Monday 20 February 2012


  Pengantar Sistem MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan suatu metode yang digunakan untuk memvisualisasikan bagian dalam tubuh dari organisme hidup, seperti  proses pendeteksian jumlah perbatasan air pada struktur geologis. Metode tersebut sering digunakan untuk menunjukkan perubahan patologis atau fisiologis dari jaringan tubuh dan biasa digunakan untuk pencitraan medis. Sistem MRI dapat diaplikasikan pada bidang-bidang di luar bidang medis dan biologi, seperti permeabilitas batuan terhadap hidrokarbon, dll. Peralatan MRI yang digunakan dalam bidang medis sangatlah mahal, dimana dapat menghabiskan biaya sebesar ± $ 1 juta USD per Tesla untuk setiap unit, dengan beberapa ratusan ribu USD per tahun untuk biaya perawatan.
1.1.1.      Gambar 32. Komponen utama sistem MRI










  
MRI dikembangkan dari hasil studi NMR (Nuclear Magnetic Resonance), dimana nama yang sebenarnya untuk bidang medis adalah NMRI (Nuclear Magnetic Resonance Imaging). Kata “nuclear” kemudian dihilangkan untuk menghindari konotasi negatif dari pemeriksaan medis, yaitu mengenai penggunaan pancaran radiasi radioaktif.
Istilah NMR sebenarnya serupa dengan MR (Magnetic Resonance).  Walaupun menggunakan kata “nuklir”, bukan berarti bahwa proses ini melibatkan sejumlah radioaktif.
1.1.2.      Gambar 33. Contoh penggunaan alat MRI










MR adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk memeriksa karakteristik /sifat dari inti atom (inti atom bisa disebut sebagai nuclear). Proses tersebut membutuhkan empat buah komponen penting, yaitu magnet, pengirim sinyal RF (Radio-frequency), penerima sinyal RF, dan sebuah DAS (Data Acquisition System).
Obyek yang akan discan dimasukkan ke dalam medan magnetic yang kuat, yang menyebabkan atom-atom dalam tubuh akan membentang dan bergerak pada frekuensi tertentu. Jika suatu energi RF dikirimkan oleh pengirim sinyal RF menuju obyek tersebut, dimana frekuensi tersebut menyebabkan atom-atom bergerak disebut dengan frekuensi resonansi. Hal ini menyebabkan atom-atom itu menyerap sejumlah energi. Setelah suatu selang waktu yang pendek, obyek yang dimaksud memberikan energinya dalam bentuk “echo”, lalu echo RF tersebut didigitalisasi oleh DAS dan hasilnya diberikan kepada komputer yang akan mengambil berbagai informasi yang ada di dalamnya.
Sebenarnya, MR bukanlah suatu proses pencitraan, yaitu proses yang menampilkan suatu citra dari anatomi tubuh manusia, dimana dibutuhkan fitur-fitur tambahan pada sistem tersebut. Sistem MR merupakan suatu prosedur yang disebut dengan spektroskopi, dimana obyek yang dimaksud bukan untuk dibuat suatu citra, tetapi untuk ditentukan jenis-jenis bahan kimia yang terkandung di dalamnya.
1.1.3.      Gambar 34. Magnet gradient dari sistem MRI


Satu hal yang membedakan antara MRI dan spektroskopi biasa yang menggunakan MR adalah adanya sebuah komponen yang disebut magnet gradient, dimana komponen tersebut adalah hal penting untuk proses spatial encoding, yang juga merupakan kemampuan dari sistem MRI. Sebuah magnet gradient tidak lebih dari suatu elektromagnet, yang bisa diaktifkan pada waktu tertentu selama proses scan untuk mengubah medan magnet pada arah yang ditentukan, dimana sebuah obyek yang ditempatkan pada medan magnet yang tinggi akan menghasilkan frekuensi yang tinggi juga dan sebaliknya.
Di dalam mesin MRI, terdapat tiga buah magnet gradient, dimana magnet-magnet tersebut memiliki kekuatan yang jauh lebih kecil jika dibandingkan kekuatan medan magnet utama (hanya berkisar antara 180 – 270 Gauss atau 18 – 27 miliTesla).
Jika magnet utama menghasilkan medan magnet yang stabil dan kuat, maka magnet gradient menghasilkan medan magnet yang bervariasi.
Di bawah ini akan diberikan gambar tentang sistem MRI secara keseluruhan :
1.1.4.      Gambar 35. System Overview dari MRI


2.2.2.            Ide Dasar Sistem MRI
Biasanya mesin-mesin MRI masa kini memiliki sebuah desain utama, yaitu kubus yang besar, walaupun untuk mesin-mesin yang baru, ukuran tersebut perlahan-lahan mengecil dan lebih sederhana. Ada semacam “terowongan” (bore) horisontal yang terbentang dari bagian depan magnet sampai ke bagian belakang magnet (lubang dari magnet). Pasien, yang terbaring pada punggungnya, didorong ke dalam lubang tersebut di atas meja khusus (biasanya disebut patient table). Baik bagian kepala pasien ataupun bagian kaki terlebih dahulu, sepanjang jarak magnetnya, ditentukan oleh jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Saat bagian tubuh yang akan discan berada tepat di tengah (isocenter) medan magnet, maka proses scanning dapat dilakukan.

Jika dihubungkan dengan energi yang dihasilkan oleh gelombang radio, alat MRI dapat menentukan sebuah titik kecil di dalam tubuh pasien dan seolah-olah bertanya, “Termasuk jenis jaringan apakah engkau?”. Titik tersebut kemungkinan berupa sebuah kubus yang berukuran setengah milimeter pada tiap sisinya. Sistem MRI melewati tubuh pasien titik demi titik, membentuk suatu peta 2 dimensi atau 3 dimensi dari jenis jaringan tersebut. Kemudian, semua informasi itu disatukan untuk menghasilkan citra 2 dimensi ataupun model 3 dimensi.
Sistem MRI ini memberikan suatu pandangan yang tidak paralel dari tubuh manusia. MRI adalah metode pemilihan  untuk mendiagnosis berbagai jenis luka dan keadaan-keadaan karena kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi dengan suatu pemeriksaan medis tertentu. Dengan mengganti beberapa parameter pemeriksaan, sistem MRI dapat menyebabkan jaringan-jaringan tubuh menimbulkan tampilan yang berbeda-beda. Hal ini sangat berguna bagi para radiografer dalam menentukan apakah ada sesuatu yang tidak normal atau tidak, misalnya jika prosedur A dilakukan, maka jaringan yang normal akan terlihat seperti B, dan jika bukan, pasti ada sesuatu yang tidak normal. Sistem MRI juga dapat memetakan aliran darah dari beberapa bagian tubuh. Hal ini berguna untuk mempelajari sistem arterial di dalam tubuh, tetapi bukan jaringan-jaringan yang ada di sekitarnya. Dalam banyak kasus, sistem MRI ini dapat melakukannya tanpa sebuah contrast injection, yang banyak dibutuhkan di dalam radiologi vaskuler.
1.1.5.      Gambar 36. Irisan Axial, coronal, dan sagittal










2.2.3.            Kelebihan dan Kekurangan Sistem MRI
2.2.3.1.      Kelebihan Sistem MRI
·        MRI dapat menghasilkan banyak citra dalam suatu waktu dan dengan berbagai orientasi (arah), serta bidang. Sistem yang menggunakan metode CT (Computed Tomography) hanya terbatas pada satu bidang, yaitu bidang axial. Sedangkan sistem MRI dapat menghasilkan citra-citra axial sebagaimana citra-citra pada bidang sagittal dan coronal, tanpa membutuhkan pergerakan dari pasien. Komponen yang berperan di sini adalah tiga buah magnet gradien, yang memungkinkan sistem MRI untuk memilih dengan tepat dimana posisi dalam tubuh yang membutuhkan proses scanning dan dalam arah yang bagaimana irisan-irisan tersebut diambil.
·        MRI menghasilkan citra dengan detail dan kontras yang lebih jelas (sangat baik untuk jaringan lunak)
·        MRI tidak menggunakan radiasi ionisasi radioaktif
·        MRI ideal untuk :
v           Diagnosis multiple sclerosis (MS)
v           Diagnosis tumor dari kelenjar pituitari dan otak
v           Diagnosis infeksi di dalam otak, tulang belakang, dan persendian
v           Diagnosis tendonitis
v           Diagnosis stroke yang masih merupakan tingkat awal
v           Memvisualisasikan robeknya otot ligamen pada pergelangan tangan, lutut, dan pergelangan kaki
v           Memvisualisasikan cedera pada bahu
v           Memeriksa tumor tulang, kista, dan piringan sendi yang terkena hernia pada tulang belakang
2.2.3.2.      Kekurangan Sistem MRI
·        MRI tidak terlalu nyaman – kebanyakan alat MRI mengharuskan pasiennya ditempatkan seperti pada terowongan (bore) à pasien merasa tidak nyaman dan bahkan menolak proses scan atau membutuhkan pemberian obat penenang. Selain itu, mesin dari alat MRI kadang-kadang menimbulkan suara yang sangat bising selama proses scanning. Untuk mengatasi hal ini, biasanya pasien diberi semacam earphone yang dapat memutarkan lagu-lagu kesukaan pasien, sehingga pasien dapat menjadi lebih tenang dan nyaman. Suara bising ini terjadi karena terjadi peningkatan arus listrik pada lilitan kawat dari magnet gradient yang melawan medan magnet utama. Semakin besar kekuatan medan utama, maka suara yang dihasilkan akan semakin bising.
·        MRI dapat bersifat berbahaya – sangat tidak mungkin bagi para pasien yang memiliki logam-logam yang ditanam pada tubuh mereka (metallic implants) atau alat-alat internal (misal alat pacu jantung, pompa insulin, dll), karena dapat dipengaruhi oleh medan magnet. Bahkan komponen orthopedic yang berada pada bagian yang sedang discan dapat menyebabkan artifacts (kerusakan) pada citra yang dihasilkan. Komponen tersebut dapat menyebabkan perubahan yang signifikan pada medan magnet utama dan perlu dperhatikan bahwa medan magnet yang uniform sangat penting untuk dapat menghasilkan citra yang optimal.
·        MRI sangat mahal – lebih mahal dari alat yang menggunakan X-Ray biasa, sehingga biaya pemeriksaannya juga menjadi lebih mahal.
·        Prosedur MRI bisa menjadi lama – proses scanning menggunakan sistem MRI ini dapat memakan waktu yang agak lama dan mengharuskan pasien untuk tidak bergerak selama waktu pemeriksaan. Pemeriksaan MRI dapat berlangsung selama 20 menit sampai 90 menit, atau bahkan lebih. Jika ada sedikit pergerakkan saja dari bagian tubuh pasien yang sedang discan, maka dapat menyebabkan distorsi pada citra, yang kemungkinan membutuhkan pengulangan pemeriksaan. Selain itu, sistem MRI cenderung menghasilkan citra dengan waktu yang lebih lama daripada menggunakan metode lain.
2.2.4.            Aspek Keamanan Sistem MRI
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai keamanan dalam sistem MR, di antaranya :
·        Cryogen (gas yang dicairkan pada temperatur yang sangat dingin)
1.1.6.      Gambar 37. Contoh magnet MRI
Magnet yang digunakan pada beberapa sistem MRI merupakan magnet dengan tipe superkonduktor. Hal ini berarti jika sekali saja arus listrik dialirkan pada magnetnya (untuk menghasilkan medan magnet), maka arus tersebut akan mengalir selamanya, karena bagian coilnya terbuat dari material yang tidak memiliki resistansi.
Oleh karena itu, material tersebut harus disimpan dalam temperatur yang sangat dingin (biasa dinyatakan dalam satuan Kelvin). Cara yang paling sering digunakan adalah menggunakan zat cryogenic (berwujud gas dalam temperatur ruang, tetapi berwujud cair jika didinginkan). Zat cryogenic yang sering digunakan adalah Helium.
Temperatur yang dibutuhkan untuk cryogen ini sangatlah dingin (hampir ± -266oC), sehingga sering dinyatakan dengan satuan Kelvin, dimana temperatur 0 K disebut nol absolut. Dengan dasar tersebut, material superkonduktor harus disimpan pada temperatur 7 K atau lebih rendah, jika tidak maka akan menimbulkan resistansi  (saat ada arus listrik).
1.1.7.      Tabel 2. Syarat temperatur untuk magnet superkonduktor
Keterangan
oC (Celcius)
K (Kelvin)
Nol absolut
-273,15
0
Temperatur pada material superkonduktor yang digunakan SIEMENS, saat kehilangan resistansinya
± -266
± 7
Temperatur saat Helium dalam wujud cair
± -269
± 4
Hal-hal berbahaya yang ditimbulkan oleh cryogen adalah :
·        Menyebabkan cryo-burns (seperti kulit yang terbakar) jika terkena kulit manusia.
·    Jika Helium dalam bentuk gas terhirup (tidak beracun), maka gas tersebut akan menggantikan peran oksigen dan dapat mengakibatkan sesak nafas (asphyxiation).
·        Saat dipindahkan, cryogen dapat menyebabkan pengembunan oksigen pada pipa-pipa salurannya, yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran (bukan karena adanya api, melainkan karena temperatur yang terlalu dingin).
Untuk mengatasi bahaya-bahaya yang ada, maka pakaian perlindungan harus selalu diperhatikan, seperti misalnya celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan khusus cryogenic, dan pelindung wajah (untuk melindungi mata).
·        Medan magnet
Semua sistem MRI membutuhkan medan magnet yang kuat, akan tetapi medan magnet juga dapat membahayakan.  Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
v     Dapat menarik material yang bersifat besi, yang mungkin dibawa masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Jika memasuki ruangan MRI dengan kekuatan magnet sebesar 1,0 Tesla, maka akan terasa suatu tarikan yang kuat tetapi masih dapat dikendalikan. Jika membawa benda yang lebih besar, maka tarikannya akan meningkat secara proporsional.
1.1.8.      Gambar 38. Contoh benda yang tertarik ke dalam magnet MRI












v     Dapat menyebabkan cedera atau bahkan kematian pada sesorang yang memiliki benda yang tertanam dalam tubuh (implants), yang sensitif terhadap medan magnet.
Medan magnet dapat menjadi berbahaya dalam cara yang tidak terlalu disadari. Jika seseorang memiliki komponen logam atau magnetik yang tertanam di dalam tubuh (implants), maka medan magnet akan menjadi sangat berbahaya. Komponen-komponen tersebut misalnya :
-         Komponen logam (metallic impants)
-         Alat pacu jantung (pacemaker)
-         Pompa insulin
-         Klem pembuluh darah (aneurysm clamps)
Selain itu, disarankan agar wanita yang sedang hamil tidak mendapatkan perawatan menggunakan sistem MRI, jika kebutuhannya tidak lebih besar daripada resiko yang dapat terjadi, walaupun belum ada efek samping yang diketahui sampai sekarang (jika resikonya terlalu besar, maka akan dicoba melalui metode pemeriksaan lainnya). Hal ini menjadi perhatian karena pada trimester pertama dalam masa kehamilan merupakan masa yang paling kritis, dimana terjadi pembentukan dan pembelahan sel dengan cepat (organogenesis).
Untuk mengetahui dimana medan magnet akan memberikan pengaruh secara langsung pada manusia, maka pihak yang memasang sistem tersebut biasanya memberikan tanda berupa garis di sekitar magnet, yang disebut “garis pacu jantung”. Garis menunjukkan bahwa pada batas tersebut medan magnet berkurang sampai 0,5 miliTesla, yang merupakan sebagian kecil dari medan magnet utama. Pada sistem MRI terbaru, garis batas tersebut hanya sebatas ruang pemeriksaan pasien.
v     Dapat merusak alat-alat listrik atau peka magnet yang dibawa masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Ada saja kemungkinan untuk membawa barang-barang tertentu yang tidak berbahaya, baik untuk pasien maupun untuk alat itu sendiri, akan tetapi barang tersebut dapat dirusak oleh medan magnet yang ada. Contoh barang-barang tersebut adalah :
-         Kartu kredit (medan magnet akan menghapus data yang ada)
-         Kartu perbankan apa saja
-         Jam analog (medan magnet akan merusak bagian-bagian kecilnya)
-         Kunci hotel magnetik
-         Floppy disk (disket)
-         Barang-barang elektronik lainnya
Kekuatan medan magnet sering dinyatakan dengan satuan Tesla (digunakan juga oleh SIEMENS). Sebagian besar sistem SIEMENS memiliki kekuatan medan magnet sebesar 0,2 Tesla, 1,0 Tesla atau 1,5 Tesla.
Selain itu, beberapa perusahaan lain (seperti GE) menggunakan satuan Gauss, dimana 1 Tesla = 10.000 Gauss.
·        Medan RF (Radio Frequency)
Sistem MR tidak hanya membutuhkan medan magnet yang kuat, tetapi juga harus memberikan suatu sinyal RF dengan tujuan untuk memperoleh responsnya. Pembangkitan medan RF tersebut dilakukan tidak berdasarkan radiasi ion (tidak mengubah struktur kimiawi pada zat yang terkena medan RF), teteapi akan menimbulkan pemanasan pada pasien.
Untuk memastikan bahwa pasien tidak dibahayakan oleh radiasi RF, maka semua sistem SIEMENS memiliki sistem perangkat lunak / keras yang akan memeriksa nilai SAR (Specific Absorption Rate), yang merupakan nilai pengukuran atas penyerapan radiasi oleh pasien dan menjadi faktor penting dari beberapa hal berikut :
v     Kekuatan sinyal pengirim RF
v     Durasi dari sinyal RF
v     Berapa banyak sinyal yang dikirimkan
v     Berapa cepat sinyal tersebut dikirimkan
v     Ukuran dari pasien tersebut
v     Kapasitas pendinginan dari pasien tersebut (ditentukan oleh jenis kelamin, usia dan kondisi tubuh)
Sesaat sebelum pasien discan, maka informasi-informasi tersebut harus dimasukkan terlebih dahulu, sehingga perangkat lunak pada sistem tersebut akan membatasi semua kelebihan nilai SAR terhadap pasien.
Walaupun begitu, harus diperhatikan juga beberapa faktor keamanan sbb :
v     Jangan melakukan proses scanning pada seseorang jika belum mendapatkan pelatihan aplikasi khusus
v     Jangan mendatangi bagian lubang tengah magnet selama proses scanning (hadir di ruang pemeriksaan tidak apa-apa, karena di lubang tersebut ada medan RF yang kuat)
·        Tegangan listrik
Sudah menjadi suatu kewajaran, jika pada semua sistem elektronika mungkin terdapat tegangan dan arus yang besar, sama halnya dengan sistem MRI SIEMENS. Harus dipastikan terlebih dahulu untuk mematikan circuit breaker, sebelum menyentuh komponen elektronika dan juga harus berhati-hati terhadap kapasitor yang masih bermuatan (terutama pada rangkaian dengan daya tinggi). Hal yang harus dilakukan adalah memberikan sedikit waktu bagi kapasitor untuk mengosongkan muatannya.
Ada kemungkinan timbulnya arusnya yang kecil, bahkan di tempat yang tidak diduga, seperti misalnya pada magnet gradient. Pada saat sedang tidak digunakan, ada suatu keadaan yang disebut “gradient offset”, yang berupa arus DC yang kecil yang dikirimkan secara konstan kepada gradient.
1.1.9.      Gambar 39. Tombol ERDU (jika dalam keadaan darurat)







Jika ada situasi darurat dimana seseorang kemungkinan tersengat listrik, maka tindakan yang benar adalah dengan menekan tombol “System OFF” dari panel alarm untuk menghilangkan listrik dari sistem tersebut. Walaupun listriknya sudah dimatikan, tetapi bagian sistem pendingin magnet dan MSUP tetap memiliki aliran listrik.
Tombol ERDU tidak akan melakukan apa-apa untuk menghilangkan aliran listriknya. Jika ditekan, tombol ERDU hanya akan menyebabkan qeunch (yang harganya sangat mahal) dan masih meninggalkan korban tersebut dalam keadaan tersengat listrik.
·        Cairan phantom
Jika ternyata sistem MRI dibutuhkan untuk tujuan pengecekan ataupun kalibrasi awal (setelah dipasang), maka dibutuhkan suatu alat yang disebut phantom. Phantom tersebut tidak lebih dari sekedar wadah / tempat (biasanya berbentuk spherical) yang menampung air dan bahan kimia lainnya yang memberikan sifat / karakteristik yang benar pada sistem MRI. Selain itu, telah dijelaskan juga bahwa phantom dapat berisi cairan-cairan yang berbahaya, yang wajib mendapat perhatian khusus. Walaupun tidak bersifat racun, akan tetapi dapat merusak kulit jika terjadi kontak langsung. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah bahwa cairan-cairan tersebut tidak bersifat karsinogenik (khususnya jika cairannya diuapkan dan terhirup oleh manusia).
Oleh karena itu, lebih baik untuk bersikap seolah-olah cairan di dalam phantom tersebut berbahaya.
2.2.5.            Contoh Aplikasi MRI Khusus
2.2.5.1.      Magnetic Resonance Angiography (MRA)
1.1.10.  Gambar 40. Contoh Magnetic Resonance Angiography
Image:mra1.jpg






Metode MRA digunakan untuk menghasilkan gambar-gambar jalur pembuluh darah arteri, dengan tujuan pendeteksian stenosis (penyempitan yang tidak normal) atau aneurysms (pembesaran dinding pembuluh, kemungkinan akan terjadinya pemecahan pembuluh darah). MRA biasa digunakan pada bagian leher dan otak, bagian dada dan aorta perut, arteri ginjal, dan kaki (biasa disebut dengan “run-off”). Gambar-gambar tersebut dapat dihasilkan oleh beberapa metode, misalnya pengaturan komponen (agent) kontras paramagnetik (gadolinium) atau menggunakan metode yang disebut “flow-related enhancement”. MRV merupakan prosedur yang serupa, yang digunakan untuk memetakan pembuluh darah, dimana jaringan tubuh dieksitasi secara inferior saat sinyal segera dikumpulkan pada bidang superior ke bidang eksitasi, kemudian memetakan saluran pembuluh darah yang telah dipindahkan ke bidang tereksitasi.
2.2.5.2.      Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
1.1.11.  Gambar 41. Contoh Functional MRI
A fMRI scan showing regions of activation in orange, including the primary visual cortex (V1, BA17).

Biasa dikenal dengan MRSI (MRS Imaging) dan Volume Selective NMR (Nuclear Magnetic Resonance) Spectroscopy, merupakan suatu cara yang mengkombinasikan sifat MRI yang spatially-addressable dengan sifat NMR yang memiliki informasi secara spektroskopi. MRI memungkinkan suatu studi dari bagian / area tertentu di dalam suatu organisme atau sample, tetapi memberikan sedikit informasi tentang sifat kimiawi atau fisik dari area tersebut, dimana nilai utamanya dapat membedakan sifat dari area yang bersangkutan relatif terhadap sifat dari area di sekelilingnya. MR spectroscopy dapat menyediakan informasi dari sifat kimiawi tentang area tersebut, sebagaimana spektrum NMR dari area yang sama.
2.2.5.3.      Functional MRI (fMRI)
Gambar di samping merupakan contoh dari proses fMRI, yang dapat menampilkan daerah aktif (berwarna jingga) dan termasuk juga tampilan selaput otak utama.
Metode fMRI dapat mengukur perubahan sinyal di dalam otak yang cenderung mengubah aktivitas sistem syaraf. Otak akan discan pada resolusi yang rendah tetapi pada kecepatan yang cepat (biasanya sekali setiap 2-3 detik). Peningkatan aktivitas syaraf akan menyebabkan perubahan sinyal MR melalui suatu mekanisme yang disebut efek BLOD (blood oxygen level-dependent). Aktivitas syaraf yang meningkat akan membutuhkan lebih banyak oksigen dan sistem vaskuler akan berperan sebagai kompensator, yaitu dengan meningkatkan jumlah oxygenated hemoglobin (haemoglobin) relatif terhadap deoxygenated hemoglobin. Karena komponen deoxygenated hemoglobin meredam sinyal MR, respon vaskuler akan menyebabkan peningkatan sinyal-sinyal yang berhubungan dengan aktivitas syaraf. Perilaku alami antara aktivitas syaraf dan sinyal BOLD merupakan subyek dari riset masa sekarang. Efek BOLD juga memungkinkan untuk pemetaan 3D dengan resolusi tinggi dari pembuluh vaskuler di dalam jaringan syaraf.
2.2.5.4.      Radiation Therapy Simulation
Karena metode pencitraan MRI sangat bermanfaat untuk soft tissue, maka metode tersebut akan digunakan untuk mengalokasikan tumor yang terletak di dalam tubuh manusia, sebagai persiapan untuk perawatan terapi radiasi. Untuk sinulasi terapi, seorang pasien diposisikan pada arah bagian tubuh tertentu dan discan. Sistem MRI akan menghitung lokasi yang tepat, bantuk dan arah massa tumor, memperbaiki adanya distorsi inherent spasial di dalam sistem. Kemudian pasien akan ditandai pada titik-titik tertentu dan saat dikombinasikan dengan posisi tubuh tertentu, maka akan menghasilkan triangulasi yang tepat untuk terapi radiasi.
2.2.5.5.      Pencitraan Multinuclear
Hidrogen merupakan inti atom yang paling penting bagi sistem MRI karena atom tersebut sangat berkelimpahan di dalam jaringan biologis manusia. Setiap nukleus yang memiliki spin nuklir netto dapat dipetakan dengan MRI, misalnya nukleus yang termasuk Helium-3, Carbon-13, Oxygen-17, Sodium-23, Phosphorus-31 dan Xenon-129. 23Na dan 31P berjumlah sangat banyak di dalam tubuh, sehingga dapat dipetakan dengan langsung. Isotop berbentuk gas (3He dan 129Xe) harus melalui proses hiperpolarisasi, karena kerapatan nuklirnya terlalu rendah untuk menghasilkan sinyal yang berguna pada kondisi normal. 17O dan 13C dapat diatur pada jumlah yang cukup dalam bentuk cairan (17O-air atau 13C-larutan glukosa), sehingga proses hiperpolarisasi tidak diperlukan lagi.
Pencitraan multinuclear merupakan metode riset utama saat ini. Unsur 3He terhiperpolarisasi yang terhirup dapat digunakan untuk mencitrakan distribusi ruang udara di dalam paru-paru. Larutan berisi 13C atau gelembung dari 129Xe yang terhiperpolarisasi yang disuntiktelah diteliti sebagai contrast agent untuk metode angiography dan perfusion imaging. 31P dapat menghasilkan informasi tentang densitas tulang dan struktur tulang, sebagaimana metode functional imaging dari bagian otak.
2.2.6.            Prinsip Fisika dalam Sistem MRI
2.2.6.1.      Pengaruh Sinyal RF
1.1.12.  Gambar 42. Spin precession









Gerakan Precession di dalam Medan Magnet
Pergerakkan atom-atom dapat dianalogikan dengan pergerakkan gasing. Saat gasing diputar dengan kecepatan yang tinggi, maka gasing tersebut tidak akan jatuh, karena gerak rotasinya akan tetap menjaga pada setiap sisinya.
Deskripsi gerak gasing adalah sbb :
Sumbu rotasinya bergerak menyerupai kerucut terhadap arah gravitasi.
Pergerakkan ini disebut precession.
Gerak precession ini merupakan hasil interaksi antara momentum sudut yang dihasilkan oleh massa yang berputar dan gaya akibat gaya gravitasi bumi. Sama halnya dengan apa yang terjadi dengan nukleus, dimana nukleus yang mempunyai momentum sudut intrinsik (seperti Hidrogen) ditempatkan pada medan magnet eksternal, sehingga nukleus tersebut tidak hanya berputar pada sumbunya saja, tetapi juga melakukan gerak precession karena medan magnetnya.

Sedangkan pergerakan dari spin magnet adalah sbb :
Spin yang berada di dalam medan magnet akan bergerak menyerupai kerucut terhadap arah medan penyebabnya. Gerakan ini disebut spin preccesion.
Kecepatan atau karakteristik (frekuensi) gerak putaran terhadap arah medan tersebut merupakan hal yang paling penting di dalam MR. Hal tersebut sangat bergantung pada :
- Jenis nukleus
- Kekuatan medan magnet yang diberikan
Makin kuat medan magnetnya, maka perputarannya akan semakin cepat juga. Frekuensi precession disebut juga dengan frekuensi Larmor.
1.1.13.  Gambar 43. Frekuensi Larmor = Frekuensi precession









Jika membahas mengenai frekuensi, maka sama saja seperti membicarakan jumlah rotasi dari satu periode gerakan.
Misalnya 3000 rpm merupakan sebuah frekuensi juga, yang berarti 50 putaran per detik. Satuan dari "putaran per detik" adalah Hertz, sehingga 3000 rpm = 50 Hz.
Frekuensi Larmor ω akan membesar secara proporsional dengan medan magnet β. Persamaannya adalah sbb :
dimana  ω = frekuensi precession
γ = rasio gyromagnetic dari nukleus
β = besar medan magnet
Persamaan Larmor tersebut menunjukkan bahwa frekuensi precession dari proton sangat bergantung pada kekuatan medan magnet.
Berikut ini adalah daftar frekuensi resonansi (frekuensi Larmor = frekuensi precession) dari beberapa nukleus :
1.1.14.  Tabel 3. Frekuensi resonansi dari beberapa nukleus
Nukleus
Simbol
Frekuensi per Tesla
Hydrogen
H
42.6 MHz/T
Fluorine
F
40.1 MHz/T
Phosphorus
P
17.2 MHz/T
Sodium
Na
11.3 MHz/T
Carbon
C
10.7 MHz/T

Untuk sistem MR, spin akan melakukan gerak precession pada frekuensi radio, yang berarti spin akan berosilasi sebanyak beberapa juta kali per detik.
Pada 1,0 T, frekuensi Larmor dari proton Hidrogen kira-kira sebesar 42 MHz dan pada 1,5 T akan mencapai ± 63 MHz. Frekuensi osilasi dalam orde MegaHertz ini termasuk dalam gelombang radio (AM atau FM).
1.1.15.  Gambar 44. Orientasi acak spin









Semua spin akan bergerak dengan frekuensi yang sama pada arah medan magnet, di dalam orientasi yang masih acak.
Jika spin memiliki frekuensi yang sama, maka akan berorientasi fasa dan selama itu juga, komponen transversalnya terhadap medan magnet (paralel pada bidang x-y) akan saling meniadakan. Oleh karena itu, magnetisasi konstan M akan berada di sepanjang sumbu z saja.
Salah satu cara untuk mengubah distribusi atom (baik spin atas maupun bawah), fasanya, dan juga arahnya adalah dengan memberikan gelombang magnetik, dimana gelombang radio yang digunakan adalah sinyal RF.
Sinyal RF akan mengganggu keadaan spin jika frekuensinya sama. Dengan kata lain, sinyal RF tersebut harus beresonansi dengan gerakan spin. Arti resonansi itu sendiri adalah frekuensi dari sinyal RF harus sama dengan frekuensi Larmor dari spin (beresonansi).

1.1.16.  Gambar 45. Analogi Garpu Tala









ANALOGI GARPU TALA
Peristiwa kesamaan frekuensi RF dengan frekuensi Larmor dari spin (disebut sebagai keadaan resonansi), dapat dijelaskan dengan analogi garpu tala sbb :
Saat suatu grapu tala digetarkan, maka akan mulai berosilasi dan menghasilkan bunyi tertentu (gelombang akustik). Jika ada garpu tala kedua yang digetarkan dengan frekuensi yang sama, maka osilasinya merupakan respon dari gelombang akustik yang dikirimkan dari garpu tala pertama. Pada saat ini, kedua garpu tala tersebut dinyatakan dalam keadaan resonansi.
1.1.17.  Gambar 46. Analogi Keranjang Berputar










ANALOGI KERANJANG BERPUTAR
Apa yang sebenarnya terjadi dengan magnetic resonance dapat dijelaskan dengan suatu analogi keranjang berputar, dimana orang berperan sebagai sinyal RF yang harus berada dalam keadaan resonansi dengan spin yang berputar (keranjang).
Jika ada seseorang yang diharuskan untuk menaruh batu pada dua buah keranjang yang berputar (seperti pada gambar), dan ia hanya menaruh batu pada saat salah satu keranjang berada tepat di depannya (orang tersebut diam), maka cara ini akan memakan waktu yang lama.
Cara yang paling efektif adalah dengan ikut berlari di sepanjang keliling putaran keranjang tersebut dan menaruh batu tersebut pada keranjang-keranjang tersebut (dengan kecepatan yang sama, beriringan dengan keranjang). Dengan cara ini, maka ia dapat menaruh batu sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang itu.
Dengan berlari seperti itu, maka orang tersebut dikatakan "diam" relatif terhadap keranjang dan kecepatan orang = kecepatan keranjang.
1.1.18.  Gambar 47. Flip Angle








Sinyal-sinyal dan Sudut Flip Angle
Semakin besar energi yang berikan oleh sinyal RF, maka simpangan magnetisasinya akan semakin besar juga. Sudut simpangan akhir ini disebut dengan FLIP ANGLE (dinotasikan dengan α).
1.1.19.  Gambar 48. Sinyal fasa 90o

1.1.20.  Gambar 49.  Sinyal fasa 180o


Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang berlawanan dengan sumbu z. Sedangkan sinyal fasa 90o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang tepat dengan bidang x-y.

                       




1.1.21.  Gambar 50. Setelah diberikan sinyal fasa 180o











Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi dengan arah yang berlawanan dengan sumbu z. Pada keadaan ini, spin berada pada keadaan yang tidak stabil, sehingga spin tersebut akan kembali pada keadaan setimbangnya lagi. Karena magnetisasi akibat sinyal fasa  180o ini memiliki orientasi vertikal (sumbu z), maka sinyal fasa 180o menyebabkan magnetisasi longitudinal.
1.1.22.    Gambar 51. Sebelum diberikan sinyal fasa 180o
1.1.23.   



Sinyal fasa 90(derajat) akan menyebabkan magnetisasi pada arah transversal, bidang x-y. Selama masih ada sinyal RF, maka ada dua jenis medan yang akan berpengaruh, yaitu : medan statis dan medan RF yang berputar (untuk selang waktu yang pendek).





 
1.1.24.          Gambar 52. Sebelum diberikan sinyal fasa 90o
1.1.25.  Gambar 53. Pada akhir diberikannya sinyal fasa 90o

















1.1.26.          Gambar 54. Setelah diberikan sinyal fasa 90o
1.1.27.  Gambar 55. Arah magnetisasi


















Cara Memperoleh Sinyal MR
Sama halnya dengan notasi vektor, dimana magnetisasi juga memiliki dua buah komponen yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu :
MAGNETISASI LONGITUDINAL Mz yang merupakan vektor dengan arah sumbu z (sepanjang medan magnet eksternal) dan MAGNETISASI TRANSVERSAL Mxy yang merupakan komponen yang berotasi di sekitar medan (pada bidang x-y). Magnetisasi transversal merupakan jumlah dari vektor spin yang berotasi pada bidang x-y, yang menyamai frekuensi Larmor.

1.1.28.  Gambar 56. FID
Magnetisasi transversal berperan sebagai magnet yang berotasi, sehingga dapat memasukkan coil ke dalamnya dan menginduksikan tegangan. Sinyal itulah yang disebut dengan sinyal MR. Semakin kuat magnetisasi transversalnya, maka semakin kuat sinyal MRnya, tetapi akan menghilang dengan cepat juga.
Oleh karena itu, pada akhir dari sinyal RF ini, sinyal MR tersebut disebut dengan Free Induction Decay (FID).
Magnetisasi longitudinal akan menjadi nol setelah sinyal 90o dan berotasi sebagaimana magnetisasi transversal pada bidang x-y. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa magnetisasi transversal akan segera menyusut dalam waktu yang singkat dan sinyal MR akan segera berhenti juga. Setelah sinyal 90o, magnetisasi longitudinal akan kembali ke keadaan semula (keadaan setimbang), seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Proses tersebut disebut relaksasi.
Proses tersebut melibatkan sejumlah energi yang dipindahkan oleh proton yang tereksitasi, yang merupakan sifat dari suatu jaringan. Ada dua buah waktu relaksasi di dalam sistem MR, yaitu T1 dan T2, yang saling bebas satu sama lain dan merupakan sifat intrinsik dari setiap jaringan yang berbeda. Di dalam MRI, mekanisme utama dalam menentukan kontras pada sebuah citra adalah perbedaan dari waktu T1 dan T2 tersebut.
1.1.29.  Gambar 57. Magnetisasi longitudinal dan transversal








Magnetisasi transversal Mxy akan menyusut dengan lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan untuk pulihnya magnetisasi longitudinal Mz, dimana proses tersebut berlangsung secara eksponensial.
Suatu waktu tertentu (T1) dibutuhkan untuk memulihkan magnetisasi longitudinal dan magnetisasi transversal menyusut dalam waktu yang lebih cepat (T2).
Ada suatu analogi yang menarik untuk menjelaskan T1 dan T2, yaitu analogi jatuhnya kotak.
1.1.30.  Gambar 58. Analogi Jatuhnya Kotak











ANALOGI JATUHNYA KOTAK
Jika ada sebuah pesawat yang menjatuhkan sebuah kotak dari suatu ketinggian tertentu, maka kotak tersebut akan jatuh ke tanah dengan kecepatan yang meningkat karena gaya gravitasi. Pada kotak tersebut ada dua buah komponen yang bekerja, yaitu gaya gravitasi (sebagai T1) dan energi kinetik (dalam arah terbang, sebagai T2). Pergerakan kotak merupakan superposisi dari dua gerakan, kotak jatuh ke tanah tapi masih memiliki arah yang sama dengan arah penerbangan.
1.1.31.  Gambar 59. Proses relaksasi ke keadaan setimbang









Secara mudahnya, relaksasi merupakan suatu keadaan dari sistem yang kembali dari keadaan tidak setimbang kepada keadaannya yang setimbang. Saat mendekati kesetimbangannya, prosesnya akan melambat sampai mencapai keadaan saturasi (saat sistem semakin dekat ke keadaan setimbang, maka relaksasi akan semakin lemah).
1.1.32.  Gambar 60. Perbandingan T1 dengan T2







Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat magnetisasi longitudinal mulai pulih, magnetisasi transversal mulai menyusut, dimana proses magnetisasi transversal berjalan dengan lebih cepat (T2) daripada pemulihan magnetisasi longitudinal (T1).
1.1.33.  Gambar 61. Relaksasi Magnetisasi Longitudinal
Proses pemulihan magnetisasi longitudinal merupakan proses yang berifat eksponensial, yang dinamakan RELAKSASI LONGITUDINAL dan konstanta waktunya adalah T1.
Setelah T1, magnetisasi longitudinal Mz telah pulih sebesar 63 % dari nilai akhirnya dan setelah 5T1, maka proses tersebut sudah sempurna. Konstanta T1 tersebut berbeda-beda untuk setiap jaringan, sehingga bersifat tissue-specific.
Jenis jaringan dalam tubuh yang berbeda menunjukkan waktu relaksasi yang berbeda juga. Walaupun begitu, hal tersebut merupakan faktor utama untuk mendapatkan kontras dari citra yang diperoleh dengan sistem MR. Perbedaan tersebut terjadi karena energi RF yang terstimulasi akan menghilang kembali akibat interaksi dengan kisi-kisi (lattice).
1.1.34.  Gambar 62. Grafik T1 beberapa jenis jaringan









Tabel di bawah ini menunjukkan konstanta T1 dari bermacam-macam jenis jaringan :
1.1.35.     
1.1.36.  Tabel 4. Konstanta T1 beberapa jenis jaringan

1.1.37.  Gambar 63. Relaksasi Spin-lattice
Proton-proton akan mengubah status spinnya pada saat beresonansi. Proton akan merasakan medan lokal secara kontinu dan fluktuasinya disebabkan oleh pergerakan molekular. Fluktuasi medan magnet ini seolah-olah dilapisi oleh medan eksternal. Efek terkuat yang dirasakan merupakan akibat dari fluktuasi medan magnet yang bersesuaian dengan frekuensi Larmor dan berosilasi secara transversal terhadap medan magnet utama. Perilaku proton tersebut seperti sinyal RF yang kecil dan menyebabkan pembalikkan spin.
Lingkungan tempat proton berada seringkali terdiri dari molekul yang besar (lemak) dan makro-molekul (protein). Proton Hidrogen yang berada di dalam molekul lemak yang bergerak relatif lambat (terletak dalam kisi yang tebal) sebagaimana proton yang membatasi protein merasakan fluktuasi medan lokal yang kuat, sehingga dengan cepat mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menjelaskan konstanta T1 jaringan lemak yang relatif singkat.
Lain halnya jika berada di dalam cairan, dimana mobilitas molekularnya lebih cepat daripada fluktuasi medannya. Resonansi dengan medan magnet yang berosilasi jarang terjadi dan semakin lemah, sehingga proton tidak segera mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa air murni dan CSF (cerebrospinal fluid) memiliki konstanta T1 yang besar (waktunya lebih lama).
Lingkungan dari suatu proton sering disebut sebagai kisi-kisi (lattice). Karena pasangan spin menghasilkan energi kepada kisi-kisi selama proses relaksasi longitudinal, maka proses T1 dinamakan juga dengan relaksasi spin-lattice. Proses ini terjadi setelah interferensi dari sinyal RF dan sesaat setelah proses pembentukkan kembali magnetisasi longitudinal (setelah pasien dimasukkan ke dalam medan magnet).
1.1.38.  Gambar 64. Contoh kontras T1








Karena jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberikan waktu relaksasi T1 yang berbeda juga, maka hal ini dapat digunakan untuk menyebabkan kontras pada citra MR, misalnya jaringan yang terkena penyakit akan menunjukkan konsentrasi air yang berbeda dengan daerah di sekitarnya (adanya perbedaan konstanta relaksasi).
Pada gambar di samping, terlihat bahwa dengan kontras T1, CSF akan terlihat sebagai bagian yang hitam pada citra sistem MR.
1.1.39.  Gambar 65. Contoh citra dengan TR yang pendek
Perhatikan antara hitam yang dihasilkan oleh CSF, warna keabu-abuan sampai warna putih.
1.1.40.  Gambar 66. Contoh citra dengan TR yang panjang
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna hitam ,abu-abu, dan putih.

1.1.41.  Gambar 67. Penyusutan Magnetisasi Transversal























Penyusutan Magnetisasi Transversal (T2)
Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi akan menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan cepat.
Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam keadaan phase-coherent, dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang besar, yang berotasi dalam bidang x-y.





Bagaimanapun, spin yang berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya karena interaksi antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan magnetisasi transversal.
Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada yang dinamakan dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi rotasi transversal akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai menyusut. Hal inilah yang disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2, maka akan berkurang sampai 14 % dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan segera menghilang.
1.1.42.  Gambar 68. Analogi Pelari







Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama pertandingan, pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada kecepatan yang berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut menunjukkan tidak adanya suatu koherensi selama pertandingan.
1.1.43.  Gambar 69. Grafik T2 beberapa jenis jaringan











Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissue-specific) :

1.1.44.  Tabel 5. Konstanta T2 beberapa jenis jaringan
Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu proses tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses tersebut tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal, tetapi komponen relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan perubahan keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan relaksasi longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen transversalnya, yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga akan berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal. Komponen z dari spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang berlawanan. Proton-proton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan magnet pada arah z, sebesar ± 1mT.
Saat medan magnet statis menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi precession pada daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan frekuensi precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut, maka spin magnet yang berputar tidak ada lagi, seperti halnya para pelari yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda. 

1.1.45.  Gambar 70. Citra kontras T2
Text Box: Kontras T2 menunjukkan CSF sebagai bagian yang berwarna terang dalam citra MR - berkebalikan dengan kontras T1 














Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
 Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda, maka perbedaan-perbedaan tersebut digunakan untuk memberikan kontras pada citra MR.







Setelah pemberian sinyal RF pada proton-proton, maka proton-proton tersebut akan memberikan respon, yaitu yang disebut dengan spin echo. Saat sinyal MR tersebut menyusut (begitu juga dengan magnetisasi transversal), maka spin echo akan muncul, bersamaan dengan sinyal MR "pantulan"nya.
1.1.46.  Gambar 71. Penyusutan FID yang sebenarnya
Sebenarnya, penyusutan sinyal MR (FID) diharapkan terjadi bersamaan dengan konstanta T2. Tetapi walaupun begitu, penyusutan FID terjadi dengan lebih cepat, yaitu dengan waktu efektif yang lebih pendek T2*.

 
Medan magnet yang dirasakan oleh spin ternyata tidak sama di setiap posisi, sehingga masih bersifat inhomogen. Adanya variasi medan lokal tersebut disebabkan karena karakteristik tubuh pasien dan juga sifat inhomogentias dari magnet itu sendiri.
Penjelasan di atas dapat diperjelas dengan deskripsi singkat tentang pelari, dimana pada suatu waktu, para pelari yang telah menyebar (dalam posisi yang berbeda-beda) tersebut diminta untuk berbalik arah sebesar 180o (kembali ke garis awal).
Seorang pelari yang berada pada posisi terdepan saat lomba masih berjalan, akan menjadi pelari dengan posisi yang paling terakhir saat diminta berbalik arah.
Saat lomba awal, maka terlihat bahwa posisi pelari telah menyebar. Akan tetapi, saat diminta berbalik arah, maka para pelari tersebut akan kembali sejajar di garis awal (kembali seperti semula). Peristiwa dimana fasa proton kembali bersifat koheren, yang dianalogikan dengan para pelari berada di garis awal, disebut dengan echo.
1.1.47.  Gambar 72. Analogi pelari yang berbalik arah
  

1.1.48.  Gambar 73. Spin Echo








Efek yang ditimbulkan oleh sinyal fasa 180o adalah spin kembali memiliki fasa yang sama dan dihasilkan sinyal MR baru, yaitu spin echo. Sinyal fasa 180o diberikan setelah sinyal fasa 90o dengan selang waktu τ. Sinyal spin echo ini akan membesar dan mencapai nilai maksimum setelah 2τ. Selang waktu tersebut disebut dengan echo time (dinotasikan dengan TE). Setelah selang waktu ini, spin echo akan segera mengecil.
1.1.49.  Gambar 74. Pemberian sinyal fasa 180o secara berurutan





Saat beberapa sinyal fasa 180o diberikan secara berurutan, maka beberapa spin echo akan dihasilkan oleh multi-echo sequence. Amplitudo dari echo ini lebih kecil dari amplitudo sinyal FID. Semakin besar echo timenya, maka echonya akan semakin kecil. Hal ini dapat diulang sampai hilangnya magnetisasi transversal, melalui relaksasi T2.
Karena FID akan segera menyusut setelah sinyal fasa 90o, maka akan sangat sulit untuk mengukur kekuatan / intensitasnya. Oleh karena itu, sinyal echo lebih dipilih untuk proses pencitraan.
2.2.6.2.      Gradient Echo
1.1.50.  Gambar 75. Gradient










Pencitraan MR menggunakan dua buah metode, yaitu spin echo (yang telah dijelaskan di atas) dan gradient echo.
Medan magnet akan coba diubah segera setelah sinyal RF. Perubahan ini menyebabkan medannya akan mengecil pada satu arah dan membesar pada arah yang lain. Hal inilah yang disebut dengan gradient. Medan B0 hanya ada pada satu lokasi saja, sebelum dan setelah lokasi ini, kekuatan medannya bisa menjadi lebih rendah atau lebih tinggi. Dari persamaan Larmor, diketahui bahwa frekuensi precession berbanding lurus dengan kekuatan medan magnetnya. Oleh karena itu, sekarang spin berotasi dengan kecepatan yang berbeda karena perubahan medan.
Dalam teknologi MR ini, gradient diartikan sebagai perubahan medan magnet pada arah tertentu (meningkat atau berkurang secara linier).
1.1.51.  Gambar 76. Gradient Echo










Setelah sinyal RF diberikan, sinyal gradient (-) akan melakukan proses dephase pada frekuensi spin. Karena masih berputar dengan kecepatan yang berbeda, spin akan kehilangan fasanya dengan lebih cepat. FID akan berkurang dengan lebih cepat daripada di kondisi normal.
Dengan membalikkan polaritas dari gradient (+), spinnya masih berada dalam keadaan dephased. Sinyal echo diukur selama proses rephasing dari FID dan karena echo tersebut dihasilkan oleh gradient, maka disebut gradient echo.
Sinyal fasa 180o diabaikan dalam teknologi gradient echo ini, sehingga mekanisme dephasing statis T2* tidak dihapuskan, sebagaimana yang terjadi pada metode spin echo. Komponen echo time untuk gradient echo ini harus menempati alokasi waktu T2*. Oleh karena itu, metode gradient echo akan lebih cepat daripada metode spin echo.
Untuk menghasilkan gradient echo, komponen flip angle yang digunakan untuk menstimulasi sinyal RF biasanya lebih kecil dari 90o. Keuntungan dari metode ini adalah sinyal yang lebih kuat dan waktu pengukuran yang lebih singkat.

Dasar untuk citra MR adalah melalui proses spasial allocation dari sinyal-sinyal MR individu yang menunjukkan struktur anatomis. Kemudian spin dari atom-atom tersebut akan memberikan frekuensi precession yang berbeda pada posisi yang berbeda juga. Resonansi magnetik akan dibedakan secara spasial. Dalam pencitraan medis, dibutuhkan citra irisan-irisan dari tubuh manusia pada posisi yang spesifik, yaitu dengan metode switching gradient.
1.1.52.  Gambar 77. Cara menghasilkan gradient










Cara untuk Menghasilkan Gradient
Medan magnet dihasilkan segera saat arus listrik mengalir di sepanjang konduktor sirkular atau sebuah lilitan. Saat arah rambat arus listrik dibalik, maka arah dari medan magnetnya pun akan berubah juga.
Dengan MR, bagian gradient coil dioperasikan secara berpasangan dalam arah x, y, dan z pada :
·        Besar arus yang sama
·        Polaritas yang berlawanan.

Satu lilitan akan meningkatkan medan magnet statis, sedangkan lilitan yang berlawanan akan menguranginya. Hal ini berarti medan magnet B0 akan berubah secara proporsional.
1.1.53.  Gambar 78. Pengaruh gradient











Pengaruh Gradient
Di dalam medan magnet normal, kekuatannya akan sama dimanapun posisinya (B0). Oleh karena itu, spin proton akan menunjukkan frekuensi spin0) yang proporsional dengan kekuatan medan magnetnya. Hasilnya, resonansi magnetiknya akan sama di semua posisi.
Dengan menggunakan gradient, medan magnet menunjukkan peningkatan yang linier. Gerak precession dari spin akan bervariasi pada arah ini. Pada arah yang satu akan berputar dengan lebih lambat, sedangkan pada arah yang lain akan berputar dengan lebih cepat. Dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut menunjukkan frekuensi resonansi yang berbeda.

1.1.54.  Gambar 79. Posisi gradient










Cara Menentukan Posisi Irisan
Jika dipilih irisan pada bidang x-y, maka irisan tersebut akan vertikal pada sumbu z. Misalkan ada seorang pasien yang sedang telentang pada arah sumbu z di dalam magnet, maka irisan yang didapat adalah irisan transversal.
Untuk pemilihan irisan, gradient diubah pada arah z terhadap sinyal RF secara serempak. Gradient ini disebut slice-selection gradient (Gs).
1.1.55.  Gambar 80. Gradient Gs






Sekarang, medan magnet memiliki besar B0 pada satu lokasi saja, yaitu z0. Saat sinyal RF berfrekuensi hanya pada satu frekuensi (ω0), maka akan mengharuskan spin untuk berada pada lokasi resonansi z0. Posisi tersebut dinamakan slice position.
Akan tetapi, proses ini tidak cukup hanya sampai di sini karena yang didapat hanyalah irisan tanpa ketebalan. Irisan tersebut hanya setipis kertas dan sinyalnya akan terlalu lemah, karena hanya sedikit proton yang terstimulasi pada daerah tipis ini. Kebutuhan akan resolusi tertentu pada arah z disebut dengan slice thickness.
Sinyal RF penstimulasi memiliki bandwidth tertentu di sekitar frekuensi tengahnya, (ω0) dan dapat menstimulasi daerah yang diinginkan dari ketebalan irisan (∆z0).
Ketebalan irisan dapat diubah dengan menjaga bandwidth sinyal RF agar tetap konstan pada saat mengubah kemiringan gradient. Gradient yang lebih curam (a) akan menghasilkan irisan yang lebih tipis (∆za) dan irisan yang lebih landai (b) akan menghasilkan irisan yang lebih tebal.
Suatu irisan merupakan daerah resonansi spin yang terdefinisi. Di luar irisan tersebut, spin tidak akan terpengaruh oleh sinyal RF. Magnetisasi transversal (dan juga sinyal MR) hanya dihasilkan di dalam irisan.
1.1.56.  Gambar 81. Memilih ketebalan irisan
   














Keunggulan Teknologi Gradient
Metode menggunakan gradient ini memungkinkan kita untuk memposisikan bidang irisan pada beberapa pencitraan MR.
1.1.57.  Gambar 82. Teknologi gradient
 











Sistem MR memiliki tiga pasang gradient coil di sepanjang sumbu x, y, dan z. Untuk irisan sagittal, harus menggunakan gradient-x dan untuk irisan coronal, harus menggunakan gradient-y. Untuk mendapatkan irisan yang miring, maka beberapa gradient harus digunakan secara serempak. Hasilnya akan saling bertumpukan. Sebuah irisan miring tunggal dihasilkan oleh dua buah gradient (misalkan gradient dalam arah y dan z) dan untuk mendapatkan irisan miring ganda, maka digunakan ketiga gradient secara serempak.
2.2.6.3.      Rekonstruksi Citra dari Irisan-irisan
1.1.58.  Gambar 83. Pixel dan Voxel











Citra dari suatu irisan tidak dihasilkan secara langsung melalui prosedur pengukuran. Pertama-tama, setelah sinyal MR diterima maka akan dihasilkan data mentah (raw data) terlebih dahulu. Kemudian data-data tersebut akan melalui proses komputasi untuk menghasilkan citra yang diinginkan.
Citra MR terdiri dari banyak elemen citra, yang disebut dengan pixel (picture element). Konfigurasi ini disebut image matrix. Setiap pixel dalam image matrix memiliki derajat keabu-abuan. Secara keseluruhan, nilai keabu-abuan tersebut akan membentuk suatu komposisi citra.
Komponen pixel dalam sebuah citra akan menunjukkan komponen voxel dalam sebuah irisan. Semakin banyak pixel dalam suatu citra, maka informasi yang berkaitan dengan citra tersebut akan semakin banyak dan citra yang dihasilkan akan semakin tajam dan detail (memiliki resolusi yang lebih tinggi).

1.1.59.  Gambar 84. Gradient GF
1.1.60.  Gambar 85. Proses penentuan derajat keabu-abuan
1.1.61.                    
1.1.62.  Gambar 86. Proses phase-encoding

Besarnya sinyal-sinyal tersebut dapat dibagi-bagi sbb : selama proses pengukuran echo, gradient diarahkan pada arah x. Pasangan spin dari voxel individual akan melakukan gerak precession di sepanjang sumbu x pada frekuensi yang terus membesar, yang disebut frekuensi encoding. Sedangkan gradient yang berhubungan dengan proses tersebut disebut Frequency-Encoding Gradient (GF). Bagian echo yang dimaksud merupakan kombinasi sinyal dari spin yang tereksitasi di sepanjang sumbu x. Pada resolusi 256 voxel, echo terdiri dari 256 frekuensi.

Metode Transformasi Fourier dapat membantu untuk menentukan kontribusi sinyal dari setiap komponen frekuensi. Setiap sinyal individu yang didapat akan menentukan derajat keabu-abuan dari pixel yang dialokasikan.
Dua voxel yang berbeda dapat memiliki frekuensi yang sama dan karenanya, tidak dapat didiferensiasi.
Pada selang waktu di antara sinyal RF dan echo, gradient akan diposisikan pada arah y. Sebagai hasilnya, spin akan melakukan precession pada kecepatan yang berbeda dalam waktu yang singkat. Setelah gradient dimatikan, pergeseran fasa spin di sepanjang sumbu y akan berbeda yang tetap bersifat proporsional terhadap lokasi masing-masing. Proses ini dinamakan phase encoding dan komponen gradient yang berkaitan disebut dengan phase-encoding gradient (Gp).
Untuk memfilter pergeseran-pergeseran fasa tersebut, maka digunakan proses Transformasi Fourier. Selain itu, untuk mendapatkan matriks sebanyak 256 baris, maka dibutuhkan sinyal MR sebanyak 256 dengan proses phase encoding untuk 256 lokasi yang berbeda. Hal ini berarti 256 langkah proses phase encoding dan menyebabkan urutan sinyal-sinyal tersebut harus diulang sebanyak 256 kali untuk membentuk matriks 256 x 256.
Setelah itu, matriks tersebut dinamakan Raw Data Matrix, yang juga dikenal dengan k-Space.
1.1.63.  Gambar 87. Pengulangan sebanyak 256x

1.1.64.  Gambar 88. Komponen raw data pembentuk citra







Bagian Center Raw Data akan menentukan struktur yang kasar dan kontras citra. Sedangkan komponen Raw Data di sepanjang perbatasan akan memberikan informasi tentang batasan-batasan yang ada, transisi pada tepi, dan kontur citra. Pada suatu waktu tertentu, data-data tertentu akan menampilkan struktur yang lebih bagus dan pada proses analisis akhir, akan menentukan resolusi citra. Bagian ini hampir tidak berisi informasi apapun tentang kontras jaringan.

1.1.65.  Gambar 89. Diagram sinyal











Urutan spin echo terdiri dari sinyal fasa 90o, yang diikuti dengan sinyal fasa 180o yang menghasilkan spin echo pada konstanta TE (Echo Time). Urutan pulsa tersebut diulang berdasarkan konstanta TR (Repetition Time) selama komponen k-space diisi dengan echo. Jumlah tahapan proses phase-encoding (yang merupakan baris dari raw data) berhubungan dengan jumlah pengulangan tersebut. Waktu scanning akan ditentukan oleh derajat yang besar dari resolusi gambar dalam arah proses phase-encoding.
Dengan NP = jumlah tahap proses phase-encoding.
Slice-selection gradient GS dinyalakan segera setelah sinyal fasa 90o, yaitu saat gambar balok ada di bagian atas, untuk memilih irisan yang diinginkan.
Gradient akan menyebabkan fasa spin dalam keadaan dephase, pada sepanjang ketebalan irisan. Oleh karena itu, keadaan ini harus dikompensasi dengan gradient dari polaritas yang berlawanan dan setengah durasi (proses rephase dari gradient). Hal inilah yang menimbulkan adanya gambar balok dibagian bawah dari GS.
Selama sinyal fasa 180o, GS akan dinyalakan lagi sehingga sinyal tersebut hanya mempengaruhi spin dari irisan yang terstimulasi sebelumnya.
1.1.66.  Gambar 90. Phase-encoding

1.1.67.  Gambar 91. Frequency-encoding
Phase-encoding gradient GP akan dinyalakan sementara di antara pemilihan irisan dan spin echo. GP akan menumpukkan fasa yang berbeda pada spin. Untuk matriks yang terdiri dari 256 baris dan 256 kolom, proses penyalaan gradient (switching) dari urutan spin echo akan diulang sebanyak 256x dengan parameter TR dan GP yang meningkat secara bertahap.Tahap proses phase-encoding dalam grafik sinyal sering digambarkan dengan garis horisontal yang banyak dalam bagian balok GP, yang menggambarkan amplitudo tahapan gradient yang berbeda, baik positif maupun negatif.
Selama proses spin echo, frequency-encoding gradient GF akan dipengaruhi juga. Karena spin echo dibaca pada saat tersebut, gradient ini disebut juga readout gradient. Jika tidak ada hal lain yang diberikan selain readout gradient, maka gerakan precession dari spin  pada arah frequency-encoding akan mulai berubah menjadi keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada dalam keadaan dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena gradient dengan polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout gradient (dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah interval pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo maksimum. Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal fasa 180o, sehingga gradient memiliki fasa yang sama seperti readout gradient. Hal ini dikarenakan sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa spin.
1.1.68.  Gambar 92. Multislice sequence

1.1.69.  Gambar 93. Data 3D

1.1.70.  Gambar 94. Tampilan spasial
 Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval waktu antara proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya, dapat dihasilkan beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang disebut dengan multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu daerah tertentu.
 Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut digunakan untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah yang mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient seolah-olah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan  (arah z, seperti pada contoh), maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang citra, seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi tentang volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D, perangkat lunak POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara spasial.
2.2.6.4.      Kontras
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah jenis kontras yang sangat penting, yaitu kontras T1, kontras T2, dan kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberi magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat dimana sinyalnya kuat, maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih terang, sedangkan sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak, maka sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk diagnostik medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi T1 dan T2 pada kontras suatu citra.
1.1.71.  Gambar 95. TE dan TR
Jika mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb : sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu τ setelah sinyal fasa 90o dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2τ.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi semua tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali). Waktu interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan Repetition Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk mengendalikan kontras dari urutan spin echo.
1.1.72.  Gambar 96. Kontras densitas proton
Gambar di samping menampilkan tiga buah jenis jaringan tubuh yang berbeda (1, 2, dan 3) dengan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Relaksasi longitudinal akan dimulai segera setelah sinyal fasa 90o. Magnetisasi longitudinal MZ dari tiga buah jaringan tubuh yang berbeda akan pulih pada kecepatan yang berbeda. Nilai maksimumnya berhubungan dengan "densitas proton", yaitu jumlah proton Hidrogen per unit volume.
Dengan diberikannya kembali sinyal fasa 90o setelah TR, maka magnetisasi longitudinal aktual akan berubah menjadi magnetisasi transversal MXY dan menghasilkan sinyal dengan kekuatan yang berbeda.
1.1.73.  Gambar 97. Contoh kontras densitas proton
Text Box: Kontras densitas proton : TR panjang (2.500 ms) TE pendek (15 ms)  Semakin besar densitas proton dalam suatu jenis jaringan, maka warna yang ditampilkan pada citra akan semakin terang.
Jika TR dipilih cukup panjang, maka perbedaan sinyal dalam jaringan setelah sinyal fasa 90o yang diulang hanya akan bergantung pada densitas proton di dalam jaringan, karena relaksasi longitudinal yang hampir selesai. Echo harus dihasilkan segera setelah sinyal fasa 90o yang diulang, dengan TE yang lebih singkat, sehingga didapat citra proton density-weighted (PD yang singkat).  Pada kenyataannya, TR dari urutan spin echo biasanya lebih lama dari 2-3 detik. Hal ini juga berarti jenis jaringan tubuh dengan konstanta T1 yang lebih lama, misalnya CSF, yang tidak segera pulih setelah periode waktunya. 


1.1.74.  Gambar 98. Contoh kontras T2

Text Box: Perbandingan citra yang berhubungan dengan  kontras T2 : TR yang panjang (2.500 ms) TE meningkat  CSF dengan T2 yang panjang akan timbul sebagai bagian yang terang dalam citra yang bersifat T2-weighted.
1.1.75.  Gambar 99. Kontras T2































 
Kurva sinyal akan menurun karena relaksasi T2 dan mulai berpotongan. Kontras densitas proton akan hilang. Pada TE yang lebih lama, kurva akan mulai menyimpang dan kontras dikendalikan oleh relaksasi T2, sehingga diperoleh citra T2-weighted. Kekuatan sinyal dari spin echo akan bergantung pada penyusutan T2.

Di samping merupakan perbandingan citra yang menunjukkan kontras T2 dengan TE yang semakin lama akan semakin lama.

1.1.76.  Gambar 100. Kontras T1

1.1.77.  Gambar 101. Contoh kontras T1
 


Pada keadaan tersebut, densitas proton tidak lagi mempengaruhi kontras. Kontras T2 hanya bergantung pada komponen TE yang dipilih.  T2 yang optimal dari suatu citra T2-weighted merupakan nilai rata-rata konstanta T2 dari citra jaringan yang akan ditampilkan (ada di antara 80 dan 100 ms).

Jika TE terlalu lama (citra yang terakhir), magnetisasi transversal telah menyusut sampai pada suatu tingkat dimana sinyal-sinyal dari beberapa jenis jaringan  akan menghilang di dalam derau (noise) sinyal yang tidak dapat dihindarkan.
Jika dipilih TR yang singkat sehingga relaksasi T1 belum selesai, maka sinyalnya akan menjadi lebih lemah dan kontrasnya akan berkurang seiring TE yang semakin meningkat. Oleh karena itu, harus dipilih TE yang sesingkat mungkin.
TR yang singkat akan menghilangkan efek dari densitas proton, TE yang singkat akan menghilangkan efek dari relaksasi T2. Perbedaan kekuatan sinyalnya sebagian besar bergantung pada magnetisasi longitudinal sebelumnya, yaitu yang berasal relaksasi T1 jaringan tertentu, sehingga diperoleh citra T1-weighted.
Gambar di samping menunjukkan kontras T1 yang bagus, yaitu saat TR dan TE singkat. Dengan TE yang lebih panjang, baik kontras T1 maupun sinyal yang terukur, masing-masing akan dikurangi. Kombinasi waktu pengulangan yang singkat dan TE yang lama sangat tidak sesuai.
Jenis jaringan yang normal hanya memiliki sedikit perbedaan dari densitas protonnya, di samping relaksasi T1 yang berbeda. Oleh karena itu, pencitraan T1-weighted akan sangat sesuai untuk tampilan anatomi tubuh.
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence. Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka didapat citra densitas proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran tunggal.
Jadi dengan mengambil beberapa nilai parameter yang berbeda, maka akan didapat citra-citra sbb :
·        Kontras T1 (TR dan TE singkat)
·        Kontras T2 (TR danTE yang lama)
·        Kontras densitas proton (TR lama, TE singkat)
Dengan pencitraan spin echo, efek akibat T1 dan T2 berbanding terbalik, yaitu : jaringan dengan T1 yang lebih lama akan berwarna lebih gelap dalam citra T1-weighted dan jaringan dengan T2 yang lebih lama akan tampak lebih terang.
1.1.78.  Gambar 102. Citra hasil kontras T1, T2, dan densitas proton













2.2.6.5.      Kontras Menggunakan Pemulihan Inversi (IIR)
Urutan pemulihan inversi merupakan urutan spin echo dengan didahului oleh sinyal fasa 180o. Dalam teknologi MR, sinyal-sinyal persiapan akan mendahului urutan yang sebenarnya dan di sini akan dibicarakan bagaimana cara memanipulasi kontras citra tersebut.
1.1.79.  Gambar 103. Pemulihan inversi
Urutan pemulihan Inversi (Inversion Recovery Sequence, IIR) menggunakan sinyal fasa 180o – 90o – 180o. Pertama-tama, magnetisasi longitudinal dibalik oleh sinyal persiapan fasa 180o pada arah yang berlawanan. Magnetisasi transversal akan nol dan sinyal MR tidak akan diterima.
Interval di antara sinyal fasa 180o dan sinyal stimulasi fasa 90o diketahui sebagai Inversion Time TI. Selama periode tersebut, magnetisasi longitudinal akan pulih.
Sinyal stimulasi fasa 90o akan mengubah magnetisasi longitudinal aktual menjadi magnetisasi transversal.
1.1.80.  Gambar 104. Kontras T1 yang kuat
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence. Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka didapat citra kepadatan proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran tunggal. Saat urutan spin echo memberikan kontras T2 yang baik, maka IIR digunakan untuk mendapatkan kontras T1 yang lebih tinggi.

Sebagaimana magnetisasi longitudinal memulihkan nilai negatifnya dengan proses inversi, magnetisasi dari jenis jaringan yang berbeda akan mencapai nilai nol pada waktu yang berbeda. Proses inversi magnetisasi ini memberikan dispersi yang lebih baik dari kurva T1 menjadi kontras T1 yang lebih baik juga. Dengan memilih TI yang sesuai, maka kontras akan semakin baik.
Kerugiannya adalah waktu pengukuran yang lebih lama. Dengan bergantung pada T1, irisan yang diukur lebih sedikit dibandingkan dengan metode T1-weighted spin echo.

1.1.81.  Gambar 105. Kurva magnetisasi longitudinal

1.1.82.  Gambar 106. Citra karena efek TI
Text Box: Perbandingan citra yang berhubungan dengan  kontras IIR : TI meningkat  Sinyal dari zat putih akan berkurang seiring peningkatan TI dan terus menuju perpotongan nol pada TI = 300 ms.  Pada TI = 400 ms, sinyal dari zat abu (dengan T1 yang lebih lama) telah mencapai perpotongan nol, sedangkan sinyal untuk zat putih akan meningkat lagi. 










1.1.83.  Gambar 107. Metode Phase-sensitive
Text Box: Latar belakang citra, biasanya berwarna hitam, ditampilkan dengan warna abu  mid-range saat menggunakan rekonstruksi phase-sensitive.  
Karena TI telah dipilih, jaringan yang lebih cepat relaks (a) telah melewati titik perpotongan nol, sedangkan jaringan relaksasi yang lebih lambat (b) belum melewatinya. Akan sangat membingungkan jika hanya magnitudo sinyal yang digunakan untuk menentukan kontras citra. Jenis jaringan dengan konstanta T1 yang berbeda akan ditampilkan dengan nilai keabu-abuan yang sama.

Perbandingan citra di samping (gambar 103) menunjukkan efek TI pada kontras di dalam otak. Sinyal yang berasal dari zat putih atau abu akan dihilangkan.

Kontras dari beberapa jenis jaringan yang berbeda dapat dipastikan dengan mempertimbangkan arah dari magnetisasi longitudinal.

Magnetisasi longitudinal positif dan negatif akan diubah oleh sinyal eksitasi fasa 90o menjadi magnetisasi transversal dengan pergeseran fasa sebesar 180o.  Jika magnitudonya dipertimbangkan seperti halnya perbedaan fasa dari sinyal-sinyal tersebut, maka akan dimungkinkan untuk menempatkan sinyal pada magnetisasi longitudinal positif atau negatif aslinya. Hal inilah yang akan menentukan kontras T1 maksimum.
Metode rekonstruksi phase sensitive ini akan memberikan magnetisasi longitudinal yang sebenarnya dan sering disebut dengan true inversion recovery, yang banyak digunakan oleh bidang ilmu kesehatan anak-anak (pediatrics).
Sebagai informasi tambahan, berikut ini adalah blok diagram dari sistem RF MAGNETOM Symphony :












 

1.1.84.  Gambar 108. Blok diagram sistem RF

Keterangan lebih lanjut tentang modul pengirim sinyal RF (transmitter) dan penerima sinyal RF (receiver) dapat dilihat pada blok diagram di bawah ini :

1.1.85.  Gambar 109. Modul transmitter


1.1.86.  Gambar 110. Modul receiver

2.2.7.            Masa Depan Sistem MRI
Masa depan untuk sistem MRI sepertinya masih merupakan angan-angan saja. Teknologi tersebut masih baru dan baru digunakan secara luas selama 20 tahun saja (jika dibandingkan teknologi X-Ray yang sudah berumur lebih dari 100 tahun).
Alat scanner yang berukuran lebih kecil untuk proses pencitraan bagian tubuh yang lebih spesifik sedang dalam proses pengembangan, seperti misalnya alat scanner dimana hanya butuh meletakkan bagian lengan, lutut ataupun kaki pasien. Kemampuan untuk memetakan sistem pembuluh darah sedang ditingkatkan. Pemetaan otak secara fungsional (melakukan proses scanning pada saat seseorang sedang melakukan suatu aktivitas tertentu, seperi meremas bola karet atau melihat suatu gambar) akan membantu pada ilmuwan untuk semakin mengerti tentang bagaimana otak manusia bekerja. Kegiatan riset telah berlangsung di beberapa institusi untuk pencitraan ventilasi dinamik dari paru-paru dengan menggunakan gas 3He yang terhiperpolarisasi. Selain itu, pengembangan cara baru untuk memetakan penyakit stroke dalam tahap-tahap awalnya sedang dilakukan secara terus-menerus.

Ramalan tentang masa depan MRI masih spekulatif. Walaupun begitu, sistem MRI dapat menjadi sesuatu yang tanpa batas di masa depan dan tentu saja, dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dunia.
2.1.               Penjelasan Sistem Magnet MRI
2.3.1.            Pengantar Tentang Magnet pada Sistem MRI

1.1.87.  Gambar 111. Diagram sistem magnet pada MRI


1.1.88.  Gambar 112. Contoh magnet MRI



Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa magnet merupakan bagian yang paling dasar dalam sistem MRI. MRI membutuhkan magnet yang kuat dan memiliki medan magnet yang homogen di sepanjang volume pencitraan.
Jika alat MRI sedang dioperasikan dan mengirimkan pulsa RF (Radio Frequency) kepada pasien yang posisinya tidak berada di dalam medan magnet, alat tersebut tidak akan menghasilkan apa yang disebut “echo”. Hanya jika pasien dimasukkan ke dalam medan magnet yang kuat dan pulsa RF pada frekuensi yang tepat dikirimkan kepadanya, maka sebuah “echo” akan dibangkitkan. 
1.1.89.  Gambar 113. Orientasi medan magnet bumi

Hal penting lainnya yang berhubungan dengan magnet adalah kekuatan medan magnet yang dinotasikan dengan satuan Tesla. Magnet-magnet yang dimiliki oleh alat-alat SIEMENS biasanya berkekuatan 0,2 T, 1,0 T, atau 1,5 T, dimana semakin besar kekuatan magnetnya, maka biaya untuk menghasilkannya lebih mahal, tetapi kualitas gambarnya jauh lebih baik. Selain dengan satuan Tesla, satuan lain yang biasa digunakan adalah Gauss, dimana 1 Tesla = 10.000 Gauss. Magnet-magnet yang terdapat pada alat MRI, sekarang ini, mempunyai kekuatan magnet berkisar antara 0,5 – 2,0 T atau 5.000 – 20.000 Gauss.
Untuk sekedar informasi, magnet dengan kekuatan lebih dari 2 T belum disetujui untuk digunakan pada proses pencitraan medis, walaupun termasuk magnet yang sangat kuat (sampai 60 T). Magnet dengan kekuatan seperti ini cenderung digunakan untuk riset.
Jika dibandingkan dengan kekuatan magnet bumi, yang hanya sebesar 0,5 Gauss, maka dapat terlihat bahwa magnet yang digunakan pada alat MRI ini memiliki kekuatan medan magnet yang jauh lebih besar.
Biasanya, untuk membangkitkan medan magnet pada sistem MRI, maka digunakan metode-metode ini, yaitu :
·        Low Field Magnets :   untuk menghasilkan medan magnet sampai ± 0,3 Tesla, menggunakan magnet jenis permanen dan resistif.
·        High Field Magnets :   untuk sistem MRI dengan kekuatan medan magnet dengan range 0,5 – 3,0 Tesla dan membutuhkan magnet jenis superkonduktor.
2.3.2.            Berbagai Jenis Magnet Sistem MRI
Pada umumnya, terdapat tiga buah desain dari magnet yang digunakan pada alat MRI, yaitu :
1.      Magnet Permanen (Tetap)
1.1.90.  Gambar 114. Contoh magnet permanen

Gambar di samping adalah contoh dari sistem MRI milik SIEMENS yang disebut “P8”, yang menggunakan magnet permanen. Disebut permanen karena medan magnetnya selalu ada dan dalam kekuatan maksimalnya, sehingga tidak membutuhkan biaya apapun untuk mempertahankan kekuatan medannya dan tidak perlu diisi dengan cairan cryogen.
Walaupun begitu, magnet-magnet jenis ini sangat berat, bahkan sampai berton-ton hanya untuk kekuatan medan magnet sebesar 0,4 Tesla. Semakin kuat medan magnet yang dibutuhkan, maka semakin berat magnet tersebut, sehingga akan sangat sulit untuk dibuat. Jikalau ukurannya menjadi semakin kecil, magnet tersebut masih terbatas untuk kekuatan medan magnet yang rendah saja. Selain itu, kerugian dari magnet jenis ini adalah magnet tersebut tidak memiliki stabilitas yang cukup baik jika terdapat sedikit perubahan temperatur lingkungan.
Contoh produk SIEMENS MEDICAL yang menggunakan magnet permanen adalah MAGNETOM JAZZ, OPEN P, dan CONCERTO.
2.      Magnet Resistif
1.1.91.  Gambar 115. Contoh magnet resistif



Gambar di samping adalah alat SIEMENS MEDICAL jenis OPEN, yang menggunakan magnet resistif. Magnet jenis ini menghasilkan medan magnet dengan menggunakan elektromagnet yang sederhana (dengan dua buah silinder yang terletak di bagian atas dan bawah alat). Magnet ini menghasilkan medan magnet dengan arah atas-bawah.

Keuntungan dari magnet jenis ini adalah tidak perlu diisi dengan cairan cryogen dan menggunakan arsitektur yang terbuka sehingga dapat memberi kenyamanan pada pasien.
Walaupun begitu, mgnet jenis ini memiliki kekuatan medan magnet yang terbatas, yaitu tidak lebih dari 0,2 Tesla. Magnet resistif terdiri dari banyak lilitan kawat yang terbungkus di sekeliling silinder magnet (bore) dimana arus listrik dilewatkan. Jika listrik dimatikan, medan magnet akan hilang. Magnet-magnet jenis ini lebih murah untuk dibuat daripada magnet superkonduktor, tetapi membutuhkan daya listrik yang cukup besar (sekitar 50 KWatt) untuk beroperasi karena resistansi alami dari kawat tersebut.
Contoh produk SIEMENS MEDICAL yang menggunakan magnet resistif adalah MAGNETOM OPEN / VIVA.
3.      Magnet Superkonduktor
1.1.92.  Gambar 116. Contoh magnet superkonduktor
1.1.93.  Gambar 117. Penampang lilitan kawat pada magnet superkonduktor

Gambar di samping adalah contoh dari MAGNETOM VISION. Pada dasarnya, magnet jenis superkonduktor memiliki konstruksi dan karakteristik yang hampir serupa dengan magnet resistif, yaitu medan magnet yang dihasilkan terjadi karena penggunaan lilitan-lilitan kawat (elektromagnet). Perbedaannya hanya terletak pada bahan kawatnya, dimana kawat yang digunakan pada magnet resistif terbuat dari tembaga dan memiliki resistansi. Sedangkan kawat pada magnet superkonduktor ini terbuat dari suatu campuran yang disebut “Nyobium-Titanium”, yang memiliki sifat yang khusus, yaitu pada temperatur yang sangat rendah, resistansinya hampir tidak ada (merupakan sifat dasar dari bahan superkonduktor).
Bahan superkonduktor dapat mengalirkan arus listrik yang sangat besar melalui penampang seperti pada gambar di samping, tanpa menghasilkan panas karena resistansinya.
Keuntungan utama dari magnet jenis ini adalah jika sekali saja arus listrik mengalir pada kumparannya, maka sifat magnetnya akan bertahan selamanya (secara teoritis). Hal ini mengakibatkan medan magnet yang dihasilkan memiliki range yang lebih besar, sampai ± 1,5 Tesla (dari 0,5 – 2,0 Tesla), yang memungkinkan peningkatan kualitas citra yang dihasilkan.

Di samping itu, temperatur dari kawat (kumparan) pada magnet superkonduktor harus di bawah temperatur kritis (sampai ± 4 K atau -269oC), dimana pada temperatur ini merupakan keadaan yang sangat dingin. Satu-satunya jalan untuk mencapai keadaan ini adalah dengan “mencelup”kannya ke dalam cairan cryogen, dimana dalam kasus ini dipergunakan Helium cair dan dapat menghabiskan banyak biaya. Walaupun begitu, cairan tersebut tersimpan dalam sebuah tank yang terisolasi dengan vacuum (ruang hampa udara, biasa disebut Outer Vacuum Chamber / OVC) terhadap lingkungan luar, dengan tujuan untuk meminimalisir perubahan Helium cair menjadi gas Helium.
Contoh produk SIEMENS MEDICAL yang menggunakan magnet superkonduktor adalah MAGNETOM IMPACT EXPERT, HARMONY, SYMPHONY, VISION, dan ALLEGRA.
Magnet tipe P8 ini terbuat dari magnet ferrite, dimana jika sudah sekali dimagnetisasi, fluks magnetik dibangkitkan secara kontinu tanpa membutuhkan energi tambahan.
Magnet jenis ini (magnet ferrite) bersifat sangat sensitif terhadap temperatur. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah heating system untuk mengendalikan temperatur dari magnet. Bagian ini terdiri dari banyak panel-panel pemanas yang dikendalikan oleh 18 unit Temperature Indicating and Control (TIC). Temperatur magnet dijaga pada tingkat 32oC, dengan toleransi sebesar 0,1oC.

1.1.94.  Gambar 118. Magnet tipe P8

Magnet tipe HELICON ini memiliki sistem yang tertutup, dimana Helium cair yang berubah menjadi gas karena adanya panas pada magnet dicarikan kembali. Magnet HELICON juga dilengkapi dengan Linde Helium Liquefier (LKKA = Linde Kleinkaelte Anlage).
Sistem tersebut terdiri dari komponen-komponen sbb :
·        Screw compressor
·        Oil adsorber
·        Coldbox with control cabinet
·        Transfer pipe
·        Magnet HELICON
1.1.95.  Gambar 119. Diagram blok sistem magnet HELICON
·         













Pressure Tank
2.2.               Tinjauan Khusus Sistem Magnet pada MAGNETOM Symphony
Magnet dengan tipe superkonduktor menggunakan fenomena fisik dari material tertentu yang mencapai nilai resistansi mendekati nol saat didinginkan di bawah temperatur kritis, biasanya di dekat nol absolut (-273oC atau 0 K).
Sifat superkonduktivitas ini memungkinkan arus listrik yang sangat besar mengalir pada lilitan-lilitan kawat dengan penampang yang kecil, tanpa menghasilkan panas. Keadaan inilah yang menyebabkan pembuatan magnet yang sangat kuat dan sederhana.
Helium cair biasanya digunakan untuk mempertahankan temperatur magnet pada ± -269oC (4 K), yaitu di bawah temperatur kritis dari lilitan kawat superkonduktor.
Lilitan magnet               Magnet terdiri dari enam buah lilitan superkonduktor primer, yang terbuat dari campuran bahan niobium titanium / tembaga.

Active shielding          Sebagai tambahan bagi lilitan utama, dua buah lilitan AS (Active Shield) ditempatkan di seluruh lilitan utama dan dipasangkan kawat sedemikian rupa sehingga medan magnetnya melawan medan yang ditimbulkan lilitan utama, kemudian mengurangi medan eksternal yang menyimpang.
Cryostat                    Magnet dilapisi dengan selongsong stainless-steel yang diisi dengan Helium cair (akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian tersendiri).
Thermal shielding       Helium cair sangat sensitif terhadap panas dan menguap (menjadi gas) dengan sangat cepat. Selain itu, Helium cair memiliki harga yang sangat mahal. Oleh karena itu, panas yang ditimbulkan oleh konveksi udara, konduksi atau radiasi panas dari lingkungan sekitar harus dikurangi.
                                    Untuk mengurangi panas akibat konveksi, cryostat diposisikan di dalam kerangka stainless-steel­ bagian terluar (OVC), di bawah bagian vacuum. Cryostat seperti digantungkan di dalam OVC pada daerah fiberglass. Bahan fiberglass digunakan karena memiliki konduktivitas thermal yang rendah, yang berfungsi untuk mengurangi panas akibat konveksi tersebut.
                                    Panas yang diradiasikan menjadi faktor yang utama. Kerangka aluminium padat (cryo-shield) diletakkan di sekitar cryostat dan dijaga pada temperatur cryogenic, menggunakan unit pendingin eksternal. Panas yang diradiasikan dari OVC, sebagian besar dipantulkan oleh bahan isolasi.
Unisock                       Unit pendingin diletakkan pada Unisock, dengan ruangan vacuum yang terpisah, untuk memposisikan dan menggantikan coldhead dalam perawatan (service).
Service turret              Perangkat elektronik internal dari magnet harus melewati bagian service turret, yang dibuat sama seperti cryostat. Komponen current probe, syphon pengisian ulang Helium cair, dan koneksi elektronik untuk sensor temperatur cryo-shield, probe tingkat volume Helium, screen, quench, dan switch heater dihubungkan pada bagian service turret.
Ada beberapa bagian penting pada magnet, yaitu komponen-komponen yang berada pada service turret.
Komponen pertama adalah ramping port, yang merupakan tempat untuk menghubungkan ramping probe untuk melakukan proses ramping up atau ramping down.
Komponen kedua yang harus diperhatikan adalah keadaan underpressure dari cryostat. Ada dua jalur untuk keluarnya gas Helium, yaitu melalui katup back-pressure 1/3 psi atau melalui burst disk. Dalam keadaan normal, burst disk dalam keadaan tertutup dan tekanan cryostat bertahan pada 1/3 di atas tekanan udara sekitar karena katup 1/3 psi. Jika tekanannya meningkat secara tiba-tiba sampai di atas 5 psi (yang akan menyebabkan quench), magnet akan menekan burst disk. Biasanya, setelah terjadi quench maka burst disk harus segera diganti.
1.1.96.  Gambar 120. Service turret

Venting system            Selama proses normal, cryostat selalu menguapkan sedikit Helium cair (± 0,1 % per hari). Gas Helium ini akan meningkatkan tekanan di dalam magnet. Jika tekanan tersebut melebihi, misalkan 2/3 psi, katup overpressure akan terbuka dan melepaskan gas ke venting system (terkadang disebut “quench tube”).
                                   
                                    Bagian ini mengarahkan gas Helium untuk keluar ke udara luar. Hal ini penting untuk keamanan magnet karena jika tidak ada udara yang membeku di dalam magnet dan membentuk bongkahan es yang mungkin akan menghambat seluruh venting system.
Pressure gauge           Bagian ini menunjukkan tekanan internal magnet. Tekanan dalam keadaan normal harus selalu positif, akan tetapi tekanan negatif (underpressure) dapat terjadi setelah proses ramping.
Bypass                         Katup bypass dapat dibuka untuk melepaskan tekanan di dalam magnet (dalam perawatan / service), tetapi tidak boleh dibuka jika dalam keadaan underpressure (misalnya setelah proses ramping).
Katup quench              Jika terjadi quench, sejumlah besar Helium cair (± 40 %) menguap dalam waktu yang singkat. Karena diameter dari katup 2/3 psi dianggap terlalu kecil, maka sebuah katup tambahan, yang disebut katup quench, akan terbuka jika tekanannya melebihi 15 psi (terdiri dari bursting disc yang dapat pecah).
Syphon                        Merupakan saluran isolator vacuum untuk pengisian Helium cair ke dalam magnet. Salah satu ujungnya terhubung kepada bagian service turret secara permanen dan ujung yang lain dapat dihubungkan dengan dewar Helium. Ada dua buah jenis syphon, yaitu :
·        High Efficiency Syphon (HES) seperti tampak pada gambar
1.1.97.  Gambar 121. Konstruksi mekanis

·        Smart Syphon dengan suatu katup otomatis yang mencegah perpindahan Helium gas (yang hangat) ke dalam magnet
Quench heater             Bagian ini biasa digunakan dalam keadaan darurat, yang mengharuskan keadaan quench. Quench heater yang terletak pada magnet dipanaskan oleh sumber arus eksternal (ERDU). Setelah mengaktifkan sumber arus, maka bahan superkonduktornya akan memiliki resistansi (karena energi yang tersimpan di dalam magnet). Keadaan ini akan berakibat juga pada medan magnetnya, yaitu medan magnet akan hilang dalam waktu yang singkat.
Quench protection circuitry       Selama terjadinya quench, ada tegangan yang tinggi pada coil dan bagian superconductive switch. Tegangan tersebut harus dibatasi oleh bagian quench protection circuitry, yang berada di dalam penutup magnet OR41 AS. Rangkaian ini terdiri dari kombinasi antara dioda dan resistor yang terhubung secara paralel terhadap coil dan superconductive switch. Kombinasi tersebut memungkinkan proses ramping up atau ramping down dengan tegangan 10 V. Selain itu, tegangan yang muncul saat terjadi peristiwa quench akan dibatasi sampai 100 V.
Quench protection circuitry dapat hanya terdiri dari resistor (seperti pada magnet LISE yang sudah lama) atau dioda (seperti pada magnet HELICON).

1.1.98.  Gambar 122. Quench Protection Circuitry pada magnet LISE
1.1.99.  Gambar 123. Quench Protection Circuitry pada magnet OR41

Superconductive switch             Dengan tidak adanya resistansi pada magnet superkonduktor, maka dibutuhkan sebuah switch untuk menghasilkan tegangan pada coil sehingga dapat menginduksikan arus listrik. Bagian superconductive switch terdiri dari lilitan kawat superkonduktor bifilar (tidak ada induktivitas, tidak ada medan magnet eksternal). Lilitan tersebut akan dipanaskan dengan switch heater dan menghasilkan suatu daerah resistansi normal.
                                                  
                                       





 Saat current probe dihubungkan pada magnet, arus listrik yang besar akan mengalir sementara melalui switch dan memanaskannya sampai resistansinya menjadi besar (± 38 Ω). Semakin besar resistansi switch, maka arus yang mengalir akan lebih sedikit, sehingga menurun penguapan selama proses ramping.

1.1.100.                      Gambar 124. Penampang magnet superkonduktor












External interference switch (EIS)     
Bagian Bo-screen atau EIS terletak pada setiap lilitan magnet superkonduktor. Karena lilitan-lilitan tersebut dihubung-singkat, maka interferensi transien apapun akan diserap oleh screen, mencegah adanya gangguan terhadap medan magnet. Penyusutan menda magnet yang konstan akan menghasilkan arus pada lilitan screen yang berlawanan dan menurunkan homogenitas medan magnet. Oleh karena itu, bagian screen akan direset sekali setiap hari.
Cryostat terletak di dalam Outer Vacuum Chamber (OVC). Ruangan yang sangat besar ini berisi komponen suspensi dari konduktivitas thermal rendah, yang mendukung komponen-komponen lainnya.
Bagian yang terkena panas dari dalam OVC sebagian besar dipantulkan oleh bahan isolator pantulan mylar multilayer.
Di dalam bahan isolasi tersebut, kerangka dari padatan aluminium (pelindung) dipertahankan pada temperatur cryogenic dengan tambahan cryostat Nitrogen dan/atau unit refrigeration yang dipasang secara eksternal (biasa disebut cold head). Panas yang mencapai tingkat ini diserap dan menguapkan Nitrogen atau dialirkan pada komponen penukar panas eksternal melalui sistem pendinginnya (refrigerator).
1.1.101.                      Gambar 125. Ilustrasi penyimpanan bahan superkonduktor
Sebagaimana disebutkan pada penjelasan di atas, maka sangat penting untuk menjaga temperatur superkonduktor tetap dingin. Salah satu caranya adalah dengan mencelupkannya ke dalam cryogen, yaitu mendinginkan gas tersebut sampai pada batas dimana berwujud cair (liquid). Cryogen yang paling sering digunakan adalah Helium cair.

Seperti terlihat pada gambar di samping, maka cairan cryogen disimpan di dalam sebuah tempat yang disebut cryostat. Para teknisi akan mengisi-ulang Helium cair ke dalam magnet dengan membawa sebuah tank yang disebut dewar.
Salah satu kekurangan dalam menggunakan cairan cryogen adalah sangat mudah dan cepat menguap. Hal ini menjadi suatu masalah karena harga Helium cair sangat mahal. Ada beberapa cara untuk menguranginya, yaitu :
·        Membungkus cryostat Helium cair utama menggunakan cryostat kedua yang diisi dengan Nitrogen cair (yang lebih murah). Akan tetapi, Nitrogen tersebut harus diisi-ulang setiap minggu. Kebanyakan sistem SIEMENS yang sudah lama juga menggunakan tipe ini.
·        Menggunakan kondensor Helium yang mencairkan kembali Helium yang sudah berubah menjadi bentuk gas. Sistem tipe ini dapat dijumpai pada unit HELICON.
·        Menggunakan “cold head”, yaitu sebuah sistem refrigerator yang menggunakan gas Helium yang terkompresi, dengan tujuan untuk menjaga temperatur pelindung cryostat Helium tetap dingin, sehingga proses penguapan Helium cair dapat diminimalisasi. Semua sistem SIEMENS yang baru sudah menggunakan tipe ini.
1.1.102.                      Gambar 126. Penentuan tingkat volume Nitrogen cair

Tingkat volume Nitrogen cair (jika ada) diukur menggunakan sebuah kapasitor coaxial, dimana Nitrogen berperan sebagai dielektrik. Berdasarkan fakta bahwa Nitrogen cair memiliki konstanta dielektrik yang berbeda dengan gas Nitrogen, maka kapasitor coaxial dapat dianggap sebagai dua buah kapasitor yang paralel dengan kapasitansi yang berbeda, tergantung pada tingkat pengisian. Perbedaan kapasitansi antara keadaan penuh dan kosong adalah ± 40 pF.
Hasil output dari rectangular generator, dipengaruhi oleh sensing capacity, dipadukan dan digunakan sebagai petunjuk ketinggian tingkat volume Nitrogen.

1.1.103.                      Gambar 127. Cara penentuan tingkat volume Helium cair
Tingkat volume Helium cair diukur dengan menggunakan kawat superkonduktor yang terletak di dalam cryostat. Selama pengukuran, diberikan arus listrik konstan melalui kawat tersebut (Helium Measuring Probe), yang memanaskan Helium cair di dalamnya. Hal ini mengakibatkan kawat bersifat konduktif normal di bagian yang tidak tertutupi oleh Helium cair. Resistansi yang terukur dari bagian yang bersifat konduktif normal tersebut adalah nilai dari volume Helium cair yang berada di dalam cryostat.
1.1.104.                      Gambar 128. MAGNETOM Symphony

SIEMENS MAGNETOM Symphony merupakan sistem MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan kekuatan medan magnet sebesar 1,5 T. Sistem ini juga telah memiliki sistem gradient dengan pendingin air yang baru dengan ukuran gradient coil 20 mT/m.
Sebuah sistem gradient Ultra tambahan akan memberikan komponen echo time yang lebih singkat dan rasio signal-to-noise­ yang meningkat. SIEMENS telah mengambil sebuah langkah baru dengan penggunaan sistem coil Integrated Panoramic Array, yang digabungkan dengan bagian atas dari patient table.
MAGNETOM Symphony menambah jajaran produk MR generasi terbaru. Sistem tersebut disesuaikan pada kebutuhan masa kini dan untuk pengembangan di masa depan.
Magnet dari MAGNETOM Symphony merupakan magnet dengan active shield, menggunakan coldhead untuk meminimalkan penguapan Helium, dan memiliki External Interference Shield (EIS). Selain itu, kenyamanan pasien tetap diutamakan dengan kualitas citra yang lebih baik. Kenyamanan pasien tersebut dapat dikombinasikan dengan sebuah produktivitas dengan waktu pemeriksaan yang lebih singkat dan efisien. Bagian Integrated Panoramic Array dapat memberikan proses scanning secara serempak dengan empat buah coil. Keuntungannya adalah tidak perlu menurunkan pasien untuk mengganti bagian coil yang dibutuhkan.

1.1.105.                      Gambar 129. Blok diagram dari sistem MAGNETOM Harmony / Symphony / Sonata








1.1.106.                      Gambar 130. Diagram sistem magnet pada MAGNETOM Harmony / Symphony

RCA                :   













Refrigerator CAbinet
PDS                 : Power Distribution System dengan trafo dan sekring yang terintegrasi. Komponen PDS mengadaptasi jala-jala listrik biasa (342 – 528 Volt /AC, 3 fasa) menjadi tegangan yang akan dibutuhkan oleh sistem (dilindungi dengan sekring.
MPS                : Magnet Power Supply, yang dihubungkan secara langsung pada jala-jala listrik rumah sakit. MPS ini berisi komponen elektronika kendali dan daya, untuk melakukan proses ramping up / down dari tipe magnet OR24 / 70.
MSUP             : Magnet SUPervision, digunakan untuk pengawasan kondisi magnet, sistem refrigerator, dan sistem komunikasi kepada MMC (Modular Measurement Control). MSUP terdiri dari :

1.      D1 MONITOR
Memeriksa temperatur dari cryo-shield, mengendalikan dan mengawasi komponen switch heater dan semua tegangan MSUP. Selain itu, bagian ini juga menampilkan tingkat volume Helium cair.
2.      D2 BATTERY, HE, EIS CONTROL
Bagian ini mengisi ulang dan memeriksa batere cadangan, serta mencuplik dan menampilkan tingkat volume Helium cair. Kendali EIS melakukan quench dari screen coil dalam interval waktu yang teratur, untuk melepaskan arus yang terkumpul pada superconducting screen coil di dalam magnet. Jika ada suatu kegagalan, maka LED indikator akan menyala.
3.      D3 ERDU (Emergency Run Down Unit)
Bagian ini melakukan quench dalam kasus darurat. Sebuah batere yang dapat diisi ulang disediakan untuk mencadangkan tegangan bagi ERDU, jika jala-jala listrik mengalami gangguan.
4.      D4 PROCESSOR
Bagian ini merupakan komponen komunikasi antara MSUP dan MMC.
                           Komponen-komponen di atas akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian tersendiri.
Alarm Box       :  berfungsi untuk menampilkan kondisi visual dan kesalahan yang terdengar. Komponen ini juga memiliki tombol pelepasan quench dan kunci ON/OFF dan Host ON/STANDBY untuk pengendalian sistem line-power. Bagian ini ditempatkan di dalam ruang operator.

Shim Power Supply :   terdiri dari lima buah Power Supply yang mengalirkan arus melalui lima buah shimcoil untuk memperbaiki sifat homogenitas medan magnet tersebut.
1.1.107.                      Tabel 6. Data teknis magnet


Dari tabel di atas, maka dapat dilihat beberapa tipe magnet yang digunakan pada sistem MRI yang berbeda-beda, misalnya magnet tipe OR24 untuk MAGNETOM HARMONY (1 Tesla), tipe OR70 untuk MAGNETOM SYMPHONY / SONATA (1,5 Tesla), tipe OR41 / OR42 untuk MAGNETOM IMPACT yang diupgrade menjadi HARMONY, tipe OR35 untuk MAGNETOM VISION yang diupgrade menjadi SYMPHONY / SONATA (1,5 Tesla) dan tipe OR64 untuk MAGNETOM VISION (3 Tesla).
Dalam kesempatan ini, penulis akan membahas mengenai tipe magnet yang digunakan pada MAGNETOM SYMPHONY saja.
Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa MAGNETOM SYMPHONY menggunakan tipe magnet OR70 dan berikut adalah gambar sederhana sistem magnetnya :
1.1.108.                      Gambar 131. Sistem magnet Symphony

Semua magnet yang digunakan pada sistem HARMONY / SYMPHONY / SONATA didasarkan pada prinsip superkonduktor, dimana magnet tersebut dilindungi dan seolah-olah direndam dalam Helium cair (terutama bagian coil). Tempat penampungan Helium cair dilas dengan baik, diberi sekat ruang hampa (vacuum insulator), dan ruang hampa yang terbuat dari stainless-steel. Di dalam ruang hampa tersebut terdapat dua pelindung radiasi yang terbuat dari aluminium, yang berfungsi mengurangi panas yang diradiasikan kepada tempat penyimpanan Helium cair.
Jalan masuk bagi bahan cryogen dan kelistrikan dapat melalui suatu saluran yang terhubung langsung dengan sistem, biasa disebut dengan turret.
Bagian pelindung tersebut didinginkan dengan menggunakan dua tingkat sistem Gifford-McMahon refrigerator.
1.1.109.                      Gambar 132. Penampang magnet tipe OR70 / 24

Gambar di bawah adalah gambar penampang dari magnet tipe OR70 / OR24.








1.1.110.                      Gambar 133. Magnet tipe OR70 / 24
Magnet turret
Merupakan jalan masuk menuju ruang Helium untuk jalur cryogen, gas, dan kelistrikan
Cold head
Bagian dari sistem refrigerator, yang menjaga titik uap Helium pada tingkat yang rendah




















 Working platform
Semacam dudukan untuk tindakan service
He syphon
Pipa vacuum yang merupakan bagian dari alat pengisian Helium cair
MPS connectors
Koneksi untuk MPS dan current lead selama proses ramping.





























































































































































































































































































































































































































PT mounting plate
Koneksi untuk patient table (PT)
1.1.111.                      Gambar 134. Magnet turret pada OR70 / 24
Quench pipe
Quench valve dan overpressure valve terhubung ke bagian ini untuk mengeluarkan gas Helium ke udara luar dengan aman
Quench valve
Katup yang membuka jika terjadi quench untuk mengeluarkan gas Helium ke udara luar, berisi sebuah katup yang diberi pegas, yang membuka pada tekanan 15 psi. Jika tekanan lebih besar daripada 20 psi, maka bursting disc (terbuat dari grafit) akan pecah

Overpressure valve
Katup ini tidak dapat diposisikan kembali, berfungsi menjaga tekanan Helium magnet sebesar 2/3 psi

Bypass valve

Membuka koneksi dari
ruang Helium menuju
quench pipe untuk men
urunkan tekanan di dalam
ruang, jika ingin dilakukan
tindakan service
Pressure gauge
Penunjuk tekanan di dalam
ruang penyimpanan Helium
Smart syphon
Dimiliki oleh alat pengisian
Helium (pada sistem yang
baru, bagian ini diganti
dengan High-Efficiency syphon)
Smart syphon-venting pipe
Saluran masuk untuk pengisian Helium cair dengan smart syphon (digunakan pada sistem-sistem terdahulu)
Current lead-cooling pipe
Digunakan untuk pendinginan bagian current lead selama proses ramping (hanya dipasang saat proses ramping)




Quench adalah suatu kehilangan arus yang tak terkendali, yang terjadi di dalam sebuah bahan superkonduktor (kehilangan sifat superkonduktornya).
Pada bagian sebelumnya, dijelaskan bahwa cara yang benar untuk memberikan dan menghilangkan arus dari magnet adalah dengan proses ramping. Jika diperlukan untuk menghilangkan arus dari magnet dalam waktu yang singkat, proses ramping-down tidak akan cukup, karena membutuhkan waktu ± 45 menit. Dalam kasus ini perlu untuk menekan tombol ERDU (Emergency Run Down Unit), yang akan menyebabkan quench.

Peristiwa quench ini terjadi secara tiba-tiba, kehilangan arus yang tak terkendali dan tentu saja kehilangan sifat kemagnetannya. Hal ini dilakukan dengan memanaskan sebagian kecil dari bahan superkonduktor di atas temperatur kritisnya saat bahan tersebut bersifat resistif (memiliki resistansi). Dengan adanya resistansi ini, maka panas pun akan timbul, yang menyebabkan bertambahnya resistansi dan panas, secara bertahap. Akhirnya, semua bagian coil bersifat resistif dan arus pun akan hilang dengan seketika.
1.1.112.                      Gambar 135. Contoh keadaan setelah terjadinya quench
Terkadang peristiwa quench ini terjadi secara tiba-tiba dan merugikan. Hal ini dikarenakan karena tingkat dari Helium cair berada di bawah nilai aman dan bagian coil menjadi panas. Selain itu, quench juga terjadi karena pembentukkan es di dalam magnet. Semua kejadian ini terjadi selama proses ramping. Disebut sebagai hal yang merugikan karena jumlah volume Helium cair dapat menjadi sangat berkurang (Helium cair berubah menjadi gas Helium, dimana 1 Liter Helium cair = 700 Liter gas Helium ) dan ada kemungkinan merusak magnet itu sendiri.

1.6.1.      Gambar 136. Contoh daerah isocenter yang non-homogen
Kriteria magnet yang paling utama adalah medan magnetnya harus bersifat homogen (pada tempat dan posisi yang berbeda, besarnya kuat medan magnet harus sama).
Sifat tersebut mendeskripsikan bagaimana medan magnet terdistribusi di sepanjang Field of View (FOV), di dalam isocenter.
Homogenitas merupakan syarat yang sangat penting untuk mendapatkan kualitas citra yang baik karena kekuatan medan yang diberikan melalui antena pengirim (transmitter) akan direpresentasikan dengan frekuensi yang tepat di dalam echo yang diterima. Jika dalam posisi FOV yang berbeda, ternyata kekuatan medannya pun berbeda, maka frekuensi-frekuensi tersebut akan direpresentasikan dengan salah. Hal inilah yang disebut sebagai spatial distortion.
Inhomogenitas didefinisikan sebagai deviasi maksimum yang mungkin terjadi dari distribusi medan magnet yang tidak terganggu di dalam volume pengukuran yang terpusat pada magnet.
Inhomogenitas dari medan magnet yang dihasilkan dapat merusak proses spatial encoding yang kemudian mempengaruhi irisan geometrinya, yaitu citra yang dihasilkan sistem MR akan menunjukkan adanya kerusakan (distorsi) pada bidang irisannya atau bahkan bidangnya akan seperti seolah-olah dibengkokkan secara spasial. Untuk mengatasinya, magnet tersebut harus dihomogenisasi dan dilakukan proses yang bernama shimming, dengan beberapa tahap. Proses shimming ini akan menghilangkan inhomogenitas dari medan magnet utama yang disebabkan material yang bersifat ferromagnetik di sekitar magnet dan dengan toleransi yang diberikan oleh pabrik.
1.6.2.      Gambar 137. Gambaran proses Passive Shimming
Ada dua buah metode utama untuk melakukan proses shimming tersebut, yaitu :
·        Passive Shimming
Karena kebanyakan inhomogenitas disebabkan karena adanya unsur besi di dalam magnet (keadaan simetrisnya tidak sempurna) atau di sekitar magnet, maka solusi yang paling sederhana adalah dengan menempatkan lempengan besi lainnya pada arah yang berlawanan supaya medan magnet tersebut saling meniadakan (menjadi netral). Proses ini biasanya dilakukan pada saat sistem MRI pertama kali dipasang.
Pada gambar di atas, terlihat apa yang disebut dengan shim tray, dimana tray tersebut akan diisi dengan beberapa lempengan kecil besi (bersifat magnet) yang harus ditempatkan dengan tepat (tidak boleh kurang / lebih pada tiap sekatnya) sebagai kompensasi dari distorsi medan magnet. Sebagai informasi, pada sistem MRI akan ada lebih dari satu shim tray dan semuanya diletakkan di sekitar lubang silinder yang ada di tengah-tengah magnet. Selain itu, sistem juga diatur sehingga sesuai dengan kondisi sekitarnya (udara, temperatur, dll).
·        Active Shimming
Proses ini dilakukan sebagai proses tambahan dari passive shimming dan bahkan pada beberapa sistem, proses ini tidak dilakukan sama sekali. Proses active shimming menggunakan elektromagnet kecil yang diletakkan di sekitar lubang tengah magnet, yang akan menjaga arus DC yang konstan (menghasilkan medan magnet kecil) dan mengkompensasi distorsi medan magnet utamanya. Keuntungan proses ini adalah dapat diatur untuk setiap efek pada terjadi pada pasien terhadap medannya.
Beberapa metode yang digunakan untuk proses active shimming adalah :
v     3-D shim :     volume shim terbatas hanya pada daerah pemeriksaan dan homogenitas akan difokuskan pada daerah tersebut.
v     Interactive shim :     arus yang digunakan diatur pada tingkat optimasi dari urutan sinyal RF (digunakan untuk spektroskopi).
Setelah proses shimming, medan magnet utamanya divariasikan pada nilai kurang dari 4 ppm (parts per million) di dalam medan pengukuran (biasanya pada diameter ± 50 cm).
2.4.1.            Sistem Pendingin Magnet (Refrigerator)
1.6.3.      Gambar 138. Gambar tampak depan unit pendingin
Sistem pendingin cryogenic terdiri dari :
·        Unit kompresor
·        Coldhead
·        Saluran yang fleksibel antara unit kompresor dan coldhead

Unit pendingin ini didesain dan dikirimkan oleh LEYBOLD VACUUM, Jerman. Pada 2001, sebuah sistem pendingin yang baru – SC-10 / SC10L Shield Cooler System dari IGC APD Cryogenics Inc., USA – diperkenalkan pertama kali untuk MAGNETOM ALLEGRA dan SONATA.
Keuntungan yang utama dari pendingin APD jika dibandingkan dengan pendingin LEYBOLD adalah getaran yang dihasilkan lebih sedikit selama proses operasi sehingga menimbulkan kestabilan fasa dari sinyal MR yang lebih baik. Walaupun demikian, penjelasan berikutnya akan mengacu pada pendingin LEYBOLD.
Unit kompresor terdiri dari modul-modul sbb :
·        Kompresor Helium
·        Heat exchanger
·        Gas purifier
·        Power supply module
Bagian coldhead memiliki dua tingkat temperatur dan beroperasi dengan rangkaian Helium tertutup menurut prinsip Gifford-McMahon.
2.4.1.1.      Unit Kompresor
1.6.4.      Gambar 139. Diagram alir untuk COOLPAK COMPRESSOR UNIT
Bagian kompresor yang dilumasi dengan oli akan memampatkan tekanan gas Helium dari ± 7 bar (PL) sampai mencapai ± 21 bar (PH), yang akan memanaskan Helium. Kemudian, dilewatkan melalui heat exchanger Helium / air yang terletak tepat di bawah aliran dari kompresor. Temperatur gas diturunkan sampai di sekitar temperatur cairan pendingin. Sebagian dari kabut oli akan membersihkan kompresor bersamaan dengan Helium yang mengalami proses kondensasi.
Aliran Helium dari heat exchanger dilewatkan melalui dua tingkat pemisah oli. Oli yang terkondensasi dari pemisah tersebut dikembalikan lagi menuju kompresor melalui pipa kapiler.
Gas Helium yang keluar dari pemisah oli yang kedua masih mengandung sedikit uap oli. Untuk mengatasi oli tersebut memasuki coldhead dan membeku di sana, maka suatu penyerap ditempatkan di belakang pemisah oli (penyerap tersebut harus diganti setiap 18.000 jam pengoperasian ≈ 2 tahun).
Untuk mendinginkan kompresor, oli dipompakan melalui heat exchanger oli / air. Sirkulasi oli dipertahankan oleh beda tekanan antara tekanan Helium rendah dan tinggi. Temperatur dari air pendingin harus berkisar pada 5o – 25oC pada laju alir ± 5 – 10 L/min.
2.4.1.2.      Coldhead
1.6.5.      Gambar 140. Coldhead
Radiasi panas memegang peranan penting saat mempertimbangkan dampak panas tersebut terhadap cryo-shield dan lapisan isolator pada magnet. Dampak ini harus dikurangi sebanyak mungkin untuk menjaga laju penguapan Helium serendah mungkin. Energi yang dikirimkan oleh radiasi adalah

 
dengan :
e    = koefisien emisi permukaan
A   = luas daerah permukaan yang lebih dingin (temperatur T1)
σ    = konstanta Boltzmann
Bagian coldhead ini akan menghasilkan temperatur yang sangat rendah, di bawah 120 K (misalnya temperatur cryogenic). Coldhead memiliki dua tingkat yang terhubung dengan cool shielding plate yang terletak di dalam magnet, dimana pelindung-pelindung itu disebut dengan “80 K shield” dan “20 K shield”. Temperatur “80 K shield” diperiksa setiap interval 24 jam. Nilai yang wajar adalah ± 55 K, batas nilai peringatan ± 75 K, dan batas nilai alarm ± 80 K.
Coldhead dihubungkan dengan unit kompresor oleh sepasang saluran yang fleksibel (dinyalakan dan dimatikan oleh unit kompresor). Dalam proses operasinya, gas Helium dimampatkan dari ± 7 bar sampai ± 21 bar.
1.6.6.      Gambar 141. Skematik coldhead
Tekanan Helium yang tinggi tersebut diberikan kepada coldhead melalui saluran tekanan tinggi. Selama melalui saluran tersebut, tekanan diturunkan dari ± 21 bar menjadi ± 7 bar dan selama proses ini, terjadi pengambilan energi dari dua buah cold shield tersebut. Energi ini akan memanaskan Helium yang dikirimkan kembali kepada kompresor melalui saluran tekanan rendah. Coldhead, saluran fleksibel dan kompresor (bagian-bagian yang membentuk sebuah rangkaian tertutup untuk Helium) diisi dan harus diisi ulang dengan Helium yang memiliki kemurnian tinggi (harus 99,9990 % atau yang lebih baik).
Pergerakan ke atas dan ke bawah dari displacer, pemuaian gas Helium dan penggerak piston perpindahan yang berisi udara dikendalikan oleh katup yang berputar. Katup ini dipasang pada batang motor sinkron, yang mendapat daya listrik dari unit kompresor. Piston displacer dari tingkat pertama dan kedua terinterkoneksi secara mekanis.
Frekuensi dari piston kompresor adalah 2 Hz pada 50 Hz frekuensi jala-jala listrik dan 2,4 Hz pada 60 Hz frekuensi jala-jala listrik. Sebuah katup pengaman akan melindungi coldhead dari tekanan Helium yang terlalu tinggi.
1.6.7.      Gambar 142. MSUP
Coldhead juga memiliki pipa yang menyatu untuk memasang sistem dan hubungan pump-out bagi vacuum isolator.

2.4.2.            Magnet Supervision (MSUP)
 Bagian MSUP (terdapat di kabinet kendali) ini akan mengawasi dan mengendalikan magnet dan fungsi-fungsi magnet secara konstan selama proses normal dan juga saat proses ramping down darurat.
Fitur-fitur yang terdapat di dalam MSUP adalah :
·        ERDU (Emergency Run Down Unit)
·        Switch and quench heater supervision
·        Pengukur tingkat volume Helium
·        Pengawas temperatur shield
·        Pengawas temperatur kabinet
·        Screen coil reset
·        Fungsi kotak alarm
1.6.8.      Gambar 143. Diagram blok MSUP
2.4.2.1.      D1 Monitor
Fungsi-fungsi dari bagian ini adalah :
1.      Shield Temperature Measurement
Fungsi dari sistem pendingin akan diawasi secara langsung melalui temperatur shield dari magnet. Jika sistem pendingin tidak bekerja dengan baik, maka shield akan memanas dan petunjuk peringatan atau alarm akan menyala setelah pemeriksaan shield berikutnya (jika kegagalan tersebut berlangung secara lengkap, maka jumlah Helium yang menguap akan meningkat sampai ± 3 % per hari.
Prosesor pada bagian D1 akan memulai pengukuran pada interval 24 jam. Temperatur shield dideteksi melalui tegangan jatuh pada dioda yang terpasang di bagian ”80 K shield” (tidak jauh dari coldhead). Tegangan jatuh tersebut dikirimkan kepada ADC di prosesor D1. Pengukuran temperatur akan bertahan selama 10 detik.
Jika temperatur shield melebihi batas 75 K, maka sinyal FRIDGE_WARN akan diaktifkan dan LED F.WARN akan menyala. Jika temperatur melebihi 80 K, maka sinyal FRIDGE_ALARM akan diaktifkan dan LED F.ALARM akan menyala.
Jika dioda tersebut rusak atau koneksi ke dioda terputus, maka petunjuk kesalahan akan ditampilkan, yang menyalakan LED F.PROBE O/C selama periode pencuplikan dan alarm. Temperatur shield pada tiga buah dioda tambahan (dua dari dioda-dioda tersebut terpasang pada bagian “20 K shield”) harus diukur secara manual.
2.      Switch Heater Energisation
Selama proses ramping, alarm MAGSTOP akan dimatikan.
3.      Voltage Monitoring
Tegangan +5 V, +15 V, -15 V, dan 40 V selalu diawasi secara kontinu. Jika +5 V, +15 V, dan -15 V dideteksi sebagai keadaan low maka sinyal PWR_FAIL akan dikirimkan kepada prosesor dan jika tegangan 40 V dideteksi sebagai keadaan low atau bahkan tidak ada, maka sinyal 40V_FAIL diaktifkan juga.
4.      Helium Level Indications
Dua digit tampilan pada D1 merupakan tampilan untuk tingkat volume Helium. Nilainya diberikan oleh bagian D4 (prosesor). Ada dua buah LED pada bagian ini, yaitu HE_WARN dan HE_ALARM. LED HE_WARN dinyalakan pada saat tingkat volume Helium berada di bawah batas peringatan (batasnya diatur menurut SESO, Magnet and Cooling). Sedangkan LED HE_WARN dinyalakan untuk mengindikasikan bahwa tingkat volume minimum telah tercapai (≤ 30 % dari tingkat volume Helium cair).
5.      ERDU Test Load Connected
Saat ERDU Test Load dihubungkan, maka sinyal ERDU_TEST akan diaktifkan, suara bel akan berbunyi, dan LED ERDU TEST akan menyala.
6.      Customer Alarm
Relay K1 yang terhubung kepada X4 (pada CCA Roof) dikendalikan secara bersamaan dengan bel yang mengaktifkan alarm eksternal. Karena kontak dari relay tersebut sedang digunakan, maka pemisah galvanic akan disediakan dari hubungan-hubungan eksternal.
7.      Manual He Level Measurement
Pengukuran awal tingkat volume Helium secara manual dapat dilakukan dengan tombol “Manual Sample”.
8.      Latched Alarm LEDs
Ada empat buah LED yang terpasang jika terjadi suatu kesalahan (misalnya mengenai masalah Helium, ERDU, EIS & FRIDGE).
9.      Push-Buttons
Bagian ini memiliki fungsi yang agak bervariasi. Fungsi yang pertama adalah untuk memberitahu jika terjadi suatu kesalahan, misalnya kesalahan tentang Helium, EIS, dan ERDU, dengan mematikan komponen LED yang bersesuaian.
Selain itu, adapun fungsi kedua yang melakukan pencuplikan manual untuk pengukuran tingkat volume Helium, pengukuran temperatur shield, dan melakukan reset bagi komponen screen coil.
Fungsi yang terakhir adalah menampilkan temperatur di dalam kabinet.
2.4.2.2.      D2 Battery, HE, EIS Control
1.6.9.      Gambar 144. Diagram blok D2
Fungsi-fungsi dari bagian ini adalah :
1.      Screen Reset
Modul ini akan menghilangkan arus yang beredar pada screen coil magnet secara periodik dan mencegah arus apapun untuk menginduksi screen coil selama proses ramping. Fungsi tersebut diaktifkan oleh :
v     EIS_ON à sinyal berasal dari D4 PROSESOR sekali dalam 24 jam, yaitu pada saat sistem tidak sedang digunakan. Waktunya diatur menurut SESO, Magnet and Cooling dan sinyal keluarannya akan dinyalakan selama 15 detik.
v     SH_I_ON à berasal dari bagian D3 ERDU. Hubungan dengan sinyal ini menyebabkan dikirimnya suatu sinyal keluaran selama switch heater magnet masih menyala, dan juga ditambah ± 10 menit untuk penetapan.
Selain itu, untuk memanaskan screen coil (dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan di dalam magnet), maka konektor “EIS O/R” harus dihubung-singkat.
2.      Screen Reset Monitoring
Jika dideteksi adanya keluaran yang salah atau tidak ada catu daya sama sekali, maka pesan EIS_Error akan dikirimkan kepada bagian D1 MONITOR.
3.      Helium Level Measurement
Tingkat volume Helium diukur dengan kawat superkonduktor yang terletak di dalam tangki Helium. Selama proses pengukuran, arus konstan akan diberikan pada kawat tersebut (He measuring probe), yang akan memanaskan kawat. Hal ini mengakibatkan kawat bersifat konduktif normal di bagian yang tidak tertutupi oleh Helium cair. Resistansi yang terukur dari bagian yang bersifat konduktif normal tersebut adalah nilai dari volume Helium cair. Besar arus konstan untuk pengukuran ini adalah ± 250 mA, yang dapat diatur dengan komponen RV1. Komponen prosesor pada D4 akan memulai pengukuran dalam selang waktu 24 jam dari sinyal MEASURE_ON. Tegangan jatuh yang dihasilkan oleh arus konstan tersebut diukur melalui differential amplifier dan dikirimkan kepada prosesor D4.
Pengukuran manual :
Ada kemungkinan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan DVM yang terhubung ke X3 dan X2. Pengukuran harus dimulai dengan menekan tombol “Manual Sample” pada D1 MONITOR.
Switch Booster Pulse : untuk beberapa magnet, khususnya jika tidak sedang dalam medan magnet, maka dibutuhkan arus yang lebih besar untuk pengukuran tingkat volume Helium. Jika bagian “Booster Pulse” diaktifkan, maka arus sebesar ± 500 mA akan dikirimkan ke He-probe selama proses pengukuran.
Sebagai contoh :
Tegangan jatuh pada X3 adalah
V = 6,363 V, maka arus yang terukur pada probe di X2 adalah
 I = 0,254 A (1 mV terukur pada X3, relatif terhadap arus 1 mA),
resistansi probe Helium dari pemeriksaan magnet adalah
R = 96,35 Ω.
Tingkat volume Helium dapat dihitung sbb :
4.      Battery Voltage
Batere tertutup 24 V yang dapat diisi ulang di dalam MSUP akan mempertahankan proses penghentian magnet (ERDU), jika dalam kasus adanya gangguan aliran listrik. Tegangan dari batere akan diperiksa setiap 24 jam oleh D4 PROSESOR, melalui sinyal BAT_TST_ON. Tegangan ini akan dibandingkan dengan nilai referensi dan dikirim kepada D4, sebagai BATOK. Dari sini, D4 akan menyalakan LED tanda OK atau gagal pada D2 dan mengirimkan sinyal MAGSTOP OK kepada kotak alarm. Jika selama proses pemeriksaan, tegangan batere di bawah 20 V, maka LED BAT. BAD pada D2 akan diaktifkan.
5.      Battery Charging
Batere dalam keadaan diisi ulang, dimana tegangan untuk proses isi ulang ini adalah konstan. Batere tersebut harus diganti setiap 2 tahun selama masa preventive maintenance.
6.      USTOP dan UBAT
Jika diinginkan untuk menghentikan magnetnya, maka digunakan tegangan teregulasi 24 V USTOP untuk mengalirkan arus kepada quench heater dan dalam kasus adanya gangguan arus listrik, maka batere tersebut akan menyediakan tegangan 24 V untuk USTOP.
2.4.2.3.      D3 ERDU (Emergency Run Down Unit)
1.6.10.  Gambar 145. Diagram blok D3
Fungsi-fungsi dari bagian ini adalah :
1.      ERDU (Magnet Stop)
Bagian ini berfungsi untuk menghilangkan medan magnet utama dengan cepat dalam kasus darurat. Hal ini dilakukan dengan memanaskan bahan superkonduktor melalui quench heater dan switch heater. Arus untuk bagian pemanas ini dialirkan oleh ERDU setelah salah satu tombol MAG STOP diaktifkan. Dalam kasus itu, relay K1 pada D3 akan terhubung dan memberikan tegangan kepada quench heater 1 (QH1) dan QH2 serta melalui resistor pelindung tambahan relatif terhadap switch heater (SWH). Tegangannya disediakan oleh bagian D2.
2.      Indikator “ERDU USED
Beberapa LED indikator menunjukkan bahwa sistem ERDU sedang dalam pengoperasian. Selain itu, arus mengalir melalui sebuah resistor dan merusakkan sekring pengaman 63 mA.
3.      Heater Monitoring
Dengan melalui resistor pelindung, tegangan UHTR akan mengeluarkan arus kecil (sekitar 10 mA) secara permanen, melalui QH1, QH2, dan switch heater. Kemudian, tegangan jatuh dibandingkan dengan nilai referensi dalam dua komparator. Hal ini memungkinkan untuk mendeteksi kebocoran saluran kepada elemen pemanas atau adanya hubung-singkat. Setiap elemen pemanas dapat mengaktifkan LED untuk menandakan adanya suatu kesalahan. Sinyal alarm tersebut akan diringkas dari semua pesan dan dikirimkan ke bagian D1 MONITOR.
4.      Switch Monitoring
Dua buah tombol ERDU (bersifat remote) yang mengendalikan relay K1 pada D3 masing-masing memiliki satu buah resistor. Sejumlah arus yang permanen akan dialirkan melalui resistor ini, kawat relay, dan resistor yang relatif terhadap ground. Kemudian, tegangan jatuh yang dibandingkan dengan nilai referensi di dalam komparator akan mengindikasikan apakah kedua switch tersebut saling berhubungan atau tidak. Jika ada kesalahan, maka sebuah LED akan menyala dan sinyal SWITOK dikirimkan ke D1.
5.      DIP-Switch SW2
Bagian ini dapat menghubungkan tombol ERDU tambahan (optional) kepada MSUP, dimana terdiri dari :
·        2 tombol ERDU (standard) : SW2A tertutup, SW2B terbuka
·        3 tombol ERDU (optional) : SW2A dan SW2B terbuka
6.      Switch Heater
Bagian switch heater ini dinyalakan saat sinyal +5V_MPS dikirimkan dari MPS.
2.4.2.4.      D4 Processor
Bagian D4 ini merupakan komponen komunikasi antara sistem pengawasan magnet dengan MMC (Modular Measurement Control). Fungsi adalah sbb :
·        ERDU : batere, heater, dan tombol-tombol.
·        Tingkat volume Helium, screen reset, temperatur cryo-shield, temperatur udara dari bagian CCA/GPA.
2.4.3.            Proses Ramping-up/down Magnet Superkonduktor
1.6.11.  Gambar 146. Magnet Power Supply
Karena medan magnet menjadi komponen yang paling utama dalam sistem MRI, maka medan tersebut harus dibangkitkan dengan cara yang disebut ramping, yang terdiri dari ramping up dan ramping down. Ramping up adalah proses dimana arus listrik dialirkan menuju magnet. Sedangkan ramping down dimana arus listrik dialirkan dari magnet. Selang waktu di antara dua proses tersebut, magnet berada dalam keadaan persistent dan arus listrik mengalir dalam lilitan secara closed-loop dan akan begitu seterusnya.
Untuk membangkitkan medan magnet tersebut, maka diperlukan komponen yang bernama Magnet Power Supply (MPS).
MPS ini menyediakan energi untuk proses pembangkitan medannya (ramping up). Sedangkan saat proses ramping down, energi yang tersimpan di dalam magnet dipindahkan ke MPS
(khusus untuk MAGNETOM IMPACT / EXPERT/ VISION, komponen MPS terletak di dalam kabinet elektronik, dan untuk HARMONY / SYMPHONY / ALLEGRA, MPS adalah suatu alat bantu saja).
MPS ini dirancang untuk mengeluarkan arus maksimum sebesar 725 Ampere dengan tegangan 10 Volt, selama proses ramping.
1.6.12.  Gambar 147. Panel depan MPS
1.6.13.  Gambar 148. Diagram blok MPS
Berikut ini adalah blok diagram dari MPS tersebut :
MPS terdiri dari kotak bagian bawah dan bagian atas. MPS juga menyediakan kendali otomatis dari pengiriman energi menuju dan dari magnet.
2.4.3.1.      Ramping-up (Run to Field)

Cable Test
1.6.14.  Gambar 149. Proses cable test
 
Pertama-tama, arus listrik rendah dialirkan di sepanjang kabel dengan tujuan memeriksa apakah MPS dapat mengeluarkan arus output dengan jumlah tertentu dan proses cable test mulai dilakukan. Bagian superconductive switch tidak dipanaskan dan menjadi bersifat superkonduktor. Kemudian, arus di sepanjang kabel dinaikkan secara bertahap sampai ke batas demand current, misalnya 584,0 A. Tegangan diukur antara kutub positif dan negatif dari komponen HDCL (Hardwired Demountable Current Lead), untuk memeriksa koneksi kabel catu daya, apakah sudah benar atau belum.
Tegangan kontak maksimum yang masih diperbolehkan untuk mencapai batas demand current adalah sbb :
·        1 Tesla       : < 0,125 Volt
·        1,5 Tesla    : < 0,170 Volt
Jika nilai-nilai di atas dilewati, maka proses run to field (ramping up) akan dihentikan seketika. Dalam kasus dimana kabel-kabel terhubung dengan baik, maka arus di dalam kabel akan diramp down setelah mencapai batas demand current. Untuk proses cable test, stack contactor switches dalam keadaan tertutup, sehingga bagian diode stack dibypass.

Proses Ramping-up Bagian Coil Magnet
1.6.15.  Gambar 150. Proses ramping up bagian coil magnet
  
Setelah proses cable test diselesaikan dengan lancar, bagian superconductive switch dipanaskan (terbuka), sehingga resistansinya ada (hanya beberapa Ohm) dan masih jauh lebih besar jika dibandingkan dengan resistansi coil. Arus listrik harus mengalir ke bagian coil.
Medan magnet mulai dibangkitkan berdasarkan hukum induksi sbb :
Karena coil memiliki induktansi yang besar dan tegangan maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 9,99 Volt, maka proses ini akan menghabiskan waktu selama 40 menit untuk kuat medan magnet sebesar 1,5 Tesla. Jika sudah 



















mencapai kuat medan yang diinginkan, MPS akan mengeluarkan arus 3 A lebih besar daripada besar demand current, lalu kembali lagi ke batas demand current. Dengan proses khusus seperti ini (tersimpan dalam EPROM), medan magnetnya akan stabil lebih cepat.
Aliran arus yang membuka superconductive switch memanaskan Helium dan meningkatkan titik didih secara signifikan. Proses ramping up dan ramping down menghabiskan 4% dari volume Helium. Gas Helium yang dihasilkan akan mendinginkan HDCL tersebut.
Tombol switch heater dalam posisi “ON” setiap saat dan konektor EIS (screen coil) dalam keadaan terbuka selama proses ramping ini.
1.6.16.  Gambar 151. Proses Stabilisasi dan proses ramping down kabel MPS
  
Stabilisasi dan Proses Ramping-down Kabel MPS
Setelah MPS melakukan proses ramping sampai batas nilai demand curret, bagian superconductive switch akan tertutup. Waktu yang dibutuhkan untuk proses stabilisasi ini adalah ± 90 detik dan MPS akan menstabilkan arusnya.
Selama waktu ini, actual current masih berfluktuasi pada nilai yang lebih dari proses ramping sebelumnya. Hal ini disebabkan karena induktansi dari coil (yang melancarkan arus) sudah tidak ada lagi pada MPS.
Selama periode stabilisasi ini, arus yang memanaskan superconductive switch tidak ada lagi. Oleh sebab itu, titik uap Helium menjadi berkurang dan tekanan di dalam magnet menjadi turun juga.
Setelah itu, kabel-kabel diramping down sampai arusnya nol dan lampu indikator “Run to Zero” dan “Run to Field” menyala secara bergantian.
2.4.3.2.      Ramping down (Run to Zero)
  









Cable Test
Proses cable test pada ramping down ini menggunakan prinsip yang sama dengan proses pada ramping up (“Run to Field”). Bagian superconductive switch dalam keadaan tertutup, kemudian langkah-langkah berikut mulai dijalankan :
·        Memeriksa kabel secara internal, menggunakan arus yang kecil
·        Melakukan proses ramping up pada kabel sampai nilai arus sama dengan demand value, lalu memeriksa tegangan kontaknya, dengan batas 0,125 Volt untuk 1 Tesla dan 0,170 Volt untuk 1,5 Tesla
·        Melakukan proses ramping down arus di dalam kabel
  









Proses Ramping-down Arus di dalam Coil
Setelah proses cable test berhasil dilakukan, maka bagian superconductive switch terbuka (dipanaskan) dan menjadi normal (konduktif) kembali. Bagian contactornya masih dalam keadaan tertutup dan stack contactor switch terbuka (bagannya dapat dilihat pada blok diagram dari MPS). Arus di dalam coil akan berkurang melalui diode stack yang didinginkan dengan air.
Karena dioda-dioda tersebut dilewati tegangan yang tinggi, maka waktu untuk proses ramping down sama dengan proses ramping up. Energi medannya diambil alih oleh bahan Mangan yang disusun paralel dan diode stack, sehingga alat tersebut membutuhkan pendingin air.
2.4.3.3.      Gangguan pada Catu Daya Saat dalam Keadaan “Run to Field
  









Jika terjadi gangguan pada catu daya selama proses “Run to Field”, bagian shorting contactor akan segera menutup. Sebagian besar arus akan berkurang secara perlahan-lahan melalui bagian shorting contactor. Oleh karena itu, superconductive switch tidak dipanaskan lagi. Sebagian arus mengalir melaui switch, memanaskannya dan tetap menjaganya dalam keadaan normal (konduktif).karena switch menjadi lebih dingin, maka resistansinya berkurang dan arus yang mengalir melalui switch akan bertambah. Besar arus yang bertambah ini akan memanaskan switch dan menjaganya dalam keadaan normal, sehingga arus yang mengalir pada coil akan berkurang secara perlahan-lahan.
Jika gangguan ini terjadi selama proses “Run to Field” atau “Run to Zero”, maka biasanya tidak terjadi quench pada magnet. Selama arus masih mengalir pada coil, HDCL tidak boleh dilepas. HDCL hanya boleh dilepas, jika :
·        Arus yang besar masih mengalir di dalam coil
·        Bagian superconductive switch dalam keadaan normal (konduktif)
Bagian non-superconductive switch harus mengambil alih arus yang besar dan karena itu, dapat menyebabkan kerusakan. Jika panas yang dihasilkan pada bagian switch terlalu banyak, maka magnet akan quench.

No comments:

Post a Comment