Tuesday, 31 January 2012


modul
PELATIHAN  BAGI

JABATAN FUNGSIONAL
RADIOGRAFER PELAKSANA LANJUTAN

JAKARTA, MARET 2011
B.     JABATAN FUNGSIONAL RADIOGRAFER PELAKSANA LANJUTAN
1.      Peserta
a.      Kriteria:
1)      Paling rendah berijazah Diploma III bidang radiologi;
2)      Pangkat :
(a)   Penata Muda, golongan ruang III/a;
(b)   Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
3)      Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang radiologi dan mendapatkan Surat Tanda Tamat Pendidikan atau Pelatihan (STTPP) atau Sertifikat.
b.      Jumlah peserta:
Jumlah peserta dalam 1 kelas 30 orang.
2.      Pelatih/fasilitator
Pelatih/fasilitator untuk pelatihan disetiap jenjang memiliki kriteria berikut:
a. Memiliki kemampuan kediklatan, yaitu telah mengikuti pelatihan calon widyaiswara atau AKTA/Pekerti atau Training of Trainer(TOT) Jabfung Radiografer atau pelatihan bagi Tenaga Pelatih Program Kesehatan (TPPK).
b.      Pendidikan S1/DIV dengan latar belakang DIII Radiologi.
c.  Memahami kurikulum pelatihan jabatan fungsional Radiografer yang telah distandarisasi.
d.     Menguasai materi yang disampaikan sesuai dengan Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang ditetapkan dalam kurikulum pelatihan.
3.      Penyelenggara
Kriteria penyelenggara untuk pelatihan setiap jenjang yaitu :
a.      Institusi atau lembaga pendidikan dan pelatihan yang memiliki kemampuan menyelenggarakan pelatihan.
b.      Mempunyai Master of Training (MOT) atau seseorang yang ditunjuk sebagai pengendali proses pembelajaran yang menguasai materi pelatihan.
c.       Mempunyai minimal 1 orang tenaga SDM yang pernah mengikuti Training Officer Course (TOC) atau pernah menyelenggarakan pelatihan.
4.      Tujuan Pelatihan
a.      Tujuan Umum:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat fungsional Radiografer Pelaksana Lanjutan.

b.      Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu:
1)      Menjelaskan Kebijakan tentang Radiografi
2)      Menjelaskan jabatan fungsional Radiografer
3)      Menjelaskan tentang kode Etik dan standar profesi Radiografer
4)      Melakukan tindakan teknik pemeriksaan radiologi non kontras/pemeriksaan rutin.
5)      Melakukan tindakan teknik pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras.
6)      Melakukan treatment planning sistem pada teknik penyinaran radioterapi.
7)      Melakukan pekerjaan di Mould Room.
8)      Melakukan teknik pemeriksaan kedokteran nuklir.
9)      Melakukan dinas jaga.
10)  Membuat karya tulis/karya ilmiah bidang radiologi dan imejing.
11)  Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang radiologi dan imejing.
12)  Membuat buku pedoman/petunjuk teknis di bidang radiologi dan imejing.
13)  Menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK.
5.      Struktur Program
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka disusun materi yang akan diberikan secara rinci untuk setiap jenjang pada struktur program berikut :
NO
MATERI
ALOKASI WAKTU
T
P
PL
JLH
A.
MATERI DASAR:
1.     Arah kebijakan dan Program Kementerian Kesehatan
2.     Jabatan Fungsional Radiografer
3.     Kode Etik dan Standar Profesi Radiografer

2

2
1

-

2
2

-

-
-

2

4
3

Sub total
5
4
-
9
B.
MATERI INTI:
1.     Teknik pemeriksaan radiologi  non kontras/ pemeriksaan rutin
2.     Teknik pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras
3.      Treatment planning system pada teknik penyinaran radioterapi
4.      Teknik dalam pekerjaan di Mould Room
5.      Teknik pemeriksaan kedokteran nuklir
6.      Dinas jaga
7.      Teknik membuat karya tulis/karya ilmiah bidang radiologi dan imejing
8.      Teknik penerjemahan/penyaduran buku dan bahan lainnya di bidang radiologi dan imejing
9.      Teknik pembuatan buku pedoman/ petunjuk teknis di bidang radiologi dan imejing
10.  Teknik Penghitungan angka kredit dan Pengajuan DUPAK

2

4

2

2
2
1
2

1


1


2


3

7

4

4
4
1
4

2


2


4


3

5

2

2
2
-
-

-


-


-

8

16

8

8
8
2
6

3


3


6



Sub total
19
35
14
68
C.
MATERI PENUNJANG:
1.     Membangun Komitmen Belajar
2.     Rencana Tindak Lanjut

1
0

2
2

-
-

3
2

Sub total
1
4
-
5

TOTAL
25
43
14
82
Keterangan: T = Teori; P = Penugasan; PL= Praktik Lapangan; 1 Jpl @ 45 menit
6.      Proses dan Metode Pembelajaran
a.      Proses pembelajaran
Proses pembelajaran dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:
a.      Dinamisasi dan penggalian harapan peserta serta membangun komitmen belajar diantara peserta.
b.      Penyiapan peserta sebagai individu atau kelompok yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam melaksanakan tugas.
c.       Penjajagan awal peserta dengan memberikan pre-test.
d.     Pembahasan materi kelas.
e.      Praktik kelas dalam bentuk penugasan-penugasan.
f.        Penjajagan akhir peserta dengan memberikan post-test.
g.      Dalam setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif baik dalam teori maupun penugasan, dimana:
h.      Fasilitator mempersiapkan peserta untuk siap mengikuti proses pembelajaran.
i.        Fasilitator menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada setiap materi.
j.        Fasilitator dapat mengawali proses pembelajaran dengan:
k.      Penggalian pengalaman peserta.
l.        Penjelasan singkat tentang seluruh materi.
m.   Penugasan dalam bentuk individual atau kelompok.
n.      Setelah semua materi disampaikan, fasilitator dan atau peserta dapat memberikan umpan balik terhadap isi keseluruhan materi yang diberikan.
o.      Sebelum pemberian materi berakhir, fasilitator dan peserta dapat membuat rangkuman dan atau pembulatan.
b.     Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran ini berdasarkan pada prinsip :
1)   Orientasi kepada peserta meliputi latar belakang, kebutuhan dan harapan yang terkait dengan tugas yang dilaksanakan.
2)      Peran serta aktif peserta sesuai dengan pendekatan pembelajaran.
3)    Pembinaan iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya komunikasi dari dan ke berbagai arah.
Oleh karena itu metode yang digunakan selama proses     pembelajaran diantaranya adalah :
1)      Ceramah singkat dan tanya jawab.
2)      Curah pendapat, untuk penjajagan pengetahuan dan pengalaman peserta terkait dengan materi yang diberikan.
3)      Penugasan berupa: diskusi, dan latihan menghitung angka kredit
7.      Diagram Alir Proses Pembelajaran


 






 

































Rencana Tindak Lanjut

 



 








Evaluasi
 
 










Penutupan
 

Rincian rangkaian alir proses pelatihan sebagai berikut:
1.      Pembukaan
Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut:
  1. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
  2. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya pelatihan.
  3. Perkenalan peserta secara singkat
2.      Membangun komitmen belajar
Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses pelatihan. Kegiatannya antara lain:
a.      Penjelasan oleh fasilitator tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan dalam materi membangun komitmen belajar.
b.      Perkenalan antara peserta dan para fasilitator dan panitia penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta terlibat secara aktif.
c.       Mengemukakan kebutuhan/harapan, kekuatiran dan komitmen masing-masing peserta selama pelatihan.
d.     Kesepakatan antara para fasilitator, penyelenggara pelatihan  dan peserta dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas, kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya.

3.      Pengisian pengetahuan/wawasan
Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini, sebagai berikut  adalah: Arah kebijakan dan Program Kementerian Kesehatan, Jabatan Fungsional Radiografer, Etika Radiografer.
4.      Pemberian ketrampilan
Pemberian materi ketrampilan dari proses pelatihan mengarah pada kompetensi keterampilan yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan serta aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu metode tanya jawab, studi kasus, diskusi kelompok, bermain peran, tugas baca, simulasi, dan latihan-latihan tentang pemberdayaan masyarakat dan program-programnya.
5.      Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Masing-masing peserta menyusun rencana tindak lanjut pelaksanaan  pelatihan Jabatan Fungsional Radiografer.
6.      Evaluasi
Evaluasi dilakukan tiap hari dengan cara me-review kegiatan proses pembelajaran yang sudah berlangsung, ini sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya. Di samping itu juga dilakukan proses umpan balik dari pelatih ke peserta berdasarkan penilaian penampilan peserta, baik di kelas maupun di lapangan.
7.      Penutupan
Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan masukan dari peserta ke penyelenggara dan fasilitator untuk perbaikan pelatihan yang akan datang.
Nomor           : MI. 1
Materi            : Teknik Pemeriksaan Radiologi Non Kontras/Pemeriksaan Rutin
Waktu            : 8 Jpl (T = 2 Jpl; P= 3 Jpl; PL= 3 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tindakan teknik pemeriksaan  radiologi non kontras/ pemeriksaan rutin
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1.   Melakukan pengelolaan ruangan radiologi.
2.   Mengevaluasi mutu foto rontgen.
3.   Melakukan pemeriksaan radiografi tulang-tulang muka dan kepala.
4.   Melakukan pemeriksaaan radiografi panggul/ pelvis
5.   Melakukan pemeriksaaan radiografi tomografi.
6.   Melakukan pemeriksaaan mammografi.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1.      Pengelolaan ruangan radiologi
a.    Perencanaan
b.    Pelaksanaan
c.     Monitoring dan evaluasi
2.      Teknik  evaluasi mutu foto rontgen:
a.      Latar belakang
b.      Tujuan
c.       metode
3.      Teknik  radiografi tulang-tulang muka dan kepala.
a.   Tulang muka
b.   Tulang kepala
4.      Teknik radiografi panggul/pelvis.
a.   Pengertian
b.   Tujuan
c.    Prosedur
5.      Teknik radiografi tomografi.
a.   Pengertian
b.   Tujuan
c.    Prosedur

6.      Teknik mammografi.
a.   Pengertian
b.   Tujuan
c.    Prosedur
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1.Pengelolaan ruangan radiologi
a.       Perencanaan
Perencanaan pengelolaan ruangan radiologi dimulai pada saat minimal 15 menit sebelum dilakukan pelayanan  radiografi. Pengelolaan ruangan radiologi terbagi menjadi :
1. Pegelolaan di Ruang Penerimaan Pasen
2. Pengelolaan di Tuang Kamar Gelap
3. Pengelolaan Ruang Logistik radiologi
4. Ruang Sterilisasi
5. Ruang Teknisi Radiologi
6 Pengelolaan Ruang Radiasi ( pemeriksaan radiologi )
7 Pengelolaan Ruang Dokter Spesialis Radiologi / Resident
8 Ruang Pengambilan hasil Pemeriksaan Radiologi
Perencanaan pengelolaan ruangan radiologi menjadi sangat penting, kesiapan perencanaan yang baik akan menyebabkan pelayanan pemeriksaan radiologi tepat waktu dan semakin baik dari praradiasi sampai post radiasi yang berakhir  pada pemberian hasil pemeriksaan radiology.
      b. Pelaksanaan
            1. Pengelolaan di Ruang Penerimaan Pasien.
                        A. Pasien Rawat Jalan dan rawat inap Non Perjanjian
                        1. Kesiapan Buku register
                        2. Kesiapan Labeling
                        3. Kesiapan Kasir/pembayaran biaya pemeriksaan radiologi
                                    a. Kwitansi yg beregister
                                    b. Peralatan dengan system Kartu Kredit           
                        B. Pasen Rawat jalan Perjanjian
                                    A. Pemberian informasi Persiapan Medik Radiologi
                                    a. Puasa
                                    b. Tidak berhubungan intim suami- istri
                                    c. Pemeriksaan Laboratorium
d.Perlunya rawat inap ( pemeriksaan intervensional radiology ).
e.Informasi cara minum bahan kontras sebelum pemeriksaan
d.Membuat dan meneandatangani Surat kesediaan dilakukan tindakan pemeriksaan radiologi.
 B.Pemenuhan persyaratan administrasi pemeriksaan Radiologi:
                        a. Foto copy Askes/Jamkesos
                        b. Surat Keterangan tidak mampu
                         c. Surat Jaminan dari Perusahaaan bila ada MOU
2.       Pengelolaan Ruang Kamar Gelap
a.       Kesiapan Alat prosesing film otomatis/ manual
b.       Kesiapan larutan kimia ( Developer + Fixer )
c.        Air kran yang bersih dan mengalir
d.       Kesiapan Kontak Film Screen dan
e.         Tersedianya Film untuk setiap jenis dan ukuran
f.         Kesiapan Hanger
g.        Kesiapan alat Labelling Film
h.       Kesiapan formulir2 untuk membuat laporan kegiatan harian
Keberhasilan pemeriksaan radiology dan radiografi sangat ditentukan radiografer dalam memproses film untuk yang manual selain oleh tingkat kesegaran larutan prosesing film. Sedangkan untuk yang memakai automatis prosesing film sangat ditentukan oleh kondisi  kelayakan agar tidak menimbulkan artefak pada film yang mungkin menyebabkan pemeriksaan di ulang. 
3.       Ruang Logistik Radiologi
Penyiapan logistik untuk pelayanan radiologi menjadi sangat penting tanpa adanya logistik yang memadai baik dari jumlah, spesifikasi barang dan ketepatan distribusi maka sudah dapat dipastikan pelayanan akan terganggu. Oleh sebab itu perencanaan jumlah pemakaian film, bahan kimia untuk prosesing film, kontras media radiografi serta peralatan medik lainnya untuk setiap bulan pemakaian harus diperhitungkan dengan cermat dan akurat. Teknik dan prosedur pengambilan barang/alat dan obat2an harus dibuat sederhana tanpa mengurangi efektifitas dan efesiensi dan evaluasi/pengawasan dan pelaporan pemakaian alat dan obat2an harus dibuat pada saat semua pemeriksaan radiologi selesai kecuali untuk pemeriksaan cyto atau dinas malam yang pemakaiannya dilaporkan setiap pagi harioleh petugas jaga malam pada buku laporan dinasmalam.
4.       Ruang Sterilisasi
Pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras biasanya memerlukan peralatan medik yang steril, siap dan laik pakai, dengan demikian ada peralatan medik yg disposible namun ada yang dipakai ulang biasanya peralatan medik yang terbuat dari bahan logam, kaca ( sirynx ), gloves, kain kassa, kain pembungkus alat2 medik steril, Kain duk dl. Ruang steril biasanya juga merupakan depot obat-obatan penunjang pemeriksaan radiologi seperti alkohol, betadine, bahan kontras radiografi, obat-obat anestesi, obat-obat kontra indikasi pemakaian bahan kontras dan abat-obat premedikasi dan tempat penyimpanan. Kesiapan peralatan medik steril, bahan kontras media serta obat-obatan yg diperlukan pada pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras merupakan faktor penentu dalam peningkatan kualitas pelayanan radiologi termasuk didalamnya pelanan kedaruratan medik radiologi akibat pemakaian bahan kontras radiografi.     
5.       Ruang Radiasi / Pemeriksaaan Radiologi
Ruang pemeriksaan radiologi merupakan pusat pelayanan dimana pasen diperiksa secara radiologi baik dengan pesawat radiologi konvensional, khusus ( Skull unit, mammografi, Tomografi ) maupun dengan pesawat multipurpose dengan teknik fluoroscopy khususnya pemeriksaan dengan bahan kontras radiografi, termasuk didalamnya pemeriksaan intervensional radiology untuk pemeriksaan pembuluh darah arteri. Sedangkan dengan pesawat mutkhir dilakukan pemeriksaan dengan alat CT Scan, MRI, USG 3 D Colour Dopller. Dengan banyaknya variasi pemeriksaan radiologi maka kesiapan petugas khususnya dokter spesialis radiologi dan radiografer serta perawat radiologi, tentu saja alat-alat dan atau pesawat radiologi telah siap dan laik pakai sesuai dengan SOP yg telah tersedia. Kesiapan yang perlu untuk melakukan pemeriksaan adalah antara lain :
1.      Pesawat sudah terkalibrasi.
2.      Sudah dilakukan pemanasan ( Warming up ) sesuai SOP
3.      Tersedia Apron dengan ketebalan setara dengan 03-0,5 mm Pb, Google, Thyroid shield.
4.      Kontak film screen dengan jenis dan ukuran ygang diperlukan sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan
5.       Marker R / L
6.      Peralatan medik radiologi lainnya untuk keperluan pemeriksaan yang akan dilakukan, termasuk bahan kontras radiografi yang akan dipakai
Keterampilan dokter spesialis radiologi dalam melakukan pemeriksaan dan keterampilan radiografer dalam mengatur parameter-parameter radiografi sangat menetukan tingkat keberhasilan pemeriksaan radiologi yang dilakukan dan produk layanan radiologi dalam bentuk foto-foto radiografi yang sesuai dengan kriteria imej.
6.       Ruang Pembacaan foto.
Pada Ruang pembacaan foto selain foto-foto yang sudah selesai dibuat  dan di identifikasi sesuai dengan nomor rekam medik berikut amplopnya , disiapkan viewing Box yang bersih dari noda dan  dilengkapi dengan lampu neon dengan tingkat kecerahan yang memadai. Hal ini dibutuhkan selain untuk memeriksa dan menganalisa foto2 untuk dibuat ekspertise, ruangan ini juga digunakan untuk memberikan pelajaran oleh dokter spesialis radiologi kepada resident yang mengambil spesialis radiologi ( PPDS ) khususnya pada rumah sakit Klas B pendiddikan dan klas A.. Perlengkapan lainnya adalah komputer dan printer untuk membuat / mencetak lembar hasil radiologi. Semua film dan lembar jawaban ( ekspertise dimasukan kedalam amplop film yang sudah disediakan dan telah diberi identitas sesuai dengan rekam medis yang telah dibuat sebelumnya.
7.       Ruang pengambilan hasil pemeriksaan
Semua film yang telah diekspertise kembali dicatat dalam buku registrasi pengambilan film. Kenudian dipisahkan jawaban yang asli dan jawaban dalam bentuk kopiannya, yang asli dimasukan kedalam amplop film bersama dengan film untuk diberikan kepada pasen yang  mengambil hasil pemeriksaan radiologi, sedangkan kopiannya disimpan secara teratur menurut nomor registrasi haal ini untukm memudahkan apabila pasen ingin mengambil hasil pemeriksaannya akibat kehilangan atau rusak dan atau lainnya sebab yang menyebabkan hasil ekspertisenya diperlukan kembali.
d.     Monitoring dan evaluasi
Semua kegiatan pelayanan yang dilakuakan selalu di dalam pengawasan radiografer yang di tugaskan biasanya radiografer senior. Petugas tersebut setiap harinya setelah selesai pemeriksaan harus mengkolekting semua laporan kegiatan pelayanan dari setiap ruangan dan dicatat dalam buku laporan yang akan diserahkan kepada Kepala Instalasi radiologi untuk dilaporkan kepada Direktur Rumah sakit. Adapun isi laporannya adalah antara lain;
1.            Jumlah pasen yang datang
2.            Jumlah pasen Rawat inap yang dilakukan pemeriksaan
3.            Jumlah pasen rawat jalan yang dilakukan pemeriksaan
4.            Jumlah pasen yang dilakukan perjanjian ( waiting list )
5.            Jumlah Pemakaian film sesuai dengan ukuran
6.            Jumlah Pemakaian bahan kontras radiografi
7.            Jumlah Pembayaran tunai
8.            Jumlah pembayaran dengan ASKES
9.            Jumlah pembayaran dengan Jamsostek
10.        Jumlah pembayaan secara tagihan rawat  inap
11.        Jumlah pemakaian Bahan Kontras radiografi
12.        Jumlah pemakaian obat2an premedikasi
13.        Junlah alat-alat kesehatan lainnya yang dipakai
Dari penjelasan diatas maka bagian radiologi diwajibkan untuk membuat standar sesuai denga Permenkes tentang standarisasi pelayanan radiologi, agar memberi kejelasan kepada masyarakat tentang pelayanan yang dapat di lakukan beserta besaran tarif pelayanan pemeriksaan radiologi serta alur-alur pelayanan radiologi. Dengan demikian evaluasi tidak hanya dilakukan secara internal tetapi juga dilakukan oleh masyarakat terutama evaluasi tentang kepuasan masyarakat terhadap tingkat pelayanan yang diberikan oleh institusi pelanan radiologi baik secara terbuka dan langsung maupun secara terulis melalui kotak saran masyarakat yang telah disedia

2.       Teknik  evaluasi mutu foto rontgen:
a. Latar belakang
                   Produduk akhir dari pelayanan kesehatan bidang radiologi adalah film radiografi dan ekspertise film radiografi tersebut. Hal ini menunjukan bahwa hasil ekspertise yang dibuat dokter spesialis radiologi  sangat tergantung kepada kualitas gambaran radiografi yang dibuat oleh radiografer. Oleh sebab itu radiografer harus mampu membuat radiiografi suatu organ sesuai dengan formulir permintaan dokter pengirim, dan foto radiografi yang dibuat tentu saja harus sesuai dengan kriteria gambaran yang sudah ditetapkan, selain mampu membuat  juga harus mampu menganalisa pakah foto radiografi yang dibuatnya sudah sesuai dengan kriteia imej, karena bila tidak sesuai dengan kriteria imaej foto tersebut terpoaksa di reject dan harus mengulang membuat foto yang lebih baik, Hal ini tentu saja sangat merugikan pasen yg mendapat radiasi yang sebenarnya tidak diperlukan.
                  Dengan demikian pengulangan foto seharusnya tidak perlu dilakukan, namun demikian kesalahan hasil radiografi tidak hanya dapat terjadi sebagai kealpaan ataupun kesalahan radiografer namun juga dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain dikarenakan oleh :
                  1. Kesalahan pesawat out put pesawat
                  2. Kesalahan pada waktu posesing film
                  3. Kesalahan pasen itu sendiri kurang kooperatif
                  4. Kesalahan kontak film film
                  5. Kesalahan Safe light
                  6. Kesalahan memposisi pasen dan memposisi obyek
                  7. Kesalahan pemasanan Grid dan casete
                  8. kesalahan penyudutan tabung Ro
                  9. Kesalahan menganalisa surat permintaan pemeriksaan radiologi
Dari banyaknya penyebabkeselahan-kesalahan hasil fotografi tersebut maka kompetensi radiografer adalah mampu menganalisa hasil pembuatan film radiografi yang disebabkan oleh kesalahan :
1.      Alat dan fasilitas radiologi
2.      Kesalahan metode
3.      Kesalahan orang yang membuat
Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan tersebut maka perlu di diberikan kompetensi Penjaminan Mutu Radiodiagnostik, dengan kompetensi ini radiografr tidak hanya mampu mengngurangi dan atau menghilangkan kesalahan, juga mampu mengurangi dosis penyinaran, menghemat bahan dan alat yang akhirnya dapat mengurangi biaya operasional pelayanan radiologi. 
b. Tujuan
Tujan umum : Meningkatkan kualitas hasil layanan sekaligus meningkatkan  kepuasan pelanggan pelayanan radiologi.
      Tujuan Khusus :
1.  Meningkatkan kualitas gambaran radiografi
2. Mengurangi dan atau menghilangkan kesalahan atau kealpaan yang tidak sengaja
3.  Menghemat alat dan bahan .
4.  Mengurangi dosis terhadap pasen
5.  Mengurangi efek radiasi terhadap pekerja radiasi
c. Metode
      Metode yang dilakukan adalah melalui pendekatan pengamatan hasil radiografi terhadap kesesuaian dengan standar dalam hal ini adalah standar kriteria imej yang dikeluarkan baik oleh WHO atau ILO dan IAEA secara standar Internasional, BATAN dan BAPETEN sebagai  standar Nasional untuk besaran dosis radiasi dan keselamtan kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya..
Materi 3 : Teknik  radiografi tulang-tulang muka dan kepala.
Tulang muka Arc Zygomaticum : Proyeksi Submentovertical
1.            Pengertian
Teknik radiografi yang digunkan untuk memperlihatkan kelainan tulang zygomatikum
2.            Tujuan
Memperlihatkan kelainan pada tulang zygomatikum
3.            Prosedur
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Patology yang Ditampakkan
Fraktur dan neoplatic/inflamantory process dari arc zygomaticum
Posisi Pasien
Supine atau erect .
Posisi erect akan membuat pasien merasa lebih nyaman
Posisi Obyek
• Hyperekstensikan leher hingga IOML // IR
• Vertex menempel pada IR
• Atur MSP tegak lurus meja/permukaan bucky
• Pastikan tidak ada rotasi ataupun tilting
Posisi ini sangat tidak nyaman, sehingga usahakan agar pemeriksaan dilkakukan dengan waktu sesingkat mungkin


Central Ray
Tegak lurus
Central Point
4 cm inferior sympisis mentale setinggi MAE (pada pertengahan kedua angulus mandibula)
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi
Struktur yang ditampakkan
Arc zygomaticum


Teknik Radiografi Nasal Bone : Proyeksi Lateral)
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 18 x 24
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Patologi yang ditampakkan
Fraktur nasal bone.
Dapat Dibuat foto perbandingan dengan sisi yang diperiksa berada dekat dengan IR.
Posisi Pasien
Prone atau Erect
Posisi Obyek
• Atur sisi lateral bagian yang akan diperiksa dekat dengan IR
• Atur nasal agar berada ditengah-tengah IR
• Atur kepala agar true lateral dan posisi tubuh pasien agak oblique agar pasien merasa nyaman
• Atur MSP sejajar terhadap permukaan meja/bucky.
• IOML tegak lurus terhadap IR


Central Ray
Tegak lurus terhadap IR
Central Point
½ inchi inferior nasion
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi. Untuk memperoleh hasil yang tajam, khususnya untuk detail tulang nasal yang lebih baik, gunakan fokus kecil, detail screen, dan batasi lapangan penyinaran (focus daerah nasal)
Struktur Yang Ditampakkan
Tulang nasal dengan soft tissue nasal, frontonasal suture, dan anterior nasal spine
Teknik Radiografi Orbita  Proyeksi Postero Anterior Axial (Caldwell)
POSISI PASIEN
  • Pasien diposisikan prone atau erect, dengan MSP tubuh tepat pada mid line meja pemeriksaan. Bahu bertumpu sejajar pada bidang transversal dan lengan diletakan disamping tubuh dalam posisi yang nyaman
  • Kepala diposisikan PA, dengan menempatkan :
    • Dahi dan hidung menempel diatas kaset.
    • Atur kepala sehingga OML tegak lurus dengan bidang film
    • Pasien diberitahukan untuk menahan nafas pada saat eksposi
  • Atur CR 300 caudally setinggi pertengahan orbita
  • CP pada pertengahan kedua orbita.
KRITERIA GAMBARAN
  • Kedua orbita tampak
  • Petrous Ridge kiri dan kanan simetris terproyeksi di bawah bayangan orbita
  • sinus Frontalis dan Sinus Maxilaris terproyeksi
  • Jarak Batas Lateral Orbita dgn batas lateral kepala kiri dan kanan sama (simetris)
  • Kolimasi sesuai objek yang difoto
  • Marker R/L harus tampak di bagian tepi

TEKNIK RADIOGRAFI MANDIBULA PROYEKSI PA DAN PA AXIAL
POSISI PASIEN :
  • Pasien diposisikan prone atau duduk
  • Tempatkan lengan pada posisi yang nyaman dan atur bahu, sehingga berada pada bidang trasversal yang sama.
POSISI OBJEK :
  • Letakan kepala dimana dahi dan hidung pasien menempel pada bidang film.Untuk mendapatkan ramus mandibula, pusatkan ujung hidung berada pada pertengahan bidang film.
  • MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
  • Pastikan tidak terjadi pergerakan/ perputaran pada objek kepala
  • CR Untuk Proyeksi PA : CR tegak lurus bidang film dengan CP di pertengahan antara kedua bibir ( general survey / ramus mandibula)
  • CR Untuk Proyeksi PA AXIAL : CR diarahkan 200 –250cranially dengan CP menembus ujung hidung ( untuk condylus mandibula).
KRITERIA GAMBARAN
  • Kedua ramus dan bodi mandibula terproyeksi simetris
  • Keseluruhan bagian mandibula terproyeksi tidak terpotong
  • Pada proyeksi PA Axial kedua condylus mandibula terproyeksi dengan jelas
  • Marker R/L tampak di bagian tepi film radiografi.
PROYEKSI EISLER
POSISI PASIEN :
  • Prone , semi oblique
POSISI OBJEK :
  • Kepala diatur true lateral, Bagian pipi pasien ditempatkan pada bagian tengah kaset (melintang).
  • Atur agar bagian objek 1,2 cm anterior dan 2,5 cm inferior dari MAE diletakkan dipertengahan kaset.
  • Leher ekstensi dan atur agar ramus mandibula sejajar bidang film
  • Central Ray disudutkan 25 derajat cranially
  • CP : menembus angulus mandibula yang jauh dari film
KRITERIA GAMBARAN:
  • Ramus mandibula
  • Condilus mandibula
  • Angullus mandibula
  • Ramus mandibula kanan dan kiri tidak overlapping
3.       Teknik Radiografi Tulang kepala
A. PROYEKSI AP
POSISI PASIEN
  • Pasien tidur pada posisi Supine di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
  • Kepala diposisikan AP, dengan menempatkan :
    • MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
    • Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.
  • Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala
  • Letakkan Marker yang sesuai R atau L
  • Lakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek.
  • Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
  • Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion, dengan memposisikan glabella atau nasion tepat dipertengahan bidang film.
  • Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi AP.
  • Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film

KRITERIA GAMBARAN
  • Seluruh kepala tampak pada proyeksi antero posterior, batas atas verteks, batas bawah simphysis menti, kedua sisi tidak terpotong
  • Kepala simetris, jarak batas orbita dengan lingkar kepala sama kiri dan kanan.
  • Tampak Sinus frontalis, maksilaris, sinus ethmoidalis, dan crista galli
  • Os frontalis tampak jelas. nMarker R/L harus tervisualisasi.
B. PROYEKSI LATERAL
POSISI PASIEN
  • Pasien tidur pada posisi semi Prone di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
  • Kepala diposisikan Lateral, dengan menempatkan :
    • MSP kepala sejajar pada bidang film.
    • Infra Orbito Meatal Line (IOML) sejajar dengan bidang film.
    • Inter Pupillary line (IPL) tegak lurus dengan bidang film
  • Letakkan Marker yang sesuai R atau L
  • Lakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek.
  • Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
  • Atur Central Point tepat pada daerah 5 cm di atas Meatus Acusticus Externa (MAE), dengan memposisikan daerah tersebut tepat dipertengahan bidang film.
  • Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi Lateral.
  • Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film
KRITERIA GAMBARAN
  • Seluruh cranium lateral batas atas vertex, batas belakang os occipital, batas depan soft tissue hidung
  • Sella tursica tidak berotasi
  • PCP & PCA , Dorsum sellae
  • Ramus mandibula superposisi
  • Mastoid superposisi
  • MAE superposisi
 B. PROYEKSI PA

POSISI PASIEN
  • Pasien tidur pada posisi Prone di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
  • Kepala diposisikan PA, dengan menempatkan :
    • Dahi dan hidung menempel meja pemeriksaan
    • MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
    • Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.
  • Dagu diganjal dengan spon
  • Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala nLakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek
  • Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
  • Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion, dengan memposisikan glabella atau nasion tepat dipertengahan bidang film.
  • Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi PA.
  • Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film
KRITERIA GAMBARAN
  • Keseluruhan cranium dengan batas atas vertex, batas bawah simphysis menti, bagian samping kanan dan kiri kepala tidak terpotong
  • Sinus frontalis, maksilaris, ethmoidalis
  • Dorsum sellae, PCA, bagian superior sinus ethmoidalis
  • Crista galli
  • Lingkar orbita
  • Jarak batas lateral kepala simetris
  • Marker R/L tervisualisasi
Teknik Radiografi Skull (Proyeksi Lateral)
Pengertian :
Teknik Radiografi Kepala  posisi lateral adalah Teknik pemeriksaan radiografi untuk memperlihatkan kelainan anatomi dan patologis yang hanya dapat diperlihatkan pada posisi lateral kiri / kanan.
Prosedur
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Posisi Pasien
Prone atau duduk tegak, recumbent, semiprone (Sim’s) Position
Posisi Obyek
• Atur kepala true lateral dengan bagian yang akan diperiksa dekat dengan IR
• Tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di depan kepala dan bagian yang lain lurus dibelakang tubuh
• Atur MSP sejajar terhadap IR
• Atur interpupilary line tegak lurus IR
• Pastikan tidak ada tilting pada kepala
• Atur agar IOML // dengan IR

Central Ray
Tegak lurus
Central Point
2 inchi superior MAE
FFD
40 inci (100 cm)
Tahan nafas pada saat eksposi.
Catatan : pada pasien dengan posisi recumbent pemberian fiksasi di bawah dagu akan membantu agar posisi dapat true lateral
Struktur yang ditampakkan
Bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas.
Sella tursika mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae ditampakkan dengan jelas

Teknik Radiografi Skull (Proyeksi AP Axial Towne Method)

Pengertian

Teknik Radiografi Skull (Proyeksi AP Axial Towne Method adalah teknik pemeriksaan untuk menunjukkan adanya lelainan anatomis dan patologi didaerah pituitary dan sekitarnya
Persiapan Pasien
Lepaskan semua bahan logam, plastik, dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala
Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 24 x 30
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
• Alat fiksasi
Posisi Pasien
Supine atau erect
Posisi Obyek
• Atur bagian kepala posterior menempel meja/permukaan bucky
• Fleksikan leher agar IOML tegak lurus IR
• Atur MSP tegak lurus midline grid atau meja/permukaan bucky



Central Ray
• 30 derajat ke caudad apabila OML tegak lurus IR
• 37 derajat ke caudad apabila IOML tegak lurus IR
Central Point
1,5 inchi (4 cm) superior glabella
FFD
40 inci (100)
Tahan nafas saat eksposi
Struktur yang ditampakkan
• 37 derajat : dorsum sella dan posterior clinoid process tampak berada pada foramen magnum.
• 30 derajat : anterior clinoid tampak dengan jelas, jauh dari kedua petrous ridge, berada diatas foramen magnum, dorsum sellae tampak diatas foramen magnum, superimposisi dengan occipital bone

4.       Teknik radiografi panggul/pelvis.
1.      Pengertian 
2.      Tujuan
3.      Prosedur
5.       Teknik radiografi tomografi.
1.            Pengertian
2.            Tujuan
3.            Prosedur
6. Teknik Radiografi Mammografi
PENGERTIAN
Mammografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian mammae (payudara) dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif atau tidak untuk menegak kandiagnosa
GAMBAR MAMMA AP
TUJUAN
Tujuan umum untuk melihat susunan anatomis dan patologis.
Tujuan khusus untuk melihat sol abnormal.
PRINSIP MAMMOGRAFI

INDIKASI
• Screening Test
• Karsinoma (Ca)
• Fibroma
• Benjolan pada payudara
• Sumbatan
PERSIAPAN PASIEN
1. Informasi dan komunikasi yang baik dan jelas tentang pelaksanaan pemeriksaan
  1. Mengganti pakaian dan melepas benda-benda logam yang dapat mengganggu gambaran pemeriksaan.
    PERSIAPAN ALAT
    1. Mammografi Unit
    • Anoda
    Mo
    • Kaset khusus : Singgle screem
    • Ada Conus
    • Filter : Mo
    2. Film khusus mammografi :
    • Non Screen
    • High Definition
    Tujuan
    • Menghindari dosis radiasi yang diterima pasien melampaui batas yang diijinkan.
    • Menghindari kerusakan organ tubuh lain yang peka terhadap radiasi.
    Tindakan
    • Dilakukan hanya bila ada perintah dokter.
    • Luas lapangan seminimal mungkin.
    • Bekerja seteliti mungkin.
    PROSEDUR PEMERIKSAAN
    1. Mediolateral
    Posisi Pasien
    Recumbent dan sedikit oblique ke posterior
    Posisi Obyek
    • Bagian mamae yang difoto dekat kaset.
    • Mammae diletakkan di atas kaset dengan posisi horizontal.
    • Lengan posisi yang difoto di atas sebagai ganjal kepala.
    • Lengan lain menarik mamae yang tidak difoto ke arah mediolateral agar tidak  superposisi dengan lobus lain.

    Central Ray
    Vertikal/tegak lurus/medio lateral
    Central Point
    Pertengahan mamae
    FFD
    Sedekat mungkin (konus menempel mamae), bila perlu kontak
    NB : teknik soft tissue teknik
    2. Superoinferior
    Posisi Pasien
    Duduk/erect
    Posisi Obyek
    • Mammae diletakkan diatas kaset.
    • Film diatur horizontal.
    • Tangan sebelah mammae yang difoto menekan kaset kearah dalam posterior dan tangan lain di belakang tubuh
    • Sebaiknya dengan sistem kompresi (mengurangi ketebalan mamae agar rata & tipis)
    • Kepala menoleh kearah yang berlawanan



    Central Ray
    Vertikal/tegak lurus
    Central Point
    Pertengahan mamae
    FFD
    35–40 cm
    NB : teknik soft tissue teknik

    3. Aksila
    Tujuan : untuk melihat penyebaran tumor pada kelenjar aksila.
    Posisi Pasien Erect
    Posisi Obyek
    • Dari posisi AP tubuh yang tidak difoto dirotasikan posterior 15 – 300 sehingga sedikit oblique.
    • Obyek diatur ditengah film.
    • Film vertikal pada tepi posterior.
    • Batas atas film pada costae 11-12.
    • Lengan sisi yang difoto diangkat ke atas dan fleksi dengan tangan di belakang kepala, lengan yang tidak difoto di samping tubuh.

    Central Ray Horisontal/tegak lurus
    Central Point 5 cm di bawah aksila
    FFD : 35–40 cm
Nomor           :  MI. 2
Materi            :  Teknik Pemeriksaan Radiologi dengan Bahan Kontras
Waktu :  16 Jpl (T = 4 Jpl; P= 7 Jpl; PL= 5 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti materi ini,  peserta mampu melakukan tindakan teknik pemeriksaan dengan bahan kontras
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1.   Melakukan pemeriksaan radiografi traktus urinarius.
2.   Melakukan pemeriksaan radiografi traktus digestivus.
3.   Melakukan pemeriksaan radiografi cholecystografi/ billiari sistem.
4.   Melakukan pemeriksaan radiografi HSG.
5.   Melakukan persiapan pemeriksaan USG.
6.   Melakukan pemeriksaan radiografi pada tindakan pemasangan pacemaker/ kateterisasi.
7.   Melakukan pemeriksaan radiografi PTC/ APG/RPG/ T.Tube/ERCP/PTCD.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1.  Pemeriksaan Radiografi traktus urinarius.
a.   Pengertian
Pemeriksaan Traktus Urinarius adalah teknik pemeriksaan radiografi dalam menilai traktus urinarius mulai dari anatomi, fisiologis jaringan sampai morfologi dengan memakai bahan kontras secara intravena.
b.  Tujuan
a.     Menilai Abdomen secara Umum
b.    Menilai fungsi eksresi ginjal.
c.     Menilai morfologis dari struktur pelvio-kalises sistem.
d.    Menilai ureter
e.     Menilai Blass
f.      Menilai kemampuan miksi.
c.    Prosedur
Persiapan sebelum pemeriksaan
Sewaktu pasien datang diharuskan memeriksa kadar ureum & creatinin, ureum normal ± 40 mg%, creatinin normal, kemudian diharuskan persiapan sbb:
Dirumah:
·        General abdomen preparation
·        Cairan dikurangi ± 10 s/d 12 jam, jangan minum terlalu banyak
 Diradiologi:
·  Vesica urinaria harus kosong sebelum pemeriksaan dilakukan
Ditanya tentang sensitivitas terhadap kontras media (obat-obatan)
Prosedur Teknik Radiografi
Prosedur Taknik Radiografi yang dilakukan adalah :
1. Prosedur TeknikRadiogarfi Intra Venous Pyelografi ( IVP )
A Prosedur Persiapan Pasen
·        Pasien mengganti pakaian dengan baju pemeriksaan yang telah disiapkan
·        Dibuat plain foto BNO (preliminary film) dengan batas atas pross. Syphoideus, batas bawah termasuk symphisis pubis, batas lat. dinding abdomen
·        Disuntikkan bahan kontras
·        Photo diambil setelah 5”, 10”, 20”, 30”, post injeksi, PV bila diperlukan dibuat foto 60” s/d 120” post injeksi
·        5”, 10” film 24 x 30 melintang dengan compresion band
o       Batas atas: pross syphoideus
o       Batas bawah: crysta iliaca
·        20” film 35 x 43 compresion band dilepas
o       Batas atas: pross syphoideus
o       Batas bawah: symphisis pubis
·        Faktor exposi
o       KV: 70 – 73 dengan mAS: 10 – 12.5
o       Bucky: ya
o       Exposi diambil dalam ekspirasi tahan nafas
·        Posisi pasien tidur terlentang / supine dengan pertengahan tubuh ditengah meja
·        30” film 35 x 43 posisi pasien telungkup / prone, bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk telungkup foto dilakukan tetap dalam keadaan terlentang / supine
B. Prosedur Teknik Radiografi Cystogram
            a. Pengertian :Retrograde cystografi merupakan salah satu pemeriksaan traktus urinarius yang dikhususkan untuk memeriksa bagian vesica urinaria ( kandung kemih ) dan uretra, dengan cara memasukan suatu bahan kontras yang dimasukan melalui uretra, dengan mengunakan kateter atau langsung menggunakan spuit.`
b. Tujuan :Ada beberapa tujuan dilakukannya pemeriksaan Retrograde Cystografi, berikut tujuan-tujuan tersebut :
- untuk melihat anatomi dari vesica urinaria beserta dengan fungsi fisiologinya.
- Untuk melihat apakah ada kelainan fungsi dari vesica urinaria dan uretra.
- Untuk melihat adakah massa atau batu didalam vesica urinaria dan uretra.
C. Prosedur Persiapan Alat dan Bahan
Berikut alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan retrograde cystografi :
  • Pesawat Rontgen dan Fluoroscopy                  
  • Disposable cateter
  • Cateter connection
  • Plesterpas Alcohol
d. Prosedur Persiapam Pasen
Selama ingin dilakukan pemeriksaan retrograde cystografi, pasien tidak mempunyai persiapan-persiapan khusus. Tetapi sebelum dilakukan pemeriksaan retrograde cystografi pasien terlebih dahulu dipasang kateter di bagian urologi. Sebelum dilakukannya pemeriksaan retrograde cystografi alangkah baik nya vesica urinari nya di kosongkan. Bila di permintaan tersebut tertulis BNO – CYSTOGRAFI maka di buat foto pendahuluan BNO POLOS, bila dipermintaan tersebut tidak ada bacaan BNO – CYSTOGRAFI maka langsung saja dilakukan pemeriksaan cystografi. Foto harus mencangkup distal ureter dan prostate pada pasien laki- laki.
d.    Prosedur Pemasikan bahan kontras radiografi
Vesica urinaria pasien terlebih dahulu dikosongkan dengan cara klem kateter dibuka, maka urin akan keluar dan ditampung dengan alat penampung. Setelah itu kontras media yang sudah ada didalam spuit di suntikan melalui kateter, kemudian kateter di klem dan dilekatkan pada paha pasien.
e. Prosedur teknik pemeriksaan Cystografi
Posisi rutin yang biasa dilakukan untuk pemeriksaan retrograde cystografi adalah AP , Oblique kiri dan kanan, Lateral dilengkapi dengan voiding cystografi, untuk foto voiding cystografi jarang dilakukan dan tergantung pada prosedur tiap rumah sakit atau tergantung permintaan dokter radiologi atau radiolog.
A.
     Posisi AP 
Tujuan pembuatan posisi AP pada pemeriksaan retrograde cystografi adalah untuk melihat vesica urinaria dan proximal urethra.

B. Posisi Oblique kiri dan kanan 
1.   RPO 40 – 60 derajat 
2.   Kaki yang dekat meja fleksi pada genu 
3.   Kaki yang jauh ke meja di abdusikan
Oblique Kanan                                                                               


 Oblique Kiri

C.     Posisi Lateral
Tujuan posisi lateral untuk menggambarkan bagian anterior, posterior dan dasar dari vesica urinaria.
CR : vertical dengan pasien lateral recumbent atau cr horizontal dengan pasien supine. 
 
KRITERIA GAMBAR
  • ujung distal ureter vesica urinaria dan bagian proksimal uretra pasien laki – laki harus tercakup.
  • Pada posisi AP os pubis terproyeksi di bawah vesica urinaria.
  • Pada posisi oblique paha bagian proximal tidak superposisi dengan vesica urinaria.
  • Pada posisi lateral
    • Tulang panggul dan kedua femur superposisi
    • Vesica urinaria dan ureter distal tergambar melalui pelvis
C. Prosedur Teknik Radiogarfi Uretrogram

            a. Pengertian :




            b. Tujuan  :



            c. Prosedur :
2.  Pemeriksaan radiografi traktus degestivus.
a.   Pengertian
Pemeriksaan Radiologi Konvensional dengan Kontras pada Saluran Cerna adalah pemeriksaan traktus digestivus dengan pemberian kontras intralumen untuk mengetahui keadaan anatomi radiologi organ tersebut, yang meliputi esofagus, lambung, duodenum, usus halus dan kolon
Prosedur Persiapan umum
1.      Mengurangi jumlah makanan
2.      Puasa 4 – 6 jam sebelum pemeriksaan tergantung pada       kondisi   dan umur.
3.      Tanpa laksan
Prosedur Pemeriksaan untuk memperlihatkan kelainan pada taktus digestifus adalah;
a. Oesophagografi
b. Mag duodenum
c. Colon in loop
d. Appendicogram
a. Oesophagografi
1. Pengertian
Teknik Pemeriksaan Radiografi khusus untuk melihat oesophagus dan pharynx dengan menggunakan media kontras positif.
2. Tujuan 
Mengetahui kelainan fungsi dan anatomi pada oesophagus dan pharynx.
4.      Prosedur Pemeriksaan
a.       Persiapan Pasen.
Tidak ada persiapan khusus, kecuali dilanjutkan untuk pemeriksaan Maag dan Duodenum.
Berikan penjelasan pada pasien ttg pemeriksaan yang akan dilakukan.
b Persiapan Alat & Bahan 
·         Pesawat X-Ray + Fluoroscopy
·         Baju Pasien
·         Gonad Shield
·         Kaset + film ukuran 30 x 40 cm
·         Grid 
·         X-Ray marker 
·         Tissue / Kertas pembersih
·         Bahan kontras
·         Air Masak
·         Sendok / Straw ( pipet )
c. Prosedur Pemeriksaan 
  • Proyeksi AP/PA 
    • Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
    • Faktor teknik :
      • Film 30 x 40 cm memanjang
      • Moving / Stationary Grid
      • Shielding : region pelvic
      • Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1 
      • Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
    • Posisi Pasien : Recumbent / erect
    • Posisi Object : 
      • MSP pada pertengahan meja / kaset
      • Shoulder dan hip tidak ada rotasi
      • Tangan kanan memegang gelas barium Tepi atas film 5 cm di atas shoulder
    • CR : Tegak lurus terhadap kaset
    • CP : pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5-6 ) / 7,5 cm inferior jugular notch
    • FFD : 100 cm
    • Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
    • Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium 
      • Catatan :
      • Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose
      • Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
    • Kriteria radiograf :
      • Struktur : Oesophagus terisi barium
      • Posisi : Tidak ada rotasi dari pasien (Sternoclavicular joint simetris )
      • Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
      • Faktor eksposi :
        • Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus superimposed dengan th-vertebrae
        • Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
  • Proyeksi Lateral 
    • Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
    • Faktor teknik : 
      • Film 30 x 40 cm memanjang 
      • Moving / Stationary Grid 
      • Shielding : region pelvic
      • Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
      • Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1 
    • Posisi Pasien : Recumbent / erect ( recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik )
    • Posisi Objek :
      • Atur kedua tangan pasien di depan kepala saling superposisi, elbow flexi 
      • Mid coronal plane pada garis tengah meja / kaset. 
      • Shoulder dan hip diatur true lateral, lutut flexi untuk fiksasi.
      • Tangan kanan memegang gelas barium 
      • Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder
    • CR : Tegak lurus terhadap kaset
    • CP : pada pertengahan kaset setinggi T 5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
    • FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
    • Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
    • Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium
      • Catatan : 
        • Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose
        • Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
    • Kriteria radiograf :
      • Struktur : Oesophagus terisi bariumterlihat diantara C.Vertebral dan jantung
      • Posisi :
        • True lateral ditunjukan dari superposisi kosta Posterior.
        • Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus
        • Oesophagus terisi media kontras. 
      • Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
      • Faktor eksposi : 
        • Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
        • Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
  • Proyeksi  RAO (Right Anterior Oblique) 
    • Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
    • Faktor teknik :
      • Film 30 x 40 cm memanjang
      • Moving / Stationary Grid
      • Shielding : region pelvic
      • Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
      • Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
    • Posisi Pasien : Recumbent / erect ( recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik)
    • Posisi Objek :
      • Rotasi 35 – 40 derajat dari posisi prone dengan sisi kanan depan tubuh menempel meja / film.
      • Tangan kanan di belakang tubuh, tangan kiri flexi di depan kepala pasien, memegang gelas barium, dengan straw pada mulut pasien.
      • Lutut kiri flexi untuk tumpuan.
      • Pertengahan thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR / meja Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder
    • CR : Tegak lurus terhadap kaset
    • CP : pada pertengahan kaset setinggi T 5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
    • FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
    • Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
    • Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium 
      • Catatan : 
        • Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose
        • Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
    • Kriteria radiograf :
      • Struktur : Oesophagus terisi bariumterlihat diantara C.Vertebral dan jantung ( RAO menunjukan gambaran lebih jelas antara vertebrae dan jantung dibandingkan LAO )
      • Posisi :
        • Rotasi yang cukup akan menampakkan oesophagus diantara C. Vert. & Jantung, jika oesophagus superimposed diatas spina, rotasi perlu ditambah.
        • Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus
        • Oesophagus terisi media kontras.
      • Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
      • Faktor eksposi :
        • Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
        • Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
  • Proyeksi LAO (Left Anterior Oblique)
    • Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari oesophagus
    • Faktor teknik :
      • Film 30 x 40 cm memanjang
      • Moving / Stationary Grid
      • Shielding : region pelvic
      • Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
      • Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1 
    •  PP : Recumbent / erect ( recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik )
    • Posisi Objek :
      • Rotasi 35 – 40 derajat dari posisi PA dengan sisi kiri depan tubuh menempel meja / film
      • Tangan kiri di belakang tubuh, tangan kanan flexi di depan kepala pasien, memegang gelas barium, dengan straw pada mulut pasien.
      • Lutut kanan flexi untuk tumpuan.
      • Pertengahan thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR / meja 
      • Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder
    • CR : Tegak lurus terhadap kaset
    • CP : pada pertengahan kaset setinggi T5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
    • FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
    • Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
    • Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium 
      • Catatan : 
        • Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose 
        • Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.
    • Kriteria radiograf :
      • Struktur : Oesophagus terisi barium terlihat diantara sekitar hilus paru dan C.Vertebral
      • Posisi : Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus, esophagus terisi media kontras.
      • Kolimasi : Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran
      • Faktor eksposi :
        • Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras, menembus bayangan jantung.
        • Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.
b.     Teknik Pemeriksaan Maag Duodenum
                                                            i.      Pengertian
Adalah pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan media kontras ( positif dan negative ) untuk menampakkan kelainan pada lambung.
Biasanya merupakan pemeriksaan satu paket dengan Oesophagus dan Duodenum (OMD=Oesophagus Maag Duodenum)
                                                          ii.      Tujuan :
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperlihatkan anatomi, fisiologi dan patologi maag duodenum.
                                                       iii.      Prosedur :
1.      Prosedur Persiapan Pasen
a.       Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan ( kooperatif )
b.       2 hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah pembentukan gas akibat fermentasi
c.        Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan
d.       Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat – obatan yang mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.
e.        Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan zat laxative.
f.         Tidak boleh merokok ( nicotine merangsang sekresi saliva ) 
g.    Pasien diminta mengisi informed concent
2.      Prosedur Persiapan Alat dan bahan
a.       Pesawat X-Ray + Fluoroscopy
b.      Baju Pasien
c.       Gonad Shield
d.      Sarung tangan Pb
e.       Kaset + film ukuran 30 x 40 cm, 30x40 cm.
f.        Bengkok
g.       X-Ray marker
h.       Bahan kontras barium sulfat
i.         Barium encer dengan air hangat (BaSO4 : air = 1:4)
j.        Kontras negative ( tablet efferfecent, natrium sulfas, sprite,dll)

3.      Prosdur Teknik Pemeriksaan
a.      Prosedur Umum
1.      Foto "abdomen survey" bila diperlukan.
2.      Sekurang-kurangnya foto abdomen AP untuk mengetahui adanya tumor,   ileus paralitika / sumbatan sebagai foto pendahuluan.
3.      Test minum Bila ada disfagi, beri minum air putih. Bila tidak bisa menelan, maka "barium meal" ditiadakan.
4.      Kesadaran menurun. Tes kesadaran dan aktivitas kooperatif
5. Prosedur Pemeriksaan
  1. Single Kontras
    • Penjelasan pada pasien tentang prosedur Foto Polos Abdomen
    • Dilakukan persiapan pemeriksaan
    • Dibuat foto polos abdomen / dilakukan fluoroskopi hepar, dada dan abdomen.
    • Pasien diberi media kontras 1 gelas
    • Jika memungkinkan pasien dalam posisi berdiri, jika pasien recumbent pasien minum dengan sedotan
    • Pasien diinstruksikan minum 2 – 3 teguk media contrast, dilakukan manipulasi agar seluruh mukosa terlapisi diikuti fluoroskopi atau dibuat foto yang diperlukan
    • Setelah melihat rugae pasien minum sisa barium untuk melihat pengisian penuh dari duodenum.
    • Dengan teknik fluoroskopi pasien dirotasi dan meja dapat disudutkan sehingga seluruh aspek oesophagus, lambung dan duodenum terlihat
  2. Double Kontras
    • Setelah minum media kontras positif, pasien diberi pil, bubuk carbonat dsb untuk menghasilkan efek gas ( teknik lama, sisi sedotan dilubangi sehingga pada saat minum media kontras sekaligus udara masuk ke lambung.
    • Pasien diposisikan recumbent dan diinstruksikan untuk berguling – guling 4 – 5 putaran sehingga seluruh mukosa terlapisi.
    • Dapat diberikan glucagon atau obat lain untuk mengurangi kontraksi lambung ( lambung tidak relax )
    • Dilakukan pengambilan foto dengan proyeksi sesuai yang diinginkan sama pada teknik single kontras.
    • Bila menggunakan fluoroskopi diambil spot foto pada daerah – daerah yang diinginkan.
6. Prosedur Proyeksi pengambilan gambar
  1. PA erect ( film 30 x 40 ) untuk melihat type dan posisi lambung
  2. Lateral erect untuk melihat space retrogastric kiri
  3. PA recumbent untuk melihat gastroduodenal surface
  4. PA Obliq ( RAO ) untuk melihat pyloric canal dan duodenal bulb
  5. Right Lateral Decubitus utk melihat duodenal loop, duodenojujunal junction dan retrogastric space
  6. AP Recumbent utk melihat bagian fundus terutama pada teknik double kontras, rotasi lateral untuk melihat lesi pada dinding anterior dan posterior, retrogastric portion dari jejunum dan illium 
  7. Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 250 – 300 untuk melihat hernia hiatal dan 10 – 15 derajat dan rotasi pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.
  • Proyeksi PA (film 30 x40)
    • Fungsi : untuk memperlihatkan polip, divertikul, gastritis, pada badab dab pylorus lambung
    • Posisi Pasien : berdiri, prone menghadap kaset
    • Posisi Objek : MSP pada pertengahan meja / kaset. Batas Atas : Xyphoid ( Th 9-10 ), Batas Bawah: SIAS, diyakinkan tidak ada rotasi abdomen.
    • CR : Tegak Lurus
    • CP : Pada pylorus dan bulbus duodeni.
      • Stenik : 1-2 inchi dibawah L2 menuju lateral batas costae dan 1 inchi kekiri dari C. Vertebrae
      • Astenic : 2 inchi dibawah L2
      • Hiperstenic : 2 Inchi diatas level duodenum
    • Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
    • Kriteria Radiograf :
      • Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum
      • Body dan pylorus tercover
      • Struktur gambar dapat menampakkan jaringan dari lambung dan duodenum.
      • Tampak struktur anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi yang ada
  • Proyeksi Lateral Erect (Lateral kanan)
    • Fungsi : memperlihatkan proses pada daerah retrogastric seperti divertikel, tumor, ulkus gastric, trauma pada perut dan batas belakang lambung.
    • Posisi Pasien : pasien miring arah kanan, atur kaki dan dan tangan mengikuti kemiringan pasien
    • Posisi Objek : bahu dan daerah costae dalam posisi lateral, batas atas xyphoid, batas bawah crista iliaka
    • Central Ray : Tegak Lurus
    • Central Point : bulbus duodenum pada L1
      • Stenik : 1-1,5 ke depan dari mid coronal plane
      • Astenic : 2 inchi dibawah L1
      • Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
    •  FFD : 100 cm
    • Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
    • Kriteria Radiograf :
      • Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum tercover celah retrogastric, pylorus dan lengkung duodenum akan terlihat jelas khususnya pada tipe hiperstenic
      • Lengkung duodenum terletak pada sekitar L1
      • Dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan yang ada.
  • Proyeksi LPO (left posterior oblique)
    • Fungsi : bila digunakan double kontras akan dapat memperlihatkan dengan jelas batas antara udara dengan dinding pylorus dan bulbus sehingga jelas untuk GASTRITIS dan ULKUS
    • Posisi Pasien : pasien recumbent, punggung menempel kaset.
    • Posisi Objek : dari posisi supine dirotasikan 30 – 60 derajat dengan bagian kiri menempel meja, tungkai difleksikan untuk menopang, Batas atas :proc.xyphoideus, Batas bawah : SIAS
    • CR : Tegak Lurus
    • CP : pertengahan crista iliaca
      • Stenik : L1
      • Astenic : 2 inchi dibawah L1 mendekat mid line
      • Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
      • FFD : 100 cm
      • Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
    •  Kriteria Radiograf :
      • Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum, bulbus duodenum tanpa superposisi dengan pylorus
      • Fundud tampak tertempeli BaSO4
      • Pada double kontras tampak batas body dan pylorus dengan batas udara
      • Tidak ada pergerakan dan kekaburan gambaran lambung dan duodenum
  • Proyeksi PA Oblique (RAO)
    • Posisi Pasien : recumbent, prone
    • Posisi Objek : Abdomen diatur sehingga abdomen membentuk sudut 40 – 70 derajat dengan tepi depan MSP, lengan tangan sebelah kiri flexi ke depan, knee joint flexi.
    • Central Ray : vertical tegak lurus
    • Central Point : daerah bulbus duodeni
      • Stenik : 1-2 inch dari L2
      • Asthenic : 2-5 inchi di bawah L2
      • Hiperstenic : 2-5 inchi di atas L2
    • FFD : 100 cm
    • Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
    • Kriteri radiograf :
      • Struktur ditampakkan : daerah lambung dan lengkung duodenum membentuk huruf C
      • Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
      • Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan 
      • Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.
  • Proyeksi AP
    • Posisi Pasien : Supine
    • Posisi Objek : MSP pada mid line meja, pastikan tubuh tidak ada rotasi
    • CR : tegak lurus dengan kaset
    • CP : pada L1 ( diantara xypoid dan batas bawah costae )
      • Stenik : L1
      • Asthenic : 2 inchi di bawah L1
      • Hiperstenic : 1 inchi di atas L1
    • FFD : 100 cm
    • Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
    • Kriteria radiograf :
      • Struktur ditampakkan : lambung dan duodenum, diafragma dan paru-paru bagian bawah
      • Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
      • Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan
      • Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.
    •  Catatan :
      • Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 25 – 30 derajat untuk melihat hernia hiatal.
      • 10 – 15 derajat dengan rotasi pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.
c. Teknik Pemeriksaan Usus Besar ( Colon in loop )
a. Pengertian
Teknik pemeriksaan secara radiologi usus besar dengan menggunakan media kontras secara retrograde.
 b.Tujuan
Mendapatkan gambaran anatomis, fisiologis dan patologis kolon untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit/kelainan-kelainan pada kolon.
        c. Prosedur Pemeriksaan
1.                   Prosedur Persiapan Pasien
o                48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah serat
o                    18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax
o                4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak kapsul per anus selanjutnya dilavement
o                    Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
o                    30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1 mg / oral untuk mengurangi pembentukan lendir 
o                    15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan untuk mengurangi peristaltic usus.
2.                   Prosedur Persiapan Alat
o        Pesawat sinar – x yang dilengkapi fluoroscopy
o        Kaset dan film sesuai kebutuhan
o        Marker
o        Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan rectal tube
o        Sarung tangan 
o        Penjepit atau klem
o        Spuit
o        Kain pembersih
o        Apron 
o        Tempat mengaduk media kontras 
o        Kantong barium disposable
3.                   Prosedur Persiapan Bahan
o        Media kontras BaSO4 = 70 – 80 % W/V ( Weight / Volume ), banyaknya sesuai panjang pendeknya kolon kurang lebih 600 – 800 ml dengan perbandingan 1: 8
o        Air hangat 
o        Vaselin atau jelly
4.                   Prosedur Teknik Pemeriksaan
1.                  Metode Kontras Tunggal
        • Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media kontras. 
        • Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum, ascenden sampai daerah seikum.
        • Dilakukan pemotretan full fillng 
        • Evakuasi, dibuat foto post evakuasi
2.                  Metode Kontras Ganda
      • Kolon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk mendorong barium melapisi kolon 
        • Selanjutnya dibuat foto full filling
        • Pemotretan dilakukan apabila yakin seluruh kolon mengembang semua
        • Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta lokasinya.
        • Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum )
        • Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk fleksura)
        • Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan hepatica)
5 . Prosedur Pengambilan gambar dan Proyeksi Pemotretan
·                     Proyeksi AP 
o                    Posisi Pasien : supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh tegak lurus meja, kedua tangan disamping tubuh dan kaki lurus
o                    Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
o                    CP : MSP setinggi Krista iliaka
o                    CR : vertical tegak lurus kaset 
o                    Kriteria Radiograf : seluruh kolon termasuk fleksura hepatica
  • Proyeksi PA
    • PP : tidur tengkurap diatas meja pemeriksaan dgn MSP tubuh tegak lurus meja, kedua tangan disamping tubuh & kaki lurus
    • PO : obyek diatur diatas meja, Batas Atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
    • CP : pada MSP setinggi kedua Krista iliaka 
    • CR : vertical tegak lurus kaset 
    • Kriteria Radiograf : seluruh kolon, termasuk fleksura dan rectum
  • Proyeksi RPO 
    • Posisi Pasien : supine diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke kanan 35-45 derajat terhadap meja, tangan kanan untuk bantal, tangan kiri menyilang didepan tubuh dan kaki kanan lurus, kaki kiri ditekuk untuk fiksasi
    • Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
    • CP : 1 – 2 inchi ke kiri dari titik tengah kedua Krista iliaka 
    • CR : vertical tegak lurus kaset
    • Kriteria Radiograf : seluruh kolon, fleksura lienalis sedikit superposisi disbanding PA, colon descenden
  • Proyeksi RAO
    • Posisi Pasien : tidur tengkurap diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan 35 – 45 derajat terhadap meja, tangan kanan lurus disamping tubuh, tangan kiri didepan kepala dan kaki kanan lurus, kaki kiri ditekuk
    • Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas Atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
    • CP : 1 – 2 inchi ke kiri dari titik tengah kedua Krista iliaka 
    • CR : vertical tegak lurus kaset 
    • Kriteria Radiograf : seluruh kolon, fleksura hepatica sedikit superposisi disbanding PA, colon ascenden, sigmoid dan sekum
  • Proyeksi LAO
    • Posisi Pasien : tidur tengkurap diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke kiri 35 – 45 derajat terhadap meja, tangan kiri lurus disamping tubuh, tangan kanan didepan kepala dan kaki kiri lurus, kaki kanan ditekuk
    • Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Batas bawah: Simp.pubis
    • CP : 1 – 2 inchi ke kanan dari titik tengah kedua Krista iliaka
    • CR : vertical tegak lurus kaset
    • Kriteria Radiograf : seluruh kolon, fleksura lienalis sedikit superposisi dibanding PA, colon ascenden
  • Proyeksi Lateral
    • Posisi Pasien : tidur miring dgn MSP sejajar kaset, genu sedikit fleksi untuk fiksasi
    • Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Batas Bawah: Simp.pubis
    • CP : MSP setinggi SIAS
    • CR : vertical tegak lurus kaset
    • Kriteria Radiograf : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rekto sigmoid pada pertengahan radiograf
  • Proyeksi LPO
    • Posisi Pasien : supine diatas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke kiri 35-45 derajat terhadap  meja, tangan kiri untuk bantalan, tangan kanan menyilang didepan tubuh dan kaki kiri lurus, kaki kanan ditekuk untuk fiksasi
    • Posisi Objek : obyek diatur diatas meja, Batas atas : Proc. Xypoideus, Bats bawah: Simp.pubis
    • CP : 1 – 2 inchi ke kanan dari titik tengah kedua Krista iliaka
    • CR : vertical tegak lurus kaset 
    • Kriteria Radiograf : daerah sigmoid, rektosigmoid fleksura hepatica
    • sedikitsuperposisi dibanding PA, colon ascenden, seikum.
4. Pemeriksaan Radiografi holecystografi/ Billiary System Oral.
a. Pengertian
Oral cholecystografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada sistem biliari dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.


b. Tujuan
Teknik pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran anatomi, fisiologi dan patologi Billiary Sistem
C. Prosedur
1. Prosedur Persiapan Alat
• Pesawat sinar-x
• Kaset dan film 24 x 30
• Gonad shield
• Marker
• Time marker
• Tempat mengaduk kontras
• Sendok
• Gelas
2. Prosedur Pemberian dan Pemakaian Bahan Kontras
    Media kontras dapat berupa :
    1. Biloptin(kapssul/granula/liquid)
    2. Solubiloptin (podwer sachet)
    3. Telepaque (tablet/podwer/liquid)
   4. Biliodyl (tablet)
   5. Orabilix
Bahan Kontras Radiografi di minum minimal 14 jam sebelum    pemeriksaan dilakukan
2. Prosedur Persiapan Pasen
• Penandatangan Informed Consent.
• Siang sehari seblum pemeriksaan, pasien diberikan makanan yang kaya simple fat.
• Malam hari sehari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan rendah lemak.
• Media kontras diberikan 3-4 jam setelah makan malam terakhir, dengan single dose 3 gram (tablet/kapsul/liquid).
• Kontras media yang bisa diberikan dapat berupa telepaque (tablet/podwer/liquid), biliodyl (tablet) dan orabilix. Konsetrasi kontras maximal 10-12 jam setelah administrasi dan pemeriksaan dimulai.
• Selain itu media kontras yang dapat dipakai yaitu biloptin (kapsul, solubiloptin (podwer sachet)
         3. Prosedur Pemeriksaan  :
    A. Pembuatan Foto Polos sebagai foto pendahuluan pada daerah gall blader Foto diambil dalam posisi supine atau prone.
• Fungsi foto polos:
• Bila gall bladder tertutup material fases perlu dilakukan enema.
• Bila gall bladder belum juga nampak, maka persiapan diulang 1 hari, kemudian pemeriksaan dilakukan keesokan harinya.
• Posisi pemeriksaan yang dpt dilakukan adalah supine, prone, prone oblique, upright/erect, dan/atau lateral decubitus
• Posisi erect atau lateral decubitus, baik untuk menampakkan small stone pada lapisan fundus gall bladder.
• Bila fundus superposisi dengan organ intestinal atau spine, recumbent PA oblique
• Untuk mencegah superposisi dengan costae, ekposure dilakukan pada akhir full inspiration.
• Bila gall bladder berada pada iliac fossa, posisi supine akan menampakkan organ gallblader lebih superior, atau CR chepalic angulation.

B. Prosedur Teknik Radiografi PA (Foto Polos Abdomen atas)
Posisi Pasien : prone
Posisi Obyek
• Kepala diberi bantal.
• Kedua tangan di samping kepala.
• Tungkai bawah lurus dengan suport pada ankle.
• Setengah bagian kanan tubuh berada pada pertengahan kaset (sthenik) dan gallblader lebih horizontal, 5 cm lebih tinggi dan lateral untuk hypersthenik, untuk asthenic gallblader vertikal dan 5 cm lebih rendah dan dekat midline.
Central Ray :Vertikal/tegak lurus
Central Point ; Setinggi Lumbal ke-2 (sekitar 1,25-2,5 cm dari margin terendah costae) dan 5 cm ke kanan dari MSP
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
2. PA Oblique (LAO)
Posisi Pasien : Prone
Posisi Obyek
• Seperempat tubuh bagian kanan dipertengahan meja.
• Tangan kiri di samping tubuh dan tangan kanan ditekuk di kepala.
• Untuk sthenic/hypostenic penyudutan badan 20- 250dengan meja pemeriksaan.
• Untuk hyperstenic penyudutan badan 15-200 dengan meja pemeriksaan.
• Untuk asthenic penyudutan badan 35-400 dengan meja pemeriksaan.
• Batas bawah kaset pada SIAS dan batas atas kaset pada diafragma.


Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point
Kurang lebih 7,5 cm kearah kanan dari Lumbal ke-3
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
3. Right Lateral Decubitus (Proyeksi PA)
Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke arah kanan
Posisi Objek
• Kepala pada bantal.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee ditekuk semaksimal mungkin.
• Gallblader pada pertengahan kaset.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.
Central Ray : Horizontal/tegak lurus
Central Point : Titik tengah bagian kanan abdomen ( Daerah gall balader )
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
4. PA (Erect)
Posisi Pasien : Erect menghadap kaset
Posisi Objek
• Atur 5 cm ke kanan dari MSP pada pertengahan kaset.
• Untuk tipe asthenic rotasikan tubuh 10-150.
• Kedua lengan di samping tubuh.
Central Ray : Horizontal/tegak lurus
Central Point : Pada titik tengah daerah gallblader .
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
Prosedur  Pemeriksaan alternatif ( sesuai permintaan dokter spesialis Radiologi)
1. AP Oblique (RPO)
Posisi Pasien : Supine
Posisi Obyek
• Oblique dengan bagian kanan belakang tubuh menempel di meja pemeriksaan dan bagian kiri tubuh menyudut 10-200 dengan meja pemeriksaan.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.

Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point : Sekitar 2 inchi superior dari prone oblique (sekitar 7,5 cm kearah kanan dari lumbal ke-3 dan 2 inchi superior).
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.

2. Right Lateral
Posisi Pasien : Tidur miring dan sisi sebelah kanan menempel meja pemeriksaan
Posisi Obyek
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee juga difleksikan semaksimal mungkin.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.
Central Ray : Vertikal/tegak lurus
Central Point : Antara lumbal ke-1–5 (sekitar lumbal ke-3)
FFD : 100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.
4.      Pemeriksaan Radiografi HSG
a.                        Pengertian
Hysterosalpingography adalah pemeriksaan secara radiografi untuk menilai alat reproduksi wanita yaitu cervix, uterus, dan kedua tuba secara anatomis dengan menggunakan kontras media, memasukkan kateter kedalam uterus melalui kateter atau alat khusus untuk pemeriksaan HSG
b.                       Tujuan
Memperlihatkan struktur kandung kemih serta struktur infra vesica dan organ-organ sekitarnya
c. Prosedur
1. Prosedur Persiapan Pasien
•Tanyakan bagaimana siklus menstruasi pasien.
•Beritahu pasien untuk tidak melakukan hubungan badan sebelum melakukan pemeriksaan.
•Pasien buang air kecil untuk mengkosongkan
blass.
•Melepaskan benda-benda logam yang dapat menggangu gambaran pada daerah yang akan diperiksa.
•Penandatanganan Informed Consent.
2. Prosedur Persiapan Alat dan bahan
1.Steril
* HSG Set
•Speculum
•Portubator
•Portio tang
•Uterus sonde
•Conus
•Spuit
* Media kontras Iodine compuond water saluble ( Urografin )
•Cutton
•Steril duk
•Aquadest /NaCl
2. Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Kaset dan film 24 x 30
* Lampu Sorot
•Marker
3. Prosedur Pemeriksaan
Pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG) ada dua yaitu HSG Set dan HSG Kateter. Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.
A. Prosedur Teknik Pmeriksaan
1.AP Plain (Uterine cavity)
Posisi Pasien Supine dan lytotomy pada saat pemasasangan HSG  Set setelah terpasang pasen kembali diposisikan supine.
Posisi Obyek
•MSP pada pertengahan kaset.
•Tangan berada di samping tubuh.
•Tidak ada rotasi pada pelvis.

Central Ray : Vertikal/tegak lurus terhadapa kaset.
Pemeriksaan dilakukan dengan bantuan fluoroscopy untuk memperlihatkan jalannya bahan kontras pada saat disunsikan.
Central Point : 5 cm proximal simpisis pubis
Pemasangan kaset dengan posisi portrait pada Spot film devise dialakukan eksposi sesuai dngan aba-aba dokter yang memeriksa
Ekspose : Tahan nafas pada saat pasien ekspirasi.

2.AP Post Kontras : 5 cc

Keterangan:
1.Uterine tube
2.Normal contras
3.Body of uterus
4.Speculum
3.AP Oblique (RPO dan LPO) Post Kontras : 3-5 cc

4.AP Post Miksi/Post Void
2.Teknik Radiografi HSG dengan kateter
PERSIAPAN ALAT
Steril
•Kateter dengan ukuran 8 dan 10
•Korentang
•Spekulum
•Long forcep
•Colby adaptor
•Extention tube
•Balon kateter
•2 way stopcock
•Media kontras
•Spuit 20 cc dan 3 cc
•Duk dan handscoen
•Kassa steril
•Obat antiseptic
•Larutan desinfektan (alcohol, betadine)
•Bengkok
•Mangkuk
Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Kaset dan film 24 x 30
•Marker
Media kontras
•Iodium water-soluble lebih baik dari oil soluble (yoder).
•Media kontras positif berisi :
a.Meglumine Diatrizoate
b.Sodium Diatrizoate
Contoh : Urografin 60%
PROSEDUR PEMASUKKAN MEDIA KONTRAS
•Setelah pasien diposisikan lithotomi, daerah vagina dibersihkan dengan desinfektan. Diberikan juga obat antiseptic pada daerah cervix.

•Speculum digunakan untuk membuka vagina dan memudahkan cateter masuk. Bagian dalam vagina dibersihkan dengan betadine, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur kedalaman serta arah uteri.
•Spuit yang telah terisi media kontras dipasang pada salah satu ujung kateter. Sebelumnya kateter diisi terlebih dahulu dengan media kontras sampai lumen kateter penuh.
•Dengan bantuan long forceps, kateter dimasukan perlahan ke ostium uteri externa.
•Balon kateter diisi dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon mengembang diantara ostium interna dan ostium externa. Balon ini harus terkait erat pada canalis servicalis, kemudian speculum dilepas.

•Pasien diposisikan di tengah meja pemeriksaan, dan mulai disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 5 ml atau lebih.
•Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi yang akan dilakukan serta ambil spot film radiografnya.
•Balon dikempiskan dan cateter dapat ditarik secara perlahan.
•Daerah vagina dibersihkan.
PROYEKSI PEMERIKSAAN HSG dengan kateter
1.AP Plain
2.AP Post Kontras
3.AP Oblique Post Kontras (RPO dan LPO)
4.AP Post Miksi

Keterangan:
1. Tumpahan Spill
2. Uterus
3. Kateter
5.      Melakukan Persiapan Pemeriksaan USG.
Pengertian :
Tujuan :
Prosedur :
6.      Pemeriksaan Radiografi pada tindakan pemasangan pacemaker/ kateterisasi jantung.
Pengertian :
Pemeriksaan intervensional jantung dan pembuluh darah jantung dengan menggunakan teknik fluoroscopy untuk pemasangan pacemaker
Tujuan :
Prosedur :
7.      Pemeriksaan Radiografi  PTC/ APG/ RPG/ T.Tube/ ERCP/ PTCD.

A.                Pemeriksaan Radiografi PTC

b.      Pengertian :




c.       Tujuan  :





d.     Prosedur :



B.                 Pemeriksaan Radiogtafi APG

a. Pengertian :




b. Tujuan :




c. Prosedur :




C.                Teknik radiografi antegrade uretografi RPG
a. Pengertian
Adalah Teknik atau prosedur pemeriksaan menggunakan sinar-X dari uretra dengan memasukkan media kontras untuk menegakkan diagnosa.
Biasanya dilakukan pada pasien laki-laki untuk menunjukkan uretra secara utuh, dengan media kontras dimasukkan secara retrograde melalui distal uretra, hingga media kontras mengisi semua salura uretra. 
b. Tujuan : Memperlihatkan kelainan anatomis, patologis dan fisiologis Buli-buli dan uretra
c. Prosedur :
    1. Prosedur Persiapan Pasien, Bahan dan Alat 
·               Tidak ada persiapan khusus, hanya pasien harus mengosongkan bulinya terlebih dahulu sebelum pemasangan kateter dilakukan.
o              Pasien melepaskan benda-benda logam yang dapat menggangu gambaran.
2. Prosedur persiapan Alat dan Bahan
·                     Media kontras iodium 20 cc
·                     Aqua steril 20 cc
·                     Poly cateter 16 G / brodney clamp
·                     Spuit 50 cc (spuit kaca 200cc)
·                     Needle 19 G
·                     Pesawat sinar-X, kaset dan film 24x30 cm
Broadney clamp
3.  Prosedur Pemeriksaan
·    Pemasukan media kontras dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut “broadney clamp” yang diletakkan di distal penis
·         Jika tidak gunakan kateter yang diletakkan di ujung penis.
·         Eksposi dilakukan berbarengan dengan pemasukan media kontras.
      A. Prosedur Pemeriksaan Proyeksi AP
Lakukan plain foto posisi AP dengan ujung penis diplaster ke sisi kanan/kiri, MSP (mid sagital plane) sejajar dengan pertengahan bucky (grid).
Central Ray : tegak lurus IR
Central Point : symphisis pubis
Catatan : uretra tidak terpotong
B.     Prosedur Pemeriksaan Proyeksi RPO 30 °
1.      Central Point : pada symphisis pubis
2.      Central Ray : tegak lurus IR 
3.      Kriteria Gambar 
1.      Tampak gambaran uretra, dan sebagian vesica urinaria (blass) terisi bahan kontras.
2.      Sedikit superimposisi gambaran uretra dengan proximal femur dan jaringan femur kanan serta sedikit distal pelvis.

d. Teknik Pemeriksaan PTC ( Perctaneus Tran Cholangiografi )

                                 a. Pengertian :



                                    b. Tujuan  :
                       

                                    c, Prosedur :


E. Teknik Pemeriksaan Radiografi  Retrogragr Peyelografi (APG)

                                    a. Pengertian :



                                    b. Tujuan  :
                       

                                    c, Prosedur :



F. Endoscopic Retrograde Choledocopancreatography (ERCP)
     a. Pengertian
      Endoscopic Retrograde Choledocopancreatography (ERCP)     adalah pemeriksaan radiografi pada pankreas dan sistem billiary dengan bantuan media kontras positif dan menggunakan peralatan fiber optik endoskopi untuk menegakkan diagnosa.

b. Prosedur
    1. Prosedur Persiapan Alat dan Bahan
*Pesawat sinar-x dan fluoroskopi
•Fiber optic endoscope : satu bendel glass fibre disatukan dan xenon light illuminator ditengah alat ini ada saluran untuk masuk kateter untuk memasukkan media kontras.
•Kaset dan film
•Apron
•Gonad shield
•Kateter
•Media kontras
•Obat dan peralatan emergensi

2. Prosedur Persiapan Pasen
•Tanyakan apakah pasien hamil atau tidak.
•Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma atau tidak.
•Pasien diminta menginformasikan tentang obat-obatan yang dikonsumsi.
•Pemeriksaan darah lengkap dilakukan 1-2 hari sebelumnya.
•Pasien puasa 5-6 jam sebelum pemeriksaan dimulai.
•Bila diperlukan, pasien dapat diberikan antibiotik.
•Penandatanganan informed consent.
•Plain foto abdomen.
•Premidikasi ameltocaine lozenge 30 mg.
•Media kontras : untuk panceatic duct diberikan angiografin 65% atau sejenisnya dan untuk billiary duct diberikan Conray 280 atau sejenisnya.
3.
Prosedur Pemeriksaan.
•Pasien miring disisi kiri pada meja pemeriksaan.
•Endoskop dimasukan melalui mulut kedalam oesophagus selanjutnya melewati gaster melalui duodenum.

•Endoskopi diposisikan pada bagian tengah duodenum dan papilla vateri.
•Poly kateter diisi media kontras (berada dipertengahan endoskopi).
•Biasanya pancreatic duct diisi media kontras selanjutnya billiary duct.
                                               
•Dibuat spot foto dipandu dengan fluoroscopy.
 Prosedur Perawatan Post Pemeriksaan 
•Pasien dimonitor hingga efek dari obat-obatan hilang.
•Setelah pemeriksaan pasien mungkin akan mengalami perasaan tidak nyaman pada tenggorokan, kembunga dan nausea (udara yang masuk).
•Komplikasi yang mungkin muncul seperti pancreatitis, perforasi, pendarahan ataupun reaksi alergi akibat sedative.
•Informasikan pada pasien untuk melaporkan apabila muncul fever, nyeri yang hebat ataupun pendarahan.
Nomor           :  MI. 3
Materi            :  Treatment Planning Sistem Pada Teknik Penyinaran Radioterapi
Waktu :  8 Jpl (T = 2 Jpl; P = 4 Jpl; PL= 2 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU
Setelah mengikuti materi ini,  peserta mampu melakukan treatment planning sistem pada teknik penyinaran radioterapi
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1.   Melakukan  dokumentasi perencanaan terapi radiasi dengan foto terapi simulator.
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1.   Dokumentasi perencanaan terapi radiasi dengan foto terapi simulator.
a.   Pengertian
b.   Tujuan
c.    Prosedur
Nomor           :  MI. 4
Materi            :  Teknik Pekerjaan di Mould Room
Waktu :  8  Jpl (T = 2 Jpl; P = 4 Jpl; PL = 2 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU
Setelah mengikuti materi ini,  peserta mampu melakukan pembuatan masker ( Bodi fiksasi)  pada teknik penyinaran radioterapi
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK )
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1.   Membuat masker untuk radioterapi.
2.   Membuat  countour  organ untuk terapi radiasi.
3.   Membuat sistem blok radiasi untuk penyinaran terapi.
4.   Membuat  alat  bantu penyinaran terapi radiasi.








No comments:

Post a Comment