MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Dalam pencitraan MRI, dokter interes pada
perspektif klinis, sedangkan fisikawan medis seharusnya lebih memperhatikan
karakteristik fisika citra. Nilai klinis citra tergantung pada karakter
fisikanya. Peran fisikawan medis yang utama membantu optimasi berbagai
karakteristik fisika untuk aplikasi klinik yang khusus. Beberapa karakteristik
MRI yang perlu diperhatikan adalah :
- Karakteristik kualitas citra
- Karakteristik spasial
- Karakteristik visual citra
Beberapa karakteristik merupakan variabel yang
berkaitan dengan desain pesawat, metoda pencitraan spesifik, pemilihan berbagai
faktor protokol pencitraan.
Karakteristik
kualitas citra
Kualitas citra yang menentukan dokter mampu
visualisasi struktur, fungsi, dan tingkat patologik dalam tubuh pasien.
Kualitas citra merupakan gabungan antara 5 karakteristik spesifik.
- Kemampuan dan limitasi proses MRI
- Desain pesawat MRI
- Kontrol kualitas dan perawatan peralatan
- Faktor yang berhubungan dengan pasien
- Protokol pencitraan
Berbagai faktor
protokol
Pencitraan MRI merupakan proses yang kompleks,
dengan banyak faktor variabel atau parameter yang harus diatur oleh operator.
Yang perlu diperhatikan termasuk faktor berikut:
- Metoda pencitraan (pulsa rf dan urutan gradien)
- Nilai parameter untuk setiap metode
- Cara pencitraan (karakteristik spasial)
- Teknik pencitraan spesifik (reduksi artifact)
Dengan memilih kombinasi faktor protokol dapat
dibuat citra yang optimum sesuai dengan kebutuhan klinis.
Hubungan antara berbagai faktor protokol dengan
kualitas citra sering sangat kompleks. Mengubah salah satu faktor protokol
dapat mengakibatkan karakteristik citra yang berbeda. Perubahan satu faktor
protokol untuk meningkatkan salah satu aspek kualitas citra akan mengakibatkan
penurunan satu atau lebih karakteristik citra. Pada umumnya variabilitas
yang tinggi dalam kualitas MRI berkaitan erat dengan banyak faktor protokol
yang tersedia.
Kualitas
citra
Pemilihan MRI untuk aplikasi klinis spesifik pada
umumnya ditentukan oleh karakteristik kualitas citra. Dibandingkan dengan citra
dengan modalitas sinar x (radiografi dan CT) MRI mempunyai kelebihan dan
kekurangan karakteristik kualitas.
Sensitivitas
kontras
Kontras sensitivitas tinggi membuat MRI menjadi
modalitas yang sangat berharga. MRI mampu untuk menghasilkan citra perbedaan
kecil dalam karakteristik jaringan dan fluida yang tidak tampak dalam citra
dari modalitas lain. Pencitraan MRI dapat diatur sehingga sensitive pada
karakter berikut:
·
Densitas proton
·
T1 (longitudinal
magnetization relaxation time)
·
T2 (transverse
magnetization relaxation time)
·
Tipe jaringan
(chemical shift)
·
Stuktur vaskular
(blood flow velocity and direction)
Sensitivitas kontras pada karakteristik jaringan
atau fluida spesifik ditentukan dengan seleksi metoda pencitraan spesifik
dan kemudian mengatur parameter yang sesuai dengan metoda khusus
tersebut.
Visibilitas
detail
Visibilitas detail anatomi atau obyek kecil
dibatasi oleh pengaburan berkaitan dengan proses pencitraan. Sumber
utama pengaburan MRI adalah ukuran individu voxel jaringan. Semua jaringan
dalam suatu voxel merupakan satu kesatuan dalam pengaburan. Visibilitas detail
anatomi diperoleh dengan menggunakan ukuran voxel yang kecil. Meskipun MRI
mampu membuat voxel kecil dan detail citra tinggi, namun ada limitasi praktis
yang dibentuk oleh image noise dan waktu akuisisi.
Image
noise
Visual noise membatasi visibilitas obyek dengan
kontras rendah. Yang membatasi visibilitas detail anatomi adalah ukuran
voxel. Teknik untuk mengurangi noise sering meningkatkan waktu akuisisi
citra. Noise merupakan limitasi tertinggi dalam proses pencitraan MRI.
Artifacts
Proses pencitraan MRI sensitif pada berbagai
kondisi yang meproduksi artifacts. Artifact signifikan bila dalam daerah
pencitraan hadir gerakan anatomi dan arus fluida. Artifact dapat dihilangkan
atau dikurangi dengan satu atau lebih teknik reduksi artifact selama proses
akuisisi citra.
Distorsi
Distorsi geometri bukan masalah yang signifikan
dalam pencitraan MRI. Pada umumnya citra memberikan indikasi akurat ukuran
relatif, bentuk, dan lokasi struktur anatomi. Bila terjadi tidak keakuratan
geometri, biasanya dikarenakan oleh orientasi bidang citra yang tidak benar.
Waktu
akuisisi
Karakteristik kualitas citra dapat diperbaiki
dengan meningkatkan waktu akuisisi. Pembentukan citra MRI terdiri dari dua fase
yang berbeda.
·
Akuisisi signal
·
Rekonstruksi citra
Fase akuisisi pada umumnya membutuhkan waktu lebih
lama dibanding dengan fase rekonstruksi. Fase ini berisi siklus pencitraan yang
diulang banyak kali. Lama pengulangan (repetition time) TR merupakan salah satu
parameter protokol yang dapat diatur. Efek utama adalah pada sensitivitas
kontras dan noise citra. Jumlah siklus pengulangan dalam suatu akuisisi
ditentukan oleh detail anatomi dan noise. Kedua karakteristik dapat diperbaiki
dengan meningkatkan jumlah siklus pengulangan.
Karakteristik
spasial
Pada umumnya aplikasi MRI dalam bentuk citra
tomografi. Ketidak untungan pencitraan tomografi adalah jumlah citra yang
banyak, dibutuhkan untuk memperoleh informasi dari suatu daerah anatomi
spesifik.
Irisan
Karakteristik utama irisan yang harus diperhatikan
adalah ukuran, orientasi, dan jumlah irisan.
Ukuran
Ukuran irisan ditentukan oleh dua parameter
protokol. The field of view (FOV)
menentukan daerah anatomi yang akan masuk dalam irisan. Kebanyakan prosedur
menggunakan FOV bujur sangkar, tetapi FOV persegi panjang mempunyai keuntungan
untuk aplikasi tertentu. Ketebalan irisan biasanya dapat diatur dalam
daerah 1 mm – 10 mm. Ukuran irisan memberikan dampak signifikan pada 3
karakteristik kualitas; detail, noise, dan artifacts.
Orientasi
MRI mampu membentuk citra virtual sembarang bidang
dalam tubuh pasien. Dengan demikian struktur anatomi dapat dilihat dari
berbagai perspektif.
Jumlah
irisan
Jumlah irisan dipilih untuk prosedur spesifik pada
umumnya ditentukan oleh ukuran daerah anatomi yang diamati, tebal irisan, dan
jarak antar irisan. Jumlah irisan memberikan efek pada waktu akuisisi citra.
Voxel
Selama proses pencitraan, irisan jaringan dibagi
menjadi matrix atau deretan satuan volume individual yang disebut voxel.
Voxel mewakili suatu sampel jaringan diskrit. Jumlah voxel dalam irisan memberi
efek kualitas citra dan waktu akuisisi citra.
Ukuran
voxel
Ukuran voxel dalam bidang irisan sama dengan FOV
dibagi dengan ukuran matrix. Ketebalan irisan menentukan ukuran tebal voxel
Jumlah
voxels matrix size
Ukuran matrix, yaitu jumlah voxel sepanjang satu
dimensi pada irisan merupakan parameter protokol yang bervariasi. Biasanya
ukuran matrix dalam jangkauan 128 – 512 untuk aplikasi dalam semua pencitraan.
Pixels
Citra dibagi menjadi matrix dari satuan individu
yang disebut pixel. Kecerahan individual pixel ditentukan oleh intensitas
signal rf yang diproduksi oleh voxel yang bersangkutan. Biasanya satu pixel
mewakili satu voxel. Namun dapat pula dibuat citra dengan beberapa pixel untuk
satu voxel. Ukuran pixel memberi efek pada penampilan citra, namun ukuran voxel
jaringan yang menentukan kualitas citra.
Visualisasi
karakteristik
Citra MR adalah tayangan suatu fenomena atau
karakteristik fisika. Berbagai karakteristik membentuk hubungan antara citra
yang didisplai dengan jaringan dalam tubuh pasien.
Intensitas
signal radiofrekuensi (rf)
Citra MR konvensional merupakan displai
intensitas signal rf yang dipancarkan oleh irisan jaringan. Kecerahan
setiap piksel berhubungan dengan intensitas signal rf yang diproduksi oleh
voksel yang sepadan.
Resonansi
magnetik
Bila jaringan dan fluida tubuh yang berisi inti
magnetik diletakkan dalam medan magnet kuat, inti akan beresonansi dalam daerah
radiofrekuensi. Frekuensi resonansi ditentukan oleh 2 faktor: karakteristik
frekuensi resonansi setiap inti tertentu, dan kuat medan magnet. Untuk
hidrogen, yang merupakan inti utama dalam pencitraan medis, beresonansi pada
frekuensi 42.6 dalam medan magnet 1 Tesla. Voxel yang terresonansi memancarkan
signal rf sebagai respons pada deretan pulsa rf yang diterima dari sistem
pencitraan.
Sayangnya, sistem pencitraan sensitif terhadap
energi rf dari berbagai sumber lain selain jaringan dalam voxel. Penerimaan
energi rf yang tidak diharapkan ini akan mengurangi kualitas citra dengan
adanya penambahan gangguan visual (visual noise) ataupun artifact.
Intensitas
signal voxel
Pada dasarnya, setiap voxel jaringan merupakan
suatu sumber signal independen. Intensitas signal setiap voxel ditayangkan sebagai kecerahan oleh citra pixel yang
sepadan. Tampaknya konsep pencitraan tersebut sederhana, namun proses
sebenarnya dari voxel menjadi kecerahan pixel berkaitan dengan 2 operasional
yang sangat kompleks, yaitu proses akuisisi dan rekonstruksi.
Selama proses akuisisi, signal voxel harus diberi
tanda dengan karakteristik yang unik sehingga dapat diarahkan ke pixel sepadan
oleh proses rekonstruksi citra Fourier. Selama proses akuisisi, gradien medan
magnet dipakai untuk memberi signal dari voxel dengan kombinasi unik antara
frekuensi dan berbagai karakteristik fase. Frekuensi dan proses penandaan
fase menempatkan dua pengenal alamat pada signal dari setiap voxel (seperti
lamat rumah, nama jalan dan nomer rumah). Proses rekonstruksi menyortir signal
dan menayangkan intensitasnya dalam lokasi pixel citra yang sepadan.
Energi
gangguan (noise)
Jaringan di luar suatu irisan jaringan dapat juga
menjadi sumber energi. Kebanyakan energi tersebut dihasilkan oleh aktivitas
termal dalam jaringan, bukan dari proses MR yang memproduksi signal dalam voxel
jaringan. Sifat sembarang energi rf ini menambah signal voxel dan menghasilkan
variasi jenis statistik dalam kecerahan pixel, yang akan kelihatan sebagai gangguan
citra. Kehadiran konstan energi rf yang tidak diharapkan ini dan
menghasilkan gangguan citra merupakan salah satu faktor terbesar keterbatasan
dalam MRI.
Artifacts
Proses
pencitraan MR sensitif terhadap berbagai kondisi yang menghasilkan artifacts. Gerakan jaringan dan
fluida tubuh selama proses akuisisi merupakan sumber utama artifacts yang
mengganggu pencitraan klinis. Suatu karakteristik umum yang terbanyak terjadi dalam
citra MR adalah signal rf dari suatu foxel tertentu tidak diarahkan dan ditayangankan
pada lokasi pixel yang sepadan.
Magnetisasi
jaringan
Citra MR merupakan tayangan magnetisasi jaringan.
Jaringan menjadi bersifat magnet ketika diletakkan dalam medan magnet kuat. Magnetisasi
terjadi karena magnetik inti dalam jaringan menjadi searah dengan medan magnet,
menghasilkan magnetisasi dalam voxel jaringan. Tingkat magnetisasi yang
dapat dicapai ditentukan oleh konsentrasi inti magnet dan kuat medan magnet.
Magnetisasi jaringan yang searah dengan medan magnet disebut sebagai
magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal tidak dapat langsung
menghasilkan signal rf. Oleh karenanya harus diubah dalam bentuk lain. Selama
proses akuisisi citra MR, magnetisasi jaringan mengalami suatu deretan
perubahan dalam orientasi maupun besarnya. Intensitas signal rf ditentukan
oleh besar magnetisasi yang ada pada suatu waktu spesifik yang dikenal sebagai
kejadian ekho. Tingkat magnetisasi pada waktu kejadian ekho ditentukan oleh
kombinasi karakteristik jaringan dan parameter proses pencitraan.
Relaksasi
longitudinal
Magnetisasi longitudinal maksimum tidak terjadi
instan ketika jaringan dimasukkan kedalam medan magnet. Magnetisasi ini akan
tumbuh secara eksponen dengan waktu. Waktu konstan untuk proses pertumbuhan
tersebut dikenal sebagai T1. Waktu T1 merupakan karakteristik jaringan yang tergantung
pada jenis jaringan dan kehadiran kondisi patologik.
Eksitasi
Magnetisasi longitudinal merupakan kondisi ”diam”
yang tidak memproduksi signal rf. Di lain pihak, magnetisasi pada bidang
transversal merupakan generator signal rf. Di beberapa tempat pada setiap
siklus akuisisi, magnetisasi longitudinal harus diubah menjadi magnetisasi
transversal dengan memberikan suatu pulsa energi rf, yang disedut proses
eksitasi. Pulsa eksitasi ditandai oleh flip
angle (sudut jatuh putar) yang menentukan fraksi magnetisasi longitudinal
yang dapat dijatuhkan pada bidang transversal.
Relaksasi
transversal
Magnetisasi transversal merupakan kondisi tidak
stabil yang meluruh secara eksponen. Waktu konstan proses peluruhannya dikenal
sebagai T2. Harga T2 ditentukan oleh karakteristik jaringan seperti jenis
jaringan dan kehadiran patologi.
Ada dua persyaratan agar dihasilkan magnetisasi
transversal. Inti magnetik harus dalam bidang transversal dan harus spinning
dalam fase yang sama. Pulsa eksitasi menghasilkan kedua kondisi tersebut.
Meskipun magnetik inti akhirnya meninggalkan bidang transversal, namun proses
ini relatif lebih lambat dibanding dengan proses kehilangan koherensi fase.
Proses dephasing (kehilangan/pengurangan fase) magnetisasi inti dalam voxel
yang mengakibatkan peluruhan magnetisasi transversal. Dephasing dan peluruhan
magnetisasi transversal dihasilkan oleh karakteristik jaringan T2 dan
inhomogenitas medan magnet dalam voxel. Inhomogenitas medan magnet dalam voxel
dapat berasal dari inhomogenitas medan inherent, variasi suseptibilitas dalam
voxel atau aplikasi gradien magnet.
Kejadian
ekho
Signal rf diproduksi pada suatu tempat spesifik
bersamaan waktu dengan refase magnetik inti. Refase ini yang memproduksi
kejadian ekho. Bila refase diproduksi oleh pulsa rf, maka disebut spin echo.
Refase dapat juga dihasilkan dengan memberikan gradien magnet terbalik yang
menghasilkan kejadian gradient echo.
Interval waktu antara eksitasi dan kejadian ekho
merupakan parameter protokol yang dapat diatur yang disebut TE (time to the
echo event).
Inti
magnetik
Citra MR merupakan citra inti magnetik. Inti
magnetik ini yang akan menjadi sumber magnetisasi jaringan yang akan
menghasilkan signal rf. Agar dapat berinteraksi dengan medan magnet, inti
harus merupakan magnet kecil dan memiliki momen magnet. Karakteristik
magnetik individu inti ditentukan oleh komposisi proton-netron. Hanya inti
dengan jumlah proton dan netron ganjil yang memiliki momen magnet. Suatu
voxel jaringan harus berisi inti magnetik dengan konsentrasi tinggi agar dapat
memproduksi signal rf.
Hidrogen
Inti hidrogen mempunyai satu proton. Pencitraan
klinis MR dibatasi hanya bersumber dari inti hidrogen.
Karakteristik
jaringan
Intensitas signal rf pada waktu kejadian ekho
ditentukan oleh 3 karakteristik spesifik, yakni densitas proton, T1 dan T2.
Perbedaan ketiga karakteristik ini dari jaringan
satu dengan jaringan lain yang merupakan sumber kontras dalam pencitraan MR
konvensional. Sensitivitas kontras pada suatu karakteristik jaringan spesifik
ditentukan oleh berbagai parameter yang dihubungkan dengan metoda pencitraan.
Bila metoda pencitraan spin-echo konvensional digunakan, TR dan TE adalah
parameter yang dapat dipakai untuk mengatur kontras sensitivitas untuk
karakteristik jaringan tertentu.
Sensivitas maksimum untuk kontras T1 diperoleh dengan menggunakan TR
relatif pendek. Maksimum sensitivitas untuk kontras densitas proton membutuhkan
TR yang relatif panjang. Nilai TE merupakan kontrol utama untuk menentukan
sensitivitas kontras T2. Dalam pencitraan MR
pertimbangan harus diberikan pada kontras berlawanan yang sering dihasilkan
oleh berbagai karakteristik jaringan. Sebagai contoh, bila kontras T1 dan T2
dicampur tidak tepat dalam suatu citra, visibilitas perbedaan berbagai lesi
atau jaringan lain akan direduksi dan bahkan akan dapat hilang
No comments:
Post a Comment