Friday 19 September 2014

FISIKA RADIODIAGNOSTIK



Segi-Segi Fisika Radiologi dan Radiografi

spectrum cahaya
Sinar X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek (1/10.000 panjang gelombang tampak). sinar x bersifat heterogen dengan panjang gelombang bervariasi dan tidak tampak.
satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan panjang gelombang adalah Amstrong. 1 A = 1/100.000.000 cm. Panjang gelombang yang biasa digunakan dalam bidang kedokteran adalah 0,5 A - 0,125 A.

sinar x memiliki beberapa karakkteristik, yaitu:
1. daya tembus
sinar x dapat menembus bahan, dengan daya tembus yang sangat besar. makin tinggi tegangan yang digunakan (KV) makin tinggi daya tembusnya, begitu juga halnya dengan berat atom benda yang dilaluinya dimana makin rendah berat atom suatu benda, makin tinggi pula daya tembusnya.
2. Pertebaran
Sinar x yang melalui suatu benda akan mengalami penghamburan, hal ini disebut juga radiasi sekunder. Radiasi sekunder ini akan menyebar ke segala jurusan, oleh karena itu, hal ini dapat menimbulkan pengaburan menyeluruh pada film. Untuk menghindarkan pengaburan ini, maka diantara subjek dengan film rontgen diberikan sutau grid (potongan timah yang disusun sejajar dan dipisahkan oleh bahan yang tembus sinar).
3. Penyerapan
Sinar x diserap sebanding dengan kepadatan atau berat atom suatu benda yang dilaluinya. Semakin tinggi kepadatan atau berat atom suatu benda, maka semakin tinggi penyerapan sinar.
4. Efek fotografik
Sinar x akan mengjhitamkan emulsi film (emulsi perak bromida) yang dilaluinya setelah diproses secara kimiawi di kamar gelap.
5. Pendar Fluor (Fluoresensi)
Sinar x dapat memendarkan bahan-bahan tertentu yang terpapar olehnya, misalnya kalsium-tungstat dan zink-sulfid. Secara umum pendar fluor/luminasi terdiri atas 2, yaitu:
Fluoresensi, yaitu memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi
Fosforisensi, memendarkan cahaya sampai beberapa saat walaupun radiasi sudah dimatikan (after-glow)
6. Ionisasi
Efek primer dari sinar x apabila mengenai sutau zat atau benda maka akan menyebabkan ionisasi dari bahan atau zat tersebut.
7. Efek biologik
Sinar x dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada jaringan, sehingga dapat dipergunakan dalam pengobatan radioterapi

Pembuatan Sinar X

mesin sinar x konvensional
Untuk pembuatan sinar x, diperlukan tabung rontgen dengan sumber elektron yang akan dipacu dan diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu sasaran (target). Akibat proses yang berlangsung, maka akan terbentuk panas (99%) dan sinar x (1%).
Suatu tabung pesawat rontgen memiliki beberapa kriteria, antara lain:
1. Mempunyai sumber elektron
2. Gaya yang mempercepat gerakan elektron
3. Lintasan elektron yang bebas dalam ruangan hampa udara
4. Alat pemusat berkas elektron (focusing cup)
5. Penghenti gerakan elektron.
Tabung pesawat rontgen memiliki sumber elektron yang berasal dari filamen yang terdapat pada katoda yang dihubungkan dengan sutau transfomator yang akan mengalirkan listri ke filamen ini sehingga timbul panas. Filamen yang digunakan pada pesawat rontgen adalah kawat tungsten yang memiliki daya lebur yang cukup tinggi dan tahan dipanaskan sampai 20.000 C. Pemanasan yang dilakukan pada filamen ini akan menyebabkan terlepasnya elektron-elektron dari filamen.
proses pembuatan sinar x
Elektron ini akan dipercepat akibat adanya perbedaan tegangan yang tinggi antara katoda dan anoda, selain itu pesawat rontgen adalah ruang hampa yang dirancang agar tidak ada halangan pada lintasan alektron dari katoda menuju target. Pada pesawat rontgen juga terdapat alat pemusat berkas sehingga elektron tidak bergerak terpencar tetapi terarak pada satu bidang fokus. Pada bagian akhir dari proses ini, laju elektron akan dihentikan oleh alat penghambat gerakan elektron sehingga akan tercipta energi panas (99%) dan sinar x (1%) yang mana panas yang tercipta akan didinginkan oleh alat pendingin yang berada pada pesawat rontgen. Alat penghenti gerakan ini sendiri dapat dibedakan atas 2 yaitu:
• Keping wolfarm, yang ditanamkan pada tembaga dalam tabung rontgen anoda diam
• Pring wolfarm, yang terdapat pada tangkai molybdenum dalam pesawat rontgen anoda potar.
Wolfam adalah bahan dengan nomor atom 74 dengan titik lebur yang tinggi mencapai 3400 C.

Radiografi


Secara umum pemeriksaan dengan sinar rontgen ada2 macam, yaitu:
a. Pemeriksaan sinar tembus (Fluoroskopi, doorlitchting)
b. Pemeriksaan foto rontgen (radiografi)
Pemeriksaan sinar tembus merupakan pemeriksaan radiologi dimana pemeriksa melihat langsung alat-alat dalam tubuh manusia yang sedang bergerak.
Pemeriksaan ini menggunakan kontras sehingga sinar x yang melaluinya akan memedarkan zat tersebut sehingga tampak jelas terlihat oleh pemeriksa. Karena sinar x yang diterima penderita dan pemeriksa cukup tinggi, maka pemeriksaan sinar tembus pada paru tidak diperbolehkan lagi.
Pada pemeriksaan foto rontgen, penderita hanya terpapar beberapa saat dengan sinar x dan akan ditangkap oleh film yang diletakkan di dekat penderita (tergantung dari posisi pengambilan foto). Foto rontgen merupakan pemeriksaan yang paling banyak diminta sebagai penunjang pemeriksaan, bahkan sudah menjadi pemeriksaan rutin.
Ada beberapa yang perlu dipersiapkan dalam membuat sutau foto rontgen, yaitu:
1. perlengkapan untuk membuat radiografi
2. jenis pemeriksaan dan posisi pemotretan
3. pengetahuan pesawat rontgen
4. pengetahuan kamar gelap
5. proses terjadinya gambaran radiografi

Bahaya Radiasi dan Pencegahannya

bercak kemerahan akibat radiasi
Bahaya Radiasi
Pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia sangat beragam, tergantung dari lamanya paparan dan luas lapangan radiasi.
Pada tahun 1950, komisi internasional untuk perlindungan terhadap penyinaran menetapkan beberapa pengaruh sinar x yang telah diketahui, sebagai berikut:
1. Luka permukaan yang dangkal
  • Kerusakan kulit (skin damage)
  • Epilasi (epilation)
  • Kuku rapuh (brittleness of nails)
2. Kerusakan hemopoetik
  • Limfopenia
  • Leukopenia
  • Anmenia
  • Kehilangan respon terhadap daya tahan spesifik
3. Induksi keganasan
  • Leukimia
  • Karsinoma kulit
  • Sarkoma
4. Berkurangnya kemungkinan hidup
5. Aberasi genetik
  • Mutasi gen langsung
  • Perubahan kromosom
6. Efek lainnya
  • Katarak lentikuler
  • Obesitas
  • Sterilitas
Reaksi luka permukaan yang dangkal dapat segera timbul akibat paparan pada radiasi sinar x. Reaksi dapat menyerupai luka bakar. Dosis paparan maksimal untuk kulit tidak diketahui secara pasti, tetapi bagi para pekerja yang setiap hari terpapar oleh sinar x, paparan maksimal diperkirakan kurang dari 1 R per harinya.
Pencegahan
Tujuan dari pencegahan radiasi adalah:
Terhadap pasien: untuj mengurangi jumlah paparan sesuai dengan keharusan klinis
Terhadap personil: untuk menekan serendah mungkin dosis radiasi yang diterima mengingat perkerjaannya yang selalu berhubungan dengan radiasi.
Distorsi
Citra yang dihasilkan tidak selalu menampakkan karakteristik geometric dan spasial yang sebenarnya dari bagian tubuh. Karakteristik struktur anatomi dan obyek yang dapat diubah bentuknya meliputi:
  • Perubahan ukuran (relative).
    • Misalnya : elongation (pertambahan panjang), dsb.
  • Perubahan bentuk.
  • Perubahan letak di dalam tubuh.
Distorsi dan Magnifikasi
Pada radiografi, kebanyakan distorsi dihasilkan dari variasi magnifikasi obyek yang berlainan tempat dan arah dari obyek tersebut terhadap berkas sinar-x.
Penyebab  Distorsi pada Radiografi
  • Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa ukuran relative dan posisi dari obyek mengalami distorsi oleh karena :
  • metode proyeksi pencitraan medik yang biasa digunakan pada prosedur radiografi dan floroskopi.
  • variasi magnifikasi (pembesaran) obyek yang berlainan tempat dan arah dari obyek tersebut terhadap berkas sinar-x.
  • jarak antara garis tengah struktur sejajar film yang tidak tegak lurus dengan pusat sinar-x (Central Ray/CR).
  • disebabkan oleh jarak focus-film (FFD), film-objek (FOD).
  • Semakin dekat jarak film dengan obyek (FOD) semakin kecil bayangan penumbra yang terbentuk pada film, semakin besar jarak film dengan obyek maka semakin besar bayangan penumbra yang terbentuk pada film.
  • Semakin tinggi jarak fokus dengan film (FFD) semakin kecil bayangan penumbra yang terbentuk pada film, begitu juga sebaliknya.
Magnifikasi Geometri pada Radiografi
Magnifikasi (pembesaran) obyek ditentukan oleh perbandingan jarak. Jarak dari focal spot ke reseptor (FFD) yang sepanjang 150 cm biasanya digunakan untuk pemeriksaan thorax agar menghasilkan magnifikasi yang sedikit dan juga untuk menghindari terjadinnya distorsi.
Cara Untuk Mengurangi Distorsi
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mengurani efek daripada distorsi ini, antara lain :
  1. Meminimalkan  jarak film-obyek / FOD berarti mengurangi  resiko ketidaktajaman dan mengurangi perbesaran citra/bayangan yang dibentuk pada film.
  2. Pastikan methode proyeksi penyinaran yang diterapkan pada pasien tidak mengakibatkan (objek) dalam hal ini pasien merasa kurang nyaman sehinngga pasien cenderung bergerak dan akan mengakibatkan ada jarak/celah antara fil dengan objek sehingga efek magnifikasi (pembesaran) semakin besar
  3. Sebelum melakukan eksposi, pastikan  garis tengah struktur sejajar film tegak lurus dengan pusat sinar-x (Central Ray/CR).
Pembentukan gambaran radiografi
Salah satu dari faktor penting sinar-x adalah bahwa sinar-x dapat menembus bahan. Tetapi hanya yang benar-benar sinar-x saja yang mampu menembus objek yang dikenainya dan sebagian yang lain akan diserap. Sinar-x yang menembus itulah yang mampu membentuk gambaran atau bayangan. Besarnya penyerapan sinar-x oleh suatu bahan tergantung tiga faktor:
  1. Panjang gelombang sinar-X.
  2. Susunan objek yang terdapat pada alur berkas sinar-X.
  3. Ketebalan dan kerapatan objek.
Setelah sinar-x  yang keluar dari tabung mengenai dan menembus obyek yang akan difoto. Bagian yang mudah ditembusi sinar x (seperti otot, lemak, dan jaringan lunak) meneruskan banyak sinar x sehingga film menjadi hitam. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar x (seperti tulang) dapat menahan seluruh atau sebagian besar sinar x akibatnya tidak ada atau sedikit sinar x yang keluar sehingga pada film berwarna putih. Bagian yang sulit ditembus sinar x mengalami ateonasi yaitu berkurangnya energi yang menembus sinar x, yang tergantung pada nomor atom, jenis obyek, dan ketebalan. Adapun bagian tubuh yang mudah ditembus sinar x disebut Radio-lucen yang menyebabkan warna hitam pada film. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar x disebut Radio-opaque sehingga film berwarna putih. Telah diketahui bahwa panjang gelombang yang besar yang dihasilkan oleh kV rendah akan mengakibatkan sinar-x nya mudah diserap. Semakin pendek panjang gelombang sinar-x (yang dihasilkan oleh kV yang lebih tinggi) akan membuat sinar-x mudah untuk menembus bahan (lihat pembahasan tentang pengaruh kilovolt).
Bagaimana susunan objek ketika terjadi penyerapan sinar-x? Hal ini tergantung dari nomor atom unsur tersebut. Sebagai contoh satu lempeng aluminium yang mempunyai nomor atom lebih rendah dibanding tembaga, mempunyai jumlah daya serap lebih rendah terhadap sinar-x dibanding satu lempeng tembaga pada berat dan daerah yang sama. Timah hitam (nomor atomnya lebih besar) adalah penyerap terbaik sinar-x. Karena alasan inilah ia digunakan pada wadah tabung yang juga bertujuan untuk proteksi, contoh yang lainnya adalah dinding ruangan sinar-x dan pada sarung tangan khusus serta apron yang digunakan selama proses fluoroskopi.
Hubungan antara penyerapan sinar-x dengan ketebalan adalah sederhana yaitu unsur yang mempunyai lempengan yang tebal dapat menyerap radiasi lebih banyak dibanding lempengan yang tipis pada satu unsur yang sama. Kerapatan/kepadatan suatu unsur yang sama akan juga mempunyai kesamaan efek, contoh 2,5 cm air akan menyerap sinar-x lebih banyak dibanding 2,5 cm es karena berat timbangan es akan berkurang 2,5 cm per kubik disbanding air.
Mengingat pemeriksaan kesehatan yang menggunakan sinar-x, satu hal yang harus dipahami bahwa tubuh manusia mempunyai susunan yang kompleks yang tidak hanya mempunyai perbedaan pada tingkat kepadatan saja tetapi juga mempunyai perbedaan unsur pembentuk. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat penyerapan sinar-x. Yaitu, tulang lebih banyak menyerap sinar-x dibanding otot/daging; dan otot/daging lebih banyak menyerap dibanding udara (paru-paru). Lebih jauh lagi pada struktur organ yang sakit akan terjadi perbedaan penyerapan sinar-x dibanding dengan penyerapan oleh daging dan tulang yang normal. Umur pasien juga mempengaruhi penyerapan, contoh pada umur yang lebih tua tulang-tulang sudah kekurangan kalsium dan akan mengurangi penyerapan sinar-x dibanding tulang-tulang di usia yang lebih muda.
Hubungan diantara intensitas sinar-x pada daerah yang berbeda gambarannya didefinisikan sebagai kontras subjek. Kontras subjek tergantung pada sifat subjek, kualitas radiasi yang digunakan, intensitas dan penyebaran radiasi hambur, tetapi tidak tergantung terhadap waktu, mA, jarak dan jenis film yang digunakan.
Efek Radiasi Pengion terhadap Jaringan Tubuh
Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna seperti pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel terdiri dari dua komponen utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus). Sitoplasma mengandung sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme penting sel. Inti sel mengandung struktur biologic yang sangat kompleks yang disebut kromosom yang mempunyai peranan penting sebagai tempat penyimpanan semua informasi genetika yang berhubungan dengan keturunan atau karakteristik dasar manusia. Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang merupakan suatu rantai pendek dari DNA (Deooxyribonucleic acid) yang membawa suatu kode informasi tertentu dan spesifik.
Interaksi antara radiasi dengan sel hidup merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Proses ini diawali dengan tahap fisik dan diakhiri dengan tahap biologik. Ada empat tahapan interaksi, yaitu :
1. Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi. Proses ini berlangsung sangat singkat dalam orde 10-16 detik. Karena sel sebagian besar (70%) tersusun atas air, maka ionisasi awal yang terjadi di dalam sel adalah terurainya molekul air menjadi ion positif H2O+ dan e- sebagai ion negatif. Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :
H2O + radiasi pengion  —>  H2O+ + e-
2. Tahap Fisikokimia
Tahap fisikokimia dimana atom atau molekul yang tereksitasi atau terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak stabil. Tahap ini berlangsung dalam orde 10-6 detik. Karena sebagian besar tubuh manusia tersusun atas air, maka peranan air sangat besar dalam menentukan hasil akhir dalam tahap fisikokimia ini. Efek langsung radiasi pada molekul atau atom penyusun tubuh selain air hanya memberikan sumbangan yang kecil bagi akibat biologi akhir dibandingkan dengan efek tak langsungnya melalui media air tersebut. Ion-ion yang terbentuk pada tahap pertama interaksi akan beraksi dengan molekul air lainnya sehingga menghasilkan beberapa macam produk , diantaranya radikal bebas yang sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air, yaitu OH- dan H+. Reaksi kimia yang terjadi dalam tahap kedua interaksi ini adalah:
H2O+ —-> H+ + OH-
H2O + e    –>    H2O-
H2O- –> OH- + H+
Radikal bebas OH- dapat membentuk peroksida (H2O2 ) yang bersifat
oksidator kuat melalui reaksi berikut :
OH- + OH + —>  H2O2
3. Tahap Kimia Dan Biologi
Tahap kimia dan biologi yang berlangsung dalam beberapa detik dan ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan molekul organik sel serta inti sel yang terdiri atas kromosom. Reaksi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul dalam sel. Jenis kerusakannya bergantung pada jenis molekul yang bereaksi. Jika reaksi itu terjadi dengan molekul protein, ikatan rantai panjang molekul akan putus sehingga protein rusak. Molekul yang putus ini menjadi terbuka dan dapat melakukan reaksi lainnya. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom dan molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruhi oleh radikal bebas dan peroksida sehingga terjadi mutasi genetik.
4. Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Proses ini berlangsung dalam orde beberapa puluh menit hingga beberapa puluh tahun, bergantung pada tingkat kerusakan sel yang terjadi. Beberapa akibat dapat muncul karena kerusakan sel, seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel terhambat atau tertunda serta terjadinya perubahan permanen pada sel anak setelah sel induknya membelah. Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke jaringan, organ dan dapat pula menyebabkan kematian.
Dilihat dari interaksi biologi tadi di atas, maka secara biologis efek radiasi dapat dibedakan atas :
1.  Berdasarkan jenis sel yang terkena paparan radiasi
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas :
  • Efek Genetik (non-somatik) atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi.
  • Efek Somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas :
    • Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi.
    • Efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
2.  Berdasarkan dosis radiasi
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek stokastik dan efek deterministic (non-stokastik).
i. Efek Stokastik adalah efek yang penyebab timbulnya merupakan fungsi dosis radiasi dan diperkirakan tidak mengenal dosis ambang. Efek ini terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel. Radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel,  sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker.
Maka dari itu dapat disimpulkan ciri-ciri efek stokastik a.l :
  • Tidak mengenal dosis ambang
  • Timbul setelah melalui masa tenang yang lama
  • Keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi
  • Tidak ada penyembuhan spontan
  • Efek ini meliputi : kanker, leukemia (efek somatik), dan penyakit keturunan            (efek genetik).
ii. Efek Deterministik (non-stokastik) adalah efek yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis dan hanya timbul bila dosis ambang dilampaui. Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Adapun ciri-ciri efek non-stokastik a.l :
  • Mempunyai dosis ambang
  • Umumnya timbul beberapa saat setelah radiasi
  • Adanya penyembuhan spontan (tergantung keparahan)
  • Tingkat keparahan tergantung terhadap dosis radiasi
  • Efek ini meliputi : luka bakar, sterilitas / kemandulan, katarak (efek somatik)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan :
*Efek Genetik merupakan efek stokastik, sedangkan Efek Somatik dapat berupa stokastik maupun deterministik (non-stokastik)

No comments:

Post a Comment