Modifikasi Teknik Radiografi Kedokteran Gigi untuk Tujuan Pemeriksaan Khusus (Radiographic Technique Modification In Dentistry For Specific Purpose)
Achamd Alhami, Evy Savitri
Bagian Radiologi Kedonteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia
Bagian Radiologi Kedonteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia
In
accordance with the development of medical science and technology, the
role of radiographic examination in dentistry is increasing. The use of
modern diagnostic imaging in the world, including Indonesia has been
also developed. Nevertheless, conventional radiographic examination
especially in Indonesia is still the major equipment available and
familiar to most dental practitioner. To provide clinical, educational
and research needs in dentistry that limited to conventional
radiographic equipment, compentency in basic techniques and creativity
to modify standard techniques is needed to achieve the aim of
radiographic examination. This paper intended to broadened colleagues'
perspective, that for specific purpose of radiographic examination,
conventional radiography with some modification can still give maximum
diagnostic information.
keywords : radiographic technique, modification, specific purpose
Abstrak
Peran
pemeriksaan radiografik di bidang kedokteran gigi semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya IPTEK kedonteran. Penggunaan sarana
radiografi modern di dunia, termasuk di indonesia, banyak dikembangkan.
Walaupun demikian pemeriksaan radiografik yang menggunakan peralatan
konvensional masih merupakan andalan bagi sebagian besar praktisi
kedokteran gigi di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan klinik,
pendidikan maupun penelitian di bidang kedokteran gigi yang terbatas
dengan peralatan radiografi konvensional, diperlukan penguasaan teknik
dasar dan kreativitas melakukan modifikasi teknik-teknik standar agar
tujuan pemeriksaan radiografik dapat tercapai. Tulisan ini dimaksudkan
untuk membuka wawasan sajawat, bahwa untuk tujuan pemerikasaan tertantu,
radiografi konvensional masih dapat memberikan informasi diagnostik
maksimal, dengan menerapkan beberapa modifikasi teknik.
Kata kunci : Teknik radiografi, modifikasi, tujuan khusus
Pendahuluan
Dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran,
pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat diagnostik utama
di bidang kedokteran gigi. Pencitraan modern (modern imaging) yang dapat
memberikan informasi diagnostik lebih baik dan akurat, telah pula di
kembangkan sejak 1970an. Di Indonesia sarana readigrafi modern ini pula
masih bayak digunakan. Walaupun demikian pemeriksaan rediografik yang
menggunakan andalan bagi sebagian besar praktisi kedokteran gigi di
Indonesia. Proyeksi standar yang sudah banyak di gunakan oleh dokter
gigi umum seperti proyeksi intra oral, panoramik dan lateral
sefalometri, meskipun terlihat sederhana, sesungguhnya dapat memberikan
informasi diagnosti lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan klinis yang
maksimal.
Untuk
setiap proyeksi memang terdapat ketentuan pengaturan standard. Namun
demikian tidak selalu radiograf yang dihasilkan dengan teknik standar
dapat memenuhi tujuan pemeriksaan yang daiinginkan dokter gigi. Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa modifikasi teknik radiografi
kedokteran gigi untuk berbagai tujuan pemeriksaan khusus, baik untuk
keperluan perawatan maupun penelitian, berdasarkan evaluasi klinis 5
tahun terakhir. Diharapkan tulisan ini dapat membantu peningkatan
pelayanan radiologi kedokteran gigi dan membuka wawasan sejawat tentang
bagaimana memaksimalkan pemeriksaanradiografik kedokteran gigi.
Tinjauan Pustaka
Walaupun
terdapat banyak jenis pemeriksaan radiografik dengan beragam indikasi
dan kegunaan, secara garis besar pemeriksaan radiografik dapat dibedakan
menjadi pemeriksaan radiografik konvensional dan modern. (2)
Pemerikasaan konvensional antara lain pemeriksaan radiografik proyeksi
intra oral seperti paralel, biseksi dan bitewing, atau ekstra oral
seperti panoramik, lateral sefalometri dan Postero Anterior (PA)
sefalometri. Sedangkan pemeriksaan modern antara lain seperti tomografi,
Computed Tomography (CT) Scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
(2) Pemilihan jenis proyeksi harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan
radiografi. Tujuan pemeriksaan radiografi sendiri dapat dibedakan
menjadi tujuan klinis (pelayanan), pendidikan dan penelitian. Pemilihan
jenis proyeksi yang tepat belum menjamin tercapainya tujuan
pemeriksaan. Seringkali diperlukan kreativitas untuk memodifikasi teknik
agar informasi diagnostik yang diinginkan dapat diperoleh secara
maksimal. Beberapa proyeksi radiografik yang sering digunakan dalam
praktek dokter gigi umum adalah periapikal, panoramik, lateral
sefalometri dan PA safalometri. (1)
Di
Indonesia sampai saat ini masih belum dapat diharapkan pemeriksaan
radiografik modern diterapkan di semua tempat pelayanan kesehatan gigi.
Yang tersedia di puskemas dan Rumah Sakit tipe C masih terbatas pada
radiografi periapikal dan panoramik. (3) Oleh karena itu modifikasi
teknik yang ada dalam praktek sehari-hari merupakan alternatif yang
perlu dikembangkan. Contoh modifikasi standard yang banyak digunakan
adalah pengaturan letak focal trough pada proyeksi panoramik utnuk
melihat condyle atau untuk melihat regio anterior dengan jelas. (4)
Pembahasan
Pemeriksaan radiografik utnuk perawatan saluran akar ganda.
Bedasarkan
data Klinik Radiologi Kedokteran Gigi FKG UI, rata-rata setiap hari
dibutuhkan 15% dari seluruh kasus yang memerlukan pemeriksaan
radiografik adalah untuk perawatan saluran akar ganda. lebih dari 70%
diantaranya adalah untuk gigi posterior. Untuk melihat saluran akar gigi
posterior rahang atas pada umumnya tidak mengalami banyak kesulitan.
Namun tidak demikian halnya dengan gigi posterior rahang bawah. Bila
digunakan teknik standar periapikal, baik paralel maupun biseksi, maka
seringkali terjadi kesulitan melihat saluran akar mesiobukal dan
mesioligual karena posisi keduanya yang paling tumpang tindih. Demikian
juga untuk gigi premolar satu rahang atas, akar bukal dan palatalnya
akan tampak tumpang tindih pada proyeksi standar. (5)
Modifikasi
tersebut dilandasi oleh suatu metode yang pertama kali dikemukakan oleh
AC clark pada tahun 1909. (1,2,6) Prinsipnya adalah untuk menentukan
letak suatu obyek apakah berada di bukal atau lingual/palatal diperlukan
dua kali pemotretan. Pemotretan pertama dengan proyeksi periapikal
standar dan pemotretan kedua dengan menggeser arah sinar-X ke mesial
atau distal. Bila obyek bergerak searah dengan pergeseran cone maka
obyek tersebut berada di lingual/palatal. Sebaliknya bila obyek bergerak
berlawanan arah, maka obyek tersebut berada di bukal. cara ini dikenal
dengan "SLOB" yang artinya "same on lingual, oposite on buccal". (1,2,6)
Pemeriksaan radiografik untuk akar gigi yang berhubungan dengan sinus maksilaris.
Pada
kasus-kasus pencabutan gigi posterior rahang atas, perlu diwaspadai
hubungan akar gigi terhadap sinus maksilaris. Apabila hal ini tidak
dicermati, akan terjadi komplikasi pencabutan seperti oro-antral fistula
dan sinusitis. (7) Pada proyeksi standar periapikal seringkali tampak
akar palatal tumpang tindih dengan dasar sinus maksilaris.
Untuk
menghindari tumpang tindih gambaran radiografik akar gigi dengan dasar
sinus, dapat dilakukan modifikasi perubahan sudut vertikal sebesa 20
derajat dari superior ke inferior. (8) Dengan demikian gambaran
radiografik akar gigi akan terpisah dari dasar sinus maksilaris.
Modifikasi
ini didasari Metode BOR (Buccal Object Rule), yang dilaporkan oleh A.G
Richard tahun 1952. (1,5,6) Prinsipnya adalah untuk menentukan letak
suatu obyek di bukal atau lingual/palatal dilakukan dua kali pemotretan.
Pemotretan pertama dengan proyeksi periapikal standar, kemudian
permotretan kedua dengan mengubah sudut vertikal atau horisontal sebesar
20 derajat. Bila obyek bergerak searah dengan arah cone, maka obyek
tersebut berada di bukal. Dan sebaliknya bila obyek bergerak berlawanan
arah, maka obyek tersebut berada di lingual. (1,5,6)
Pemeriksaan radiografik untuk akar gigi yang berhubungan dengan canalis mandibularis.
Sama
halnya dengan letak akar gigi posterior atas terhadap sinus maksilaris,
letak akar gigi posterior bawah terhadap canalis mendibularis harus
selalu dicermati, terutama pada tindakan operatif. Untuk menentukan
posisi canalis mandibularis terhadap gigi molar 3 rahang bawah, setelah
dilakukan proyeksi standar, dilakukan pemotretan kedua dengan modifikasi
sudut vertikal -20 derajat (dari inferior ke superior). (1,2,6,8)
Jika
canalis mendibularis terletak di bukal apeks gigi molar 3 rahang bawah,
maka gambaran canalis mandibularis akan bergerak keatas atau superior
terhadap apeks gigi molar 3. Sebaliknya jika canalis mandibularis
terletak di lingual apeks, maka ia akan bergerak ke inferior, atau
berlawanan arah dengan perubahan sudut vertikal cone sinar-X. (1,2,6,8)
Pemeriksaan radigrafik untuk penentuan lokasi gigi impaksi atau benda asing.
Hal
ini terutama pada kasus molar 3 rahang bawah impaksi. Letaknya yang
tepat, baik letak akar maupun letak mahkota dan posisinya terhadap
struktur anatomis atau gigi lain, sangat perlu dievaluasi sebelum
tidakan. Pada kasus gigi impaksi maupun benda asing di rahang, proyeksi
periapikal standar tidak dapat menunjukkan posisinya dalam arah
mediolateral. Untuk itu dapat digunakan proyeksi oklusal cross section
sehingga tampak apakah gigi impaksi tersebut terletak dilateral atau
medial mandibula. Metode ini disebut juga metode saling tegak lurus.
(1,4)
Kedua
radiograf yang dihasilkanakan memberikan gambaran tiga deminsi area
atau obyek yang dimaksud, sehingga lokal obyek dapat diindentifikasi.
(1,4) Informasi ini penting untuk menentukan perawatn yang diperlukan
dan teknik yang digunakan.
Pemeriksaan radiografik untuk tujuan penelitian.
Sejalan
dengan perkembangan peralatan, ilmu Radiologi Kedokteran Gigi juga
terus dikembangkan. Penelitian di bidang ini sendiri, maupun penilitian
bidang lain yang melibatkan pemeriksaan radigrafik semakin banyak
dilakukan. Sesuai kaidah penelitian dibidang radiologi, untuk memnuhi
tujuan penelitian justru diperlukan modifikasi teknik radiografi.
Berdasarkan pengalaman di klinik Radiologi kedokteran Gigi, untuk
kepentingan penelitian umumnya diperlukan pemeriksaan radiografik.
Dengan demikian proyeksi yang digunakan tidak dapat menggunakan proyeksi
standar.
Pada
penelitian tumbuh kembang dentokraniofasial, misalnya, selain
titik-titik dan bidang-bidang referansi standar, diperlukan pemeriksaan
rediografik yang dapat memberikan gamabaran hubungannya dengan tulang
lain, misalnya dengan titik referansi di servical. Proyeksi lateral
sefalometri standar tidak menjamin ketepatan informasi diagnostik yang
diinginkan. Untuk itu diperlukan modifikasi teknik agar gambaran
radiografik struktur yang diinginkan dalam posisi yang tepat, sehingga
evaluasi sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan.
Contoh
lain adalah pemeriksaan radiografik jaringan lunak. Seperti yang
diketahui, pada radiografi konvensional gambaran radiografik jaringan
lunak lebih sulit diperoleh. Akan tetapi untuk melihat ruang yang
ditempati kelenjar adenoid, misalnya pada posisi lateral sefalometri
standar, tidak terlihat jelas. Dengan pengaturan posisi kepala pasien
yang agak menunduk, ruang yang ditempati kelenjar ini terbebas dari
tumpangan tindih dengan struktur sekitarnya, sehingga perkiraan besarnya
kelenjar lebih tepat.
Walaupun
sudah diperolah gambaran obyek yang ingin diteliti, interpretasi
gambaran radiografik tetap harus memenuhi kaidah-kaidah penelitian
radiologi. Sebagai contoh, interpretasi radiografik penelitian skala
besar, harus dilakukan evaluasi interexaminer dan extraexaminer, untuk
memastikan validitas alat diagnostik yang digunakan. Selain itu, pada
penelitian yang memerlukan pemeriksaan radiografik berulang, misalnya
sebelum tindakan dan pasca tindakan, diperlukan jaminan kualitas bahwa
radiograf yang dihasilkan harus repruducible. Artinya radiograf yang
dihasilkan harus sama, walaupun waktu pemeriksaannya berbeda. Penjaminan
ini merupakan bagian dari tanggung jawab seorang ahli Radiologi
Kedokteran Gigi.
Simpulan dan Saran
Walaupun
peralatan canggih di bidang Kedokteran Gigi terus berkembang,
radiografi konvensional yang memang sudah digunakan di pusat-pusat
kesehatan di Indonesia maupun praktek gigi, masih dapat didayagunakan
agar diperoleh informasi diagnostik yang maksimal sesuai tujuan
pemeriksaan.
Keahlian
dan kreativitas dibidang Radiologi Kedokteran Gigi dapat memberikan
sumbangan bagi peningkatan pelayanan kedokteran gigi. Untuk menghindari
pengulangan pemotretan yang berarti dosis rediasi pada pasien maupun
diri sendiri bertambah, modifikasi harus dilakukan berdasarkan
penelitian-penelitian Radiologi Kedokteran Gigi yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Daftar Pustaka
1. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: Principle & interpretation, 4th Ed. St. Louis: Mosby; 2000.p. 88-90, 246
2. Whites E. Essentials of dental radiography and radiology. London: Churchill Livingstone; 2003.p. 278-83
3. Eirektorat Kesehatan Gigi, Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI; 1994.p. 12-5
4. Haring JI, Jansen L. Dental Radiography. Principles & techiques, 2nd Ed. Philadelphia: WB Sauders Co; 2000.p. 342-60
5. langland OE, sippy FH. Special radiographic technique. In: textbook of dental radiography, 2nd ed. Illinois: Chaeles C. Thomas Pub.; 1973.p. 277-81
6. Langland OE, Langlais RP. Principle of dental imaging . William & Wilkins; 2002: 265-7
7. Peterson LJ. Principles of management of impacted teeth. In: Contemporary oral and maxillofacial surgery, 3rd Ed.St.Louis: Mosby Inc.; 1998.p. 236-8
8. Andreasen JO, Petersen JK, laskin DM. Textbook and color atlas of tooth impaction. St. Louis: Mosby;.p. 246-321
9. Rakosi T. An atlas and manual of cephalometric radiography. Great Britain: Wolfe medical Publ.Ltd.; 1982.p. 166-8
2. Whites E. Essentials of dental radiography and radiology. London: Churchill Livingstone; 2003.p. 278-83
3. Eirektorat Kesehatan Gigi, Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI; 1994.p. 12-5
4. Haring JI, Jansen L. Dental Radiography. Principles & techiques, 2nd Ed. Philadelphia: WB Sauders Co; 2000.p. 342-60
5. langland OE, sippy FH. Special radiographic technique. In: textbook of dental radiography, 2nd ed. Illinois: Chaeles C. Thomas Pub.; 1973.p. 277-81
6. Langland OE, Langlais RP. Principle of dental imaging . William & Wilkins; 2002: 265-7
7. Peterson LJ. Principles of management of impacted teeth. In: Contemporary oral and maxillofacial surgery, 3rd Ed.St.Louis: Mosby Inc.; 1998.p. 236-8
8. Andreasen JO, Petersen JK, laskin DM. Textbook and color atlas of tooth impaction. St. Louis: Mosby;.p. 246-321
9. Rakosi T. An atlas and manual of cephalometric radiography. Great Britain: Wolfe medical Publ.Ltd.; 1982.p. 166-8
No comments:
Post a Comment