Thursday 5 July 2012

Modifikasi Teknik Radiografi Kedokteran Gigi untuk Tujuan Pemeriksaan Khusus (Radiographic Technique Modification In Dentistry For Specific Purpose)

Achamd Alhami, Evy Savitri
Bagian Radiologi Kedonteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia












Abstract
In accordance with the development of medical science and technology, the role of radiographic examination in dentistry is increasing. The use of modern diagnostic imaging in the world, including Indonesia has been also developed. Nevertheless, conventional radiographic examination especially in Indonesia is still the major equipment available and familiar to most dental practitioner. To provide clinical, educational and research needs in dentistry that limited to conventional radiographic equipment, compentency in basic techniques and creativity to modify standard techniques is needed to achieve the aim of radiographic examination. This paper intended to broadened colleagues' perspective, that for specific purpose of radiographic examination, conventional radiography with some modification can still give maximum diagnostic information.
keywords : radiographic technique, modification, specific purpose
Abstrak
Peran pemeriksaan radiografik di bidang kedokteran gigi semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya IPTEK kedonteran. Penggunaan sarana radiografi modern di dunia, termasuk di indonesia, banyak dikembangkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiografik yang menggunakan peralatan konvensional masih merupakan andalan bagi sebagian besar praktisi kedokteran gigi di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan klinik, pendidikan maupun penelitian di bidang kedokteran gigi yang terbatas dengan peralatan radiografi konvensional, diperlukan penguasaan teknik dasar dan kreativitas melakukan modifikasi teknik-teknik standar agar tujuan pemeriksaan radiografik dapat tercapai. Tulisan ini dimaksudkan untuk membuka wawasan sajawat, bahwa untuk tujuan pemerikasaan tertantu, radiografi konvensional masih dapat memberikan informasi diagnostik maksimal, dengan menerapkan beberapa modifikasi teknik.
Kata kunci : Teknik radiografi, modifikasi, tujuan khusus
Pendahuluan
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat diagnostik utama di bidang kedokteran gigi. Pencitraan modern (modern imaging) yang dapat memberikan informasi diagnostik lebih baik dan akurat, telah pula di kembangkan sejak 1970an. Di Indonesia sarana readigrafi modern ini pula masih bayak digunakan. Walaupun demikian pemeriksaan rediografik yang menggunakan andalan bagi sebagian besar praktisi kedokteran gigi di Indonesia. Proyeksi standar yang sudah banyak di gunakan oleh dokter gigi umum seperti proyeksi intra oral, panoramik dan lateral sefalometri, meskipun terlihat sederhana, sesungguhnya dapat memberikan informasi diagnosti lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan klinis yang maksimal.
Untuk setiap proyeksi memang terdapat ketentuan pengaturan standard. Namun demikian tidak selalu radiograf yang dihasilkan dengan teknik standar dapat memenuhi tujuan pemeriksaan yang daiinginkan dokter gigi. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa modifikasi teknik radiografi kedokteran gigi untuk berbagai tujuan pemeriksaan khusus, baik untuk keperluan perawatan maupun penelitian, berdasarkan evaluasi klinis 5 tahun terakhir. Diharapkan tulisan ini dapat membantu peningkatan pelayanan radiologi kedokteran gigi dan membuka wawasan sejawat tentang bagaimana memaksimalkan pemeriksaanradiografik kedokteran gigi.
Tinjauan Pustaka
Walaupun terdapat banyak jenis pemeriksaan radiografik dengan beragam indikasi dan kegunaan, secara garis besar pemeriksaan radiografik dapat dibedakan menjadi pemeriksaan radiografik konvensional dan modern. (2) Pemerikasaan konvensional antara lain pemeriksaan radiografik proyeksi intra oral seperti paralel, biseksi dan bitewing, atau ekstra oral seperti panoramik, lateral sefalometri dan Postero Anterior (PA) sefalometri. Sedangkan pemeriksaan modern antara lain seperti tomografi, Computed Tomography (CT) Scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). (2) Pemilihan jenis proyeksi harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan radiografi. Tujuan pemeriksaan radiografi sendiri dapat dibedakan menjadi tujuan klinis  (pelayanan), pendidikan dan penelitian. Pemilihan jenis proyeksi yang tepat belum menjamin tercapainya tujuan pemeriksaan. Seringkali diperlukan kreativitas untuk memodifikasi teknik agar informasi diagnostik yang diinginkan dapat diperoleh secara maksimal. Beberapa proyeksi radiografik yang sering digunakan dalam praktek dokter gigi umum adalah periapikal, panoramik, lateral sefalometri dan PA safalometri. (1)
Di Indonesia sampai saat ini masih belum dapat diharapkan pemeriksaan radiografik modern diterapkan di semua tempat pelayanan kesehatan gigi. Yang tersedia di puskemas dan Rumah Sakit tipe C masih terbatas pada radiografi periapikal dan panoramik. (3) Oleh karena itu modifikasi teknik yang ada dalam praktek sehari-hari merupakan alternatif yang perlu dikembangkan. Contoh modifikasi standard yang banyak digunakan adalah pengaturan letak focal trough pada proyeksi panoramik utnuk melihat condyle atau untuk melihat regio anterior dengan jelas. (4)
Pembahasan
Pemeriksaan radiografik utnuk perawatan saluran akar ganda.
Bedasarkan data Klinik Radiologi Kedokteran Gigi FKG UI, rata-rata setiap hari dibutuhkan 15% dari seluruh kasus yang memerlukan pemeriksaan radiografik adalah untuk perawatan saluran akar ganda. lebih dari 70% diantaranya adalah untuk gigi posterior. Untuk melihat saluran akar gigi posterior rahang atas pada umumnya tidak mengalami banyak kesulitan. Namun tidak demikian halnya dengan gigi posterior rahang bawah. Bila digunakan teknik standar periapikal, baik paralel maupun biseksi, maka seringkali terjadi kesulitan melihat saluran akar mesiobukal dan mesioligual karena posisi keduanya yang paling tumpang tindih. Demikian juga untuk gigi premolar satu rahang atas, akar bukal dan palatalnya akan tampak tumpang tindih pada proyeksi standar. (5)
Modifikasi tersebut dilandasi oleh suatu metode yang pertama kali dikemukakan oleh AC clark pada tahun 1909. (1,2,6) Prinsipnya adalah untuk menentukan letak suatu obyek apakah berada di bukal atau lingual/palatal diperlukan dua kali pemotretan. Pemotretan pertama dengan proyeksi periapikal standar dan pemotretan kedua dengan menggeser arah sinar-X ke mesial atau distal. Bila obyek bergerak searah dengan pergeseran cone maka obyek tersebut berada di lingual/palatal. Sebaliknya bila obyek bergerak berlawanan arah, maka obyek tersebut berada di bukal. cara ini dikenal dengan "SLOB" yang artinya "same on lingual, oposite on buccal". (1,2,6)
Pemeriksaan radiografik  untuk akar gigi yang berhubungan dengan sinus maksilaris.
Pada kasus-kasus pencabutan gigi posterior rahang atas, perlu diwaspadai hubungan akar gigi terhadap sinus maksilaris. Apabila hal ini tidak dicermati, akan terjadi komplikasi pencabutan seperti oro-antral fistula dan sinusitis. (7) Pada proyeksi standar periapikal seringkali tampak akar palatal tumpang tindih dengan dasar sinus maksilaris.
Untuk menghindari tumpang tindih gambaran radiografik akar gigi dengan dasar sinus, dapat dilakukan modifikasi perubahan sudut vertikal sebesa 20 derajat dari superior ke inferior. (8) Dengan demikian gambaran radiografik akar gigi akan terpisah dari dasar sinus maksilaris.
Modifikasi ini didasari Metode BOR (Buccal Object Rule), yang dilaporkan oleh A.G Richard tahun 1952. (1,5,6) Prinsipnya adalah untuk menentukan letak suatu obyek di bukal atau lingual/palatal dilakukan dua kali pemotretan. Pemotretan pertama dengan proyeksi periapikal standar, kemudian permotretan kedua dengan mengubah sudut vertikal atau horisontal sebesar 20 derajat. Bila obyek bergerak searah dengan arah cone, maka obyek tersebut berada di bukal. Dan sebaliknya bila obyek bergerak berlawanan arah, maka obyek tersebut berada di lingual. (1,5,6)
Pemeriksaan radiografik untuk akar gigi yang berhubungan dengan canalis mandibularis.
Sama halnya dengan letak akar gigi posterior atas terhadap sinus maksilaris, letak akar gigi posterior bawah terhadap canalis mendibularis harus selalu dicermati, terutama pada tindakan operatif. Untuk menentukan posisi canalis mandibularis terhadap gigi molar 3 rahang bawah, setelah dilakukan proyeksi standar, dilakukan pemotretan kedua dengan modifikasi sudut vertikal -20 derajat (dari inferior ke superior). (1,2,6,8)
Jika canalis mendibularis terletak di bukal apeks gigi molar 3 rahang bawah, maka gambaran canalis mandibularis akan bergerak keatas atau superior terhadap apeks gigi molar 3. Sebaliknya jika canalis mandibularis terletak di lingual apeks, maka ia akan bergerak ke inferior, atau berlawanan arah dengan perubahan sudut vertikal cone sinar-X. (1,2,6,8)
Pemeriksaan radigrafik untuk penentuan lokasi gigi impaksi atau benda asing.
Hal ini terutama pada kasus molar 3 rahang bawah impaksi. Letaknya yang tepat, baik letak akar maupun letak mahkota dan posisinya terhadap struktur anatomis atau gigi lain, sangat perlu dievaluasi sebelum tidakan. Pada kasus gigi impaksi maupun benda asing di rahang, proyeksi periapikal standar tidak dapat menunjukkan posisinya dalam arah mediolateral. Untuk itu dapat digunakan proyeksi oklusal cross section sehingga tampak apakah gigi impaksi tersebut terletak dilateral atau medial mandibula. Metode ini disebut juga metode saling tegak lurus. (1,4)
Kedua radiograf yang dihasilkanakan memberikan gambaran tiga deminsi area atau obyek yang dimaksud, sehingga lokal obyek dapat diindentifikasi. (1,4) Informasi ini penting untuk menentukan perawatn yang diperlukan dan teknik yang digunakan.
Pemeriksaan radiografik untuk tujuan penelitian.
Sejalan dengan perkembangan peralatan, ilmu Radiologi Kedokteran Gigi juga terus dikembangkan. Penelitian di bidang ini sendiri, maupun penilitian bidang lain yang melibatkan pemeriksaan radigrafik semakin banyak dilakukan. Sesuai kaidah penelitian dibidang radiologi, untuk memnuhi tujuan penelitian justru diperlukan modifikasi teknik radiografi. Berdasarkan pengalaman di klinik Radiologi kedokteran Gigi, untuk kepentingan penelitian umumnya diperlukan pemeriksaan radiografik. Dengan demikian proyeksi yang digunakan tidak dapat menggunakan proyeksi standar.
Pada penelitian tumbuh kembang dentokraniofasial, misalnya, selain titik-titik dan bidang-bidang referansi standar, diperlukan pemeriksaan rediografik yang dapat memberikan gamabaran hubungannya dengan tulang lain, misalnya dengan titik referansi di servical. Proyeksi lateral sefalometri standar tidak menjamin ketepatan informasi diagnostik yang diinginkan. Untuk itu diperlukan modifikasi teknik agar gambaran radiografik struktur yang diinginkan dalam posisi yang tepat, sehingga evaluasi sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan.
Contoh lain adalah pemeriksaan radiografik jaringan lunak. Seperti yang diketahui, pada radiografi konvensional gambaran radiografik jaringan lunak lebih sulit diperoleh. Akan tetapi untuk melihat ruang yang ditempati kelenjar adenoid, misalnya pada posisi lateral sefalometri standar, tidak terlihat jelas. Dengan pengaturan posisi kepala pasien yang agak menunduk, ruang yang ditempati kelenjar ini terbebas dari tumpangan tindih dengan struktur sekitarnya, sehingga perkiraan besarnya kelenjar lebih tepat.
Walaupun sudah diperolah gambaran obyek yang ingin diteliti, interpretasi gambaran radiografik tetap harus memenuhi kaidah-kaidah penelitian radiologi. Sebagai contoh, interpretasi radiografik penelitian skala besar, harus dilakukan evaluasi interexaminer dan extraexaminer, untuk memastikan validitas alat diagnostik yang digunakan. Selain itu, pada penelitian yang memerlukan pemeriksaan radiografik berulang, misalnya sebelum tindakan dan pasca tindakan, diperlukan jaminan kualitas bahwa radiograf yang dihasilkan harus repruducible. Artinya radiograf yang dihasilkan harus sama, walaupun waktu pemeriksaannya berbeda. Penjaminan ini merupakan bagian dari tanggung jawab seorang ahli Radiologi Kedokteran Gigi.
Simpulan dan Saran
Walaupun peralatan canggih di bidang Kedokteran Gigi terus berkembang, radiografi konvensional yang memang sudah digunakan di pusat-pusat kesehatan di Indonesia maupun praktek gigi, masih dapat didayagunakan agar diperoleh informasi diagnostik yang maksimal sesuai tujuan pemeriksaan.
Keahlian dan kreativitas dibidang Radiologi Kedokteran Gigi dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan pelayanan kedokteran gigi. Untuk menghindari pengulangan pemotretan yang berarti dosis rediasi pada pasien maupun diri sendiri bertambah, modifikasi harus dilakukan berdasarkan penelitian-penelitian Radiologi Kedokteran Gigi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Daftar Pustaka
1. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: Principle & interpretation, 4th Ed. St. Louis: Mosby; 2000.p. 88-90, 246
2. Whites E. Essentials of dental radiography and radiology. London: Churchill Livingstone; 2003.p. 278-83
3. Eirektorat Kesehatan Gigi, Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI; 1994.p. 12-5
4. Haring JI, Jansen L. Dental Radiography. Principles & techiques, 2nd Ed. Philadelphia: WB Sauders Co; 2000.p. 342-60
5. langland OE, sippy FH. Special radiographic technique. In: textbook of dental radiography, 2nd ed. Illinois: Chaeles C. Thomas Pub.; 1973.p. 277-81
6. Langland OE, Langlais RP. Principle of dental imaging . William & Wilkins; 2002: 265-7
7. Peterson LJ. Principles of management of impacted teeth. In: Contemporary oral and maxillofacial surgery, 3rd Ed.St.Louis: Mosby Inc.; 1998.p. 236-8
8. Andreasen JO, Petersen JK, laskin DM. Textbook and color atlas of tooth impaction. St. Louis: Mosby;.p. 246-321
9. Rakosi T. An atlas and manual of cephalometric radiography. Great Britain: Wolfe medical Publ.Ltd.; 1982.p. 166-8

No comments:

Post a Comment