Sunday 19 February 2012

Prinsip Fisika dalam Sistem MRI
Pengaruh Sinyal RF
Gerakan Precession di dalam Medan Magnet
Pergerakkan atom-atom dapat dianalogikan dengan pergerakkan gasing. Saat gasing diputar dengan kecepatan yang tinggi, maka gasing tersebut tidak akan jatuh, karena gerak rotasinya akan tetap menjaga pada setiap sisinya.
Deskripsi gerak gasing adalah sbb ,Sumbu rotasinya bergerak menyerupai kerucut terhadap arah gravitasi.Pergerakkan ini disebut precession.
Gerak precession ini merupakan hasil interaksi antara momentum sudut yang dihasilkan oleh massa yang berputar dan gaya akibat gaya gravitasi bumi. Sama halnya dengan apa yang terjadi dengan nukleus, dimana nukleus yang mempunyai momentum sudut intrinsik (seperti Hidrogen) ditempatkan pada medan magnet eksternal, sehingga nukleus tersebut tidak hanya berputar pada sumbunya saja, tetapi juga melakukan gerak precession karena medan magnetnya.
Sedangkan pergerakan dari spin magnet adalah sbb :
Spin yang berada di dalam medan magnet akan bergerak menyerupai kerucut terhadap arah medan penyebabnya. Gerakan ini disebut spin preccesion.
Kecepatan atau karakteristik (frekuensi) gerak putaran terhadap arah medan tersebut merupakan hal yang paling penting di dalam MR. Hal tersebut sangat bergantung pada :
- Jenis nukleus
- Kekuatan medan magnet yang diberikan
Makin kuat medan magnetnya, maka perputarannya akan semakin cepat juga. Frekuensi precession disebut juga dengan frekuensi Larmor.
Jika membahas mengenai frekuensi, maka sama saja seperti membicarakan jumlah rotasi dari satu periode gerakan.
Misalnya 3000 rpm merupakan sebuah frekuensi juga, yang berarti 50 putaran per detik. Satuan dari "putaran per detik" adalah Hertz, sehingga 3000 rpm = 50 Hz.
Frekuensi Larmor
ω akan membesar secara proporsional dengan medan magnet β. Persamaannya adalah sbb :
dimana
ω = frekuensi precession
γ = rasio gyromagnetic dari nukleus
β = besar medan magnet
Persamaan Larmor tersebut menunjukkan bahwa frekuensi precession dari proton sangat bergantung pada kekuatan medan magnet.
Berikut ini adalah daftar frekuensi resonansi (frekuensi Larmor = frekuensi precession) dari beberapa nukleus :
Nukleus Simbol Frekuensi per Tesla
Hydrogen H 42.6 MHz/T
Fluorine F 40.1 MHz/T
Phosphorus P 17.2 MHz/T
Sodium Na 11.3 MHz/T
Carbon C 10.7 MHz/T

Untuk sistem MR, spin akan melakukan gerak precession pada frekuensi radio, yang berarti spin akan berosilasi sebanyak beberapa juta kali per detik.
Pada 1,0 T, frekuensi Larmor dari proton Hidrogen kira-kira sebesar 42 MHz dan pada 1,5 T akan mencapai ± 63 MHz. Frekuensi osilasi dalam orde MegaHertz ini termasuk dalam gelombang radio (AM atau FM).
Semua spin akan bergerak dengan frekuensi yang sama pada arah medan magnet, di dalam orientasi yang masih acak.
Jika spin memiliki frekuensi yang sama, maka akan berorientasi fasa dan selama itu juga, komponen transversalnya terhadap medan magnet (paralel pada bidang x-y) akan saling meniadakan. Oleh karena itu, magnetisasi konstan M akan berada di sepanjang sumbu z saja.
Salah satu cara untuk mengubah distribusi atom (baik spin atas maupun bawah), fasanya, dan juga arahnya adalah dengan memberikan gelombang magnetik, dimana gelombang radio yang digunakan adalah sinyal RF.
Sinyal RF akan mengganggu keadaan spin jika frekuensinya sama. Dengan kata lain, sinyal RF tersebut harus beresonansi dengan gerakan spin. Arti resonansi itu sendiri adalah frekuensi dari sinyal RF harus sama dengan frekuensi Larmor dari spin (beresonansi).

ANALOGI GARPU TALA
Peristiwa kesamaan frekuensi RF dengan frekuensi Larmor dari spin (disebut sebagai keadaan resonansi), dapat dijelaskan dengan analogi garpu tala sbb :
Saat suatu grapu tala digetarkan, maka akan mulai berosilasi dan menghasilkan bunyi tertentu (gelombang akustik). Jika ada garpu tala kedua yang digetarkan dengan frekuensi yang sama, maka osilasinya merupakan respon dari gelombang akustik yang dikirimkan dari garpu tala pertama. Pada saat ini, kedua garpu tala tersebut dinyatakan dalam keadaan resonansi.

ANALOGI KERANJANG BERPUTAR
Apa yang sebenarnya terjadi dengan magnetic resonance dapat dijelaskan dengan suatu analogi keranjang berputar, dimana orang berperan sebagai sinyal RF yang harus berada dalam keadaan resonansi dengan spin yang berputar (keranjang).
Jika ada seseorang yang diharuskan untuk menaruh batu pada dua buah keranjang yang berputar (seperti pada gambar), dan ia hanya menaruh batu pada saat salah satu keranjang berada tepat di depannya (orang tersebut diam), maka cara ini akan memakan waktu yang lama.
Cara yang paling efektif adalah dengan ikut berlari di sepanjang keliling putaran keranjang tersebut dan menaruh batu tersebut pada keranjang-keranjang tersebut (dengan kecepatan yang sama, beriringan dengan keranjang). Dengan cara ini, maka ia dapat menaruh batu sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang itu.
Dengan berlari seperti itu, maka orang tersebut dikatakan "diam" relatif terhadap keranjang dan kecepatan orang = kecepatan keranjang.
Sinyal-sinyal dan Sudut Flip Angle
Semakin besar energi yang berikan oleh sinyal RF, maka simpangan magnetisasinya akan semakin besar juga. Sudut simpangan akhir ini disebut dengan FLIP ANGLE (dinotasikan dengan
α).
Sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang berlawanan dengan sumbu z. Sedangkan sinyal fasa 90o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang tepat dengan bidang x-y.
Setelah diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi dengan arah yang berlawanan dengan sumbu z. Pada keadaan ini, spin berada pada keadaan yang tidak stabil, sehingga spin tersebut akan kembali pada keadaan setimbangnya lagi. Karena magnetisasi akibat sinyal fasa 180o ini memiliki orientasi vertikal (sumbu z), maka sinyal fasa 180o menyebabkan magnetisasi longitudinal.
Sebelum diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 90(derajat) akan menyebabkan magnetisasi pada arah transversal, bidang x-y. Selama masih ada sinyal RF, maka ada dua jenis medan yang akan berpengaruh, yaitu : medan statis dan medan RF yang berputar (untuk selang waktu yang pendek).
Cara Memperoleh Sinyal MR
Sama halnya dengan notasi vektor, dimana magnetisasi juga memiliki dua buah komponen yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu :
MAGNETISASI LONGITUDINAL Mz yang merupakan vektor dengan arah sumbu z (sepanjang medan magnet eksternal) dan MAGNETISASI TRANSVERSAL Mxy yang merupakan komponen yang berotasi di sekitar medan (pada bidang x-y). Magnetisasi transversal merupakan jumlah dari vektor spin yang berotasi pada bidang x-y, yang menyamai frekuensi Larmor.
FID
Magnetisasi transversal berperan sebagai magnet yang berotasi, sehingga dapat memasukkan coil ke dalamnya dan menginduksikan tegangan. Sinyal itulah yang disebut dengan sinyal MR. Semakin kuat magnetisasi transversalnya, maka semakin kuat sinyal MRnya, tetapi akan menghilang dengan cepat juga.
Oleh karena itu, pada akhir dari sinyal RF ini, sinyal MR tersebut disebut dengan Free Induction Decay (FID).
Tentang Relaksasi Spin dan Echo
Magnetisasi longitudinal akan menjadi nol setelah sinyal 90o dan berotasi sebagaimana magnetisasi transversal pada bidang x-y. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa magnetisasi transversal akan segera menyusut dalam waktu yang singkat dan sinyal MR akan segera berhenti juga. Setelah sinyal 90o, magnetisasi longitudinal akan kembali ke keadaan semula (keadaan setimbang), seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Proses tersebut disebut relaksasi.
Proses tersebut melibatkan sejumlah energi yang dipindahkan oleh proton yang tereksitasi, yang merupakan sifat dari suatu jaringan. Ada dua buah waktu relaksasi di dalam sistem MR, yaitu T1 dan T2, yang saling bebas satu sama lain dan merupakan sifat intrinsik dari setiap jaringan yang berbeda. Di dalam MRI, mekanisme utama dalam menentukan kontras pada sebuah citra adalah perbedaan dari waktu T1 dan T2 tersebut.
Magnetisasi longitudinal dan transversal
Magnetisasi transversal Mxy akan menyusut dengan lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan untuk pulihnya magnetisasi longitudinal Mz, dimana proses tersebut berlangsung secara eksponensial.
Suatu waktu tertentu (T1) dibutuhkan untuk memulihkan magnetisasi longitudinal dan magnetisasi transversal menyusut dalam waktu yang lebih cepat (T2).
Ada suatu analogi yang menarik untuk menjelaskan T1 dan T2, yaitu analogi jatuhnya kotak.
ANALOGI JATUHNYA KOTAK
Jika ada sebuah pesawat yang menjatuhkan sebuah kotak dari suatu ketinggian tertentu, maka kotak tersebut akan jatuh ke tanah dengan kecepatan yang meningkat karena gaya gravitasi. Pada kotak tersebut ada dua buah komponen yang bekerja, yaitu gaya gravitasi (sebagai T1) dan energi kinetik (dalam arah terbang, sebagai T2). Pergerakan kotak merupakan superposisi dari dua gerakan, kotak jatuh ke tanah tapi masih memiliki arah yang sama dengan arah penerbangan.
Secara mudahnya, relaksasi merupakan suatu keadaan dari sistem yang kembali dari keadaan tidak setimbang kepada keadaannya yang setimbang. Saat mendekati kesetimbangannya, prosesnya akan melambat sampai mencapai keadaan saturasi (saat sistem semakin dekat ke keadaan setimbang, maka relaksasi akan semakin lemah).
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat magnetisasi longitudinal mulai pulih, magnetisasi transversal mulai menyusut, dimana proses magnetisasi transversal berjalan dengan lebih cepat (T2) daripada pemulihan magnetisasi longitudinal (T1).
Relaksasi Magnetisasi Longitudinal (T1)
Proses pemulihan magnetisasi longitudinal merupakan proses yang berifat eksponensial, yang dinamakan RELAKSASI LONGITUDINAL dan konstanta waktunya adalah T1.
Setelah T1, magnetisasi longitudinal Mz telah pulih sebesar 63 % dari nilai akhirnya dan setelah 5T1, maka proses tersebut sudah sempurna. Konstanta T1 tersebut berbeda-beda untuk setiap jaringan, sehingga bersifat tissue-specific.
Jenis jaringan dalam tubuh yang berbeda menunjukkan waktu relaksasi yang berbeda juga. Walaupun begitu, hal tersebut merupakan faktor utama untuk mendapatkan kontras dari citra yang diperoleh dengan sistem MR. Perbedaan tersebut terjadi karena energi RF yang terstimulasi akan menghilang kembali akibat interaksi dengan kisi-kisi (lattice).
. Konstanta T1 beberapa jenis jaringan
Relaksasi spin-lattice
Proton-proton akan mengubah status spinnya pada saat beresonansi. Proton akan merasakan medan lokal secara kontinu dan fluktuasinya disebabkan oleh pergerakan molekular. Fluktuasi medan magnet ini seolah-olah dilapisi oleh medan eksternal. Efek terkuat yang dirasakan merupakan akibat dari fluktuasi medan magnet yang bersesuaian dengan frekuensi Larmor dan berosilasi secara transversal terhadap medan magnet utama. Perilaku proton tersebut seperti sinyal RF yang kecil dan menyebabkan pembalikkan spin.
Lingkungan tempat proton berada seringkali terdiri dari molekul yang besar (lemak) dan makro-molekul (protein). Proton Hidrogen yang berada di dalam molekul lemak yang bergerak relatif lambat (terletak dalam kisi yang tebal) sebagaimana proton yang membatasi protein merasakan fluktuasi medan lokal yang kuat, sehingga dengan cepat mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menjelaskan konstanta T1 jaringan lemak yang relatif singkat.
Lain halnya jika berada di dalam cairan, dimana mobilitas molekularnya lebih cepat daripada fluktuasi medannya. Resonansi dengan medan magnet yang berosilasi jarang terjadi dan semakin lemah, sehingga proton tidak segera mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa air murni dan CSF (cerebrospinal fluid) memiliki konstanta T1 yang besar (waktunya lebih lama).
Lingkungan dari suatu proton sering disebut sebagai kisi-kisi (lattice). Karena pasangan spin menghasilkan energi kepada kisi-kisi selama proses relaksasi longitudinal, maka proses T1 dinamakan juga dengan relaksasi spin-lattice. Proses ini terjadi setelah interferensi dari sinyal RF dan sesaat setelah proses pembentukkan kembali magnetisasi longitudinal (setelah pasien dimasukkan ke dalam medan magnet).
Karena jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberikan waktu relaksasi T1 yang berbeda juga, maka hal ini dapat digunakan untuk menyebabkan kontras pada citra MR, misalnya jaringan yang terkena penyakit akan menunjukkan konsentrasi air yang berbeda dengan daerah di sekitarnya (adanya perbedaan konstanta relaksasi).
Pada gambar di samping, terlihat bahwa dengan kontras T1, CSF akan terlihat sebagai bagian yang hitam pada citra sistem MR.
Perhatikan antara hitam yang dihasilkan oleh CSF, warna keabu-abuan sampai warna putih.
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna hitam ,abu-abu, dan putih.
Penyusutan Magnetisasi Transversal (T2)
Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi akan menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan cepat.
Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam keadaan phase-coherent, dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang besar, yang berotasi dalam bidang x-y.
Bagaimanapun, spin yang berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya karena interaksi antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan magnetisasi transversal.
Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada yang dinamakan dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi rotasi transversal akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai menyusut. Hal inilah yang disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2, maka akan berkurang sampai 14 % dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan segera menghilang.
Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama pertandingan, pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada kecepatan yang berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut menunjukkan tidak adanya suatu koherensi selama pertandingan.
Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissue-specific) :
Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu proses tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses tersebut tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal, tetapi komponen relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan perubahan keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan relaksasi longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen transversalnya, yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga akan berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal. Komponen z dari spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang berlawanan. Proton-proton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan magnet pada arah z, sebesar ± 1mT.
Saat medan magnet statis menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi precession pada daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan frekuensi precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut, maka spin magnet yang berputar tidak ada lagi, seperti halnya para pelari yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda.
Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda, maka perbedaan-perbedaan tersebut digunakan untuk memberikan kontras pada citra MR.
Spin Echo (T2*)
Setelah pemberian sinyal RF pada proton-proton, maka proton-proton tersebut akan memberikan respon, yaitu yang disebut dengan spin echo. Saat sinyal MR tersebut menyusut (begitu juga dengan magnetisasi transversal), maka spin echo akan muncul, bersamaan dengan sinyal MR "pantulan"nya.
Penyusutan FID yang Sebenarnya.
Sebenarnya, penyusutan sinyal MR (FID) diharapkan terjadi bersamaan dengan konstanta T2. Tetapi walaupun begitu, penyusutan FID terjadi dengan lebih cepat, yaitu dengan waktu efektif yang lebih pendek T2*.
Medan magnet yang dirasakan oleh spin ternyata tidak sama di setiap posisi, sehingga masih bersifat inhomogen. Adanya variasi medan lokal tersebut disebabkan karena karakteristik tubuh pasien dan juga sifat inhomogentias dari magnet itu sendiri.
Penjelasan di atas dapat diperjelas dengan deskripsi singkat tentang pelari, dimana pada suatu waktu, para pelari yang telah menyebar (dalam posisi yang berbeda-beda) tersebut diminta untuk berbalik arah sebesar 180o (kembali ke garis awal).
Seorang pelari yang berada pada posisi terdepan saat lomba masih berjalan, akan menjadi pelari dengan posisi yang paling terakhir saat diminta berbalik arah.
Saat lomba awal, maka terlihat bahwa posisi pelari telah menyebar. Akan tetapi, saat diminta berbalik arah, maka para pelari tersebut akan kembali sejajar di garis awal (kembali seperti semula). Peristiwa dimana fasa proton kembali bersifat koheren, yang dianalogikan dengan para pelari berada di garis awal, disebut dengan echo.
Efek yang ditimbulkan oleh sinyal fasa 180o adalah spin kembali memiliki fasa yang sama dan dihasilkan sinyal MR baru, yaitu spin echo. Sinyal fasa 180o diberikan setelah sinyal fasa 90o dengan selang waktu
τ. Sinyal spin echo ini akan membesar dan mencapai nilai maksimum setelah 2τ. Selang waktu tersebut disebut dengan echo time (dinotasikan dengan TE). Setelah selang waktu ini, spin echo akan segera mengecil.
Saat beberapa sinyal fasa 180o diberikan secara berurutan, maka beberapa spin echo akan dihasilkan oleh multi-echo sequence.
Amplitudo dari echo ini lebih kecil dari amplitudo sinyal FID. Semakin besar echo timenya, maka echonya akan semakin kecil. Hal ini dapat diulang sampai hilangnya magnetisasi transversal, melalui relaksasi T2.
Karena FID akan segera menyusut setelah sinyal fasa 90o, maka akan sangat sulit untuk mengukur kekuatan / intensitasnya. Oleh karena itu, sinyal echo lebih dipilih untuk proses pencitraan.
Gradient Echo
Pencitraan MR menggunakan dua buah metode, yaitu spin echo (yang telah dijelaskan di atas) dan gradient echo.
Mengubah Medan Magnet
Medan magnet akan coba diubah segera setelah sinyal RF. Perubahan ini menyebabkan medannya akan mengecil pada satu arah dan membesar pada arah yang lain. Hal inilah yang disebut dengan gradient. Medan B0 hanya ada pada satu lokasi saja, sebelum dan setelah lokasi ini, kekuatan medannya bisa menjadi lebih rendah atau lebih tinggi. Dari persamaan Larmor, diketahui bahwa frekuensi precession berbanding lurus dengan kekuatan medan magnetnya. Oleh karena itu, sekarang spin berotasi dengan kecepatan yang berbeda karena perubahan medan.
Dalam teknologi MR ini, gradient diartikan sebagai perubahan medan magnet pada arah tertentu (meningkat atau berkurang secara linier).
Setelah sinyal RF diberikan, sinyal gradient (-) akan melakukan proses dephase pada frekuensi spin. Karena masih berputar dengan kecepatan yang berbeda, spin akan kehilangan fasanya dengan lebih cepat. FID akan berkurang dengan lebih cepat daripada di kondisi normal.
Dengan membalikkan polaritas dari gradient (+), spinnya masih berada dalam keadaan dephased. Sinyal echo diukur selama proses rephasing dari FID dan karena echo tersebut dihasilkan oleh gradient, maka disebut gradient echo.
Sinyal fasa 180o diabaikan dalam teknologi gradient echo ini, sehingga mekanisme dephasing statis T2* tidak dihapuskan, sebagaimana yang terjadi pada metode spin echo. Komponen echo time untuk gradient echo ini harus menempati alokasi waktu T2*. Oleh karena itu, metode gradient echo akan lebih cepat daripada metode spin echo.
Memperkecil Flip Angle
Untuk menghasilkan gradient echo, komponen flip angle yang digunakan untuk menstimulasi sinyal RF biasanya lebih kecil dari 90o. Keuntungan dari metode ini adalah sinyal yang lebih kuat dan waktu pengukuran yang lebih singkat.
Citra yang Dihasilkan dari Irisan-irisan
Dasar untuk citra MR adalah melalui proses spasial allocation dari sinyal-sinyal MR individu yang menunjukkan struktur anatomis. Kemudian spin dari atom-atom tersebut akan memberikan frekuensi precession yang berbeda pada posisi yang berbeda juga. Resonansi magnetik akan dibedakan secara spasial.
Dalam pencitraan medis, dibutuhkan citra irisan-irisan dari tubuh manusia pada posisi yang spesifik, yaitu dengan metode switching gradient.
Cara untuk Menghasilkan Gradient
Medan magnet dihasilkan segera saat arus listrik mengalir di sepanjang konduktor sirkular atau sebuah lilitan. Saat arah rambat arus listrik dibalik, maka arah dari medan magnetnya pun akan berubah juga.
Dengan MR, bagian gradient coil dioperasikan secara berpasangan dalam arah x, y, dan z pada :
• Besar arus yang sama
• Polaritas yang berlawanan.
Satu lilitan akan meningkatkan medan magnet statis, sedangkan lilitan yang berlawanan akan menguranginya. Hal ini berarti medan magnet B0 akan berubah secara proporsional.
Pengaruh Gradient
Di dalam medan magnet normal, kekuatannya akan sama dimanapun posisinya (B0). Oleh karena itu, spin proton akan menunjukkan frekuensi spin (
ω0) yang proporsional dengan kekuatan medan magnetnya. Hasilnya, resonansi magnetiknya akan sama di semua posisi.
Dengan menggunakan gradient, medan magnet menunjukkan peningkatan yang linier. Gerak precession dari spin akan bervariasi pada arah ini. Pada arah yang satu akan berputar dengan lebih lambat, sedangkan pada arah yang lain akan berputar dengan lebih cepat. Dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut menunjukkan frekuensi resonansi yang berbeda.
Cara Menentukan Posisi Irisan
Jika dipilih irisan pada bidang x-y, maka irisan tersebut akan vertikal pada sumbu z. Misalkan ada seorang pasien yang sedang telentang pada arah sumbu z di dalam magnet, maka irisan yang didapat adalah irisan transversal.
Untuk pemilihan irisan, gradient diubah pada arah z terhadap sinyal RF secara serempak. Gradient ini disebut slice-selection gradient (Gs).
Sekarang, medan magnet memiliki besar B0 pada satu lokasi saja, yaitu z0. Saat sinyal RF berfrekuensi hanya pada satu frekuensi (ω0), maka akan mengharuskan spin untuk berada pada lokasi resonansi z0. Posisi tersebut dinamakan slice position.
Akan tetapi, proses ini tidak cukup hanya sampai di sini karena yang didapat hanyalah irisan tanpa ketebalan. Irisan tersebut hanya setipis kertas dan sinyalnya akan terlalu lemah, karena hanya sedikit proton yang terstimulasi pada daerah tipis ini. Kebutuhan akan resolusi tertentu pada arah z disebut dengan slice thickness.
Sinyal RF penstimulasi memiliki bandwidth tertentu di sekitar frekuensi tengahnya, (
ω0) dan dapat menstimulasi daerah yang diinginkan dari ketebalan irisan (∆z0).
Ketebalan irisan dapat diubah dengan menjaga bandwidth sinyal RF agar tetap konstan pada saat mengubah kemiringan gradient. Gradient yang lebih curam (a) akan menghasilkan irisan yang lebih tipis (∆za) dan irisan yang lebih landai (b) akan menghasilkan irisan yang lebih tebal.
Suatu irisan merupakan daerah resonansi spin yang terdefinisi. Di luar irisan tersebut, spin tidak akan terpengaruh oleh sinyal RF. Magnetisasi transversal (dan juga sinyal MR) hanya dihasilkan di dalam irisan.
Keunggulan Teknologi Gradient
Metode menggunakan gradient ini memungkinkan kita untuk memposisikan bidang irisan pada beberapa pencitraan MR.
Sistem MR memiliki tiga pasang gradient coil di sepanjang sumbu x, y, dan z. Untuk irisan sagittal, harus menggunakan gradient-x dan untuk irisan coronal, harus menggunakan gradient-y. Untuk mendapatkan irisan yang miring, maka beberapa gradient harus digunakan secara serempak. Hasilnya akan saling bertumpukan. Sebuah irisan miring tunggal dihasilkan oleh dua buah gradient (misalkan gradient dalam arah y dan z) dan untuk mendapatkan irisan miring ganda, maka digunakan ketiga gradient secara serempak.
Rekonstruksi Citra dari Irisan-irisan
Penjelasan Pixel dan Voxel
Citra dari suatu irisan tidak dihasilkan secara langsung melalui prosedur pengukuran. Pertama-tama, setelah sinyal MR diterima maka akan dihasilkan data mentah (raw data) terlebih dahulu. Kemudian data-data tersebut akan melalui proses komputasi untuk menghasilkan citra yang diinginkan.
Citra MR terdiri dari banyak elemen citra, yang disebut dengan pixel (picture element). Konfigurasi ini disebut image matrix. Setiap pixel dalam image matrix memiliki derajat keabu-abuan. Secara keseluruhan, nilai keabu-abuan tersebut akan membentuk suatu komposisi citra.
Komponen pixel dalam sebuah citra akan menunjukkan komponen voxel dalam sebuah irisan. Semakin banyak pixel dalam suatu citra, maka informasi yang berkaitan dengan citra tersebut akan semakin banyak dan citra yang dihasilkan akan semakin tajam dan detail (memiliki resolusi yang lebih tinggi).
Besarnya sinyal-sinyal tersebut dapat dibagi-bagi sbb : selama proses pengukuran echo, gradient diarahkan pada arah x. Pasangan spin dari voxel individual akan melakukan gerak precession di sepanjang sumbu x pada frekuensi yang terus membesar, yang disebut frekuensi encoding. Sedangkan gradient yang berhubungan dengan proses tersebut disebut Frequency-Encoding Gradient (GF). Bagian echo yang dimaksud merupakan kombinasi sinyal dari spin yang tereksitasi di sepanjang sumbu x. Pada resolusi 256 voxel, echo terdiri dari 256 frekuensi.
Metode Transformasi Fourier dapat membantu untuk menentukan kontribusi sinyal dari setiap komponen frekuensi. Setiap sinyal individu yang didapat akan menentukan derajat keabu-abuan dari pixel yang dialokasikan.
Dua voxel yang berbeda dapat memiliki frekuensi yang sama dan karenanya, tidak dapat didiferensiasi.
Pada selang waktu di antara sinyal RF dan echo, gradient akan diposisikan pada arah y. Sebagai hasilnya, spin akan melakukan precession pada kecepatan yang berbeda dalam waktu yang singkat. Setelah gradient dimatikan, pergeseran fasa spin di sepanjang sumbu y akan berbeda yang tetap bersifat proporsional terhadap lokasi masing-masing. Proses ini dinamakan phase encoding dan komponen gradient yang berkaitan disebut dengan phase-encoding gradient (Gp).
Untuk memfilter pergeseran-pergeseran fasa tersebut, maka digunakan proses Transformasi Fourier. Selain itu, untuk mendapatkan matriks sebanyak 256 baris, maka dibutuhkan sinyal MR sebanyak 256 dengan proses phase encoding untuk 256 lokasi yang berbeda. Hal ini berarti 256 langkah proses phase encoding dan menyebabkan urutan sinyal-sinyal tersebut harus diulang sebanyak 256 kali untuk membentuk matriks 256 x 256.
Setelah itu, matriks tersebut dinamakan Raw Data Matrix, yang juga dikenal dengan k-Space.
Antara Raw Data dan Data Citra
Bagian Center Raw Data akan menentukan struktur yang kasar dan kontras citra. Sedangkan komponen Raw Data di sepanjang perbatasan akan memberikan informasi tentang batasan-batasan yang ada, transisi pada tepi, dan kontur citra. Pada suatu waktu tertentu, data-data tertentu akan menampilkan struktur yang lebih bagus dan pada proses analisis akhir, akan menentukan resolusi citra. Bagian ini hampir tidak berisi informasi apapun tentang kontras jaringan.
Urutan Sinyal
Urutan spin echo terdiri dari sinyal fasa 90o, yang diikuti dengan sinyal fasa 180o yang menghasilkan spin echo pada konstanta TE (Echo Time). Urutan pulsa tersebut diulang berdasarkan konstanta TR (Repetition Time) selama komponen k-space diisi dengan echo. Jumlah tahapan proses phase-encoding (yang merupakan baris dari raw data) berhubungan dengan jumlah pengulangan tersebut. Waktu scanning akan ditentukan oleh derajat yang besar dari resolusi gambar dalam arah proses phase-encoding.
Dengan NP = jumlah tahap proses phase-encoding.
Pemilihan Irisan
Slice-selection gradient GS dinyalakan segera setelah sinyal fasa 90o, yaitu saat gambar balok ada di bagian atas, untuk memilih irisan yang diinginkan.
Gradient akan menyebabkan fasa spin dalam keadaan dephase, pada sepanjang ketebalan irisan. Oleh karena itu, keadaan ini harus dikompensasi dengan gradient dari polaritas yang berlawanan dan setengah durasi (proses rephase dari gradient). Hal inilah yang menimbulkan adanya gambar balok dibagian bawah dari GS.
Selama sinyal fasa 180o, GS akan dinyalakan lagi sehingga sinyal tersebut hanya mempengaruhi spin dari irisan yang terstimulasi sebelumnya.
Phase-encoding
Phase-encoding gradient GP akan dinyalakan sementara di antara pemilihan irisan dan spin echo. GP akan menumpukkan fasa yang berbeda pada spin. Untuk matriks yang terdiri dari 256 baris dan 256 kolom, proses penyalaan gradient (switching) dari urutan spin echo akan diulang sebanyak 256x dengan parameter TR dan GP yang meningkat secara bertahap.
Tahap proses phase-encoding dalam grafik sinyal sering digambarkan dengan garis horisontal yang banyak dalam bagian balok GP, yang menggambarkan amplitudo tahapan gradient yang berbeda, baik positif maupun negatif.
Frequency-encoding
Selama proses spin echo, frequency-encoding gradient GF akan dipengaruhi juga. Karena spin echo dibaca pada saat tersebut, gradient ini disebut juga readout gradient.
Jika tidak ada hal lain yang diberikan selain readout gradient, maka gerakan precession dari spin pada arah frequency-encoding akan mulai berubah menjadi keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada dalam keadaan dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini dapat diatasi engan memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena gradient dengan polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout gradient (dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah interval pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo maksimum. Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal fasa 180o, sehingga gradient memiliki fasa yang sama seperti readout gradient. Hal ini dikarenakan sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa spin.
Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval waktu antara proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya, dapat dihasilkan beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang disebut dengan multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu daerah tertentu.
Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut digunakan untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah yang mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient seolah-olah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan (arah z, seperti pada contoh), maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang citra, seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi tentang volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D, perangkat lunak POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara spasial.
Kontras Spin Echo
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah jenis kontras yang sangat penting, yaitu kontras T1, kontras T2, dan kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberi magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat dimana sinyalnya kuat, maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih terang, sedangkan sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak, maka sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk diagnostik medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi T1 dan T2 pada kontras suatu citra.
Parameter TE dan TR
Jika mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb : sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu
τ setelah sinyal fasa 90o dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2τ.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi semua tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali). Waktu interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan Repetition Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk mengendalikan kontras dari urutan spin echo.
Kontras Densitas Proton
Gambar di samping menampilkan tiga buah jenis jaringan tubuh yang berbeda (1, 2, dan 3) dengan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Relaksasi longitudinal akan dimulai segera setelah sinyal fasa 90o. Magnetisasi longitudinal MZ dari tiga buah jaringan tubuh yang berbeda akan pulih pada kecepatan yang berbeda. Nilai maksimumnya berhubungan dengan "densitas proton", yaitu jumlah proton Hidrogen per unit volume.
Dengan diberikannya kembali sinyal fasa 90o setelah TR, maka magnetisasi longitudinal aktual akan berubah menjadi magnetisasi transversal MXY dan menghasilkan sinyal dengan kekuatan yang berbeda.
Jika TR dipilih cukup panjang, maka perbedaan sinyal dalam jaringan setelah sinyal fasa 90o yang diulang hanya akan bergantung pada densitas proton di dalam jaringan, karena relaksasi longitudinal yang hampir selesai. Echo harus dihasilkan segera setelah sinyal fasa 90o yang diulang, dengan TE yang lebih singkat, sehingga didapat citra proton density-weighted (PD yang singkat). Pada kenyataannya, TR dari urutan spin echo biasanya lebih lama dari 2-3 detik. Hal ini juga berarti jenis jaringan tubuh dengan konstanta T1 yang lebih lama, misalnya CSF, yang tidak segera pulih setelah periode waktunya.
Kontras T2
Kurva sinyal akan menurun karena relaksasi T2 dan mulai berpotongan. Kontras densitas proton akan hilang. Pada TE yang lebih lama, kurva akan mulai menyimpang dan kontras dikendalikan oleh relaksasi T2, sehingga diperoleh citra T2-weighted. Kekuatan sinyal dari spin echo akan bergantung pada penyusutan T2.
Di samping merupakan perbandingan citra yang menunjukkan kontras T2 dengan TE yang semakin lama akan semakin lama.
Pada keadaan tersebut, densitas proton tidak lagi mempengaruhi kontras. Kontras T2 hanya bergantung pada komponen TE yang dipilih. T2 yang optimal dari suatu citra T2-weighted merupakan nilai rata-rata konstanta T2 dari citra jaringan yang akan ditampilkan (ada di antara 80 dan 100 ms).
Jika TE terlalu lama (citra yang terakhir), magnetisasi transversal telah menyusut sampai pada suatu tingkat dimana sinyal-sinyal dari beberapa jenis jaringan akan menghilang di dalam derau (noise) sinyal yang tidak dapat dihindarkan.
Kontras T1
Jika dipilih TR yang singkat sehingga relaksasi T1 belum selesai, maka sinyalnya akan menjadi lebih lemah dan kontrasnya akan berkurang seiring TE yang semakin meningkat. Oleh karena itu, harus dipilih TE yang sesingkat mungkin.
TR yang singkat akan menghilangkan efek dari densitas proton, TE yang singkat akan menghilangkan efek dari relaksasi T2. Perbedaan kekuatan sinyalnya sebagian besar bergantung pada magnetisasi longitudinal sebelumnya, yaitu yang berasal relaksasi T1 jaringan tertentu, sehingga diperoleh citra T1-weighted.
. Dengan TE yang lebih panjang, baik kontras T1 maupun sinyal yang terukur, masing-masing akan dikurangi. Kombinasi waktu pengulangan yang singkat dan TE yang lama sangat tidak sesuai.
Jenis jaringan yang normal hanya memiliki sedikit perbedaan dari densitas protonnya, di samping relaksasi T1 yang berbeda. Oleh karena itu, pencitraan T1-weighted akan sangat sesuai untuk tampilan anatomi tubuh.
Mengukur Multiple Echo
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence. Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka didapat citra densitas proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran tunggal.
Jadi dengan mengambil beberapa nilai parameter yang berbeda, maka akan didapat citra-citra sbb :
• Kontras T1 (TR dan TE singkat)
• Kontras T2 (TR danTE yang lama)
• Kontras densitas proton (TR lama, TE singkat)
Dengan pencitraan spin echo, efek akibat T1 dan T2 berbanding terbalik, yaitu : jaringan dengan T1 yang lebih lama akan berwarna lebih gelap dalam citra T1-weighted dan jaringan dengan T2 yang lebih lama akan tampak lebih terang.
Kontras Menggunakan Pemulihan Inversi (IIR)
Urutan pemulihan inversi merupakan urutan spin echo dengan didahului oleh sinyal fasa 180o. Dalam teknologi MR, sinyal-sinyal persiapan akan mendahului urutan yang sebenarnya dan di sini akan dibicarakan bagaimana cara memanipulasi kontras citra tersebut.
Pemulihan inversi
Pertama Proses Inversi Dahulu, kemudian Proses Pemulihan.
Urutan pemulihan Inversi (Inversion Recovery Sequence, IIR) menggunakan sinyal fasa 180o – 90o – 180o. Pertama-tama, magnetisasi longitudinal dibalik oleh sinyal persiapan fasa 180o pada arah yang berlawanan. Magnetisasi transversal akan nol dan sinyal MR tidak akan diterima.
Interval di antara sinyal fasa 180o dan sinyal stimulasi fasa 90o diketahui sebagai Inversion Time TI. Selama periode tersebut, magnetisasi longitudinal akan pulih.
Sinyal stimulasi fasa 90o akan mengubah magnetisasi longitudinal aktual menjadi magnetisasi transversal.
Kontras T1 yang Kuat
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence. Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka didapat citra kepadatan proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran tunggal. Saat urutan spin echo memberikan kontras T2 yang baik, maka IIR digunakan untuk mendapatkan kontras T1 yang lebih tinggi.
Sebagaimana magnetisasi longitudinal memulihkan nilai negatifnya dengan proses inversi, magnetisasi dari jenis jaringan yang berbeda akan mencapai nilai nol pada waktu yang berbeda. Proses inversi magnetisasi ini memberikan dispersi yang lebih baik dari kurva T1 menjadi kontras T1 yang lebih baik juga. Dengan memilih TI yang sesuai, maka kontras akan semakin baik.
Kerugiannya adalah waktu pengukuran yang lebih lama. Dengan bergantung pada T1, irisan yang diukur lebih sedikit dibandingkan dengan metode T1-weighted spin echo.
Karena TI telah dipilih, jaringan yang lebih cepat relaks (a) telah melewati titik perpotongan nol, sedangkan jaringan relaksasi yang lebih lambat (b) belum melewatinya. Akan sangat membingungkan jika hanya magnitudo sinyal yang digunakan untuk menentukan kontras citra. Jenis jaringan dengan konstanta T1 yang berbeda akan ditampilkan dengan nilai keabu-abuan yang sama.
Perbandingan citra di samping  menunjukkan efek TI pada kontras di dalam otak. Sinyal yang berasal dari zat putih atau abu akan dihilangkan.
Kontras dari beberapa jenis jaringan yang berbeda dapat dipastikan dengan mempertimbangkan arah dari magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal positif dan negatif akan diubah oleh sinyal eksitasi fasa 90o menjadi magnetisasi transversal dengan pergeseran fasa sebesar 180o. Jika magnitudonya dipertimbangkan seperti halnya perbedaan fasa dari sinyal-sinyal tersebut, maka akan dimungkinkan untuk menempatkan sinyal pada magnetisasi longitudinal positif atau negatif aslinya. Hal inilah yang akan menentukan kontras T1 maksimum.
Metode rekonstruksi phase sensitive ini akan memberikan magnetisasi longitudinal yang sebenarnya dan sering disebut dengan true inversion recovery, yang banyak digunakan oleh bidang ilmu kesehatan anak-anak (pediatrics).

No comments:

Post a Comment