PELATIHAN BAGI
JABATAN FUNGSIONAL
RADIOGRAFER PELAKSANA LANJUTAN
JAKARTA, MARET 2011
B.
JABATAN
FUNGSIONAL RADIOGRAFER PELAKSANA LANJUTAN
1.
Peserta
a.
Kriteria:
1)
Paling rendah berijazah
Diploma III bidang radiologi;
2)
Pangkat :
(a)
Penata Muda, golongan ruang
III/a;
(b)
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
3)
Telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan fungsional di bidang radiologi dan mendapatkan Surat Tanda Tamat
Pendidikan atau Pelatihan (STTPP) atau Sertifikat.
b. Jumlah peserta:
Jumlah peserta dalam 1
kelas 30 orang.
2. Pelatih/fasilitator
Pelatih/fasilitator untuk
pelatihan disetiap jenjang memiliki kriteria berikut:
a. Memiliki kemampuan
kediklatan, yaitu telah mengikuti pelatihan calon widyaiswara atau AKTA/Pekerti
atau Training of Trainer(TOT) Jabfung
Radiografer atau pelatihan bagi Tenaga Pelatih Program Kesehatan (TPPK).
b.
Pendidikan S1/DIV dengan latar
belakang DIII Radiologi.
c. Memahami kurikulum pelatihan
jabatan fungsional Radiografer yang telah distandarisasi.
d.
Menguasai materi yang
disampaikan sesuai dengan Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang
ditetapkan dalam kurikulum pelatihan.
3. Penyelenggara
Kriteria penyelenggara
untuk pelatihan setiap jenjang yaitu :
a.
Institusi
atau lembaga pendidikan dan pelatihan yang memiliki kemampuan menyelenggarakan
pelatihan.
b.
Mempunyai
Master of Training (MOT) atau seseorang yang ditunjuk sebagai pengendali proses
pembelajaran yang menguasai materi pelatihan.
c.
Mempunyai
minimal 1 orang tenaga SDM yang pernah mengikuti Training Officer Course (TOC)
atau pernah menyelenggarakan pelatihan.
4. Tujuan Pelatihan
a. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat fungsional Radiografer
Pelaksana Lanjutan.
b. Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti pelatihan,
peserta mampu:
1) Menjelaskan Kebijakan
tentang Radiografi
2) Menjelaskan jabatan
fungsional Radiografer
3)
Menjelaskan tentang kode Etik
dan standar profesi Radiografer
4)
Melakukan tindakan teknik pemeriksaan
radiologi non kontras/pemeriksaan rutin.
5)
Melakukan tindakan teknik pemeriksaan radiologi dengan
bahan kontras.
6)
Melakukan treatment planning sistem pada teknik
penyinaran radioterapi.
7)
Melakukan pekerjaan di Mould Room.
8) Melakukan teknik pemeriksaan kedokteran nuklir.
9) Melakukan dinas jaga.
10) Membuat karya tulis/karya ilmiah bidang
radiologi dan imejing.
11) Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan
lainnya di bidang radiologi dan imejing.
12) Membuat buku pedoman/petunjuk teknis di
bidang radiologi dan imejing.
13) Menghitung angka kredit dan mengajukan
DUPAK.
5. Struktur Program
Untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, maka disusun materi yang akan diberikan secara rinci untuk
setiap jenjang pada struktur program berikut :
NO
|
MATERI
|
ALOKASI WAKTU
|
|||
T
|
P
|
PL
|
JLH
|
||
A.
|
MATERI DASAR:
1. Arah kebijakan dan Program Kementerian Kesehatan
2.
Jabatan Fungsional Radiografer
3. Kode Etik dan Standar Profesi Radiografer
|
2
2
1
|
-
2
2
|
-
-
-
|
2
4
3
|
Sub total
|
5
|
4
|
-
|
9
|
|
B.
|
MATERI INTI:
1.
Teknik pemeriksaan radiologi non kontras/ pemeriksaan rutin
2.
Teknik pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras
3.
Treatment planning system pada teknik penyinaran
radioterapi
4.
Teknik dalam pekerjaan di Mould Room
5.
Teknik pemeriksaan
kedokteran nuklir
6.
Dinas jaga
7.
Teknik membuat
karya tulis/karya ilmiah bidang radiologi dan imejing
8.
Teknik
penerjemahan/penyaduran buku dan bahan lainnya di bidang radiologi dan
imejing
9.
Teknik pembuatan buku pedoman/ petunjuk teknis di
bidang radiologi dan imejing
10. Teknik Penghitungan angka kredit dan
Pengajuan DUPAK
|
2
4
2
2
2
1
2
1
1
2
|
3
7
4
4
4
1
4
2
2
4
|
3
5
2
2
2
-
-
-
-
-
|
8
16
8
8
8
2
6
3
3
6
|
Sub total
|
19
|
35
|
14
|
68
|
|
C.
|
MATERI PENUNJANG:
1.
Membangun Komitmen Belajar
2.
Rencana Tindak Lanjut
|
1
0
|
2
2
|
-
-
|
3
2
|
Sub total
|
1
|
4
|
-
|
5
|
|
TOTAL
|
25
|
43
|
14
|
82
|
Keterangan: T = Teori; P = Penugasan; PL= Praktik
Lapangan; 1 Jpl @ 45 menit
6. Proses dan Metode Pembelajaran
a. Proses
pembelajaran
Proses pembelajaran dilaksanakan melalui tahapan
sebagai berikut:
a.
Dinamisasi
dan penggalian harapan peserta serta membangun komitmen belajar diantara
peserta.
b.
Penyiapan
peserta sebagai individu atau kelompok yang mempunyai pengaruh terhadap
perubahan perilaku dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam melaksanakan
tugas.
c.
Penjajagan
awal peserta dengan memberikan pre-test.
d.
Pembahasan
materi kelas.
e.
Praktik
kelas dalam bentuk penugasan-penugasan.
f.
Penjajagan
akhir peserta dengan memberikan post-test.
g.
Dalam
setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif baik dalam teori
maupun penugasan, dimana:
h.
Fasilitator
mempersiapkan peserta untuk siap mengikuti proses pembelajaran.
i.
Fasilitator
menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada setiap materi.
j.
Fasilitator
dapat mengawali proses pembelajaran dengan:
k.
Penggalian
pengalaman peserta.
l.
Penjelasan
singkat tentang seluruh materi.
m.
Penugasan
dalam bentuk individual atau kelompok.
n.
Setelah
semua materi disampaikan, fasilitator dan atau peserta dapat memberikan umpan
balik terhadap isi keseluruhan materi yang diberikan.
o.
Sebelum
pemberian materi berakhir, fasilitator dan peserta dapat membuat rangkuman dan
atau pembulatan.
b.
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran ini berdasarkan pada prinsip :
1) Orientasi
kepada peserta meliputi latar belakang, kebutuhan dan harapan yang terkait
dengan tugas yang dilaksanakan.
2)
Peran
serta aktif peserta sesuai dengan pendekatan pembelajaran.
3) Pembinaan
iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya komunikasi dari dan ke
berbagai arah.
Oleh karena itu metode yang digunakan selama
proses pembelajaran diantaranya
adalah :
1)
Ceramah
singkat dan tanya jawab.
2)
Curah
pendapat, untuk penjajagan pengetahuan dan pengalaman peserta terkait dengan
materi yang diberikan.
3)
Penugasan
berupa: diskusi, dan latihan menghitung angka kredit
7.
Diagram Alir
Proses Pembelajaran
|
|||||
|
|
Rincian rangkaian alir proses pelatihan sebagai
berikut:
1. Pembukaan
Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa
kegiatan berikut:
- Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
- Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya pelatihan.
- Perkenalan peserta secara singkat
2. Membangun
komitmen belajar
Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta
dalam mengikuti proses pelatihan. Kegiatannya antara lain:
a.
Penjelasan
oleh fasilitator tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan
dalam materi membangun komitmen belajar.
b.
Perkenalan
antara peserta dan para fasilitator dan panitia penyelenggara pelatihan, dan
juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta
terlibat secara aktif.
c.
Mengemukakan
kebutuhan/harapan, kekuatiran dan komitmen masing-masing peserta selama
pelatihan.
d.
Kesepakatan
antara para fasilitator, penyelenggara pelatihan dan peserta dalam berinteraksi selama
pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas, kenyamanan kelas,
keamanan kelas, dan yang lainnya.
3. Pengisian
pengetahuan/wawasan
Setelah materi Membangun
Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar
pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini, sebagai
berikut adalah: Arah kebijakan dan
Program Kementerian Kesehatan, Jabatan Fungsional Radiografer, Etika
Radiografer.
4. Pemberian
ketrampilan
Pemberian materi ketrampilan dari proses pelatihan
mengarah pada kompetensi keterampilan yang akan dicapai oleh peserta.
Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan
semua peserta untuk berperan serta aktif dalam mencapai kompetensi tersebut,
yaitu metode tanya jawab, studi kasus, diskusi kelompok, bermain peran, tugas
baca, simulasi, dan latihan-latihan tentang pemberdayaan masyarakat dan
program-programnya.
5. Rencana
Tindak
Lanjut (RTL)
Masing-masing peserta menyusun rencana tindak
lanjut pelaksanaan pelatihan Jabatan
Fungsional Radiografer.
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan tiap hari dengan cara me-review kegiatan proses pembelajaran yang
sudah berlangsung, ini sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses
pembelajaran selanjutnya. Di samping itu juga dilakukan proses umpan balik dari
pelatih ke peserta berdasarkan penilaian penampilan peserta, baik di kelas
maupun di lapangan.
7. Penutupan
Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk
mendapatkan masukan dari peserta ke penyelenggara dan fasilitator untuk
perbaikan pelatihan yang akan datang.
Nomor :
MI. 1
Materi :
Teknik Pemeriksaan Radiologi Non Kontras/Pemeriksaan Rutin
Waktu : 8 Jpl (T = 2 Jpl; P= 3 Jpl; PL= 3 Jpl)
Tujuan Pembelajaran
Umum (TPU)
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tindakan teknik
pemeriksaan radiologi non kontras/
pemeriksaan rutin
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti
materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan
pengelolaan ruangan radiologi.
2. Mengevaluasi mutu foto rontgen.
3. Melakukan pemeriksaan radiografi tulang-tulang muka
dan kepala.
4. Melakukan pemeriksaaan radiografi panggul/ pelvis
5. Melakukan pemeriksaaan radiografi tomografi.
6. Melakukan pemeriksaaan mammografi.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok
Bahasan
1.
Pengelolaan
ruangan radiologi
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Monitoring dan evaluasi
2. Teknik
evaluasi mutu foto rontgen:
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. metode
3.
Teknik radiografi tulang-tulang muka dan kepala.
a. Tulang muka
b. Tulang kepala
4.
Teknik
radiografi panggul/pelvis.
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Prosedur
5.
Teknik
radiografi tomografi.
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Prosedur
6.
Teknik
mammografi.
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Prosedur
Pokok Bahasan dan Sub
Pokok Bahasan
1.Pengelolaan ruangan radiologi
a. Perencanaan
Perencanaan pengelolaan ruangan radiologi dimulai pada
saat minimal 15 menit sebelum dilakukan pelayanan radiografi. Pengelolaan ruangan radiologi
terbagi menjadi :
1. Pegelolaan di Ruang Penerimaan Pasen
2. Pengelolaan di Tuang Kamar Gelap
3. Pengelolaan
Ruang Logistik radiologi
4. Ruang Sterilisasi
5. Ruang Teknisi Radiologi
6 Pengelolaan Ruang Radiasi ( pemeriksaan radiologi )
7 Pengelolaan Ruang Dokter Spesialis Radiologi /
Resident
8 Ruang Pengambilan hasil Pemeriksaan Radiologi
Perencanaan pengelolaan ruangan radiologi menjadi
sangat penting, kesiapan perencanaan yang baik akan menyebabkan pelayanan pemeriksaan
radiologi tepat waktu dan semakin baik dari praradiasi sampai post radiasi yang
berakhir pada pemberian hasil
pemeriksaan radiology.
b. Pelaksanaan
1.
Pengelolaan di Ruang Penerimaan Pasien.
A.
Pasien Rawat Jalan dan rawat inap Non Perjanjian
1.
Kesiapan Buku register
2.
Kesiapan Labeling
3.
Kesiapan Kasir/pembayaran biaya pemeriksaan radiologi
a.
Kwitansi yg beregister
b. Peralatan dengan system Kartu Kredit
B. Pasen Rawat jalan Perjanjian
A. Pemberian informasi Persiapan
Medik Radiologi
a.
Puasa
b. Tidak berhubungan intim suami- istri
c.
Pemeriksaan Laboratorium
d.Perlunya rawat inap ( pemeriksaan intervensional
radiology ).
e.Informasi cara minum bahan kontras sebelum
pemeriksaan
d.Membuat dan meneandatangani Surat kesediaan
dilakukan tindakan pemeriksaan radiologi.
B.Pemenuhan
persyaratan administrasi pemeriksaan Radiologi:
a. Foto copy
Askes/Jamkesos
b. Surat Keterangan tidak mampu
c. Surat Jaminan dari Perusahaaan
bila ada MOU
2.
Pengelolaan Ruang Kamar Gelap
a. Kesiapan Alat prosesing film otomatis/ manual
b. Kesiapan larutan kimia ( Developer + Fixer )
c.
Air
kran yang bersih dan mengalir
d. Kesiapan Kontak Film Screen dan
e.
Tersedianya Film untuk setiap jenis dan ukuran
f.
Kesiapan
Hanger
g. Kesiapan
alat Labelling Film
h. Kesiapan formulir2 untuk membuat laporan kegiatan
harian
Keberhasilan pemeriksaan radiology dan radiografi
sangat ditentukan radiografer dalam memproses film untuk yang manual selain oleh
tingkat kesegaran larutan prosesing film. Sedangkan untuk yang memakai
automatis prosesing film sangat ditentukan oleh kondisi kelayakan agar tidak menimbulkan artefak pada
film yang mungkin menyebabkan pemeriksaan di ulang.
3.
Ruang Logistik Radiologi
Penyiapan logistik untuk pelayanan radiologi
menjadi sangat penting tanpa adanya logistik yang memadai baik dari jumlah, spesifikasi barang dan ketepatan
distribusi maka sudah dapat dipastikan pelayanan akan terganggu. Oleh sebab itu
perencanaan jumlah pemakaian film, bahan kimia untuk prosesing film, kontras
media radiografi serta peralatan medik lainnya untuk setiap bulan pemakaian
harus diperhitungkan dengan cermat dan akurat. Teknik dan prosedur pengambilan
barang/alat dan obat2an harus dibuat sederhana tanpa mengurangi efektifitas dan
efesiensi dan evaluasi/pengawasan dan pelaporan pemakaian alat dan obat2an
harus dibuat pada saat semua pemeriksaan radiologi selesai kecuali untuk
pemeriksaan cyto atau dinas malam yang pemakaiannya dilaporkan setiap pagi
harioleh petugas jaga malam pada buku laporan dinasmalam.
4.
Ruang Sterilisasi
Pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras biasanya
memerlukan peralatan medik yang steril, siap dan laik pakai, dengan demikian
ada peralatan medik yg disposible namun ada yang dipakai ulang biasanya
peralatan medik yang terbuat dari bahan logam, kaca ( sirynx ), gloves, kain
kassa, kain pembungkus alat2 medik steril, Kain duk dl. Ruang steril biasanya
juga merupakan depot obat-obatan penunjang pemeriksaan radiologi seperti
alkohol, betadine, bahan kontras radiografi, obat-obat anestesi, obat-obat
kontra indikasi pemakaian bahan kontras dan abat-obat premedikasi dan tempat
penyimpanan. Kesiapan peralatan medik steril, bahan kontras media serta
obat-obatan yg diperlukan pada pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras
merupakan faktor penentu dalam peningkatan kualitas pelayanan radiologi
termasuk didalamnya pelanan kedaruratan medik radiologi akibat pemakaian bahan
kontras radiografi.
5.
Ruang Radiasi / Pemeriksaaan Radiologi
Ruang pemeriksaan radiologi merupakan pusat
pelayanan dimana pasen diperiksa secara radiologi baik dengan pesawat radiologi
konvensional, khusus ( Skull unit, mammografi, Tomografi ) maupun dengan
pesawat multipurpose dengan teknik fluoroscopy khususnya pemeriksaan dengan
bahan kontras radiografi, termasuk didalamnya pemeriksaan intervensional
radiology untuk pemeriksaan pembuluh darah arteri. Sedangkan dengan pesawat
mutkhir dilakukan pemeriksaan dengan alat CT Scan, MRI, USG 3 D Colour Dopller.
Dengan banyaknya variasi pemeriksaan radiologi maka kesiapan petugas khususnya
dokter spesialis radiologi dan radiografer serta perawat radiologi, tentu saja
alat-alat dan atau pesawat radiologi telah siap dan laik pakai sesuai dengan
SOP yg telah tersedia. Kesiapan yang perlu untuk melakukan pemeriksaan adalah
antara lain :
1. Pesawat sudah terkalibrasi.
2.
Sudah dilakukan pemanasan ( Warming up ) sesuai SOP
3.
Tersedia Apron dengan ketebalan setara dengan 03-0,5
mm Pb, Google, Thyroid shield.
4.
Kontak
film screen dengan jenis dan ukuran ygang diperlukan sesuai dengan pemeriksaan
yang akan dilakukan
5. Marker R / L
6. Peralatan medik radiologi lainnya untuk keperluan
pemeriksaan yang akan dilakukan, termasuk bahan kontras radiografi yang akan
dipakai
Keterampilan dokter spesialis radiologi dalam
melakukan pemeriksaan dan keterampilan radiografer dalam mengatur
parameter-parameter radiografi sangat menetukan tingkat keberhasilan
pemeriksaan radiologi yang dilakukan dan produk layanan radiologi dalam bentuk
foto-foto radiografi yang sesuai dengan kriteria imej.
6.
Ruang Pembacaan foto.
Pada Ruang pembacaan foto selain foto-foto yang sudah
selesai dibuat dan di identifikasi
sesuai dengan nomor rekam medik berikut amplopnya , disiapkan viewing Box yang
bersih dari noda dan dilengkapi dengan
lampu neon dengan tingkat kecerahan yang memadai. Hal ini dibutuhkan selain
untuk memeriksa dan menganalisa foto2 untuk dibuat ekspertise, ruangan ini juga
digunakan untuk memberikan pelajaran oleh dokter spesialis radiologi kepada
resident yang mengambil spesialis radiologi ( PPDS ) khususnya pada rumah sakit
Klas B pendiddikan dan klas A.. Perlengkapan lainnya adalah komputer dan
printer untuk membuat / mencetak lembar hasil radiologi. Semua film dan lembar
jawaban ( ekspertise dimasukan kedalam amplop film yang sudah disediakan dan
telah diberi identitas sesuai dengan rekam medis yang telah dibuat sebelumnya.
7.
Ruang pengambilan hasil pemeriksaan
Semua film yang telah diekspertise kembali dicatat
dalam buku registrasi pengambilan film. Kenudian dipisahkan jawaban yang asli
dan jawaban dalam bentuk kopiannya, yang asli dimasukan kedalam amplop film
bersama dengan film untuk diberikan kepada pasen yang mengambil hasil pemeriksaan radiologi, sedangkan
kopiannya disimpan secara teratur menurut nomor registrasi haal ini untukm
memudahkan apabila pasen ingin mengambil hasil pemeriksaannya akibat kehilangan
atau rusak dan atau lainnya sebab yang menyebabkan hasil ekspertisenya
diperlukan kembali.
d. Monitoring
dan evaluasi
Semua kegiatan pelayanan yang dilakuakan selalu di
dalam pengawasan radiografer yang di tugaskan biasanya radiografer senior.
Petugas tersebut setiap harinya setelah selesai pemeriksaan harus mengkolekting
semua laporan kegiatan pelayanan dari setiap ruangan dan dicatat dalam buku
laporan yang akan diserahkan kepada Kepala Instalasi radiologi untuk dilaporkan
kepada Direktur Rumah sakit. Adapun isi laporannya adalah antara lain;
1.
Jumlah
pasen yang datang
2.
Jumlah
pasen Rawat inap yang dilakukan pemeriksaan
3.
Jumlah
pasen rawat jalan yang dilakukan pemeriksaan
4.
Jumlah
pasen yang dilakukan perjanjian ( waiting list )
5.
Jumlah
Pemakaian film sesuai dengan ukuran
6.
Jumlah
Pemakaian bahan kontras radiografi
7.
Jumlah
Pembayaran tunai
8.
Jumlah
pembayaran dengan ASKES
9.
Jumlah
pembayaran dengan Jamsostek
10.
Jumlah
pembayaan secara tagihan rawat inap
11.
Jumlah
pemakaian Bahan Kontras radiografi
12.
Jumlah
pemakaian obat2an premedikasi
13.
Junlah
alat-alat kesehatan lainnya yang dipakai
Dari penjelasan diatas maka bagian radiologi
diwajibkan untuk membuat standar sesuai denga Permenkes tentang standarisasi
pelayanan radiologi, agar memberi kejelasan kepada masyarakat tentang pelayanan
yang dapat di lakukan beserta besaran tarif pelayanan pemeriksaan radiologi
serta alur-alur pelayanan radiologi. Dengan demikian evaluasi tidak hanya
dilakukan secara internal tetapi juga dilakukan oleh masyarakat terutama
evaluasi tentang kepuasan masyarakat terhadap tingkat pelayanan yang diberikan
oleh institusi pelanan radiologi baik secara terbuka dan langsung maupun secara
terulis melalui kotak saran masyarakat yang telah disedia
2.
Teknik evaluasi mutu foto rontgen:
a. Latar
belakang
Produduk akhir dari pelayanan kesehatan bidang
radiologi adalah film radiografi dan ekspertise film radiografi tersebut. Hal
ini menunjukan bahwa hasil ekspertise yang dibuat dokter spesialis
radiologi sangat tergantung kepada
kualitas gambaran radiografi yang dibuat oleh radiografer. Oleh sebab itu
radiografer harus mampu membuat radiiografi suatu organ sesuai dengan formulir
permintaan dokter pengirim, dan foto radiografi yang dibuat tentu saja harus
sesuai dengan kriteria gambaran yang sudah ditetapkan, selain mampu
membuat juga harus mampu menganalisa
pakah foto radiografi yang dibuatnya sudah sesuai dengan kriteia imej, karena bila
tidak sesuai dengan kriteria imaej foto tersebut terpoaksa di reject dan harus
mengulang membuat foto yang lebih baik, Hal ini tentu saja sangat merugikan
pasen yg mendapat radiasi yang sebenarnya tidak diperlukan.
Dengan demikian pengulangan
foto seharusnya tidak perlu dilakukan, namun demikian kesalahan hasil
radiografi tidak hanya dapat terjadi sebagai kealpaan ataupun kesalahan
radiografer namun juga dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain dikarenakan
oleh :
1. Kesalahan pesawat out put
pesawat
2. Kesalahan pada waktu
posesing film
3. Kesalahan pasen itu sendiri
kurang kooperatif
4. Kesalahan kontak film film
5. Kesalahan Safe light
6. Kesalahan memposisi pasen
dan memposisi obyek
7. Kesalahan pemasanan Grid
dan casete
8. kesalahan penyudutan tabung
Ro
9. Kesalahan menganalisa surat
permintaan pemeriksaan radiologi
Dari
banyaknya penyebabkeselahan-kesalahan hasil fotografi tersebut maka kompetensi
radiografer adalah mampu menganalisa hasil pembuatan film radiografi yang disebabkan
oleh kesalahan :
1.
Alat
dan fasilitas radiologi
2.
Kesalahan
metode
3.
Kesalahan
orang yang membuat
Untuk
mengurangi kesalahan-kesalahan tersebut maka perlu di diberikan kompetensi
Penjaminan Mutu Radiodiagnostik, dengan kompetensi ini radiografr tidak hanya
mampu mengngurangi dan atau menghilangkan kesalahan, juga mampu mengurangi
dosis penyinaran, menghemat bahan dan alat yang akhirnya dapat mengurangi biaya
operasional pelayanan radiologi.
b. Tujuan
Tujan
umum : Meningkatkan kualitas hasil layanan sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan pelayanan radiologi.
Tujuan Khusus :
1. Meningkatkan kualitas gambaran radiografi
2.
Mengurangi dan atau menghilangkan kesalahan atau kealpaan yang tidak sengaja
3. Menghemat alat dan bahan .
4. Mengurangi dosis terhadap pasen
5. Mengurangi efek radiasi terhadap pekerja
radiasi
c. Metode
Metode yang dilakukan adalah melalui
pendekatan pengamatan hasil radiografi terhadap kesesuaian dengan standar dalam
hal ini adalah standar kriteria imej yang dikeluarkan baik oleh WHO atau ILO
dan IAEA secara standar Internasional, BATAN dan BAPETEN sebagai standar Nasional untuk besaran dosis radiasi
dan keselamtan kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya..
Materi 3 : Teknik radiografi tulang-tulang muka dan kepala.
Tulang
muka Arc Zygomaticum : Proyeksi
Submentovertical
1.
Pengertian
Teknik
radiografi yang digunkan untuk memperlihatkan kelainan tulang zygomatikum
2.
Tujuan
Memperlihatkan
kelainan pada tulang zygomatikum
3.
Prosedur
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Patology yang Ditampakkan
Fraktur dan neoplatic/inflamantory process dari arc zygomaticum
Posisi Pasien
Supine atau erect . Posisi erect akan membuat pasien merasa lebih nyaman
Posisi Obyek
• Hyperekstensikan leher hingga IOML // IR
• Vertex menempel pada IR
• Atur MSP tegak lurus meja/permukaan bucky
• Pastikan tidak ada rotasi ataupun tilting
Posisi ini sangat tidak nyaman, sehingga usahakan agar pemeriksaan dilkakukan dengan waktu sesingkat mungkin
Central Ray
Tegak lurus
Central Point
4 cm inferior sympisis mentale setinggi MAE (pada pertengahan kedua angulus mandibula)
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi
Struktur yang ditampakkan
Arc zygomaticum
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Patology yang Ditampakkan
Fraktur dan neoplatic/inflamantory process dari arc zygomaticum
Posisi Pasien
Supine atau erect . Posisi erect akan membuat pasien merasa lebih nyaman
Posisi Obyek
• Hyperekstensikan leher hingga IOML // IR
• Vertex menempel pada IR
• Atur MSP tegak lurus meja/permukaan bucky
• Pastikan tidak ada rotasi ataupun tilting
Posisi ini sangat tidak nyaman, sehingga usahakan agar pemeriksaan dilkakukan dengan waktu sesingkat mungkin
Central Ray
Tegak lurus
Central Point
4 cm inferior sympisis mentale setinggi MAE (pada pertengahan kedua angulus mandibula)
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi
Struktur yang ditampakkan
Arc zygomaticum
Teknik Radiografi Nasal Bone : Proyeksi Lateral)
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 18 x 24
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Patologi yang ditampakkan
Fraktur nasal bone. Dapat Dibuat foto perbandingan dengan sisi yang diperiksa berada dekat dengan IR.
Posisi Pasien
Prone atau Erect
Posisi Obyek
• Atur sisi lateral bagian yang akan diperiksa dekat dengan IR
• Atur nasal agar berada ditengah-tengah IR
• Atur kepala agar true lateral dan posisi tubuh pasien agak oblique agar pasien merasa nyaman
• Atur MSP sejajar terhadap permukaan meja/bucky.
• IOML tegak lurus terhadap IR
Central Ray
Tegak lurus terhadap IR
Central Point
½ inchi inferior nasion
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi. Untuk memperoleh hasil yang tajam, khususnya untuk detail tulang nasal yang lebih baik, gunakan fokus kecil, detail screen, dan batasi lapangan penyinaran (focus daerah nasal)
Struktur Yang Ditampakkan
Tulang nasal dengan soft tissue nasal, frontonasal suture, dan anterior nasal spine
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 18 x 24
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Patologi yang ditampakkan
Fraktur nasal bone. Dapat Dibuat foto perbandingan dengan sisi yang diperiksa berada dekat dengan IR.
Posisi Pasien
Prone atau Erect
Posisi Obyek
• Atur sisi lateral bagian yang akan diperiksa dekat dengan IR
• Atur nasal agar berada ditengah-tengah IR
• Atur kepala agar true lateral dan posisi tubuh pasien agak oblique agar pasien merasa nyaman
• Atur MSP sejajar terhadap permukaan meja/bucky.
• IOML tegak lurus terhadap IR
Central Ray
Tegak lurus terhadap IR
Central Point
½ inchi inferior nasion
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi. Untuk memperoleh hasil yang tajam, khususnya untuk detail tulang nasal yang lebih baik, gunakan fokus kecil, detail screen, dan batasi lapangan penyinaran (focus daerah nasal)
Struktur Yang Ditampakkan
Tulang nasal dengan soft tissue nasal, frontonasal suture, dan anterior nasal spine
Teknik Radiografi Orbita Proyeksi Postero Anterior Axial (Caldwell)
POSISI PASIEN
- Pasien diposisikan prone atau erect, dengan MSP tubuh tepat pada mid line meja pemeriksaan. Bahu bertumpu sejajar pada bidang transversal dan lengan diletakan disamping tubuh dalam posisi yang nyaman
- Kepala diposisikan PA, dengan menempatkan :
- Dahi dan hidung menempel diatas kaset.
- Atur kepala sehingga OML tegak lurus dengan bidang film
- Pasien diberitahukan untuk menahan nafas pada saat eksposi
- Atur CR 300 caudally setinggi pertengahan orbita
- CP pada pertengahan kedua orbita.
KRITERIA GAMBARAN
- Kedua orbita tampak
- Petrous Ridge kiri dan kanan simetris terproyeksi di bawah bayangan orbita
- sinus Frontalis dan Sinus Maxilaris terproyeksi
- Jarak Batas Lateral Orbita dgn batas lateral kepala kiri dan kanan sama (simetris)
- Kolimasi sesuai objek yang difoto
- Marker R/L harus tampak di bagian tepi
TEKNIK RADIOGRAFI MANDIBULA PROYEKSI PA DAN
PA AXIAL
POSISI PASIEN :
POSISI PASIEN :
- Pasien diposisikan prone atau duduk
- Tempatkan lengan pada posisi yang nyaman dan atur bahu, sehingga berada pada bidang trasversal yang sama.
POSISI OBJEK :
- Letakan kepala dimana dahi dan hidung pasien menempel pada bidang film.Untuk mendapatkan ramus mandibula, pusatkan ujung hidung berada pada pertengahan bidang film.
- MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
- Pastikan tidak terjadi pergerakan/ perputaran pada objek kepala
- CR Untuk Proyeksi PA : CR tegak lurus bidang film dengan CP di pertengahan antara kedua bibir ( general survey / ramus mandibula)
- CR Untuk Proyeksi PA AXIAL : CR diarahkan 200 –250cranially dengan CP menembus ujung hidung ( untuk condylus mandibula).
KRITERIA GAMBARAN
- Kedua ramus dan bodi mandibula terproyeksi simetris
- Keseluruhan bagian mandibula terproyeksi tidak terpotong
- Pada proyeksi PA Axial kedua condylus mandibula terproyeksi dengan jelas
- Marker R/L tampak di bagian tepi film radiografi.
PROYEKSI EISLER
POSISI PASIEN :
POSISI PASIEN :
- Prone , semi oblique
POSISI OBJEK :
- Kepala diatur true lateral, Bagian pipi pasien ditempatkan pada bagian tengah kaset (melintang).
- Atur agar bagian objek 1,2 cm anterior dan 2,5 cm inferior dari MAE diletakkan dipertengahan kaset.
- Leher ekstensi dan atur agar ramus mandibula sejajar bidang film
- Central Ray disudutkan 25 derajat cranially
- CP : menembus angulus mandibula yang jauh dari film
KRITERIA GAMBARAN:
- Ramus mandibula
- Condilus mandibula
- Angullus mandibula
- Ramus mandibula kanan dan kiri tidak overlapping
3.
Teknik Radiografi Tulang kepala
A. PROYEKSI AP
POSISI PASIEN
POSISI PASIEN
- Pasien tidur pada posisi Supine di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
- Kepala diposisikan AP, dengan menempatkan :
- MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
- Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.
- Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala
- Letakkan Marker yang sesuai R atau L
- Lakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek.
- Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
- Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion, dengan memposisikan glabella atau nasion tepat dipertengahan bidang film.
- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi AP.
- Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film
KRITERIA GAMBARAN
- Seluruh kepala tampak pada proyeksi antero posterior, batas atas verteks, batas bawah simphysis menti, kedua sisi tidak terpotong
- Kepala simetris, jarak batas orbita dengan lingkar kepala sama kiri dan kanan.
- Tampak Sinus frontalis, maksilaris, sinus ethmoidalis, dan crista galli
- Os frontalis tampak jelas. nMarker R/L harus tervisualisasi.
B. PROYEKSI LATERAL
POSISI PASIEN
POSISI PASIEN
- Pasien tidur pada posisi semi Prone di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
- Kepala diposisikan Lateral, dengan menempatkan :
- MSP kepala sejajar pada bidang film.
- Infra Orbito Meatal Line (IOML) sejajar dengan bidang film.
- Inter Pupillary line (IPL) tegak lurus dengan bidang film
- Letakkan Marker yang sesuai R atau L
- Lakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek.
- Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
- Atur Central Point tepat pada daerah 5 cm di atas Meatus Acusticus Externa (MAE), dengan memposisikan daerah tersebut tepat dipertengahan bidang film.
- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi Lateral.
- Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film
KRITERIA GAMBARAN
- Seluruh cranium lateral batas atas vertex, batas belakang os occipital, batas depan soft tissue hidung
- Sella tursica tidak berotasi
- PCP & PCA , Dorsum sellae
- Ramus mandibula superposisi
- Mastoid superposisi
- MAE superposisi
B. PROYEKSI PA
POSISI PASIEN
POSISI PASIEN
- Pasien tidur pada posisi Prone di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
- Kepala diposisikan PA, dengan menempatkan :
- Dahi dan hidung menempel meja pemeriksaan
- MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
- Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.
- Dagu diganjal dengan spon
- Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala nLakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek
- Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
- Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion, dengan memposisikan glabella atau nasion tepat dipertengahan bidang film.
- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi PA.
- Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film
KRITERIA GAMBARAN
- Keseluruhan cranium dengan batas atas vertex, batas bawah simphysis menti, bagian samping kanan dan kiri kepala tidak terpotong
- Sinus frontalis, maksilaris, ethmoidalis
- Dorsum sellae, PCA, bagian superior sinus ethmoidalis
- Crista galli
- Lingkar orbita
- Jarak batas lateral kepala simetris
- Marker R/L tervisualisasi
Teknik Radiografi Skull (Proyeksi Lateral)
Pengertian :
Teknik
Radiografi Kepala posisi lateral adalah
Teknik pemeriksaan radiografi untuk memperlihatkan kelainan anatomi dan
patologis yang hanya dapat diperlihatkan pada posisi lateral kiri / kanan.
Prosedur
Prosedur
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Posisi Pasien
Prone atau duduk tegak, recumbent, semiprone (Sim’s) Position
Posisi Obyek
• Atur kepala true lateral dengan bagian yang akan diperiksa dekat dengan IR
• Tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di depan kepala dan bagian yang lain lurus dibelakang tubuh
• Atur MSP sejajar terhadap IR
• Atur interpupilary line tegak lurus IR
• Pastikan tidak ada tilting pada kepala
• Atur agar IOML // dengan IR
Central Ray
Tegak lurus
Central Point
2 inchi superior MAE
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas pada saat eksposi.
Catatan : pada pasien dengan posisi recumbent pemberian fiksasi di bawah dagu akan membantu agar posisi dapat true lateral
Struktur yang ditampakkan
Bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas. Sella tursika mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae ditampakkan dengan jelas
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Posisi Pasien
Prone atau duduk tegak, recumbent, semiprone (Sim’s) Position
Posisi Obyek
• Atur kepala true lateral dengan bagian yang akan diperiksa dekat dengan IR
• Tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di depan kepala dan bagian yang lain lurus dibelakang tubuh
• Atur MSP sejajar terhadap IR
• Atur interpupilary line tegak lurus IR
• Pastikan tidak ada tilting pada kepala
• Atur agar IOML // dengan IR
Central Ray
Tegak lurus
Central Point
2 inchi superior MAE
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas pada saat eksposi.
Catatan : pada pasien dengan posisi recumbent pemberian fiksasi di bawah dagu akan membantu agar posisi dapat true lateral
Struktur yang ditampakkan
Bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas. Sella tursika mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae ditampakkan dengan jelas
Teknik Radiografi Skull (Proyeksi AP Axial Towne Method)
Pengertian
Teknik Radiografi Skull
(Proyeksi AP Axial Towne Method adalah teknik pemeriksaan untuk
menunjukkan adanya lelainan anatomis dan patologi didaerah pituitary dan
sekitarnya
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu
gambaran pada daerah kepala
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Posisi Pasien
Supine atau erect
Posisi Obyek
• Atur bagian kepala posterior menempel meja/permukaan bucky
• Fleksikan leher agar IOML tegak lurus IR
• Atur MSP tegak lurus midline grid atau meja/permukaan bucky
Central Ray
• 30 derajat ke caudad apabila OML tegak lurus IR
• 37 derajat ke caudad apabila IOML tegak lurus IR
Central Point
1,5 inchi (4 cm) superior glabella
FFD
40 inci (100)
Tahan nafas saat eksposi
Struktur yang ditampakkan
• 37 derajat : dorsum sella dan posterior clinoid process tampak berada pada
foramen magnum.
• 30 derajat : anterior clinoid tampak dengan
jelas, jauh dari kedua petrous ridge, berada diatas foramen magnum, dorsum
sellae tampak diatas foramen magnum, superimposisi dengan occipital bone
4. Teknik radiografi panggul/pelvis.
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Prosedur
5. Teknik radiografi tomografi.
1.
Pengertian
2.
Tujuan
3.
Prosedur
6. Teknik Radiografi Mammografi
PENGERTIAN
Mammografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian mammae (payudara) dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif atau tidak untuk menegak kandiagnosa
Mammografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian mammae (payudara) dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif atau tidak untuk menegak kandiagnosa
GAMBAR MAMMA AP
TUJUAN
Tujuan umum untuk melihat susunan anatomis dan patologis.
TUJUAN
Tujuan umum untuk melihat susunan anatomis dan patologis.
Tujuan khusus untuk melihat sol abnormal.
PRINSIP MAMMOGRAFI
INDIKASI
• Screening Test
• Karsinoma (Ca)
• Fibroma
• Benjolan pada payudara
• Sumbatan
PERSIAPAN PASIEN
1. Informasi dan komunikasi yang baik dan jelas tentang pelaksanaan pemeriksaan
PRINSIP MAMMOGRAFI
INDIKASI
• Screening Test
• Karsinoma (Ca)
• Fibroma
• Benjolan pada payudara
• Sumbatan
PERSIAPAN PASIEN
1. Informasi dan komunikasi yang baik dan jelas tentang pelaksanaan pemeriksaan
- Mengganti pakaian dan melepas benda-benda
logam yang dapat mengganggu gambaran pemeriksaan.
PERSIAPAN ALAT
1. Mammografi Unit
• Anoda Mo
• Kaset khusus : Singgle screem
• Ada Conus
• Filter : Mo
2. Film khusus mammografi :
• Non Screen
• High Definition
Tujuan
• Menghindari dosis radiasi yang diterima pasien melampaui batas yang diijinkan.
• Menghindari kerusakan organ tubuh lain yang peka terhadap radiasi.
Tindakan
• Dilakukan hanya bila ada perintah dokter.
• Luas lapangan seminimal mungkin.
• Bekerja seteliti mungkin.
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Mediolateral
Posisi Pasien
Recumbent dan sedikit oblique ke posterior
Posisi Obyek
• Bagian mamae yang difoto dekat kaset.
• Mammae diletakkan di atas kaset dengan posisi horizontal.
• Lengan posisi yang difoto di atas sebagai ganjal kepala.
• Lengan lain menarik mamae yang tidak difoto ke arah mediolateral agar tidak superposisi dengan lobus lain.
Central Ray
Vertikal/tegak lurus/medio lateral
Central Point
Pertengahan mamae
FFD
Sedekat mungkin (konus menempel mamae), bila perlu kontak
NB : teknik soft tissue teknik
2. Superoinferior
Posisi Pasien
Duduk/erect
Posisi Obyek
• Mammae diletakkan diatas kaset.
• Film diatur horizontal.
• Tangan sebelah mammae yang difoto menekan kaset kearah dalam posterior dan tangan lain di belakang tubuh
• Sebaiknya dengan sistem kompresi (mengurangi ketebalan mamae agar rata & tipis)
• Kepala menoleh kearah yang berlawanan
Central Ray
Vertikal/tegak lurus
Central Point
Pertengahan mamae
FFD
35–40 cm
NB : teknik soft tissue teknik
3. Aksila
Tujuan : untuk melihat penyebaran tumor pada kelenjar aksila.
Posisi Pasien Erect
Posisi Obyek
• Dari posisi AP tubuh yang tidak difoto dirotasikan posterior 15 – 300 sehingga sedikit oblique.
• Obyek diatur ditengah film.
• Film vertikal pada tepi posterior.
• Batas atas film pada costae 11-12.
• Lengan sisi yang difoto diangkat ke atas dan fleksi dengan tangan di belakang kepala, lengan yang tidak difoto di samping tubuh.
Central Ray Horisontal/tegak lurus
Central Point 5 cm di bawah aksila
FFD : 35–40 cm
Nomor :
MI. 2
Materi : Teknik Pemeriksaan Radiologi dengan Bahan
Kontras
Waktu : 16 Jpl (T = 4 Jpl; P= 7 Jpl; PL= 5 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tindakan
teknik pemeriksaan dengan bahan kontras
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti
materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan pemeriksaan radiografi traktus urinarius.
2. Melakukan pemeriksaan radiografi traktus
digestivus.
3. Melakukan pemeriksaan radiografi cholecystografi/
billiari sistem.
4. Melakukan pemeriksaan radiografi HSG.
5. Melakukan persiapan pemeriksaan USG.
6. Melakukan pemeriksaan radiografi pada tindakan
pemasangan pacemaker/ kateterisasi.
7. Melakukan pemeriksaan radiografi PTC/ APG/RPG/
T.Tube/ERCP/PTCD.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1. Pemeriksaan
Radiografi traktus urinarius.
a.
Pengertian
Pemeriksaan Traktus Urinarius adalah
teknik pemeriksaan radiografi dalam menilai traktus urinarius mulai dari
anatomi, fisiologis jaringan sampai morfologi dengan memakai bahan kontras
secara intravena.
b. Tujuan
a. Menilai Abdomen secara Umum
b. Menilai fungsi eksresi
ginjal.
c.
Menilai morfologis dari
struktur pelvio-kalises sistem.
d. Menilai ureter
e. Menilai Blass
f. Menilai
kemampuan miksi.
c.
Prosedur
Persiapan sebelum pemeriksaan
Sewaktu pasien datang diharuskan
memeriksa kadar ureum & creatinin, ureum normal ± 40 mg%, creatinin normal,
kemudian diharuskan persiapan sbb:
Dirumah:
·
General
abdomen preparation
·
Cairan
dikurangi ± 10 s/d 12 jam, jangan minum terlalu banyak
Diradiologi:
· Vesica urinaria harus kosong sebelum pemeriksaan dilakukan
Ditanya tentang sensitivitas
terhadap kontras media (obat-obatan)
Prosedur
Teknik Radiografi
Prosedur
Taknik Radiografi yang dilakukan adalah :
1. Prosedur
TeknikRadiogarfi Intra Venous Pyelografi ( IVP )
A Prosedur
Persiapan Pasen
·
Pasien mengganti pakaian
dengan baju pemeriksaan yang telah disiapkan
·
Dibuat plain foto BNO
(preliminary film) dengan batas atas pross. Syphoideus, batas bawah termasuk
symphisis pubis, batas lat. dinding abdomen
·
Disuntikkan bahan kontras
·
Photo diambil setelah 5”, 10”,
20”, 30”, post injeksi, PV bila diperlukan dibuat foto 60” s/d 120” post
injeksi
·
5”, 10” film 24 x 30 melintang
dengan compresion band
o Batas atas: pross syphoideus
o Batas bawah: crysta iliaca
·
20” film 35 x 43 compresion
band dilepas
o Batas atas: pross syphoideus
o Batas bawah: symphisis pubis
·
Faktor exposi
o KV: 70 – 73 dengan mAS: 10 – 12.5
o Bucky: ya
o Exposi diambil dalam ekspirasi tahan nafas
·
Posisi pasien tidur terlentang
/ supine dengan pertengahan tubuh ditengah meja
·
30”
film 35 x 43 posisi pasien telungkup / prone, bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk telungkup foto dilakukan tetap dalam keadaan terlentang /
supine
B. Prosedur Teknik Radiografi Cystogram
a. Pengertian :Retrograde cystografi merupakan salah satu
pemeriksaan traktus urinarius yang dikhususkan untuk memeriksa bagian vesica
urinaria ( kandung kemih ) dan uretra, dengan cara memasukan suatu bahan
kontras yang dimasukan melalui uretra, dengan mengunakan kateter atau langsung
menggunakan spuit.`
b. Tujuan :Ada beberapa tujuan
dilakukannya pemeriksaan Retrograde Cystografi, berikut tujuan-tujuan tersebut
:
- untuk melihat anatomi dari vesica urinaria beserta dengan fungsi fisiologinya.
- Untuk melihat apakah ada kelainan fungsi dari vesica urinaria dan uretra.
- Untuk melihat adakah massa atau batu didalam vesica urinaria dan uretra.
- untuk melihat anatomi dari vesica urinaria beserta dengan fungsi fisiologinya.
- Untuk melihat apakah ada kelainan fungsi dari vesica urinaria dan uretra.
- Untuk melihat adakah massa atau batu didalam vesica urinaria dan uretra.
C.
Prosedur Persiapan Alat dan Bahan
Berikut
alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan retrograde cystografi :
- Pesawat Rontgen dan Fluoroscopy
- Disposable cateter
- Cateter connection
- Plesterpas Alcohol
d. Prosedur Persiapam Pasen
Selama ingin dilakukan pemeriksaan retrograde cystografi, pasien
tidak mempunyai persiapan-persiapan khusus. Tetapi sebelum dilakukan
pemeriksaan retrograde cystografi pasien terlebih dahulu dipasang kateter di
bagian urologi. Sebelum dilakukannya pemeriksaan retrograde cystografi alangkah
baik nya vesica urinari nya di kosongkan. Bila di permintaan tersebut tertulis
BNO – CYSTOGRAFI maka di buat foto pendahuluan BNO POLOS, bila dipermintaan
tersebut tidak ada bacaan BNO – CYSTOGRAFI maka langsung saja dilakukan
pemeriksaan cystografi. Foto harus mencangkup distal ureter dan
prostate pada pasien laki- laki.
d.
Prosedur Pemasikan bahan kontras radiografi
Vesica urinaria pasien terlebih dahulu
dikosongkan dengan cara klem kateter dibuka, maka urin akan keluar dan
ditampung dengan alat penampung. Setelah itu kontras media yang sudah ada
didalam spuit di suntikan melalui kateter, kemudian kateter di klem dan
dilekatkan pada paha pasien.
e.
Prosedur teknik pemeriksaan Cystografi
Posisi
rutin yang biasa dilakukan untuk pemeriksaan retrograde cystografi adalah AP ,
Oblique kiri dan kanan, Lateral dilengkapi dengan voiding cystografi, untuk
foto voiding cystografi jarang dilakukan dan tergantung pada prosedur tiap
rumah sakit atau tergantung permintaan dokter radiologi atau radiolog.
A. Posisi AP
A. Posisi AP
Tujuan
pembuatan posisi AP pada pemeriksaan retrograde cystografi adalah untuk melihat vesica urinaria dan
proximal urethra.
1. RPO 40 – 60 derajat
2. Kaki yang dekat meja fleksi
pada genu
C. Posisi Lateral
Tujuan posisi lateral untuk menggambarkan bagian
anterior, posterior dan dasar dari vesica urinaria.
CR : vertical dengan pasien lateral recumbent
atau cr horizontal dengan pasien supine.
- ujung distal ureter vesica urinaria dan bagian proksimal uretra pasien laki – laki harus tercakup.
- Pada posisi AP os pubis terproyeksi di bawah vesica urinaria.
- Pada posisi oblique paha bagian proximal tidak superposisi dengan vesica urinaria.
- Pada posisi lateral
- Tulang panggul dan kedua femur superposisi
- Vesica urinaria dan ureter distal tergambar melalui pelvis
C. Prosedur Teknik Radiogarfi Uretrogram
a.
Pengertian :
b.
Tujuan :
c.
Prosedur :
2. Pemeriksaan
radiografi traktus degestivus.
a. Pengertian
Pemeriksaan Radiologi Konvensional dengan Kontras
pada Saluran Cerna adalah pemeriksaan traktus digestivus dengan pemberian
kontras intralumen untuk mengetahui keadaan anatomi radiologi organ tersebut,
yang meliputi esofagus, lambung, duodenum, usus halus dan kolon
Prosedur Persiapan umum
1.
Mengurangi jumlah makanan
2.
Puasa 4 – 6 jam sebelum
pemeriksaan tergantung pada
kondisi dan umur.
3.
Tanpa laksan
Prosedur Pemeriksaan
untuk memperlihatkan kelainan pada taktus digestifus adalah;
a. Oesophagografi
b. Mag duodenum
c. Colon in loop
d. Appendicogram
a. Oesophagografi
1. Pengertian
Teknik Pemeriksaan Radiografi khusus
untuk melihat oesophagus dan pharynx dengan menggunakan media kontras positif.
2. Tujuan
Mengetahui
kelainan fungsi dan anatomi pada oesophagus dan pharynx.
4. Prosedur Pemeriksaan
Tidak ada persiapan khusus, kecuali
dilanjutkan untuk pemeriksaan Maag dan Duodenum.
Berikan penjelasan pada pasien ttg pemeriksaan yang akan
dilakukan.
b Persiapan Alat & Bahan
·
Pesawat X-Ray + Fluoroscopy
·
Baju Pasien
·
Gonad Shield
·
Kaset + film ukuran 30 x 40 cm
·
Grid
·
X-Ray marker
·
Tissue / Kertas pembersih
·
Bahan kontras
·
Air Masak
·
Sendok / Straw ( pipet )
c. Prosedur
Pemeriksaan
- Proyeksi AP/PA
- Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
- Faktor teknik :
- Film 30 x 40 cm memanjang
- Moving / Stationary Grid
- Shielding : region pelvic
- Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
- Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
- Posisi Pasien : Recumbent / erect
- Posisi Object :
- MSP pada pertengahan meja / kaset
- Shoulder dan hip tidak ada rotasi
- Tangan kanan memegang gelas barium Tepi atas film 5 cm di atas shoulder
- CR : Tegak lurus terhadap kaset
- CP : pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5-6 ) / 7,5 cm inferior jugular notch
- FFD : 100 cm
- Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
- Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium
- Catatan :
- Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose
- Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
- Kriteria radiograf :
- Struktur : Oesophagus terisi barium
- Posisi : Tidak ada rotasi dari pasien (Sternoclavicular joint simetris )
- Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
- Faktor eksposi :
- Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus superimposed dengan th-vertebrae
- Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
- Proyeksi Lateral
- Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
- Faktor teknik :
- Film 30 x 40 cm memanjang
- Moving / Stationary Grid
- Shielding : region pelvic
- Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
- Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
- Posisi Pasien : Recumbent / erect ( recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik )
- Posisi Objek :
- Atur kedua tangan pasien di depan kepala saling superposisi, elbow flexi
- Mid coronal plane pada garis tengah meja / kaset.
- Shoulder dan hip diatur true lateral, lutut flexi untuk fiksasi.
- Tangan kanan memegang gelas barium
- Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder
- CR : Tegak lurus terhadap kaset
- CP : pada pertengahan kaset setinggi T 5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
- FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
- Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
- Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium
- Catatan :
- Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose
- Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
- Kriteria radiograf :
- Struktur : Oesophagus terisi bariumterlihat diantara C.Vertebral dan jantung
- Posisi :
- True lateral ditunjukan dari superposisi kosta Posterior.
- Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus
- Oesophagus terisi media kontras.
- Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
- Faktor eksposi :
- Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
- Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
- Proyeksi RAO (Right Anterior Oblique)
- Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
- Faktor teknik :
- Film 30 x 40 cm memanjang
- Moving / Stationary Grid
- Shielding : region pelvic
- Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
- Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
- Posisi Pasien : Recumbent / erect ( recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik)
- Posisi Objek :
- Rotasi 35 – 40 derajat dari posisi prone dengan sisi kanan depan tubuh menempel meja / film.
- Tangan kanan di belakang tubuh, tangan kiri flexi di depan kepala pasien, memegang gelas barium, dengan straw pada mulut pasien.
- Lutut kiri flexi untuk tumpuan.
- Pertengahan thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR / meja Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder
- CR : Tegak lurus terhadap kaset
- CP : pada pertengahan kaset setinggi T 5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
- FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
- Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
- Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium
- Catatan :
- Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose
- Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
- Kriteria radiograf :
- Struktur : Oesophagus terisi bariumterlihat diantara C.Vertebral dan jantung ( RAO menunjukan gambaran lebih jelas antara vertebrae dan jantung dibandingkan LAO )
- Posisi :
- Rotasi yang cukup akan menampakkan oesophagus diantara C. Vert. & Jantung, jika oesophagus superimposed diatas spina, rotasi perlu ditambah.
- Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus
- Oesophagus terisi media kontras.
- Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
- Faktor eksposi :
- Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
- Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
- Proyeksi LAO (Left Anterior Oblique)
- Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
- Faktor teknik :
- Film 30 x 40 cm memanjang
- Moving / Stationary Grid
- Shielding : region pelvic
- Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
- Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
- PP : Recumbent / erect ( recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik )
- Posisi Objek :
- Rotasi 35 – 40 derajat dari posisi PA dengan sisi kiri depan tubuh menempel meja / film
- Tangan kiri di belakang tubuh, tangan kanan flexi di depan kepala pasien, memegang gelas barium, dengan straw pada mulut pasien.
- Lutut kanan flexi untuk tumpuan.
- Pertengahan thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR / meja
- Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder
- CR : Tegak lurus terhadap kaset
- CP : pada pertengahan kaset setinggi T5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
- FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
- Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
- Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium
- Catatan :
- Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose
- Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
- Kriteria radiograf :
- Struktur : Oesophagus terisi barium terlihat diantara sekitar hilus paru dan C.Vertebral
- Posisi : Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus, esophagus terisi media kontras.
- Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
- Faktor eksposi :
- Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras, menembus bayangan jantung.
- Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
b. Teknik
Pemeriksaan Maag Duodenum
i.
Pengertian
Adalah pemeriksaan secara radiografi
dengan menggunakan media kontras ( positif dan negative ) untuk menampakkan
kelainan pada lambung.
Biasanya merupakan pemeriksaan satu
paket dengan Oesophagus dan Duodenum (OMD=Oesophagus Maag Duodenum)
ii.
Tujuan :
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperlihatkan anatomi, fisiologi dan
patologi maag duodenum.
iii.
Prosedur :
1. Prosedur
Persiapan Pasen
a.
Pasien diberi penjelasan tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan ( kooperatif )
b.
2 hari sebelum pemeriksaan pasien
diet rendah serat untuk mencegah pembentukan gas akibat fermentasi
c.
Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air,
pasien puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan
d.
Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat – obatan
yang mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.
e.
Sebaiknya colon bebas dari fecal
material dan udara bila perlu diberikan zat laxative.
f.
Tidak boleh merokok ( nicotine
merangsang sekresi saliva )
g. Pasien diminta mengisi informed concent
2. Prosedur
Persiapan Alat dan bahan
a.
Pesawat X-Ray + Fluoroscopy
b.
Baju Pasien
c.
Gonad Shield
d.
Sarung tangan Pb
e. Kaset + film ukuran 30 x 40 cm, 30x40
cm.
f.
Bengkok
g.
X-Ray marker
h.
Bahan kontras barium sulfat
i.
Barium encer dengan air hangat
(BaSO4 : air = 1:4)
j.
Kontras negative ( tablet efferfecent, natrium sulfas,
sprite,dll)
3. Prosdur
Teknik Pemeriksaan
a. Prosedur Umum
1.
Foto
"abdomen survey" bila diperlukan.
2.
Sekurang-kurangnya
foto abdomen AP untuk mengetahui adanya tumor,
ileus paralitika / sumbatan sebagai foto pendahuluan.
3.
Test minum Bila
ada disfagi, beri minum air putih. Bila tidak bisa menelan, maka "barium
meal" ditiadakan.
4.
Kesadaran
menurun. Tes kesadaran dan aktivitas kooperatif
5. Prosedur Pemeriksaan
- Single Kontras
- Penjelasan pada pasien tentang prosedur Foto Polos Abdomen
- Dilakukan persiapan pemeriksaan
- Dibuat foto polos abdomen / dilakukan fluoroskopi hepar, dada dan abdomen.
- Pasien diberi media kontras 1 gelas
- Jika memungkinkan pasien dalam posisi berdiri, jika pasien recumbent pasien minum dengan sedotan
- Pasien diinstruksikan minum 2 – 3 teguk media contrast, dilakukan manipulasi agar seluruh mukosa terlapisi diikuti fluoroskopi atau dibuat foto yang diperlukan
- Setelah melihat rugae pasien minum sisa barium untuk melihat pengisian penuh dari duodenum.
- Dengan teknik fluoroskopi pasien dirotasi dan meja dapat disudutkan sehingga seluruh aspek oesophagus, lambung dan duodenum terlihat
- Double Kontras
- Setelah minum media kontras positif, pasien diberi pil, bubuk carbonat dsb untuk menghasilkan efek gas ( teknik lama, sisi sedotan dilubangi sehingga pada saat minum media kontras sekaligus udara masuk ke lambung.
- Pasien diposisikan recumbent dan diinstruksikan untuk berguling – guling 4 – 5 putaran sehingga seluruh mukosa terlapisi.
- Dapat diberikan glucagon atau obat lain untuk mengurangi kontraksi lambung ( lambung tidak relax )
- Dilakukan pengambilan foto dengan proyeksi sesuai yang diinginkan sama pada teknik single kontras.
- Bila menggunakan fluoroskopi diambil spot foto pada daerah – daerah yang diinginkan.
6. Prosedur Proyeksi pengambilan gambar
- PA erect ( film 30 x 40 ) untuk melihat type dan posisi lambung
- Lateral erect untuk melihat space retrogastric kiri
- PA recumbent untuk melihat gastroduodenal surface
- PA Obliq ( RAO ) untuk melihat pyloric canal dan duodenal bulb
- Right Lateral Decubitus utk melihat duodenal loop, duodenojujunal junction dan retrogastric space
- AP Recumbent utk melihat bagian fundus terutama pada teknik double kontras, rotasi lateral untuk melihat lesi pada dinding anterior dan posterior, retrogastric portion dari jejunum dan illium
- Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 250 – 300 untuk melihat hernia hiatal dan 10 – 15 derajat dan rotasi pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.
- Proyeksi PA (film 30 x40)
- Fungsi : untuk memperlihatkan polip, divertikul, gastritis, pada badab dab pylorus lambung
- Posisi Pasien : berdiri, prone menghadap kaset
- Posisi Objek : MSP pada pertengahan meja / kaset. Batas Atas : Xyphoid ( Th 9-10 ), Batas Bawah: SIAS, diyakinkan tidak ada rotasi abdomen.
- CR : Tegak Lurus
- CP : Pada pylorus dan bulbus duodeni.
- Stenik : 1-2 inchi dibawah L2 menuju lateral batas costae dan 1 inchi kekiri dari C. Vertebrae
- Astenic : 2 inchi dibawah L2
- Hiperstenic : 2 Inchi diatas level duodenum
- Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
- Kriteria Radiograf :
- Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum
- Body dan pylorus tercover
- Struktur gambar dapat menampakkan jaringan dari lambung dan duodenum.
- Tampak struktur anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi yang ada
- Proyeksi Lateral Erect (Lateral kanan)
- Fungsi : memperlihatkan proses pada daerah retrogastric seperti divertikel, tumor, ulkus gastric, trauma pada perut dan batas belakang lambung.
- Posisi Pasien : pasien miring arah kanan, atur kaki dan dan tangan mengikuti kemiringan pasien
- Posisi Objek : bahu dan daerah costae dalam posisi lateral, batas atas xyphoid, batas bawah crista iliaka
- Central Ray : Tegak Lurus
- Central Point : bulbus duodenum pada L1
- Stenik : 1-1,5 ke depan dari mid coronal plane
- Astenic : 2 inchi dibawah L1
- Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
- FFD : 100 cm
- Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
- Kriteria Radiograf :
- Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum tercover celah retrogastric, pylorus dan lengkung duodenum akan terlihat jelas khususnya pada tipe hiperstenic
- Lengkung duodenum terletak pada sekitar L1
- Dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan yang ada.
- Proyeksi LPO (left posterior oblique)
- Fungsi : bila digunakan double kontras akan dapat memperlihatkan dengan jelas batas antara udara dengan dinding pylorus dan bulbus sehingga jelas untuk GASTRITIS dan ULKUS
- Posisi Pasien : pasien recumbent, punggung menempel kaset.
- Posisi Objek : dari posisi supine dirotasikan 30 – 60 derajat dengan bagian kiri menempel meja, tungkai difleksikan untuk menopang, Batas atas :proc.xyphoideus, Batas bawah : SIAS
- CR : Tegak Lurus
- CP : pertengahan crista iliaca
- Stenik : L1
- Astenic : 2 inchi dibawah L1 mendekat mid line
- Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
- FFD : 100 cm
- Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
- Kriteria Radiograf :
- Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum, bulbus duodenum tanpa superposisi dengan pylorus
- Fundud tampak tertempeli BaSO4
- Pada double kontras tampak batas body dan pylorus dengan batas udara
- Tidak ada pergerakan dan kekaburan gambaran lambung dan duodenum
- Proyeksi PA Oblique (RAO)
- Posisi Pasien : recumbent, prone
- Posisi Objek : Abdomen diatur sehingga abdomen membentuk sudut 40 – 70 derajat dengan tepi depan MSP, lengan tangan sebelah kiri flexi ke depan, knee joint flexi.
- Central Ray : vertical tegak lurus
- Central Point : daerah bulbus duodeni
- Stenik : 1-2 inch dari L2
- Asthenic : 2-5 inchi di bawah L2
- Hiperstenic : 2-5 inchi di atas L2
- FFD : 100 cm
- Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
- Kriteri radiograf :
- Struktur ditampakkan : daerah lambung dan lengkung duodenum membentuk huruf C
- Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
- Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan
- Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.
- Proyeksi AP
- Posisi Pasien : Supine
- Posisi Objek : MSP pada mid line meja, pastikan tubuh tidak ada rotasi
- CR : tegak lurus dengan kaset
- CP : pada L1 ( diantara xypoid dan batas bawah costae )
- Stenik : L1
- Asthenic : 2 inchi di bawah L1
- Hiperstenic : 1 inchi di atas L1
- FFD : 100 cm
- Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
- Kriteria radiograf :
- Struktur ditampakkan : lambung dan duodenum, diafragma dan paru-paru bagian bawah
- Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
- Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan
- Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.
- Catatan :
- Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 25 – 30 derajat untuk melihat hernia hiatal.
- 10 – 15 derajat dengan rotasi pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.
c. Teknik Pemeriksaan Usus Besar ( Colon in loop )
a. Pengertian
Teknik pemeriksaan secara radiologi usus besar dengan menggunakan media kontras secara retrograde.
Teknik pemeriksaan secara radiologi usus besar dengan menggunakan media kontras secara retrograde.
b.Tujuan
Mendapatkan gambaran anatomis, fisiologis dan patologis kolon untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit/kelainan-kelainan pada kolon.
Mendapatkan gambaran anatomis, fisiologis dan patologis kolon untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit/kelainan-kelainan pada kolon.
c. Prosedur Pemeriksaan
1.
Prosedur Persiapan
Pasien
o 48 jam sebelum pemeriksaan pasien
makan makanan lunak rendah serat
o
18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet
dulcolax
o 4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi
dulkolak kapsul per anus selanjutnya dilavement
o
Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
o
30 menit sebelum pemeriksaan pasien
diberi sulfas atrofin 0,25 – 1 mg / oral untuk mengurangi pembentukan lendir
o
15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan
buscopan untuk mengurangi peristaltic usus.
2.
Prosedur Persiapan
Alat
o
Pesawat sinar – x yang dilengkapi
fluoroscopy
o
Kaset dan film sesuai kebutuhan
o
Marker
o
Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula
dan rectal tube
o
Sarung tangan
o
Penjepit atau klem
o
Spuit
o
Kain pembersih
o
Apron
o
Tempat mengaduk media kontras
o
Kantong barium disposable
3.
Prosedur Persiapan
Bahan
o
Media kontras BaSO4 = 70 – 80 % W/V
( Weight / Volume ), banyaknya sesuai panjang pendeknya kolon kurang lebih 600
– 800 ml dengan perbandingan 1: 8
o
Air hangat
o
Vaselin atau jelly
4.
Prosedur Teknik Pemeriksaan
1.
Metode Kontras
Tunggal
- Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media kontras.
- Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum, ascenden sampai daerah seikum.
- Dilakukan pemotretan full fillng
- Evakuasi, dibuat foto post evakuasi
2.
Metode Kontras Ganda
- Kolon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk mendorong barium melapisi kolon
- Selanjutnya dibuat foto full filling
- Pemotretan dilakukan apabila yakin seluruh kolon mengembang semua
- Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta lokasinya.
- Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum )
- Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk fleksura)
- Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan hepatica)
5 . Prosedur Pengambilan gambar dan Proyeksi
Pemotretan
·
Proyeksi
AP
o
Posisi Pasien : supine diatas meja
pemeriksaan, MSP tubuh tegak lurus meja, kedua tangan disamping tubuh dan kaki
lurus
o
Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas :
Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
o
CP : MSP setinggi Krista iliaka
o
CR : vertical tegak lurus
kaset
o
Kriteria Radiograf : seluruh kolon termasuk fleksura
hepatica
- Proyeksi PA
- PP : tidur tengkurap diatas meja pemeriksaan dgn MSP tubuh tegak lurus meja, kedua tangan disamping tubuh & kaki lurus
- PO : obyek diatur diatas meja, Batas Atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
- CP : pada MSP setinggi kedua Krista iliaka
- CR : vertical tegak lurus kaset
- Kriteria Radiograf : seluruh kolon, termasuk fleksura dan rectum
- Proyeksi RPO
- Posisi Pasien : supine diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke kanan 35-45 derajat terhadap meja, tangan kanan untuk bantal, tangan kiri menyilang didepan tubuh dan kaki kanan lurus, kaki kiri ditekuk untuk fiksasi
- Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
- CP : 1 – 2 inchi ke kiri dari titik tengah kedua Krista iliaka
- CR : vertical tegak lurus kaset
- Kriteria Radiograf : seluruh kolon, fleksura lienalis sedikit superposisi disbanding PA, colon descenden
- Proyeksi RAO
- Posisi Pasien : tidur tengkurap diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan 35 – 45 derajat terhadap meja, tangan kanan lurus disamping tubuh, tangan kiri didepan kepala dan kaki kanan lurus, kaki kiri ditekuk
- Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas Atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
- CP : 1 – 2 inchi ke kiri dari titik tengah kedua Krista iliaka
- CR : vertical tegak lurus kaset
- Kriteria Radiograf : seluruh kolon, fleksura hepatica sedikit superposisi disbanding PA, colon ascenden, sigmoid dan sekum
- Proyeksi LAO
- Posisi Pasien : tidur tengkurap diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke kiri 35 – 45 derajat terhadap meja, tangan kiri lurus disamping tubuh, tangan kanan didepan kepala dan kaki kiri lurus, kaki kanan ditekuk
- Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Batas bawah: Simp.pubis
- CP : 1 – 2 inchi ke kanan dari titik tengah kedua Krista iliaka
- CR : vertical tegak lurus kaset
- Kriteria Radiograf : seluruh kolon, fleksura lienalis sedikit superposisi dibanding PA, colon ascenden
- Proyeksi Lateral
- Posisi Pasien : tidur miring dgn MSP sejajar kaset, genu sedikit fleksi untuk fiksasi
- Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
- CP : MSP setinggi SIAS
- CR : vertical tegak lurus kaset
- Kriteria Radiograf : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rekto sigmoid pada pertengahan radiograf
- Proyeksi LPO
- Posisi Pasien : supine diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke kiri 35-45 derajat terhadap meja, tangan kiri untuk bantalan, tangan kanan menyilang didepan tubuh dan kaki kiri lurus, kaki kanan ditekuk untuk fiksasi
- Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Bats bawah: Simp.pubis
- CP : 1 – 2 inchi ke kanan dari titik tengah kedua Krista iliaka
- CR : vertical tegak lurus kaset
- Kriteria Radiograf : daerah sigmoid, rektosigmoid fleksura hepatica
- sedikitsuperposisi dibanding PA, colon ascenden, seikum.
4. Pemeriksaan Radiografi holecystografi/
Billiary System Oral.
a. Pengertian
Oral cholecystografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada sistem biliari dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.
b. Tujuan
Oral cholecystografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada sistem biliari dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.
b. Tujuan
Teknik pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendapatkan gambaran anatomi, fisiologi dan patologi Billiary
Sistem
C. Prosedur
1. Prosedur Persiapan Alat
• Pesawat sinar-x
• Kaset dan film 24 x 30
• Gonad shield
• Marker
• Time marker
• Tempat mengaduk kontras
• Sendok
• Gelas
• Pesawat sinar-x
• Kaset dan film 24 x 30
• Gonad shield
• Marker
• Time marker
• Tempat mengaduk kontras
• Sendok
• Gelas
2. Prosedur
Pemberian dan Pemakaian Bahan Kontras
Media kontras dapat berupa :
1. Biloptin(kapssul/granula/liquid)
2. Solubiloptin (podwer sachet)
3. Telepaque (tablet/podwer/liquid)
4. Biliodyl (tablet)
5. Orabilix
1. Biloptin(kapssul/granula/liquid)
2. Solubiloptin (podwer sachet)
3. Telepaque (tablet/podwer/liquid)
4. Biliodyl (tablet)
5. Orabilix
Bahan Kontras Radiografi di minum
minimal 14 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan
2. Prosedur Persiapan Pasen
2. Prosedur Persiapan Pasen
• Penandatangan Informed Consent.
• Siang sehari seblum pemeriksaan,
pasien diberikan makanan yang kaya simple fat.
• Malam hari sehari sebelum
pemeriksaan, pasien makan makanan rendah lemak.
• Media kontras diberikan 3-4 jam
setelah makan malam terakhir, dengan single dose 3 gram (tablet/kapsul/liquid).
• Kontras media yang bisa diberikan
dapat berupa telepaque (tablet/podwer/liquid), biliodyl (tablet) dan orabilix.
Konsetrasi kontras maximal 10-12 jam setelah administrasi dan pemeriksaan
dimulai.
• Selain itu media kontras yang dapat
dipakai yaitu biloptin (kapsul, solubiloptin (podwer sachet)
3. Prosedur
Pemeriksaan :
A. Pembuatan Foto Polos sebagai foto pendahuluan pada daerah gall blader
Foto diambil dalam posisi supine atau prone.
• Fungsi foto polos:
• Bila gall bladder tertutup material fases perlu dilakukan enema.
• Bila gall bladder belum juga nampak, maka persiapan diulang 1 hari, kemudian pemeriksaan dilakukan keesokan harinya.
• Posisi pemeriksaan yang dpt dilakukan adalah supine, prone, prone oblique, upright/erect, dan/atau lateral decubitus
• Posisi erect atau lateral decubitus, baik untuk menampakkan small stone pada lapisan fundus gall bladder.
• Bila fundus superposisi dengan organ intestinal atau spine, recumbent PA oblique
• Untuk mencegah superposisi dengan costae, ekposure dilakukan pada akhir full inspiration.
• Bila gall bladder berada pada iliac fossa, posisi supine akan menampakkan organ gallblader lebih superior, atau CR chepalic angulation.
• Fungsi foto polos:
• Bila gall bladder tertutup material fases perlu dilakukan enema.
• Bila gall bladder belum juga nampak, maka persiapan diulang 1 hari, kemudian pemeriksaan dilakukan keesokan harinya.
• Posisi pemeriksaan yang dpt dilakukan adalah supine, prone, prone oblique, upright/erect, dan/atau lateral decubitus
• Posisi erect atau lateral decubitus, baik untuk menampakkan small stone pada lapisan fundus gall bladder.
• Bila fundus superposisi dengan organ intestinal atau spine, recumbent PA oblique
• Untuk mencegah superposisi dengan costae, ekposure dilakukan pada akhir full inspiration.
• Bila gall bladder berada pada iliac fossa, posisi supine akan menampakkan organ gallblader lebih superior, atau CR chepalic angulation.
B. Prosedur Teknik Radiografi PA (Foto Polos Abdomen atas)
Posisi Pasien : prone
Posisi Obyek
• Kepala diberi bantal.
• Kedua tangan di samping kepala.
• Tungkai bawah lurus dengan suport pada ankle.
• Setengah bagian kanan tubuh berada pada pertengahan kaset (sthenik) dan gallblader lebih horizontal, 5 cm lebih tinggi dan lateral untuk hypersthenik, untuk asthenic gallblader vertikal dan 5 cm lebih rendah dan dekat midline.
Central Ray :Vertikal/tegak lurus
Central Point ; Setinggi Lumbal ke-2 (sekitar 1,25-2,5 cm dari margin terendah costae) dan 5 cm ke kanan dari MSP
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
2. PA Oblique (LAO)
Posisi Pasien : Prone
Posisi Obyek
• Seperempat tubuh bagian kanan dipertengahan meja.
• Tangan kiri di samping tubuh dan tangan kanan ditekuk di kepala.
• Untuk sthenic/hypostenic penyudutan badan 20- 250dengan meja pemeriksaan.
• Untuk hyperstenic penyudutan badan 15-200 dengan meja pemeriksaan.
• Untuk asthenic penyudutan badan 35-400 dengan meja pemeriksaan.
• Batas bawah kaset pada SIAS dan batas atas kaset pada diafragma.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point
Kurang lebih 7,5 cm kearah kanan dari Lumbal ke-3
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
Posisi Pasien : Prone
Posisi Obyek
• Seperempat tubuh bagian kanan dipertengahan meja.
• Tangan kiri di samping tubuh dan tangan kanan ditekuk di kepala.
• Untuk sthenic/hypostenic penyudutan badan 20- 250dengan meja pemeriksaan.
• Untuk hyperstenic penyudutan badan 15-200 dengan meja pemeriksaan.
• Untuk asthenic penyudutan badan 35-400 dengan meja pemeriksaan.
• Batas bawah kaset pada SIAS dan batas atas kaset pada diafragma.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point
Kurang lebih 7,5 cm kearah kanan dari Lumbal ke-3
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
3. Right Lateral Decubitus (Proyeksi
PA)
Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke arah kanan
Posisi Objek
• Kepala pada bantal.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee ditekuk semaksimal mungkin.
• Gallblader pada pertengahan kaset.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.
Central Ray : Horizontal/tegak lurus
Central Point : Titik tengah bagian kanan abdomen ( Daerah gall balader )
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
4. PA (Erect)
Posisi Pasien : Erect menghadap kaset
Posisi Objek
• Atur 5 cm ke kanan dari MSP pada pertengahan kaset.
• Untuk tipe asthenic rotasikan tubuh 10-150.
• Kedua lengan di samping tubuh.
Central Ray : Horizontal/tegak lurus
Central Point : Pada titik tengah daerah gallblader .
FFD : 100 cm
Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke arah kanan
Posisi Objek
• Kepala pada bantal.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee ditekuk semaksimal mungkin.
• Gallblader pada pertengahan kaset.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.
Central Ray : Horizontal/tegak lurus
Central Point : Titik tengah bagian kanan abdomen ( Daerah gall balader )
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
4. PA (Erect)
Posisi Pasien : Erect menghadap kaset
Posisi Objek
• Atur 5 cm ke kanan dari MSP pada pertengahan kaset.
• Untuk tipe asthenic rotasikan tubuh 10-150.
• Kedua lengan di samping tubuh.
Central Ray : Horizontal/tegak lurus
Central Point : Pada titik tengah daerah gallblader .
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat
ekspirasi.
Prosedur Pemeriksaan alternatif ( sesuai permintaan dokter spesialis Radiologi)
1. AP Oblique (RPO)
Posisi Pasien : Supine
Posisi Obyek
• Oblique dengan bagian kanan belakang tubuh menempel di meja pemeriksaan dan bagian kiri tubuh menyudut 10-200 dengan meja pemeriksaan.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point : Sekitar 2 inchi superior dari prone oblique (sekitar 7,5 cm kearah kanan dari lumbal ke-3 dan 2 inchi superior).
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
2. Right Lateral
Posisi Pasien : Tidur miring dan sisi sebelah kanan menempel meja pemeriksaan
Posisi Obyek
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee juga difleksikan semaksimal mungkin.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point : Antara lumbal ke-1–5 (sekitar lumbal ke-3)
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
Prosedur Pemeriksaan alternatif ( sesuai permintaan dokter spesialis Radiologi)
1. AP Oblique (RPO)
Posisi Pasien : Supine
Posisi Obyek
• Oblique dengan bagian kanan belakang tubuh menempel di meja pemeriksaan dan bagian kiri tubuh menyudut 10-200 dengan meja pemeriksaan.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point : Sekitar 2 inchi superior dari prone oblique (sekitar 7,5 cm kearah kanan dari lumbal ke-3 dan 2 inchi superior).
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
2. Right Lateral
Posisi Pasien : Tidur miring dan sisi sebelah kanan menempel meja pemeriksaan
Posisi Obyek
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee juga difleksikan semaksimal mungkin.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point : Antara lumbal ke-1–5 (sekitar lumbal ke-3)
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
4. Pemeriksaan
Radiografi HSG
a.
Pengertian
Hysterosalpingography adalah pemeriksaan secara
radiografi untuk menilai alat reproduksi wanita yaitu cervix, uterus, dan kedua
tuba secara anatomis dengan menggunakan kontras media, memasukkan kateter
kedalam uterus melalui kateter atau alat khusus untuk pemeriksaan HSG
b.
Tujuan
Memperlihatkan struktur kandung kemih serta struktur
infra vesica dan organ-organ sekitarnya
c. Prosedur
1. Prosedur Persiapan Pasien
•Tanyakan
bagaimana siklus menstruasi pasien.
•Beritahu pasien untuk tidak melakukan hubungan badan sebelum melakukan pemeriksaan.
•Pasien buang air kecil untuk mengkosongkan blass.
•Melepaskan benda-benda logam yang dapat menggangu gambaran pada daerah yang akan diperiksa.
•Penandatanganan Informed Consent.
•Beritahu pasien untuk tidak melakukan hubungan badan sebelum melakukan pemeriksaan.
•Pasien buang air kecil untuk mengkosongkan blass.
•Melepaskan benda-benda logam yang dapat menggangu gambaran pada daerah yang akan diperiksa.
•Penandatanganan Informed Consent.
2. Prosedur Persiapan Alat dan bahan
1.Steril
* HSG Set
•Speculum
•Portubator
•Portio tang
•Uterus sonde
•Conus
•Spuit
•Speculum
•Portubator
•Portio tang
•Uterus sonde
•Conus
•Spuit
* Media kontras Iodine compuond water saluble ( Urografin )
•Cutton
•Steril duk
•Aquadest /NaCl
2. Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Kaset dan film 24 x 30
•Cutton
•Steril duk
•Aquadest /NaCl
2. Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Kaset dan film 24 x 30
* Lampu Sorot
•Marker
•Marker
3. Prosedur Pemeriksaan
Pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG) ada dua yaitu HSG Set dan HSG Kateter. Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.
Pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG) ada dua yaitu HSG Set dan HSG Kateter. Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.
A. Prosedur Teknik Pmeriksaan
1.AP Plain (Uterine cavity)
Posisi Pasien Supine dan lytotomy pada saat pemasasangan HSG Set setelah terpasang pasen kembali diposisikan supine.
Posisi Obyek
•MSP pada pertengahan kaset.
•Tangan berada di samping tubuh.
•Tidak ada rotasi pada pelvis.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus terhadapa kaset.
1.AP Plain (Uterine cavity)
Posisi Pasien Supine dan lytotomy pada saat pemasasangan HSG Set setelah terpasang pasen kembali diposisikan supine.
Posisi Obyek
•MSP pada pertengahan kaset.
•Tangan berada di samping tubuh.
•Tidak ada rotasi pada pelvis.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus terhadapa kaset.
Pemeriksaan
dilakukan dengan bantuan fluoroscopy untuk memperlihatkan jalannya bahan
kontras pada saat disunsikan.
Central Point : 5 cm proximal simpisis pubis
Pemasangan kaset dengan posisi portrait pada Spot film devise dialakukan eksposi sesuai dngan aba-aba dokter yang memeriksa
Ekspose : Tahan nafas pada saat pasien ekspirasi.
2.AP Post Kontras : 5 cc
Keterangan:
1.Uterine tube
2.Normal contras
3.Body of uterus
4.Speculum
3.AP Oblique (RPO dan LPO) Post Kontras : 3-5 cc
4.AP Post Miksi/Post Void
Central Point : 5 cm proximal simpisis pubis
Pemasangan kaset dengan posisi portrait pada Spot film devise dialakukan eksposi sesuai dngan aba-aba dokter yang memeriksa
Ekspose : Tahan nafas pada saat pasien ekspirasi.
2.AP Post Kontras : 5 cc
Keterangan:
1.Uterine tube
2.Normal contras
3.Body of uterus
4.Speculum
3.AP Oblique (RPO dan LPO) Post Kontras : 3-5 cc
4.AP Post Miksi/Post Void
2.Teknik Radiografi HSG dengan kateter
PERSIAPAN ALAT
Steril
•Kateter dengan ukuran 8 dan 10
•Korentang
•Spekulum
•Long forcep
•Colby adaptor
•Extention tube
•Balon kateter
•2 way stopcock
•Media kontras
•Spuit 20 cc dan 3 cc
•Duk dan handscoen
•Kassa steril
•Obat antiseptic
•Larutan desinfektan (alcohol, betadine)
•Bengkok
•Mangkuk
Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Kaset dan film 24 x 30
•Marker
Media kontras
•Iodium water-soluble lebih baik dari oil soluble (yoder).
•Media kontras positif berisi :
a.Meglumine Diatrizoate
b.Sodium Diatrizoate
Contoh : Urografin 60%
PROSEDUR PEMASUKKAN MEDIA KONTRAS
•Setelah pasien diposisikan lithotomi, daerah vagina dibersihkan dengan desinfektan. Diberikan juga obat antiseptic pada daerah cervix.
•Speculum digunakan untuk membuka vagina dan memudahkan cateter masuk. Bagian dalam vagina dibersihkan dengan betadine, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur kedalaman serta arah uteri.
•Spuit yang telah terisi media kontras dipasang pada salah satu ujung kateter. Sebelumnya kateter diisi terlebih dahulu dengan media kontras sampai lumen kateter penuh.
•Dengan bantuan long forceps, kateter dimasukan perlahan ke ostium uteri externa.
•Balon kateter diisi dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon mengembang diantara ostium interna dan ostium externa. Balon ini harus terkait erat pada canalis servicalis, kemudian speculum dilepas.
•Pasien diposisikan di tengah meja pemeriksaan, dan mulai disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 5 ml atau lebih.
•Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi yang akan dilakukan serta ambil spot film radiografnya.
•Balon dikempiskan dan cateter dapat ditarik secara perlahan.
•Daerah vagina dibersihkan.
PROYEKSI PEMERIKSAAN HSG dengan kateter
1.AP Plain
2.AP Post Kontras
3.AP Oblique Post Kontras (RPO dan LPO)
4.AP Post Miksi
Keterangan:
1. Tumpahan Spill
2. Uterus
3. Kateter
PERSIAPAN ALAT
Steril
•Kateter dengan ukuran 8 dan 10
•Korentang
•Spekulum
•Long forcep
•Colby adaptor
•Extention tube
•Balon kateter
•2 way stopcock
•Media kontras
•Spuit 20 cc dan 3 cc
•Duk dan handscoen
•Kassa steril
•Obat antiseptic
•Larutan desinfektan (alcohol, betadine)
•Bengkok
•Mangkuk
Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Kaset dan film 24 x 30
•Marker
Media kontras
•Iodium water-soluble lebih baik dari oil soluble (yoder).
•Media kontras positif berisi :
a.Meglumine Diatrizoate
b.Sodium Diatrizoate
Contoh : Urografin 60%
PROSEDUR PEMASUKKAN MEDIA KONTRAS
•Setelah pasien diposisikan lithotomi, daerah vagina dibersihkan dengan desinfektan. Diberikan juga obat antiseptic pada daerah cervix.
•Speculum digunakan untuk membuka vagina dan memudahkan cateter masuk. Bagian dalam vagina dibersihkan dengan betadine, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur kedalaman serta arah uteri.
•Spuit yang telah terisi media kontras dipasang pada salah satu ujung kateter. Sebelumnya kateter diisi terlebih dahulu dengan media kontras sampai lumen kateter penuh.
•Dengan bantuan long forceps, kateter dimasukan perlahan ke ostium uteri externa.
•Balon kateter diisi dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon mengembang diantara ostium interna dan ostium externa. Balon ini harus terkait erat pada canalis servicalis, kemudian speculum dilepas.
•Pasien diposisikan di tengah meja pemeriksaan, dan mulai disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 5 ml atau lebih.
•Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi yang akan dilakukan serta ambil spot film radiografnya.
•Balon dikempiskan dan cateter dapat ditarik secara perlahan.
•Daerah vagina dibersihkan.
PROYEKSI PEMERIKSAAN HSG dengan kateter
1.AP Plain
2.AP Post Kontras
3.AP Oblique Post Kontras (RPO dan LPO)
4.AP Post Miksi
Keterangan:
1. Tumpahan Spill
2. Uterus
3. Kateter
5.
Melakukan Persiapan
Pemeriksaan USG.
Pengertian
:
Tujuan
:
Prosedur
:
6.
Pemeriksaan Radiografi pada tindakan pemasangan pacemaker/
kateterisasi jantung.
Pengertian :
Pemeriksaan intervensional
jantung dan pembuluh darah jantung dengan menggunakan teknik fluoroscopy untuk
pemasangan pacemaker
Tujuan :
Prosedur :
7. Pemeriksaan
Radiografi PTC/ APG/ RPG/ T.Tube/ ERCP/
PTCD.
A.
Pemeriksaan
Radiografi PTC
b.
Pengertian
:
c.
Tujuan :
d.
Prosedur
:
B.
Pemeriksaan
Radiogtafi APG
a. Pengertian :
b. Tujuan :
c. Prosedur :
C.
Teknik radiografi antegrade uretografi RPG
a. Pengertian
Adalah Teknik atau prosedur pemeriksaan menggunakan
sinar-X dari uretra dengan memasukkan media kontras untuk menegakkan diagnosa.
Biasanya dilakukan pada pasien laki-laki untuk menunjukkan
uretra secara utuh, dengan media kontras dimasukkan secara retrograde melalui
distal uretra, hingga media kontras mengisi semua salura uretra.
b. Tujuan
: Memperlihatkan kelainan anatomis, patologis dan fisiologis Buli-buli dan
uretra
c. Prosedur :
1. Prosedur Persiapan Pasien, Bahan dan
Alat
·
Tidak ada persiapan khusus, hanya
pasien harus mengosongkan bulinya terlebih dahulu sebelum pemasangan kateter
dilakukan.
o
Pasien melepaskan benda-benda logam yang dapat menggangu
gambaran.
2. Prosedur
persiapan Alat dan Bahan
·
Media kontras iodium 20 cc
·
Aqua steril 20 cc
·
Poly cateter 16 G / brodney clamp
·
Spuit 50 cc (spuit kaca 200cc)
·
Needle 19 G
·
Pesawat sinar-X, kaset dan film 24x30 cm
Broadney
clamp
3. Prosedur Pemeriksaan
· Pemasukan media kontras dapat
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut “broadney clamp”
yang diletakkan di distal penis
·
Jika tidak gunakan kateter yang diletakkan di ujung
penis.
·
Eksposi dilakukan berbarengan dengan pemasukan media
kontras.
A.
Prosedur Pemeriksaan Proyeksi AP
Lakukan plain foto posisi AP dengan
ujung penis diplaster ke sisi kanan/kiri, MSP (mid sagital plane) sejajar
dengan pertengahan bucky (grid).
Central Ray : tegak lurus IR
Central Point : symphisis pubis
Catatan : uretra tidak terpotong
B.
Prosedur Pemeriksaan
Proyeksi RPO 30 °
1. Central Point : pada symphisis pubis
2. Central Ray : tegak lurus IR
3. Kriteria Gambar
1.
Tampak gambaran uretra, dan sebagian vesica urinaria
(blass) terisi bahan kontras.
2.
Sedikit superimposisi gambaran uretra dengan proximal
femur dan jaringan femur kanan serta sedikit distal pelvis.
d. Teknik
Pemeriksaan PTC ( Perctaneus Tran Cholangiografi )
a.
Pengertian :
b.
Tujuan :
c, Prosedur :
E. Teknik
Pemeriksaan Radiografi Retrogragr
Peyelografi (APG)
a.
Pengertian :
b.
Tujuan :
c, Prosedur :
F. Endoscopic Retrograde Choledocopancreatography (ERCP)
a. Pengertian
Endoscopic Retrograde Choledocopancreatography (ERCP) adalah pemeriksaan radiografi pada pankreas
dan sistem billiary dengan bantuan media kontras positif dan menggunakan
peralatan fiber optik endoskopi untuk menegakkan diagnosa.
b. Prosedur
b. Prosedur
1. Prosedur
Persiapan Alat dan Bahan
*Pesawat sinar-x dan fluoroskopi
•Fiber optic endoscope : satu bendel glass fibre disatukan dan xenon light illuminator ditengah alat ini ada saluran untuk masuk kateter untuk memasukkan media kontras.
•Kaset dan film
•Apron
•Gonad shield
•Kateter
•Media kontras
•Obat dan peralatan emergensi
2. Prosedur Persiapan Pasen
•Tanyakan apakah pasien hamil atau tidak.
•Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma atau tidak.
•Pasien diminta menginformasikan tentang obat-obatan yang dikonsumsi.
•Pemeriksaan darah lengkap dilakukan 1-2 hari sebelumnya.
•Pasien puasa 5-6 jam sebelum pemeriksaan dimulai.
•Bila diperlukan, pasien dapat diberikan antibiotik.
•Penandatanganan informed consent.
•Plain foto abdomen.
•Premidikasi ameltocaine lozenge 30 mg.
•Media kontras : untuk panceatic duct diberikan angiografin 65% atau sejenisnya dan untuk billiary duct diberikan Conray 280 atau sejenisnya.
3. Prosedur Pemeriksaan.
•Pasien miring disisi kiri pada meja pemeriksaan.
•Endoskop dimasukan melalui mulut kedalam oesophagus selanjutnya melewati gaster melalui duodenum.
•Endoskopi diposisikan pada bagian tengah duodenum dan papilla vateri.
•Poly kateter diisi media kontras (berada dipertengahan endoskopi).
•Biasanya pancreatic duct diisi media kontras selanjutnya billiary duct.
•Fiber optic endoscope : satu bendel glass fibre disatukan dan xenon light illuminator ditengah alat ini ada saluran untuk masuk kateter untuk memasukkan media kontras.
•Kaset dan film
•Apron
•Gonad shield
•Kateter
•Media kontras
•Obat dan peralatan emergensi
2. Prosedur Persiapan Pasen
•Tanyakan apakah pasien hamil atau tidak.
•Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma atau tidak.
•Pasien diminta menginformasikan tentang obat-obatan yang dikonsumsi.
•Pemeriksaan darah lengkap dilakukan 1-2 hari sebelumnya.
•Pasien puasa 5-6 jam sebelum pemeriksaan dimulai.
•Bila diperlukan, pasien dapat diberikan antibiotik.
•Penandatanganan informed consent.
•Plain foto abdomen.
•Premidikasi ameltocaine lozenge 30 mg.
•Media kontras : untuk panceatic duct diberikan angiografin 65% atau sejenisnya dan untuk billiary duct diberikan Conray 280 atau sejenisnya.
3. Prosedur Pemeriksaan.
•Pasien miring disisi kiri pada meja pemeriksaan.
•Endoskop dimasukan melalui mulut kedalam oesophagus selanjutnya melewati gaster melalui duodenum.
•Endoskopi diposisikan pada bagian tengah duodenum dan papilla vateri.
•Poly kateter diisi media kontras (berada dipertengahan endoskopi).
•Biasanya pancreatic duct diisi media kontras selanjutnya billiary duct.
•Dibuat spot foto dipandu dengan fluoroscopy.
Prosedur Perawatan Post Pemeriksaan
•Pasien dimonitor hingga efek dari obat-obatan hilang.
•Setelah pemeriksaan pasien mungkin akan mengalami perasaan tidak nyaman pada tenggorokan, kembunga dan nausea (udara yang masuk).
•Komplikasi yang mungkin muncul seperti pancreatitis, perforasi, pendarahan ataupun reaksi alergi akibat sedative.
•Informasikan pada pasien untuk melaporkan apabila muncul fever, nyeri yang hebat ataupun pendarahan.
Prosedur Perawatan Post Pemeriksaan
•Pasien dimonitor hingga efek dari obat-obatan hilang.
•Setelah pemeriksaan pasien mungkin akan mengalami perasaan tidak nyaman pada tenggorokan, kembunga dan nausea (udara yang masuk).
•Komplikasi yang mungkin muncul seperti pancreatitis, perforasi, pendarahan ataupun reaksi alergi akibat sedative.
•Informasikan pada pasien untuk melaporkan apabila muncul fever, nyeri yang hebat ataupun pendarahan.
Nomor : MI. 3
Materi : Treatment Planning
Sistem Pada Teknik Penyinaran Radioterapi
Waktu : 8 Jpl (T = 2
Jpl; P = 4 Jpl; PL= 2 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU
Setelah
mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan treatment
planning sistem pada teknik penyinaran radioterapi
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti
materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan
dokumentasi perencanaan terapi radiasi dengan foto terapi simulator.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1. Dokumentasi perencanaan terapi radiasi dengan foto
terapi simulator.
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Prosedur
Nomor : MI. 4
Materi : Teknik Pekerjaan
di Mould Room
Waktu : 8 Jpl (T = 2 Jpl; P = 4 Jpl; PL = 2 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU
Setelah
mengikuti materi ini,
peserta mampu melakukan pembuatan masker ( Bodi fiksasi) pada teknik penyinaran radioterapi
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti
materi ini, peserta mampu:
1. Membuat masker untuk radioterapi.
2.
Membuat
countour organ untuk terapi
radiasi.
3. Membuat sistem blok radiasi untuk penyinaran
terapi.
4. Membuat
alat bantu penyinaran terapi
radiasi.
No comments:
Post a Comment