Dasar – Dasar Pengetahuan MRI
1.
Konsep Dasar Inti Atom Hidrogen
Pada dasarnya setiap materi
dengan jumlah proton dan netron ganjil akan mempunyai nilai momen
magnetik yang dikenal dengan MR nuklei sedangkan inti yang mempunyai jumlah
proton dan netron genap akan mempunyai momen magnetik yang bernilai nol.
Atom hidrogen terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang melimpah, kurang lebih 80%
penyusun tubuh manusia adalah atom hidrogen. Setiap atom hidrogen mempunyai
satu inti bermuatan tunggal yang mempunyai nilai magnetisasi. Oleh karena itu
maka inti atom hidrogen mempunyai peranan yang sangat besar pada MRI (Westbrook
dan kuat, 1999).
2.
Presesi dan Frekuensi Larmor Jaringan
Di dalam medan magnet eksternal
inti atom akan mengalami gerakan perputaran menyerupai gerakan sebuah gasing.
Gasing berputar di atas sumbu bidang vertikal yang bergerak membuat bentuk
seperti sebuah kerucut. Gerakan ini disebut dengan presesi. Frekuensi presesi
ini besarnya sebanding dengan kekuatan medan magnet eksternal dan nilai
gyromagnetic inti atom. Apabila atom dengan frekuensi gyromagnetic yang berbeda
berada dalam suatu medan magnet eksternal yang sama maka
masing-masing atom mempunyai frekuensi presesi yang berbeda.
Sebaliknya walaupun atomnya sama (misalnya atom hidrogen), namun bila
diletakkan dalam medan magnet eksternal dengan kekuatan yang berbeda maka
akan menghasilkan frekuensi presesi yang berbeda pula. Inti atom hidrogen
mempunyai frekuensi presesi 42,6 MHz/ Tesla. Frekuensi presesi ini
disebut juga dengan frekuensi Larmor jaringan.
Tiap-tiap inti hidrogen
membentuk NMV spin pada sumbu atau porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan
spin sekunder atau ”gerakan” NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut precession,
dan menyebabkan momen magnetik bergerak secara sirkuler mengelilingi Bo. Jalur
sirkulasi pergerakan itu disebut ”precessional path” dan kecepatan
gerakan NMV mengelilingi Bo disebut ”frekuensi presesi” . Satuan frekuensinya
MHz, dimana 1 Hz = 1 putaran per detik.
Kecepatan atau frekuensi presesi
proton atom hidrogen tergantung pada kuat medan magnet yang diberikan pada
jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan frekuensi presesi
yang tergantung pada kuat medan magnet disebut dengan frekuensi Larmor yang
mengikuti persamaan :
ω = γ B
dimana:
ω adalah
frekuensi Larmor proton,
γ adalah properti
inti gyromagnetik, dan
B
adalah medan magnet eksternal (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
Gambar 5 : Presesi (Westbrook,C, dan
Kaut,C, 1999).
1.
Resonansi
Resonansi adalah peristiwa bergetarnya suatu materi
akibat getaran materi lain yang mempunyai frekuensi yang sama. Dalam MRI
resonansi merupakan peristiwa perpindahan energi dari pulsa RF ke proton
hidrogen karena kesamaan frekuensi. Karena adanya penyerapan energi dari RF
inilah pada dasarnya yang mengakibatkan terjadinya magnetisasi transversal
sehingga magnetisasi yang diakibatkan oleh pembangkit magnet eksternal dapat
diukur berupa pulsa signal MRI. Signal MRI dikenal dengan FID (free
induction decay).
Resonansi terjadi bila atom hidrogen dikenai pulsa
radiofrekuensi (RF) yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi Larmor
atom hidrogen tersebut. Normalnya tubuh manusia mempunyai muatan magnet yang
arahnya acak sehingga Net Magnetization Vektor (NMV) nilainya nol,
Apabila tubuh manusia dimasukkan dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat
sebagaimana pada pemeriksaan MRI, maka akan terjadi magnetisasi longitudinal
pada inti-inti atom hidrogen. Magnetisasi longitudinal ini sangat kecil bila
dibandingkan dengan kuat medan
magnet eksternal dari pesawat MRI dan oleh karenanya belum dapat diukur. Untuk
dapat mengetahui besarnya magnetisasi inti-inti atom Hidrogen maka inti-inti
atom Hidrogen harus mempunyai magnetisasi yang arahnya berbeda dengan medan magnet eksternal.
Resonansi pulsa RF mengakibatkan terjadinya magnetisasi transversal yang secara
vektor mempunyai arah berbeda dengan medan
magnet eksternal sehinga memungkinkan dilakukannya pengukuran NMV.
Untuk dapat terjadi proses resonansi maka besarnya
frekuensi RF harus disesuaikan dengan kekuatan medan magnet eksternal dan frekuensi Larmor
jaringan. Agar resonansi terjadi pada atom hidrogen pada medan magnet eksternal
dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 Gauss), maka frekuensi RF yang diberikan adalah
42.6 MHz sedang untuk medan magnet eksternal dengan kekuatan 1.5 Tesla
diperlukan 63.2 MHz. Hasil dari peristiwa resonansi adalah adanya
perubahan arah NMV pada magnetisasi longitudinal ke arah magnetisasi
transversal dan magnetik moment menjadi dalam keadaan in phase.
Peristiwa resonansi ini pada dasarnya adalah suatu transfer energi dari
gelombang RF ke inti atom Hidrogen yang mengalami magnetisasi oleh pembangkit
magnet eksternal.
2.
Signal MRI
Pada saat terjadi magnetisasi transversal maka
terjadi pula keadaan in phase pada bidang transversal sehingga
akan terjadi induksi dari medan
magnet terhadap koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan
lemahnya magnetisasi pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan
signal MRI dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI.
Bila signal MRI kuat maka akan memberikan gambaran citra yang terang atau hiperintens,
sedangkan apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau
hipointens.
Bila pulsa RF dihentikan, magnetik moment pada bidang
transversal yang dalam keadaan in phase akan mengalami dephase
kembali sehingga magnetisasi pada bidang transversal akan menurun, akibatnya
induksi pada koil penerima juga akan semakin melemah yang dikenal dengan sinyal
Free Induction Decay (FID).
3.
Fenomena T1 dan T2
Setelah RF diberikan dan terjadi peristiwa resonansi
maka pulsa lalu dihentikan (off) maka NMV kehilangan energi yang dikenal dengan
relaksasi. Ada
dua fenomena yang terjadi pada peristiwa relaksasi, yaitu jumlah magnetisasi
pada bidang longitudinal meningkat kembali atau recovery dan pada saat
yang sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan meluruh yang dikenal
dengan decay.
Recovery
magnetisasi longitudinal disebabkan oleh suatu proses yang disebut dengan T1
recovery, dan decay pada magnetisasi transversal disebabkan suatu
proses yang disebut dengan T2 decay. T1 recovery
disebabkan oleh karena nuklei memberikan energinya pada lingkungan sekitarnya
atau lattice, sehingga disebut juga dengan Spin-Lattice Relaxation.
Energi yang dibebaskan ke lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi
bidang longitudinal akan semakin lama semakin menguat dengan waktu recovery
yang disebut waktu relaksasi T1. T1 didefinisikan sebagai
waktu yang diperlukan suatu jaringan untuk mencapai pemulihan magnetisasi
longitudinal hingga mencapai 63% dari nilai awalnya.
Sebagai contoh adalah lemak dan cairan cerebrospinal.
Lemak memiliki waktu relaksasi T1 yang pendek sekitar 180 ms
sedangkan cairan cerebrospinal memiliki waktu relaksasi T1
cukup panjang berkisar 2000 ms. Sehingga waktu relaksasi T1 lemak
lebih cepat dibandingkan dengan waktu relaksasi cairan cerebrospinal.
Dengan demikian untuk pembobotan T1, jaringan dengan waktu relaksasi
T1 pendek (lemak) akan tampak terang (hiperintens) dan jaringan dengan
waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak lebih
gelap (hipo-intens).
Relaksasi T2 disebabkan oleh adanya
pertukaran energi antara inti atom hidrogen dengan inti atom di sekitarnya.
Pertukaran energi antar nuklei ini dikenal dengan Spin-Spin Relaxation
dan akan menghasilkan decay pada magnetisasi transversal. Waktu yang
diperlukan suatu jaringan untuk kehilangan energinya hingga 37% dikenal dengan
waktu relaksasi T2 (Snopek, 1992). Waktu relaksasi T2
akan lebih pendek dari pada waktu relaksasi T1. Pada pembobotan T2
dengan waktu relaksasi T2 panjang (seperti cairan cerebrospinal
sekitar 300 ms) akan tampak terang (hiperintens) dan jaringan dengan waktu
relaksasi T2 pendek (seperti lemak sekitar 90 ms) akan tampak lebih
gelap (hipo-intens) .
Komponen Sistem MRI
Komputer pada MRI merupakan otak dan komponen utama
yang digunakan untuk memproses sinyal, menyimpan data dan menampilkan gambar
yang dihasilkan. Selain sistem komputer komponen utama pada pesawat MRI adalah:
pembangkit magnet utama, koil gradien, koil penyelaras (shim’s coils),
antena atau koil pemancar dan penerima, serta sistem akuisisi data dalam
komputer.
1.
Magnet Utama
Untuk keperluan diagnosa klinis diperlukan magnet
utama yang memproduksi kuat medan
magnet besar antara 0.1 – 3.0 Tesla (Bontrager, 2001). Pembangkitan medan magnet untuk MRI
menggunakan salah satu dari beberapa tipe magnet, yaitu magnet permanen, magnet
resistif dan magnet superkonduktor.
2.
Shims Coils
Untuk menjaga kestabilan, keseragaman atau
homogenitas medan
magnet utama maka dipasang koil elektromagnetik tambahan yang disebut dengan
shim coil. Inhomogenitas magnet diharapkan tidak melebihi 10 ppm (Westbrook,C,
dan Kaut,C, 1999).
3.
Gradien Coils
Terdapat tiga buah koil gradien yang merupakan
penghasil gradien magnet yaitu gradien x, y dan z masing-masing mengarahkan medan magnet pada sumbu x,
y dan z. Ketiganya dapat dioperasikan sesuai dengan kebutuhan arah irisan
pada tubuh yang diperiksa.
4.
Antena
Koil radiofrekuensi (RF) terdiri dari dua tipe koil
yaitu koil pemancar (transmitter) dan koil penerima (receiver).
Fungsinya lebih mirip sebagai antena. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan
gelombang RF pada inti yang terlokalisir dengan frekuensi tertentu sehingga terjadi
proses resonansi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal
output dari sistem. Bentuk dan ukuran koil penerima ini telah dirancang
disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan diperiksa, misalnya
koil untuk kepala, vertebra atau ekstremitas. Jenisnya ada 3
yaitu koil volume, koil surface dan koil phased array.
Pulsa Sekuen dan Spin Echo
Spin Echo adalah sekuens yang diperoleh dengan
menggunakan aplikasi pulsa RF 90 diikuti dengan aplikasi pulsa RF 180 untuk
rephase agar sinyal dapat dicatat dalam masing masing K-space agar diperoleh
citra MRI. Pulsa sekuens Spin Echo paling banyak digunakan pada pemeriksaan MRI
(Bushong, 1996). Diagram Pulsa sekuens Spin Echo secara sederhana dapat dilihat
pada gambar di bawah ini. Komponen utama dari pulsa sekuens tersebut adalah
Time Repetition (TR) dan Time Echo (TE).
Gambar 6 : Spin Echo sekuens (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
TR adalah waktu pengulangan aplikasi pulsa RF 90
terhadap aplikasi pulsa RF 90 berikutnya, dengan satuan millisecon (ms). TR
akan menentukan waktu relaksasi T1 yang akan terjadi. TR yang
digunakan dalam MRI bisa dipilih oleh radiografer mulai berkisar 200 ms hingga
lebih dari 2000 ms tergantung pada teknik pembobotan yang dipilih. TE adalah waktu antara
eksitasi pulsa dengan echo yang terjadi. Echo dihasilkan
dari aplikasi pulsa RF 90 sampai
dengan sinyal terkuat dari aplikasi rephase pulsa RF 180 saat menginduksi koil.
Waktu TE dapat diubah tergantung pembobotan citra yang
dikehendaki. Waktu TE berkisar antara 10 ms hingga lebih dari 80 ms.
Kontras Citra SE
Kontras citra pada MRI dibentuk
oleh perbedaan gelap dan terang yang diakibatkan karena perbedaan kuat signal
MRI. Signal MRI yang kuat akan mengakibatkan bayangan terang atau dikatakan
hiperintens, sedangkan signal MRI yang lemah akan menyebabkan bayangan yang
gelap atau hipointens. Suatu daerah yang diperiksa bisa menjadi hiperintens
atau hipointens tergantung pada pembobotan citra yang dipilih. Secara umum ada
tiga pembobotan citra yaitu: T1-Weighted Image, T2-Weighted
Image, dan proton density.
1.
Kontras Citra T1 -Weighted Image
Pada pembobotan T1 WI
diberikan TR yang cukup pendek sehingga baik jaringan lemak maupun air tidak
cukup waktu untuk dapat kembali recovery pada nilai magnetisasi awal (B0),
dengan demikian terjadi perbedaan yang cukup besar pada signal MR dari air dan
lemak. Pada T1WI air mempunyai signal yang lemah sehingga
memiliki gambaran yang kurang terang, gelap atau hipointens, sedangkan
lemak mempunyai signal yang lebih kuat sehingga memiliki gambaran yang lebih
terang atau hiperintens.
Waktu relaksasi T1
lemak lebih pendek (180 ms) dari pada waktu relaksasi T1 air (2500
ms), maka recovery lemak akan lebih cepat dari pada air sehingga
komponen magnetisasi lemak pada bidang longitudinal lebih besar dari pada
magnetisasi longitudinal pada air. Dengan demikian lemak
memiliki intensitas sinyal yang lebih tinggi dan tampak
terang pada kontras citra T1. Sebaliknya air akan tampak dengan
intensitas sinyal yang rendah dan tampak gelap pada kontras citra T1.
Citra yang demikian itu (lemak tampak terang dan air tampak gelap) dalam
MRI dikenal dengan T1-Weighted Image (T1 WI). Jadi untuk
menghasilkan kontras citra T1 WI, dipilih parameter waktu TR yang
pendek (berkisar antara 300-600 ms) dan waktu TE yang pendek (berkisar antara
10 -20 ms).
2.
Kontras Citra T2-Weighted Image
Pada pembobotan T2WI
air mempunyai signal yang lebih kuat sehingga memiliki gambaran lebih terang
atau hiperintens sedangkan lemak mempunyai signal yang lebih lemah
sehingga memiliki gambaran yang lebih kurang terang, gelap atau hipointens.
Hal ini disebabkan pada pembobotan T2 WI diatur TE yang cukup
panjang sehingga baik air maupun lemak cukup waktu untuk mengalami decay
dan mengakibatkan terjadinya perbedaan signal yang cukup besar.
Karena waktu
relaksasi T2 lemak (90 ms) lebih
pendek dari pada air (2500 ms), maka
komponen magnetisasi transversal lemak akan decay lebih cepat dari
pada air sehingga akan menghasilkan intensitas sinyal yang kuat dan akan tampak
terang pada kontras citra T2. Sebaliknya magnetisasi transversal
pada lemak lebih kecil dan menghasilkan citra intensitas rendah dan
tampak gelap pada kontras citra T2. Citra yang demikian itu (lemak
tampak gelap dan air tampak terang) dalam MRI dikenal dengan T2-Weighted
Image (T2 WI). Jadi untuk menghasilkan kontras citra T2
WI, dipilih waktu TR yang panjang (800 ms hingga 2000 ms atau lebih) dan waktu
TE yang panjang (lebih dari 80 ms).
3.
Kontras Citra Proton Density-Weighted Image
Apabila diberikan TR cukup panjang maka baik air
maupun lemak akan sama-sama mempunyai cukup waktu untuk mengalami recovery
menuju magnetisasi longitudinal awal sehingga menghilangkan gambaran pembobotan
T1. Apabila pada saat yang bersamaan juga diberikan TE yang sangat
pendek maka tidak cukup waktu bagi air maupun lemak untuk terjadinya relaksasi
transversal sehingga menghilangkan gambaran pembobotan T2. Dengan
demikian apabila TR panjang dan TE pendek maka gambaran yang terjadi bukan T1
WI ataupun T2 WI. Gambaran yang terjadi semata mata
diakibatkan oleh perbedaan densitas atau kerapatan proton, yaitu jumlah proton
persatuan volume. Suatu area dengan kerapatan proton yang tinggi akan
memberikan gambaran yang terang atau hiperintens sebaliknya suatu area dengan
kerapatan proton yang rendah akan tampak gelap atau hipointens.
Gambaran Proton Density-Weighted Image (PDWI)
bergantung dari banyak sedikitnya jumlah proton per unit volume. Kontras citra
diperoleh berdasarkan perbedaan banyak sedikitnya proton pada masing-masing
jaringan. Misalnya jaringan otak dengan proton yang tinggi akan menghasilkan
komponen magnetisasi transversal besar dan tampak terang pada kontras citra
PDWI. Sedangkan tulang memiliki proton yang rendah dan tampak gelap pada
kontras citra PDWI. Untuk memilih kontras citra PDWI, diatur dengan waktu TR yang panjang dan
waktu TE yang pendek.
Waktu Scanning
Waktu scanning pada sekuens Spin Echo dapat dihitung
dengan rumus :
Waktu scanning SE = (TR) x (jumlah
tahapan phase encode) x (NEX)
Dimana :
TR
: Time
Repetition dalam ms.
Jumlah phase encode : jumlah phase yang
digunakan.
NEX
: jumlah eksitasi pulsa.
Misalnya
pencitraan dengan TR 550 ms, jumlah phase encode 256,
dan NEX 1 maka
waktu scanning adalah 2 menit 35 detik.
Teknik DWI
Difusi adalah
istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan pergerakan molekul secara acak
pada jaringan. Gerakan ini dibatasi oleh batas-batas seperti ligamen, membran
dan makromolekul. Kadangkala terjadinya pembatasan difusi adalah secara
langsung tergantung pada struktur
jaringan. Pada stroke yang masih
dini, yaitu segera setelah terjadinya iskemia tapi sebelum terjadinya infark
atau kerusakan permanen pada jaringan otak, sel-sel membengkak dan menyerap air
dari ruang extraseluler. Ketika sel-sel penuh oleh molekul air dan dibatasi
oleh membran, maka difusi yang terjadi akan terbatas dan nilai rata-rata difusi
pada jaringan tersebut akan berkurang.
Imejing dengan
sekuen spin echo dapat memperlihatkan struktur dengan tanda-tanda difusi
pada jaringan. Gambaran difusi dapat diperoleh dengan lebih efektif dengan
mengkombinasikan dua pulsa gradien yang diaplikasikan setelah eksitasi. Pulsa
gradien digunakan untuk saling mempengaruhi pada spin-spin yang tidak bergerak
sementara spin-spin yang bergerak pada jaringan normal tidak dipengaruhi. Ini
sebabnya mengapa pada gambaran difusi sinyal yang mengalami atenuasi terjadi
pada jaringan normal dengan pergerakan difusi yang random dan jaringan normal
akan tampak lebih gelap, dan sinyal yang intensitasnya tinggi terjadi pada
jaringan dengan difusinya yang terbatas (restriksi) seperti yang tejadi pada
stroke akut.
Banyaknya
atenuasi tergantung pada amplitudo dan arah dari aplikasi gradien difusi. Pulsa
gradient dapat diaplikasikan searah dengan sumbu X, Y, dan Z. Arah difusi pada
sumbu X, Y, dan Z dikombinasikan untuk menghasilkan gambaran difusi weighted.
Ketika gradien difusi hanya diaplikasikan sepanjang sumbu Y, atau pada arah
sumbu X, perubahan sinyal yang terjadi hanya sedikit. Istilah isotropic
difusion dipakai untuk menggambarkan bahwa gradien difusi diaplikasikan pada ketiga
sumbu tersebut. Gradien difusi harus panjang dan kuat untuk dapat memperoleh
citra dengan pembobotan difusi (difusion weighting). Sensitivitas dan
intensitas sinyal difusi dikontrol oleh parameter ’b’. Nilai ’b’ menentukan
atenuasi difusi dengan memodifikasi durasi dan amplitudo dari gradien difusi.
Nilai ’b’ dapat dinyatakan dalam satuan s/ mm2. Rentang ‘b’ value
adalah 500 s/mm2 sampai 1000 s/mm2 (Westbrook,C, dan
Kaut,C, 1999). ‘b’ value dipengaruhi oleh kekuatan magnet gradien yang terdapat
pada pesawat MRI itu sendiri.
Semakin tinggi ‘b’ value maka
intensitas sinyal difusi dan sensitifitas difusi akan meningkat, intensitas
sinyal difusi yang meningkat pada jaringan otak normal akan tampak lebih gelap
pada citra otak yang ditampilkan. Sensitifitas difusi yang dimaksud disini
adalah kemampuan difusi tersebut untuk mendeteksi adanya difusi yang terbatas
pada jaringan otak. Jika terdapat kelainan stroke maka jaringan otak yang
difusinya terbatas akan menghasilkan intensitas sinyal yang terlihat terang dibandingkan
jaringan yang normal (GE Signa Horizon DW-EPI Operator Manual, 1998).
Untuk pencitraan difusi jika menggunakan sekuen
multi-shot maka perubahan phase akan berbeda untuk garis-garis yang berbeda
pada K-space dan hal ini akan menghasilkan artefak yang terlihat sepanjang phase
direction. Karena alasan ini maka citra MRI dengan pembobotan difusi pada
umumnya diperoleh dengan teknik SE-EPI yang dilakukan dengan gradien yang kuat.
Echo tambahan yang dikenal sebagai navigator echo dapat dihasilkan dan kemudian
digunakan untuk mengkoreksi artefak selama post processing. Aplikasi klinis
pencitraan difusi secara langsung adalah untuk mendiagnosa stroke. Lesi-lesi
iskemik yang masih dini dapat diperlihatkan dengan pencitraan MRI difusi
sebagai daerah dengan difusi air yang lebih lambat akibat akumulasi cairan atau
akibat pengurangan ruang extra seluler. Pencitraan MR difusi dapat
memperlihatkan lesi-lesi iskemik baik yang irreversible maupun yang reversible,
sehingga potensial dapat membedakan jaringan otak yang masih dapat diperbaiki
dengan jaringan yang mengalami kerusakan irreversible sebelum dilakukan
tindakan therapy.
Gambar 7 : Jaringan dengan cairan yang berdifusi
normal (gambar kiri), dan jaringan yang
difusinya terbatas (gambar kanan)
(Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
MRI HARDWARE
1. Magnet Utama
Magnet utama
adalah magnet yang memproduksi kuat medan
yang besar dan mampu menginduksi jaringan atau objek. Sehingga menimbulkan
magnetisasi dalam objek itu sendiri. Medan
magnet yang digunakan untuk diagnosis medis mempunyai jangkauan antara 0,1
Tesla sampai 3,0 Tesla (Bontrager 2001).
Pembangkitan medan magnet untuk MRI
pada saat ini menggunakan salah satu dari tipe magnet, yaitu magnet permanen
yang terbuat dari bahan ferromagnetic, magnet resistif atau magnet super
konduktif. Sedangkan untuk menjaga kestabilan, keseragaman atau kehomogenan medan magnet utama
dipasang koil elektromagnetik yang disebut Shim Coil pada pusat koil utama.
Homogenitas magnet diharapkan berkisar antara 1 sampai 10 ppm (Wesbrook dan
Kaut, 1998).
Magnet utama
berfungsi sebagai penghasil medan
magnet untuk mensejajarkan inti atom hidrogen yang tadinya acak di dalam tubuh.
Ada 3 jenis
magnet yang bisa digunakan pada pesawat MRI (Wesbrook dan Kaut,1998). Yaitu:
a. Magnet Permanen
Magnet permanen dapat menghasilkan kekuatan medan magnet
hingga 0,3 Tesla. Magnet ini dibuat dengan cara menginduksi medan magnet pada
sebuah bahan ferromagnetik. Magnet ini berukuran besar dan beratnya mencapai
100 ton (20.000 pounds). Pemeliharaannya relatif murah dan daya kemagnetannya
bersifat permanen serta menghasilkan sinyal yang lemah.
b. Magnet Resistif
Magnet resisitif dapat menghasilkan medan magnet dengan
kekuatan 0,2 Tesla sampai dengan 0,4 Tesla. Medan magnet resisitif dibuat
berdasarkan arus listrik yang yang dialirkan melalui kawat yang dililitkan pada
bahan ferromagnetik. Sehingga medan magnet akan timbul di sekitar kawat, tetapi
untuk terus mengalami magnetisasi maka memerlukan daya listrik yang kontinyu
agar membuat medan magnet yang terbentuk kuat. Beratnya kurang dari 100 Ton.
Medan magnet yang dihasilkan terbatas, karena dihasilkan dari hambatan
(resistan) yang terjadi akibat adanya aliran listrik pada kawat, kemudian
menimbulkan panas yang cukup tinggi. Dalam penggunaannya, memerlukan sistem
pendingin.
c. Magnet Superkonduktif
Magnet superkonduktif dapat menghasilkan kekuatan medan
magnet hingga 7 Tesla. Prinsip magnet superkonduktif sama dengan magnet resistif.
Keduanya mengalirkan arus listrik melalui kawat yang dililitkan. Magnet
superkonduktif menggunakan Cryogen yang berupa helium cair dan bahan
ferromagnetic sebagai penghasil medan magnet. Dan ditambahkan nitrogen cair
sebagai pendingin. Penggunaan cryogen dapat membuat resistensi pada kawat
menjadi nol, sehingga arus yang mengalir dapat dinaikkan dan memungkinkan untuk
menghasilkan medan magnet yang berkekuatan tinggi, namun memiliki kelemahan.
Penggunaan cryogen dapat beresiko, misalnya jika temperatur cryogen naik hingga
titik didih helium pada waktu yang bersamaan maka kedua cairan tersebut akan
menguap menjadi gas. Proses ini disebut quenching yang dapat berbahaya bagi
medan magnet. Perawatan dan pemeliharaannya relatif mahal karena harus mengisi
helium sebagai bahan pendingin magnet superkonduktif.
Magnet ini beratnya sekitar 4 ton sampai dengan 16 ton.
Dalam hal mencegah pemanasan, magnet superkonduktif memiliki sistem pengaman
yaitu evakuasi pipa gas, pemantauan presentase oksigen dan suhu di dalam
ruangan MRI serta membuka pintu keluar yang lebar. Magnet superkonduktif
sifatnya kontinyu, untuk membatasi magnet, instalasi memiliki sistem pengaman
baik pasif (logam) maupun aktif (di luar gantri) untuk mengurangi kekuatan yang
datang.
2. Gradien Magnet
Gradien medan magnet Bo sepanjang ketiga sumbu-sumbu
spasial orthogonal merupakan prinsip dasar dari produksi citra MRI.
Gradien-gradien sepanjang sumbu yang lain dapat dijabarkan dengan kombinasi
gradien- gradien yang orthogonal. Gambar 3 dan 4 menunjukkan skema dasar untuk
memperoleh suatu gradien Bo yang parallel terhadap arah Bo. Dua lilitan kawat
(a) dan (b) dialirkan arus listrik yang membangkitkan medan magnet, yang dapat
menambah (a) atau mengurangi (b) dari medan utama Bo. Pada sembarang waktu sepanjang
sumbu gradien, medan magnetic netto sama dengan jumlah Bo ditambah dengan
sumbangan dari lilitan (b). Lilitan yang lebih dekat ke posisi yang di
kehendaki inilah yang memberi efek lebih besar pada medan magnetik netto. Pada
sebuah titik di tengah-tengah antara kedua lilitan, medan magnet yang
dibangkitkan oleh kedua lilitan gradien saling meniadakan, yang menyebabkan
medan magnet nettonya sama dengan Bo.
Lilitan gradiennya ditempatkan sedemikian rupa sehingga
titik tengah ini berada pada pusat magnet (Bo) dan ditandai dengan isocenter.
Lilitan gradien pada kedua sumbu orthogonal lainnya dibuat berbeda, tetapi
keduanya juga memberikan tambahan dan pengurangan terhadap medan Bo tergantung
pada sepanjang sumbu-sumbu tersebut. Tambahan pula titik-titik tengah dari
sambungan untuk gradien netto sebesar nol diatur untuk terjadi pada isocenter
dari magnet. Daya diberikan pada setiap lilitan gradien oleh gradient amplifier
yang dikendalikan secara bebas oleh komputer. Dari beberapa sifat gradien medan
magnet yang memberikan dampak pada penampilan sistem dan kualitas citra yang
optimal adalah:
Amplitudo gradien maksimum dapat diperoleh dengan
membatasi tebal irisan dan FOV.-
- Linieritas gradien mengacu pada keseragaman koefisien arah (sloop) sepanjang sumbu gradien, gradien yang tidak linier dapat menimbulkan artefak.
- Linieritas gradien mengacu pada keseragaman koefisien arah (sloop) sepanjang sumbu gradien, gradien yang tidak linier dapat menimbulkan artefak.
Kecepatan suatu gradien untuk dibangkitkan dari nilai nol
ke amplitudo maksimum harus diupayakan sesingkat mungkin.
Aksi mengubah-ubah gradien on dan off menimbulkan masalah
lain. Aksi ini akan menginduksi pembentukan arus elektronik yang disebut Eddy
current dalam struktur metalik dari magnet. Arus ini menimbulkan medan magnet
tersendiri yang kemudian menghilang dengan laju waktu yang berbeda. Jadi Eddy
current adalah hal yang tidak diinginkan dan menimbukan efek yang menurunkan
kualitas citra.
Untuk mengatasi masalah ini dilakukan dengan beberapa
cara:
- Dengan mengatur lilitan gradien dengan bentuk
pulsa yang tidak dikehendaki, tetapi dengan suatu bentuk pulsa yang ditentukan
secara empirik, yang menghapuskan sumbangan Eddy current dan menghasilkan
gradien yang dikehendaki magnet.
Dengan pemakaian self shielding- gradient coil. Lilitan-lilitannya dibuat sedemikian rupa sehingga medan magnet yang timbul diarahkan ke bagian dalam lilitan Hal ini berguna untuk mencegah Eddy current di bagian lain magnet.
Dengan pemakaian self shielding- gradient coil. Lilitan-lilitannya dibuat sedemikian rupa sehingga medan magnet yang timbul diarahkan ke bagian dalam lilitan Hal ini berguna untuk mencegah Eddy current di bagian lain magnet.
3. Radiofrekuensi (RF) Coil
Radiofrekuensi (RF) coil terdiri dari dua tipe coil,
yaitu coil pemancar dan coil penerima. Fungsiya lebih mirip sebagai antena.
Sistem radiofrekuensi terdiri dari komponen untuk transmisi dan menerima
radiofrekuensi gelombang. Ia terlibat dalam pembentukan nuclei, memilih irisan
dan menerapkan gradien sinyal akuisisi.
a. Koil adalah komponen penting dalam kinerja sistem radiofrekuensi. Koil pemancar fungsinya untuk memberikan rangsangan energi RF yang merata keseluruh volume pencitraan. Semua langkah-langkah ini dikendalikan dengan sebuah komputer yang juga mengatur pembangkitan deretan pulsa. Energi RF terakhir dikirim ke lilitan RF dalam magnet yang berfungsi sebagai antena. Pemberian pulsa ini merupakan pengendalian modulasi amplitude yang menyebabkan terjadinya medan magnet pada area yang besarnya 0° sampai 180°. Diperlukan pula frekuensi amplifier untuk modulasi gelombang digital frekuensi larmor proton sehingga energi RF dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan pencitraan MRI. Rancangan lilitan pemancar (transmitter) sangatlah berpengaruh pada pencitraan MRI. Pemberian flip angle pada RF pemancar, berbanding lurus dengan lamanya keluaran sinyal dan amplitudo pulsa RF. RF amplifier yang tidak linier dapat menimbulkan flip angle sehingga dapat menghasilkan pencitraan yang mengalami distorsi dari bentuk irisan yang dibangkitkan.
a. Koil adalah komponen penting dalam kinerja sistem radiofrekuensi. Koil pemancar fungsinya untuk memberikan rangsangan energi RF yang merata keseluruh volume pencitraan. Semua langkah-langkah ini dikendalikan dengan sebuah komputer yang juga mengatur pembangkitan deretan pulsa. Energi RF terakhir dikirim ke lilitan RF dalam magnet yang berfungsi sebagai antena. Pemberian pulsa ini merupakan pengendalian modulasi amplitude yang menyebabkan terjadinya medan magnet pada area yang besarnya 0° sampai 180°. Diperlukan pula frekuensi amplifier untuk modulasi gelombang digital frekuensi larmor proton sehingga energi RF dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan pencitraan MRI. Rancangan lilitan pemancar (transmitter) sangatlah berpengaruh pada pencitraan MRI. Pemberian flip angle pada RF pemancar, berbanding lurus dengan lamanya keluaran sinyal dan amplitudo pulsa RF. RF amplifier yang tidak linier dapat menimbulkan flip angle sehingga dapat menghasilkan pencitraan yang mengalami distorsi dari bentuk irisan yang dibangkitkan.
b. Radiofrekuensi penerima (RF receiver)
Koil penerima harus peka terhadap sinyal radiofrekuensi.
Magnetisasi transversal menginduksi arus bolak-balik dalam lilitan RF yang
digunakan untuk penerima. Lilitan RF ini digunakan untuk menghasilkan medan B1.
Sedangkan sinyal RF dengan frekuensi yang mendekati frekuensi Larmor digunakan
untuk menghasilkan medan Bo. Secara teknis, bekerja pada frekuensi tinggi
bukanlah hal yang mudah. Fungsi utama koil penerima adalah untuk menunjukkan
secara benar nilai-nilai amplitudo, periode, dan fasa dari sinyal MR yang
datang ke dalam memori komputer. Untuk mewujudkan fungsi ini perlu diukur nilai
relatif dari sinyal MR terhadap standar yang diketahui. Standar yang digunakan
untuk suatu RF adalah sebuah local oscillator yang dalam prakteknya seringkali
adalah suatu bagian sinyal RF dari frekuensi synthesizer untuk transmisi.
Kemudian
memberikan sesuatu sinyal yang merupakan selisih antara sinyal RF yang
ditransmisi dan yang diterima. Sinyal yang berbeda ini berada dalam rentang
frekuensi audio (AF). Rentang frekuensi inilah yang perlu diperhatikan dalam
hubungannya dengan lebar pita (bandwidth) penerima. Sinyal AF diperkuat dengan
suatu factor 10 hingga 1000 oleh sebuah AF amplifier. Sinyal ini kemudian
diarahkan ke analog digital converter (ADC) yang mengkonversi sinyal AF menjadi
suatu deretan angka biner. Angka-angka ini selanjutnya disimpan dalam memori
komputer untuk dimanipulasi dan dilakukan transformasi Fourier dengan resolusi
dalam bentuk bit. Melihat dari kegunaannya, maka koil ini harus berada pada
jarak yang paling dekat dengan objek yang diperiksa. Koil antena dibuat dengan
berbagai variasi bentuk dan ukuran. Diantaranya jenis; volume coil, phase array
coil dan surface coil.
4. Jenis Koil
a. Body Coil
Body coil berbentuk lingkaran dan terdapat di dalam
gantry. Koil ini dapat berfungsi sebagai transmitter dan receiver. Memancarkan
pulsa RF untuk semua jenis pemeriksaan organ tubuh dan menerima sinyal pada
objek tubuh yang besar. Seperti abdomen dan thorax.
b. Head coil
jenis volume coil
Head coil berbentuk seperti helm dan dipasangkan
mengelilingi kepala pasien. Koil ini berfungsi untuk menerima sinyal pada
pemeriksaan kepala, sedangkan sinyal RF pemancar diberikan oleh body coil.
c. Spine Coil
jenis phase array
Spine coil
berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk organ tulang belakang.
d. Breast Coil jenis phase array
d. Breast Coil jenis phase array
Breast coil
berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk organ payudara.
e. Cervical coil jenis volume coil
e. Cervical coil jenis volume coil
Cervical coil
berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk pemeriksaan organ
leher.
f. Knee Coil
jenis volume coil
Knee coil
berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk pemeriksaan organ
lutut.
g. Surface Coil
g. Surface Coil
Surface coil
adalah jenis coil yang digunakan untuk organ yang berada pada permukaan seperti
organ extrimitas.
h. Shim Coil
Shim coil
berfungsi untuk menjaga kehomogenan medan
magnet utama. Shim coil terletak di dalam gantry pada sisi lateral tubuh
pasien.
5. Meja
Pemeriksaan
Meja pemeriksaan
biasanya berbentuk kurva dengan tujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien. Meja disesuaikan dengan bentuk lingkaran magnet utama. Meja
pemeriksaan dapat bergerak keluar dan masuk ke dalam gantry secara otomatis.
6. Sistem
Komputer
Suatu instrumen MRI modern mempunyai beberapa komputer yang dihubungkan dengan jaringan komunikasi. Sebagai contoh sistem sinyal, sekarang ini mempunyai empat computer; sebuah komputer induk, sebuah komputer array processor dan dua komputer yang berfungsi khusus sebagai status control modem (SCM) dan pulse control modul (PCM) atau disebut juga dengan measurement control.
Suatu instrumen MRI modern mempunyai beberapa komputer yang dihubungkan dengan jaringan komunikasi. Sebagai contoh sistem sinyal, sekarang ini mempunyai empat computer; sebuah komputer induk, sebuah komputer array processor dan dua komputer yang berfungsi khusus sebagai status control modem (SCM) dan pulse control modul (PCM) atau disebut juga dengan measurement control.
a. Komputer induk
atau komputer utama
Memori inti
secara langsung diakses oleh central processing unit (CPU). Memori ini harus
cukup besar untuk menampung semua perintah dan bentuk gelombang dalam satu
deretan pulsa, satu set data yang masih berupa data mentah dan sejumlah
operating soft ware. Software selebihnya untuk keperluan data lainnya dapat
ditemukan atau disimpan dalam disk memory.
b. Sebuah array
processor diperlukan agar rekonstruksi dapat diproses dengan cepat. Untuk itu array
processor memerlukan akses langsung untuk mengerjakan rekonstruksi dari
keseluruhan citra. Karena deretan pulsa harus bekerja dalam real time, sistem
komputer harus memberikan prioritas utama pada pelaksanaan instruksi dalam
deretan pulsa. ADC penerima harus mempunyai akses memori untuk menjamin bahwa
data yang datang dapat disimpan dengan cepat sehingga tidak ada data yang
teringgal atau hilang. Penyimpana data jangka panjang pada umumnya disalurkan
ke pita magnetik.
c. Measurement Controle
Measurement controle unit terdiri dari dua bagian, yaitu
measurement control system yang berfungsi sebagai pembangkit gelombang gradien
magnet, dan high frequency system untuk mengatur pulsa RF yang dipancarkan dari
sinyal yang diterima, serta mengatur auto tunning agar sinyal dapat
diterima 2009ãsecara optimal sehingga
dapat menghasilkan gambaran yang bagus.
No comments:
Post a Comment