Friday, 8 March 2013

KEDOKTERAN NUKLIR



KEDOKTERAN NUKLIR

I. PENDAHULUAN
            Kedokteran nuklir merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang dapat dikatakan relatif masih baru jika dibandingkan dengan disiplin ilmu kedokteran lainnya.
            Berawal dari ditemukannya zat radioaktif pada tahun 1896 oleh Henry Becquerel yang secara kebetulan menemukan sinar nonvisual dari elemen Uranium yang dapat menghitamkan plat foto, manusia mulai memanfaatkan tenaga nuklir walaupun mula-mulanya hanya digunakan untuk keperluan militer. Baru setelah dunia dikejutkan oleh ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945 yang dapat menelan ratusan ribu korban jiwa, maka para ahli terutama ahli sarjana kedokteran mengharapkan agar tenaga nuklir dapat dimanfaatkan untuk tujuan damai, diantaranya dalam bidang kedokteran.
            Pada tahun 1946 Badan Tenaga Atom Amerika Serikat mengizinkan menggunakan isotop yang dibuat direaktornya digunakan untuk tujuan damai. Sejak saat itu pemanfaatan zat radioaktif untuk tujuan damai meluas dengan pesat termasuk juga dalam bidang kedokteran yang dikenal dengan kedokteran nuklir.
            Dengan menggunakan tracer radioaktif banyak cara pemeriksaan baru ditemukan yang sebelumnya dengan cara konvensional dianggap tidak mungkin.
            Prof. DR. Johan Mansyur memberi batasan kedokteran nuklir sebagai cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari desintegrasi inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran.
            Sedangkan IAEA (International Atomic Energy Agency) dan WHO mendefinisikan kedokteran nuklir : Nuclear Medicine is difined as medical special wich uses the nuclear properties of matter to investiges physiology and anatomy diagnosis diseases and threat with unsealed sources of radionulide.
Secara umum kedokteran nuklir didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan energi nuklir (inti atom untuk keperluan menyelidiki, mendiagnosa dan terapi penyakit).
Berbeda dengan pencitraan dengan pesawat CT-Scan, USG, maupun MRI yang sifatnya morfologik karena lebih didasarkan pada perubahan atau perbedaan karakter fisik anatomik yang menimbulkan perubahan atau perbedaan transmisi radiasi atau gelombang ultrasonik ataupun radiofrekwensi yang melalui organ bagian tubuh yang diperiksa, maka pencitraan kedokteran nuklir dengan kamera gamma atau kamera PET (positron emission tomography) bersifat fungsional karena didasarkan pada perubahan biokimiawi-fisiologik yang menimbulkan pola emisi radiasi yang mencerminkan fungsi organ atau bagian tubuh yang diperiksa.
Kedokteran nuklir dasarnya adalah prinsip perunut untuk mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia pada tingkat seluler bahkan molekuler dan dengan demikian ilmu kedokteran nuklir banyak bersinggungan dengan ilmu kedokteran molekuler.
Praktikum dilaksanakan di Departemen Kedokteran Nuklir RSCM.

II. DASAR-DASAR KEDOKTERAN NUKLIR
            Dibidang kedokteran nuklir informasi gambar yang didapat dari observasi distribusi radiofarmaka dalam tubuh pasien yang dideteksi dengan menggunakan gamma kamera yang dihubungkan dengan sistem komputer untuk menganalisa data-data yang didapat.
1. Radiofarmaka
            Radiofarmaka adalah senyawa aktif yang diberikan ke pasien peroral maupun parental untuk tujuan diagnostik maupun terapi, merupakan sumber terbuka dan ikut metabolisme dalam tubuh. Suatu radiofarmaka berupa isotop radioaktif misalnya Tl-201 atau berupa senyawa yang dilabel dengan pembawa materi contoh I-131 Hipuran, Tc-99m DTPA.
2. Radionuklida
            Radionuklida yang digunakan di kedokteran nuklir adalah hasil produksi dari reaktor nuklir seperti I-131, Cr-51 dan cyclotron seperti Tl-201, In-123 namun harganya jauh lebih mahal dibanding dengan reaktor nuklir atau melalui generator dengan mengilusi isotop induk. Contoh yang paling dikenal dari radionuklida yang berasal dari generator adalah Tc-99m yang diilusi dari isotop induk Mo-99 yang pemakainnya paling banyak di kedokteran nuklir.
            Penggunaan radionuklida di kedokteran nuklir harus dibedakan antara pemakaian untuk keperluan terapi dan diagnostik. Untuk penggunaan terapi diperlukan radionuklida yang massa paruhnya panjang dan memancarkan radiasi sinar beta yang mempunyai efek biologis tinggi. Radionuklida yang mempunyai beban radiasi kecil terhadap pasien dan memiliki energi yang ideal untuk pemeriksaan dengan gamma kamera. Kriteria yang ideal dimiliki oleh suatu radionuklida untuk keperluan diagnostik adalah :
  • Waktu paruh    : pendek tetapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan
  • Radiasi             : memancarkan gamma
  • Energi               : 50 – 400 keV
  • Sifat kimia        : tidak toxis dan tidak merubah sifat biologis dari farmaka 
                                yang dilabel
  • Ekonomis         : murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak
Dari kriteria di atas Tc-99 merupakan radionuklida yang paling memenuhi syarat karena Tc-99 mempunyai waktu paruh 6 jam, radiasi gamma, energi 146 keV, sifat kimia tidak toxis dan tidak merubah sifat biologis farmaka yang dilabel dan ekonomis.
3. Zat Pembawa
            Untuk membawa aktifitas ke organ yang akan diperiksa diperlukan senyawa yang mempunyai spesitas terhadap organ tersebut yang biasanya disebut zat pembawa. Zat pembawa adalah unsur / zat yang dapat mengikat radionuklida dan membawa ke organ yang akan diperiksa dan dimetabolisir oleh organ tersebut.
            Kemajuan dalam bidang bioteknologi sangat membantu dalam perkembangan kedokteran nuklir baik dalam jumlah dan produksi dan jenis zat pembawa tetapi juga teknik-teknik labeling senyawa tersebut berkembang pesat. Sebagaimana radionuklida zat pembawa ini juga harus mempunyai kriteria sebagai unsur dari radiofarmaka, yaitu :
  • Mudah dilabel dengan radionuklida serta mudah preparasinya tanpa merubah sifat biologisnya terutama biodistribusi dalam tubuh.
  • Harus terakumulasi atau teralokasi sebagian besar di organ yang akan diperiksa.
  • Harus bisa dieliminasi dari tubuh dengan waktu paruh yang sesuai dengan lamanya pemeriksaan.
Zat pembawa yang sering digunakan di Departemen Kedokteran Nuklir RSCM adalah sebagai berikut :
NO
ZAT PEMBAWA
RADIONUKLIDA
ORGAN YANG DIPERIKSA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
MDP
DTPA
DMSA
MAA
MIBI
HMPAO
Hipuran
N
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
I-131
I-131
Tulang
Ginjal (glomurolus)
Ginjal (parenkin)
Paru
Jantung
Otak
Ginjal (tubular)
Tiroid

III. KONFIGURASI PERALATAN
            Pada prinsipnya alat / pesawat kedokteran nuklir hanya sebagai detector, yaitu menangkap radiasi yang dipancarkan oleh bahan radioaktif  dalam tubuh dan merubahnya menjadi data yang dapat dilihat sebagai angka-angka, warna ataupun grafik. Pemeriksaan imaging kedokteran nuklir memerlukan gamma kamera yang mempunyai detector dalam jumlah banyak. Satu gamma kamera biasanya terdiri dari kolimator, detector, Photo Multiplier Tube (PMT), Catode Ray Tube (CRT), Pulse Height Analizer (PHA).
  1. Kamera Gamma
      Kamera gamma pada hakekatnya merupakan kamera skintilasi (scintillation cameras). Pencitraan menggunakan kamera gamma merupakan teknologi imeging emisi. Kamera gamma akan merubah photon gamma yang berhasil diterima oleh detektor menjadi pulsa cahaya dan selanjutnya dirubah menjadi pulsa elektronik (voltage signal). Signal tersebut yang akhirnya akan membentuk citra (image) sesuai dengan ditribusi radionuklida yang dimasukkan kedalam tubuh. Setiap unit kamera gamma memiliki komponen dasar yang terdiri dari :
1.      Kolimator
2.      Detektor/ Kristal skintilasi
3.      Photo Multiplier Tube (PMT)
4.      Cathode Ray Tube (CRT)
5.      Pulse Height Analyzer (PHA)
6.      Konsole/Panel Kontrol
Kamera gamma jenis digital memiliki beberapa kelebihan dibanding jenis analog, antara lain dapat melakukan pemrosesan data lebih cepat, karena selalu dilengkapi dengan unit komputasi yang lebih canggih, dan secara umum relatif lebih mudah perawatanya. Kamera gamma yang digunakan di kedokteran nuklir RSCM mempunyai merk ADAC laboratories tipe DPS 3300 Micro Nuklear Medicine.
    1. Kolimator
Sebagaimana pada sistem optic yang memerlukan lensa untuk memfokuskan cahaya, dalam kedokteran nuklir juga diperlukan sarana untuk memfokuskan sinar gamma detector. Untuk itu diperlukan kolimator yang terbuat dari timbal yang berisikan pipa-pipa kecil, dimana arah dari pipa-pipa ini tergantung dari jenis kolimator. Dengan kolimator, hanya sinar gamma yang searah dengan pipa-pipa dapat melalui kolimator dan menumbuk detector. Sedangkan sinar gamma yang arahnya miring akan menumbuk pipa-pipa dan akan diabsorbsi sehingga tidak sampai detektor (kristal skintilasi), hanya menerima signal dari radionuklida terbatas pada sebagian tertentu didalam tubuh pasien). Karenanya kolimator dalam menjalankan fungsinya adalah dengan mengabsorbsi dan menghalangi radiasi photon yang datang diluar bidang tertentu yang berhadapan dengan permukaan detektor. Sehingga radiasi yang diterima oleh kolimator dengan posisi oblique tidak dapat mempengaruhi pembentukan citra.
Kolimator yang digunakan di bagian kedokteran nuklir RSCM adalah kolimator tipe paralel hole paralel MEGP (medium energi general purpose) yaitu kolimator dengan jumlah lubang yang banyak dengan kemampuan mengakomodasi photon dengan energi 150 – 350 keV. Bentuk fisik hole/lubang dapat berupa hexagonal atau bulat/lingkaran, dengan septa yang cukup tipis. Bentuk hexagonal memungkinkan untuk terjadinya penetrasi photon gamma lebih banyak dibanding dengan bentuk hole berupa lingkaran.
Dengan kolimator paralel hole, kecuali ukuran citra yang dihasilkan, jumlah cacah persatuan waktu akan banyak berubah apabila jarak dengan kolimator dirubah. Apabila jarak obyek menjadi lebih jauh dari kristal maka jumlah cacah yang diterima akan jauh berkurang sesuai dengan hukum berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Akan tetapi apabila jarak ditambah, maka luas bidang yang dapat dicover oleh kolimator akan meningkat. Sebaliknya apabila jarak obyek semakin dekat dengan permukaan kolimator resolusi akan semakin baik. Pencitraan menggunakan kolimator multihole harus diupayakan jarak permukaan kolimator harus sedekat mungkin dengan obyek (permukaan tubuh pasien).
Efektivitas kolimator dalam memproduksi gambar pada detektor tergantung dari faktor-faktor, antara lain :
1.      Dimensi dari kolimator : besar pipa/ukuran hole, jumlah hole, panjang hole dan tebal septa
2.      Jarak dari obyek : makin dekat obyek dengan kamera makin baik resolusinya, karena itu sangat penting untuk menempatkan pasien sedekat mungkin dengan kamera
3.      Resolusi dan sensitivitas juga sangat dipengaruhi oleh energi sinar gamma yang diterima, makin tinggi energi yang diterima makin buruk cahaya yang dihasilkan detektor.
    1. Detektor
Detector terdiri dari scintilasi kristal yang diletakkan di belakang kolimator, terbuat dari Natrium Iodida (NaI) kristal plus Thalium. NaI (Tl) ini akan mengeluarkan cahaya/scintilisai apabila tertumbuk sinar gamma
 Interaksi photon gamma dengan kristal detektor akan menyebabkan terjadinya efek penyerapan photoelektrik, sehingga menghasilkan cahaya fluorosensi yang intensitasnya proposional dengan kandungan energi dari photon gamma yang bersangkutan. Pada umumnya diameter kristal detektor bervariasi sekitar 10 s/d 21 inch, dan ketebalan ¼ s.d ½ inch. Semakin luas ukuran bidang kristal semakin luas pula bidang pencitraan yang dimiliki kamera gamma, sehingga harganya semakin mahal. Semakin tebal ukuran suatu kristal detektor, derajat resolusi spatial akan semakin rendah tetapi semakin efektif dalam menangkap radiasi photon gamma. Dibagian kedokteran nuklir RSCM detektor mempunyai luas 25,4 cm2.
    1. Photo Multiplier Tube (PMT)
PMT berfungsi untuk merubah signal cahaya menjadi signal elektrik secara terukur. PMT ditempatkan dibagian belakang kristal NaI(Tl) dan berjumlah banyak serta tersusun dalam suatu konfigurasi. PMT dihubungkan dengan kristal secara optis dengan bahan silicon-like materials. Signal skintilasi yang dihasilkan dari kristal akan diterima/dicatat oleh satu atau lebih PMT. Signal keluaran PMT memiliki 3 komponen,yaitu : Semua data-data ini akan terkumpul dalam kolektor dan disimpan dalam memori ini akan diproses menjadi data visual berupa gambar, grafik maupun angka.
    1. Cathode Ray Tube (CRT)
Signal-signal yang dapat dari PMT akan diproses menjadi 3 (tiga) signal X, Y, Z. spatial coordinates X dan Y sebagai sumbu , dan komponen Z sebagai parameter besarnya energi yang masuk dalam kristal detektor dan diproses oleh PHA. Koordinat X dan Y dapat langsung diamati pada layar display (CRT) atau didalam komputer. Sedang signal Z (intensitas) akan diproses lebih lanjut oleh komponen berikutnya, yaitu PHA.
    1. Pulse Height Analyzer (PHA)
PHA pada prinsipnya memiliki fungsi membuang (to discard) signal-signal radiasi yang beraasal dari cacah latar (background) dan sinar hamburan atau radiasi lain dari hasil interferensi isotop, sehingga hanya foton yang berasal dari photopeak yang dikehendaki yang dicatat. PHA akan melakukan pemilahan terhadap signal-signal tersebut, selanjutnya meneruskan signal yang sesuai untuk diteruskan ke sistem komputer, sedang yang tidak sesuai ditolak. PHA mampu melakukan fungsi tersebut karena energi yang diterima oleh detektor akan diubah menjadi signal skintilasi yang memiliki korelasi linier dengan voltage signal yang dikeluarkan oleh PMT.
    1. Kontrol Panel
Image exposure time ditentukan melalui panel kontrol, dengan pilihan :
    1. preset count
    2. preset time atau
    3. preset ID (information density) untuk citra kompresi.
g. Generator
Pada prinsipnya generator radioisotop terdiri dari radionuklida yang mempunyai waktu paroh panjang (disebut radionuklida induk) yang spontan meluruh dan menghasilkan radionuklida yang waktu parohnya jauh lebih pendek (disebut radionuklida anak). Keduanya membentuk pasangan keseimbangan transien dan pada suatu saat radioaktivitas generator akan berkurang menurut waktu paro nuklida induk.
                  Sistem generator radioisotop harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
o       Radionuklida induk harus mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang cocok agar mudah diolah dalam bentuk generator
o       Radionuklida induk dapat menghasilkan nuklida anak dengan kemurnian kimia, radiokimia yang tinggi
o       Sistem generator harus aman dan sederhana dalam penggunaanya
o       Radioaktivitas anak harus cukup tinggi
o       Nuklida anak harus mudah dipisahkan dari induknya
o       Struktur generator harus tetap baik setelah berkali-kali dielusi (dalam pemisahan nuklida anak dari induknya)
          Hingga saat ini dari sistem generator telah dapat dihasilkan  beberapa radioisotop, misalnya :
Generator
T1/2 Induk
T1/2 Anak luruh
Eγ Anak Luruh (%)
99Mo                      99mTc
68Ge                       68Ga
81Rb                       81mKr
82Sr                        82Rb
87Y                         87mSr
113Sn                      113mIn
132Te                      132I
137Cs                      137mBa
191Os                      191mIr
2,78 hari
275 hari
4,7 jam
25 hari
3,3 hari
115 hari
3,2 hari
30 tahun
15 hari
6 jam
68 menit
12 detik
1,3 menit
2,8 jam
1,7 jam
2,3 jam
2,6 menit
4,7 detik
140 keV (90)
511 keV (176)
190 keV (65)
511 keV (192)
388 keV (80)
393 keV (64)
(banyak)
622 keV (89)
129 keV (25)
Generator yang digunakan di bagian kedokteran nuklir RSCM adalah generator Mo-99 208 mCi sistem tertutup dengan sistem Khromatografi Kolom Alumina. Pada generator jenis ini pemisahan berdasarkan perbedaan relatif koefisien distribusi alumina untuk anion, molibdat dan pertechnetate. Generator sistem ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain : sederhana dan mudah dioperasikan, efisiensi pemisahannya tinggi, dan resiko kemungkinan kontaminasi mikro organisme rendah. Karena kelebihan tersebut maka generator sistem generator sistem ini banyak diproduksi dan dipakai tersebut di Indonesia.
                        
Diagram generator sistem tertutup
IV. PENYIAPAN BAHAN RADIOAKTIF (Tc-99m)
  1. Siapkan vial (botol steril) vacum
  2. Buka tutup jarum pada generator Mo
  3. Tusukan vial pada jarum generator
  4. Buka penyekat slang pada generator dengan menggeser ke posisi ON
  5. Tunggu 2-3 menit
  6. Penyekat slang putar lagi ke posisi OFF
  7. Ambil vial yang telah berisi radioaktif Tc-99m dan tempatkan dalam kontainer Pb
  8. Pasang kembali tutup jarum generator
  9. Hitung aktiviatas sumber dalam vial dengan alat dose calibrator (curiemeter)
  10. Simpan di glove box
V. LABELING
  1. Siapkan kit sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan
  2. Ambil bahan radioaktif (Tc-99m) kedalam spuit, aktivitas dan volumenya disesuaikan dengan ketentuan kit
  3. Kocok selama 30”-60” agar campurannya merata
  4. Radiofarmaka ini telah dapat digunakan
VI. PEMILIHAN RADIONUKLIDA
  1. 131I ; Dengan waktu paruh T1/2 8,1 hari, dapat disimpan dan dengan energi gamma 364 keV mudah dideteksi dari luar tubuh. Disamping itu juga memancarkan sinar betha, 131I dapat digunakan untuk internal radiasi pada hyperthyroidism (graves disease) dan kanker thyroid.
  2. 99mTc ; Tahun 1965, Andreas dkk mencatat bahwa 99mTc dapat digunakan untuk pemeriksaan scanning thyroid, karena mempunyai bentuk molekul yang hampir sama dengan 131I, sehingga diambil oleh kelenjar thyroid namun kemudian dilepas kembali.
  3. Dengan energi gamma 140 keV, sangat efisien dideteksi oleh kristal skintilasi kamera ukuran 3/8 – ½ inch, dan waktu paruh yang pendek (6 jam) beban radiasi terhadap pasien rendah.
  4. 123I ; Tahun 1970, dengan berkembangnya produk radionuklida buatan melalui accelerator (cyclotron), 123I mulai dikenal untuk pemeriksaan thyroid. Dengan waktu paruh 13,3 jam dan energi gamma 159 keV sangat ideal untuk pemeriksaan thyroid.
  5. Dari radionuklida di atas, 99mTc merupakan radionuklida yang sekarang banyak dipakai untuk pemeriksaan thyroid. Sedang pada kasus post thyroidektomi untuk melihat ada tidaknya sisa thyroid masih dipakai 131I.
VII. PROTEKSI RADIASI
Proteksi radiasi seharusnya diberikan kepada pekerja radiasi (radiografer) dan orang-orang yang terkait pada saat pemeriksaan (keluarga pasien dan petugas lain dilingkungan kedokteran nuklir).
1. Proteksi radiasi bagi radiografer dilakukan dengan :
o       Hot lab yang terperisai dengan baik pada saat elusi radionuklida
o       Memakai sarung tangan Pb pada saat melakukan elusi, pencampuran dengan zat pembawa, penyuntikan radiofarmaka ke pasien dan selama pemeriksaan.
o       Tidak berada terlalu lama di ruangan pemeriksaan dan jika diperlukan radiografer menggunakan apron.
  1. Proteksi radiasi bagi keluarga pasien dan petugas lain dilingkungan kedokteran nuklir dilakukan dengan :
o       Hot lab dan ruang pemeriksaan yang terperisai dengan baik.
o  Tidak diperkenankan berada di dalam ruang pemeriksaan selama proses pemeriksaan berlangsung.
o       Isolasi pasien yang sudah disuntik radiofarmaka.
      Di Departemen kedokteran nuklir RSCM proteksi hanya berupa penempatan generator dan hot lab yang dikelilingi oleh balok-balok Pb dan ruang pemeriksaan yang terperisai. Pada saat melakukan elusi, pencampuran dengan zat pembawa, penyuntikan radiofarmaka dan selama pemeriksaan radiografer tidak menggunakan sarung tangan Pb, apron dan lama berada di rungan pemeriksaan pada saat pemeriksaan berlangsung. Pasien yang sudah disuntik radiofarmaka juga tidak diisolasi.
VI. KESIMPULAN
Keodokteran Nuklir merupakan cabang ilmu kedokteran yang masih diperlukan untuk pemeriksaan baik diagnosa maupun terapi dan untuk tujuan penelitian, menggunakan sumber radiasi terbuka dari proses desintegrasi/peluruhan inti radionuklida.

No comments:

Post a Comment