Saturday, 21 January 2012


TEKNIK PEMERIKSAAN KEDOKTERAN NUKLIR

1. TEKNIK PEMERIKSAAN KELENJAR TIROID (SIDIK KELENJAR TIROID)

Pengertian
Pemeriksaan kelenjar tiroid dengan menggunakan radionuklida
Tujuan
Menilai fungsi kelenjar tiroid
Indikasi
1.   evaluasi nodul tiroid;
2.  evaluasi pembesaran kelenjar tiroid tanpa nodul yang jelas;
3.  evaluasi jaringan tiroid ektopik atau sisa pasca –operasi;
4.   evaluasi ‘fungsi tiroid’.

Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Bila yang digunakan radiofarmaka NaI-131, pasien dipuasakan selama 6 jam.
Obat-obat dihentikan selama beberapa waktu. (lihat tabel).

Radiofarmaka

·            NaI-131, dosis 300 uCi, diberikan peroral.
·            99m Tc-pertechnetate, dosis 2-5 mCi, diberikan iv.
·            Radionuklida yang paling ideal untuk evaluasi kelenjar tiroid adalah NaI-123, suatu  radionuklida produksi siklotron, karena energinya tidak begitu tinggi (159 keV) dengan waktu paruh pendek (13,2 jam); sayangnya NaI-123 saat ini belum ada di Indonesia.
·            Obat-obat tertentu, terutama yang mengandung iodium dan hormon tiroid, akan mengganggu pencitraan. Daftar beberapa obat-obat tersebut dan lama penghentian sebelum dilakukan penyidikan tiroid dapat dilihat pada tabel dibawah ini

        Nama obat                      Lama penghentian

1.Obat yang mengandung             minimal 4 minggu
   iodium (Sol.lugol, betadine           
   kontras, kontras radiologi)
2.Obat-obat antiroid                      1 – 2 minggu
   (neomereazole, PTU)                    
3.Obat-obatan mengandung          1 minggu
   vitamin dan mineral                        
4.Hormon tiroid T4                                   4 minggu
5.Hormon tiroid T3                                   1 minggu

Peralatan

Kamera gamma dengan atau tanpa kolimator pinhole; kalau tidak ada dapat digunakan kolimator LEHR (low energy high resolution) untuk 99m Tc-pertechnetate dan medium energy untuk 131 I.
Pemilihan kolimator tergantung pada energi radiasi gamma utama dari radionuklida yang digunakan, yaitu 131 I : 364 keV dan 99m Tc-pertechnetate: 140 keV.
Prosedur Tindakan/ Tatalaksana

 Pencitraan dilakukan 10-15 menit setelah penyuntikan 99m Tc-pertechnetate iv, atau 24 jam setelah minum NaI-131;

·         pasien tidur telentang di bawah kamera gamma dengan leher dalam keadaan hiperekstensi; pencitraan statik dilakukan pada posisi AP (kalau perlu oblik kiri atau kanan).
·         diberi tanda pada kartilago tiroid dan jugulum;matrix: 256 x 256; ‘peak’ energi disesuaikan dengan radionuklida, yaitu 140 keV (untuk 99m Tc), 159,0 (untuk 123I), dan 360 keV (131 I) dengan ‘window’ : 20%; jumlah cacahan  : 400.000 kcts (99m Tc-pertechnetate ) atau 100.000 kcts (NaI-131);
·         proses pencitraan berlangsung selama 5-10 menit.
Penilaian
Sidik tiroid normal tampak aktivitas yang homogen
Lama Tindakan
10 – 15 menit
Komplikasi
Tidak terjadi
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen radiologi divisi kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SOP Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SOP Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
  
2. TEKNIK PEMERIKSAAN SIDIK GINJAL  DMSA (RENAL SCINTIGRAPHY)

Pengertian
Pemeriksaan ginjal secara kedokteran nuklir dengan metode pemberian radiofarmaka
Tujuan
Menilai fungsi parenkim ginjal
Indikasi
·      Deteksi adanya proses desak ruang pada ginjal.
·      Mengetahui penyebaran aktivitas jaringan yang masih berfungsi dari suatu pielonefritis.
·      Deteksi malformasi Arteri-Vena
·      Deteksi daerah yang avaskuler (infark ginjal, abses dan kista)
·      Deteksi kelainan ginjal kongenital seperti horse shoe kidney. Ektopik
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Tidak ada persiapan khusus
Peralatan
·      Kamera gamma, kolimator : LEHR paralel hole.
·      Energy setting : Low energy dengan puncak pada 140 KeV.
·      Window width  : 20%.
Prosedur Tindakan
Tatalaksana
Posisi pasien telentang .
Lapang pandang pencitraan sedemikian rupa sehingga mencakup ginjal dan kandung kemih. Proyeksi posterior.
Radiofarmaka 99m Tc DMSA dengan aktivitas 5 mCi (dewasa), 1 – 2 mCi (anak-anak)
Protokol:
Akuisisi: Pencitraan statik 2-3 jam setelah injeksi. Total counts 400 Kcount.
Posisi posterior, dilanjutkan dengan RAO dan LAO,SPECT CT  bila perlu.
Penilaian
Sidik ginjal normal akan tampak kontur ginjal halus dengan distribusi radioaktivitas rata.
Pada polikistik ginjal tampak defek yang multiple yang sisinya berbatas tegas.
Lama Tindakan
2 – 3 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi  kedokteran nuklir

·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         - Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
\
3. TEKNIK PEMERIKSAAN RENOGRAM ERPF

Pengertian
Pemeriksaan fungsi ginjal (fungsi tubuler) dengan menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Evaluasi fungsi ginjal baik kualitatif maupun kuantitatif
Indikasi
·   Evaluasi perfusi dan fungsi ginjal
·   Uji saring hipertensi renovaskuler
·   Deteksi dan evaluasi obstruksi system koleksi ginjal
·   Evaluasi trauma ginjal.
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Persiapan
Penderita harus dalam keadaan hidrasi baik dengan memberikan minum 500 ml sebelum pemeriksaan.
Pada pemakaian radiofarmaka 131I-hippuran, penderita sebelumnya diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap 131I.
Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan kosong.

Peralatan
a. Kamera gamma    : Large Field of Fiew.
·   Kolimator                         : LEHR untuk 99mTc- MAG3.
Medium Energy collimator  untuk pemekaian 131I-  hippuran.
·   Energy Setting                : Low energy pada puncak 140  KeV.
  Medium  energy pada puncak 364 KeV.
·   Window width : 20 %

Radiofarmaka
131I hippuran sebanyak 300 uCi atau 99mTc-MAG3 sebanyak 5 mCi disuntikan di vena mediana kubiti secara bolus.

Catatan:
Pada penderita yang sebelumnya telah dilakukan IVP, pemeriksaan renogram harus ditunda dahulu kurang 2 minggu, agar edema sel-sel tubuli akibat penggunaan zat kontras pada IVP mereda.
Prosedur Tindakan
Tatalaksana
Posisi pasien telentang, kamera dari arah posterior.
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan.

Protokol:
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik.
Matrix 128 x 128
Frame/time I: 30 frame/2 menit (bila menggunakan mAG 3)
Frame/time II: 30 frame/60 menit

Pemrosesan data:
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang untuk membuat kurva waktu-aktivitas.
Penilaian
Pada pencitraan dinilai penangkapan radioaktivitas oleh kedua ginjal untuk melihat kemampuan ginjal mengekstrasi radiofarmaka.
Penilaian kurva sebagai berikut:
Kurva normal memperlihatkan adanya tiga fase yang klasik.
Fase pertama initial: terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskuler ke dalam ginjal. Dari fase ini dapat pula dilihat  teknik dari penyuntikan radiofarmaka, apakah bolus atau tidak. Fase ini terjadi DALAM 60 DETIK
Fase kedua sekresi: menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan meningkat secara bertahap. Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel tubuli kedalam lumen tubulus. Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2 – 5 menit.
Fase ketiga/ekskresi: tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan yang meninggalkan ginjal. Waktu paruh efektif (T ½ max ) < 15 menit.
Lama Tindakan
30 menit
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen radiologi divisi  kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·      Surat pengantar dari dokter / klinisi
·      Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

  3. TEKNIK PEMERIKSAAN RENOGRAM GFR 99mTc- DTPA

Pengertian
Pemeriksaan fungsi ginjal (fungsi glomeruler) dengan menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Evaluasi fungsi ginjal baik kualitatif maupun kuantitatif
Indikasi
·   Evaluasi perfusi dan fungsi ginjal
·   Uji saring hipertensi renovaskuler
·   Deteksi dan evaluasi obstruksi system koleksi ginjal
·   Evaluasi trauma ginjal.
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Persiapan
Penderita harus dalam keadaan hidrasi baik dengan memberikan minum 500 ml sebelum pemeriksaan.
Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan kosong dengan pasien BAK sebelum pemeriksaan .

Peralatan
b. Kamera gamma    : Large Field of Fiew.
·   Kolimator                         : LEHR untuk 99mTc- DTPA
Medium Energy collimator  untuk pemekaian 131I-  hippuran.
·   Energy Setting                : Low energy pada puncak 140  KeV.
·   Window width : 20 %

Radiofarmaka
99mTc-DTPA sebanyak 3 mCi disuntikan di vena mediana kubiti secara bolus.

Catatan:
Pada penderita yang sebelumnya telah dilakukan IVP, pemeriksaan renogram harus ditunda dahulu kurang 2 minggu, agar edema sel-sel tubuli akibat penggunaan zat kontras pada IVP mereda.
Prosedur Tindakan
Tatalaksana
Posisi pasien telentang, kamera dari arah posterior.
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan.

Protokol:
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik.
Matrix 128 x 128
Frame/time I: 20 frame/3 menit (
Frame/time II: 120 frame/15 detik
Pemrosesan data:
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang untuk membuat kurva waktu-aktivitas.
Penilaian
Pada pencitraan dinilai penangkapan radioaktivitas oleh kedua ginjal untuk melihat kemampuan ginjal mengekstrasi radiofarmaka.
Penilaian kurva sebagai berikut:
Kurva normal memperlihatkan adanya tiga fase yang klasik.
Fase pertama initial: terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskuler ke dalam ginjal. Dari fase ini dapat pula dilihat  teknik dari penyuntikan radiofarmaka, apakah bolus atau tidak. Fase ini terjadi DALAM 60 DETIK
Fase kedua sekresi: menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan meningkat secara bertahap. Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel tubuli kedalam lumen tubulus. Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2 – 5 menit.
Fase ketiga/ekskresi: tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan yang meninggalkan ginjal. Waktu paruh efektif (T ½ max ) < 15 menit.
Lama Tindakan
30 menit
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen radiologi divisi  kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·      Surat pengantar dari dokter / klinisi
·      Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

  4. TEKNIK PEMERIKSAAN RENOGRAFI KAPTOPRIL

Pengertian
Sekresi Angiotensin II di ginjal merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan fungsi ginjal secara normal. Sistem renin angiotensin memainkan peranan penting dalam patogenesis hipertensi renovaskuler. Penurunan perfusi renal akan merangsang pelepasan renin ke dalam sirkulasi darah yang dapat menyebabkan kadar angiotensin II (A-II) plasma meningkat. A-II selain sebagai vasokontrikor terutama di arteriolar efferen akan merangsang juga sekresi aldosteron oleh korteks adrenal serta merangsang sistem saraf  simpatis.
Renografi kaptopril merupakan modifikasi dari renografi konvensional yang dilakukan dengan memberikan 25-50 mg kaptopril sebelum pemeriksaan dilakukan.
Kaptopril (ACE inhibitor) akan menghambat vasokonstriksi arteriolar glomerulus yang disebabkan oleh A-II, menurunkan laju filtrasi glomerulus, aliran urine dan retensi garam di ginjal yang sakit. Penurunan laju filtrasi glomerulus ini melatar belakangi adanya perubahan pada renogram. Pada ginjal dengan stenosis a. renalis, penurunan fungsi akan terlihat setelah pemberian kaptopril.
Tujuan
Mendeteksi ada/tidaknya stenosis
Indikasi
Uji saring hipertensi renovaskuler
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Persiapan hampir sama dengan pada pemeriksaan renogram konvensional, hanya satu jam sebelum pemeriksaan, penderita diberi 25-50 mg kaptopril peroral. Penderita dianjurkan puasa paling kurang 4 jam sebelum pemberian kaptopril. Tekanan darah dipantau tiap 15 menit. Apabila penderita dalam pengobatan diuretika, obat harus dihentikan 2-3 hari sebelum pemeriksaan.
Apabila radiofarmaka yang digunakan 131I-hippuran, maka 15 menit sebelum pemeriksaan penderita penderita diberi 1 cc larutan lugol.

Radiofarmaka
99mTc-MAG3 sebanyak 5 mCi atau 300 uCi 131I-hippuran disuntikkan intravena secara bolus melalui vena mediana cubiti.

Peralatan
·      Kamera gamma LFOV
    kolimator : LEHR untuk 99m Tc-MAG3,
     Medium  energy collimator untuk 131I-hippuran.
·      Energy setting: Low energy pada puncak 140 KeV
     Medium  energy pada puncak 364 KeV
·      Window width: 20 %
Prosedur Tindakan
Tatalaksana
Posisi pasien telentang.
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior.

Protokol:
Akuisis: Teknik pencitraan dinamik
                  Matrix 128 x 128
               Frame/time I : 30 frame/ 2 menit (bila   
               menggunakan mAG 3)
                  Frame/time II : 30 frame/60 menit

Pemrosesan data:
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang, didapatkan kurva aktivitas terhadap waktu.
Penilaian
Penilaian pada umumnya berdasarkan penilaian kualitatif terhadap kurva renogram. Penilaian semi kuantitaif berdasarkan rekomendasi Working Party on Diagnosic Criteria of Renovascular Hypertension with Captopril Renography sebagai berikut:
1.       Derajat 0 : normal
2.       Derajat 1 – salah satu dari yang berikut:
perlambatan ringan dari fase sekresi (fase 2)
penurunan aktivitas maksimal
waktu puncak (Tmaks) abnormal 6<Tmaks<11 menit
fase sekresi turun dengan lamban
3.       Derajat 2 A
perlambatan fase sekresi dan Tmaks, dengan fase ekskresi
4.       Derajat 2 B
perlambatan fase sekresi, Tmaks tanpa fase ekskresi.
5.       Derajat 3
penurunan yang nyata atau penangkapan radiofarmaka tidak ada sama sekali.
Nilai
a.            Probabilitas tinggi untuk hipertensi renovaskuler, bila perubahan dari satu atau lebih derajat (termasuk 2A>2B) pra dan pasca-kaptopril.
b.            Probabilitas rendah-derajat 0 pasca-kaptopril.
c.             Intermidiate – renografi awal abnormal tanpa ada perbedaan antara pre dan pasca-kaptopril.
 Penilaian kuantitatif lain meliputi:
a.             perubahan fungsi terpisah (split renal function) dengan nisbah 60/40 % atau lebih
b.             perpanjangan waktu transit parenkim.
c.             aktivitas residual korteks (cacahan pada 20-30 menit versus cacahan pada puncak)
d.             perubahan laju filtrasi glomerulus total (penurunan 15 % atau lebih); berguna untuk mendeteksi stenosis a. renalis bilateral atau pada pasien dengan hanya satu ginjal.
Lama Tindakan

Komplikasi

Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Sub bagian kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

5. TEKNIK PEMERIKSAAN RENOGRAFI DIURESIS

Pengertian
Prinsip pemeriksaan ini berdasarkan fenomena bahwa obstruksi yang terjadi di ginjal dapat disebabkan oleh hambatan (statis), yang dengan aliran urin yang tinggi setelah pemberian diuretika diharapkan dapat menghilangkan hambatan tadi.
Renografi diuresis merupakan modifikasi renografi konvensional dengan intervensi farmakologik diuretika furosemid.
Tujuan
Membedakan obstruksi traktus urinarius mekanikdan fungsional
Indikasi
Mengetahui lebih lanjut tingkat obstruksi apakah total atau parsial seperti pada megapielum, hipotoni pielum atau batu.
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Persiapan
Seperti pemeriksaan renografi konvensional.

Peralatan
·         Kamera gamma LFOV
·         Kolimator :    LEHR untuk 99mTc-MAG3,
        Medium energy collimator untuk 131I-hippuran
Energy setting : Low energy pada puncak 140 KeV
·         Medium  energy pada puncak 364 KeV
·                        Window width : 20 %
Prosedur Tindakan
Tatalaksana
Posisi pasien telentang.
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior.
Protokol:
Akuisi: Teknik pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time I : 30 frame/2 detik selama 1 menit (bila menggunakan mAG 3)
Frame/time II: 30 frame/1 menit selama 30 menit

Pemeriksaan diikuti dengan seksama dan bila setelah 15 menit tidak tampak penurunan fase III (retensi radiofarmaka pada ginjal), segera berikan furosemid 20 mg intravena. Pemeriksaan terus dilanjutkan lebih kurang 10 menit setelah penyuntikan furosemid/ lasix.

Pemrosesan data:
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta dibawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang, didapatkan kurva aktivitas terhadap waktu.
Penilaian
Penilaian
Kemungkinan yang dapat ditemukan adalah:
Pemberian furosemid tak mengubah bentuk kurva obstrusi (fase III terus naik). Gambaran demikian dikenal sebagai gambaran obstruksi total.
Pemberian furosemid menyebabkan perubahan kurva renogram dengan cepat dan ekskresinya menjadi sangat efektif; gambaran ini ditemukan pada hidronefrosis non obstruksi atau dilatasi hipotonik.
Pengaruh furosemid pada kurva obsrtruksif hanya bersifat parsial, tidak cepat dan ekskresinya lambat gambaran demikian menunjukkan adanya obstruksi atau subtotal.
Lama Tindakan
35 menit
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi Divisi  kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standart Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
   
6. SIDIK TULANG (BONE SCINTIGRAPHY) & 3  FASE

Pengertian
Pemeriksaan jaringan tulang dengan menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Menilai adanya kelainan /Aktivitas patologi
Indikasi
1.    metastase pada tulang
2.    tumor tulang primer
3.    osteomielitis
4.    nekrosis aseptik
5.    trauma
6.    kelainan sendi
7.    penyakit metabolic pada tulang
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Tidak diperlukan persiapan khusus

Peralatan

·      Kamera gamma planar dilengkapi data prosesor
·      Kolimator LEHR (low energy high resolution)
·      Puncak energi : 140 KeV
·      Window wide : 20%
Prosedur Tindakan

Tatalaksana

Pencitraan dengan metoda tiga fase

Fase pertama (vaskuler)
Penderita tidur terlentang dengan detektor ditempatkan sedemikian rupa sehingga tubuh yang akan diperiksa berada di atas lapang pandang detektor.
Pemeriksaan vase pertama merupakan pemeriksaan dinamik dalam frame berukuran matrix 128 x 128 dengan waktu pencacahan 2 detik/frame selama 2 menit.
Posisi pencitraan: anterior dan atau posterior.
Pencitraan dimulai bersamaan dengan saat penyuntikan radiofarmaka secara bolus.

Fase kedua (blood pool)
Pemeriksaan fase kedua dilaksanakan segera setelah fase pertama selesai berupa pencitraan statik dalam  frame berukuran matrix 256 x 256 sebanyak 300 Kcounts.
Posisi pencitraan:  anterior dan atau posterior.

Fase ketiga (delayed/bone)
Fase ketiga merupakan pemeriksaan statik yang dilakukan 3 jam pasca penyuntikan radiofarmaka.
Sebelum memasuki ruang pemeriksaan penderita dianjurkan untuk buang air kecil dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi. Pada fase ketiga ini dilakukan pemeriksaan seluruh tubuh (whole body scan) dari posisi anterior dan posterior dilanjutkan dengan pemeriksaan SPECT-CT pada bagian-bagian yang mencurigakan. Pemeriksaan dalam frame berukuran matrix 256 x 256 sebanyak 700 Kcounts.
Posisi pencitraan: anterior dan posterior. Apabila diperlukan pemeriksaan dapat dari posisi miring (oblique) untuk memperjelas lokasi kelainan.

Penilaian
Gambaran normal à aktivitas merata dan simetris termasuk kelainan apabila ada peningkatan aktivitas pada tulang-tulang
Lama Tindakan
3 jam
Komplikasi
Wanita hamil / menyusui
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi Divisi  kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of    Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.
  
8. PERDARAHAN GASTROINTESTINAL/BLOOD POOL

Pengertian
Pemeriksaan perdarahan gastrointestinal ditujukan untuk mencari lokasi perdarahan gastrointestinal
Tujuan
Mendeteksi adanya perdarahan usus
Indikasi
Deteksi melena
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Persiapan Pasien :
·      Harus dilakukan pemasangan infus/jalur intra vena

 Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LFOV
·      Collimator : Low Energy, general purpose, parallel hole
·      Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev

Radiofarmaka :
·      Tc-99m Red Blood Cells
·      Dosis : 30 mCi Tc-99m
·      Cara Melabel : In vitro
·      Suntikan intra vena
Catatan :               
Pasien diberikan 0,03 ml/kg BB stannous pyrophosphate intra vena. Tunggu 20-30 menit, disuntikkan 99mTc intra vena.

Prosedur Tindakan
Protokol Akuisisi
·            Posisi pasien berbaring terlentang di bawah FOV kamera yang besar (meliputi abdomen dan pelvis)
·            Dynamic Flow :  120 frame/15 sec matrix 128X128 dilanjutkan dengan  static 300 Kcount Matriks 245X256 pada menit ke 30.
·            Dilanjutkan dengan static selama 5 menit pada 1,,3 jam serta SPECT CT  dan   24 jam bila perlu.
Penilaian
Adanya gambaran peningkatan aktivitas pada daerah yang dicurigai
Lama Tindakan
Waktu Pemeriksaan :
·            3 jam :                 
·            1 jam untuk pengambilan darah
·            4 jam untuk pencitraan
·            Pencitraan lanjut 24 jam sesudah pemeriksaan pertama bila dimintakan
Komplikasi
Wanita hamil / menyusui
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi Divisi  kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

 9. PEMERIKSAAN  MECKEL SCAN


Pengertian
Pemeriksaan divertikulum Meckel menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Memperlihatkan mukosa divertikulum Meckel
Indikasi
Perdarahan saluran cerna yang dicurigai disebabkan oleh divertikulum Meckel
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·       Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m pertechnetate dalam spuit dengan aktivitas 1-5  mCi

Prosedur Tindakan
·         Suntikkan Radiofarmaka Tc-99m pertechnetate intravena pada vena cubiti
·         Lakukan dynamic scan selama 30 menit pada daerah abdomen (120 frame, per frame 15 second)
·         Lakukan static scan pada 1 jam PI. (300 second, 500 Kcount)

Penilaian
Melihat adanya aktivitas patologis di daerah yang dicurigai sebagai divertikulum Meckel .
Lama Tindakan
4 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

10. SKINTIMAMMOGRAFI (99mTc SESTAMIBI)

Pengertian
Pemeriksaan tumor payudara dengan menggunakan radiofarmaka sestamibi
Tujuan
Mendeteksi adanya keganasan pada payudara
Indikasi
·      Tumor payudara yang dicurigai keganasan dengan pemeriksaan ultrasonografi dan mamografi.
·      Penyakit keganasan payudara yang telah dicurigai bermetatasis ke KGB aksilla.
·      Membedakan tumor payudara residif dengan jaringan parut, pada kasus pasca terapi.
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Tidak diperlukan persiapan khusus.

Radiofarmaka : 99m Tc-sestamibi dengan dosis 15 mCi.

Pemberian secara intravena pada vena mediana cubiti kontralateral payudara yang diperiksa atau vena di daerah dorsalis pedis

Peralatan
·      Kamera gamma planar dilengkapi data prosesor.
·      Kolimator LEHR/LEGP.
·      Puncak energi: 140 KeV
·      Window wide : 20 %
Prosedur Tindakan
Posisi penderita:
Posisi prone :
Menggunakan  mammopad khusus, dimana kedua mammae dapat menggantung dengan bebas, tangan ke atas. Pencitraan planar statik lateral, kolimator sedekat mungkin dengan kedua payudara, aksila dimasukkan dalam lapangan, matrix   256x256 selama 10 menit, kemudian diambil lagi selama 3 menit menggunakan nipple marker.
Posisi anterior :
Tangan di belakang kepala, dilakukan pencitraan planar statik selama 10 menit dan  3 menit menggunakan nipple marker.
Penilaian
Adanya peningkatan aktivitas PADA LESI  yang dicurigai
Lama Tindakan
60 menit
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi  kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

11. ABLASI KARSINOMA TIROID BERDIFERENSIASI BAIK

Pengertian
Penghancuran sisa-sisa jaringan thyroid dengan menggunakan radionuklida
Tujuan
Menghancurkan sisa jaringan thyroid pasca operasi total thyroidectomi
Indikasi
Karsinoma tiroid papiler dan folikuler berdiferensiasi baik
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Pasien bebas obat-obatan yang mengandung Yodium ± 10 hari
Prosedur Tindakan

Protokol pengobatan :

o    Lakukan sidik kelenjar tiroid dan seluruh tubuh (SST/whole body scan) dengan 2 – 5 mCi 131I  dalam 4-6 minggu pascatiroidektomi total untuk mengetahui adanya sisa jaringan tiroid di thyroid bed dan kemungkinan metastasis. Periksa kadar TSHs dan tiroglobulin (Tg) sebagai pembanding, pasien jangan diberikan terapi substitusi dahulu.
o    Bila pada sidik kelenjar tiroid tampak jaringan tiroid masih utuh (satu lobi), rujuk kembali penderita kepada dokter bedahnya untuk dilakukan tiroidektomi total.
o    Bila hanya dijumpai sisa jaringan tiroid, dilakukan tiroablasi dengan dosis 50 mCi. Pasien dirawat di kamar isolasi sampai paparan radiasi mencapai 1 mrm/m/jam.
o                                            Pascaablasi berikan terapi substitusi dan dianjurkan pasien kontrol 6 bulan lagi, 1 bulan sebelum kontrol pasien diminta stop terapi substitusi sedikitnya 4 minggu dan diperiksa kadar TSHs serta Tg sebelum dilakukan sidik seluruh tubuh (SST). Bila tidak dijumpai sisa jaringan tiroid atau metastase pada sidik seluruh tubuh (SST), maka pasien langsung beri terapi substitusi dan diminta kontrol kembali 6 bulan kemudian.
o    Bila SST (+), kadar TSHs dan Tg tinggi, maka diberikan terapi 150 mCi dan pasien dirawat kembali di kamar isolasi, penderita pulang bila paparan radiasi sudah dalam batas yang aman. Pasien dianjurkan untuk kontrol 6 bulan kemudian dengan ketentuan seperti diatas.
     Selanjutnya penderita dievaluasi setiap 6 bulan  sekali sampai dinyatakan bersih.
o    Terapi dihentikan bila SST (-), kadar serum TSHs tinggi dan Tg rendah. Apabila kadar serum Tg tinggi, walaupun SST (-) merupakan indikasi untuk melanjutkan terapi. Dosis maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 Curie.
o    Bila dalam 2 kali waktu kontrol (6 bulan) berturut-turut hasil pemeriksaan baik, maka masa kontrol diperpanjang menjadi 1 tahun sekali. Bila hasil pemeriksaan 2 kali waktu kontrol (1 tahun) berturut-turut baik pula maka penderita dianjurkan untuk kontrol 2 tahun sekali. Bila 2 kali waktu kontrol (2 tahun) hasil pemeriksaan baik, maka penderita dianjurkan untuk kontrol kembali 5 tahun sekali.
Penilaian
Adanya gambaran peningkatan aktivitas indikasi adanya sisa tiroid di leher atau tempat lain sebagai metastasis
Lama Tindakan
45 menit
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi  kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.


11. ABLASI HIPERTIROID DENGAN IODIUM RADIOAKTIF


Pengertian
Memberikan terapi internal dengan menggunakan radionuklida pada keadaan hipertiroid
Tujuan
Menurunkan aktivitas sel-sel folikel tiroid yang selanjutkan akan menghilangkan/mengurangi gejala-gejala toksik tiroid pada kondisi hipertiroid
Indikasi
semua jenis hipertiroidi, kecuali : tirotosikosis faktitia, hipertiroidi dalam kehamilan atau sedang laktasi dan hipertiroidi selintas postpartum.
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Obat atau makanan yang mengandung iodium tinggi dihentikan paling kurang satu minggu sebelumnya.
Obat-obat antitiroid dihentikan paling kurang 5 hari sebelumnya.
Pada hari pemberian pasien puasa, dan baru boleh makan satu jam setelah pemberian 131I.

Radiofarmaka
NaI-131 dengan dosis sesuai perhitungan berdasarkan uptake pada pemeriksaan thyroid scan (< 50 mCi), diberikan per oral.

Catatan
·      Dosis ditentukan menggunakan rumus tertentu, berdasarkan uptake dan perkiraan berat kelenjar tiroid :
·      Efek samping yang perlu diperhatikan :
eksaserbasi tirotoksikosis, jarang terjadi (biasanya dalam satu minggu pasca
     pengobatan)
·      Rasa pembengkakan didaerah tiroid dan mulut kering (biasanya hilang sendiri).
·      Hipotiroidi selintas (biasanya 3-6 bulan pasca-pengobatan)
·      Hipotiroidi menetap (dipantau dengan menentukan kadar TSHs secara periodic 3-6 bulan sekali)
·      Apabila dalam 3-6 bulan belum menunjukan perbaikan, pengobatan dengan iodium radioaktif dapat diulang kembali.
·      Pasien wanita atau istri pasien pria tidak dibolehkan hamil selama 6 bulan pasca pengobatan; pakailah obat / alat kontrasepsi selama waktu tersebut.
·      Pasien dianjurkan untuk tidak berada dekat dengan bayi atau anak-anak berusia di bawah 12 tahun atau wanita hamil selama paling kurang 2 hari setelah pengobatan.
Prosedur Tindakan
Periksa tiroid uptake scan, untuk perlindungan pemberian dosis à berikan dosis sesuai dengan perhitungan tersebut
Penilaian
Hasil terapi dapat dinilai dengan menghitung tangkapan aktivitas thyroid setelah 3 bulan pasca terapi yang diharapkan menurun dibanding sebelum terapi
Lama Tindakan
30 menit
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan

Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

   12. TINDAKAN PALIATIF SAMARIUM PADA  METASTASIS TULANG
 
Pengertian
Pengobatan / terapi paliatif untuk mengurangi rasa nyeri pada tulang akibat proses metastasis dengan menggunakan radionuklida Samarium
Tujuan
Untuk menghilangkan / mengurangi rasa nyeri serta mengurangi proses destruksi pada tulang akibat proses metastasis suatu keganasan
Indikasi
Rasa nyeri akibat proses metastasis ke tulang
Kontraindikasi
Pengobatan tidak dapat diberikan kepada pasien wanita yang sedang hamil atau laktasi, pasien dengan fraktur patologis dan pemeriksaan darah tepi abnormal.
Prosedur Persiapan
Pemeriksaan sidik tulang untuk memastikan adanya proses metastasis ke tulang yang bersifat menangkap radiofarmaka

Radiofarmaka
153 Sm-EDTMP  0,5 –1 mCi/kgBB intravena

Sidik tulang dilakukan 4 jam setelah penyuntikkan untuk memastikan radiofarmaka telah memasuki tulang yang terkena metastasis.

Catatan

·      Pengobatan paliatif dapat diberikan bersama-bersama dengan radioterapi
    eksterna, kemoterapi dan terapi hormonal bila keadaan umum pasien memungkinkan.
·      Pengobatan ulang dapat diberikan bila rasa nyeri timbul kembali 3-24 bulan pasca pengobatan paliatif dengan radionuklida dapat diberikan bila jumlah trombosit > 60.000/ml dan leukosit > 2.400/ml.
Prosedur Tindakan
·      Setelah Pasien di berika 153 Sm-EDTMP  0,5 –1 mCi/kgBB intravena Pasien menunggu 3-4 jam  PI.
·      Lakukan Scan Whole body  Pada seluruh tubuh pasien ( untuk melihat distribusi 153 Sm-EDTMP pada seluruh tulang. Dilakukan pemeriksaan seluruh tubuh (whole body scan) dari posisi anterior dan posterior. Pemeriksaan dalam frame berukuran matrix 256 x 256 sebanyak 700 Kcounts.  Posisi pencitraan : anterior dan posterior.

Penilaian
153 Sm-EDTMP masuk kedalam tulang dengan merata
Lama Tindakan
4 jam
Komplikasi
Efek samping
Mielosupresi yang bersifat sementara dan relatif ringan (2-4 minggu)
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi kedokeran nuklir 0
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.











































13. 



PEMERIKSAAN  KNF DENGAN SESTAMIBI


Pengertian
Pemeriksaan untuk mendeteksi karsinoma nasofaring dengan menggunakan radiofarmaka sestamibi
Tujuan
Mengevaluasi tumor aktif pada daerah nasofaring, perluasannya dan penyebarannya ke kelenjar getah bening regional sebelum dan sesudah terapi
Indikasi
Karsinoma Nasofaring pre dan pasca terapi
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m Sestamibi dalam spuit dengan aktivitas 20 mCi
Prosedur Tindakan
·         Suntikan Radiofarmaka Tc-99m sestamibi intra vena pada vena cubiti
·         Lakukan static scaning (300second dan 300 Kcount) daerah nasofaring  pada menit ke 30 setelah penyuntikan. Posisi anterior, posterior dan lateral kanan dan lateral kiri. 
·         Setelah 3 jam PI Lakukan SPECT-CT pada daerah nasofaring
Penilaian
Melihat adanya tangkapan aktivitas patologis di daerah nasofaring dan sekitarnya serta di kelenjar getah bening regional
Lama Tindakan
Untuk static scan 30 menit dan SPECT CT 30 menit  
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

13. PEMERIKSAAN  BRAIN SPECT DENGAN SESTAMIBI

Pengertian
Pemeriksaan cerebral untuk mendeteksi tumor dengan menggunakan radiofarmaka sestamibi
Tujuan
Mendeteksi adanya sisa tumor yang aktif di cerebral pasca operasi
Indikasi
Tumor intracerebral
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m Sestamibi dalam spuit dengan aktivitas 20 mCi

Prosedur Tindakan
·         Suntikkan Radiofarmaka Tc-99m sestamibi intra vena pada vena cubiti
·         Lakukan static scaning (300second dan 300 Kcount) daerah nasofaring  pada menit ke 30 setelah penyuntikan. Posisi anterior, posterior dan lateral kanan dan lateral kiri. 
·         Setelah 3 jam PI Lakukan SPECT-CT  pada daerah cerebral

Penilaian
Melihat adanya aktivitas di daeral  cerebral
Lama Tindakan
Untuk static scan 30 menit dan SPECT-CT 30 menit  
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

 14.PEMERIKSAAN  LIMPHOSCINTIGRAFI  Tc-99m SESTAMIBI


Pengertian
Pemeriksaan untuk mendeteksi tumor kelenjar getah bening (limfe) maupun organ retikuloendotel lain dengan menggunakan radiofarmaka sestamibi
Tujuan
Mendeteksi adanya tumor aktif di kelenjar getah bening, maupun organ retikuloendotel lain.
Indikasi
Limfoma
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m Sestamibi dalam spuit dengan aktivitas 20 mCi

Prosedur Tindakan
·         Suntikan Radiofarmaka Tc-99m sestamibi intra vena pada vena cubiti
·         Lakukan Whole body scan pada jam Ke 1, 3 dan 24 jam, bila di perlukan lakukan SPECT-CT pada jam Ke 3 PI .

Penilaian
Melihat adanya aktivitas di kelenjar  limfe atau organ retikuloendotel lainnya.
Lama Tindakan
 4 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

15. PEMERIKSAAN  LIVER SCAN  ( HEPATOMA )

Pengertian
Pemeriksaan parenkim hepar dengan menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Memperlihatkan parenkim hepar normal dan distribusi kelainan parenkim bila terdapat SOL
Indikasi
Hepatoma, SOL/tumor inraparenkim hepar
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m Sulfur coloid  spuit dengan aktivitas 5mCi

Prosedur Tindakan
·         Suntikan Radiofarmaka Tc-99m Sulfur coloid  intra vena pada vena cubiti
·         Lakukan static scan daerah liver gambaran  anterior, posterior , lateral kanan kiri, RAO, LPO, LAO, RPO, selama 500Kcount SPECT-CT bila dfi perlukan.

Penilaian
Melihat distribusi aktivitas parenkim hepar
Lama Tindakan
 2 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

PEMERIKSAAN  LYMPHOSCINTIGRAPHY NANOCIS

Pengertian
Pemeriksaan aliran limfe dengan menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Menilai aliran limfatik dari perifer menuju sentral
Indikasi
Edema ekstremitas dengan kecurigaan sumbatan limfatik (akibat tumor,infeksi,dsb); kecurigaan kebocoran saluran limfatik dengan adanya chilluria, chill-ascites, chillus pada efusi pleura 
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m  Nanocis dalam spuit dengan aktivitas 1 mCi per tungkai dalam 0,3 cc

Prosedur Tindakan
·         Suntikan Radiofarmaka Tc-99m nanocis  intra cutan  pada sela-sela jemari kaki.
·         Lakukan whole body scan  pada 1 jam dan 3 jam  serta 24 jam PI, SPECT-CT bila di perlukan.

Penilaian
Melihat lancar/tidaknya aliran limfe dan adanya akumulasi aktivitas di kelenjar limfe yang relatif simetris 
Lama Tindakan
 4 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

16. PEMERIKSAAN  GASTRIC EMPTYING

Pengertian
Pemeriksaan waktu pengosongan lambung dengan menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Mengevaluasi lamanya pengosongan lambung
Indikasi
Keluhan gastro-intestinal yang dicurigai berkaitan dengan gangguan pengosongan lambung
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m  Sulfur coloid  dalam spuit dengan aktivitas 1 sampai 2 mCi
·         Siapkan telur dadar orek
·         Campurkan Tc-99m Sulfur coloid dalam telur dadar orek
Prosedur Tindakan
·         Pasien makan telur dadar orek yang telah di berikan Tc-99Mm sulfur coloid
·         Lakukan dinamic scan selama 2 jam  pada daerah gaster dengan 480 frame, 15 second per frame.
Penilaian
Menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan aktivitas dari dalam lambung sehingga setidaknya tersisa ½ dari aktivitas awal di dalam lambung (T1/2)
Lama Tindakan
 2 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

 17. PEMERIKSAAN  SENTINEL NODE  LYMPHOSCINTIGRAPHY

Pengertian
Pemeriksaan kelenjar getah bening regional payudara menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Melihat penyebaran tumor dari payudara ke kelenjar getah bening sekitar payudara atau axilla sebelum tindakan mastektomi dan diseksi kelenjar
Indikasi
Karsinoma payudara dengan kecurigaan keterlibatan kelenjar getah bening regional
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR ; Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m  nanocis   dalam spuit dengan aktivitas 1 mCi dalam 1 cc
Prosedur Tindakan
·         Suntikan intra muskuler  Tc-99m nanocis pada daerah sekitar benjolan di mammae pada empat titik.
·         Lakukan dinamic scan selama 30 menit   pada daerah mammae  dan axilla dengan 120 frame, 15 second per frame.
·         Lakukan static scan selama 300 second, 500 Kcount. Proyeksi anterior, posterior dan lateral
Penilaian
Melihat adanya tangkapan aktivitas patologis di kelenjar getah bening sekitar payudara dan axilla
Lama Tindakan
 2 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

18. PEMERIKSAAN  LUNG PERFUSION SCAN

Pengertian
Pemeriksaan perfusi organ paru menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Memperlihatkan abnormalitas perfusi organ paru
Indikasi
Kecurigaan emboli paru dan adanya gangguan perfusi paru, serta evaluasi perfusi paru pasca lobektomi
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m  MAA  spuit dengan aktivitas 5mCi

Prosedur Tindakan
·         Suntikan Radiofarmaka Tc-99m  MAA vena pada vena cubiti
·         Lakukan Statik scan daerah thorak gambaran  anterior, posterior, lateral kanan kiri, RAO, LPO, LAO, RPO, selama 500Kcount SPECT-CT bila diperlukan.

Penilaian
Melihat distribusi aktivitas di organ paru
Lama Tindakan
 2 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

19. PEMERIKSAAN  LUNG VENTILATION SCAN

Pengertian
Pemeriksaan ventilasi organ paru menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Memperlihatkan abnormalitas ventilasi organ paru
Indikasi
Kecurigaan gangguan ventilasi paru
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
·      Gamma Camera : LEHR
·         Collimator : Low Energy,
·         Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
·         Siapkan Radiofarmaka Tc-99m  DTPA dalam spuit dengan aktivitas 5mCi kemudian dimasukkan dalam tabung nebulizer

Prosedur Tindakan
·         Radiofarmaka Tc-99m  DTPA diberikan per inhalasi dengan menggunakan alat nebulizer close loop
·         Pasien menghirup zat radioaktif selama 2-3 kali tarikan napas
·         Pasien diposisikan supine di meja pemeriksaan
·         Lakukan static scan daerah thorak, proyeksi anterior, posterior, lateral kanan-kiri, RAO, LPO, LAO, RPO, selama 500 Kcount SPECT-CT bila di perlukan.

Penilaian
Melihat distribusi aktivitas di organ paru
Lama Tindakan
 2 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·         SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

20. PEMERIKSAAN  CYSTERNO SCINTIGRAPHY
 
Pengertian
Pemeriksaan anatomi dan distribusi cairan serebro-spinal dengan menggunakan radiofarmaka
Tujuan
Mengevaluasi anatomi ruang subaracnoid dan distribusi cairan serebro spinal
Indikasi
Hidrosefalus, kebocoran LCS, kelainan yang berhubungan dengan ruang subarachnoid
Kontraindikasi
Wanita hamil / menyusui
Prosedur Persiapan
Peralatan dan Energy Window :
o    Gamma Camera : LEHR
o    Collimator : Low Energy,
o    Window  width: 20% dipusatkan pada 140 kev
o    Siapkan Radiofarmaka Tc-99m  DTPA  spuit dengan aktivitas 20 mCi

Prosedur Tindakan
·         Suntikan Radiofarmaka Tc-99m  DTPA intra techal melalui pungsi lumbal
·         Lakukan static scan 1, 2, 3, 6 dan 24 jam, SPECT-CT bila di perlukan, static scan dilakukan selama 500 Kcount, SPECT-CT bila diperlukan.

Penilaian
Melihat anatomi dan distribusi cairan cerebro spinalis
Lama Tindakan
6 jam
Komplikasi
Hampir tidak ada
Wewenang
Spesialis radiologi konsultan kedokteran nuklir
Unit Yang Mengerjakan
Departemen Radiologi divisi Kedokteran nuklir
Dokumen Terkait
·         Surat pengantar dari dokter / klinisi
·         Surat persetujuan tindakan
Referensi
·  SPO Sub Bagian Kedokteran Nuklir  RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
·         SPO Kedokteran Nuklir Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·         Standard Normal Procedure of Nuclear Medicine, Nuclear Medicine Department, St. Vincent Hospital, New York, 2000.
·         Early PJ. Sodee DB. Principle and Practice of   Nuclear Medicine. 2nd ed. St. Louis : Mosby; 1995.

No comments:

Post a Comment