KEDOKTERAN
NUKLIR
I. PENDAHULUAN
Kedokteran nuklir merupakan salah
satu cabang ilmu kedokteran yang dapat dikatakan relatif masih baru jika
dibandingkan dengan disiplin ilmu kedokteran lainnya.
Berawal
dari ditemukannya zat radioaktif pada tahun 1896 oleh Henry Becquerel yang
secara kebetulan menemukan sinar nonvisual dari elemen Uranium yang dapat
menghitamkan plat foto, manusia mulai memanfaatkan tenaga nuklir walaupun
mula-mulanya hanya digunakan untuk keperluan militer. Baru setelah dunia
dikejutkan oleh ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945
yang dapat menelan ratusan ribu korban jiwa, maka para ahli terutama ahli
sarjana kedokteran mengharapkan agar tenaga nuklir dapat dimanfaatkan untuk
tujuan damai, diantaranya dalam bidang kedokteran.
Pada
tahun 1946 Badan Tenaga Atom Amerika Serikat mengizinkan menggunakan isotop
yang dibuat direaktornya digunakan untuk tujuan damai. Sejak saat itu
pemanfaatan zat radioaktif untuk tujuan damai meluas dengan pesat termasuk juga
dalam bidang kedokteran yang dikenal dengan kedokteran nuklir.
Dengan menggunakan tracer radioaktif
banyak cara pemeriksaan baru ditemukan yang sebelumnya dengan cara konvensional
dianggap tidak mungkin.
Prof. DR. Johan Mansyur memberi
batasan kedokteran nuklir sebagai cabang ilmu kedokteran yang menggunakan
sumber radiasi terbuka berasal dari desintegrasi inti radionuklida buatan untuk
mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia sehingga dapat digunakan untuk
tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran.
Sedangkan IAEA (International Atomic
Energy Agency) dan WHO mendefinisikan kedokteran nuklir : Nuclear Medicine is
difined as medical special wich uses the nuclear properties of matter to
investiges physiology and anatomy diagnosis diseases and threat with unsealed
sources of radionulide.
Secara umum kedokteran nuklir didefinisikan sebagai salah satu cabang
ilmu kedokteran yang memanfaatkan energi nuklir (inti atom untuk keperluan
menyelidiki, mendiagnosa dan terapi penyakit).
Berbeda dengan
pencitraan dengan pesawat CT-Scan, USG, maupun MRI yang sifatnya morfologik
karena lebih didasarkan pada perubahan atau perbedaan karakter fisik anatomik
yang menimbulkan perubahan atau perbedaan transmisi radiasi atau gelombang
ultrasonik ataupun radiofrekwensi yang melalui organ bagian tubuh yang
diperiksa, maka pencitraan kedokteran nuklir dengan kamera gamma atau kamera
PET (positron emission tomography) bersifat fungsional karena didasarkan pada
perubahan biokimiawi-fisiologik yang menimbulkan pola emisi radiasi yang mencerminkan
fungsi organ atau bagian tubuh yang diperiksa.
Kedokteran nuklir dasarnya adalah prinsip perunut untuk mempelajari
perubahan fisiologi dan biokimia pada tingkat seluler bahkan molekuler dan
dengan demikian ilmu kedokteran nuklir banyak bersinggungan dengan ilmu
kedokteran molekuler.
Praktikum dilaksanakan di Departemen Kedokteran Nuklir RSCM.
II. DASAR-DASAR
KEDOKTERAN NUKLIR
Dibidang kedokteran nuklir informasi
gambar yang didapat dari observasi distribusi radiofarmaka dalam tubuh pasien
yang dideteksi dengan menggunakan gamma kamera yang dihubungkan dengan sistem
komputer untuk menganalisa data-data yang didapat.
1. Radiofarmaka
Radiofarmaka adalah senyawa aktif
yang diberikan ke pasien peroral maupun parental untuk tujuan diagnostik maupun
terapi, merupakan sumber terbuka dan ikut metabolisme dalam tubuh. Suatu
radiofarmaka berupa isotop radioaktif misalnya Tl-201 atau berupa senyawa yang
dilabel dengan pembawa materi contoh I-131 Hipuran, Tc-99m DTPA.
2. Radionuklida
Radionuklida yang digunakan di
kedokteran nuklir adalah hasil produksi dari reaktor nuklir seperti I-131,
Cr-51 dan cyclotron seperti Tl-201, In-123 namun harganya jauh lebih mahal
dibanding dengan reaktor nuklir atau melalui generator dengan mengilusi isotop
induk. Contoh yang paling dikenal dari radionuklida yang berasal dari generator
adalah Tc-99m yang diilusi dari isotop induk Mo-99 yang pemakainnya paling
banyak di kedokteran nuklir.
Penggunaan radionuklida di
kedokteran nuklir harus dibedakan antara pemakaian untuk keperluan terapi dan
diagnostik. Untuk penggunaan terapi diperlukan radionuklida yang massa paruhnya panjang
dan memancarkan radiasi sinar beta yang mempunyai efek biologis tinggi. Radionuklida
yang mempunyai beban radiasi kecil terhadap pasien dan memiliki energi yang
ideal untuk pemeriksaan dengan gamma kamera. Kriteria yang ideal dimiliki oleh
suatu radionuklida untuk keperluan diagnostik adalah :
- Waktu paruh : pendek tetapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan
- Radiasi : memancarkan gamma
- Energi : 50 – 400 keV
- Sifat kimia : tidak toxis dan tidak merubah sifat biologis dari farmaka
yang dilabel
- Ekonomis : murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak
Dari kriteria di atas Tc-99 merupakan radionuklida
yang paling memenuhi syarat karena Tc-99 mempunyai waktu paruh 6 jam, radiasi
gamma, energi 146 keV, sifat kimia tidak toxis dan tidak merubah sifat biologis
farmaka yang dilabel dan ekonomis.
3. Zat Pembawa
Untuk
membawa aktifitas ke organ yang akan diperiksa diperlukan senyawa yang
mempunyai spesitas terhadap organ tersebut yang biasanya disebut zat pembawa.
Zat pembawa adalah unsur / zat yang dapat mengikat radionuklida dan membawa ke
organ yang akan diperiksa dan dimetabolisir oleh organ tersebut.
Kemajuan
dalam bidang bioteknologi sangat membantu dalam perkembangan kedokteran nuklir
baik dalam jumlah dan produksi dan jenis zat pembawa tetapi juga teknik-teknik
labeling senyawa tersebut berkembang pesat. Sebagaimana radionuklida zat
pembawa ini juga harus mempunyai kriteria sebagai unsur dari radiofarmaka,
yaitu :
- Mudah dilabel dengan radionuklida serta mudah preparasinya tanpa merubah sifat biologisnya terutama biodistribusi dalam tubuh.
- Harus terakumulasi atau teralokasi sebagian besar di organ yang akan diperiksa.
- Harus bisa dieliminasi dari tubuh dengan waktu paruh yang sesuai dengan lamanya pemeriksaan.
Zat pembawa yang sering digunakan di Departemen
Kedokteran Nuklir RSCM adalah sebagai berikut :
NO
|
ZAT
PEMBAWA
|
RADIONUKLIDA
|
ORGAN
YANG DIPERIKSA
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
MDP
DTPA
DMSA
MAA
MIBI
HMPAO
Hipuran
N
|
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
I-131
I-131
|
Tulang
Ginjal (glomurolus)
Ginjal (parenkin)
Paru
Jantung
Otak
Ginjal (tubular)
Tiroid
|
III. KONFIGURASI PERALATAN
Pada
prinsipnya alat / pesawat kedokteran nuklir hanya sebagai detector, yaitu
menangkap radiasi yang dipancarkan oleh bahan radioaktif dalam tubuh dan merubahnya menjadi data yang
dapat dilihat sebagai angka-angka, warna ataupun grafik. Pemeriksaan imaging kedokteran
nuklir memerlukan gamma kamera yang mempunyai detector dalam jumlah banyak.
Satu gamma kamera biasanya terdiri dari kolimator, detector, Photo Multiplier
Tube (PMT), Catode Ray Tube (CRT), Pulse Height Analizer (PHA).
- Kamera Gamma
Kamera
gamma pada hakekatnya merupakan kamera skintilasi (scintillation cameras).
Pencitraan menggunakan kamera gamma merupakan teknologi imeging emisi. Kamera
gamma akan merubah photon gamma yang berhasil diterima oleh detektor menjadi
pulsa cahaya dan selanjutnya dirubah menjadi pulsa elektronik (voltage signal).
Signal tersebut yang akhirnya akan membentuk citra (image) sesuai dengan
ditribusi radionuklida yang dimasukkan kedalam tubuh. Setiap unit kamera gamma
memiliki komponen dasar yang terdiri dari :
1.
Kolimator
2.
Detektor/ Kristal skintilasi
3.
Photo Multiplier Tube (PMT)
4.
Cathode Ray Tube (CRT)
5.
Pulse Height Analyzer (PHA)
6.
Konsole/Panel Kontrol
Kamera gamma jenis digital memiliki beberapa
kelebihan dibanding jenis analog, antara lain dapat melakukan pemrosesan data
lebih cepat, karena selalu dilengkapi dengan unit komputasi yang lebih canggih,
dan secara umum relatif lebih mudah perawatanya. Kamera gamma yang digunakan di
kedokteran nuklir RSCM mempunyai merk ADAC laboratories tipe DPS 3300 Micro
Nuklear Medicine.
- Kolimator
Sebagaimana pada sistem optic yang memerlukan lensa
untuk memfokuskan cahaya, dalam kedokteran nuklir juga diperlukan sarana untuk
memfokuskan sinar gamma detector. Untuk itu diperlukan kolimator yang terbuat
dari timbal yang berisikan pipa-pipa kecil, dimana arah dari pipa-pipa ini
tergantung dari jenis kolimator. Dengan
kolimator, hanya sinar gamma yang searah dengan pipa-pipa dapat melalui
kolimator dan menumbuk detector. Sedangkan sinar gamma yang arahnya miring akan
menumbuk pipa-pipa dan akan diabsorbsi sehingga tidak sampai detektor (kristal
skintilasi), hanya menerima signal dari radionuklida terbatas pada sebagian
tertentu didalam tubuh pasien). Karenanya kolimator dalam menjalankan fungsinya
adalah dengan mengabsorbsi dan menghalangi radiasi photon yang datang diluar
bidang tertentu yang berhadapan dengan permukaan detektor. Sehingga radiasi
yang diterima oleh kolimator dengan posisi oblique tidak dapat mempengaruhi
pembentukan citra.
Kolimator
yang digunakan di bagian kedokteran nuklir RSCM adalah kolimator tipe paralel
hole paralel MEGP (medium energi general purpose) yaitu kolimator dengan jumlah
lubang yang banyak dengan kemampuan mengakomodasi photon dengan energi 150 –
350 keV. Bentuk fisik hole/lubang dapat berupa hexagonal atau bulat/lingkaran,
dengan septa yang cukup tipis. Bentuk hexagonal memungkinkan untuk terjadinya
penetrasi photon gamma lebih banyak dibanding dengan bentuk hole berupa
lingkaran.
Dengan
kolimator paralel hole, kecuali ukuran citra yang dihasilkan, jumlah cacah
persatuan waktu akan banyak berubah apabila jarak dengan kolimator dirubah. Apabila
jarak obyek menjadi lebih jauh dari kristal maka jumlah cacah yang diterima
akan jauh berkurang sesuai dengan hukum berbanding terbalik dengan kuadrat
jarak. Akan tetapi apabila jarak ditambah, maka luas bidang yang dapat dicover
oleh kolimator akan meningkat. Sebaliknya apabila jarak obyek semakin dekat
dengan permukaan kolimator resolusi akan semakin baik. Pencitraan menggunakan
kolimator multihole harus diupayakan jarak permukaan kolimator harus sedekat
mungkin dengan obyek (permukaan tubuh pasien).
Efektivitas
kolimator dalam memproduksi gambar pada detektor tergantung dari faktor-faktor,
antara lain :
1. Dimensi dari kolimator : besar pipa/ukuran
hole, jumlah hole, panjang hole dan tebal septa
2. Jarak dari obyek : makin dekat obyek
dengan kamera makin baik resolusinya, karena itu sangat penting untuk
menempatkan pasien sedekat mungkin dengan kamera
3. Resolusi dan sensitivitas juga sangat
dipengaruhi oleh energi sinar gamma yang diterima, makin tinggi energi yang
diterima makin buruk cahaya yang dihasilkan detektor.
- Detektor
Detector terdiri dari scintilasi
kristal yang diletakkan di belakang kolimator, terbuat dari Natrium Iodida
(NaI) kristal plus Thalium. NaI (Tl) ini akan mengeluarkan cahaya/scintilisai
apabila tertumbuk sinar gamma
Interaksi photon
gamma dengan kristal detektor akan menyebabkan terjadinya efek penyerapan
photoelektrik, sehingga menghasilkan cahaya fluorosensi yang intensitasnya
proposional dengan kandungan energi dari photon gamma yang bersangkutan. Pada umumnya
diameter kristal detektor bervariasi sekitar 10 s/d 21 inch, dan ketebalan ¼
s.d ½ inch. Semakin luas ukuran bidang kristal semakin luas pula bidang
pencitraan yang dimiliki kamera gamma, sehingga harganya semakin mahal. Semakin
tebal ukuran suatu kristal detektor, derajat resolusi spatial akan semakin
rendah tetapi semakin efektif dalam menangkap radiasi photon gamma. Dibagian kedokteran nuklir RSCM detektor
mempunyai luas 25,4 cm2.
- Photo Multiplier Tube (PMT)
PMT berfungsi untuk merubah signal cahaya menjadi
signal elektrik secara terukur. PMT ditempatkan dibagian belakang kristal
NaI(Tl) dan berjumlah banyak serta tersusun dalam suatu konfigurasi. PMT dihubungkan dengan kristal secara
optis dengan bahan silicon-like materials. Signal skintilasi yang dihasilkan
dari kristal akan diterima/dicatat oleh satu atau lebih PMT. Signal keluaran
PMT memiliki 3 komponen,yaitu : Semua data-data ini akan terkumpul dalam
kolektor dan disimpan dalam memori ini akan diproses menjadi data visual berupa
gambar, grafik maupun angka.
- Cathode Ray Tube (CRT)
Signal-signal
yang dapat dari PMT akan diproses menjadi 3 (tiga) signal X, Y, Z. spatial
coordinates X dan Y sebagai sumbu , dan komponen Z sebagai parameter besarnya
energi yang masuk dalam kristal detektor dan diproses oleh PHA. Koordinat X dan
Y dapat langsung diamati pada layar display (CRT) atau didalam komputer. Sedang
signal Z (intensitas) akan diproses lebih lanjut oleh komponen berikutnya,
yaitu PHA.
- Pulse Height Analyzer (PHA)
PHA
pada prinsipnya memiliki fungsi membuang (to discard) signal-signal radiasi
yang beraasal dari cacah latar (background) dan sinar hamburan atau radiasi
lain dari hasil interferensi isotop, sehingga hanya foton yang berasal dari
photopeak yang dikehendaki yang dicatat. PHA akan melakukan pemilahan terhadap
signal-signal tersebut, selanjutnya meneruskan signal yang sesuai untuk
diteruskan ke sistem komputer, sedang yang tidak sesuai ditolak. PHA mampu
melakukan fungsi tersebut karena energi yang diterima oleh detektor akan diubah
menjadi signal skintilasi yang memiliki korelasi linier dengan voltage signal
yang dikeluarkan oleh PMT.
- Kontrol Panel
Image exposure time ditentukan melalui panel kontrol,
dengan pilihan :
- preset count
- preset time atau
- preset ID (information density) untuk citra kompresi.
g. Generator
Pada
prinsipnya generator radioisotop terdiri dari radionuklida yang mempunyai waktu
paroh panjang (disebut radionuklida induk) yang spontan meluruh dan
menghasilkan radionuklida yang waktu parohnya jauh lebih pendek (disebut
radionuklida anak). Keduanya membentuk pasangan keseimbangan transien dan pada
suatu saat radioaktivitas generator akan berkurang menurut waktu paro nuklida
induk.
Sistem generator radioisotop
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
o
Radionuklida
induk harus mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang cocok agar mudah diolah
dalam bentuk generator
o
Radionuklida induk dapat menghasilkan nuklida
anak dengan kemurnian kimia, radiokimia yang tinggi
o
Sistem
generator harus aman dan sederhana dalam penggunaanya
o
Radioaktivitas anak harus cukup tinggi
o
Nuklida
anak harus mudah dipisahkan dari induknya
o
Struktur
generator harus tetap baik setelah berkali-kali dielusi (dalam pemisahan
nuklida anak dari induknya)
Hingga saat ini dari sistem generator telah dapat dihasilkan beberapa radioisotop, misalnya :
Generator
|
T1/2 Induk
|
T1/2 Anak
luruh
|
Eγ Anak
Luruh (%)
|
99Mo 99mTc
68Ge 68Ga
81Rb 81mKr
82Sr 82Rb
87Y 87mSr
113Sn 113mIn
132Te 132I
137Cs 137mBa
191Os 191mIr
|
2,78 hari
275 hari
4,7 jam
25 hari
3,3 hari
115 hari
3,2 hari
30 tahun
15 hari
|
6 jam
68 menit
12 detik
1,3 menit
2,8 jam
1,7 jam
2,3 jam
2,6 menit
4,7 detik
|
140 keV (90)
511 keV (176)
190 keV (65)
511 keV (192)
388 keV (80)
393 keV (64)
(banyak)
622 keV (89)
129 keV (25)
|
Generator yang
digunakan di bagian kedokteran nuklir RSCM adalah generator Mo-99 208 mCi
sistem tertutup dengan sistem Khromatografi Kolom Alumina. Pada generator jenis
ini pemisahan berdasarkan perbedaan relatif koefisien distribusi alumina untuk
anion, molibdat dan pertechnetate. Generator sistem ini mempunyai beberapa
kelebihan antara lain : sederhana dan mudah dioperasikan, efisiensi
pemisahannya tinggi, dan resiko kemungkinan kontaminasi mikro organisme rendah.
Karena kelebihan tersebut maka generator sistem generator sistem ini banyak
diproduksi dan dipakai tersebut di Indonesia.
Diagram
generator sistem tertutup
IV. PENYIAPAN BAHAN
RADIOAKTIF (Tc-99m)
- Siapkan vial (botol steril) vacum
- Buka tutup jarum pada generator Mo
- Tusukan vial pada jarum generator
- Buka penyekat slang pada generator dengan menggeser ke posisi ON
- Tunggu 2-3 menit
- Penyekat slang putar lagi ke posisi OFF
- Ambil vial yang telah berisi radioaktif Tc-99m dan tempatkan dalam kontainer Pb
- Pasang kembali tutup jarum generator
- Hitung aktiviatas sumber dalam vial dengan alat dose calibrator (curiemeter)
- Simpan di glove box
V.
LABELING
- Siapkan kit sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan
- Ambil bahan radioaktif (Tc-99m) kedalam spuit, aktivitas dan volumenya disesuaikan dengan ketentuan kit
- Kocok selama 30”-60” agar campurannya merata
- Radiofarmaka ini telah dapat digunakan
VI. PEMILIHAN RADIONUKLIDA
- 131I ; Dengan waktu paruh T1/2 8,1 hari, dapat disimpan dan dengan energi gamma 364 keV mudah dideteksi dari luar tubuh. Disamping itu juga memancarkan sinar betha, 131I dapat digunakan untuk internal radiasi pada hyperthyroidism (graves disease) dan kanker thyroid.
- 99mTc ; Tahun 1965, Andreas dkk mencatat bahwa 99mTc dapat digunakan untuk pemeriksaan scanning thyroid, karena mempunyai bentuk molekul yang hampir sama dengan 131I, sehingga diambil oleh kelenjar thyroid namun kemudian dilepas kembali.
- Dengan energi gamma 140 keV, sangat efisien dideteksi oleh kristal skintilasi kamera ukuran 3/8 – ½ inch, dan waktu paruh yang pendek (6 jam) beban radiasi terhadap pasien rendah.
- 123I ; Tahun 1970, dengan berkembangnya produk radionuklida buatan melalui accelerator (cyclotron), 123I mulai dikenal untuk pemeriksaan thyroid. Dengan waktu paruh 13,3 jam dan energi gamma 159 keV sangat ideal untuk pemeriksaan thyroid.
- Dari radionuklida di atas, 99mTc merupakan radionuklida yang sekarang banyak dipakai untuk pemeriksaan thyroid. Sedang pada kasus post thyroidektomi untuk melihat ada tidaknya sisa thyroid masih dipakai 131I.
VII. PROTEKSI RADIASI
Proteksi
radiasi seharusnya diberikan kepada pekerja radiasi (radiografer) dan
orang-orang yang terkait pada saat pemeriksaan (keluarga pasien dan petugas
lain dilingkungan kedokteran nuklir).
1. Proteksi radiasi bagi
radiografer dilakukan dengan :
o
Hot
lab yang terperisai dengan baik pada saat elusi radionuklida
o
Memakai
sarung tangan Pb pada saat melakukan elusi, pencampuran dengan zat pembawa,
penyuntikan radiofarmaka ke pasien dan selama pemeriksaan.
o
Tidak
berada terlalu lama di ruangan pemeriksaan dan jika diperlukan radiografer
menggunakan apron.
- Proteksi radiasi bagi keluarga pasien dan petugas lain dilingkungan kedokteran nuklir dilakukan dengan :
o
Hot
lab dan ruang pemeriksaan yang terperisai dengan baik.
o Tidak
diperkenankan berada di dalam ruang pemeriksaan selama proses pemeriksaan
berlangsung.
o
Isolasi
pasien yang sudah disuntik radiofarmaka.
Di Departemen kedokteran nuklir RSCM
proteksi hanya berupa penempatan generator dan hot lab yang dikelilingi oleh
balok-balok Pb dan ruang pemeriksaan yang terperisai. Pada saat melakukan
elusi, pencampuran dengan zat pembawa, penyuntikan radiofarmaka dan selama
pemeriksaan radiografer tidak menggunakan sarung tangan Pb, apron dan lama
berada di rungan pemeriksaan pada saat pemeriksaan berlangsung. Pasien yang
sudah disuntik radiofarmaka juga tidak diisolasi.
VI. KESIMPULAN
Keodokteran
Nuklir merupakan cabang ilmu kedokteran yang masih diperlukan untuk pemeriksaan
baik diagnosa maupun terapi dan untuk tujuan penelitian, menggunakan sumber
radiasi terbuka dari proses desintegrasi/peluruhan inti radionuklida.
No comments:
Post a Comment