TEKNIK PEMERIKSAAN KEDOKTERAN NUKLIR
1. TEKNIK PEMERIKSAAN KELENJAR
TIROID (SIDIK KELENJAR TIROID)
Pengertian
|
Pemeriksaan kelenjar tiroid dengan menggunakan radionuklida
|
Tujuan
|
Menilai fungsi kelenjar tiroid
|
Indikasi
|
1. evaluasi nodul tiroid;
2. evaluasi pembesaran kelenjar tiroid tanpa
nodul yang jelas;
3. evaluasi
jaringan tiroid ektopik atau sisa pasca –operasi;
4. evaluasi ‘fungsi tiroid’.
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur Persiapan
|
Bila yang digunakan
radiofarmaka NaI-131, pasien dipuasakan selama 6 jam.
Obat-obat dihentikan
selama beberapa waktu. (lihat tabel).
Radiofarmaka
·
NaI-131, dosis 300 uCi,
diberikan peroral.
·
99m Tc-pertechnetate, dosis 2-5 mCi, diberikan iv.
·
Radionuklida yang paling
ideal untuk evaluasi kelenjar tiroid adalah NaI-123, suatu radionuklida produksi siklotron, karena
energinya tidak begitu tinggi (159 keV) dengan waktu paruh pendek (13,2 jam);
sayangnya NaI-123 saat ini belum ada di Indonesia.
·
Obat-obat tertentu, terutama
yang mengandung iodium dan hormon tiroid, akan mengganggu pencitraan. Daftar
beberapa obat-obat tersebut dan lama penghentian sebelum dilakukan penyidikan
tiroid dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Nama
obat Lama penghentian
1.Obat yang mengandung minimal 4 minggu
iodium
(Sol.lugol, betadine
kontras,
kontras radiologi)
2.Obat-obat antiroid 1 – 2 minggu
(neomereazole,
PTU)
3.Obat-obatan mengandung 1 minggu
vitamin dan
mineral
4.Hormon tiroid T4 4 minggu
5.Hormon tiroid T3 1 minggu
Peralatan
Kamera gamma dengan
atau tanpa kolimator pinhole; kalau tidak ada dapat digunakan
kolimator LEHR (low energy high resolution) untuk 99m
Tc-pertechnetate dan medium energy untuk 131 I.
Pemilihan kolimator
tergantung pada energi radiasi gamma utama dari radionuklida yang digunakan,
yaitu 131 I : 364 keV dan 99m Tc-pertechnetate: 140
keV.
|
Prosedur Tindakan/ Tatalaksana
|
Pencitraan dilakukan 10-15 menit setelah penyuntikan 99m Tc-pertechnetate iv, atau 24 jam setelah minum NaI-131;
·
pasien tidur telentang di bawah kamera gamma dengan leher
dalam keadaan hiperekstensi; pencitraan statik dilakukan pada posisi AP
(kalau perlu oblik kiri atau kanan).
·
diberi tanda pada kartilago tiroid dan jugulum;matrix: 256 x
256; ‘peak’ energi disesuaikan dengan radionuklida, yaitu 140 keV
(untuk 99m Tc), 159,0 (untuk 123I), dan 360 keV (131
I) dengan ‘window’ : 20%; jumlah cacahan : 400.000 kcts (99m
Tc-pertechnetate ) atau 100.000 kcts (NaI-131);
·
proses pencitraan
berlangsung selama 5-10 menit.
|
Penilaian
|
Sidik tiroid normal tampak aktivitas yang homogen
|
Lama Tindakan
|
10 – 15 menit
|
Komplikasi
|
Tidak terjadi
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit Yang Mengerjakan
|
Departemen radiologi divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SOP Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
·
SOP Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear
Medicine. 2nd ed. St.
Louis : Mosby; 1995.
|
2. TEKNIK PEMERIKSAAN SIDIK
GINJAL DMSA (RENAL SCINTIGRAPHY)
Pengertian
|
Pemeriksaan ginjal secara kedokteran nuklir dengan
metode pemberian radiofarmaka
|
Tujuan
|
Menilai fungsi parenkim ginjal
|
Indikasi
|
·
Deteksi adanya proses desak ruang pada
ginjal.
·
Mengetahui penyebaran aktivitas
jaringan yang masih berfungsi dari suatu pielonefritis.
·
Deteksi malformasi Arteri-Vena
·
Deteksi daerah yang
avaskuler (infark ginjal, abses dan kista)
·
Deteksi kelainan ginjal
kongenital seperti horse shoe kidney. Ektopik
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur Persiapan
|
Tidak ada persiapan khusus
Peralatan
·
Kamera gamma, kolimator :
LEHR paralel hole.
·
Energy setting
: Low energy dengan puncak pada 140 KeV.
· Window width : 20%.
|
Prosedur Tindakan
|
Tatalaksana
Posisi pasien
telentang .
Lapang pandang
pencitraan sedemikian rupa sehingga mencakup ginjal dan kandung kemih.
Proyeksi posterior.
Radiofarmaka 99m Tc
DMSA dengan aktivitas 5 mCi (dewasa), 1 – 2 mCi (anak-anak)
Protokol:
Akuisisi: Pencitraan
statik 2-3 jam setelah injeksi. Total counts 400 Kcount.
Posisi posterior,
dilanjutkan dengan RAO dan LAO,SPECT CT bila perlu.
|
Penilaian
|
Sidik ginjal normal akan tampak kontur ginjal
halus dengan distribusi radioaktivitas rata.
Pada polikistik ginjal tampak defek yang multiple
yang sisinya berbatas tegas.
|
Lama Tindakan
|
2 – 3 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi kedokteran nuklir
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
- Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
\
3. TEKNIK PEMERIKSAAN RENOGRAM ERPF
3. TEKNIK PEMERIKSAAN RENOGRAM ERPF
Pengertian
|
Pemeriksaan fungsi ginjal (fungsi tubuler) dengan
menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Evaluasi
fungsi ginjal baik kualitatif maupun kuantitatif
|
Indikasi
|
·
Evaluasi perfusi dan fungsi
ginjal
·
Uji saring hipertensi
renovaskuler
·
Deteksi dan evaluasi
obstruksi system koleksi ginjal
·
Evaluasi trauma ginjal.
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Persiapan
Penderita harus dalam keadaan hidrasi baik dengan
memberikan minum 500 ml sebelum pemeriksaan.
Pada pemakaian radiofarmaka 131I-hippuran,
penderita sebelumnya diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok jaringan
tiroid agar tidak menangkap 131I.
Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan
kosong.
Peralatan
a. Kamera gamma : Large Field
of Fiew.
·
Kolimator : LEHR untuk 99mTc-
MAG3.
Medium
Energy collimator
untuk pemekaian 131I-
hippuran.
· Energy Setting : Low
energy pada puncak 140 KeV.
Medium energy
pada puncak 364 KeV.
· Window width :
20 %
Radiofarmaka
131I hippuran sebanyak 300 uCi atau 99mTc-MAG3
sebanyak 5 mCi disuntikan di vena mediana kubiti secara bolus.
Catatan:
Pada penderita yang sebelumnya telah dilakukan IVP,
pemeriksaan renogram harus ditunda dahulu kurang 2 minggu, agar edema sel-sel
tubuli akibat penggunaan zat kontras pada IVP mereda.
|
Prosedur
Tindakan
|
Tatalaksana
Posisi pasien telentang, kamera dari arah posterior.
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan
kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan.
Protokol:
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik.
Matrix 128 x 128
Frame/time I: 30 frame/2 menit (bila menggunakan mAG 3)
Frame/time II: 30 frame/60 menit
Pemrosesan data:
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada
kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang
untuk membuat kurva waktu-aktivitas.
|
Penilaian
|
Pada pencitraan dinilai penangkapan radioaktivitas
oleh kedua ginjal untuk melihat kemampuan ginjal mengekstrasi radiofarmaka.
Penilaian kurva sebagai berikut:
Kurva normal memperlihatkan adanya tiga fase yang
klasik.
Fase pertama initial:
terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan radiofarmaka yang
menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskuler ke dalam ginjal. Dari
fase ini dapat pula dilihat teknik
dari penyuntikan radiofarmaka, apakah bolus atau tidak. Fase ini terjadi
DALAM 60 DETIK
Fase kedua sekresi: menunjukkan
kenaikan yang lebih lamban dan meningkat secara bertahap. Fase ini berkaitan
dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan di dalam ginjal melalui
proses difusi lewat sel-sel tubuli kedalam lumen tubulus. Dalam keadaan
normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2 – 5 menit.
Fase ketiga/ekskresi:
tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva yang
menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan yang
meninggalkan ginjal. Waktu paruh efektif (T ½ max ) < 15
menit.
|
Lama
Tindakan
|
30 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen radiologi divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
· Surat pengantar dari dokter /
klinisi
· Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
Pengertian
|
Pemeriksaan fungsi ginjal (fungsi glomeruler) dengan
menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Evaluasi
fungsi ginjal baik kualitatif maupun kuantitatif
|
Indikasi
|
·
Evaluasi perfusi dan fungsi
ginjal
·
Uji saring hipertensi
renovaskuler
·
Deteksi dan evaluasi
obstruksi system koleksi ginjal
·
Evaluasi trauma ginjal.
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Persiapan
Penderita harus dalam keadaan hidrasi baik dengan
memberikan minum 500 ml sebelum pemeriksaan.
Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan kosong
dengan pasien BAK sebelum pemeriksaan .
Peralatan
b. Kamera gamma : Large Field
of Fiew.
·
Kolimator : LEHR untuk 99mTc-
DTPA
Medium
Energy collimator
untuk pemekaian 131I-
hippuran.
· Energy Setting : Low
energy pada puncak 140 KeV.
· Window width :
20 %
Radiofarmaka
99mTc-DTPA sebanyak 3
mCi disuntikan di vena mediana kubiti secara bolus.
Catatan:
Pada
penderita yang sebelumnya telah dilakukan IVP, pemeriksaan renogram harus
ditunda dahulu kurang 2 minggu, agar edema sel-sel tubuli akibat penggunaan
zat kontras pada IVP mereda.
|
Prosedur
Tindakan
|
Tatalaksana
Posisi pasien telentang, kamera dari arah posterior.
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan
kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan.
Protokol:
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik.
Matrix 128 x 128
Frame/time I: 20 frame/3 menit (
Frame/time II: 120 frame/15 detik
Pemrosesan data:
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada
kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang
untuk membuat kurva waktu-aktivitas.
|
Penilaian
|
Pada pencitraan dinilai penangkapan radioaktivitas
oleh kedua ginjal untuk melihat kemampuan ginjal mengekstrasi radiofarmaka.
Penilaian kurva sebagai berikut:
Kurva normal memperlihatkan adanya tiga fase yang
klasik.
Fase pertama initial:
terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan radiofarmaka yang
menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskuler ke dalam ginjal. Dari
fase ini dapat pula dilihat teknik
dari penyuntikan radiofarmaka, apakah bolus atau tidak. Fase ini terjadi
DALAM 60 DETIK
Fase kedua sekresi: menunjukkan
kenaikan yang lebih lamban dan meningkat secara bertahap. Fase ini berkaitan
dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan di dalam ginjal melalui
proses difusi lewat sel-sel tubuli kedalam lumen tubulus. Dalam keadaan
normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2 – 5 menit.
Fase ketiga/ekskresi:
tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva yang
menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan yang
meninggalkan ginjal. Waktu paruh efektif (T ½ max ) < 15
menit.
|
Lama
Tindakan
|
30 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen radiologi divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
· Surat pengantar dari dokter /
klinisi
· Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
Pengertian
|
Sekresi Angiotensin II di ginjal merupakan hal yang
penting dalam pemeliharaan fungsi ginjal secara normal. Sistem renin
angiotensin memainkan peranan penting dalam patogenesis hipertensi
renovaskuler. Penurunan perfusi renal akan merangsang pelepasan renin ke
dalam sirkulasi darah yang dapat menyebabkan kadar angiotensin II (A-II)
plasma meningkat. A-II selain sebagai vasokontrikor terutama di arteriolar
efferen akan merangsang juga sekresi aldosteron oleh korteks adrenal serta
merangsang sistem saraf simpatis.
Renografi kaptopril merupakan modifikasi dari
renografi konvensional yang dilakukan dengan memberikan 25-50 mg kaptopril
sebelum pemeriksaan dilakukan.
Kaptopril (ACE inhibitor) akan menghambat
vasokonstriksi arteriolar glomerulus yang disebabkan oleh A-II, menurunkan
laju filtrasi glomerulus, aliran urine dan retensi garam di ginjal yang
sakit. Penurunan laju filtrasi glomerulus ini melatar belakangi adanya
perubahan pada renogram. Pada ginjal dengan stenosis a. renalis, penurunan
fungsi akan terlihat setelah pemberian kaptopril.
|
Tujuan
|
Mendeteksi ada/tidaknya stenosis
|
Indikasi
|
Uji
saring hipertensi renovaskuler
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur Persiapan
|
Persiapan hampir sama dengan pada pemeriksaan
renogram konvensional, hanya satu jam sebelum pemeriksaan, penderita diberi
25-50 mg kaptopril peroral. Penderita dianjurkan puasa paling kurang 4 jam
sebelum pemberian kaptopril. Tekanan darah dipantau tiap 15 menit. Apabila
penderita dalam pengobatan diuretika, obat harus dihentikan 2-3 hari sebelum
pemeriksaan.
Apabila radiofarmaka yang digunakan 131I-hippuran,
maka 15 menit sebelum pemeriksaan penderita penderita diberi 1 cc larutan
lugol.
Radiofarmaka
99mTc-MAG3
sebanyak 5 mCi atau 300 uCi 131I-hippuran disuntikkan intravena
secara bolus melalui vena mediana cubiti.
Peralatan
·
Kamera gamma LFOV
kolimator : LEHR untuk 99m
Tc-MAG3,
Medium energy collimator untuk 131I-hippuran.
·
Energy setting: Low energy pada puncak 140 KeV
Medium energy pada puncak 364 KeV
·
Window width: 20 %
|
Prosedur Tindakan
|
Tatalaksana
Posisi pasien telentang.
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan
kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior.
Protokol:
Akuisis: Teknik pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time I : 30 frame/ 2 menit (bila
menggunakan mAG 3)
Frame/time II : 30 frame/60 menit
Pemrosesan data:
Seluruh data kasar
digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal
untuk substraksi latar belakang, didapatkan kurva aktivitas terhadap waktu.
|
Penilaian
|
Penilaian pada umumnya berdasarkan penilaian
kualitatif terhadap kurva renogram. Penilaian semi kuantitaif berdasarkan
rekomendasi Working Party on Diagnosic Criteria of Renovascular
Hypertension with Captopril Renography sebagai berikut:
1.
Derajat 0 : normal
2.
Derajat 1 – salah satu dari
yang berikut:
perlambatan ringan dari
fase sekresi (fase 2)
penurunan aktivitas
maksimal
waktu puncak (Tmaks)
abnormal 6<Tmaks<11 menit
fase sekresi turun dengan
lamban
3.
Derajat 2 A
perlambatan fase
sekresi dan Tmaks, dengan fase ekskresi
4.
Derajat 2 B
perlambatan fase
sekresi, Tmaks tanpa fase ekskresi.
5.
Derajat 3
penurunan yang
nyata atau penangkapan radiofarmaka tidak ada sama sekali.
Nilai
a.
Probabilitas tinggi untuk hipertensi
renovaskuler, bila perubahan dari satu atau lebih derajat (termasuk 2A>2B)
pra dan pasca-kaptopril.
b.
Probabilitas rendah-derajat 0
pasca-kaptopril.
c.
Intermidiate – renografi awal abnormal tanpa ada
perbedaan antara pre dan pasca-kaptopril.
Penilaian kuantitatif
lain meliputi:
a.
perubahan fungsi terpisah (split renal
function) dengan nisbah 60/40 % atau lebih
b.
perpanjangan waktu transit parenkim.
c.
aktivitas residual
korteks (cacahan pada 20-30 menit versus cacahan pada puncak)
d.
perubahan laju filtrasi
glomerulus total (penurunan 15 % atau lebih); berguna untuk mendeteksi
stenosis a. renalis bilateral atau pada pasien dengan hanya satu ginjal.
|
Lama Tindakan
|
|
Komplikasi
|
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit Yang Mengerjakan
|
Sub bagian kedokteran nuklir
|
Dokumen Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter
/ klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear
Medicine. 2nd ed. St.
Louis : Mosby; 1995.
|
5. TEKNIK PEMERIKSAAN
RENOGRAFI DIURESIS
Pengertian
|
Prinsip pemeriksaan ini berdasarkan fenomena bahwa
obstruksi yang terjadi di ginjal dapat disebabkan oleh hambatan (statis),
yang dengan aliran urin yang tinggi setelah pemberian diuretika diharapkan
dapat menghilangkan hambatan tadi.
Renografi diuresis merupakan modifikasi renografi
konvensional dengan intervensi farmakologik diuretika furosemid.
|
Tujuan
|
Membedakan obstruksi traktus urinarius mekanikdan
fungsional
|
Indikasi
|
Mengetahui lebih lanjut tingkat obstruksi apakah
total atau parsial seperti pada megapielum, hipotoni pielum atau batu.
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur Persiapan
|
Persiapan
Seperti pemeriksaan renografi konvensional.
Peralatan
·
Kamera gamma LFOV
·
Kolimator : LEHR untuk 99mTc-MAG3,
Medium
energy collimator untuk 131I-hippuran
Energy setting : Low energy pada
puncak 140 KeV
·
Medium
energy pada puncak 364 KeV
·
Window width : 20 %
|
Prosedur Tindakan
|
Tatalaksana
Posisi pasien telentang.
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan
kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior.
Protokol:
Akuisi: Teknik pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time I : 30 frame/2 detik selama 1 menit (bila
menggunakan mAG 3)
Frame/time II: 30 frame/1 menit
selama 30 menit
Pemeriksaan diikuti dengan seksama
dan bila setelah 15 menit tidak tampak penurunan fase III (retensi
radiofarmaka pada ginjal), segera berikan furosemid 20 mg intravena.
Pemeriksaan terus dilanjutkan lebih kurang 10 menit setelah penyuntikan
furosemid/ lasix.
Pemrosesan data:
Seluruh data kasar digabung, kemudian
dibuat ROI pada kedua ginjal serta dibawah kedua ginjal untuk substraksi
latar belakang, didapatkan kurva aktivitas terhadap waktu.
|
Penilaian
|
Penilaian
Kemungkinan yang dapat ditemukan adalah:
Pemberian furosemid tak mengubah bentuk kurva obstrusi
(fase III terus naik). Gambaran demikian dikenal sebagai gambaran obstruksi
total.
Pemberian furosemid menyebabkan perubahan kurva
renogram dengan cepat dan ekskresinya menjadi sangat efektif; gambaran ini
ditemukan pada hidronefrosis non obstruksi atau dilatasi hipotonik.
Pengaruh furosemid pada kurva obsrtruksif hanya
bersifat parsial, tidak cepat dan ekskresinya lambat gambaran demikian
menunjukkan adanya obstruksi atau subtotal.
|
Lama Tindakan
|
35 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi Divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear
Medicine. 2nd ed. St. Louis
: Mosby; 1995.
|
6. SIDIK TULANG (BONE SCINTIGRAPHY) & 3 FASE
Pengertian
|
Pemeriksaan jaringan
tulang dengan menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Menilai adanya kelainan /Aktivitas patologi
|
Indikasi
|
1.
metastase pada tulang
2.
tumor tulang primer
3.
osteomielitis
4.
nekrosis aseptik
5.
trauma
6.
kelainan sendi
7.
penyakit metabolic pada tulang
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur Persiapan
|
Tidak diperlukan
persiapan khusus
Peralatan
·
Kamera gamma planar
dilengkapi data prosesor
·
Kolimator LEHR (low
energy high resolution)
·
Puncak energi : 140 KeV
·
Window wide : 20%
|
Prosedur Tindakan
|
TatalaksanaPencitraan dengan metoda tiga fase
Fase
pertama (vaskuler)
Penderita tidur terlentang dengan detektor ditempatkan
sedemikian rupa sehingga tubuh yang akan diperiksa berada di atas lapang
pandang detektor.
Pemeriksaan vase
pertama merupakan pemeriksaan dinamik dalam frame berukuran matrix 128 x 128
dengan waktu pencacahan 2 detik/frame selama 2 menit.
Posisi
pencitraan: anterior dan atau posterior.
Pencitraan dimulai
bersamaan dengan saat penyuntikan radiofarmaka secara bolus.
Fase
kedua (blood pool)
Pemeriksaan fase kedua dilaksanakan segera setelah fase
pertama selesai berupa pencitraan statik dalam frame berukuran matrix 256 x 256 sebanyak 300
Kcounts.
Posisi
pencitraan: anterior dan atau
posterior.
Fase ketiga (delayed/bone)
Fase ketiga merupakan pemeriksaan
statik yang dilakukan 3 jam pasca penyuntikan radiofarmaka.
Sebelum
memasuki ruang pemeriksaan penderita dianjurkan untuk buang air kecil dengan
hati-hati untuk menghindari kontaminasi. Pada fase ketiga ini dilakukan
pemeriksaan seluruh tubuh (whole body scan) dari posisi anterior dan
posterior dilanjutkan dengan pemeriksaan SPECT-CT pada bagian-bagian yang
mencurigakan. Pemeriksaan dalam frame berukuran matrix 256 x 256 sebanyak 700
Kcounts.
Posisi
pencitraan: anterior dan posterior. Apabila diperlukan pemeriksaan dapat dari
posisi miring (oblique) untuk memperjelas lokasi kelainan.
|
Penilaian
|
Gambaran normal à aktivitas merata dan simetris termasuk kelainan apabila ada peningkatan
aktivitas pada tulang-tulang
|
Lama Tindakan
|
3 jam
|
Komplikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi Divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
8. PERDARAHAN GASTROINTESTINAL/BLOOD
POOL
Pengertian
|
Pemeriksaan
perdarahan gastrointestinal ditujukan untuk mencari lokasi perdarahan
gastrointestinal
|
Tujuan
|
Mendeteksi adanya perdarahan usus
|
Indikasi
|
Deteksi melena
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur Persiapan
|
Persiapan Pasien :
·
Harus dilakukan pemasangan
infus/jalur intra vena
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LFOV
· Collimator : Low Energy,
general purpose, parallel hole
· Window width: 20% dipusatkan pada 140 kev
Radiofarmaka :
· Tc-99m Red Blood Cells
·
Dosis : 30 mCi Tc-99m
·
Cara Melabel : In vitro
·
Suntikan intra vena
Catatan :
Pasien diberikan 0,03
ml/kg BB stannous pyrophosphate intra vena. Tunggu 20-30 menit, disuntikkan
99mTc intra vena.
|
Prosedur Tindakan
|
Protokol Akuisisi
·
Posisi pasien berbaring
terlentang di bawah FOV kamera yang besar (meliputi abdomen dan pelvis)
·
Dynamic Flow : 120 frame/15 sec matrix 128X128 dilanjutkan
dengan static 300 Kcount Matriks
245X256 pada menit ke 30.
·
Dilanjutkan dengan static
selama 5 menit pada 1,,3 jam serta SPECT CT
dan 24 jam bila perlu.
|
Penilaian
|
Adanya gambaran peningkatan aktivitas pada daerah yang
dicurigai
|
Lama Tindakan
|
Waktu Pemeriksaan :
·
3 jam :
·
1 jam untuk pengambilan
darah
·
4 jam untuk pencitraan
·
Pencitraan lanjut 24 jam
sesudah pemeriksaan pertama bila dimintakan
|
Komplikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi Divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear
Medicine. 2nd ed. St.
Louis : Mosby; 1995.
|
9. PEMERIKSAAN MECKEL SCAN
Pengertian
|
Pemeriksaan divertikulum Meckel menggunakan
radiofarmaka
|
Tujuan
|
Memperlihatkan mukosa
divertikulum Meckel
|
Indikasi
|
Perdarahan saluran cerna yang dicurigai
disebabkan oleh divertikulum Meckel
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil /
menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka Tc-99m
pertechnetate dalam spuit dengan aktivitas 1-5 mCi
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikkan Radiofarmaka
Tc-99m pertechnetate intravena pada vena cubiti
·
Lakukan dynamic scan selama
30 menit pada daerah abdomen (120 frame, per frame 15 second)
·
Lakukan static scan pada 1
jam PI. (300
second, 500 Kcount)
|
Penilaian
|
Melihat
adanya aktivitas patologis di daerah yang dicurigai sebagai divertikulum
Meckel .
|
Lama
Tindakan
|
4 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
10. SKINTIMAMMOGRAFI (99mTc
SESTAMIBI)
Pengertian
|
Pemeriksaan tumor
payudara dengan menggunakan radiofarmaka sestamibi
|
Tujuan
|
Mendeteksi adanya
keganasan pada payudara
|
Indikasi
|
·
Tumor payudara yang dicurigai
keganasan dengan pemeriksaan ultrasonografi dan mamografi.
·
Penyakit keganasan payudara yang
telah dicurigai bermetatasis ke KGB aksilla.
·
Membedakan tumor payudara residif dengan jaringan parut, pada
kasus pasca terapi.
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil /
menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Tidak diperlukan persiapan khusus.Radiofarmaka : 99m Tc-sestamibi dengan dosis 15 mCi.
Pemberian secara intravena pada vena mediana cubiti kontralateral
payudara yang diperiksa atau vena di daerah dorsalis pedis
Peralatan
·
Kamera
gamma planar dilengkapi data prosesor.
·
Kolimator
LEHR/LEGP.
·
Puncak
energi: 140 KeV
·
Window
wide : 20 %
|
Prosedur
Tindakan
|
Posisi penderita:
Posisi prone :
Menggunakan mammopad khusus, dimana kedua mammae
dapat menggantung dengan bebas, tangan ke atas. Pencitraan planar statik
lateral, kolimator sedekat mungkin dengan kedua payudara, aksila dimasukkan
dalam lapangan, matrix 256x256 selama
10 menit, kemudian diambil lagi selama 3 menit menggunakan nipple marker.
Posisi
anterior :
Tangan di belakang
kepala, dilakukan pencitraan planar statik selama 10 menit dan 3 menit menggunakan nipple marker.
|
Penilaian
|
Adanya peningkatan aktivitas PADA LESI yang dicurigai
|
Lama
Tindakan
|
60 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
11. ABLASI KARSINOMA TIROID
BERDIFERENSIASI BAIK
Pengertian
|
Penghancuran sisa-sisa jaringan thyroid dengan
menggunakan radionuklida
|
Tujuan
|
Menghancurkan
sisa jaringan thyroid pasca operasi total thyroidectomi
|
Indikasi
|
Karsinoma
tiroid papiler dan folikuler berdiferensiasi baik
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Pasien bebas obat-obatan yang mengandung Yodium ± 10
hari
|
Prosedur
Tindakan
|
Protokol pengobatan :
o
Lakukan sidik kelenjar tiroid dan seluruh tubuh (SST/whole
body scan) dengan 2 – 5 mCi 131I
dalam 4-6 minggu pascatiroidektomi total untuk mengetahui adanya sisa
jaringan tiroid di thyroid bed dan kemungkinan metastasis.
Periksa kadar TSHs dan tiroglobulin (Tg) sebagai pembanding, pasien jangan
diberikan terapi substitusi dahulu.
o
Bila pada sidik kelenjar tiroid tampak jaringan tiroid masih
utuh (satu lobi), rujuk kembali penderita kepada dokter bedahnya untuk
dilakukan tiroidektomi total.
o Bila hanya dijumpai sisa
jaringan tiroid, dilakukan tiroablasi dengan dosis 50 mCi. Pasien dirawat di kamar isolasi sampai paparan radiasi mencapai 1
mrm/m/jam.
o
Pascaablasi berikan
terapi substitusi dan dianjurkan pasien kontrol 6 bulan lagi, 1 bulan sebelum
kontrol pasien diminta stop terapi substitusi sedikitnya 4 minggu dan
diperiksa kadar TSHs serta Tg sebelum dilakukan sidik seluruh tubuh (SST).
Bila tidak dijumpai sisa jaringan tiroid atau metastase pada sidik seluruh
tubuh (SST), maka pasien langsung beri terapi substitusi dan diminta kontrol
kembali 6 bulan kemudian.
o Bila SST (+), kadar TSHs dan Tg tinggi, maka diberikan terapi 150 mCi
dan pasien dirawat kembali di kamar isolasi, penderita pulang bila paparan
radiasi sudah dalam batas yang aman. Pasien dianjurkan
untuk kontrol 6 bulan kemudian dengan ketentuan seperti diatas.
Selanjutnya
penderita dievaluasi setiap 6 bulan
sekali sampai dinyatakan bersih.
o Terapi dihentikan bila SST (-), kadar serum TSHs tinggi dan Tg rendah.
Apabila kadar serum Tg tinggi, walaupun SST (-) merupakan indikasi untuk
melanjutkan terapi. Dosis
maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 Curie.
o Bila dalam 2 kali waktu kontrol (6 bulan) berturut-turut hasil
pemeriksaan baik, maka masa kontrol diperpanjang menjadi 1 tahun sekali. Bila
hasil pemeriksaan 2 kali waktu kontrol (1 tahun) berturut-turut baik pula
maka penderita dianjurkan untuk kontrol 2 tahun sekali. Bila 2 kali waktu
kontrol (2 tahun) hasil pemeriksaan baik, maka penderita dianjurkan untuk
kontrol kembali 5 tahun sekali.
|
Penilaian
|
Adanya
gambaran peningkatan aktivitas indikasi adanya sisa tiroid di leher atau
tempat lain sebagai metastasis
|
Lama
Tindakan
|
45 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
11. ABLASI HIPERTIROID DENGAN IODIUM RADIOAKTIF
Pengertian
|
Memberikan terapi internal dengan menggunakan
radionuklida pada keadaan hipertiroid
|
Tujuan
|
Menurunkan aktivitas sel-sel folikel tiroid yang
selanjutkan akan menghilangkan/mengurangi gejala-gejala toksik tiroid pada
kondisi hipertiroid
|
Indikasi
|
semua jenis hipertiroidi, kecuali : tirotosikosis faktitia, hipertiroidi dalam kehamilan atau
sedang laktasi dan hipertiroidi selintas postpartum.
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Obat atau makanan yang
mengandung iodium tinggi dihentikan paling kurang satu minggu sebelumnya.
Obat-obat antitiroid
dihentikan paling kurang 5 hari sebelumnya.
Pada hari pemberian pasien puasa, dan baru boleh makan satu jam setelah
pemberian 131I.
Radiofarmaka
NaI-131 dengan dosis sesuai perhitungan berdasarkan uptake pada
pemeriksaan thyroid scan (< 50 mCi), diberikan per oral.
Catatan
·
Dosis
ditentukan menggunakan rumus tertentu, berdasarkan uptake dan perkiraan berat
kelenjar tiroid :
·
Efek
samping yang perlu diperhatikan :
eksaserbasi tirotoksikosis,
jarang terjadi (biasanya dalam satu minggu pasca
pengobatan)
·
Rasa
pembengkakan didaerah tiroid dan mulut kering (biasanya hilang sendiri).
·
Hipotiroidi
selintas (biasanya 3-6 bulan pasca-pengobatan)
·
Hipotiroidi
menetap (dipantau dengan menentukan kadar TSHs secara periodic 3-6 bulan
sekali)
·
Apabila
dalam 3-6 bulan belum menunjukan perbaikan, pengobatan dengan iodium
radioaktif dapat diulang kembali.
·
Pasien
wanita atau istri pasien pria tidak dibolehkan hamil selama 6 bulan pasca
pengobatan; pakailah obat / alat kontrasepsi selama waktu tersebut.
·
Pasien
dianjurkan untuk tidak berada dekat dengan bayi atau anak-anak berusia di
bawah 12 tahun atau wanita hamil selama paling kurang 2 hari setelah
pengobatan.
|
Prosedur
Tindakan
|
Periksa
tiroid uptake scan, untuk perlindungan pemberian dosis à berikan dosis sesuai dengan perhitungan tersebut
|
Penilaian
|
Hasil terapi dapat dinilai dengan menghitung
tangkapan aktivitas thyroid setelah 3 bulan pasca terapi yang diharapkan
menurun dibanding sebelum terapi
|
Lama
Tindakan
|
30 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
Pengertian
|
Pengobatan
/ terapi paliatif untuk mengurangi rasa nyeri pada tulang akibat proses
metastasis dengan menggunakan radionuklida Samarium
|
Tujuan
|
Untuk
menghilangkan / mengurangi rasa nyeri serta mengurangi proses destruksi pada
tulang akibat proses metastasis suatu keganasan
|
Indikasi
|
Rasa nyeri akibat proses metastasis ke tulang
|
Kontraindikasi
|
Pengobatan
tidak dapat diberikan kepada pasien wanita yang sedang hamil atau laktasi,
pasien dengan fraktur patologis dan pemeriksaan darah tepi abnormal.
|
Prosedur Persiapan
|
Pemeriksaan sidik tulang
untuk memastikan adanya proses metastasis ke tulang yang bersifat menangkap
radiofarmaka
Radiofarmaka
153 Sm-EDTMP 0,5 –1 mCi/kgBB
intravena
Sidik
tulang dilakukan 4 jam setelah penyuntikkan untuk memastikan radiofarmaka
telah memasuki tulang yang terkena metastasis.
Catatan
· Pengobatan paliatif dapat diberikan bersama-bersama dengan radioterapi
eksterna, kemoterapi dan terapi hormonal
bila keadaan umum pasien memungkinkan.
· Pengobatan ulang dapat diberikan bila rasa nyeri timbul kembali 3-24
bulan pasca pengobatan paliatif dengan radionuklida dapat diberikan bila
jumlah trombosit > 60.000/ml dan leukosit > 2.400/ml.
|
Prosedur Tindakan
|
· Setelah Pasien di berika 153
Sm-EDTMP 0,5 –1 mCi/kgBB intravena
Pasien menunggu 3-4 jam PI.
· Lakukan Scan Whole
body Pada seluruh tubuh pasien ( untuk
melihat distribusi 153 Sm-EDTMP pada seluruh tulang. Dilakukan
pemeriksaan seluruh tubuh (whole body scan) dari posisi anterior dan
posterior. Pemeriksaan dalam frame berukuran matrix 256 x 256 sebanyak 700
Kcounts. Posisi pencitraan : anterior
dan posterior.
|
Penilaian
|
153 Sm-EDTMP masuk kedalam tulang dengan merata
|
Lama Tindakan
|
4
jam
|
Komplikasi
|
Efek samping
Mielosupresi
yang bersifat sementara dan relatif ringan (2-4 minggu)
|
Wewenang
|
Spesialis
radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit Yang Mengerjakan
|
Departemen
Radiologi divisi kedokeran nuklir 0
|
Dokumen Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
13.
PEMERIKSAAN KNF DENGAN SESTAMIBI
Pengertian
|
Pemeriksaan untuk mendeteksi karsinoma nasofaring
dengan menggunakan radiofarmaka sestamibi
|
Tujuan
|
Mengevaluasi tumor aktif pada daerah nasofaring,
perluasannya dan penyebarannya ke kelenjar getah bening regional sebelum dan
sesudah terapi
|
Indikasi
|
Karsinoma Nasofaring
pre dan pasca terapi
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil /
menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka Tc-99m
Sestamibi dalam spuit dengan aktivitas 20 mCi
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikan Radiofarmaka Tc-99m
sestamibi intra vena pada vena cubiti
·
Lakukan static scaning
(300second dan 300 Kcount) daerah nasofaring
pada menit ke 30 setelah penyuntikan. Posisi anterior, posterior dan
lateral kanan dan lateral kiri.
·
Setelah 3 jam PI Lakukan
SPECT-CT pada daerah nasofaring
|
Penilaian
|
Melihat
adanya tangkapan aktivitas patologis di daerah nasofaring dan sekitarnya
serta di kelenjar getah bening regional
|
Lama
Tindakan
|
Untuk
static scan 30 menit dan SPECT CT 30 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
13. PEMERIKSAAN BRAIN SPECT DENGAN SESTAMIBI
Pengertian
|
Pemeriksaan cerebral
untuk mendeteksi tumor dengan menggunakan radiofarmaka sestamibi
|
Tujuan
|
Mendeteksi adanya sisa tumor yang aktif di cerebral
pasca operasi
|
Indikasi
|
Tumor intracerebral
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka Tc-99m
Sestamibi dalam spuit dengan aktivitas 20 mCi
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikkan Radiofarmaka
Tc-99m sestamibi intra vena pada vena cubiti
·
Lakukan static scaning
(300second dan 300 Kcount) daerah nasofaring
pada menit ke 30 setelah penyuntikan. Posisi anterior, posterior dan
lateral kanan dan lateral kiri.
·
Setelah 3 jam PI Lakukan SPECT-CT pada daerah cerebral
|
Penilaian
|
Melihat adanya aktivitas di daeral cerebral
|
Lama
Tindakan
|
Untuk
static scan 30 menit dan SPECT-CT 30 menit
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
14.PEMERIKSAAN LIMPHOSCINTIGRAFI Tc-99m SESTAMIBI
Pengertian
|
Pemeriksaan untuk mendeteksi tumor kelenjar getah
bening (limfe) maupun organ retikuloendotel lain dengan menggunakan
radiofarmaka sestamibi
|
Tujuan
|
Mendeteksi adanya tumor aktif di kelenjar getah bening,
maupun organ retikuloendotel lain.
|
Indikasi
|
Limfoma
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka Tc-99m
Sestamibi dalam spuit dengan aktivitas 20 mCi
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikan Radiofarmaka Tc-99m
sestamibi intra vena pada vena cubiti
·
Lakukan Whole body scan pada
jam Ke 1, 3 dan 24 jam, bila di perlukan lakukan SPECT-CT pada jam Ke 3 PI .
|
Penilaian
|
Melihat
adanya aktivitas di kelenjar limfe
atau organ retikuloendotel lainnya.
|
Lama
Tindakan
|
4 jam
|
Komplikasi
|
Hampir
tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis
radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
15. PEMERIKSAAN LIVER SCAN
( HEPATOMA )
Pengertian
|
Pemeriksaan parenkim
hepar dengan menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Memperlihatkan parenkim hepar normal dan distribusi
kelainan parenkim bila terdapat SOL
|
Indikasi
|
Hepatoma, SOL/tumor inraparenkim hepar
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka Tc-99m Sulfur coloid spuit dengan aktivitas 5mCi
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikan Radiofarmaka Tc-99m Sulfur coloid intra vena pada vena cubiti
·
Lakukan static scan daerah liver gambaran anterior, posterior , lateral kanan kiri,
RAO, LPO, LAO, RPO, selama 500Kcount SPECT-CT bila dfi perlukan.
|
Penilaian
|
Melihat distribusi aktivitas parenkim hepar
|
Lama
Tindakan
|
2 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine
Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
PEMERIKSAAN LYMPHOSCINTIGRAPHY NANOCIS
Pengertian
|
Pemeriksaan aliran
limfe dengan menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Menilai aliran limfatik dari perifer menuju sentral
|
Indikasi
|
Edema
ekstremitas dengan kecurigaan sumbatan limfatik (akibat tumor,infeksi,dsb);
kecurigaan kebocoran saluran limfatik dengan adanya chilluria, chill-ascites,
chillus pada efusi pleura
|
Kontraindikasi
|
Wanita
hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka
Tc-99m Nanocis dalam spuit dengan
aktivitas 1 mCi per tungkai dalam 0,3 cc
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikan Radiofarmaka Tc-99m nanocis intra cutan
pada sela-sela jemari kaki.
·
Lakukan whole body scan
pada 1 jam dan 3 jam serta 24
jam PI, SPECT-CT bila di perlukan.
|
Penilaian
|
Melihat
lancar/tidaknya aliran limfe dan adanya akumulasi aktivitas di kelenjar limfe
yang relatif simetris
|
Lama
Tindakan
|
4 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
16. PEMERIKSAAN GASTRIC EMPTYING
Pengertian
|
Pemeriksaan waktu pengosongan lambung dengan
menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Mengevaluasi lamanya
pengosongan lambung
|
Indikasi
|
Keluhan gastro-intestinal yang dicurigai
berkaitan dengan gangguan pengosongan lambung
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil /
menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka Tc-99m
Sulfur coloid dalam spuit
dengan aktivitas 1 sampai 2 mCi
·
Siapkan telur dadar orek
·
Campurkan Tc-99m Sulfur
coloid dalam telur dadar orek
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Pasien makan telur dadar orek yang telah di berikan Tc-99Mm
sulfur coloid
·
Lakukan dinamic scan selama 2 jam pada daerah gaster dengan 480 frame, 15
second per frame.
|
Penilaian
|
Menghitung waktu yang dibutuhkan untuk
mengosongkan aktivitas dari dalam lambung sehingga setidaknya tersisa ½ dari
aktivitas awal di dalam lambung (T1/2)
|
Lama
Tindakan
|
2 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
17. PEMERIKSAAN SENTINEL NODE
LYMPHOSCINTIGRAPHY
Pengertian
|
Pemeriksaan kelenjar getah bening regional
payudara menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Melihat penyebaran tumor dari payudara ke
kelenjar getah bening sekitar payudara atau axilla sebelum tindakan
mastektomi dan diseksi kelenjar
|
Indikasi
|
Karsinoma payudara dengan kecurigaan keterlibatan
kelenjar getah bening regional
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil /
menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR ; Collimator
: Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka
Tc-99m nanocis dalam spuit dengan aktivitas 1 mCi dalam 1
cc
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikan intra muskuler
Tc-99m nanocis pada daerah sekitar benjolan di mammae pada empat
titik.
·
Lakukan dinamic scan selama 30 menit pada daerah mammae dan axilla dengan 120 frame, 15 second per
frame.
·
Lakukan static scan selama 300 second, 500 Kcount. Proyeksi anterior, posterior dan lateral
|
Penilaian
|
Melihat adanya tangkapan aktivitas patologis di
kelenjar getah bening sekitar payudara dan axilla
|
Lama
Tindakan
|
2 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
18. PEMERIKSAAN LUNG PERFUSION SCAN
Pengertian
|
Pemeriksaan perfusi
organ paru menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Memperlihatkan
abnormalitas perfusi organ paru
|
Indikasi
|
Kecurigaan emboli paru dan adanya gangguan
perfusi paru, serta evaluasi perfusi paru pasca lobektomi
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil /
menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka
Tc-99m MAA spuit dengan aktivitas 5mCi
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikan Radiofarmaka
Tc-99m MAA vena pada vena cubiti
·
Lakukan Statik scan daerah
thorak gambaran anterior, posterior,
lateral kanan kiri, RAO, LPO, LAO, RPO, selama 500Kcount SPECT-CT bila
diperlukan.
|
Penilaian
|
Melihat distribusi aktivitas di organ paru
|
Lama
Tindakan
|
2 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
19. PEMERIKSAAN LUNG VENTILATION SCAN
Pengertian
|
Pemeriksaan ventilasi
organ paru menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Memperlihatkan abnormalitas ventilasi organ paru
|
Indikasi
|
Kecurigaan gangguan ventilasi paru
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil / menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
· Gamma Camera : LEHR
·
Collimator : Low Energy,
·
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
·
Siapkan Radiofarmaka Tc-99m
DTPA dalam spuit dengan aktivitas 5mCi kemudian dimasukkan dalam
tabung nebulizer
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Radiofarmaka Tc-99m
DTPA diberikan per inhalasi dengan menggunakan alat nebulizer close
loop
·
Pasien menghirup zat radioaktif
selama 2-3 kali tarikan napas
·
Pasien diposisikan supine di
meja pemeriksaan
·
Lakukan static scan daerah
thorak, proyeksi anterior, posterior, lateral kanan-kiri, RAO, LPO, LAO, RPO,
selama 500 Kcount SPECT-CT bila di perlukan.
|
Penilaian
|
Melihat distribusi aktivitas di organ paru
|
Lama
Tindakan
|
2 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
·
SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
Pengertian
|
Pemeriksaan anatomi dan distribusi cairan
serebro-spinal dengan menggunakan radiofarmaka
|
Tujuan
|
Mengevaluasi anatomi
ruang subaracnoid dan distribusi cairan serebro spinal
|
Indikasi
|
Hidrosefalus, kebocoran LCS, kelainan yang
berhubungan dengan ruang subarachnoid
|
Kontraindikasi
|
Wanita hamil /
menyusui
|
Prosedur
Persiapan
|
Peralatan dan Energy Window :
o
Gamma Camera : LEHR
o
Collimator : Low Energy,
o
Window width: 20%
dipusatkan pada 140 kev
o Siapkan Radiofarmaka Tc-99m
DTPA spuit dengan aktivitas 20
mCi
|
Prosedur
Tindakan
|
·
Suntikan Radiofarmaka Tc-99m
DTPA intra techal melalui pungsi lumbal
·
Lakukan static scan 1, 2, 3,
6 dan 24 jam, SPECT-CT bila di perlukan, static scan dilakukan selama 500
Kcount, SPECT-CT bila diperlukan.
|
Penilaian
|
Melihat anatomi dan distribusi cairan cerebro spinalis
|
Lama
Tindakan
|
6 jam
|
Komplikasi
|
Hampir tidak ada
|
Wewenang
|
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
|
Unit
Yang Mengerjakan
|
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
|
Dokumen
Terkait
|
·
Surat pengantar dari dokter /
klinisi
·
Surat persetujuan tindakan
|
Referensi
|
· SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·
SPO Kedokteran Nuklir
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·
Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear
Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·
Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
|
No comments:
Post a Comment