DOSIMETRI
RINGKASAN
Untuk mengkuantitasikan
radiasi sehingga dapat dijelaskan berbagai efek yang dapat timbul dalam sistem
tubuh manusia, maka perlu dikenal berbagi besaran radiasi serta satuannya.
Ditinjau dari proses yang terjadi apabila radiasi mengenai materi, kuantitas
tersebut memberikan suatu besaran yang disebut dosis, yang ternyata dapat
beragam tergantung pada segi peninjauan. Disini akan diuraikan berbagai besaran
dosis radiasi yang dikenal dalam bidang Proteksi Radiasi serta satuan untuk
masing-masing besaran. Dijelaskan juga peranan Rekomendasi ICRP yang menjadi
dasar bagi Safety Series IAEA dan pengaruhnya terhadap besaran serta satuan
dosis radiasi.
1. PENDAHULUAN
Sejak awal ditemukan radiasi yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan, disadari pula
potensi bahaya yang ada, khususnya apabila radiasi tersebut mengenai sistem
tubuh manusia. Pemanfaatan tenaga nuklir
dilakukan secara tepat dan hati-hati demi keselamatan, keamanan, ketentraman, kesehatan
pekerja dan anggota masyarakat, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup
serta ditujukan untuk maksud damai dan keuntungan sebesar-besarnya untuk maksud
damai. Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion yang
selanjutnya disebut keselamatan radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk
menciptakan kondisi yang sedemikian rupa agar efek radiasi pengion terhadap
manusia dan lingkungan hiduptidak melampaui nilai batas yang ditentukan.
Nilai Batas Dosis yang ditetapkan dalam ketentuan yang
berlaku adalah penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui oleh seseorang
pekerja radiasi dan anggauta masyarakat selama jangka waktu 1 (satu) tahun,
tidak termasuk penerimaan dosis dari penerimaan medis dan penyinaran alam.
Nilai Batas Dosis bukan batas tertinggi yang apabila
dilampaui seseorang akan mengalami akibat merugikan yang nyata. Setiap
penyinaran yang tidak perlu, harus di hindari dan penerimaan dosis harus
diusahakan serendah-rendahnya.
Untuk mengetahui besarnya dosis yang diterima oleh
pekerja radiasi maka dilakukan pemantauan eksterna dan/atau interna. Untuk keperluan tersebut perlu adanya
besaran radiasi yang dapat digunakan sebagai kuantitas dampak (akibat) negatif
yang ditimbulkannya. Berdasarkan berbagai proses yang telah diketahui terjadi
pada materi yang dikenai radiasi, maka dapat didefinisikan berbagai besaran dan
satuan radiasi tersebut.
Pemantauan eksterna dilakukan dengan menggunakan
dosimeter perorangan dan surveymeter, pemantauan interna dilakukan dengan
menggunakan alat yang sesuai atau dengan analisis secara biologi (bioassay)
utnuk menentukan adanya dan jumlah zat radioaktif dalam tubuh.
Berdasarkan berbagai proses yang telah diketahui
terjadi pada materi yang dikenai radiasi, maka dapat di definisikan berbagai
besaran dan satuan radiasi tersebut. Besaran radiasi tersebut dinamakan sebagai
dosis, yang ternyata sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Besaran radiasi
dikenal sebagai exposure atau biasa disebut sebagai nilai penyinaran terbatas sifatnya, hanya untuk radiasi foton (
sinar X dan sinar gamma) saja,
serta untuk medium udara saja, merupakan kuantisasi dari kemampuan radiasi
foton untuk menimbulkan proses ionisasi di udara.
Berdasarkan definisinya, besaran radiasi tersebut
merupakan kuantisasi dari kemampuan radiasi foton untuk menimbulkan proses
ionisasi di udara. Besaran penyinaran ini digunakan sampai dengan diberlakukannya "falsafah baru"
dibidang Proteksi Radiasi yang didasarkan atas Rekomendasi ICRP No. 26 tahun
1977.
Mengingat terbatasnya pengertian dan penggunaan
besaran penyinaran di atas, maka diperlukan berbagai besaran radiasi lainnya
untuk keperluan Proteksi Radiasi. Besaran
dosis serap dengan simbol D, yang merupakan kuantisasi dari
serapan energi per satuan massa yang terjadi pada benda (materi) yang terkena
radiasi. Besaran ini bersifat umum, dapat diberlakukan untuk semua jenis
radiasi dan materi yang dikenainya. Besaran dosis selanjutnya adalah dosis ekivalen dengan simbol H, yang sekaligus memperhitungkan efek
radiasi sebagai akibat dari jenis radiasi yang berbeda. Dalam hal ini dimasukkan
suatu faktor yang disebut faktor
kualitas radiasi Q. Besaran dosis ekivalen tersebut diperlukan mengingat
harga dosis serap yang sama dapat menyebabkan akibat biologik yang berbeda
apabila jenis radiasinya berbeda.
Untuk memperhitungkan dosis radiasi pada kondisi lain
atau khusus diperlukan juga besaran dosis lainnya. Sebagai contoh, masuknya zat
radioaktif ke dalam sistem tubuh makhluk hidup memerlukan suatu besaran dosis
yang disebut dosis terikat yang
merupakan dosis integral terhadap waktu, sebagai akibat proses pengeluaran zat
radioaktif dalam tubuh yang memerlukan waktu pula. Contoh lainnya adalah
apabila yang terkena radiasi adalah sekelompok manusia dalam jumlah besar maka
digunakan besaran dosis kolektif.
Dengan adanya faktor resiko, yaitu kemungkinan terjadinya kerugian akibat
radiasi maka dapat diperkirakan jumlah tertentu dalam populasi tersebut yang
akan menderita akibat radiasi.
Dalam uraian berikut ini akan dibahas lebih terinci
pengertian berbagai besaran dosis radiasi seperti dijelaskan di atas berikut
dengan satuan untuk masing-masing besaran. Diuraikan pula perkembangan
dosimetri radiasi dari waktu ke waktu, khususnya yang didasarkan atas falsafah
Proteksi Radiasi dari yang "lama" menjadi "baru", serta
hubungan antara keduanya.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah
mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu menguasai dan menerapkan
batasan-batasan dosis aman bagi pekerja dan lingkungannya serta pengawasan
terhadap pemanfaatan sumber radiasi secara benar serta satuan-satuan dosis-dosis
yang diperlukan.
Tujuan Instruksional Khusus
Secara khusus peserta akan mampu
menjelaskan dan menerapkan sistim pembatasan dosis, Nilai Batas Dosis, sehingga
dapat mencegah terjadinya efek bahaya radiasi.
2. BERBAGAI
BESARAN DAN SATUAN
2. 1. U m u m
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari berbagai besaran dan satuan dosis radiasi, sedang pengertian dosis
adalah kuantisasi dari proses yang ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai
materi. Sebagaimana telah dijelaskan, berbagai faktor yang perlu diperhatikan
dalam hal ini antara lain adalah jenis radiasi dan bahan yang dikenainya.
Apabila yang terkena radiasi adalah benda hidup, maka perlu juga diperhatikan
tingkat kepekaan masing-masing jaringan tubuh terhadap radiasi. Demikian pula
apabila zat radioaktif sebagai sumber radiasi masuk ke dalam tubuh, maka pola
distribusi dan proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh perlu
diperhatikan.
2. 2. Hirarki
Dosis.
a. Penyinaran
(X)
Besaran radiasi yang untuk pertama kali diperhatikan
adalah penyinaran (terjemahan dari istilah exposure)
dengan simbol X, yang pada kongres Radiologi pada tahun 1928 didefinisikan
sebagai kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di
udara. Satuannya adalah roentgen atau
R, dimana 1 R adalah besarnya penyinaran yang dapat menyebabkan terbentuknya
muatan listrik sebesar 1 cc, pada kondisi temperatur dan tekanan normal. Secara
matematis penyinaran dapat dituliskan sebagai :
X =
|
dQ
|
(1a)
|
|
dm
|
dengan dQ merupakan jumlah muatan pasangan ion yang
terbentuk di suatu elemen volume udara bermassa dm.
Dalam sistem satuan yang baru (SI), besaran X
berdimensi satuan muatan per satuan massa, yaitu J/kg. Hubungannya dengan
satuan lama adalah :
1
R =
|
2,58
x 10-4 Coulomb/ kg
|
(1b)
|
Dengan terbitnya Rekomendasi ICRP No.26 Tahun 1977
yang menndai awal dari "falsafah baru" Proteksi Radiasi, maka besaran
penyinaran ini tidak dipakai lagi. Salah satu alasannya adalah ruang lingkup
yang sangat terbatas, yaitu hanya berlaku untuk satu jenis radiasi (foton) dan
satu jenis medium (udara) saja.
b. Dosis Serap
(D)
Apabila radiasi mengenai bahan, maka akan terjadi
penyerapan energi di dalam bahan tersebut melalui berbagai macam
proses/interaksi. Dosis serap D didefinisikan sebagai energi rata-rata yang
diserap bahan per satuan massa bahan tersebut. Satuan yang digunakan sebelumnya
adalah rad yang didefinisikan sebagai :
1 rad
=
|
100 erg / gr
|
(2)
|
Sedang saat ini digunakan satuan baru, yaitu gray
(Gy), dimana :
1 gray (Gy) =
|
1 joule / kg
|
(3)
|
Dengan demikian dapat diperoleh hubungan :
1 gray (Gy) =
|
100 rad
|
(4)
|
Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis
radiasi dan semua jenis bahan yang dikenainya, namun bila menyangkut akibat
penyinaran terhadap makhluk hidup, maka informasi yang diperoleh tidak cukup.
Jadi diperlukan besaran lain yang sekaligus memperhitungkan efek radiasi untuk
jenis radiasi yang berbeda.
c. Dosis Ekivalen (H)
Dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis
radiasi yang berbeda ternyata memberikan akibat/efek yang berbeda pada sistem
tubuh makhluk hidup. Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi
di dalam jaringan tubuh yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran
proses yang disebut sebagai alih energi linier. Yang paling berperan dalam hal
ini adalah peristiwa ionisasi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam
materi yang dilaluinya. Dengan demikian, jenis radiasi yang memiliki daya
ionisasi besar (atau jenis atau juga alih energi liniernya) akan dapat
menyebabkan akibat / kerusakan biologik yang besar pula. Besaran yang merupakan
kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan faktor kualitas Q. Dengan demikian
dosis serap H dapat dituliskan sebagai :
H =
|
D.Q.N
|
(5)
|
Dimana N merupakan suatu faktor modifikasi, misalnya
pengaruh laju dosis, distribusi zat radioaktif dalam tubuh, dsb. Untuk
keperluan Proteksi Radiasi, faktor N tersebut selalu dianggap N = 1.
Satuan untuk dosis ekivalen adalah rem, yang dalam
falsafah baru - menurut Publikasi ICRP No.26 Tahun 1977, diganti menjadi
sievert (Sv), dimana :
1 sievert (Sv) =
|
100 rem
|
(6)
|
Berdasarkan
publikasi ICRP No.60 Tahun 1990, maka kualitas Q diubah namanya menjadi faktor
bobot radiasi atau radiation weighting
factor dengan simbol wR. Tabel 1 berikut ini menunjukkan harga wR berbagai
jenis radiasi, yang secara numerik harganya sama dengan harga untuk faktor
kualitas radiasi Q.
Tabel III.1. Faktor
bobot radiasi untuk berbagai jenis radiasi
JENIS RADIASI
|
Q ( 1977 )
|
wR (
1990 )
|
1. Foton, untuk semua energi
2. Elektron dan Muon, semua energi
3. Neutron dengan Energi
a. <
100 keV
b. 10 keV
hingga 100 keV
c. >
100 KeV hingga 2 MeV
d. 2 MeV
hingga 20 MeV
e. > 20
MeV
4. Proton, selain proton rekoil, dengan energi >
2 MeV
5. Partikel alpha, fragmen fisi, inti berat
|
1
1
5
10
10
10
20
20
20
|
1
1
5
10
20
10
5
5
20
|
Catatan :
i.
semua harga tersebut berlaku baik untuk radiasi
externa maupun interna.
ii.
Untuk elektron tidak termasuk elektron Auger yang
dipancarkan oleh inti yang terkait pada DNA.
iii.
Harga wR berdasarkan
ICRP 60 (1990), harga Q berdasarkan ICRP 26 (1977).
d. Faktor bobot jaringan dan dosis efektif
Pada kondisi penyinaran terhadap seluruh tubuh, dimana
setiap bagian tubuh mendapatkan dosis ekivalen yang sama, ternyata efek yang
terjadi tergantung pada organ atau jaringan tubuh. Hal tersebut disebabkan
kepekaan setiap organ atau jaringan yang berbeda untuk dosis ekivalen yang
sama. Dalam hal ini efek radiasi yang diperhitungkan adalah efek stokastik.
Oleh sebab itu diperlukan besaran dosis lain yang disebut dosis ekivalen efektif
atau biasanya disingkat menjadi dosis efektif, dengan simbol ET. Sedang tingkat kepekaan organ atau jaringan tubuh
terhadap efek stokastik akibat radiasi disebut faktor bobot organ atau jaringan
tubuh, dengan simbol wT.
Jadi :
ET =
|
wT .
HT
|
(7)
|
Satuan untuk dosis efektif ET adalah
sievert.
Karena HT = wR . DT
, maka dapat juga dituliskan :
ET =
|
wR .
wT .
DT
|
(8)
|
Untuk
penyinaran seluruh tubuh, maka dosis efektifnya berupa penjumlahan dosis
efektif untuk masing-masing organ atau jaringan. Tabel 2 berikut ini
menunjukkan harga faktor bobot untuk berbagai organ atau jaringan tubuh.
Tabel III.2. Faktor
bobot untuk berbagai organ dan jaringan tubuh.
NO.
|
ORGAN ATAU JARINGAN TUBUH
|
wT ( 1977)
|
wT ( 1990)
|
1.
|
Gonad
|
0,25
|
0,20
|
2.
|
Sumsum Tulang
|
0,12
|
0,12
|
3.
|
Colon
|
-
|
0,12
|
4.
|
Lambung
|
-
|
0,12
|
5.
|
Paru-paru
|
0,12
|
0,12
|
6.
|
Ginjal
|
-
|
0,05
|
7.
|
Payudara
|
0,15
|
0,05
|
8.
|
Liver
|
-
|
0,05
|
9.
|
Oesophagus
|
-
|
0,05
|
10.
|
Kelenjar Gondok (tiroid)
|
0,03
|
0,05
|
11.
|
Kulit
|
-
|
0,01
|
12.
|
Permukaan Tulang
|
0,03
|
0,01
|
13.
|
Organ atau Jaringan Tubuh sisanya
|
0,30
|
0,05
|
e. Dosis Ekivalen Terikat dan Dosis Efektif
Terikat
Apabila
zat radioaktif masuk ke dalam tubuh, maka terdapat suatu selang waktu dimana
tubuh menerima akibat penyinaran yang berasal dari sumber tersebut yang
besarnya tergantung pada waktu. Integral terhadap waktu dari laju dosis
ekivalen, H (t) disebut dosis ekivalen terikat, dimana t adalah waktu integrasi
(dalam tahun) terhitung mulai masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh (intake). Jika t tidak diketahui secara
khusus, maka diambil harga 50 tahun untuk orang dewasa dan 70 tahun untuk
kanak-kanak. Demikian pula hal yang serupa berlaku untuk besaran dosis efektif
terikat E (t).
f. Dosis
Ekivalen Kolektif dan Dosis Efektif Kolektif
Besaran dosimetri ini berlaku untuk kondisi penyinaran
yang melibatkan sejumlah besar populasi (penduduk), jadi merupakan perkalian
antara dosis perorangan dengan jumlah populasi yang terkena penyinaran. Dalam
hal ini perlu diperhitungkan distribusi dosis radiasinya dan distribusi
populasi yang terkena penyinaran tersebut. Simbol untuk besaran dosis
kolektif adalah S.
3. METODA PERHITUNGAN DOSIS
3.1.
Besaran dan Satuan Radioaktivitas
Salah satu besaran penting yang langsung berhubungan
dengan dosis radiasi adalah radioaktivitas atau biasa disingkat menjadi
aktivitas dengan simbol A. Besaran ini menyatakan kekuatan sumber radiasi dalam
bentuk zat radioaktif, yang sebenarnya adalah merupakan jumlah peluruhan yang
terjadi di dalam intinya per satuan waktu.
Untuk sumber radiasi lainnya, besaran yang diperlukan
untuk perhitungan dosisnya dapat beragam, misalnya untuk pesawat sinar-X berupa
arus listrik yang melalui katoda. Berikut ini dijelaskan satuan untuk besaran
aktivitas A, baik dalam sistem satuan yang lama maupun baru, serta hubungan
antara keduanya.
a. Becquerel
(Bq)
Satuan internasional (SI unit) untuk radiotivitasf
adalah Becquerel dengan simbol Bq. 1 Bq = 1 dps, artinya satu inti radioaktif
ditransformasikan dalam 1 (satu) detik.
Hanya ada beberapa radionuklida yang memancarkan gamma
secara murni, biasanya satu atau lebih pancaran foton mengikuti pancaran
partikel bermuatan atau pada proses bersamaan, maka seluruh proses (pancaran
partikel bermuatan dan pancaran foton) diperlakukan sebagai pancaran tunggal.
b. Curie (Ci)
Sebelum
SI, digunakan konsep curie sebagai satuan radioktifvitas. Pada mulanya Curie
didefinisikan sebagai laju desintegrasi 1 (satu) gram radiasi dalam keadaan
setimbang dengan turunannya.
Satuan
Ci digunakan untuk semua radionuklida dan didefinisikan sebagai aktivitas suatu
sumber radiasi yang meluruh menjadi 3,7 x 1010 dps. Jadi :
1
Ci = 3,7 x 1010 Bq
Contoh :
Zat radioaktif Co60 dengan aktivitas 37 Gbq
atau 1 Ci akan menghasilkan transformasi yang terdiri dari :
3,7
x 1010 s-1 radiasi beta dengan energi 0,31 MeV
3,7
x 1010 s-1 radiasi gamma dengan energi 1,17 MeV
3,7
x 1010 s-1 radiasi gamma dengan energi 1,33 MeV
3.2. Dosimetri
Eksterna
Untuk
menentukan besarnya penyinaran suatu sumber radiasi yang terletak di luar suatu
medium atau di luar tubuh manusia pada suatu titik di udara diperlukan suatu
pengukuran yang dinamakan dosimetri eksterna. Begitu juga untuk menentukan
besarnya dosis yang diterima oleh
suatu medium atau tubuh manusia
dari suatu sumber yang terletak di luarnya, digunakan metode yang juga termasuk
dosimetri eksterna.
3.2.1. Hubungan
Nilai Penyinaran dengan Dosis
Besar
nilai penyinaran dari suatu berkas radiasi berarti kemampuan berkas radiasi
tersebut untuk membentuk pasangan ion di udara, dalam volume, tekanan dan
temperatur tertentu. Besarnya dosis pada elemen volume ialah besarnya energi
rata-rata berkas yang terserap pada elemen volume tersebut. Kedua pengertian
ini secara tidak langsung merupakan peristiwa pemindahan berkas radiasi ke
lingkungannya, karena itu dapat dikaji korelasi antara kedua besaran tersebut.
Bila berkas rediasi sama dan medium yang digunakan sama, maka dengan mudah
dapat dijabarkan hubungan antara kedua besaran tersebut di udara. Satuan Roentgen, pada waktu pertama kali (dalam
tahun 1928) didefinisikan hanya berlaku untuk sinar-X, tetapi dalam tahun 1937
didefinisikan kembali dan tidak hanya berlaku untuk sinar-X, tetapi juga
berlaku untuk sinar gamma (g) dengan pengertian
sebagai berikut :
"Satu
roentgen adalah kuantitas radiasi sinar-X atau gamma yang menghasilkan satu
e.s.u. ion positif atau negatif di dalam satu cm3 udara normal
(NTP)".
Dari definisi satu roentgen dengan mudah dapat
dijabarkan energi sinar-X atau gamma yang terserap di dalam satu gram udara
sebagai berikut : 1 R = 1 esu / cm3
udara (NTP)
Oleh karena 1 ion bermuatan 4,8 x 10-10
esu, dan massa 1 cm3 udara standar adalah 0,001293 g, maka nilai
penyinaran sebesar 1 R sesuai dengan penyerapan energi sebesar 87,7 erg oleh 1
gram udara atau 87,7 erg / gram. Oleh karena :
1 rad = 100 erg / gram
udara
1 erg /
gram udara = 0,01 rad
atau 1
R = 0,877 rad
Bila medium yang digunakan bukan udara maka hubungan
antara kedua besaran tersebut adalah : D
= f X (9)
X = laju penyinaran
D = laju dosis
f = faktor konversi dari nilai penyinaran ke dosis
Tabel III.3. Faktor
Konversi dari nilai penyinaran ke dosis
Energi Foton
|
Nilai f dalam rad / R
|
||
(MeV)
|
Air
|
Otot
|
Tulang Keras
|
0,010
0,020
0,040
0,060
0,080
0,10
0,50
1,0
2,0
3,0
|
0,019
0,879
0,879
0,905
0,932
0,949
0,965
0,965
0,965
0,962
|
0,925
0,917
0,920
0,929
0,940
0,949
0,957
0,957
0,955
0,955
|
3,55
4,23
4,14
2,91
1,91
1,46
0,925
0,919
0,912
0,929
|
3.2.2.
Perhitungan Nilai Penyinaran dan Dosis
Persyaratan
utama dalam proteksi radiasi apabila seseorang akan bekerja di dalam medan
radiasi maka ia harus telah mengetahui laju penyinaran radiasi agar ia dapat
bekerja dengan aman. Untuk sumber radiasi tertentu, laju penyinaran untuk
aktivitas 1 Ci pada jarak 1 m telah diketahui dan disajikan pada tabel III.4
berikut ini.
Tabel III.4. Laju Penyinaran Sinar - g untuk bermacam-macam
isotop dengan aktivitas 1 Ci pada jarak 1 m.
Isotop
|
Waktu Paruh
|
Energi Sinar - g
( MeV )
|
Laju
Penyinaran pada jarak 1 m
( R / Jam )
|
|
22Na
|
2,6 tahun
|
2,3
|
1,32
|
|
24Na
|
15 jam
|
1,38 ; 2,76
|
1,89
|
|
42K
|
12,4 jam
|
1,5
|
0,15
|
|
51Cr
|
27 hari
|
0,32
|
0,02
|
|
52Mn
|
5,7 hari
|
0,73 ; 1,46
|
1,93
|
|
192Ir
|
74 hari
|
0,13 – 0,61
|
0,50
|
|
60Co
|
5,3 tahun
|
1,17 ; 1,33
|
1,30
|
|
137Cs
|
30 tahun
|
0,66
|
0,33
|
|
Ra(B+C)
|
(utama 0.41)
filter 0,5 mm Pt.
|
Catatan :
(f=1, Q=1)
|
Nilai laju penyinaran jarak 1 m dari sumber dengan aktivitas
1 Ci sebagaimana tercantum dalam tabel III.4, dinamakan “konstanta gamma” G, yang kadang-kadang disebut juga sebagai “faktor K”.
Untuk
suatu sumber radiasi dengan energi E MeV, nilai konstanta gamma dapat
ditentukan sebagai berikut :
Energi radiasi yang dipancarkan oleh titik sumber
radiasi energi tunggal dengan aktivitas 37 GBq atau 1 Ci adalah :
3,7 x
1010 x E MeV per detik ( 1 MeV = 1,6 x 10-6 erg )
3,7 x 1010 x 1,6 x 10-6
x3600 m
G = x E x x E x
(R/jam) pada jarak 1 m
4p x 1002 x 87,7 r
m
=
19,338 x x E (R/jam) (11)
r
Untuk sumber radiasi
yang memancarkan beberapa macam radiasi dengan energi yang berbeda-beda, nilai
konstanta radiasi gamma adalah :
m m m
G = 19,338 f1 x E1 + f2 x E2 + …… fn x En (12)
r 1 r 2 r n
fn =
Presentase radiasi gamma ke n terhadap jumlah seluruh radiasi yang dipancarkan.
Persamaan terdahulu dapat lebih disederhanakan
lagi. Untuk energi kuantum dari 60 ke
V – 2 MeV,
koefisien serapan liniernya ( m ) bervariasi kecil
sekali terhadap energi yaitu nilainya sekitar : m = 3,5 x 10-5
cm-1
sedang r = 1,293 x 10-3
g/cm3
sehingga :
I n
G = 0,53 S fiEi
( R / jam ) pada jarak 1 m untuk 37 GBq atau 1 Ci
I 1
i-n
0,59 = S fiEi ( rad / jam ) (13)
I 1
3.2.3. Laju
Dosis
a) Laju dosis dalam rad per satuan waktu pada suatu titik
dengan jarak (dm ) dari sumber yang aktivitasnya qCi dapat dihitung
dengan cara mengukur / menghitung laju nilai penyinaran.
q
Xd
= G ( R / jam ) (14)
d2
Kemudian laju nilai penyinaran ini dikalikan
faktor konversi f, maka diperoleh :
Dd
= fXd rad / jam, dan bila dikalikan dengan faktor kualitas Q, maka
diperoleh
Hd
= DdQ rem / jam
Xd
= laju dosis serap
Hd
= laju dosis ekivalen
b) Perhitungan laju dosis dapat dilakukan dengan rumus
pendekatan :
ME
H
= mSv / jam ; dimana M adalah aktivitas dalam MBq (15)
6d2
E = Energi
dalam MeV per peluruhan dan d jarak dalam m.
c) Sumber Radiasi Gamma dan Beta berdimensi besar
Kecepatan dosis pada permukaan
sumber dalam bentuk batang padat berdimensi
besar :
D = 1,07
SE rad / jam
S =
aktivitas jenis sumber dalam mCi/g
E = energi
rata-rata dalam MeV per disintegrasi
Dalam hal sinar beta, E adalah energi beta
rata-rata, yaitu sepertiga dari energi maksimum spektrum beta.
Contoh :
a) Sumber radiasi
5 Ci Cs137 akan digunakan dalam industri. Perlu diketahui laju
penyinaran pada jarak 10 m dari sumber agar selanjutnya dapat diperhitungkan
besar dosis serap dan dosis ekuivalennya. Dari tabel data dilihat :
T
untuk Cs-137 = 0,33
X10m
=
|
0,33 x 5
|
102
|
T
untuk Cs – 137 : 0,33
X = 033 x 5 = 0,0165 R/jam = 16,5 mR/ja
Faktor konversi f berdasarkan pertimbangan praktis
proteksi radiasi dianggap mendekati satu ( f @ 1 ).
D10m
= 1 x 16,5 mR/jam = 16,5 mrem/jam
H10m
= D10mQ = 16,5 x 1 = 16,5 mrem/jam
b) Hitung laju
dosis ekuivalen pada jarak 2 m dari 240 Mbq Co-60.
Energi
Gamma Co60 : 1,17 MeV dan 1,33 MeV per peluruhan.
me
H =
------ mSv / jam
6d2
240 ( 1,17 + 1,33 )
= ( mSv / jam )
6 x 22
= 25 mSv / jam
c) Perhitungan
laju dosis beta pada permukaan sumber radiasi berbentuk batang.
Laju
dosis = 1,07 SE rad/jam
Diketahui
S = 0,32 mCi/g, Emaks =
(2,32 MeV) / peluruhan
Laju dosis = 1,07 x 0,32 x (2,32/3) rad / jam
= 0,27 rad / jam
No comments:
Post a Comment