BUKU PEGANGAN PELATIHAN
JAMINAN
MUTU/KENDALI MUTU
X-RAY IMEJING
DIANGOSTIK
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK
KESEHATAN SEMARANG - PUSDIKNAKES DEPKES
RI
2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan Buku Pengangan Pelatihan
Jaminan Mutu/Kendali Mutu X-ray Imejing Diagnostik (QA/QC X-ray Diagnostic
Imaging Handbook) ini dapat terselesaikan dengan baik.
Buku ini disusun oleh Team
Pengembang yang sengaja dibentuk sebagai bagian dari rangkaian Skema Jaminan
Mutu/Kendali Mutu Imejing Diagnostik dan System Informasi (Scheme for Quality
Assurance/Quality Control Diagnostic Imaging and Information System SQUAD~i) Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Semarang untuk
keperluan bahan ajar pada Pelatihan Petugas Penjaminan Mutu Pelayanan dan
Peralatan Radiologi (P4R) bagi Instruktur Klinik dan Dosen di lingkungan
Pendidikan Tenaga Kesehatan Radiografer.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terkait yang telah
meluangkan waktu tenaga dan pikirannya demi tersusunnya buku pengangan ini. Adapun
ucapan terima kasih ini terutama kami sampaikan keda:
1. Bapak Ka. Pusdiknakes – Badan PPSDM Departemen
Kesehatan RI Jakarta
2. Bapak Ka. Bidang I Pusdiknakes – Badan
PPSDM Departemen Kesehatan RI Jakarta
3. Bapak Direktur Politeknik Kesehatan Semarang
4. Bapak Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Poltekkes Semarang
5. Dosen dan Karyawan Poltekkes Semarang
khususnya di lingkungan Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang
dan
6. Semua pihak yang turut mendukung dan
berkontribusi dalam proses penyusunan buku yang tidak dapat kami sebutkan satu
per-satu.
Kami berharap semoga buku pengangan pelatihan ini
dapat bermanfaat dan membantu partisipan pelatihan untuk lebih memahami dan
menghayati arti pentingnya menyusun suatu program jaminan mutu/kendali mutu
peralatan dan pelayan radiodiagnostik guna mewujudkan misi pelayanan prima
termasuk didalamnya pelayanan kepada peserta didik yang praktek klinik bagian
Radiologi Rumah Sakit maupun praktek di lingkungan laboratorium radiografi
institusi pendidikan.
Dalam penyusunan buku
pengangan ini kami menyadari bahwa masih banyak kekerangan-kekurangan, semua
ini semata karena keterbatasan yang ada. Evaluasi terhadap buku ini dengan
memperhatikan kritik atau saran pengguna buku akan terus kami budayakan demi
penyempurnaan pada edisi-edisi yang akan datang.
Semarng, Juli 2006
Team Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................. 1
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
DAFTAR NAMA PELATIH................................................................................... 3
BAGIAN I PENDAHULUAN.......................................................................... 3
BAGIAN II Regulasi Pemerintah
tentang Jaminan Mutu
Radiologi DAN
MENEJEMEN MUTU DALAM
KONTEKS PELAYANAN
RADIOLOGI
A.
Arah kebijakan Departemen Kesehatan RI................................ 1
B.
Arah kebijakan BAPETEN....................................................... 1
C. Konsep mutu dan jaminan mutu pelayanan
radiologi................... 1
BAGIAN III PENGENALAN PROGRAM Jaminan
Mutu
X-RAY IMEJING
DIAGNOSTIK
A. Pengantar program jaminan mutu x-ray
imejing diagnostik.......... 1
B. Komite jaminan mutu x-ray imejing
diagnostik........................... 1
C.
Program pengujian kinerja peralatan
x-ray imejing
diagnostik............................................................ 1
D. Program analisa pengulangan-penolakan film............................. 1
BAGIAN IV WORKSHOP
A. Penysunan Program Jaminan Mutu/Kendali
Mutu pealayanan
pealatan x-ray imejing diagnostic untuk Runah Sakit Klas B.... ... 1
B.
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) hasil pelatihan
P4R lingkungan Rumah Sakit asal peserta ……….………………......................................................... 1
BAGIAN V
MODUL, WP DAN WI................................................................ 1
REFERENSI.......................................................................................................... 1
BIBLIOGRAFI...................................................................................................... 1
LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................... 1
DAFTAR NAMA
PELATIH/INSTRUKTUR
No.
|
NamaPelatih/Intruktur
|
Asal Institusi
|
TEORI
|
||
1
|
Dr. Tatan Syaefudin, SP.Rad, MKes.
|
Depkes RI, Dit.
Ketehnisan medik dan Rumah Sakit-Subdit Radiologi, Jakarta
|
2
|
Ir. Reno Alamsyah, M.S.
|
BAPETEN, Jakarta
|
3
|
Drs. J. Dahjono, DMHE, MM
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
4
|
Gatot M. Wibowo, S.Pd, M.Sc.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
5
|
M. Irwan Katili, S.Pd, MKes.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
6
|
Sugiyanto, S.Pd, M.App.Sc.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
7
|
Bagus Abimanyu, S.Si, M.Pd.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
PRAKTEK
|
||
1
|
Sjafroni, B.Sc.
|
RSSA Malang
|
2
|
Rasyid, S.Si. MT.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
3
|
Luthfi Rusyadi, SKM.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
5
|
Sri Mulyati,
S.Si.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
6
|
Siti Daryati,
AMd.
|
JTRR-Poltekkes
Semarang
|
BAGIAN I
PENDAHULUAN
Bahan-bahan Pelatihan P4R yang ada dalam buku
pegangan ini mendiskripsikan Program Jaminan Mutu (Quality Assurance) khususnya
dalam penerapannya dibidang radiology diagnostic. Program Jaminan Mutu
Radiologi (Quality Asurance Radiology Programme) adalah didefisinikan sebagai
suatu upaya terorganisasi yang dilakukan untuk mnjamin baha apa yang diproduksi
oleh suatu fasilitas dan pelayanan radiologi (radiograf/image) memenuhi tujujuan-tujuan yang dikehendaki bagi
kualitas gambar (image quality) pada konsekwensi biaya seendah mungkin dengan
dosis radiasi terhadap pasien sekecil mungkin. Selanjutnya, suatu Program
Kendali Mutu Radiologi (Quality Control Radiology Programe) adalah merupakan
bagian dari Program Jaminan Mutu radiology, yang langsung kerkaitan dengan
pengukuran-pengukuran secara fisika dari
kinerja fasilitas, dan tidak secara langsung berhubungan dengan kualitas gambar
yang diharapkan (expected image quality).
Kebutuhan akan standar-standar untuk kualitas gambar
yang dapat diterima secara klinik oleh
fasilitas radiology juga di gambarkan dalam bahan pelatihan ini, dengan
demikian dapat dipergunakan sebagai referensi kriteria kualitas guna mendukung
implementasi dari suatu Program Jamina Kualitas di Radiologi. Sehubungan dengan
ini, adalah beralasan bila kita melihat pengalaman masa lalu, menilai
ketersediaan sumber daya, dan mendefeiniskan manfaat serta prioritas, sebelum
merencanakan suatu Program Jaminan Mutu Radiologi. Lebih penting lagi, program dimaksud
seharusnya mengikutsertakan aksi yang
mendasar dari Kendali Mutu (QC) yang
mana diharpkan dapat mengedalikan persoalan sekaitan dengan kualitas gambar dan
eksposi yang diterima pasien. Jika telah ada suatu standard untuk criteria
kualitas yang dapat diterapkan dalam suatu fasilitas pelayanan, maka kual;itas
gambar ataupun dosis pasien memungkinkan untuk di ukur atau dibandingkan dengan
ukuran-ukuran panduan (guidance levels). Pada gilirannya, kebutuhan untuk
melaksanakan aksi-aksi yang bersifat perbaikan (corrective actions) akan
menajadi satu bentuk pendekatan dengan dasar yang kuat dalam rangka menjaga
kinerja fasilitas melalui suatu Program
Jaminan Mutu.
Setiap aksi (termasuk aksi pengendalian atau aksi
perbaikan) sebaiknya dilakukan tepat waktu sesuai jadual dan terdokumentasi
dengan baik, sehingga mempermudah perolehan balikan .
Pelatihan ini juga mengingatkan kita bahwa tujuan
kualitas dari suatu gambar dapat dievaluasi dengan bantuan pengujian mengunakan standard-test phantoms. Namun demikian, untuk kualitas gambar
secara klinik sebaiknya dibuat
berdasarkan penilaian struktur anatomi yang terlihat dalam suatu radiograf.
Sekaitan dengan penilaian kuantitas dosis yang
diterima pasien dapat di ekspresikan dalam bentuk entrance dose, DAP (dose-area product), dosis secara
periodic berdasarkan waktu dan juga yang berkaiatan dengan laju dosis (dose
rate) untuk fluoroskopi, serta indeks dosis untuk CT-Scan.
Keperluan diadakan nya suatu Program Jaminan
Mutu/Kendali Mutu biasanya selalu dihubungkan dengan kesalahan-kesalahan yang
terjadi pada pengoperasian dari instalasi Radiologi. Disamping itu, hampir
semua program selalu di terapkan dengan dukungan/bantuan para professional dari
luar unit fasilitas pelayanan. Satu indicator tingkat keberhasilan mencapai
kualitas dari fasilitas pelayanan/peralatan radiology dapat di ketahui
berdasarkan data hasil analisa
penolakan-penerimaan (analysis of
rejected films (or retakes).
Uji penerimaan (acceptance test) adalah merupakan
langkah penting yang pertama-tama dilakukan dalam Jaminan Kualitas/Kendali Mutu
Radiologi, khususnya dilakukan terhadap fasilitas radiology yang masih baru. Hasil-hasil
test ini akan sangat berguna sebagai referensi (rujukan) dasar bagi hasil-hasil pengujian kinerja fasilitas
terkini.
Informasi tentang regulasi serta arah kebijakan
tentang penyelenggaraan Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu Radiologi secara
keseluruhan kan menjadi bagian pengantar utama dalam pelatihan ini dengan menitikberatkan
pada 3 aspek yang berhubungan yakni
keselamatan radiasi (dose), ketepatan pembacaan diagnosis sebagai refleksi dari
kinerja fasilitas (diagnose) dan pemanfaatan biaya secara efektik (dollar).
Anggota Komite Penjamin Mutu/Kendali
Mutu yang berkualifikasi serta perlu terlibat aktip dalam Program juga akan di
didskusikan. Prosedur-prosedur dan ketetapan pengujian kinerja (Quality ontrol
procedures) serta beberapa topik penting terkait dengan implementasinya akan
dibicarakan secara lebih detail dalam booklet pelatihan ini. Bagian akhir dari
booklet akan menjelaskan aktivitas
workshop menyusun Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu pelayanan dan peralatan
x-ray imejing diagnostic untuk Rumah Sakit Kelas B berikut Rencana Tindak
Lanjut (RTL) hasil pelatihan, dengan maksud agar tergambar harapan outcome pelatihan
dan dapat dibangun skema jaringan penjaminan mutu/kendali mutu fasilitas antara
Institusi pendidikan Radiografer dan Lahan Praktek.
BAGIAN II
Regulasi
Pemerintah tentang
Jaminan
Mutu Radiologi
DAN
MENEJEMEN
MUTU DALAM KONTEKS
PELAYANAN
RADIOLOGI
A.
Arah kebijakan dan Regulasi pemerintah
a. Kebijakan Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan yang telah
dilaksanakan sampai saat ini telah berkembang dengan pesat, namun hal ini belum
membuahkan hasil yang memuaskan dan belum dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat
karena berbagai hambatan dan kendala, terutama dalam menghadapi desentralisasi
dan globalisasi saat ini.
Mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh berbagai sarana kesehatan pada berbagai tingkat pelayanan
baik pemerintah maupun swasta juga belum merata dan belum sepenuhnya dapat
memenuhi tuntutan kebutuhan pengguna jasa dan masyarakat.
Untuk mengatasi berbagai hal tersebut di
atas maka mutu pelayanan kesehatan harus ditingkatkan, karena dengan
dilakukannya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berkesinambungan akan
meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan, yang pada akhirnya akan berdampak
pada peningkatan kualitas hidup individu dan derajat kesehatan masyarakat,
Kebijakan jaminan mutu pelayanan kesehatan
akan menjadi pedoman bagi semua pihak dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang dimaksudkan adalah pelayanan
kesehatan pada umumnya dan pelayanan penunjang kesehatan,
a.
Pelayanan kesehatan dan Mutu Pelayanan
Mengacu pada ISO 2000, mutu diartikan sebagai “degree to which a set of inherent characteristics fulfills
requirements.” Mutu adalah sesuatu
untuk menjamin pencapaian tujuan atau luaran yang diharapkan, dan harus selalu
mengikuti perkembangan pengetahuan professional
terkini ( consist with current
professional knowledge ). Untuk itu mutu harus diukur dengan
derajat pencapaian tujuan. Berpikir tentang mutu berarti berpikir
mengenai tujuan. Mutu harus memenuhi berbagai standar / spesifikasi.
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh berbagai sarana/unit
pelayanan kesehatan haruslah dipandang sebagai suatu kegiatan yang menghasilkan
produk dalam bentuk “pelayanan/service”’.
Pelayanan yang berorientasi pada pasar ( market
driven ) harus dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan/client satisfaction yang dapat terdiri
dari pasien/keluarga/masyarakat, pemberi pelayanan/provider, pemasok atau pihak
berkepentingan lainnya.
Untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan maka berbagai komponen input, process dan output harus
ditetapkan standar/spesifikasinya secara jelas dan rinci, mencakup aspek
manajemen dan teknis dengan berpedoman pada pencapaian visi dan pewujudan misi
yang telah ditetapkan bersama. Merumuskan visi dan misi harus dilakukan secara bottom – up dan disosialisasikan
kepada seluruh karyawan.
Kebijakan dalam menjamin mutu
pelayanan kesehatan, mencakup :
§ Peningkatan
kemampuan dan mutu pelayanan kesehatan melalui pengembangan dan pemantapan
jejaring pelayanan kesehatan dan rujukannya serta penetapan pusat-pusat
unggulan sebagai pusat rujukan (top
referral).
§ Penetapan
dan penerapan berbagai standar dan pedoman dengan memperhatikan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan standar internasional .
§ Peningkatan
mutu sumber daya manusia diarahkan pada peningkatan profesionalisme mencakup kompetensi, moral dan etika.
§ Penyelenggaraan
Quality Assurance untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
disertai dengan Evidence-based
Parcipitatory Continuous Quality Improvement.
§ Percepatan
pelaksanaan aktreditasi yang diarahkan pada pencapaian akreditasi untuk
berbagai aspek pelayanan kesehatan.
§ Peningkatan
public – private mix dalam mengatasi
berbagai problem pelayanan kesehatan
§ Peningkatan
kerjasama dan koordinasi antar berbagai pihak yang berkepentingan dalam
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
§ Peningkatan
peran serta masyarakat termasuk swasta
dan organisasi profesi dalam penyelenggaraan dan pengawasan pelayanan
kesehatan.
Untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan agar lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat, maka perlu
dilaksanakan berbagai upaya. Upaya ini harus dilakukan secara sistematik,
konsisten dan terus menerus.
Upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan mencakup :
1) Penataan organisasi
Penataan organisasi menjadi organisasi yang
efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan
kerja yang jelas dengan berpegang pada prinsip organization through the function.
2) Regulasi peraturan perundangan.
Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai
peraturan perundangan yang telah ada dan diikuti dengan regulasi yang mendukung
pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.
3) Pemantapan jejaring.
Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat
unggulan pelayanan dan sistem rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan
mutu pelayanan.
4) Standarisasi
Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus
dilaksanakan, meliputi standar tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif,
sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan pelaporan dan
lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus distandarisasi.
5) Pengembangan sumber daya manusia.
Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan
secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang profesional, yang kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai
dedikasi yang tinggi, kreatif dan inovatif serta bersikap antisipatif terhadap
berbagai perubahan yang akan terjadi baik perubahan secara lokal maupun global.
6)
Quality Assurance
Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan diikuti oleh
perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk
mencapai peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh
dianalysis dengan cermat ( root cause
analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan
yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini
dilakukan dengan pendekatan “tailor’s model“ dan Plan-
Do- Control- Action (PDCA)
7) Pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dilakukan dengan membangun kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan
baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri maupun internasional. Penerapan
berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilakukan
dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan.
8) Peningkatan peran serta masyarakat dan
organisasi profesi.
Peningkatan peran organisasi profesi terutama
dalam pembinaan anggota sesuai dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.
9) Peningkatan kontrol sosial.
Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat
terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas,
transparansi dan mutu pelayanan.
1)
Kebijakan Jaminan Mutu Pelayanan Bidang
Radiologi
Seperti halnya dengan
pelayanan kesehatan pada umumnya, pelayanan bidang radiologi yang merupakan
pelayanan penunjang kesehatan juga perlu menjaga dan meningkatkan mutu
pelayanannya. Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang
menggunakan sinar peng-ion ataupun bahan radioaktif sehingga penggunaan bahan
tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna
bagi penegakan diagnosa dan terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat
berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol. Untuk itu setiap
pengguna ataupun pelaksana pelayanan radiologi harus senantiasa merjamin mutu
pelayanannya yaitu harus tepat dan aman baik bagi pasien, pekerja maupun
lingkungan atau masyarakat sekitarnya.
Kebijakan dan upaya peningkatan mutu pelayanan
radiologi pada dasarnya juga sama seperti kebijakan pelayanan kesehatan
umumnya.
Berbagai upaya yang menjadi
prioritas utama saat ini yang perlu segera dilaksanakan antara lain :
-
Regulasi
perizinan penyelenggaraan radiologi
-
Pemantapan
jejaring pelayanan radiologi
-
Penyelenggaraan
quality assurance
-
Penetapan
dan penerapan berbagai stándar pelayanan radiologi
-
Pemenuhan persyaratan dalam standar
-
Pelaksanaan
akreditasi pelayanan radiologi (radiodiagnostik dan radioterapi)
-
Peningkatan
pengawasan pelaksanaan pelayanan radiologi baik oleh pusat yang dilakukan oleh
Depkes dan Bapeten maupun oleh daerah
-
Pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi
Upaya peningkatan mutu di
bidang pelayanan radiologi harus dilakukan baik untuk kepentingan diagnostik
maupun untuk pengobatan, agar dengan demikian selain dapat memberikan mutu
pelayanan yang tepat dan teliti, sekaligus dapat meminimalkan “interpersonal discrapancies” dan “intrapersonal disagreement” serta dapat
memberikan perlindungan maksimal terhadap keselamatan pasien, petugas dan
lingkungan.
2)
Penutup
Uraian di atas memberi
gambaran tentang pentingnya pelayanan kesehatan yang bermutu, termasuk di
dalamnya pelayanan penunjang kesehatan yang mencakup antara lain pelayanan
radiologi dalam rangka upaya memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat serta era
persaingan dan keterbukaan.
Kebijakan jaminan mutu
pelayanan kesehatan akan menjadi pedoman bagi semua pihak yang berkepentingan
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu.
Berbagai upaya dapat
dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang
peran serta aktif masyarakat dan organisasi profesi.
3)
Peraturan Ketua BAPETEN tentang keselamatan/perlindungan
radiasi terhadap eksposi radiasi dalam
lingkup pelayanan kesehatan radiologi diagnostik.
4)
Arah kebijakan BAPETEN tentang legislasi
penjaminan mutu/uji kepatuhan bagi peralatan radiologi diagnostik medik
B.
Konsep Mutu dan menejemen
mutu dalam konteks pelayanan Radiologi
1. Konsep Mutu dan penjaminan mutu dalam pelayanan
radiologi
Menurut
pandangan tradisional oleh para pembuat produk (manufacturer) konsep mutu
(kualitas) difokuskan kepada aktivitas inspeksi untuk mencegah lolosnya
produk-produk cacat ketangan pelanggan. Aktivitas inspeksi terhadap produk setelah produk itu selesai
dibuat dengan jalan menyortir produk yang baik dari yang jelek, kemudian mengerjakan ulang bagian-bagian produk yang cacat. Kegiatan inspeksi ini dipandang
dari perspektif sistem kualitas modern adalah sia-sia, karena tidak memberikan
kontribusi kepada peningkatan kualitas (quality improvement).
Pada masa
sekarang pengertian dari konsep kualitas adalah lebih luas daripada sekedar
aktivitas inspeksi. Pengertian modern dari konsep kualitas adalah membangun
sistem kualitas modern yang pada dasarnya dapat dicirikan oleh 5 (lima)
karakteristik berikut ini :
1.
Berorientasi kepada pelanggan. Produk (barang dan/atau jasa)
didesain sesuai keinginan pelanggan
melalalui riset pasar, kemudian dproduksi (diproses dengan cara-cara yang baik
dan benar, sehingga produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi desain (memiliki derajat konformans yang
tinggi), serta pada akhirnya memberikan pelayanan purna jual kepada pelanggan ,
Sistem kualitas modern menganut prinsip hubungan pemasok-pelanggan. Sebagai
contoh, para manajer merupakan pelanggan dari sekretaris mereka, tetapi pada
saat yang sama papara manajer juga merupakan pemasok bagi skretaris mereka.
2.
Partisipasi aktif yang dipimpin oleh
manajemen puncak (top management).Jika tanggung jawab untuk kualitas didelegasikan kepada Bagian jaminan
kualitas saja setiap orang dalam organisasi akan memiliki persepsi bahwa
kualitas bukan merupakan perhatian kunci. Hal ini berdampak negatif secara
psikologis, dimana keterlibatan secara totaldan aktif orang-orang dalam
organisasimenjadi kurang.
3.
Pemahaman dari setiap orang terhadap
tanggung jawab spesifik untuk kualitas. Meskipun kualitas mestinya merupakan tanggung
jawab setiap orang, namun patut diketahui pula diketahui bahwa setiap orang
memiliki tanggung jawab yang berbeda dalam organisasi tergantung posisi dimana
yang bersangkutan berada . Manajemen puncak harus menunjukkan komitmenn bahwa
kualitas adalah teramat penting untuk memperhatikan kelangsungan hidup
organisasi.
4.
Berorientasi kepada tindakan pencegahan kerusakan.
Hal ini bahwa aktivitas
kualitas tidak hanya berfokus untuk mendeteksi kerusakan saja. Kalau hal ini
terjadi maka akan berarti terlalu mahal. Meskipun tetap menjadi persyaratan
untuk melalkukan beberapa inspeksi singkat atau audit terhadap produk akhir,
tetapi upaya aktivitas kualitas seharusnya lebih difokuskan pada tindakan
pencegahan sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan aktivitas
secara baik dan benar pada waktu pertama kali mulai melaksanakan sesuatu
aktivitas.
5.
Filosofi yang menganggap bahwa kualitas
merupakan ”jalan hidup” (way of life). Isu-isu tentang kualitas selalu didiskusikan dalam
pertemuan manajemen. Semua karyawan diberikan pelatihan tentang konsep-konsep kualitas beserta
metodanya. Setiap orang dalam organisasi secara sularela berpartisipasi dalam
usaha-usaha peningkatan kualitas.
Dari uraian
diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pengendalian kualitas secara terpadu
memerlukan beberapa hal yang berkaitan dengan pengoperasian struktur kerja,
pendokumentasian yang efektif, prosedur teknik dan manajerial yang
terintegrasi, dimana semuanya akan dijadikan sebagai petunjuk dalam
melaksanakan koordinasi terhadap tenaga kerja, alat-alat, informasi dan lainnya
untuk memenuhi kepuasan pelanggan serta mampu menekan ongkos produksi sampai
pada tingkat minimum.
Dalam tatanan
organisasi pelayanan radiologi penjaminan mutu diterapkan melalui program yang diorganisasikan untuk meningkatkan
pelayanan pasien melalui penilaian obyektif pelayanan pasien dan koreksi
terhadap masalah-masalah yang dapat diidentifikasi. Hal tersebut merupakan
sistem menyeluruh yang memantau permintaan pemeriksaan radiologi oleh dokter
pengirim, pengelolaan terhadap permintaan pemeriksaan dan hasil akhir
interpretasi radiologik dari pemeriksaan.
Terdapat dua
aspek dalam sistem kualitas dalam pelayanan radiologi yaitu : pengendalian
kualitas ( quality control) dan penjaminan kualitas (quality
assurance).Pengendalian kualitas menyangkut pengujian dan pengukuran yang memantau parameter-parameter
teknis dari pelayanan radiologi, sementara penjaminan kualitas adalah
usaha-usaha terkoordinasi menggunakan data untuk memberikan gambaran kualitas
pelayanan di bagian radiologi.
Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization) memberikan batasan penjaminan
kulaitas dalam bidang radiologi diagnostik sebagai berikut :
”Usaha terorganisasi yang dilakukan oleh staf yang
mengoperasikan untuk menjamin bahwa gambar diagnostik yang dihasilkan oleh
fasilitas tersebut memiliki kualitas cukup tinggi sehingga dapat memberikan
informasi diagnostik secara konsisten dengan biaya yang minimum dan dengan
paparan radiasi sekecil mungkin yang diterima pasien”
Jadi
esensinya, sasaran program penjaminan mutu dalam pelayanan radiologi diagnostik
adalah memantau performa dari seluruh komponen atau faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas gambar dan usha memperkecil adanya pemborosan film dalam
bagian radiologi. Justifikasi riil dari upaya penjaminan kualitas dan
pengendalian kualitas adalah tertuju
pada hasil yang diharapkan dapat dicapat yaitu yang dalam ungkapan
internasional dikenal dengan 3 D ( Dose, Diagnosis, Dollars), yangf maknanya
dapat diuraikan sebagai berikut :
·
Dose
(dosis), meminimalkan dosis radiasi terhadap pasien sehingga manfaat
pemeriksaan dapat melebihi resiko. Sementara mengurangi dosis pasien berarti
juga mengurangi dosis terhadap personel
·
Diagnosis,
mengurangi dosis radiasi sembari menjaga dan meningkatkan kualitas gambar atau
informasi diagnostik berarti telah mengoptimasi diagnosis atau dengan kata lain
diagnosis dapat ditegakkan.
·
Dollars,
dengan mengurangi jumlah pengulangan dalam pemotretan, utilisasi dari sumber
daya dapat ditingkatkan dan pengurangan jumlah film dan bahan lainnya pada
akhirnya mengurangi biaya pemeriksaan dan penghematan biaya.
2. Menyusun Visi dan Misi Program Penjaminan Mutu Radiologi
Visi
memberi kerangka kerja yang menuntun suatu nilai dan kepercayaan
organisasi. Pernyataan visi dan
misi dari suatu organisasi memainkan peranan penting dalam strategi pengembangan kualitas. Visi dan Misi
memberikan identitas organisasi dan
pemahaman terhadap arah yang ingin dicapai.
a. Visi
Visi merupakan gambaran ideal yang ingin
dicapai oleh organisasi dimasa yang akan datang dan tidak sama dengan
perkiraan. Suatu pernyataan visi merupakan pernyataan yang mendefinisikan apa yang diinginkan
organisasi di masa yang akan datang. Suatu pernyataan visi yang
didefinisikan secara baik dan
didokumentasikan akan memberikan
pemahaman yang stabil tentang arah
petunjuk bagi organisasi untuk berjalan dari waktu ke waktu melalui sejumlah
perubahan yang dilakukan agar membuat visi organisasi itu menjadi suatu kenyataan. Visi organisasi
adalah suatu keadaan sempurna atau ideal
yang diinginkan dimasa yang akan datang, meskipun tidak akan pernah
tercapai, tetapi orang-orang dalam organisasi tersebut tidak akan pernah berhenti untuk mencapainya.
Berdasarkan uraian diatas, perenyataan
visi organisasi harus memperhatikan hal-hal berikut :
§
Singkat,
sederhana dan jelas
§
Menarik,
mudah diingat
§
Sesuai
dengan nilai-nilai organisasi
§
Terkait
dengan kebutuhan pelanggan
§
Bersifat
mendorong (melibatkan ) orang-orang untuk melaksanakannya
§
Inspirasional
dan menantang
§
Memberikan
arah dimasa yang akan datang
§
Tidak
memiliki batas waktu
Contoh pernyataan visi organisasi yang secara eksplisit memfokuskan
pada kualitas produk : Ray Kroc, pendidri Mc Donald, yaitu : ” Kualitas,
Pelayanan, Bersih , Nilai ” , contoh lain : ” Pelayanan prima denganbiaya
terjangkau”. Perumusan visi kualitas dalam pelayanan radiologi sebaiknya selalui mencakup aspek 3 D
sebagaimana telah diuraikan diatas.
b. Misi
Misi adalah pernyataan tentang tujuan
organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang dapat ditawarkan,
kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani,
nilai-nilai yang dapat diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita di masa depan
(Kotler et al., 1987). Dari pengertian tersebut terdapat lima unsur penting
yang harus diingat dalam merumuskan misi, yaitu :
§
Produk
apa atau pelayanan apa yang akan ditawarkan, misalnya pelayanan radiologi
§
Apakah
produk atau pelayanan yang ditawarkan mampu memenuhi kebutuhan atau bahkan
dicari karena selama ini belum tersedia, misalnya pelayanan CT Scan Multi
Slice, dan sebagainya
§
Harus
secara tegas menyatakan kelompok masyarakat tertentu. Misalnya : melayani
pemeriksaan Angiocardiografi dan Kateterisasi jantung masyarakat Semarang, dan
sebagainya.
§
Bagaimana
kualitas barang atau pelayanan yang hendak ditawarkan. Misalnya Pelayanan
pemeriksaan CT Scan dengan peralatan generasi mutakhir.
§
Aspirasi
apa yang diinginkan di masa yang akan datang. Keuntungan apa yang dapat
diperoleh masyarakat dengan produk atau pelayanan itu, akan lebih sehat, lebih
berbobot dan sebagainya.
Perumusan Visi dan Misi merupakan
pekerjaan yang tidak ringan. Visi dan Misi hendaknya dirumuskan oleh satu
kelompok dan bukan satu orang. Pertanyaan-pertanyan disiapkan dalam satu
formulir untuk dijawab, misalnya : Siapakah kita ? Kebutuhan-kebutuhan
pemerksaan radiologi bagi masyarakat? Apa yang dapat kita lakukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat tersebut? Apakah falsafah dan nilai-nilai hakiki kita ?
Apa yang membuat kita khas dan unik? dan sebagainya.
i.
Peran, fungsi dan kedudukan Program
Jaminan Mutu dalam Pelayanan Radiologi
Penjaminan kualitas dalam pelayanan
radiologi dilaksanakan dengan program yang diorganisasikan untuk meningkatkan
pelayanan pasien melalui penilaian obyektif
pelayanan pasien dan koreksi terhadap masalah-masalah yang dapat
teridentifikasi. Hal ini merupakan suatu sistem menyeluruh yang memantau
permintaan-permintaan pemeriksaan oleh dokter pengirim, menegelola pemeriksaan
yang diminta, dan interpretasi akhir dari hasil pemeriksaan.
Penjaminan mutu dalam radiologi adalah area dimana secara tradisional tanggung jawabnya ada pada
radiolog, mereka menetapkan untuk kesesuaian pemeriksaan radiologi dan
ketepatan interpretasi hasil pemeriksaan. Ketika peran radiolog menjadi
berkurang dalam bidang administrasi bagian radiologi, sebagai
kompensasinya diserahkan perannya kepada administrator radiologi,
radiolog cenderung menjadi konsultas bagi para staf medik. Administrator
radiologi bertanggung jawab untuk merancang
telaah kualitas dan menyusun program untuk memecahkan adanya inefisiensi
dan praktek-praktek yang tidak sesuai. Oleh karena itu Penjaminan Kualitas
dalam pelayanan radiologi harus mencakup :
1.
Penjaminan bahwa pemeriksaan radiologi yang diminta sesuai dengan manajemen
masalah klinik dari pasien.
2.
Penjaminan bahwa pemeriksaan radiologi
dilaksanakan secara efisien untuk memberikan informasi diagnostik yang maksimum dengan paparan radiasi yang minimum
3.Penjaminan
bahwa konsultasi radiologik diinterpretasi secara tepat.
Tujuan program penjaminan kualitas adalah mendeteksi
perubahan-perubahan dalam setiap faktor yang memperngaruhi radiograf dan
pelayanan yang diberikan bagian radiologi
sebelum perubahan-perubahan diatas mengurangi mutu pelayanan pasien.
Program penjaminan kualitas menjamin kualitas
radiograf dan pelayanan radiologi, dengan paparan radiasi yang minimum.
Biaya pelaksanaan program penjaminan
kulaitas harus minimum dibandingkan dengan manfaat bagi pasien dan utilisasi waktu personel.
Dapat disimpulkan bahwa peran, fungsi ataupun kedudukan Program
penjaminan kualitas dalam pelayanan
radiologi adalah :
a)Mendefinisikan lebih jauh komitmen
pelayanan radiologi terhadap program penjaminan kulitas secara komprehensif
b) Mendorong dan menjaga peningkatan dalam
kualitas pelayanan radiologi dan
performa personel agar selalu bersikap
dan bertidak biaya efektif
c)Menjamin bahwa persyaratan yang
berhubungan dengan penjaminan kualitas rumah sakit dapat dilaksanakan oleh
pelayanan radiologi
d) Menjamin komunikasi dan pelaporan
diantara personel-personel radiologi
e)Mendefinisikan tujuan dan sasaran
manajemen
BAGIAN III
pENGENALAN
pROGRAM JAMINAN MUTU/KENDAI MUTU
X-RAY
IMEJING DIAGNOSTIK
A. Pengantar Program Jaminan Mutu/Kendali
Mutu X-ray imejing diagnostik
Istilah Jaminan
Mutu (QA) dan Kendali Mutu (QC) sudah dan sedang berkembang dengan pesat sejak
tahun 1980. Kedua terminology ini makin banyak di pakai dan menjadi tidak asing lagi khususnya bagi unsur-unsur
terkait yang menenerapkan program penjaminan mutu di bidang imejing diagnostik.
Di Amerika
Serikat, misalnya, Pemerintah Federal telah mempublikasikan sejuumlah
rekomendasi untuk Program-program Jaminan Mutu (QAP) bagi fasilitas-fasilitas
imejing diagnostik (Beureu of radiological Health, 1980). Selain itu, dalam
rangka mengawal atau membina mutu pelayanan imejing diagnostik bagi publik,
salah suatu agen regulator independen non-pemerintah terpercaya seperti The Joint Commision on the Acreditation of
Hospitals (JCAH) juga mempunyai reputasi yang handal dalam memberikan
rekomendasi-rekomendasi demi perbaikan mutu dan pelayanan prima bagi
masyarakat. Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapore, dan
Thailand, belakangan ini juga telah mengikuti trend perkembangan ini dengan merujuk
system akreditasi Rumah Sakit mereka kepada JCHA demi perbaikan mutu untuk
menjamin kepercayaan pelanggan yang pada
gilirannya akan meningkatkan pemasukan (income) mereka. Meskipun, kebutuhan
penjaminan mutu bagi pelayanan kesehatan radiologi baru mulai populer bagi
kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya, publikasi akan upaya perbaikan mutu
untuk pelayanan kesehatan radiologi sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah
dalam hal ini (BAPETEN dan Depkes RI).
Semua ini dilakukan tidak semata hanya untuk menghadapi era pasar global
pelayanan kesehatan radiologi tetapi lebih penting lagi adalah untuk telah
mempersiapan
Imejing
(pencitraan) diagnostik adalah merupakan suatu proses multi langkah yang mana
melibatkan penggunaan teknologi modern untuk memperoleh dan menampilkan
sejumlah informasi tentang keadaan anatomi maupun kondisi fisiologi dari organ
tubuh pasien. Dalam upaya menyumbangkan citra diagnostik yang terbaik khususnya
bila proses multi langkah ini memanfaatkan sumber sinar pengion dari pesawat
sinar-x dan media screen/film sebagai perekam gambar, telah di pahami bahwa
ada 2 faktor utama (faktor manusia dan peralatan) yang
turut berpengaruh terhadap variasi mutu dari suatu citra diagnostic (Papp,
1998). Kedua factor ini perlu di kendalikan dengan baik, dan apabila tidak
dapat dikendalikan dengan sempurna maka akan berakibat meningkatkan
pengulangan-pengulangan ekposi radiasi yang juga dapat dipastikan akan meningkatkan dosis pasien
termasuk diadalamnya terjadi pemborosan biaya yang dikeluarkan oleh unit
pelaksana fungsional radiologi. Selain
itu, hal yang lebih penting sebagai akibat dari semua ini juga akan
menurunkan tingkat akurasi dalam hal
intepretasi terhadap gambar (citra) yang dihasilkan. Dengan demikian,
kualitas/mutu diagnosa penyakit pasien semakin kurang terukur tingkat akuntabilitasnya
bagi tindak lanjut pengobatan.
Sebagaimana
telah di diskusikan pada Bagian II, bahwa dengan melalui program menejemen
mutu diharapkan pengendalian dan
minimalisasi dampak negatip dari pengaruh kedua factor diatas dapat dilakukan.
Dewasa ini,
untuk setiap departemen atau bagian yang ada di Rumah Sakit disyaratkan untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan
program-program yang ditujukan agar dapat menjamin mutu pelayanan pasien
dan dapat menjamin mutu menejemen
pasien.
Terdapat dua area
aktivitas utama dari menejemen mutu yang
di disain sedemikian rupa untuk meyakinkan bahwa pasien akan menerima suatu
manfaat dari diagnosa terbaik yang paling memungkinkan dengan dosis radiasi
yang masih dibenarkan dan konsekwensi pembiayaan yang minimum. Kedua area
aktivitas dimaksud dasarnya adalah diwujudkan dalam bentuk Program Jaminan Mutu
(QAP) dan Program Kendali Mutu (QCP) untuk x-ray imejing diagnostik.
Untuk mengenali secara lebih operasional tentang kedua program ini,
pemahaman tentang defenisi dan ruang
lingkup dari aktifitas kedua program ini adalah sangat diperlukan bagi
praktisi di lapangan.
B.
Defenisi
Jaminan Mutu (QA) adalah keseluruhan dari program menejemen
(pengelolaan) yang diselenggarakan guna menjamin pelayanan kesehatan radiologi
prima dengan cara pengumpulan data dan melakukan evaluasi secara sistematis
(Papp, 1998).
Program Jaminan Mutu (QAP) x-ray imejing
diagnostik lebih berkonsentrasi pada aspek layanan kepada pasien (patient care)
dan aspek yang berkaitan dengan interpretasi gambar (image interpretation).
Perhatian-perhatian pasien diantaranya, terhadap
penjadualan, penerimaan resepsionis, dan persiapan pemeriksaan (misal: adakah pemeriksaan
yang tepat terjadual bagi pasien, adakah pasein mendapatkan instruksi yang
benar sebelum pemeriksan berlangsung, adakah barang-barang berharga pasien
terjaga dengan baik dan aman, atau adakah hasil-hasil laporan pemeriksaan sudah
memadai atau tidak), semua ini menjadi pertimbangan
yang esensial dalam hubunganya dengan layanan pasien dan menejemennya (patient
care and management).
Selain itu, aspek yang berkaitan dengan
interpretasi gambar (image interpretation) juga menjadi pusat perhatian bagi
pengguna jasa pelayanan x-ray imejing diagnostik (kolega klinisi, pasien dan
atau masyarakat). Hal-hal seperti: adakah kondisi penyakit pasien sesuai dengan
pembacaan doagnosis dari seorang ahli radiologi, adakah laporan diagnosa
radiologi, pendistribusian dan penyimpanan untuk kebutuhan evaluasi selanjutnya
dapat dipersiapkan dengan segera, dan adakah para klinisi dan pasien
mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan yang mana keseluruhan nya adalah
berada dalam suatu model budaya kerja yang cepat dan terukur.
Suatu model formal berupa 10 langkah
Program Jaminan Mutu (QAP) yang sering dijadikan acuan oleh
organisasi-organisasi kesehatan dan
telah diadaptasikan untuk kebutuhan pengorganisasian dan menejemen di bidang x-ray
imejing diagnostik dalam buku pelatihan ini adalah (cit. from JCAHO in Bushong,
2001):
10-Steps QA Program
|
|
1
|
Pembagian tugas dan tanggungjawab
pelaksana program Jaminan Mutu (pembetukan QA Committe)
|
2
|
Menentukan lingkup dari layanan x-ray
imejing diagnostik yang dibutuhkan
|
3
|
Mengidentifikasi aspek-aspek dari
layanan x-ray imejing diagnostik yang perlu dipersiapkan
|
4
|
Mengidentifikasi dan menentukan outcomes yang ingin dicapai dan
dipertimbangkan turut berpengaruh terhadap
aspek-aspek dari layanan x-ray imejing diagnostik yang diberikan
|
5
|
Mengeluarkan batasan-batasan (standar)
untuk ruang lingkup pelinaian (assesment)
|
6
|
Mengumpulkan dan mengorganisasi
keseluruhan data (kualitatip maupun kuantitatip)
|
7
|
Mengevaluasi keberhasilan pelayanan yang
diberikan ketika outcomes tercapai
|
8
|
Mengambil langkah korektip untuk
memperbaiki mutu pelayanan
|
9
|
Mengevaluasi dan mendokumentasikan keseluruhan aksi/aktifitas yang telah
dilakukan
|
10
|
Mengkomunikasikan secara kontinyu
informasi yang ada kepada lingkup Organiasi QAP yang lebih luas
|
Menerapkan model 10-langkah QAP
sebagaimana didiskripsikan diatas akan membantu dalam menemukan masalah-masalah
pelayanan terhadap pasien dan sekaligus memecahkannya. Agar lebih meyakinkan bahwa organisasi dan
menejemen di bidang x-ray imejing diagnostik adalah berkomitment tinggi untuk
memberikan servis dan pelayanan prima kepada pasien dan masyarakat maka
lembaga-lembaga atau badan-badan akreditasi yang berwenang (akreditasi Rumah
Sakit – Depkes RI) perlu mendorong proses pengadaptasian dari model ini.
Kendali Mutu (QC) adalah didefenisikan sebagai bagian dari
program Jaminan Mutu (QA) yang mana menitik beratkan aktifitas program nya pada teknik-teknik yang diperlukan bagi pengawasan
(monitoring), perawatan dan menjaga (maintenance) elemen-lemen teknis dari
suatu sistem peralatan radiografi dan imejing yang mempengaruhi mutu gambar
(Papp, 1998). Selaras dengan defenisi yang di kemukakan oleh Bushong (2001), bahwa Kendali Mutu adalah sebagai suatu
program yang didisain untuk menyakinkan
bahwa seorang dokter spesialis radiologi (Radiologist) hanya akan dihadapkan pada pembacaan (interpretasi) gambar yang optimal.
Diperolehnya gambar optimal adalah tidak
dapat dipisahkan dari kondisi kinerja sistem
peralatan sinar-x yang yang digunakan dalam pemeriksaan-pemeriksaan radiologis.
Oleh karenanya kinerja dari sistem peralatan sinar-x
hendaknya memematuhi regulasi standar yang berlaku.
Agar kinerja dari sistem peralatan sinar-x
dapat di identifikasi, di evealuasi dan akhirnya di verifikasi maka perlu
dilaksanakan aktivitas Kendali Mutu (QC activities) secara terprogram dan berkesinambungan.
Pengukuran/pengujian, pencatatan, analisis, rekomendasi dan pendokumentasian
dari data kuantitatip tentang
parameter-parameter fisik dari sistem peralatan sinar-x adalah merupakan bentuk-bentuk
aktivitas pengendalian mutu yang harus dikerjakan dengan penuh dedikasi. Semua
ini menjadi penting artinya ketika informasi yang ada di perlukan untuk
pengambilan keputusan untuk perbaikan mutu secara komprehensip.
Program Kendali Mutu (QCP) x-ray imejing
diagnostik lebih berkonsentrasi pada aspek instrunentasi imejing dan peralatan.
Dengan demikian maka aktivitas QC dapat dimuai dari evaluasi secara rutin dari
fasilitas pemroses gambar kemudian
dilanjutkan pada pesawat sinar-x yang digunakan untuk memproduksi gambar
(Carrol, 1983; Papp, 1998 dan Bushong, 2001). Beberapa laporan dan hasil
penelitian terhadulu juga merekomendasikan bahwa untuk mengawali suatu Program
Kendali Mutu (QCP) pada fasilitas x-ray imejing diagnostik, kiranya perlu
dikerjakan terlebih dahulu dengan penuh dedikasi tentang analisa pengulangan-penolakan
film atau lebih dikenal dengan istilah Repeat-Reject
Film Analysis (RRAP) pada suatu fasilitas pelayanan radiodiagnostik. Dilaporkan
pula oleh Hardy et.al. (2001), bahwa RRAP adalah sebagai ”tool” untuk mengevaluasi kinerja dari implementasi QAP pada suatu
departemen radiologi dan informasi dari hasil analisa ini dapat dijadikan
indikator keberhasilan Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu dan peralatan x-ray
imejing diagnostik (AAPM Report: 74, 1990; NCRP Report No:99, 1995).
Ada 3 langkah yang diperlukan untuk suatu
Program Kendali Mutu (QCP), yakni:
Langkah I
UJI PENERIMAAN (Acceptance
Testing)
Langkah II PEMANTAUAN KINERJA RUTIN (Routine Performancemonitoring)
Langkah III PERBAIKAN (Maintenace)
Untuk setiap bagian dari peralatan yang
digunakan dalam radiografi, apakah pesawat sinar-x itu sendiri ataupun
peralatan pemroses gambar, seharusnya menjalani uji penerimaan (uji funsi awal)
terlebih dahulu sebelum semua elemen ini di pergunakan dalam aplikasi klinik.
Uji penerimaan ini harus dikerjakan oleh seseorang selain petugas representasi
dari produsen alat-lat tersebut, karena tujan utama dari uji fungsi awal ini
adalah untuk menunjukan bahwa apakah alat-alat yang telah dibeli tersebut
memiliki kinerja sesuai dengan spesifikasi pabrik yang telah mereka
rekomendasikan.
Setelah peralatan yang di beli atau
dimiliki beroperasi dalam kurun waktu tertentu, karakteristik-karakteristik
kinerja dari elemen-lemen alat sangat dimungkinkan mengalami perubahan atau
bahkan kerusakan bila dibandingkan dengan kondisi alat pada awalnya. Sehubungan
dengan keadaan ini maka adalah penting dilakukan pemantauan terhadap
karakteristik kinerja elemen peralatan atau fasilitas pendukungnya secara
periodik apakah pemantauan yang bersifat
harian (daily), mingguan (weekly), bulanan (monthly), setengah tahunan
(semi-annually) atau tahunan (annually). Usaha-usaha pemantauan yang terencana
akan membantu timbulnya kerusakan yang lebih parah dan sudah barang tentu
dimungkinkan perbaikan yang bersifat minor guna mempertahankan kinerja
elemen-elemen alat semaksimal mungkin.
Apabila kerusakan mayor terjadi atau
kinerja komponen peralatan dipertimbangkan sudah melampui referensi atau
rekomendasi standar yang dianjurkan (misal: Tabung sinat-x yang pecah atau
kecukupan HVL yang jauh dari satandar memadai) maka upaya penggantian komponen
peralatan harus segera dilakukan sebagai langkah koreksi demi menjaga
keselamatan/perlindungan dan menjamin mutu bagi pengguna jasa maupun petugas
pelaksana.
Sebagaimana pada Program Jaminan Mutu
(QAP), perlua adanya seorang petugas
yang bertanggungjawab pada akativitas QC yang dapat juga sebagai anggota
dari team kerja Jaminan Mutu x-ray imejing diagnostik. Dalam suatu fasilitas
pelayanan radiologi yang tergolong besar (Rumah-Sakit Kelas A), diperlukan
penganan QC secara khusus oleh seorang tenaga profesional Bidang Fisika Medik.
Tetapi untuk fasilitas pelayanan radiologi yang tergolong sedang (Rumah-Sakit
Kelas B), seorang Radiografer terlatih dan bersertifikat bidang QC (QC
Technologist) dapat menangani aktivitas QC secara terbatas dibawah supervisi
seorang Ahli Fisika Medik.
C.
Konsep Mutu Gambar dan 3D dalam Program Jaminan Mutu/Kendali
Mutu x-ray imejing diagnostik
a.
Mutu gambar secara radiografi
(Radiographic quality)
Mutu gambar secara
radiografi (radiographic quality) biasa
diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan suatu gambar radiografi
memperlihatkan struktur anatomi dari
organ tubuh yang diperiksa.
Suatu Radiograf
yang benar-benar dapat mereproduksi kembali gambaran struktur anatomi dan
jaringan-jaringan adalah dikatakan sebagai radiograf berkualitas tinggi atau
”high-quality radiograph” demikian pula sebaliknya atau biasa disebut dengan ”
poor-quality radiograph”.
Seorang ahli
radiologi (radiologist) memerlukan radiograf-radiograf yang berkualitas tinggi untuk membuat
diagnosa yang akurat. Kualitas radiograf yang rendah mengandung citra informasi
klinik yang minim dan sulit untuk di intepretasi. Hal ini juga akan menununtut
untuk dilakukan pemeriksaan ulang terhadap organ tubuh dari pasien yang sama
atau bila tidak diulang dengan baik justru kadang kala menjadi faktor penyebab
utama terjadinya kesalahan diagnosa (missed diagnoses).
Mendefenisikan
tentang kualitas dari suatu radiograf pada dasarnya tidak mudah, dan sulit untuk
dapat diukur secara persis. Banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap
kualitas radiograf, namun
pendapat-pendapat para ahli relatif
tidak seragam dalam menemukan faktor-faktor penyebabnya secara persis, sehingga
kebanyakan praktisi cenderung menggukan
rambu-rambu kualitas gambar yang lebih bersifat universal yang dapat diterima
atau dibaca oleh kalangan medis. Suatu hsail penelitian yang pernah dilakukan
pada rumah sakit – rumah sakit pemerintah dan klinik di Inggris melaporkan
diantaranya adalah, menentukan kualitas standard untuk radiograf yang secara
klinik dapat di terima dan dapat berlaku untuk semua praktisi di Rumah sakit
adalah sulit, karena besar ketergantungannya terhadap kebiasaan rutinitas
kondisi intepretasi images yang
bersifat lokal rumah sakit yang bersangkutan (Hardy, et al. 2000). Walupun
demikian di negara-negara maju, baik di Eropa, sebagian negara-negara di Asia
dan Afrika dan bahkan di Amerika, dalam 1 dekade terakhir ini sudah memulai
studi-studi tentang kualitas radiografi terstandar nya dengan mengacu,
mengadaptasikan standard-standar mereka pada ”European guidelines on quality
images for diagnostic imaging” yang dikeluarkan oleh Komisi Masyarakat
Eropa (Commision of European Community) bidang radiologi (CEC, 1996).
Kemungkinan
sebagai salah satu pendekatan yang mudah bagi kalangan praktisi di Indonesia
saat ini adalah mencoba mencoba meningkatkan pemahaman terhadap konsep kualitas
gambar dengan penekanan pada
Karakteristik-karakteristik Terpenting
kualitas gambar secara radiografi antara lain: Resolusi Gambar, Kontras Gambar, Noise Gambar dan Artefak-artefak yang biasa terjadi pada
radiograf/image.
Gambar
1. Karakteristik-karakteristik fisik yang berhubungan dengan kualitas gambar
Gambar 1 di atas
hanya menekankan pada aspek krusial bagi pembentukan kualitas gambar. Dapatlah
didiskripsikan bahwa hubungan
keterkaitan antara kontras, resolusi dan noise mempunyai kontribusi yang besar
terhadap proses penciptaan suatu citra atau gambar radiografi.
Dalam prakteknya,
kontras radiografi dapat diartikan
kemampuan suatu radiograf menampilkan adanya perbedaan densitas optis antar
struktur jaringan yang divisualkan dalam citra atau radiograf. Kontras
radiograf yang baik ukurannya secara subyektip adalah bila kontras pada suatu
radiograf memudahnkan seorang radiolog membedakan secara umum gambaran-gambaran
struktur anatomi organ dan jaringan. Sementara itu Resolusi spatial, pada dasarnya merupakan karakteristik obyektip
bagi salah satu ukuran kualitas gambar/image secara fisika. Diperlukan alat dan
media bantu ukur yang terstandar (misal: parttern resolution dll) untuk
menghitung dan mengetahui resolusi spatial dari suatu sistem imejing. Dalam
penerapan klinik, resolusi gambar/detail gambar adalah karakteristik yang lebih
sederhana dan simple bila digunakan dalam menilai mutu gambar yang ditandai dengan kemampuan
suatu gambar untuk mem-visual-kan 2 gambar obyek dan dapat dideteksi perbedaan
dari keduanya (misal: membedakan mikrokalsifikasi dengan samall glandula
mamae). Untuk Selanjutnya Noise
adalah signal yang buruk yang turut berkontribusi bagi rendah nya mutu suatu
radiograf. Noise atau lebih tepatnya
dikatakan Radiografphic noise
(Bushong, 2001), di kenal sebagai fluktuasi densitas optis yang tidak
dikehendaki yang terjadi pada suatu radiograf karena buruknya signal radiasi
akibat scatters yang mencapai media
rekam gambar (X-ray film). Semua yang berkaitan dengan penyebab tinggi nya noise, seharusnya direduksi semaksimal
mungkin karena selalu mengakibatkan buruk nya kualitas gambar.
Kontrol yang baik
terhadap karakteristik mutu gambar yakni Noise, memperhatikan perbaikan
terhadap resolusi dan kontras gambar ketiganya akan mempunyai efek signifikan
bagi mutu gambar/radiograf/citra secata menyeluruh, dan pada gilirannya akan meningkatkan
keakuratan pembacaan terhadap gambar termasuk diagnosi radiologi yang
dihasilkan.
b. Iinterelasi Diagnosis, Dosis dan Dollar dalam konteks Program Jaminan
Mutu/Kendali Mutu x-ray imejing diagnostik
Program Jaminan
Mutu/Kendali Mutu yang diimplementasikan bagi peralatan radiologi diagnostik
sesungguhnya tertuju pada upaya penjaminan kualitas dan pengendalian kualitas
pada hasil yang diharapkan dapat dicapai. Memahami slogan yang secara Internasional banyak dianut,
yakni dikenal dengan istilah 3 D (Dose, Diagnosis, Dollars),
merupkan pembenaran (justifikasi) yang rasional dalam mengupayakan penerapan
Jaminan kualitas peralatan di pelayanan x-ray diagnostik imejing.
Untuk mengenali
konsep 3 D ini dapatlah dilihat penerapan melalui suatu siklus pelayanan yang
lazim terjadi di bagian/departemen radiodiagnostik sebagaimana terlihat pada
Gambar 2 berikut.
Gambar 2.
Siklus pelayanan radiodiagnoatik di Rumah Sakit
Pasien dan dokter
ahli radiologi (Radiologist) termasuk dokter/tenaga medik lainnya dan
masyarakat, adalah sebagai pelanggan atau pengguna jasa pelayanan x-ray imejing
diagnostik. Apabila produk yang dihasilkan oleh seorang radiografer adalah
gambaran radiograf/citra/image dengan informasi diagnostik yang dimilikinya,
pelayanan pasien yang cepat dan hasil pemabacaan radiograf yang akurat, maka
dari perspektip radiografer, jaminan mutu/kendali mutu terhadap permintaan
(rujukan foto), kualitas gambar terbaik dan diagnosis yang cepat juga akurat
semua adalah menjadi indikator mutu yang nantinya akan memuaskan para pengguna
jasa pelayanan radiodiagnostik. Tetapi, bila indikator-indikator mutu ini tidak
mampu dijamin dan dikendalikan dengan baik oleh unit pemberi pelayanan yang
dalam hal ini dikawal oleh seorang radiografer, maka sangat berpeluang
terjadinya kegagalan-kegagalan antara lain mis-diagnoses (kesalahan diagnosa
penyakit akibat kesalahan interpretasi terhadap kualitas gambar yang buruk) ,
miss-image quality dan More-Dosis (bertambahnya Dosis radiasi ke pasien akibat
pengulangan eksposi yang tidak bisa dihindari untuk mendapatkan gambar baru
yang lebih berkualitas) dan Much-Dollar (lebih banyak lagi biaya operasional
yang harus dikeluarkan Rumah Sakit atau bahkan pasien untuk pemeriksaan ulang)
sebagaimana terlihat pada gambar 3 berikut yang tidak hanya merugikan pasien
dan masyakat umum tetapi juga oleh pelaksana radiologi itu sendiri.
Gambar 3.
interelasi Dosis, diagnosis dan Dollars
D.
Komite/Tim
Jaminan Mutu x-ray imejing diagnostik dan aktivitasnya:
1. Pembentukan team/committee Jaminan Mutu (Quality
Assurance Committee)
a.
Pertimbangan
dalam pembentukan Tim Jaminan Mutu
Sebagai pertimbangan perlunya dibentuk Tim
dalam program penjaminan mutu ini oleh karena Instalasi Radiologi sebagai
Organisasi Pelayanan Kesehatan khusunya dalam pelayanan kesehatan radiologi
memerlukan standar pelayanan dalam rangka menjaga mutu pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat atau pengguna jasa pelayanan radiologi. Kemudian didalam
pelayanan Radiologi perlu suatu pengawasan agar pelayanan berjalan dengan
lancar, mengingat semakin beratnya tugas-tugas seorang pimpinan dan
memperhatikan pentingnya mengawal mutu di dalam konteks pelayanan kesehatan
radiologi atau secara lebih spesifik pada pelayanan radiodiagnostik, seorang
kepala bagian/unit/departemen harus membagi habis tugas atau mendelegasikan
tugas-tugas administratif dan teknis yang berkaitan dengan penjaminan mutu
(Quality Assurance) kepada para stafnya dengan maksud agar keberhasilan
pencapaian mutu pelayanan yang sudah diprogramkan dapat lebih otimal. Agar
lebih mengefektifkan implementasi dari Program-program Jaminan Mutu/Kendali
Mutu di suatu unit pelayanan radiodiagnostik maka sangatlah penting dibentuk
satu tim yang berdedikasi bagi Penjaminan Mutu/Kendali Mutu (Quality Assurance
Committe) baik dari segi pelayanan maupun dari segi fasilitas dan peralatan di
Unit Radiodiagnostik Rumah Sakit dengan demikian segala aktivitas program dapat
dilaksanakan sendiri tanpa harus di kerjakan oleh pihak eksternal. Untuk sekop
pelayanan radiodiagnostik di suatu rumah sakit berukuran moderat (± 400-500
kapasitas tempat tidur) atau bila di Indonsia lebih dikenal dengan Rumah Sakit
Kelas B (Pendidikan/non-pendidikan), sudah seharusnya membentuk team QA/QC berikut
keanggotaannya. Anggotanya adalah bagi mereka yang mempunyai peranan penting
dan bertanggung jawab dalam pelayanan, serta mempunyai perhatian dan minat
terhadap upaya peningkatan pelayanan prima. Keanggotaan yang dibentuk dapat
menyesuaikan kebutuhan dari masing-masing unit, dan mereka akan berkerja secara
fungsional berdasarkan surat tugas yang diketahui oleh Pimpinan tertinggi di
Rumah Sakit (Direktur).
b. Personel
yang berada dalam Tim Jaminan Mutu
Tim ini
dibentuk oleh Rumah Sakit harus dapat memperlihatkan bahwa memang program
jaminan mutu sangat bermanfaat bagi Rumah Sakit. Tim terdiri dari Radiologist, Ahli fisika
Radiologi Diagnostik, Radiografer senior
(Kepala Radiografer), Radiografer QC, perwakilan dari Teknisi (Inhouse X-Ray
service atau Engineering). Kemudia Tim ini harus mengadakan pertemuan secara
berkala dan harus memiliki program yang jelas, menentukan frekuensi untuk
mengontrol, memiliki dokumetasi perawatan alat dan melalukan review sejauhmana
program dapat berjalan secara efektif.
Bila Timi ini perlu
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Pelayanan Radiologi, maka dapat dilibatkan
personel Physician Director of Radiology kemudian Chief Technologist bisa juga ada Quality control
coordinator dan Radiographic In-service Educator serta In house and/or contract service,
Physicist, Tenaga catatan medik dan Administrator head of Radiologic
Department
c. Kewenangan
dan tanggungjawab Tim
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan setelah terbentuknya tim agar dapat memberikan arah
tercapainya program jaminan mutu maka tim harus memiliki tugas sejauhmana
kewenangan dan tanggung jawab yang dimiliki. Disamping itu agar ada kerjasama diantara tim dan personel lainnya dalam
lingkup pelayanan Radiologi. Beberapa kewenangan dan tanggung jawab tim:
1). Menetapkan standar dan indikator mutu pelayanan
2). Memasyarakatkan standar dan indikator mutu pelayanan.
3). Menetapkan masalah mutu pelayanan.
4). Mendapatkan informasi tentang pelaksanaan pelayanan
5). Menyusun serta melaksanakan saran-saran perbaikan mutu
6). Menilai pelaksanaan saran-saran perbaikan
7). Menyarankan sistem
insentif sehubungan dengan pelaksanaan
Program Jaminan Mutu
Program
Kendali Mutu (QCP) yang bersifat non-invasive akan dilakukan Technologist, tenaga
Physicist menyediakan waktu untuk membantu saat diperlukan mengintepretasi
hasil test. Pada saat mempelajari fungsi dari komponen test tools maupun ada
problem yang ditemukan Technologist maka dapat menghubungi Engineer khususnya
untuk perawatan dan kalibrasi peralatan Technolist dan Engineer bekerjasama
dalam melokalisasi penyebab masalah dalam sistem Sinar-X, Setelah perawatan
alat maka Technolist hrs memastikan bahwa peralatan tersebut dapat digunakan
untuk menekan dosis radiasi seminimal mungkin
d.
Kegiatan
Tim Kendali Mutu peralatan (Team QC)
1)
Tetapkan hal yang terbaik dalam QC di departemen
masing-masing
2)
Masing-masing Technologist memegang satu peralatan
sederhana untuk pengujian (misal spining top atau Beam alignment test tools)
3)
Masing-masing Technologist bertanggung jawab terhadap
peralatannya pada wilayah tugasnya.
4)
Melakukan pengecekan secara periodik setelah
pekerjaannya selesai (siang hari) atau Technologist bekerja secara full time
sehingga QC menjadi program kegiatannya, biasanya pada departmet yang besar ditanggungjawabi
oleh seorang Chief Technologist
e. Pembagian
lingkup tugas kerja
§
Physicist (ahli fisika) è
mengembangkan peralatan yang
diperlukan dan memonitor pengukuran tingkat radiasi dan kualitas radiograf
§
Technologist (radiografer) è pengukuran harian dan
merawat QC
logs
§
Engineer
(teknisi alat) è memperbaiki, merawat, dan kalibrasi
peralatan diagnostik imejing
f.
Program
Kendali Mutu (QCP) dan Menjalankan tugas Profesi
QCP dilaksanakan dengan maksud
berupaya agar meminimalkan dosis radiasi
ke pasien, QCP juga berupaya agar
meningkatkan kualitas radiograf sehingga berakibat pada diagnosa yang akurat, disamping
itu QCP mengupayakan agar sumber daya yang ada akan dimanfaatkan bersama-sama dengan
peralatan yang tersedia seoptimal mungkin. Radiografer sebagai tenaga yang punya
tanggungjawab melekat patut terlibat dalam aktivitas program sebagai perwujudan
tugas
profesinya.
Kelebihan dan kelemahan bagi
seorang tenaga profesional radiografi (radiografer) dalam mengimplementasikan
QCP pada suatu unit pelayanan radiodiagnostik diantaranya adalah setiap
Radiografer Harus dilatih menggunakan
test tool, harus tersedia peralatan test
di setiap ruangan dan membutuhkkan Radiografer yang berdedikasi dan bermotivasi
tinggi.
Untuk aktivitas QCP yang lebih
spesifik pada Rumah sakit dengan kapasitas yang lebih besar (RS kelas A atau
B), kegiatan dilakukan oleh 2 atau 3
radiografer penuh waktu (full time) dan memerlukan komitment yang kuat untuk
bekerja dalam tim QC, sehingga ada orang yang bertanggung jawab penuh dan bila diperlukan
sebaiknya tersedia seorang Technogist dengan kemampuan lebih, seperti misalnya
radiografer dengan spesial training, menempati posisi yang kuat (kebijakan
Department). Dengan adanya tanggungkjawab penuh bagi kegiatan QC oleh seorang Technologist
maka akan cukup waktu untuk melakukan
program test, Off- dari tugas klinik dan bisa berkonsentrasi untuk tugas-tugas
QC misal : Tanggung jawab klinik hingga jam 12 setiap hari atau bebas tugas
klinik pada hari Selasa, Rabu dan Kamis.
2. Jumlah personel, kualifikasi dan keberhasilan Program Kendali
Mutu serta
aktivitasnya
Jumlah orang yang telibat dalam
QA/ QC tergantung besarnya fasilitas pelayanan
1). Ukuran 5 Ruang atau kurang
Pelayanan kunjungan physicist sekali sebulan
tersedia tenaga engineer untuk perawatan panggilan secara darurat
Perawatan reguler untuk cheking peralatan
2). 5 - 15 ruang pemeriksaan
Part time QC
technologist
Full time pelayanan yang akan
dilakukan engineer
Pelayanan konsultasi Physicist
sekali dalam seminggu
3). 15 - 20 Ruang
pemeriksaan
Full time QC
technologist, 2 atau lebih full time services engineers
Pelayananan Physicist minimal
paruh waktu atau 20 jam seminggu dengan jadual yang tetap, Konsultasi by
telepon
4). 25
- 30 ruang pemeriksaan
Minimal tersedia 1 technologist
untuk masing-masing ruang (25 ruang)
Full time engineer, Full time
physicist, Program QC radiodiagnostik
X-Ray Equipment & Daily
Processor, Check out ruang radiografi umum (tanpa fluoroscopic dan peralatan
tomografi) == 1 -2 jam
Ruang Radiographic dan Fluoroscopi
== 2 - 4 jam
Ruang Tomografi === sampai 3 jam
Sediakan waktu untuk sepervisi
orag yang bertugas di kamar processing dan orang yang membaca kontrol strip
Kualifikasi
QC Technologist:
§
QC Technologist harus cakap, tangkas dan penuh
pengalaman tentang peralatan
§
QC technolist terampil dan aktif dlm
kegiatan-kegiatan pertemuan departemen
§
Dapat membantu menyiapkan spesifikasi pembelian
equipment
Keberhasilan program QA/QC
Tergantung dari
a. Komitmen
dari pimpinan puncak
b. Komitment
dari semua personel
c. Kejelasan
tanggung jawab jaminan mutu
d. Mau
melakukan perubahan sikap
e. Pencatatan
yang akurat
f.
Komunikasi
yang efektif pd setiap tingkat organisasi
g. Pelatihan
tenang pengetahuan dan keterampilan
3. Bentuk Program Jaminan Mutu
Bentuk – bentuk program Jaminan Mutu di dalam
pelayanan Radiologi
a. Program Jaminan Mutu Prospektif (Prospective
Quality Assurance)
Program Jaminan Mutu yang dilakukan sebelum sebelum pelayanan dilakukan
dan difokuskan pada standar masukan dan lingkungan diantaranya Standarisasi,
Perizinan, Sertifikasi, Akreditasi
b. Program Jaminan Mutu Konkuren (Concurrent
Quality Assurance)
Program Jaminan Mutu yang
diselenggaraan bersamaan dengan pelayanan dan
Difokuskan pada standar proses.
Biasanya kegiatannya memantau tindakan medis dan non medis, Terkadang ada
masalah kesulitan dalam pelaksanaannya karena faktor tenggang rasa kesejawatan
sehingga perlu dibentuk tim kerja atau peer
group
c. Program Menjaga Mutu Retrospektif
(Retrospective Quality Assurance)
Program Jaminan Mutu yang dilakukan pada kegiatan-kegiatan
setelah pelayanan diberikan dan difokuskan pada standar keluaran seperti reviu rekam
medis, reviu Hasil, reviu klien
PROGRAM ANALISIS
PENGULANGAN DAN PENOLAKAN RADIOGRAF
PENGULANGAN DAN PENOLAKAN RADIOGRAF
Objective
•
Mengetahui definisi
“analisis reject dan repeat” Program
•
Mengidentifikasi tujuan RAP
•
Mengidentifikasi penyebab pengulangan dan penolakan
film
•
Melakukan prosedur RAP
•
Melakukan perhitungan analisis RAP
QA Radiologi ?
•
DOSE
•
DIAGNOSE
•
DOLLARS
•
Tujuan utama dalam program Quality Control adalah
menekan jumlah film yang ditolak (rejected) dan diulang (repeated)
•
Upaya membatasi terjadinya pengulangan dalam pembuatan
radiograf secara nyata akan membatasi
bertambahnya radiasi pada pasien
Reject Analisis Program ?
Metoda yang digunakan oleh Departemen Radiologi untuk
menentukan
•
Analisis film yang ditolak
•
Efektivitas biaya
•
Konsistensi Staff dan equipment dlm menghasilkan
radiograf yang berkualitas
Tujuan RAP
•
Memastikan
standar yang tinggi pada teknik radiografi dan pemanfaatan film
darat terjamin pada unit radiologi
•
Memastikan
peralatan radiografi dapat dimanfaatkan secara konsisten dengan
standar yang tinggi
•
Memastikan bahwa bahan - bahan yang ada digunakan
secara efektif (cost effective way)
•
Menyediakan data untuk digunakan dalam
menganalisis film yang direject dan aspek-aspek penyebab yang membutuhkan perhatian
•
Sebagai perencanaan awal dari QC program
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB PENGULANGAN DAN PENOLAKAN
•
Positioning
•
Patient motion
•
Light films
•
Dark Films
•
Clear Film
•
Fog -- Darkroom
•
Fog -- cassettes
•
QC
•
Miscellaneous
Keterampilan Technologist
dlm QC ?
dlm QC ?
•
Kesadaran Technologist sangat penting dlm RAP
•
Keterampilan dalam mencegah terjadinya reject dan
repeat film
•
Kesadaran dlm menekan beban radiasi thd pasien
Keterampilan yg diperlukan
•
Komunikasi yang efektif thd pasien
•
Immobilisasi
•
Pembatas sinar (kolimator, diafragma, konus)
•
Filtrasi
•
Alat-alat pelindung radiasi
•
Prosesing radiografi
•
Kombinasi film - intensifying screen
•
Grid radiografi
•
Faktor penyinaran
•
Pengulangan radiograf
Penyebab utama --
posisi pasien (55%)
penyinaran (34%)
Menghambat ???
•
Determinasi genetis (pengetahuan sebelumnya)
•
Determinasi psikis (kebiasaan)
•
Determinasi lingkungan (kebijakan)
Prosedur
Lakukan survey terhadap
1. Jumlah film yang belum terekspose di
ruang prosesing
termasuk dlm kaset.
2. Jumlah film yang belum terekspose di
masing-masing
ruang pemeriksaan
Tentukan jumlah
dari film yang di reject untuk
masing-masing kategori overexposure
–
underexposure
–
positioning
–
motion
–
processing
–
equipment
–
miscellaneous
(keslahan yg tdk teridentifikasi)
Masing-masing
ruang mencatat jumlah film yang digunakan dan jumlah film yang ditolak
5. Tim analisis
melakukan pengumpulan data dari masing-masing ruang seminggu sekali,
film yang ditolak disortir dan dilakuakan
kategorisasi
(jika memungkin dilakukan identifikasi tiap
pemeriksaan
Repeated Vs. Rejected
Rates
•
Repeated rate :
Numbers of film Repeated
for patients
= --------------------------------------------------------------------------------- X
100 %
All the
films used only for patients within period of interest
•
Rejected rate :
Numbers of
film Rejected not for patients (lost,`QC films. etc)
= ---------------------------------------------------------------------------------- X
100 %
All the
films used by the department within period of interest
Total Repeated/Reject Rate
Rejected films or (+ Repeated films )
= ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- X 100 %
Seluruh film
yg di pakai oleh department dalam suautu
periode waktu tertentu period of
interest
Perhitungan
•
Jumlah film yang digunakan 1225 lb
•
Jumlah film yyang direject 153 maka angka reject
153
1225 x
100 % = 12,5 %
•
Menentukan reject rate setiap kategori
•
Jumlah film yang direject 153 lb
•
Jumlah kasus “too dark”
49 lb
49
153 x
100 % = 32 %
Siapa yang melakukan ?
•
Dilakukan 2 - 3 radiografer (QC technologist)
•
Disupervisi
oleh senior radiografer (idealnya)
•
Didiskusikan
dengan radiografer superintendent atau radiologist
Problem yang ada ??
•
Banyak radiografer yang mengartikan bahwa program ini
merupakan cheking terhadap mereka
•
Sebagai konsekuensi jangan menentukan siapa radiografer
yg terbanyak melakukan reject
•
Jika mungkin, upayakan agar setiap radiografer tdk tahu
ketika dilakukan pengumpulan data
•
Yang terjadi radiografer akan langsung memberikan
radiograf ke radiologist atau membuang radiograf yang di reject
•
Setelah
melakukan RAP diskusikan hasilnya dengan semua radiografer dan radiologist
•
Jelaskan
arti hasilnya dan rencana mengurangi angka reject
•
Mengingatkan
bahwa mengurangi angka reject berarti akan mengurangi radiografer
overlooad dan frustasi kerja serta upaya
3 D
•
Menganalisis bersama llevel radiograf yang diterima
radiologist
•
Jika radiologist menerima semua radiograf maka film
yang direject makin kecil
Radiografer
kurang perhatian pd pekerjaannya
Radiologist
kurang peduli dalam menyediakan data pelayanan medik ke pasien
QC diperlukan ??
•
Meningkatkan kualitas radiograf
•
Konsistensi
Radiologist
membaca radiograf dengan kualitas yang tinggi
merupakan
upaya agar Radiografer lebih percaya diri memberikan informasi diagnostik dalam
radiograf
Batasan radiograf yang diterima ??
•
Angka reject tidak melebihi 10 %
•
Idealnya dibawah 5 %
tergantung tidak
hanya Program QC yang baik tetapi juga laporan yang ideal
diantara radiografer dan radiologist
(pengertiannya ttg radiograf yg berkualitas dan yg hrs
direject)
•
Jika total reject rate > 10% maka diharapkan harus
melakukan QC program yg terbaik
•
Jika reject rate 5 % – 10 % maka mungkin berada pada 2
keadaan
1. Kualitas
radiograf baik, jika tdk memiliki 1 QC
program saat
ini maka sebaiknya
menginisiatifkan 1 program untuk perbaikan
2. Jika radiologist
terbiasa menerima radiograf yang buruk
kualitasnya dlm keadaan ini hrs bekerja sama yg baik dng radiologist untuk set
up QC program dan menunjukkan dng paket QC ada perbaikan
E. Program-program pengujian kinerja
peralatan x-ray imejing diagnostik:
1)
QC pengujian kinerja peralatan
x-ray imejing diagniostik:
a. X-Ray Tube (Collimator and beam alignment
test, focal spot)
b. Grid alignment test
Fungsi grid adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai film ketika
proses pemotretan radiografi terjadi. Kualitas gambar akan meningkat bila scatters
(radiasi hambur) dapat dikendalikan atau direduksi. Grid terlihat seperti
sebuah lembar metal lembut yang sederhana, tetapi sebenarnya sebuah alat yang
dibuat dengan presisi tinggi tetapi alat ini juga mudah rusak.
Grid sinar-x yang beredar di pasaran memiliki banyak
variasinya, pemakaian dari grid yang bervariasi ini tergantung dari tujuan dan
fungsi grid itu sendiri dalam ini adalah jenis-jenis grid bila dilihat menurut
struktur dan arah gerakannya.
Pembagian jenis grid menurut struktur nya:
a. Grid Paralel
§
Strip Pb paralel satu dengan lainnya dalam satu
arah
§
Ada
dua jenis pada garis grid paralel, Fokus dan Non-Fokus
§
Moving
dan Stationary keduanya bisa dengan kontruksi paralel
b. Cross-hatch
§
Dua
set strip Pb saling super posisi 90° satu dengan lainnya
§
Umumnya
untuk stationary grid dan hanya digunakan untuk teknik kV tinggi dan tanpa
penyudutan tabung
§
Desain ini hanya digunakan dalam grid stationary
c. Non-Fakus Grid
§
Merupakan grid paralel
§
Strip
satu dengan yang lainya sama
d. Fokus Grid
§
Merupakan
grid paralel
§
Berbeda
dengan grid Non-Fokus, dimana strip Pb membentuk kemiringan tertentu terhadap
garis tengah grid
e. Struktur Grid
§
Strip Pb tipis diantara strip bahan radiolucent
§
Ditutup atas dan bawahnya dengan lembar
aluminium
Pembagian Jenis grid menurut arah geraknya:
a. Stationary (Diam)
§
Grid
dapat ditempatkan langsung diatas permukaan kaset
§
Grid dan
kaset harus berukuran sama
§
Grid
rasio biasanya 6 : 1 atau 8 : 1
§
Kaset tersedia built in atau tambahan
grid
b. Moving (Bergerak) atau Bucky
§
Grid
yang digunakan dengan sistem potter bucky, yang bergerak dari satu sisi ke sisi
lain selama ekspos berlangsung, dengan tujuan menghilangkan garis Pb.
§
Grid rasio biasanya 10 : 1 atau 12 : 1
§
Grid rasio harus 16 : 1 jika menggunakan teknik
kV tinggi
Setiap jenis grid/bucky biasanya memiliki spesifikasi yang tidak selalu sama, data teknis tentang spesifikasi grid yang perlu diketahui antara lain adalah:
§
Detail dari struktur grid tertulis pada
permukaan grid dengan label atai langsung tercetak pada grid antara lain :
§
Grid
Rasio : Perbandingan antara tinggi strip Pb dengan jarak antara stripPb
§
Grid Line : Jumlah strip Pb dalam grid per
centimeter/inchi
§
Focal
Range : Grid sudah
ditentukan FFD tergantung spesifikasi grid tersebut
§
Tube Side : Sisi tabung ditunjukkan dengan label
TUBE SIDE atau dengan sibul tabung sinar-X
Dalam struktur Grid/Bucky tersusun
dari sejumlah besar strip Pb yang
halus diselingi dengan bahan penyela di sela-sela strip dari terbuat dari bahan
yang bersifat radiolucent (plastik atau kayu). Semua lead strip yang trsusun
dalam grid/Bucky harus terspasi secara seragam atau bila tidak maka akan
menyebabkan terjadinya efek Motle dalam
gambar yang bisa menyerupai gambaran patologi. Struktur Pb dan bahan penyela
dari Grid/Bucky yang tidak terspasi secara seragam dapat terjadi karena cacat
produk pabrik atau kerusakan akibat terjatuh atau bahkan motor sistem penggerak
grid yang mengalami kerusakan elektris sehingga momen kosistensi gerakan bahkan
grid itu sendiri menjadi statik.
Jika strip Pb mengalami distorsi, maka fungsi grid akan kurang efisien dan
akan menjadikan distribusi densitas
optis pada film pada film tidak teratur atau tidak homogen. Selanjutnya,
jika grid digunakan dengan cara yang salah, atau fungsi motor penggerak grid
(Bucky) mengalami ganggugan maka reduksi densitas optis akibat efek ”cut-off”. Misalnya : Grid fokus
digunakan dengan FFD lebih rendah dari yang direkomendasikan vendor pembuat
alat grid, maka akan terjadi penurunan densitas pada kanan kiri garis tengah
grid tergantung seberapa besar mis-alignment nya terhadap pusat sinar terjadi.
Untuk mengevaluasi kondisi fisik grid/bucky pada pesawat sinar-X, perlu
dilakukan uji performance yaitu Grid
alignment test. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar ketidak sesuaian garis tengah grid/bucky terhadap arah datangnya pusat
sinar-x (CR). Grid yang mengalami kerusakan fisik atau Bucky malfungsi dapat
dievaluasi melalui uji ini. Gambar berikut adalah salah satu model dair alat
uji yang banyak beredar di pasaran.
c. Generator performance (kV, mA linearity,
second, reproducibility X-Ray, HVL Test)
2) QC peralatan fotografik
a.
Sensitometri:
Sensitometri adalah metode mengukur
karakteristik respon film terhadap radiasi baik dari cahaya tampak atau sinar-X. Caranya film diekspose dengan
sinar-X atau cahaya tampak dengan nilai eksposi tertentu untuk menghasilkan
serial densitas, kemudian film di proses dan hasil densitasnya diukur dengan
densitometer dan dibuat sebuah kurva yang dikenal dengan kurva karakteristik.
Dalam
sensitometri dikenal 2 (dua) metode, yaitu sebagai berikut :
i.
X-ray Sensitometry adalah metode mengukur karakteristik respon film yang
diekspose dengan menggunakan sinar-X (X-ray)
ii.
Light Sensitometry adalah metode mengukur karakteristik respon film yang
diekspose dengan cahaya tampak (light)
Densitas (D)
Dapat didefinisikan sebagai
jumlah penghitaman pada film
Densitas
diperoleh dari perbandingan antara intensitas cahaya yang diteruskan dengan
intensitas cahaya mula-mula.
Sehingga
dapat dirumuskan menjadi :
Keterangan :
D : Densitas
It :
Intensitas cahaya yang diteruskan
Io : Intensitas cahaya mula-mula
Opasitas (O)
Opasitas
adalah perbandingan antara intensitas cahaya mula-mula dengan intensitas cahaya
yang diteruskan.
Sehingga
dapat dirumuskan menjadi :
Keterangan :
O : Opasitas
It :
Intensitas cahaya yang diteruskan
Io : Intensitas cahaya mula-mula
Optikal Densiti (OD)
Adalah logarithma
opasitas, sehingga dapat dirumuskan menjadi :
Optikal densiti
diperoleh dari logaritma opasitas, sehingga sangat mudah dimanipulasi secara matematik.
Hubungan antara
densitas, opasitas dan transmisi dapat dilihat pada ilustrasi sebagai berikut :
Densitas 1 +
Densitas 1 = Densitas 2
1
|
2
|
3
|
Transmisi
|
10 %
|
1 %
|
0.1 %
|
Opasitas
|
10
|
100
|
1000
|
Silver Weight
|
X
|
2X
|
3X
|
Gambar
1. Densitas: hubungan antara silver weight, opasitas dan transmisi
Tabel 1 : Contoh opasitas, optikal densiti, dan persentase dari transmisi
cahaya
Opasitas
|
OD number
|
Percentace of light transmitted through the
film
|
1
2
4
8
10
20
40
80
100
200
400
800
1000
2000
4000
8000
10000
|
0.0
0.3
0.6
0.9
1.0
1.3
1.6
1.9
2.0
2.3
2.6
2.9
3.0
3.3
3.6
3.9
4.0
|
100
50
25
12.5
10
5
2.5
1.25
1
0.5
0.25
0.125
0.1
0.05
0.025
0.0125
0.01
|
Dari tabel 1 diatas terlihat contoh dari perhitungan opasitas, optikal
densiti, dan persentase dari transmisi cahaya lebih jelas.
Kurva Karakteristik
( Kurva D LOG E/ HURTER AND
DRIFFIELD/H AND D )
adalah kurva atau gambar yang memberikan ilustrasi sebuah film atau
film-secreen system dalam memberikan respon terhadap berbagai tingkat eksposi.
Ilustrasi dari kurva karakteristik dapat dilihat
pada gambar berikut ini :
Gambar 2. Kurva Karakteristik
Gambar 3.
Bagian-bagian dari kurva karakteristik
Manfaat Kurva Karakteristik antara lain yaitu :
n
Mengetahui besar
kecilnya fog level
n
Menilai kontras film
n
Menilai kecepatan film
n
Menilai densitas
maksimum
n
Untuk membanding satu
film dengan yg lain
n
Membandingkan IS satu
dengan yg lain
n
Mengetes cairan
pembangkit
n
Mengetahui latitude film
n
Kontrol kualitas
otomatik prosesing.
Cara Membuat Kurva Karakteristik adalah melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut :
n
Eksposi dan procesing film
n
Mengukur densitas yg dihasilkan
n
Plotting kurva
Seri
Eksposi Sensitometri ada 2 (dua) metode yaitu :
1. Time Scale Sensitometry
Pada metode ini tegangan tabung (kV), arus
tabung (mA) tetap
yang
diubah waktunya (s).
n Tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan jarak
(FFD) tetap
n Waktu eksposi selalu divariasi oleh faktor 2.
n Dilakukan 11 kali eksposi yang diperlukan untuk
membuat plot titik pada kurva karakteristik sehingga didapatkan grafik yang
baik.
n
Keuntungan :
–
Diketahui waktunya
–
Memungkinkan film dengan densitas yang rendah
pada saat masuk pada processor terjadi “reducing bromide drag” sehingga
mengurangi terjadinya streak artefak pada film.
n
Kerugian :
–
Eksposi dilakukan secara kontinyu dimulai
dengan 0.1 s dan dilanjutkan dengan 0.2,
0.4, 0.8, 1.6, 3.2, 6.4,12.8, 25.6, 51.2, 102.4 --- diperlukan timer khusus
pada meja kontrol sinar-X
–
Kesalahan perulangan “reciprocity failure”
sebesar 0.01 s
–
Pengujian ini yang terpenting adalah waktu
yang diperlukan untuk pembentukan kurva.
2.
Intensity Scale Sensitometry :
- dengan menggunakan
step wedge/penetrometer
- dengan sensitometer
Pada Intensity Scale Sensitometer ada 3 cara yaitu :
1. Dengan X-ray dengan variasi intensitas
sebagai berikut :
n Tegangan tabung (kV) dan jarak (FFD) konstan
n
Variasi nilai arus tabung ( waktu (s) tetap, variasi arus tabung / mA).
n
Biasanya dibentuk oleh variasi tinggi tabung
(tube) dalam kaitan antara film dengan hukum kuadarat jarak terbalik ( inverse
square law)
n
Membutuhkan
ketelitian/akurasi pada pengontrol sinar-X (X-ray set), perhitungan dan
pengukuran.
2.
Dengan menggunakan step wedge
n Disiapkan stepwedge/penetrometer
n
Dieksposi dengan cara menempatkan stepwedge
dan tercover keseluruhan bagian dari
stepwedge
n
Faktor eksposi yang meliputi tegangan tabung
(kV), arus tabung dan waktu (mAs)
disesuaikan dengan kombinasi film-screen yang digunakan.
n
Hasil
pengukuran densitas dengan menggunakan densitometer dicatat dan plotting kurva
n Keuntungan
:
-
Penetrometer dapat membuat sejumlah step,
sehingga kurva karakteristik yang didapat bisa lebih akurat
-
Penetrometer dapat digunakan kembali
-
Ini dapat digunakan pada kombinasi screen-film
yang berbeda
-
Waktunya diketahui
-
Memungkinkan memproses film dengan densitas
rendah masuk pertama kali pada processor.
n Kerugian :
Kurva karakteristik film yang
dihasilkan hanya untuk tegangan tabung (kV) tertentu.
Gambar 4. Stepwedge
ii. Dengan menggunakan sensitometer
n Keuntungan :
-
Cepat dan mudah
digunakan
-
Dapat digunakan pada kombinasi film-screen yang berbeda
-
Pemrosesan film pada interval waktu yang sudah diketahui
-
Memungkinkan pemrosesan film dengan densitas yang rendah masuk pada
processor pertama kali
n Kerugian
Harga alat mahal
|
Gambar 5. Sensitometer
Gambar 6.
Densitometer
Penggolongan bagian-bagian kurva
karakteristik dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
|
Keterangan :
n Point A, basic fog
n Point B Toe
n Point C ( B – D) – straight line
n Point D – shoulder
n Point E – densitas maximum
n From E onwards – region of reversal /
solarisation
Bagian-bagian
kurva karakteristik meliputi :
1. Point A (Daerah sebelah kiri
Toe)
Densitas base, fog, threshold
n BASIC FOG = Densitas base + Fog
Basic fog adalah densitas yang terekam pada base (dasar
film), misalnya pada dasar yang memberi warna biru, ditambah dengan densitas
chemical fog yang terekam pada saat penyimpanan film, processing film dan
lain-lain.
Contoh
: Basic fog <= 0.11 ( densitas base)
+ 0.11 (fog) pada daerah mediastinum thorax.
n
DENSITAS NETO = Gross density – basic fog
n
TRESHOLD adalah daerah dimana emulsi film mulai merespon eksposi dan
densitasnya mulai meningkat di atas basic fog
n
Ada tiga kategori penyebab terjadinya fog yaitu :
-
Kesalahan yang terjadi pada saat penyimpanan film (Storage Faults) meliputi
hal-hal sebagai berikut :
o
Terlalu lama waktu
penyimpanannya
o
Temperatur terlalu
tinggi
o
Kelembaban terlalu
tinggi
o
Penyimpanan film secara
horisontal
o
Radiasi alam
(background) terlalu tinggi
o
Radiasi hambur
-
Kesalahan yang terjadi di kamar gelap (Darkroom Faults) meliputi :
o
Lampu pengaman yang
tidak benar
o Waktu penanganan film di kamar
gelap terlalu lama
o
Terlalu banyak lampu
pengaman
o
Lampu pengaman terlalu
dekat
o
Lampu pengaman terlalu
terang
o
Lampu pengaman yang
sudah retak/pecah
o
Kebocoran pada lampu
pengaman
-
Kesalahan yang terjadi selama pemrosesan film (Processing Faults) meliputi
:
o
Over-replenishment
o
Temperatur developer
yang terlalu tinggi
o
Waktu pemrosesan film
terlalu lama
o
Kontaminasi
o
Temperatur fixer terlalu
dingin
o Waktu pemrosesan di fixer
terlalu pendek
o
Fixer
under-replenishment
2.
Point B-D (Daerah antara
Toe-Shoulder/ straight line portion)
kontras,
gradient, latitude film, lat.eksposi, speed
n
Information from
straight line portion
-
Gamma
-
Contrast
-
Average gradient
(average gamma)
-
Useful exposure range
-
Useful density range
-
Film latitude
-
speed
n
KONTRAS :
- GAMMA (G)
G = tan A
- GRADIENT RATA-RATA
-
Densitas guna = net density 0.25 – 2.0.
Densitas guna = net density 0.25 – 2.0.
- Gradient rata-rata / kontras ditentukan oleh :
emulsi
film, jenis film( single/double), kondisi prosesing, dan tabir penguat
(Intensifying Screen).
Ilustrasi tentang gamma dapat dilihat pada gambar berikut ini :
|
Sedangkan
gradien rata-rata dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 9. Gradien rata-rata
LATITUDE
Adalah kemampuan sebuah film utk mencatat suatu jangka eksposi dengan rentang tertentu.
- Latitude Film
Adalah kemampuan sebuah film utk mencatat suatu jangka eksposi dengan rentang tertentu.
- Latitude Film
Menggambarkan selisih antara
batas atas dan bawah log eksposi relative atau
log Ey – log Ex kontras naik,
lat. Film turun
- Latitude exposi
Toleransi film terhadap kesalahan pemilihan faktor eksposi seperti tegangan (kVp), arus tabung (mA), dan waktu (s), serta jarak (FFD) pada saat eksposi dilakukan.
Lat. Eksposi dipengaruhi oleh latitude film dan kontrast subject
Toleransi film terhadap kesalahan pemilihan faktor eksposi seperti tegangan (kVp), arus tabung (mA), dan waktu (s), serta jarak (FFD) pada saat eksposi dilakukan.
Lat. Eksposi dipengaruhi oleh latitude film dan kontrast subject
SPEED
Speed sebuah film adalah sejumlah X- ray eksposi yg diperlukan utk menghasilkan nilai densitas tertentu.
Film A memiliki kecepatan relative terhadap film B maksudnya adalah rasio eksposi yang diperlukan oleh film B thd film A utk memperoleh nilai densitas tertentu dengan jumlah eksposi yg sama.
Speed reference = 100
densitas ref = 1.0
Speed sebuah film adalah sejumlah X- ray eksposi yg diperlukan utk menghasilkan nilai densitas tertentu.
Film A memiliki kecepatan relative terhadap film B maksudnya adalah rasio eksposi yang diperlukan oleh film B thd film A utk memperoleh nilai densitas tertentu dengan jumlah eksposi yg sama.
Speed reference = 100
densitas ref = 1.0
- Speed point : titik pada kurva
karakteristik dimana nilai densitasnya adalah 1 + b+f
-
Speed exposure point:
log eksposi yg menghasilkan speed point
-
Bila film A speed eksp
point = 2,0
film B speed eksp point = 1,5
Beda
speed kedua film =
antilog (2,0-1,5) = 3,16
Jadi film A 316 % kali lebih cepat dari film B.
3.
Point E ( Daerah sebelah
kanan Shoulder)
maksimum
density dan reversal
b.
Processor Quality
Control :
Salah satu bagian terpenting dalam
program kualitas manajemen bidang diagnostik imejing adalah pengolahan film. Karena ruang lingkup variabel
yang sangat kompleks yang berpengaruh pada sistem pengolahan film. Pengecekan
harian pada operasi automatic processing sangat diperlukan untuk menjaga agar
variabel-variabel yang ada tidak menurunkan kualitas gambar yang dihasilkan. Ada
empat komponen pada program quality control processor ini yaitu : aktivitas
kimiawi (chemical activity), cleaning and maintenance procedures, dan
monitoring.
i.
Chemical activity
Pada chemical
activity lebih cenderung pada pemrosesan secara kimiawi yang berlangsung. Ada beberapa variabel yang
berpengaruh pada aktivitas kimiawi antara lain : temperatur larutan, waktu
pemrosesan film, replenishment rate, pH larutan, konsentrasi larutan dan
pencampuran larutan.
ii.
Cleaning and maintenace procedures
Processor yang
kotor tidak akan dapat berfungsi yang dipengaruhi oleh beberapa parameter dan
yang sering terjadi adalah macetnya processor. Sehingga diperlukan pembersihan
processor secara rutin baik harian (Daily start up), bulanan (Pembersihan
tanki), triwulan (pembersihan tangki replenishment), dan tahunan (Pembersihan
Replenisher dan sistem pompa sirkulasi)
Kurangnya
perhatian terhadap pemeliharaan processor (misalnya terlalu kotor) maka tidak
dapat berfungsi sesuai standard dan menurunkan kualitas gambar. Pemeliharaan
processor (maintenance processor) diperlukan untuk membuat kinerja
processor agar dapat beroperasi dengan
baik. Prosedur pemeliharaan processor ini perlu didokumentasikan. Ada 3 type pemeliharaan
processor yaitu : terjadual, pengecekan (preventative), dan tak terjadual (jika
diperlukan).
Terjadual
(Scheduled Maintenance) meliputi prosedur yang diperlukan untuk harian,
mingguan, dan bulanan. Prosedur ini meliputi pelumasan bagian-bagian yang
bergerak (moving parts),
c. Daily Processor monitoring
3) Administrasi program QC
b.
Matrik kalender pengujian kinerja peralatan
c.
Dokument dan arsip:
1.
Spesifikasi tertulis peralatan
2.
Rekam data kuantitatif hasil uji kinerja
3. Standard referensi kepatuhan untuk jenis
uji kinerja
4.
Prosedur dan ketetapan/kebijakan:
a)
Equipment Appraisal Procedures
b)
Equipment Replacement Procedures
F. Program Analisa pengulangan-penolakan film
(Repeat-Reject film Analysis):
1)
Standardisasi eksposi radiasi sinar-X
a. Radiographic
positioning,
b. Loading
factors dan,
c. Entrance-Skin-Exposure
(ESE).
2)
Kriteria Radiografi yang diterima secara
klinik
3)
Repeat-Reject Film Analysis
BAGIAN IV
workshop
A.
Penyusunan Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu Pelayanan dan peralatan
radiologi untuk Rumah Sakit Klas B (Kerja Kelompok) dan skema
pengembangan Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu X-ray Imejing Diagnistik
Radiologi (Implemented Scheme of QA/QC Radiology Programme)
B.
Meyusun RTL (Renca Tindak Lanjut) Hasil
Pelatihan P4R di Lingkungan Rumah Sakit asal Peserta (Kerja Kelompok).
BAGIAN V
MODUL-MODUL
(WORK PROCEDURES – WORK INSTRUCTIONS)
MODUL 1: QC PERALATAN FOTOGRAFIK
A. Sensitometri
( X-Ray Sensitometry & Light Sensitometry)
B. Processor QC
(Processor performance monitoring)
a. Monitoring Kinerja Processor
Pengolahan film sampai dengan menjadi radiograf yang dinilai memiliki
informasi diagnostik selalu melalui proses kimiawi baik dengan sistem
pengolahan film manual ataupun secara otomatik. Segala
upaya/tindakan/langkah-langkah/prosedur yang telah dikerjakan dalam rangka
menciptakan radiograf berkualitas muaranya sangat ditentukan oleh kinerja
pengolahan film di kamar gelap.
Kualitas gambar (image quality) dari suatu radiograf hasil olahan adalah
ditentukan oleh kualitas atau kinerja fasilitas pengolahan film
(manual/otomatik). Olehkarena nya evaluasi dan monitoring terhadap unjuk kerja sistem
pengolahan film, khususnya pada alat pengolah film otomatis (processor) perlu
dikerjakan seara rutin dan berkesinambungan dalam rangka mempertahankan
kualitas gambar secara konsisten dari waktu ke waktu melalui program
monitoring, menjaga kebersihan sistem prosesing dan perawatannya.
1) Frekuensi :
-
Setiap hari (daily)
-
Setiap selesai perbaikan/penggantian sistem kompoen
processor
-
Bila diperlukan
2) Alat yang
diperlukan :
-
Sensitometer (bila pembuatan film strips tidak dengan
sinar-X) atau Step Wedge Alumunium 1100 alloys (bila pembuatan film strips
dengan sinar-X)
-
Densitometer
-
Digital thermometer/pH meter
-
Film sinar-X (blue/green sensitive)
-
Kaset
sinar-X (bila pembuatan film strips dengan Stepwedge Alumunium)
-
Lembaran
kerja berupa processor controlchart, alat tulis dan kalkulator
-
Processor
yang diuji (dapat lebih dari satu)
3) Metode:
-
Aktivitas larutan kimia processor harus di chek setiap
pagi sebelum pekerjaan dimulai
-
Ukur
suhu dan pH dari masing-masing larutan kimia yang ada dengan termometer dan pH
meter digital dan catat
-
Gunakan
sensitometer atau stepwedge, untuk membuat film strip pada bagian tepi kanan
dan kiri dari 3 lembar fresh film ukuran 18 x 24 cm dari box dengan nomor Bach
yang sama (tahap awal untuk menentukan baseline
data).
-
Bila
menggunakan sensito meter, perhatikan atau pilih emisi cahaya tampak yang
sesuai dengan sensitivitas film yang digunakan (Green/blue sensitives)
-
Yakinkan
bahwa ketika membangkitkan semua film strip yang sudah dicetak dengan sensitometer,
harus dengan arah yang sama. (light strep area-first) guna menghindari
terjadinya efek Bromide drag yang
mempengaruhi bacaan densitas optis oleh densitometer
-
Ukur
semua data film strip yang ada (6 buah film strip) dengan densitometer, dan
tentukan step-step untuk Density
differece (DD), Median Density (DD) dan Base+Fog Density (B+F). Gunakan 3 parameter kinerja ini sebagai data
awal monitoring processor sebagai pembanding bagi data harian selanjutnya untuk
meliha fluktuasi kinerja
-
Plot
data harian seluruhnya dari ketiga parameter kinerja tersebut kedalam lembaran
kerja berupa processor control chart
-
Bila
ada kejadian-kejadian yang istimewa sekaitan dengan unjuk kerja processor,
berikan catatan-catatan khusus dalam lembar kerja.
4) Evaluasi:
-
Evaluasi
dilakukan dengan memperhatikan variasi plotting data pada chart berdasarkan
standar yang direkomendasikan sebagai berikut:
-
Upper Control Level (UCL) dan Lower Control Level (LCL)
untuk DD ± 0.1
-
Upper Control Level (UCL) dan Lower Control Level (LCL)
untuk B+F ± 0.05
-
Mid Density ±
0.1 di atas B+F level
-
Analisa,
gunakan tabel processor troubleshooting
berikut ini:
Problem processor
|
Trend dalam grafik
|
Penampakan pada gambar
|
Aksi korektiv
|
Darkroom yang tidak aman
|
B+F naik tajam dengan suatu penurunan yang tibe-tiba pada nilai indikator
kontras tetapi tidak ada perubahan suhu developer
|
Fog level meningkat
|
Chek filter sfelight, chek kebocoran cahaya dalam kamar gelap, chek
kesesuaian jenis safelight dan jenis film, chek kondisi-kondisi penyimpanan
film
|
Suhu developer terlalu tinggi
|
Speed dan kontras indikator meningkat tajam, dengan sedikit kenaikan pada
B+F
|
Densitas optik yang berlebihan
|
Chek suhu air yang masuk ke dalam processor, atau setting thermostat dari
developer
|
Suhu developer terlalu rendah
|
Sedikit penurunan dalam B+F di ikuti dengan penurunan yang tajam
pada speed dan kontras indikator
|
Densitas optik yang sangat rendah
|
Chek suhu air yang masuk ke dalam processor, atau setting thermostat dari
developer
|
Konsentrasi developer atau pH nya yang sangat tinggi
|
Sama denga kejadian bila suhu developer terlalu tinggi
|
Densitas optik yang berlebihan
|
Chek replenishment rates dan atau chek pencampuran dari larutan-larutan
kimia segar
|
Konsentrasi developer atau pH nya yang sangat rendah
|
Sama denga kejadian bila suhu developer terlalu rendah
|
Densitas optik yang sangat rendah
|
Chek replenishment rates dan atau chek pencampuran dari larutan-larutan
kimia segar
|
Kekurangan replenishment
|
Penurunan secara gradual dari
kontras dan speed indikator, sementara B+F dan suhu developer normal
|
Peningkatan fog level dan penurunan secara umum dari nilai densitas optik
|
Chek replenishment rates
|
Kelebihan replenishment
|
Terjadi peningkatan nilai B+F dan speed indikator dengan kontras
indikator mengalami penurunan
|
Peningkatan fog level dan penurunan kontras gambar
|
Chek replenishment rates
|
Developer teroksidasi
|
Sedikit kenaikan pada nilai B+F dan ada penurunan pada nilai speed dan
kontras indikator
|
Kehilangan kontras gambar
|
Cuci tangki developer dan buat larutan barunhya. Tambahkan larutan
starter dalam perbandingan yang tepat
|
MODUL 2 : QC PENGUJIAN SAFELIGHT
DAN SISTEM IMEJING DIAGNOSTIK
A.
Uji kebocoran kebocoran
safelight
Untuk mengevaluasi
apakah safelight adalah aman atau tidak bila digunakan dalam prosesing film di
dalam kamar gelap (darkroom), perlu dilakukan pengujian atau evaluasi. Terdapat
beberapa faktor penyebab tidak amannya safelight yang
dipergunakan didalam kamar gelap, antara lain:
a.
Adanya
kebocoran lampu pengaman, sehingga cahaya putih dapat keluar dari lampu
pengaman. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kerusakan housing lampu
pengaman
b.
Filter lampu pengaman yang rusak, pudar ataupun
penempatan filter yang tidak tepatpada posisinya
c. Intensitas penerangan yang terlalu kuat.
Dapat juga disebabkan oleh pemakaian daya lampu pijar yang terlalu tinggi,
pemakaian lampu pengaman yang terlalu
banyak dan pengaruh jarak antara lampu pengaman dengan daerah kerja yang terlalu dekat
d. Pemakaian filter lampu pengaman yang tidak
sesuai sensitivitas spektrum film yang digunakan.
Faktor-faktor diatas besar pengaruhnya terhadap terjadinya fog pada film (Ball & Price, 1989).
2)
Frekuensi
-
Setiap setengah tahun (semiannually)
-
Setiap selesai perbaikan fisik terhadap kaset sinar-X
-
Bila diperlukan
3) Alat dan bahan:
- Pesawat sinar-X
- Kaset berukuran 24 x 30 cm
- Film berukuran 24 x 30 cm
- Safelight yang akan diuji
- Alat bantu karton untuk uji safelight
- Koin 12 buah
- Timer
- Densitometer
- Processing
- Alat tulis
- Light Case
Gb. 1 Karton untuk pengujian lampu pengaman
4)
Metode
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk
pengujian lampu pengaman, yaitu Metode Karton (Ball & Price, 1989) dan
Metode Koin (Jenkins, 1980).
Ø Metode
Karton
a. Prosedur Pengujian
1) Alat bantu
karton untuk uji safelight
2) Semua lampu pengaman kamar gelap dimatikan,
dan masukkan film ke dalam kaset
3) Separuh bagian ditutup dengan timbal (Pb),
kemudian kaset disinari dengan menggunakan sinar-X yang dapat menghasilkan
densitas antara 0,5 – 1,0
4) Keluarkan film di kamar gelap dan letakkan
ditengan-tengah karton yang telah disiapkan, dengan kedua sisi tepi film
tertutupi oleh lipatan karton
5) Kemudian kertas karton tersebut ditutupi
dengan kertas yang lebarnya sama dengan ukuran karton tersebut
6) Letakkan karton tepat dibawah lampu
pengaman yang akan diuji, kemudian nyalakan lampu pengaman sesuai petunjuk
pengujian
7) Kertas tersebut ditarik ke bawah untuk
menyinari bagian film selama 60 detik
8) Setelah itu kertas ditarik ke bawah lagi
untuk menyinari bagian film dibawahnya selama 50 detik, demikian seterusnya
hingga bagian terakhir film mendapatkan penyinaran lampu pengaman. Sehingga
lamanya film mendapatkan penyinaran adalah sebagai berikut :
Bagian I : (60+50+40+30+20+10 = 210 detik)
Bagian II :
(50+40+30+20+10 = 210 detik)
Bagian III
(40+30+20+10 = 210 detik)
Bagian IV :
(30+20+10 = 210 detik)
Bagian V :
(20+10 = 210 detik)
Bagian VI :
(10 = 210 detik)
9) Setelah itu seluruh permukaan film ditutup
dengan kertas dan lampu pengaman dimatikan, kemuadian film diproses di kamar
gelap
b.
Evaluasi:
Film yang diproses akan tampak seperti
gambar berikut ini :
A
|
B
|
C
|
D
|
|
60’
|
||||
50’
|
||||
40’
|
||||
30’
|
||||
20’
|
||||
10’
|
Gb. 2 Daerah film hasil pengujian (Ball & Price, 1989)
Keterangan :
A : Daerah yang
terkena ekspose sinar-X, tetapi tidak mendapatkan penyinaran lampu pengaman
B : Daerah yang terkena ekspose sinar-X, dan mendapatkan penyinaran
lampu pengaman
C : Daerah yang tidak terkena ekspose sinar-X, tetapi mendapatkan
penyinaran lampu pengaman
D : Daerah yang tidak terkena ekspose sinar-X, dan tidak mendapatkan
penyinaran lampu pengaman
1) Untuk
menentukan waktu penanganan unexposed
film yang aman, dapat menggunakan
densitometer. Daerah D yang merupakan gross
fog di ukur densitasnya.
2) Kemudian
ukurlan daerah C mulai dari yang paling bawah ke atas satu-persatu. Cari daerah yang bernlai 0,05 diatas gross fog
3) Setelah
ketemu lihat jumlah waktunya. Daerah ini
dapat menggambarkan daerah maksimum penanganan
unexposed film yang aman.
4) Untuk
menentukan waktu yang aman bagi penanganan exposed film gunakan densitometer diukur densitas daerah A
5) Kemudian ukurlah densitas daerah B
mulai dari bawah ke atas satu persatu
6) Cari
daerah yang densitasnya bernilai 0,05 diatas rata-rata daerah A
7) Setelah
ketemu lihat jumlah waktunya, daerah tersebut menggambarkan daerah maksimum penanganan
exposed film film yang aman
Ø Metode
Koin
a. Prosedur Pengujian
1) Pastikan
kamar gelap dalam keadaan gelap tanpa penerangan, masukkan film yang belum
terkena sinar-X maupun cahaya ke dalam kaset
2) Separuh
bagian kaset ditutup dengan timbal, kemudian kaset diekspose dengan sinar X
sehingga menghasilkan densitas 0,8
3) Kaset
dibuka dan film diletakkan dibawah lampu pengaman yang diuji
4) Tempatkan
beberapa koin diatas permukaan film dan gunakan sebuah karton untuk untuk
menutupi semua koin
5) Bila
lamanya waktu aman penanganan film ± 45 detik, maka pilih interval waktu yang lebih lama,
misalkan 60 detik , maka film dapat dibagi menjadi 6 bagian
6) Jika ada 6 Interval, maka dibutuhkan koin
sebanyak 6 buah
7) Letakkan film diatas tempat kerja, tepat dibawah lampu pengaman, kemudian
nyalakan lampu pengaman dan karton ditarik sehingga koin pertama mendapat
penyinaran selama 10 detik
8) Kemudian karton ditarik lagi kebawah
sehingga koin kedua mendapat penyinaran 10 detik dan demikian seterusnya hingga
koin terakhir
9) Bila koin terakhir telah mendapatkan
penyinaran, kemudian lampu pengaman dimatikan dan film diproses dengan waktu
standart, sehingga lamanya film mendapatkan penyinaran lampu pengaman sebagai
berikut :
Tahap I :
(10+10+10+10+10+10 = 60 detik)
Tahap II :
(10+10+10+10+10 = 50 detik)
Tahap III :
(10+10+10+10 = 40 detik)
Tahap IV :
(10+10+10 = 30 detik)
Tahap V :
(10+10 = 20 detik)
Tahap VI
: (10 detik)
b. Evaluasi
1) Film
yang diproses akan tampak seperti gambar :
A
|
B
|
|
10’
|
||
10’
|
||
10’
|
||
10’
|
||
10’
|
||
10’
|
Gb. 3 Daerah film hasil
pengujian metode koin
Keterangan :
A : Daerah yang terkena ekspose
sinar-X
B : Daerah yang tidak terkena
ekspose sinar-X
2) Hasil pengujian dapat dilihat secara
langsung oleh mata, bila terjadi fog, maka gambaran koin akan terlihat pada
film
3) Bila lamanya waktu aman penanganan film
adalah 45 detik, maka bila gambaran koin akan tampak pada daerah yang
mendapatkan penyinaran lampu pengaman selama 50 detik (Jenskin, 1989)
B. Sistem
imejing (Imaging System)
a. Uji kebocoran kaset sinar-X
(Cassette leakage test)
Kaset merupakan wadah yang
kedap cahaya tampak untuk menempatkan film diantara intensifying screens. Kaset
memiliki berbagai ukuran sesuai kebutuhan.
Intensifying
screens terbuat dari bahan flouresen yang akan memancarkan cahaya tampak bila
terkena radiasi sehingga dapat menghitamkan film. Kaset mudah cedera yang dapat
mengakibatkan kebocoran kaset dan ketidak kontakan film dengan screens. Kaset
harus diperiksa dan dibersihkan secara teratur. Pencatatan harus dilakukan setiap
kali pemeriksaan, perawatan / pemeliharaan dan penggantian (IS).
1) Frekuensi :
-
Setiap tahun (annually)
-
Setiap selesai perbaikan fisik terhadap kaset sinar-X
-
Bila diperlukan
2) Alat yang
diperlukan:
-
Kaset
yang akan diuji tingkat kebocoranya
3) Metode:
-
Isi
kaset dengan film baru
-
Isi kaset
dengan film baru
-
Letakkan kaset dibawah cahaya lampu yang terang selama
15 – 30 menit
-
Kaset dibalik dan ulangi
-
Proses film
4) Evaluasi:
-
Fog
hitam (penghitaman pada sekeliling tepi film menunjukkan kebocoran kaset)
5) Tindakan
yang diperlukan:
-
Perbaiki atau ganti kaset
-
Buat lapora
Catatan : Fog yang sama dapat disebabkan box film yang bocor / sedikit terbuka
b.
Uji kontak
film-sreen (film-screen contact test)
Kaset yang baik harus sesuai dengan sepasang IS dan harus menggunakan
film emulsi ganda. Bila screens yang digunakan blue emitting, maka film
yang digunakan juga harus blue sensitif. Demikian juga bila screens yang digunakan green emitting,
maka film yang digunakan juga harus green sensitif.
Intensifying screens yang sudah berumur mudah cedera. Benda asing pada
permukaan screens atau cidera dapat memberikan marks (tanda) pada film.
Jika terdapat
daerah yang terjadi pengaburan pada radiograf, maka harus dicurigai adanya
ketidak kontakan film-screens.
Screens harus diperiksa dan dibersihkan secara teratur. Pencatatan harus
dilakukan setiap kali pemeriksaan, perawatan / pemeliharaan dan penggantian
(IS).
1)
Frekuensi :
-
Setiap tahun (annually)
-
Setiap selesai perbaikan fisik terhadap kaset sinar-X
-
Bila diperlukan
2)
Alat yang digunakan:
-
Kaset sinar-X yang diuji
-
Alat Uji (satu dos paper clips, lempeng logam
berlubang, fine wire mesh (jaring kawat)
yang dapat menutupi kaset ukuran 35 x 43 cm
-
Mareker Pb jika kaset tidak mempunyai jendela Pb untuk
identitas pasien
3)
Metode:
-
Isi
kaset yang akan diuji dan tempatkan diatas meja pemeriksaan
-
Tutup
seluruh permukaan kaset dengan alat uji (jika menggunakan paper clip harus
didistribusikan merata)
-
Atur
FFD 150 cm (FFD yang tinggi mengurangi ketidak tajaman geometri
-
Buka kolimator seluas kaset
-
Jika
diperlukan tempatkan Pb pada pojok kaset
-
Lakukan eksposi menggunakan 50 kV dan 6 mAs (densitas
film 1 – 2)
-
Proses film
4)
Evaluasi :
-
Gunakan
denstometer untuk mengukur densitas film pada lubang-lubang yang
terbentuk
-
Periksa gambar, cari daerah yang terjadi
pengaburan
-
Daerah
pengaburan juga dapat disebabkan oleh :
à Kaset yang
cedera
à Pemasangan
screen, deterioration
à Kantong
udara
-
Bila
menggunakan alat uji wire mesh, pada daerah ketidak kontakan
flim-screens juga terjadi peningkatan densitas
5)
Tindakan:
-
Perbaiki atau ganti kaset
-
Ganti pemasangan
-
Tes kembali
-
File laporan
MODUL 3 :QC PENGUJIAN
PERALATAN X-RAY IMEJING DIAGNOSTIK
A. X-Ray Tube
(Collimator and beam alignment test, focal spot test)
a. Uji kolimator dan beam alignment
Kolimator atau sering disebut dengan Light
Beam Diaphragm (LBD), diperlukan radiografer untuk memberi panduan bagi
dirinya agar mengetahui arah pusat sinar dan ukuran luas lapangan radiasi yang
akan dipergunakan dalam pemotretan radiografi. Dengan alat bantu yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari tabung sinar-x ini, radiografer akan dengan mudah
mengarahkan pusat sinar-X atau membidikan titik bidik bagi suatu pemotretan
radiografi. Uji kinerja terhadap kolimator sangat diperlukan guna meyakini
keakuratan kerjanya. Pengukuran-pengukuran terhadap keseuaian luas lapangan
cahaya kolimator dengan luas lapangan radiasi, ketepatan jatuhnya titik bidik
dari pusat sinar-X pada pertengahan lapangan sinar-X akan menunjukan ujuk kerja
(performance) dari kolimator suatu tabung sinar-X.
1)
Frekuensi :
-
Setiap setengah tahun (semiannually)
-
Setiap selesai perbaikan fisik terhadap system kolimasi
sinar
-
Bila diperlukan
2)
Alat yang digunakan:
-
Sebuah
kaset sinar-x ukuran 18 x 24 cm yang sudah terisi film
-
Collimator
and Beam Alignment Test Tool (Alat Uji Ketepatan Kolimator dan Berkas Sinar-X)
buatan pabrik atau alat sederhana berupa 8 koin atau paper clips
-
Marker Pb atau 9 koin
3)
Metode:
-
Pastikan bahwa meja datar dan CR 90°
(Tegak Lurus) permukaan meja pemeriksaan (gunakan waterpass)
-
Tempatkan Collimator and Beam Alignment Test Tool di atas kaset yang terisi film diatas meja
pemeriksaan
-
Pastikan plat uji berada ditengah kaset dan bola baja
pada silinder berada dipertengah plat tersebut, perhatikan marker titik hitam
pada plat berada pada searah posisi bersebelahan dengan petugas
-
Atur
FFD (SID) 100 cm dan nyalakan lampu kolimator dengan menentukan CP pada
pertengahan plat/bola baja pada silinder
-
Atur
kondisi pemotretan kurang lebih pada kV 57 dan mAs 10, atau kondisi pemotretan
yang menghasilkan densitas optik cukup dapat dilhat oleh mata
-
Proses film
-
Catat data yang diperoleh
4)
Evaluasi :
-
Analisa film hasil uji kolimator untuk masing-masing
variasi yang mungkin terjadi pada shutter
kolimator pada sumbu X dan Y. Kolimator direkomendasikan baik bila variasi dari
parameter shutter X dan Y lebih kecil dari 2 % FFD yang digunakan pada saat
pengujian
-
Analisa pada film yang sama untuk variasi yang mungkin
terjadi pada ketepatan pusat berkas sinar (beam alingment accuracy). Perhatikan
bila gambaran bola baja yang berada pada posisi bagian atas silinder masih
berada dalam radius 3 derajad maka dapat dikatakan bahwa kondisi pusat berkas
sinar masih konsisten berada ditengah-tengah luas lapangan sniar.
5)
Tindakan:
-
Perbaiki atau menghubungi teknisi
-
Tes kembali
-
File laporan
b.
Evaluasi/estimasi ukuran Focal spot
Metode :
Alternatif Metode selain Menggunakan Koin :
Ø
Gunakan 4 (empat) buah paper clips,
masing-masing dibentuk sudut 90° (L)
Ø
Tempatkan
paper clips pada kempat sudut/pojok lapangan cahaya kolimator
Evaluasi :
Ø
Untuk ketepatan yang sempurna, lapangan cahaya
lampu kolimator (dimana kedua koin ditempatkan) harus sejajar / berimpit dengan
lapangan sinar-X
Ø
Daerah yang disinari tidak boleh lebih besar
dari daerah cahaya tampak
Ø
Pada FFD 100 cm ketidaktepatan kolimator tidak
boleh lebih dari 10 mm atau 1 % (batas
toleransi)
Tindakan :
Ø
Jika
ketidaktepatan tidak dapat diterima harus dilakukan perbaikan
Ø
Hubungi teknisi pesawat sinar-X
B. Uji
Ketepatan CR pada pertengan Bucky (Grid alignment test)
Jika berkas sinar-X tidak benar-benar tepat pada pertengahan bucky, maka
densitas gambar yang dihasilan tidak merata
6)
Frekuensi :
-
Setiap tahun (annually)
-
Setiap selesai perbaikan/penggantian fisik terhadap
Bucky-system
-
Bila diperlukan
7)
Alat yang digunakan:
-
Sebuah
kaset 24 x 30 cm diisi dengan film
-
Bucky / Grid Alignment Test Tool
-
Pesawat
sinar-X yang akan di uji
8)
Metode:
-
Sebuah
kaset 24 x 30 cm diisi dengan film
-
Hidupkan bucky
-
Tempatkan kaset melintang pada bucky tray
-
Atur FFD 100 cm
-
Atur CR pada pertengahan bucky
-
Tempatkan test tool melintang diatas meja pemeriksaan,
dimana lubang paling tengah tepat dipertengahan bucky.
-
Atur kolimator selebar lubang
-
Tutupi lubang lain dengan Pb
-
Lakukan ekspose
-
Jangan pindahkan test tool
-
Geser tabung (off center) sehingga CP pada lubang
berikutnya
-
Atur Pb penutup sehingga lubang tersebut tidak
tertutupi, kecuali lubang yang tidak diekspos
-
Lakukan prosedur serupa hingga ke enam lubang terekspos
-
Proses film
9)
Evaluasi:
-
Densitas pada lubang yang paling tengah harus paling
tinggi, lubang disisi kanan kirinya sedikit lebih terang tetapi sama keduanya. Kedua
lubang paling luar sedikit lebih terang lagi tetapi densitasnya sama pada
keduanya.
10) Tindakan:
-
Jika densitas lubang tidak sesuai parameter diatas,
ketepatan tube harus dicek
-
Jika
hal ini ada masalah panggil teknisi
-
Buat laporan
C. Generator
performance (kV, mA linearity, second, reproducibility X-Ray, HVL Test)
Generator adalah salah satu dari elemen
dari sistem pembangkit sinar-X. Ketidak konsistensian produksi/keluaran sinar-X
dari tabung sinar-X yang dibangkitkan oleh suatu generator pembangkit, sangat
dipengaruhi oleh parameter teknis antara lain
kualitas tegangan suplai, kV, mA dan waktu. (t). Besarnya keluaran
radiasi yang tidak konsisten akibat akibat dari kinerja parameter teknis yang
tidak baik berpengaruh langsung terhadap variasi-variasi baik kualitas gambar,
kualitas atau kuantitas radiasi yang diproduksi dan dosis.
Untuk itu sangatlah penting memonitor
parameter-parameter tersebut khususnya kV, mA, dan waktu eksposi (t),
reprodusibilitas sinar-X, dan kecukupan nilai HVL tabung sinar-X
a.
Uji keakuratan kV
b. Uji linieritas mA (uji
akurasi dan presisi)
c. Uji waktu eksposi (akuarasi
dan presisi)
d. Uji kemampuan reproduksi sinar-X
e.
Uji kecukupan HVL
REFERENSI
AAPM, Acceptance testing of Radiological imaging
equipment. 1982. New York:
The American Institute of Physics, Inc.
AAPM Report No. 72, Quality Control in Diagnostic
Radiology. 2002. AAPM, New York,
USA.
AAPM Report No. 74, Standardized Quality Control in
Diagnostic Radiology. 2002. AAPM, Madison,
USA.
Carrol, Q.B., Fuch’s Principles of Radiographic Exposure,
Processing and Quality Control. 3 ed. 1985, Illionis:Charles C. Thomas Pub.
CEC, European
Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiograpic Images. 1996, CEC:Brussels.
Depkes RI, Pedoman QA
Pelayanan Radiologi, 1999 Jakarta:Dirjen Yanmed-
Dit.Inst.Med.
Depkes RI, Pedoman Peningkatan
QA Fasilitas Pelayanan Radiologi, 1999 Jakarta:Dirjen
Yanmed-Dit.Inst.Med.
Gray JE et al. Quality control in diagnostic imaging.
Baltimore, Maryland: University
Papp. J, Quality Management in Imaging Science. 1988. Toronto:Mosby.
National Council on Radiation Protection and Measurements
(NCRP). Quality assurance for diagnostic imaging equipment. Report no.99, 1988.
BIBLIOGRAFI
Guidelines for a radiology department. Ontario
Medical Association and Ontario
Hospital Association,
1984.
International Electrotechnical Commission, Technical
Report, Evaluation and Routine Testing in Medical Departments. (1223-1) Part 1:
General Aspects, (1993-07); (1223-2-1) Part 2-1: Constancy Tests -Film
Processors, (1993-07); (1223-2-2) Part 2-2: Constancy Tests - Radiographic
Cassettes and Film Changers - Film-screen Contact and Relative Sensitivity of
the Screen-cassette Assembly (1993-07); (1223-2-3) Part 2-3: Constancy Tests
-Darkroom Safelight Conditions (1993-07).
McKinney
WEJ. Radiographic processing and quality control. Philadelphia: J.B. Lippincott Co., 1988.
SK. Ka. BAPETEN, Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, 1999.
Jakarta
SK. Ka. BAPETEN, Pedoman Dosis Pasien Radiodiagnostik, 2003. Jakarta
SK. MENKES No. HK. 01.02.0452 TAHUN 2000 TENTANG Pedoman
Pelayanan Radiologi Rumah sakit
klas B
Seibert JA et
al., eds. Specification, acceptance testing and quality control of
diagnostic x-ray imaging equipment. Woodbury,
New York: American Association of
Physicists in Medicine, (American Institute of Physics, Inc.), 1994.
Quality assurance in diagnostic radiology. Geneva: World Health
Organization, 1982.
No comments:
Post a Comment