Saturday, 25 February 2012

PEDOMAN PENGOBATAN HIPERTIROID DENGAN IODIUM RADIOAKTIF DI BAGIAN KEDOKTERAN NUKLIR RSHS BANDUNG
        Pengobatan hipertiroidi dengan radioaktif (I-131) merupakan cara pengobatan definitive penyakit tersebut. Radiasi beta dari I-131 akan mengablasi sel-sel folikel tiroid sehingga produksi hormon tiroid yang berlebihan dihentikan. Efek ablasi tersebut berlangsung secara bertahap; dengan dosis sedang secara klinis baru akan tampak setelah 8-12 minggu. Efek tersebut dapat diperlambat atau dipercepat dengan memberikan dosis yang lebih rendah atau lebih tinggi.
          Pemilihan besarnya dosis tergantung pada pertimbangan klinis, besarnya kelenjar dan tingkat kemampuan kelenjar untuk menangkap iodium. (angka penangkapan/%iodium uptake 24 jam). Terdapat juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi kemangkusan pengobatan seperti antara lain kadar iodium dalam makanan. Pada pasien yang mendapat pengobatan iodium radioaktif dianjurkan untuk tidak mengkomsumsi obat-obatan dan makanan yang mengandung iodium (lihat lampiran) selama beberapa hari.
          Yang perlu diperhatikan adalah hipotiroidi yang terjadi pasca pengobatan. Dengan dosis moderat kejadian hipotiroidi sekitar 10% dalam 2 tahun pertama, dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya. Makin tinggi dosis yang diberikan akan makin awal terjadinya dan makin tinggi kejadian hipotiroidi. Pengobatan hipotiroidi dengan iodium radioaktif dapat memperburuk oftalmopati yang sedang aktif. Pengobatan hipotiroidi dengan iodium radioaktif diutamakan pada pasien yang resisten dengan obat antitiroid atau yang residif pasca tiroidektomi. Tidak ada pembatasan umur yang diperkenankan mendapat cara pengobatan ini karena terbukti tidak mengganggu fertilitas, serta juga tidak ada efek teratogenik, karsinogenik maupun leukomogenik.
Indikasi
Semua jenis hipertiroidi, kecuali : tirotoksikosis faktitia, hipertiroidi dalam kehamilan atau sedang laktasi dan hipertiroidi selintas postpartum.
Radiofarmaka
NaI-131 dengan dosis rendah (80-150uCi/g), sedang (150-200uCi/g), atau tinggi (>200uCi/g),diberikan per oral.
Persiapan
  • Obat atau makanan yang mengandung iodium tinggi dihentikan paling kurang satu minggu sebelumnya.
  • Obat-obatan antitiroid dihentikan paling kurang 5 hari sebelumnya
  • Pada hari pemberian pasien puasa, dan baru boleh makan satu jam setelah pemberian 131I .
Catatan
    • Dosis ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :
                                        berat kelenjar (gr) X dosis (uCi/gr)
         Dosis (uCi) =     --------------------------------------
                                        % angka penangkapan 24 jam
    • Berat kelenjar ditentukan melalui sidik kelenjar tiroid (platimetri) atau pemeriksaan ultrasonografi.
    • Efek samping yang perlu diperhatikan :
    • Eksaserbasi tirotoksikosis, jarang terjadi (biasanya dalam satu minggu pasca pengobatan)
    •  Rasa pembengkakan didaerah tiroid dan mulut kering (biasanya hilang sendiri)
    • Hipotiroidi selintas (biasanya 3-6 bulan pasca pengobatan)
    • Hipotiroidi menetap (dipantau dengan menentukan kadar TSHs secara periodik 3-6 bulan sekali)
    • Apabila dalam 3-6 bulan belum menunjukan perbaikan, pengobatan dengan iodium radioaktif dapat diulang kembali.
    • Pasien wanita atau isteri pasien pria tidak boleh hamil selama 6 bulan pasca pengobatan; pakailah obat/alat kontrasepsi selama waktu tersebut.
    • Pasien dianjurkan untuk tidak berada dekat bayi atau anak-anak berusia dibawah 12 tahun atau wanita hamil selama paling kurang 2 hari setelah pengobatan.
Pencitraan Organ dengan Radioisotop
21 Nov 2011
kecilkan fontperbesar font
Untuk keperluan diagnosa, aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran seringkali memanfaatkan radioisotop yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien secara inhalasi melalui saluan pernafasan, melalui mulut maupun injeksi. Kepada pasien diberikan radiofarmaka yang sesuai dengan jenis pemeriksaan yang dikehendaki. Berbagai jenis radiofarmaka digunakan untuk mempelajari berbagai jenis organ. Setelah masuk ke dalam tubuh, radiofarmaka akan menuju ke organ tertentu. Karena senyawa tersebut dapat memancarkan radiasi gamma, maka keberadaannya di dalam organ tubuh dapat diketahui dengan pemantau radiasi, baik kinetik maupun distribusinya.
            Pemantau radiasi yang digunakan dalam pemeriksaan ini berupa kamera gamma yang dapat mendeteksi sinar gamma dari bagian tubuh pasien yang sedang diperiksa. Kamera gamma merupakan peralatan kedokteran nuklir yang utama. Alat ini mampu menghasilkan gambar atau mengukur fungsi dari organ yang sedang dipelajari. Seringkali juga digunakan kamera gamma yang berputar untuk membuat gambar organ tubuh dalam tiga dimensi. Penggunaan komputer yang dirangkai dengan kamera gamma ini dapat membantu dalam interpretasi hasil pemeriksaan. Diagnosa yang menghasilkan gambar ini dikenal dengan teknik pencitraan (imaging studies).
          Gambar citra yang dihasilkan bisa berupa gambar statik maupun gambar dinamik. Gambar statik memberi informasi kondisi organ pada suatu saat tertentu saja, sedang gambar dinamik memberikan informasi berupa perubahan keadaan pada organ atau bagian tubuh selama kurun waktu tertentu. Studi dinamik mengukur kinerja suatu organ atau sistem tubuh menurut fungsi waktu. Informasi yang diperoleh dengan teknik pencitraan tersebut di samping berupa gambar (citra) organ atau bagian tubuh maupun seluruh tubuh (whole body imaging), juga dapat berupa kurva-kurva atau angka-angka yang bisa dianalisa lebih lanjut. Dengan menggabungkan hasil pemeriksaan kedokteran nuklir dan hasil pemeriksaan sinar-X serta pemeriksaan lainnya, akan diperoleh hasil analisa yang lengkap mengenai kondisi pasien.

Aman dan Hasil Lebih Baik

         Untuk tujuan diagnosa, pemeriksaan secara kedokteran nuklir dapat dilakukan dengan mudah, murah serta dihasilkan informasi diagnosa yang akurat. Dari diagnosa ini dapat diperoleh informasi tentang fungsi organ tubuh yang diperiksa serta gambaran anatominya. Hal tersebut dimungkinkan karena sejumlah kecil radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop sangat mudah dideteksi dengan pemantau radiasi. Jika suatu jenis radioisotop dimasukkan ke dalam tubuh pasien, maka distribusi, laju distribusi dan konsentrasi radioisotop tersebut sangat mudah dilacak menggunakan pemantau radiasi.
           Dewasa ini peranan kedokteran nuklir cukup besar dalam menunjang diagnosis penyakit-penyakit secara cepat, tepat dan seringkali lebih dini. Hampir semua cabang ilmu kedokteran dapat memanfaatkan peranan kedokteran nuklir. Tes diagnostik dengan radioisotop dapat digunakan untuk mengetahui :
  • Baik tidaknya fungsi organ tubuh.
  • Proses penyerapan berbagai senyawa tertentu oleh tubuh.
  • Menentukan lokasi dan ukuran tumor dalam organ tubuh.
           Radioisotop yang digunakan dalam teknik nuklir kedokteran berumur paro (T1/2) sangat pendek, mulai dari beberapa menit sampai beberapa hari saja. Di samping berwaktu paro pendek, juga berenergi rendah dan diberikan dalam dosis yang kecil saja, mengingat ada efek sampingan dari radiasi yang merugikan terhadap tubuh apabila radioisotop tersebut tinggal terlalu lama di dalam tubuh. Technicium-99(99mTc) merupakan salah satu jenis radioisotop yang paling banyak digunakan dalam kedokteran nuklir untuk tujuan diagnosa. Radioisotop yang ditemukan oleh Perrier dan Serge pada tahun 1961 ini dipilih karena mempunyai waktu paro sangat pendek, yaitu enam jam, sehingga dosis radiasi yang diterima pasien sangat rendah.
      Technicium-99m juga merupakan radioisotop pemancar sinar gamma murni dengan energi 140,5 keV. Sinar gamma yang dipancarkannya sangat mudah dideteksi. Sifat menguntungkan lainnya dari 99mTc ini adalah dapat berikatan dengan berbagai bahan secara stabil, tidak beracun, murah dan mudah penyediannya. Hingga kini ada sebanyak 10 jenis radiofarmaka yang mengandung senyawa 99mTc telah digunakan untuk kegiatan kedokteran nuklir. Diperkiraan setiap tahunnya paling tidak ada lima juta pasien di seluruh dunia menjalani diagnosa dengan 99mTc ini.

Deteksi Dini

            Hampir seluruh organ dalam tubuh manusia dapat didiagnosa dengan teknik nuklir kedokteran, seperti pemeriksaan otak, limpa, hati, jantung, ginjal, tulang, darah, pembuluh darah, paru-paru, saluran pencernaan, kelenjar gondok dan lain-lain. Teknik nuklir kedokteran juga dapat dipakai untuk memeriksa penyebaran penyakit kanker tulang. Hanya dengan teknik ini penyakit tersebut dapat dideteksi semenjak dini, sedang teknik lainnya baru bisa mendeteksinya bila penyakit tersebut telah lanjut. Teknik nuklir kedokteran juga dapat dipakai untuk mengetahui secara dini ada tidaknya penyakit jantung koroner. Beberapa contoh pemeriksaan kedokteran nuklir antara lain adalah :
  • Sken (scanning) otak digunakan untuk memeriksa penyakit-penyakit otak, antara lain  infeksi, tumor dan kelainan vaskuler. Dalam pemeriksaan ini pasien diinjeksi dengan radiofarmaka. Untuk mempelajari sirkulasi darah diambil gambar dinamik langsung setelah injeksi.
  • Uji tangkap tiroid dan sken tiroid digunakan untuk memeriksa fungsi tiroid dan kelainan-kelainan marfologi. Uji tangkap tiroid dilakukan dengan cara memberikan sejumlah kecil radiofarmaka kepada pasien secara peroral atau suntikan. Jumlah radiofarmaka yang ditangkap oleh kelenjar tiroid menunjukkan fungsi kelenjar tersebut.
  • Sken paru-paru seringkali dipakai untuk mendeteksi adanya gumpalan darah dalam paru-paru. Proses pemeriksaan dilakukan dengan menginjeksikan partikel radiofarmaka yang akan terbawa aliran darah ke paru-paru. Pengambilan gambar dilakukan dengan kamera gamma. Pemeriksaan dengan kedokteran nuklir ini seringkali dikombinasikan dengan pemeriksaan menggunakan gas raioaktif yang dilakukan sehari sesudah atau sebelum sken dan disertai pula dengan pemeriksaan sinar-X.
  • Sken jantung digunakan untuk studi penyakit jantung koroner dan mengevaluasi fungsi jantung atau menentukan adanya serangan jantung yang baru saja terjadi.
  • Teknik nuklir dapat pula dipakai untuk sken hati, limpa, sistim empedu, ginjal dan tulang untuk mengetahui penyakit yang ada pada organ-organ tersebut.
Dikirim oleh: Mukhlis Akhadi

Teknik Pemeriksaan Kedokteran Nuklir (Renografi Konvensional)

1. PENGERTIAN
Disebut juga pemeriksaan radionuklida ginjal dinamik, dengan prinsip pemeriksaan dengan menilai penangkapan radionuklida oleh ginjal yang dialirkan melalui nephron dan dieksresikan ke dalam pelvis ginjal dan kemudian melalui ureter sampai dengan kandung kemih. Kurva hasil pemeriksaannya menunjukkan perubahan aktivitas ginjal terhadap waktu yang menggambarkan fisiologis ginjal seperti fungsi penangkapan, waktu transit dan efisiensi outflow.

2. INDIKASI
 Obstruktif Uropati
 Transplantasi Ginjal
 Kelainan kongenital pada ginjal
 Evaluasi trauma saluran kemih
 Gagal ginjal akut dan kronis
 Uji saring hipertensi renovaskular
3. PERALATAN
 Kamera gamma dengan kolimator jenis general – purpose atau high sensitivity
 Matriks 64 x 64 pixels
 Akusisi frame 10 – 20 detik
 Lama pemeriksaan 30 – 40 menit
4. RADIOFARMAKA
• Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
• Tc– 99m DTPA dengan dosis5 mCi
• Tc– 99m EC dengan dosis2,5 mCi
• I– 123 Hippuran dengan dosis2 mCi
5. PERSIAPAN PASIEN
• Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan.
• Penderita dewasa : minum 400 ml air 20-30 menit sebelum pemeriksaan.
• Penderita anak-anak : diberikan volume cairan sesuai dengan berat badan.
• Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan renogram bersamaan dengan pemeriksaan IVP.
• Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.
• Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, penderita sebelumnya diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap I-131.
6. PROSEDUR PEMEERIKSAAN
1) Pasien supine atau tidur terlentang dengan kamera gamma berada di posterior atau punggung pasien.
2) Duduk atau setengah duduk agar lebih fisiologis.
3) Radiofarmaka disuntikkan pada vena mediana kubiti secara bolus.
4) Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan.
7. PEMROSESAN DATA
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang untuk membuat kurva waktu-aktivitas.
8. FASE PENILAIAN KURVA NORMAL
1) Fase Initial
• Terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskular ke dalam ginjal.
• Menunjukkan teknik penyuntikan radiofarmaka, apakah bolus atau tidak.
• Terjadi kurang dari 2 menit.
2) Fase Sekresi
• Menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan meningkat secara bertahap
• Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel tubuli ke dalam lumen tubulus
• Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2 – 5 menit
3) Fase Ekskresi
• Tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan meninggalkan ginjal.
• Menggambarkan pola urodinamik dari ginjal dan pola eliminasi melalui sistem pelvikalises menuju ke ureter dan vesika urinaria, sehingga fase ini sangat sensitif untuk kelainan pada saluran kemih.
9. FASE PENILAIAN KURVA ABNORMAL
• Jika ginjal tidak berfungsi maka penangkapan radioaktivitas akan minimum atau tidak ada sama sekali.
• Kurva akan berjalan datar/tidak beraturan karena pada kurva tersebut hanya menggambarkan aktivitas background saja.
• Pada kasus obstruksi total, vesika urinaria tidak tampak. Fase kedua akan tampak naik terus dan tidak terlihat adanya fase ketiga.

10. PARAMETER TAMBAHAN PADA PENILAIAN HASIL RENOGRAM
a. Waktu Transit Seluruh Ginjal (Whole Kidney Transit Time/WKTT)
Adalah waktu total yang dibutuhkan radiofarmaka untuk transit melalui parenkim ginjal dan pelvis atau jumlah antara waktu transit parenkim rata-rata (Mean Parenchyma Transit Time/MPTT) dan Waktu transit pelvis (Pelvic Transit Time/PvTT). Nilai normal MPTT adalah 100 – 200 detik.

b. Indeks Waktu Transit Parenkim (Parenchymal Transit Time Index / PTTI) dan Indeks Waktu Transit Seluruh Ginjal (Whole Kidney Transit Time Index / WKTTI)
PTTI adalah MPTT dikurangi Waktu Transit Minimum (MinTT), nilai normal PTTI adalah 10 – 156 detik. WKTTI adalah WKTT dikurangi MinTT, nilai normal WKTTI adalah 20 – 170 detik.
Ismaya (Twis)

kedokteran nuklir

SNLP (SENTINEL NODE LIMFOSKINTIGRAFI)

1. Sekilas Tentang Kedokteran Nuklir

       Kedokteran nuklir merupakan salah satu sarana pemeriksaan pencitraan suatu alat tubuh, pemeriksaan fungsi alat tubuh dengan memanfaatkan sifat radiasi dari unsur isotop. Untuk mendapatkan isotop tersebut ke alat tubuh yang akan diperiksa perlu suatu bahan senyawa yang disebut farmaka, gabungan isotop dengan senyawa pembawa disebut radiofarmaka. Radioisotop yang sering dipakai adalah Tc 99m, yang mempunyai waktu paruh 6 jam dan sinar yang dipancarkan hanya sinar gamma yang mempunyai kekuatan 140 KeV. Dan contoh farmaka yang dipakai adalah MDP, PENTACIS, NANOCIS dan sebagainya.
       Radiofarmaka mencapai ke alat tubuh melalui intravena, intratekal, subkutan, dengan cara metabolisme inhalasi, embolisasi fasesitose dan pertukaran aktif.
       Setelah radiofarmaka di dalam tubuh, radiasi yang dipancarkan di deteksi oleh pesawat gamma camera yang terdiri dari kolimator serta perlengkapan elektronik / komputer untuk menjelmakan dalam bentuk aktivitas kurva atau pencitraan alat tubuh yang selanjutnya dapat dinilai fungsi atau morfologi secara pencitraan.

2. Sejarah Penemuan Sentinel

       R.S. Cabanas, seorang residen urologi di memorial Sloam-kattering Cancer center di Newyork, th 1977,  adalah orang yang pertama kali mengawali istilah “Sentinel Node”, yang kemudian dikembangkan oleh D.L.Morton dan A.J.Cocharm dari John Wayne Cancer Institut di Saint John’s Healt Center di Santa Monica dan UCLA yang kemudian mengembangkan konsep dari pemetaan limfatik dan biopsy kelenjar selektif melanoma. Mereka mendasari bahwa setiap kelenjar yang berada di suatu lapangan limfatik tertentu bisa berlaku sebagai kelenjar sentinel. Tidaklah mengherankan Morton tampil dengan pemetaan limfatik ini, dan morton dipandang sebagai salah satu dari perintis limfoscintigrafi, dan pemetaan limfatik yang mengandalkan kepada limfoskintigrafi.
3. Definisi Sentinel Node
       Beberapa investigator dari kedokteran nuklir mencoba mendefinisikan sentinel node sebagai kelenjar getah bening pertama yang tampak pada gambaran limfoskintigrafi. Karena node pertama yang menyala adalah sentinel node.Sentinel adalah Kelenjar getah bening pertama yang disinggahi oleh sel kanker.
       Sentinel Node Limfoskintigrafi adalah Pemeriksaan payudara  dan kelenjar getah bening dengan menggunakan bahan radioisotopTc 99m dan farmaka yang mengandung Rhenium Sulfida ( Re2 S7 ).
Sentinel node merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan mammografi konvensional yang menunjukkan gambaran keganasan (kanker).
4.  Indikasi
Untuk menilai penyebaran kanker payudara ke kelenjar getah bening.
5. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengidentifikasi penyebaran kanker payudara pada kelenjar getah bening aksila, kelenjar getah bening mammaria interna dan kelenjar getah bening intra dan supra klavicula.

6. Manfaat Pemeriksaan Sentinel Node Limfoskintigrafi

>     Untuk memberi informasi tentang jumlah yang tepat dan lokasi dari kelenjar – kelenjar sentinel yang harus ditemukan dan diangkat / dioperasi bisa diketahui sebelum prosedur operasi sentinel node dimulai.
>     Gambaran yang dikehendaki bisa diatur baik pandangan anterior atau lateral, sehingga kedalaman dari letak sentinel node dari permukaan kulit bisa ditunjukkan dengan tepat.
7. Persiapan Pemeriksaan
>  Bahan – bahan
1).  Radioisotop Tc 99 m.
2).  Farmaka Rhenium Sulfida (Re2 S7), Nannocis.
>  Persiapan Radiofarmaka :
1). Bahan radioisotop dicampur dengan farmaka, kemudian dipanaskan sampai mendidih 15-30 menit agar terjadi koloid, sehingga mempengaruhi jalannya radioisotop ke saluran kelenjar getah bening.
2). Dinginkan sampai menjadi suhu ruangan.
3). Setelah radiofarmaka mencapai suhu ruangan, baru disuntikan kepada pasien sebanyak 1-2 m Ci.
8.  Teknik Pemeriksaan     
        Radiofarmaka yang telah siap, di suntikan dibawah permukaan kulit (Peri tumoral / intra tumor) ke payudara pasien yang terdapat benjolan / lesi dengan bantuan USG.

Pada waktu pengambilan gambar, dibuat marker diatas kulit yang telah disuntikan radiofarmaka, ini bermanfaat, khususnya untuk biopsi sentinel node bagi pasien yang gemuk

9.  Teknik Pengambilan gambar

>   Statik
1). Posisi pasien : AP telentang tiduran dan akan mendapatkan 2 gambaran langsung AP dan Lateral
2). Pengambilan gambar dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : 1 Jam, 2 Jam sampai 4 Jam.
3). Di ambil gambaran Kelenjar getah bening aksila, kelenjar getah bening mammaria interna dan kelenjar getah bening intra dan supra klavicula.
POSISI AP DAN LATERAL

10. Penilaian

>   Identifikasi Hot spot kelenjar getah bening aksila, kelenjar getah bening  mammaria interna, kelenjar getah bening intra dan supra klavicula.
>     Jumlah Hot spot
HASIL GAMBARAN SNLP STATIK
  1. KESIMPULAN
  2. SNLP (Sentinel node limfoskintigrafi ) dilakukan untuk pelacakan kelenjar getah bening.
  3. Terlihat hasil dari Mastektomi
 SETELAH BC
 SETELAH MASTEKTOMI

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kardinah Sp.R. dr, Pemeriksaan Radiodiaknostik Pada Kanker Payudara Dini (makalah),  RS. Kanker Dharmais, Jakarta
  1. Kahar Kusumawijaya dr. Indikasi Pemeriksaan Kedokteran Nuklir (makalah), Radiologi FKUI/RSCM, Jakarta.
  1. Mariani, G, Moresco, L,G, et al, Radio guided sentinel lymph node biopsy in breast cancer surgery. J Nucl Med 2001; 42: 1198 – 121
  1. Samuel J.Haryono SpB,K Onk, Pemetaan limfatik Dan Biopsi Sentinel Node Kanker Payudara Stadium Dini ( makalah), RS Kannker Dharmais, Jakarta
  1. Tim penenggulangan dan pelayanan kanker payudara terpadu paripurna RS.Kanker dharmais (Kardinah Sp.R) dr, Penatalaksanaan kanker payudara terkini  Pustaka Populer Obor, Jakarta 2003

No comments:

Post a Comment