan efek pada sistem
·       Populasi proton berpresesi dengan spin berlawanan arah medan meningkat, sehingga momen magnet arah z, Mz, mengecil.
·       Presessi momen dipol magnet setiap proton cenderung mempunyai fase sama, sehingga momen magnet arah x dan y, Mxy, tidak saling menghilangkan lagi.



 



Setelah pemberian pulsa gelombang elektromagnet dihentikan, proton-proton akan kembali kekeadaan keseimbangan semula, dan prosesnya disebut relaksasi. Waktu yang dibutuhkan oleh komponen searah z, Mz kembali ke arah mendekati M0 disebut waktu relaksasi longitudinal, ditandai dengan T1. Sedangkan waktu yang dibutuhkan oleh Mxy kembali mendekati nol disebut waktu relaksasi transversal, dan ditandai oleh T2.





T1 juga disebut sebagai relaksasi spin-lattice (spin –kisi). Dalam zat padat kehilangan energi spin diberikan kepada kisi kristal di lingkungannya (atom dalam kristal). Dalam sistem cairan kisi yang menerima penurunan energi spin ekuivalen dengan gerakan termal molekul. Dengan demikian T1 dipengaruhi oleh lingkungan proton, kekuatan kopling antara spin dengan kisi. Dalam zat padat ataupun struktur jaringan tegar, gerakan atom terbatas, penyerapan energi lambat, T1 menjadi panjang, sinyal MR dengan pembobotan T1 kecil sekali mendekati nol (gelap). Sebaliknya dalam cairan gerakan lebih bebas, penyerapan energi lebih cepat, sehingga T1 menjadi pendek.
T2 juga disebut waktu relaksasi spin-spin, merupakan fungsi laju pertukaran spin. Dalam struktur tegar atau struktur dengan gerakan lambat, proses relaksasi cepat, sehingga T2 pendek. Kenaikan gerakan molekul, penurunan berat molekul, kenaikan temperatur, ataupun fleksibilitas molekul yang tinggi, menyebabkan efesiensi proses relaksasi menurun, sehingga T2 menjadi panjang.
Waktu relaksasi T1 dan T2 ditentukan oleh kekuatan dan sifat interaksi antara inti dengan lingkungannya, sehingga sinyal MR mampu memberikan informasi dinamis suatu struktur.

Waktu relaksasi

Pulsa 900 merebahkan M0 menjadi Mx atau My
Pulsa 1800 mengubah arah magnetisasi sebesar 1800.




a)      sebelum diberi pulsa RF
b)      sesudah diberi pulsa 900







Perubahan Mz sebagai fungsi waktu relaksasi T1

Medan lokal tidak homogen (B0 ± D B0), sehingga frekuensi presesi proton berbeda-beda. Proton yang mengalami medan B0 + D B0 berpresesi lebih cepat dibanding dengan proton yang mengalami medan B0 - D B0. Magnetisasi transversal Mx akan hilang pada saat grup proton yang tercepat dan terlambat mengalami defase 1800.

a) sebelum defase, b) setelah defase
Inhomogenitas mengakibatkan waktu relaksasi transversal yang teramati menjadi T2*.
1/ T2*.= 1/ T2 + ½ g D B0
dMx/ dt = - Mx/ T2
                 Mx = M0 e- t/T2




Perubahan magnetisasi transversal sebagai fungsi T2
Deteksi signal
Perubahan fluks magnetisasi tranversal dideteksi dengan lilitan.
e = - df/dt
Deteksi signal secara langsung disebut peluruhan induksi bebas (free induction decay, FID). FID hanya sensitif terhadap T1, namun hampir tidak memberikan kontras T2. Oleh karenanya, FID tidak dideteksi langsung, ekho FID mampu memberikan kontras lebih baik.
Salah satu cara untuk membentuk ekho FID dengan memberi pulsa 1800 arah x atau y selang waktu t setelah pulsa 900. Ekho signal diperoleh pada selang waktu t setelah pulsa 1800, berarti 2t setelah pulsa 900.

Koherensi fase terjadi pada saat 2t setelah pulsa 900. Bila setelah 3t diberikan lagi pulsa 1800, maka ekho terjadi lagi setelah waktu 4t, dan seterusnya.
Urutan ekho 900 - t - 1800 - t - ekho - t - 1800 - t - ekho…..
Amplitudo ekho spin mengecil dipengaruhi pula oleh medan eksternal yang tidak homogen, menambah pengaruh waktu relaksasi spin-spin T2.

Cara lain untuk membentuk ekho, dengan pemberian gradien magnet balik. Bila proton pada posisi x mengalami medan magnet B0 + gx selama waktu t, kemudian diberi gradien magnet balik yang sama besar B0 – gx, maka presesi setiap proton juga berubah, sehingga mereka mempunyai fase sama setelah waktu 2t. Ekho demikian disebut ekho gradien.
Untuk membentuk citra, pulsa RF diberikan berulang-ulang.
TR (time repetition) waktu antara 2 pulsa
TE (time echo) waktu antara pulsa 900 dengan pengambilan signal
TR dan TE merupakan variabel utama yang digunakan untuk memanipulasi kontras citra, sesuai dengan informasi yang diinginkan (distribusi proton, waktu relaksasi T1 atau waktu relaksasi T2).
TR mengontrol kontras berkaitan dengan T1.
TE mengontrol kontras berkaitan dengan T2
TR menurun, pembobotan T1 meningkat. Untuk dua material dengan T1 berbeda, akan ada harga TR yang menyebabkan kontras maksimum. Menurunkan TR lebih rendah lagi akan mengakibatkan kontras menurun. Bila TR terlalu pendek, pemulihan Mz belum cukup besar, sehingga pada pemberian pulsa berikutnya, Mz yang direbahkan kembali lebih kecil, berarti intensitas signal kecil.
Peluruhan signal akibat relaksasi spin-spin menyebabkan intensitas signal menurun dengan kenaikan TE. Namun kenaikan TE akan meningkatkan kontras antara dua jaringan dengan T2 berbeda, sampai mencapai maksimum. Pemberian TE di atas harga optimal, kontras T2 menurun.
Urutan pulsa yang terdiri dari pulsa 900 dan diikuti pulsa 1800 disebut pulsa tunggal. TR < T1 untuk memperoleh kontras dengan pembobotan T1.
Urutan pulsa spin ekho yang terdiri dari pulsa 900 dan diikuti oleh 2 pulsa 1800 disebut pulsa ganda. TR sedikit mendekati T1 untuk menghilangkan efek pembobotan T1. Ekho pertama diambil dengan TE pendek, kontras T1 dan T2 rendah, sehingga kontras didominasi oleh perbedaan densitas proton. Ekho kedua, TE panjang, dan TR panjang, mengakibatkan bebas dari kontras T1. Dengan demikian TR panjang dan TE panjang didominasi oleh kontras T2.

TE pendek
TE panjang
TR pendek
Pembobotan T1
Pembobotan T1 dan T2
TR panjang
Densitas proton
Pembobotan T2
TR pendek, jaringan dengan T1 panjang nampak gelap
TE panjang, jaringan dengan T2 panjang tampak terang.
Urutan pulsa gradien ekho
Penggunaan gradien ekho ditandai dengan waktu pengambilan citra relatif lebih pendek dengan menggunakan TR pendek, dimungkinkan karena tidak menggunakan pulsa 1800. Pemulihan magnetisasi longitudinal menjadi lebih cepat. Biasanya gradien ekho disertai dengan pulsa sudut kecil (< 900), disebut metode FLASH (fast low angle shot). Metode FLASH memungkinkan pengamat memanipulasi sudut rebah, dan mengkombinasikannya dengan TR.
Dengan TR pendek(TR<T2), kemungkinan magnetisasi transversal masih tersisa pada saat pulsa eksitasi berikutnya diberikan, yang dihilangkan dengan memberi gradien magnet tinggi yang disebut spoiler.
Dalam metoda FISP (fast imaging with steady state precession), magnetisasi transversal justru dimanfaatkan pada pengambilan ekho berikutnya. Magnetisasi dibuat refase pada saat pemberian pulsa berikutnya. Amplitudo jaringan dengan T2 panjang menjadi lebih besar. Penguatan amplitudo dalam FISP naik dengan kenaikan sudut rebah. Bila TR >> T2 efek FISP menjadi hilang.
Keuntungan lain penggunaan kombinasi sudut rebah kecil adalah membuat irisan tipis, memungkinkan pencitraan 3D. Pengambilan irisan banyak, memerlukan waktu lama.
Urutan pulsa penyembuhan balik (inversion recovery)
Untuk memperoleh citra dengan pembobotan T1 kuat, biasanya dipakai metoda inversion recovery dengan urutan pulsa berikut.
1800 – tD – 900 - t - 180x0 - t - ekho
tD waktu peluruhan longitudinal. Disamping pembobotan T1 yang kuat, metoda inversion recovery juga memberikan pembobotan densitas proton. Densitas proton tinggi, T1 pendek, tampak relatif terang.



Pulsa pertama merebahkan M0 menjadi - M0

Pulsa kedua merebahkan Mz menjadi Mx atau My.
Selanjutnya pengambilan citra seperti pada spin ekho.
Dipilih pada saat harga tD optimal untuk memperoleh kontras dua jaringan optimal. Konsekuensi, terjadi signal sama dengan nol.  Jaringan normal, signal nol terjadi pada tD sekitar 200 – 400 msekon.
Pemilihan irisan
Pemberian gradien pada arah z mengakibatkan frekuensi resonansi bervariasi
w (z) = g Bz = g (B0 + gz)
Bila pulsa RF dan gradien magnet diberikan, hanya proton –proton dalam lapisan tipis dengan frekuensi tertentu yang beresonansi. Proton-proton di luar potongan, ikut tereksitasi, namun tidak beresonansi, menyebabkan citra tidak jelas. Untuk memperjelas, gradien magnet dibalikkan arahnya setelah RF dihentikan, potongan dapat dipertajam.





No comments:

Post a Comment