KENDALI MUTU
PERALATAN RADIOLOGI
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pelayanan radiologi merupakan pelayanan yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit.
Pengendalian mutu adalah salah satu proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan,
hasil uji, dilakukan segera setelah terjadi pemeriksaan sehingga mutu pelayanan
radiologi dapat ditingkatkan. Kegiatan perbaikan dapat dilakukan dengan tahapan
identifikasi masalah, analisis penyebab dan pemilihan pelaksanaan tindakan
perbaikan.
Mutu pelayanan kesehatan utamanya pelayanan radiologi yang
diselenggarakan oleh berbagai sarana pelayanan kesehatan pada berbagai tingkat
pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta belum merata dan belum sepenuhnya pelayanan
sesuai apa yang diharapkan.
Kendali mutu (Quality
Control) radiologi diharapkan akan dapat mengendalikan persoalan yang berkaitan dengan kualitas gambar dan eksposi
yang diterima pasien. Dengan
adanya pedoman kriteria kualitas yang dapat diterapkan dalam satu fasilitas
pelayanan, maka kualitas gambar ataupun dosis pasien dapat diukur atau
dibandingkan dengan ukuran yang ada pada
pedoman, sehingga ini adalah satu bentuk pendekatan dengan dasar yang kuat
dalam rangka menjaga kinerja fasilitas pelayanan radiologi diagnostik melalui
program kendali mutu.
Radiologi berkembang
sebagai subspesialisasi dalam ilmu kedokteran sejak awal abad 19 dengan ditemukannya sinar X oleh Wilhelm
Conrad Rontgen. Selama 50 tahun perkembangan radiologi adalah membuat film dari
sinar X yang menembus objek yaitu dengan menggunakan kaset. Di Indonesia, penggunaan
alat rontgen sudah lama yaitu sejak 1898 oleh tentara Belanda di Aceh dan
Lombok. Kemudian alat rontgen digunakan di RS militer dan pendidikan. Orang Indonesia
pertama yang menggunakan alat rontgen adalah
RM Notokworo yang lulus dari Universitas Leiden, Belanda. Pada tahun 1939, Prof
WZ Johanes mendapatkan brevet ahli radiologi dari STOVIA. Beliau dianggap sebagai Bapak Radiologi
Indonesia karena mendidik ahli radiologi Indonesia antara lain Prof GA Siwabessy
dan Prof Syahriar Rasyad. (Rasyad, S. 1988)
Penemuan kontras oral
dan injeksi pada tahun 1908-1912, membuat dokter bisa melihat organ seperti kolon,
gaster dan vaskuler.
Sejak tahun 1960 ultrasonografi dikembangkan dengan
prinsip sonar, yaitu menggunakan gelombang suara untuk memeriksa organ tubuh. Sejak saat itu ditemukan
perkembangan yang pesat dari mulai organ superfisial, vaskuler serta organ dalam. Teknik imejing digital
kemudian mulai dikembangkan sejak ditemukannya CT scan (Computed Tomography) oleh Godfrey Hounsfield tahun 1970. Teknik imejing digital ini menggunakan komputer
sebagai pengolah data dan direkonstruksi kembali. Teknik imejing
digital berkembang dengan sangat cepat, mulai dari single slice sampai multislice.
Teknik imejing digital sangat
menolong para klinikus dan ahli bedah karena dapat merekonstruksi organ seperti
vaskuler, kolon, tulang dan potongan multidimensi. Keuntungan teknik imejing digital antara lain,
dapat mengurangi dosis radiasi, menghasilkan imejing yang sangat tajam resolusinya
karena dapat dimanipulasi dengan komputer, dapat dikirim dalam jaringan
komputer yang tersedia, serta dapat disimpan dalam bentuk CD/DVD/HD sehingga lebih tahan lama.
Penelitian tentang MRI (Magnetic
Resonance Imaging) sudah dimulai sejak tahun 1950. Alat MRI pertama baru dipergunakan tahun 1980. Prinsip
MRI adalah menggunakan medan magnet dan resonansi gelombang radio. Alat ini
berkembang pesat sejak 1984 ke seluruh dunia.
Penggunaan nuklir
sebagai diagnostik dan pengobatan di Indonesia dimulai sejak tahun 1971 di RS
Cipto Mangunkusumo Jakarta, kemudian berkembang di Yogyakarta, Semarang, dan
kota-kota lain. Sejak tahun 1975 mulai dikembangkan teknologi PET Scan dimana
teknik ini menggunakan positron yang dihasilkan
oleh siklotron untuk mendeteksi metabolisme di dalam tumor. PET scan
menggunakan alat lain yaitu CT untuk mapping dari organ tubuh. Kegunaan PET
scan antara lain dapat mendeteksi tumor, untuk rencana tindak lanjut terapi dan untuk menentukan derajat kanker.
Sejalan dengan
perkembangan teknik imejing digital,
berkembang pula teknik Digital Radiografi (DR). Perkembangan DR sangat cepat
dan memacu perkembangan sistem Teleradiologi-PACS (Picture Archiving Communication System). Sistem Teleradiologi-PACS
menguntungkan karena dapat membantu
pelayanan radiologi di daerah terpencil
mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan dan jumlah ahli radiologi yang belum
mencukupi.
B. DASAR
HUKUM
1.
Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
2.
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3.
Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4.
Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1997 tentang
Tenaga Kesehatan
5.
Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi
Pengion
6.
Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radioaktif
7.
Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 780/Menkes/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Radiologi
8.
Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi
Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan
C. TUJUAN
Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan radiologi yang
diselenggarakan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan di seluruh Indonesia.
Tujuan
Khusus :
1.
Sebagai
acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan radiologi
secara sistematik dan terarah.
2.
Sebagai
acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan kendali mutu
peralatan radiologi.
3.
Meningkatkan
kinerja pelayanan radiologi.
D. SASARAN
1.
Rumah
Sakit.
2.
Puskesmas
tanpa atau dengan perawatan.
3.
Balai Kesehatan
Paru Masyarakat .
4.
Praktek
Perorangan/berkelompok dokter spesialis/dokter gigi spesialis.
5.
Balai
Besar Laboratorium Kesehatan/Balai Laboratorium Kesehatan.
6.
Laboratorium
Kesehatan Swasta.
7.
Klinik Medical Check Up.
8.
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya sesuai dengan Ketetapan Menteri Kesehatan.
E. PENGERTIAN
1.
Pelayanan
radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi
radiasi pengion, dan non-pengion, serta radiologi intervensi, untuk diagnosis
dan terapi, antara lain teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan
sinar X, radioaktif, ultrasonografi, radiasi radio frekuensi elektromagnetik,
intervensi vaskuler dan non-vaskuler.
2.
Kendali
mutu (Quality Control) radiologi adalah bagian dari jaminan mutu radiologi yang
langsung berkaitan dengan pengukuran – pengukuran secara fisika dari kinerja
fasilitas dan tidak secara langsung berhubungan dengan kualitas gambar yang
diharapkan.
II.
MANAJEMEN MUTU PERALATAN RADIOLOGI
A. DEFINISI
MANAJEMEN MUTU
Sebuah
kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang luas, di dalamnya terdapat
jaminan mutu (Quality Assurance),
peningkatan kualitas yang dilakukan melalui lewat sebuah program untuk melaksanakan serta mengevaluasi sebuah Mutu (Quality Control) dengan menggunakan
berbagai metodologi dan teknik yang
dilakukan secara berkesinambungan.
B. TUJUAN
MANAJEMEN MUTU
Manajemen mutu bertujuan untuk menghasilkan suatu
pencitraan diagnostik dengan mutu terbaik, nilai klinis yang akurat, radiasi
minimal dan aman untuk semua pihak yang terlibat.
C. MANFAAT
MANAJEMEN MUTU
Mendapatkan optimalisasi peralatan, sumber
daya manusia (SDM), efisiensi biaya dan
mutu pelayanan.
D. RUANG
LINGKUP MANAJEMEN MUTU
Ruang lingkup manajemen mutu dijabarkan dalam
program kendali mutu yang meliputi pengujian kinerja :
1.
Acceptance Test (alat “baru”
sebelum digunakan) dilakukan oleh vendor dan fisikawan medik dari pengguna.
2.
Comissioning Test (uji coba kesesuaian untuk tes fungsi/uji fungsi)
dilakukan oleh BPFK dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang.
3.
Monitoring Test (daily,
weekly, monthly/semi annual, annual) : alat yang khusus terhadap “alat setelah digunakan selang kurun waktu
tertentu”, dilakukan oleh :
a.
Daily/weekly : radiografer,
fisikawan medik, dokter spesialis radiologi dari pengguna.
b.
Monthly/Semi annual : Fisikawan medik dari pengguna
c.
Annual : dilakukan oleh BPFK dan atau institusi pengujian
fasilitas kesehatan yang berwenang.
4.
After Repair/Replacement Test (setelah
perbaikan) alat yang sedang mengalami malfungsi atau tidak bekerja sebagaimana
spesifikasinya, dilakukan oleh vendor, fisikawan medik pengguna, BPFK
dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
E. PRINSIP
DASAR MANAJEMEN MUTU
Kegiatan manajemen mutu pada dasarnya terdiri
dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengendalian.
Komponen yang harus ada dalam prinsip dasar manajemen mutu adalah :
1. Komite jaminan mutu
2. Kebijakan manajemen
3. Standar mutu citra
4. Petunjuk penggunaan
5. Audit mutu
6. Pertanggungjawaban
7. Spesifikasi pembelian
8. Pengawasan dan pemeliharaan peralatan
9. Evaluasi pencatatan
10. Pelatihan untuk sumber daya manusia
11. Peninjauan kembali
Hasil kendali mutu peralatan radiologi
dilaporkan kepada Tim Manajemen Mutu, sesuai dengan peraturan yang berlaku di
masing-masing rumah sakit.
Langkah-langkah kegiatan
manajemen mutu :
1.
Penentuan Kebijakan
2.
Pembentukan Tim jaminan mutu yang terdiri dari :
a.
Dokter spesialis Radiologi konsultan Intervensi
b.
Radiografer
c.
Petugas proteksi radiasi / Fisika medik
d.
Perawat
e.
Teknisi alat.
f.
Petugas administrasi
3.
Spesifikasi alat saat pembelian
4.
Prosedur tetap operasional alat
5.
Prosedur tetap bila ada kerusakan emergency pada alat
6.
Audit
mutu peralatan
radiologi intervensional (diagnostik
– terapi)
7.
Pencatatan,
Pemeliharaan dan pengawasan mutu citra
8.
Pencatatan, Pemeliharaan dan pengawasan alat maupun
keluaran radiasi.
9.
Monitoring dosis paparan radiasi pada pasien
10. Monitoring dosis
paparan radiasi pada pekerja radiologi
intervensional
11. Pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja yang terjadi
12. Pelatihan berkala pada
petugas yang bekerja di ruang radiologi intervensional
13. Evaluasi untuk perencanaan tindakan
selanjutnya
F. TINGKAT PROGRAM KENDALI
MUTU
Tingkat
program kendali mutu :
Tingkat 1 : Non-invasif, sederhana.
-
Program pengujian kinerja alat.
-
Bersifat sederhana dan tidak menyangkut
perbaikan
-
Dapat dikerjakan oleh radiografer
Tingkat 2 : Non-invasif, kompleks.
-
Bersifat lebih kompleks tetapi belum menyangkut
perbaikan.
-
Sebaiknya dikerjakan oleh radiografer bersertifikasi dalam prosedur
kendali mutu.
-
Peralatan uji yang dipakai lebih canggih seperti : Multifunctional meters, atau Computerized Multifunction Unit.
Tingkat 3 : Invasif, kompleks
-
Bersifat sangat kompleks, sudah menyangkut perbaikan atau koreksi
vital maupun kalibrasi.
-
Normalnya dikerjakan oleh tenaga berkualifikasi sarjana teknik … (elektro
medik???) atau fisikawan medis.
III.
PROGRAM KENDALI
MUTU PERALATAN IMEJING RADIOLOGI MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
A. PANDUAN
QC–QA MODALITAS MRI
Dalam melakukan
program kendali mutu pada modalitas radiologi magnetic resonance imaging, maka pola pikir yang harus ditanamkan
adalah besarnya investasi yang dikeluarkan untuk instalasinya. Sehingga apabila
investasi sebesar itu tidak dibarengi dengan system kelola mutu yang baik, maka
akan membawa dampak ekonomi yang sangat besar.
Dengan semakin
maraknya pemeriksaan medis yang membutuhkan diagnosis melalui modalitas magnetic resonance imaging. Maka semakin
perlu juga dilakukan kendali mutu dari modalitas ini. Sayangnya masih banyak
rumah sakit yang dilengkapi dengan alat ini melakukan program kendali mutunya
hanya melalui skema after sales service.
Sehingga alat QC (kendali mutu) dan prosedur QA (jaminan mutu) tidak sepenuhnya
dilakukan oleh Fisikawan Medis. Dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi
Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan, maka perlu dilaksanakan QC untuk
modalitas ini agar pencapaian kerja bagian radiologi semakin meningkat.
Yang perlu juga
dibangun dalam program QC dan QA modalitas ini adalah diskusi berkelanjutan
dari semua pekerja radiologi (Dokter Spesialis Radiologi, Fisikawan Medis,
Radiografer, vendor alat) dalam upaya mengoptimalkan fungsi-fungsi yang
terdapat pada alat agar pemanfaatannya dapat berguna untuk diagnosis pasien.
Sehingga secara makro atau nasional bisa membangun sistem pelayanan radiologi
diagnostik yang komprehensif.
Terdapat beberapa
panduan yang harus diperhatikan pada pelaksanaan program QC-QA MRI. Seringkali
dalam pembelian alat, pihak rumah sakit kurang berdiskusi secara mendalam
dengan vendor mengenai spesifikasi alat yang akan dibeli. Factor lainnya adalah
pembelian alat tidak terintegrasi dengan rencana pengembangan pelayanan rumah
sakit. Oleh karena itu, apabila modalitas ini akan atau telah dipasang, maka
panduan pelayanannya di rancang agar :
1.
Pemilihan
alat dilakukan yang sesuai dengan kebutuhan setempat (ada dua tipe MRI,
doughnuts dan sandwich).
2.
Tempat
instalasi alat mempunyai ruangan yang memadai (luas).
3.
Pemasangan alat dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan
trampil.
4.
Ada jaminan bahwa alat yang telah dipasang dapat
beroperasi dengan baik.
5.
Ada jaminan bahwa performa alat dapat terpelihara dan
terjaga dalam waktu yang lama.
6.
Terdapat protokol pemeriksaan yang tepat dan memadai
untuk mengoperasikan alat tersebut.
7.
Citra hasilnya mampu untuk menegakkan diagnosis secara
akurat.
B. JAMINAN
MUTU MODALITAS MRI
1.
Jaminan Mutu adalah konsep yang
komprehensif yang terdiri dari semua aspek praktek manajemen dan teknis untuk
menjamin kualitas pelayanan MRI.
Kegiatan ini diarahkan agar setiap langkah dan tahapan kerja yang dilakukan
dapat menghasilkan suatu keadaan yang menunjang program kerja departemen radiologi.
Aspek psikologi yang hendak ditanamkan pada jaminan mutu, paling tidak mencakup
hal-hal di bawah ini :
a.
Prosedur pencitraan sangat diperlukan dan pilihan
penggunaannya adalah yang dianggap paling tepat untuk masalah klinis atau
penelitian yang hendak dipecahkan atau dilakukan;
b.
Citra hasil yang didapatkan mampu memenuhi standar
kualitas yang sudah ditentukan;
c.
Citra hasil dapat diinterpretasikan/dibaca dengan benar
dan dapat segera dikirimkan/diketahui hasilnya oleh dokter pengirim;
d.
Proses pencitraan harus dilakukan dengan risiko, biaya
dan ketidaknyamanan serendah mungkin kepada pasien.
2.
Kendali mutu adalah komponen teknis
yang terkait dan terintegrasi dengan program penjaminan mutu pelayanan
radiologi.
Terdapat enam langkah yang harus dilakukan ketika kita hendak melakukan
program kendali mutu. Tahapan ini berisi tentang target dan perosedur kerja
yang diarahkan agar bisa menunjang keberhasilan program pelayanan radiologi. Tingkat keberhasilan
pada satu tahapan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pada tahapan lainnya. Dan pada akhirnya akan berpengaruh
kepada program penjaminan mutu secara keseluruhan. Oleh karena itu keenam
tahapan tersebut harus benar dilakukan dan tepat dihasilkan.
a.
Memilih peralatan yang sesuai
untuk setiap prosedur kendali mutu yang akan kita lakukan. Kesalahan memilih,
bisa berakibat pada kesalahan metode yang diterapkan dan ketepatan hasil yang
didapatkan. Sering kali terjadi perdebatan ketika kita mempresentasikan suatu
program kendali mutu. Sampai kemudian baru disadari bahwa pelaralatan yang dipakai
berbeda, maka tingkat toleransi dan ketepatannya juga akan berbeda;
b.
Memastikan instalasi pesawat telah
tepat (proper). Ketidaktepatan pada instalasi hardware maupun software
pesawat MRI dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelayanan. Investasi yang sedemikian
mahal akan musnah dan menimbulkan kerusakan yang besar terhadap pasien, pekerja
dan ruangan;
c.
Melakukan uji kelaikan (Acceptance testing).
Program ini merupakan suatu tahapan yang bersifat mandatori pada setiap
modalitas imejing. Walaupun belum ada badan pemerintah yang mengatur tentang
kelaikan pesawat MRI, tetapi tanpa dilakukan uji kelaikan maka modalitas ini
akan bekerja tanpa parameter yang jelas.
d.
Menetapkan panduan hasil dari
pesawat MRI. Kita mengetahui bahwa saat ini beredar pesawat dengan variasi kuat
medan magnet dan tipe (sandwich, doughnut)
yang memiliki spesifikasi dan kondisi tersendiri. Maka dalam program kendali
mutu, bagian radiologi harus membuat panduan standar hasil dari setiap pesawat
MRI yang dimiliki.
e.
Melakukan deteksi dan diagnosis
pada setiap hal yang melenceng (deviasi) dari standar panduan hasil yang telah
ditetapkan. Mengetahui ketidakberesan pesawat MRI secara dini akan memudahkan
kita dalam mengembalikan standar panduan hasil yang telah kita tetapkan. Banyak pihak rumah sakit
menyerahkan masalah ini pada mekanisme jaminan purna jual (after sales service). Padahal program kendali mutu juga merupakan
andil kerja dari dokter spesialis radiologi diagnostik, fisikawan medis,
radiografer dan elektromedis. Sehingga ketika ditemukan adanya hal yang
melnceng maka pekerja radiasi tersebut di atas hendknya melakukan pertemuan
dengan pihak pemasok (vendor) untuk melakukan program kendali mutu agar mengembalikan
kepanduan standar hasil.
f.
Melakukan verifikasi dari
penyebab penurunan unjuk kerja pesawat
MRI yang telah diperbaiki. Seringkali setelah kita melakukan perbaikan panduan standar
hasil, kita tidak melakukan tahapan yang disebut verifikasi atau dalam istilah
lain disebut cek ulang. Kita tidak mengetahui bahwa parameter yang telah kita
kembalikan nilanya, masih sangat mungkin untuk dapat berubah. Oleh karena itu,
verifikasilah yang perlu kita lakukan. Sebagaimana motto program jaminan mutu we trust you, but should be verified.
C.
PROTOKOL KENDALI MUTU MODALITAS
MRI
Terdapat beberapa peran yang dilakukan pada personel kerja di instalasi
radiologi, yaitu:
Peran Radiografer :
·
Berperan sebagai
pelaksana pengujian Quality Control harian/mingguan.
·
Mempunyai wewenang yang
terbatas.
Peran Fisikawan Medis:
·
Menyusun pedoman mengenai
dasar-dasar pemeriksaan peralatan yang perlu dilakukan dalam pengujian Quality
Control harian/mingguan.
·
Memutuskan tindakan yang
perlu dilakukan apabila ada ditemukan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dari
hasil pengujian yang dilakukan.
KENDALI
MUTU HARIAN
1. Panduan
umum
Program ujinya tertuju pada aspek klinis dan
protokolnya harus singkat. Langkah ini memakan waktu 5 – 10 menit untuk
akuisisi dan 5 – 10 menit untuk analisis data/pencatatan/ulasan. Hasilnya
dicatat dan disimpan dengan baik dan bisa menjadi rekomendasi parameter untuk
pemindaian pertama pada hari itu.
2. Phantom
Untuk keperluan program kendali mutu
diperlukan phantom dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Phantom kepala silindrik/sperikal
(sederhana)
Gambar 1. Phantom kepala silindrik/sperikal (sederhana)
2. Phantom dari ACR atau Vendor
Gambar 2. Phantom dari ACR
atau Vendor
3. Uji Aspek Klinis
Parameter yang diuji adalah;
a.
Memonitor
pusat frekuensi,
1)
penyimpangan
medan magnet (Bo),
2)
perubahan
tingkat cryogen,
b.
Memonitor
lebar garis medan magnet,
Tujuannya
adalah untuk mengevaluasi kerusakan homogenitas medan magnet.
c.
Mengetahui
pergeseran geometrik.
Tujuannya
adalah untuk mengevaluasi kehandalan
sistem gradien magnet.
d.
Mengetahui
SNR atau kemampuan menangkap pemancar frekuensi (transmitter gain)
Tujuannya adalah untuk mengevaluasi
fungsi koil dan panel pengirim/penerima.
4. Uji
untuk model fMRI
Prosedur uji ini sama dengan yang terdapat
pada uji aspek klinis, tetapi ditambah dengan :
a.
Stabilitas
pemindaian fMRI,
b.
Tingkat
pembentukan bayangan (ghosting),
c.
SNR
untuk EPI (pencitraan bidang gema/echo
planar imaging),
d.
Distorsi
untuk EPI
e.
Stabilitas
untuk percobaan/pemeriksan BOLD (ketergantungan tingkat oksigen dalam darah/blood oxygen level dependent
5. Protokol kendali mutu harian untuk aspek klinis
·
Waktu relatif yang
dibutuhkan 5 menit.
·
Gunakan phantom silindrik
·
Lakukan penyetelan phantom selama 5 menit
·
Seri 1: untuk lokalisasi (0.5 menit)
·
Seri 2: lakukan pemindaian axial – spin echo (2
menit)
–
TR/TE/average
= 500/20ms/1;
–
FOV =
~25 cm; tebal irisan = 5mm;
–
Separasi = 60%; dan 7-9 irisan aksial (termasuk
irisan tengah)
–
rBW = 156 Hz/pixel; Matriks = 256 x256
·
Seri 3: lakukan pemindaian koronal atau sagital
– spin echo (2 menit)
6. Protokol kendali mutu harian untuk aspek GRE/klinis
·
Gunakan
phantom silindrik
·
Lakukan
penyetelan phantom selama 5 menit (realisasi 1,7 menit)
·
Seri 1:
untuk lokalisasi (0.5 menit)
·
Seri 2:
lakukan pemindaian aksial –
FLASH/SPGR/FFE (38 detik)
–
TR/TE/flip/average = 150/7ms/15° /1;
–
FOV =
~25 cm; tebal irisan = 5mm;
–
Separasi
= 60%; and ~5 irisan aksial (termasuk irisan tengah)
–
rBW (receiver or acquisition bandwidth) = 250 Hz/pixel; matriks = 256 x256
·
Seri 3:
lakukan pemindaian koronal atau sagital scan – FLASH (high mechanical index imaging
atau"Flash" imaging)
/SPGR (spoiled gradient echo sequence) /FFE (fast-field-echo) selama 38 detik
7.
Protokol
kendali mutu harian fMRI
·
Dilakukan dengan menggunakan phantom spherical
·
Atur
nilai TR = 2000 ms; TE = 25.3 ms
·
Lakukan sebanyak ~7
irisan
·
Jumlah dan ukuran piksel
citranya = 256-512/irisan
·
FOV: 22 cm
·
Tebal irisan:5 mm, gap
1.0 mm
·
Gunakan matriks 64 x 64
·
Waktu pemindaian = 8.5 -
17 menit
·
Matikan fungsi
iPAT/ASSET/SENSE
8.
Analisis
data hasil QC harian
Data yang telah
didapatkan dilakukan pengolahan untuk kemudian :
·
Catat nilai frekuensi tengah
·
Catat lebar
garis berkas medan (line width)
·
Catat nilai panel/gain pemancar
·
Lakukan pengukuran distorsi geometrik
·
Lakukan pengukuran SNR
Sedangkan untuk analisis data hasil QC harian fMRI dilakukan pada
parameter :
·
Tingkat pembentukan bayangan
(ghosting)
·
SNR
·
Stabilitas
9.
Program
kendali mutu mingguan/bulanan
Pada program ini, terdapat beberapa parameter yang diuji, yaitu :
·
Ketepatan posisi meja
pemeriksaan
·
Resolusi spasial kontras
tinggi
·
Kemampuan mendeteksi
kontras rendah
·
Keseragaman citra
·
Distorsi geometrik
komprehensif
·
SNR dari koil tubuh dan
koil yang paling sering dipakai
10. Protokol QC mingguan (1)
·
Phantom yang digunakan
adalah phantom silindrik yang difungsikan sebagai koil kepala
·
Lakukan penyetelan selama 5 menit
·
Beri tanda pada garis
perpotongan atau pada bagian tengah batang phantom
·
Seri 1: Lokalisasi selama
0.5 menit
·
Seri 2: pemindaian aksial
– spin echo selama 2 menit
–
TR/TE/average =
500/20ms/1;
–
FOV = ~25 cm; slice
thickness = 5mm;
–
Separasi = 3 mm; dan 9
irisan aksial (termasuk irisan tengah)
–
rBW
= 156 Hz/pixel; matriks = 256 x256
·
Jika menggunakan phantom
ACR, gunakan protokol ACR T1
·
Total waktu yang
dibutuhkan untuk uji ini selama 2.5 menit
11. Protokol QC mingguan (2)
·
Phantom yang digunakan
adalah phantom spherikal
·
Lakukan pengesetan
phantom selama 5 menit.
·
Gunakan koil tubuh untuk
melakukan uji ini.
·
Seri 1: Lakukan
lokalisasi selama 0.5 menit
·
Seri 2: kemudian lakukan
pemindaian aksial – spin echo (2 menit)
–
TR/TE/average =
500/20ms/1;
–
FOV = ~36 cm; tebal
irisan = 5mm;
–
Separasi = 3 mm; dan 5
irisan aksial (sudah termasuk irisan tengah)
–
rBW
= 156 Hz/pixel; matriks = 256 x256
·
Seri
3: kemudian pemindaian koronal – spin echo (2 menit)
·
Seri 4: kemudian
pemindaian sagital – spin echo (2 menit)
·
Waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan uji ini = 9 menit
Analisis data
·
Catat nilai panel
pemancar (transmitter gain) dari koil tubuh
·
Pengukuran keseragaman
citra aksial, koronal, dan sagital
·
Pengukuran SNR pada citra
aksial tengah
·
Pergeseran geometrik pada
citra aksial/koronal/sagital
12. Protokol QC mingguan (3)
·
Menggunakan phantom spherikal
·
Lakukan pengesetan phantom selama 5 menit
·
Gunakan koil lain yang paling sering digunakan
·
Ulangi langkah yang terdapat pada protokol mingguan
(2) à akuisisi/analisis
·
Waktu yang dibutuhkan adalah 16,5 menit
13. Parameter QC bulanan
a.
Ketepatan posisi irisan
·
Phantom yang dipakai adalah phantom ACR atau DQA
·
Seri 1: Lakukan lokalisasi selama 0.5 menit
·
Seri 2: lakukan pemindaian aksial – spin echo (2 menit)
–
TR/TE/average
= 500/20ms/1;
–
FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm;
–
separasi = 5 mm; dan 11 irisan aksial
–
rBW = 156 Hz/pixel; matriks = 256 x256
·
Setelah itu dilakukan analisis
b.
Penilaian arus Eddy
·
Gunakan phantom sperikal untuk koil kepala
·
Seri 1: lakukan lokalisasi selama 0.5 menit
·
Seri 2: pemindaian aksial – EPI (1 sec)
–
Setelah itu lakukan pemindaian tunggal (single-shot), spin-echo, TR/TE/average
= 1000ms/20ms/1;
–
FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm;
–
Separasi = 1 mm; dan 5 irisan aksial
–
Matriks yang digunakan = 128x128
–
Fungsi i-PAT/Asset/SENSE tidak diaktifkan
·
Seri 3: ulangi langkah di atas untuk prosedur gradient-echo EPI
·
Waktu yang diperlukan untuk uji ini 3,5 menit
·
Seri 4: DW(diffusion
weighted) -EPI (0.5 min)
–
Lakukan pemindaian tunggal (single-shot), spin-echo;
–
TR/TE/average
= 5000 ms/min/1;
–
FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm;
–
Separasi = 1mm; and 5 axial slices
–
Ukuran matriks = 128x128
–
b=1000 s/mm2, arah ortogonal 3 dimensi
–
fungsi i-PAT/Asset/SENSE tidak diaktifkan
·
Waktu yang diperlukan untuk uji ini 4 menit
·
Seri 5: FSE (2 menit)
–
TR/TE/average
= 4000ms/85ms/1;
–
ETL (Echo
train length) = 8
–
FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm;
–
Separasi = 1 mm; dan 5 irisan aksial
–
Matriks = 256x256
–
Fungsi i-PAT/Asset/SENSE tidak diaktifkan
–
Waktu yang dibutuhkan 6 menit
Analisis data
·
Analisis
bayangan/ghosting EPI (SE dan GRE)
·
Analisis
pergeseran EPI
·
Analisis
pergeseran DWI
·
Analisis
kekaburan FSE
·
Analisis
bayangan/ghosting FSE
c.
Penggambaran medan magnet (field mapping)
·
Gunakan phantom spherikal untuk koil tubuh
·
Seri 1: Lakukan lokalizasi selama 0.5 menit
·
Seri 2: lakukan pemindaian
aksial dual-echo gradient echo (<
1min)
–
TR = 150ms, average
=1;
–
FOV = ~35 cm; tebal irisan = 7 mm;
–
Separasi = 1 mm; dan 5 irisan aksial
–
Matriks = 256x256; Non aktifkan fungsi
i-PAT/Asset/SENSE
·
Seri 3: ulangi langkah diatas untuk koronal (< 1 menit)
·
Seri 4: ulangi langkah diatas untuk sagital (< 1 menit)
·
Waktu yang dibutuhkan untuk uji ini 10,5 menit
Analisis data
·
Hasilkan fase penggambaran untuk seri aksial,
koronal, dan sagital
·
Buat perkiraan keseragaman medan magnet (field homogenity)
–
puncak ke puncak dalam ppm
–
rms dalam ppm
14. Parameter QC tahunan
·
Semua yang terdapat pada uji mingguan dan bulanan
·
Stabilitas GRE
·
Stabiitas fMRI
·
Uji Gradien
·
Spectroscopy
·
Keakuratan daya pancar (transmission power)
·
Penilaian pergeseran frekuensi dan cryogen boil-off
·
Membahas kalibrasi bersama vendor & membuat
laporannya.
IV.
PROGRAM KENDALI MUTU PERALATAN IMEJING
RADIOLOGI ULTRASONOGRAFI (USG)
A. PENDAHULUAN
Pesawat
ultrasonografi telah sering digunakan sebagai modalitas penunjang medis dalam
penegakan suatu diagnosis. Modalitas ultrasonografi ini cukup disenangi karena
memiliki banyak keunggulan misalnya, bersifat non-invasif, tidak menimbulkan
radiasi, memberikan gambaran jaringan lunak yang lebih jelas dibandingkan foto
rontgen konvensional dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Karena tingkat
okupasi alat ini cukup tinggi, maka untuk memastikan alat ini bekerja dengan
maksimal perlu dilakukan kendali mutu secara periodik.
Gambar
3. Jenis-jenis kerusakan yang ditemui
Sering kali menjadi
argumentasi apakah perlu dilakukan kendali mutu terhadap pesawat ultrasound
dengan alasan kerusakan akan segera terlihat oleh operator ketika memeriksa
pasien langsung. Namun alangkah lebih baik, jika kerusakan tersebut dikenali
lebih dulu sebelum merugikan pasien yang
diperiksa.
Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lu, Zeng F. (2004), tiga besar kendala yang sering adalah image uniformity (30%), mechanical check (27%), dan image display soft/hard copy quality (21%).
Dengan kendali mutu yang berkelanjutan, kendala tersebut dapat diminimalisir.
B. BASELINE TEST
Baseline test adalah suatu uji yang menggambarkan indikator
kinerja puncak dari kualitas pencitraan suatu pesawat USG. Hasil dari baseline test ini akan digunakan sebagai
control setting pada tes-tes berikutnya.
Perubahan yang halus dalam kualitas pencitraan dapat dideteksi dengan
membandingkannya dengan nilai baseline
test ini. Waktu yang terbaik untuk melakukan tes ini adalah sesaat setelah
mesin baru selesai diterima dan dipasang. Atau bila tidak memungkinkan, tes
dapat dilakukan setelah servis berkala yang dilaksanakan oleh tenaga ahli yang
berkualitas.
Jaringan phantom yang baik dibutuhkan dalam proses control setting. Dalam proses control setting, scan phantom seolah-olah itu adalah pasien dan dan sesuaikan
pengaturan alat yang terbaik secara klinis. Pastikan pengaturan alat dilakukan
dengan kondisi pencahayaan ruangan yang akan dipakai sehari-hari. Pencahayaan
ruangan yang sama juga harus digunakan pada saat kendali mutu berikutnya
dilaksanakan. Jika pengaturan alat sudah selesai, dokumentasikan seluruh
hasilnya serta simpan seluruh pencitraan
yang dihasilkan, tandai sebagai ‘baseline
image’. Dokumen ini digunakan sebagai
perbandingan pada saat tes-tes berikutnya.
Pada
beberapa mesin tertentu, dimungkinkan untuk melakukan pemograman
pengaturan yang diinginkan dalam file yang ditentukan pengguna. Ketika file dipanggil kembali, mesin secara otomatis akan
menyesuaikan semua pengaturan pencitraan kembali sesuai
dengan nilai-nilai yang diinginkan.
Action level merupakan indikator nilai kualitas pencitraan, dimana tindakan
korektif harus segera diambil sebelum mencapai defect level dimana alat tersebut sudah
tidak akurat untuk digunakan. Biasanya action
level berkisar 75% dibawah defect
level.
C. DESAIN PHANTOM
Sebagian besar dari tes kendali mutu
dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih phantom USG. Jika menggunakan dua phantom
atau
lebih, adalah penting untuk konsisten untuk
menggunakan phantom yang
sama pada tes-tes berikutnya. Misalnya jika dua phantom yang digunakan untuk tes yang berbeda, tetapi keduanya memiliki satu set filamen yang
digunakan untuk tes tertentu (misalnya, filament horizontal), maka hanya
satu dari kedua phantom tersebut yang akan digunakan phantom akurasi jarak horizontal.
Phantom yang ideal untuk proses pengujian harus terbuat dari
material tissue mimicking (TM) yang
mempunyai karakteristik: speed of sound 1540 ± 10 m/s pada suhu 22°C, attenuation coefficient
50.5-0,7 dB/cm/MHz, dan
echogenitas serta tekstur pencitraan yang menyerupai parenkim hati.
Gambar 4. Phantom
Sayangnya banyak material TM
berbahan dasar air yang memungkinkan proses dehidrasi dari waktu ke waktu, mengakibatkan perubahan
dalam karakteristik speed of sound
dan attenuation coefficient. Kemajuan terbaru dalam teknologi pembuatan phantom
dengan menggunakan segel untuk mengurangi masalah dehidrasi tersebut namun
tidak dapat mengatasi masalah ini sepenuhnya. Sebagai tolak ukurnya, phantoms yang memiliki kecepatan
suara yang
berbeda dari 1540 m/s akan menghasilkan fokus yang tidak akurat sehingga
tidak dapat digunakan sebagai phantom kendali mutu.
D. TES KENDALI MUTU
Tes
kendali mutu ini dibagi menjadi dua bagian:
1.
Frequently Perform Test
Tes
ini dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dengan menggunakan transducer yang biasa dan setiap 1 tahun sekali dengan menggunakan
semua jenis transducer yang tersedia.
a.
Physical and mechanical
inspection
1)
Tujuan
Menilai
komponen keras (hardware) dari alat USG
2)
Alat dan bahan
Tidak
ada
3)
Prosedur
Periksa
perangkat keras berikut
a)
Transducers: periksa kabel, housing, dan transmitting surface dari keretakan serta konektor. Pastikan
pergerakannya permukaannya lembut dan bebas dari getaran dan kemungkinan adanya
gelembung udara.
b)
Power cord: periksa adanya keretakan,
perubahan warna, dan kerusakan pada kabel ataupun colokan.
c)
Control: periksa kinerja dari tombol
kontrol.
d)
Video monitor: periksa kebersihannya,
goresan serta kinerja dari tombol kontrol.
e)
Wheel and locks: pastikan kinerja dari
keduanya.
f)
Dust filter: periksa kebersihannya.
g)
Scanner housing: periksa adanya kerusakan.
4)
Penilaian dan Evaluasi
Ditemukan
ketidaksesuaian dengan kondisi standar
5)
Frekuensi uji
Setiap hari
6)
Rekomendasi Tindakan Korektif
Pelajari
kembali buku manual, jika tidak dapat dikoreksi hubungi pabrik pembuat untuk
servis berkala.
b.
Display monitor and hard copy
1)
Tujuan
Menilai
display monitor dan hard copy alat USG.
2)
Alat dan bahan
Tidak
ada.
3)
Prosedur
-
Pastikan tombol contrast
dan brightness di layar monitor pada
posisi baseline.
-
Tampilkan grayscale
test pattern (misalnya step-wedge
pattern) pada layar monitor
-
Hitung jumlah grayscale
bars yang ditampilkan pada tahap pertama dan tahap terakhir, serta jumlah
dari keduanya. Kemudian bandingkan dengan baseline.
-
Periksa teks yang ditampilkan untuk menilai apakah ada
keburaman (blur).
-
Buatlah hardcopy
dari masing-masing pencitraan tersebut, kemudian bandingkan dengan baseline.
4)
Penilaian dan Evaluasi
-
Suggested action level: jumlah gray bar yang
ditampilkan<nilai kontrol -2.
-
Suggested defect level: jumlah gray bar yang ditampilkan<nilai
kontrol -3.
5)
Frekuensi uji
Setiap
tiga bulan
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
Gambar 5. Grayscale step-wedge
pattern
c.
Image uniformity
1)
Tujuan
Gangguan
pada image uniformity ini akan memunculkan artefak yang meningkatkan false
negative dalam pemeriksaan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh malfungsi
hardware misalnya, transducer elemen
yang buruk, kabel yang tidak terpasang dengan baik, atau akibat malfungsi
software pesawat itu sendiri.
2)
Alat dan bahan
Phantom image uniformity
3)
Prosedur
-
Gunakan baseline
setting jika ada atau gunakan cardboard template pada TGC (Time Gain Compensation) setting jika
dibuat pada saat baseline setting.
-
Tampilkan gambar menggunakan single dan multiple focal
zones.
-
Sesuaikan gain
dan TGC menjadi baseline value (harus
menghasilkan moderate image brightness,
uniform with depth).
-
Scan phantom dan freeze image bersamaan menggerakan transducer.
-
Periksa adanya streaking
(lapisan-lapisan) pada gambar.
-
Jika terdapat streaking,
cobalah scan ulang pada bagian
phantom yang berbeda. Coba juga untuk mengubah focal zone, pilih fewer
atau more focal zone.
4)
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level: nonuniformity ≥ 4 dB.
Suggested defect level: nonuniformity ≥ 6 dB.
5)
Frekuensi Uji
Setiap
tiga bulan
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
Gambar 6. Horizontal streaking.
d.
Maximum depth of visualization
1)
Tujuan
Fungsi
ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam mendeteksi dan menampilkan objek dengan
sinyal echo yang paling rendah.
2) Alat dan bahan
Phantom
maximum depth
3) Prosedur
-
Gunakan baseline
setting jika ada. Jika tidak, sesuaikan system
output and gain, TGC, focal zone, dan persistence
sehingga didapatkan gambararan yang cerah relatif uniform.
-
Pengaturan yang disarankan:
*
Deepest focal zone
*
Gain dan output power pada maximum
*
TGC pada full gain
*
Reject pada off atau minimum.
*
Field of view pada nilai memungkinkan
visualisasi kedalaman maksimal.
-
Scan phantom dan freeze image
-
Ukur kedalaman penetrasi dengan menguunakan caliper , jarak antara puncak scan windows dengan objek anechoic
spherikal atau silindrikal terdalam.
-
Cetak film dari tampilan ini.
-
Ukur kedalaman pada film.
4)
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level: perbedaan kedalaman pada layar dan film ≥ 0.6
cm
Suggested defect level: perbedaan kedalaman pada layar dan film ≥ 1.0
cm
5)
Frekuensi Uji
Setiap
tiga bulan
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
Gambar 7. Depth visualization
e.
Distance accuracy
1)
Tujuan
Menilai
akurasi pengukuran alat USG.
2)
Alat dan bahan
Phantom distance accuracy
3)
Prosedur
-
Gunakan baseline
setting jika ada. Jika tidak, sesuaikan system
output and gain, TGC, focal zone, dan persistence
sehingga didapatkan gambararan yang cerah relatif uniform.
-
Pengaturan yang disarankan:
*
Deepest focal zone
*
Gain dan output power pada maximum
*
TGC pada full gain
*
Reject pada off atau minimum.
*
Field of view pada nilai memungkinkan
visualisasi kedalaman maksimal.
-
Scan phantom sehingga kolum vertical dari filament
target menuju pusat gambar dan kolom horizontal juga terlihat. Gunakan transducer dengan sedikit
penekanan.
-
Ukur jarak antar filamen yang jelas terlihat dengan
menggunakan kaliper. Catat hasilnya.
-
Cetak film dari tampilan ini.
-
Ukur jarak pada film.
Gambar 8. Distance Acurracy
4)
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level :
-
Vertikal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 1.5 mm/ 1.5 %
-
Horizontal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 2.0 mm/ 2 %
Suggested defect level :
-
Vertikal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 2.0 mm/ 2.0 %
-
Horizontal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 3.0 mm/ 3 %
5)
Frekuensi
Setiap
tiga bulan
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
2.
Less Frequent Perform Test
Tes
ini dilaksanakan setahun sekali dengan
menggunakan semua jenis transducer
yang tersedia.
a.
Anechoic object imaging
1)
Tujuan
Fungsi
ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam mendeteksi dan menampilkan objek
bulat, kontras negative dengan berbagai ukuran.
2)
Alat dan Bahan
Phantom anechoic object imaging
3)
Prosedur
-
Gunakan baseline
setting jika tersedia.
-
Set multiple
focal zone (contoh, 3, 7, 11 cm) atau single focus pada depths
-
Sesuaikan gain,
power dan TGC untuk menampilkan
sejumlah objek anechoic secara maksimal.
-
Scan phantom
-
Rekam objek anechoic terkecil yang dapat terlihat,
atau rekam jarak kedalaman dimana objek anchoic dapat terlihat. (hasil ini
dapat diambil dari pemeriksaan visual
depth accuracy).
-
Nilai kualitas dari objek anechoic tersebut :
C = clear
F = filled
J = jagged edge
N = no
enhancement distal
-
Gunakan caliper
untuk menilai ke tinggi dan lebar dari objek anechoic tersebut. Hitung rasio
tinggi dibandingkan lebarnya.
-
Untuk satu atau beberapa objek anechoic yang berkualitas filled
in, turunkan gain hingga filled in tersebut hilang. Catat nilai gain yang baru ini bandingkan dengan baseline.
Gambar 9. Anechoic object imaging
Keterangan
gambar :
Kiri : normal terdapat artefak di sisi atas dan
bawahnya
Tengah : memipih
Kanan : gangguan noise
4)
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level dan suggested defect level :
-
Perbedaan tinggi dan lebar melebihi 20%.
-
Terdapat perbedaan pengukuran gain yang konsisten dibandingkan baseline.
5)
Frekuensi Uji
Setiap
tahun
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
b.
Axial resolution
1)
Tujuan
Fungsi
ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam mendeteksi serta menampilkan objek-objek
yang berdekatan dan tersusun dalam beam’s
axis.
Setup: Seperti pada anechoic object test.
Sesuaikan
gain sehingga texture echoes pada background terlihat.
2)
Alat dan Bahan
Phantom
axial resolution
3)
Prosedur
-
Scan phantom, perbesar maksimum
pada axial resolution target group
yang akan dinilai.
-
Rekam axial
resolution dimana kedua target terlihat terpisah paling minimal pada setiap
kedalaman.
Gambar 10. Axial resolution
4)
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level dan suggested defect level :
-
Axial resolution 1 mm atau lebih, atau 2 mm atau
lebih pada transducer dengan
frekuensi > 4 MHz.
-
Terdapat perbedaan pengukuran yang konsisten
dibandingkan baseline.
5) Frekuensi
Setiap
tahun
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
c.
Lateral resolution or response
width
1)
Tujuan
Fungsi
ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam membedakan struktur yang berdekatan
dalam image plane sepanjang garis
perpendicular pada beam’s major axis.
2)
Alat dan bahan
Phantom Lateral resolution
3)
Prosedur
-
Scan phantom pada daerah yang
mengandung filamen vertical column.
-
Turunkan FOV untuk melihat filament pada region
tertentu, jika mungkin perbesar filamen tersebut.
-
Freeze gambar tersebut.
-
Dengan menggunakan caliper, ukur lateral resolution atau respone width yaitu lebar filamen pada daerah tertentu.
-
Ulangi pada bagian lainnya (untuk baseline test, pilih tiga filamen yang terdekat, menengah dan terjauh dari transducer).
4)
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level : > 1 mm dari nilai baseline.
Suggested defect level : >1.5 mm dari nilai baseline.
5)
Frekuensi
Setiap
tahun
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
Tabel
1. Lateral resolution yang
direkomendasikan
Gambar 11. Pengukuran Lateral resolution
d. Ringdown or death zone
1)
Tujuan
Menilai
ringdown atau death zone yang merupakan jarak dari permukaan transducers dengan echo pertama yang dapat diidentifikasi.
2)
Alat dan bahan
Phantom death zone
3)
Prosedur
-
Gunakan baseline
setting bila ada.
-
Mencari focal
zone yang terdekat dengan permukaan
-
Sesuikan gain
sehingga background echo dapat
terlihat.
-
Hindari near
gain yang berlebihan pada TGC.
-
Scan phantom pada region yang
mengandung death zone test filament
-
Freeze gambar
-
Hitung kedalaman filamen yang paling dekat dengan
permukaan.
Gambar 12. Death Zone Phantom
4)
Penilaian dan evaluasi
Suggested action level:
-
7 mm untuk f
> 3 MHz
-
5 mm untuk 3 MHz < f < 7 MHz
-
3 mm untuk f
< 7 MHz
Suggested defect level
-
10 mm untuk f
> 3 MHz
-
7 mm untuk 3 MHz < f < 7 MHz
-
4 mm untuk f
< 7 MHz
5)
Frekuensi
Setiap
tahun
6)
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
E. USG DOPPLER
1.
Tujuan
Menilai :
-
akurasi
sudut
-
dimensi
volume sampel
-
kecepatan
terendah yang dapat dideteksi
-
kecepatan
tertinggi yang dapat dideteksi
-
estimasi peak
velocity
2.
Alat dan bahan
String
phantom USG Doppler
3.
Prosedur
-
Spectral Doppler sample
volume diletakan
pada string yang bergerak dengan bantuan B Mode.
-
Catat kecepatan terekam meliputi kecepatan terendah dan
tertinggi yang dapat dideteksi, serta estimasi
peak velocity.
-
Ukur kemiringan sudut yang terekam.
-
Ukur dimensi volume sampel yang terekam.
-
Bandingkan dengan pengaturan pada phantom dan spesifikasi
pabrik.
Gambar
13. String Phantom
4.
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level: perbedaan fitur yang tercatat dengan alat ≥
5%
Suggested defect level: perbedaan fitur yang tercatat dengan alat ≥
5%
5.
Frekuensi
Setiap
3 bulan.
6.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
F.
USG 3D
1.
Tujuan
Menilai
akurasi pengukuran 3D alat USG.
2.
Alat dan bahan
Phantom
3D (egg shape)
3.
Prosedur
-
Gunakan baseline
setting jika ada. Jika tidak, sesuaikan system
output and gain, TGC, focal zone, dan persistence
sehingga didapatkan gambararan yang cerah relatif seragam/uniform.
-
Pengaturan yang disarankan :
*
Deepest focal zone
*
Gain dan output power pada maximum
*
TGC pada full gain
*
Reject pada off atau minimum.
*
Field of view pada nilai memungkinkan
visualisasi kedalaman maksimal.
-
Scan phantom sehingga struktur 3D (egg shape)
menjadi pusat gambar Gunakan transducer
dengan sedikit penekanan.
-
Freeze gambar.
-
Ukur jarak antar sisi struktur 3D yang jelas terlihat
dengan menggunakan kaliper. Catat hasilnya.
-
Bandingkan dengan hasilnya pada petunjuk phantom
Gambar 14. Phantom USG 3D
4.
Penilaian dan Evaluasi
Suggested action level: perbedaan jarak ≥ 1.5 mm/ 1.5 %
Suggested defect level: perbedaan jarak ≥ 2.0 mm/ 2.0 %
5.
Frekuensi
Setiap
tiga bulan
6.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
G. KESIMPULAN
Kendali
mutu peralatan USG sangat diperlukan dalam mengoptimalisasikan kinerja dari peralatan
tersebut. Tersedia berbagai macam phantom di pasaran dengan modalitas
pengukuran yang berbeda-beda, ada yang untuk satu modalitas atau hampir
keseluruhan modalitas. Dengan phantom tersebut dapat dinilai kinerja dari
pesawat USG pada saat itu, sehingga dapat diambil tidakan koreksi yang tepat.
Sampai saat ini belum ada phantom standar yang ditentukan untuk kendali mutu
pesawat USG. Teknologi ultrasonografi akan terus berkembang sehingga
perbaikan-perbaikan terhadap kendali mutu yang ada sangat diperlukan.
V.
PROGRAM KENDALI MUTU PERALATAN RADIOLOGI COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN)
A. PENGERTIAN
Kendali mutu peralatan CT Scan sangat diperlukan dalam penggunaan
peralatan tersebut dalam rangka menjamin kualitas pencitraan yang dihasilkan.
Kualitas pencitraan maksimal akan memberikan informasi maksimal juga kepada
dokter radiologi sehingga dapat meningkatkan keakuratan diagnosis yang akhirnya
memberikan fasilitas maksimal kepada pelayanan pasien.
Kendali mutu peralatan CT Scan dapat diartikan sebagai program berkala
untuk menguji kinerja pesawat CT scan dan membandingkannya dengan standar yang
ada. Hendaknya kendali mutu ini dapat dilaksanakan sebagai suatu rutinitas,
sehingga adanya ketidaksesuian yang sekecil apapun dapat terdeteksi dengan
cepat dan dapat diambil tindakan koreksi dengan segera.
Program kendali mutu peralatan CT Scan yang perlu dilaksanakan secara
rutin adalah :
1.
CT Dosimetri
2.
Pengujian Kinerja Komponen Elektromekanikal
a.
Marker Pasien
b.
Meja Pemeriksaan
c.
Kemiringan Gantry
d.
Kolimasi
e.
Generator sinar-X
3.
Tes Kualitas Gambar
a.
Noise
b.
Field Uniformity
c.
Quantitative CT
d.
Spatial Resolution
e.
Contrast Resolution
4.
Pengujian terhadap Software CT Simulation
B. CT
DOSIMETRI
Perhatian utama dari kendali mutu CT
scan ini adalah keselamatan pasien. Sebenarnya dosis radiasi yang
diterima oleh pasien CT scan tidak signifikan dibandingkan
dengan dosis radiasi pada pasien dengan radiasi primer, sehingga pada umumnya
tidak terlalu diperhatikan. Dosis radiasi pada petugas pelaksana harus juga
menjadi perhatian.
1.
Tujuan
Memastikan
dosis yang diterima (pasien maupun petugas) sesuai dengan standar.
2.
Alat dan
Bahan
Pengukur dosis radiasi (dosimeter).
Gambar 15.
Dosimeter
3.
Prosedur
a.
Ukur paparan radiasi di setiap sisi ruangan.
b.
Ukur paparan radiasi yang diterima di bagian
bawah mesin CT Scan.
4.
Penilaian
dan Evaluasi
Pengukuran dilakukan untuk mengevaluasi dosis
paparan dari peralatan CT Scan, dengan ketentuan sebagai berikut :
-
Hasil
pengukuran dosis paparan pada setiap sisi ruangan tidak boleh melebihi NBD
sesuai ketentuan dari BAPETEN.
-
Hasil
pengukuran paparan di bagian bawah mesin CT Scan tidak boleh lebih dari 20%
standar pabrik.
Tabel 2. Test CT
Dosimetri
5.
Frekuensi
Uji
Pada
saat pertama kali instalasi dan setiap tahun atau setiap penggantian komponen
besar dari CT Scan.
6.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
C. PENGUJIAN
KOMPONEN ELEKTROMEKANIKAL
1.
Marker
Pasien / Positioning laser
Positioning laser adalah
laser eksternal yang digunakan untuk menandai bahwa pasien sudah berada
pada posisi yang benar. Positioning lasers terdiri dari tiga bagian yang terpisah yaitu: gantry lasers, wall mounted lasers (dapat bergerak) dan overhead mobile sagittal laser.
Gambar 16. Laser pada Pesawat CT Scan
a.
Tujuan
Mengetahui dan mengidentifikasi posisi gantry lasers dengan bidang pencitraan (scan plane).
b.
Alat dan
Bahan
Alignment tool (phantom).
c.
Prosedur
Gambar 17. Phantom Positioning Laser
d.
Penilaian
dan Evaluasi
- Gantry
lasers harus secara akurat
mengidentifikasi masuknya scan plane
ke dalam gantry.
- Posisi gantry
lasers harus parallel dan ortogonal terhadap scan plane dan harus berpotongan tegak lurus pada pusat scan plane.
- Sisi vertikal wall lasers harus terpisah dari imaging
plane.
- Wall
lasers harus parallel dan
ortogonal terhadap scan plane, dan
secara bersamaan harus berpotongan tegak lurus pada pusat scan plane.
- Overhead
sagittal laser harus
ortogonal terhadap imaging plane.
- Pergerakan overhead sagittal laser harus akurat dan linear.
e.
Frekuensi
Uji
Tabel 3. Frekuensi
Uji Marker
Pasien / Positioning Laser
Pengujian
|
Frekuensi Uji
|
Alignment
of gantry lasers
|
Harian
|
Orientation
of gantry lasers
|
Bulanan
|
Spacing
of lateral wall lasers
|
Bulanan
|
Orientation
of lateral wall laser
|
Bulanan
|
Spacing
of overhead sagital laser
|
Bulanan
|
Orientation
of overhead sagital laser
|
Bulanan
|
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
2.
Meja
Pemeriksaan
Pesawat CT scan biasa nya dilengkapi dengan
meja pemeriksaan pasien yang berbentuk cradle-shape
table top. Untuk melaksanakan kendali mutu dibutuhkan meja pemeriksaan yang
berbentuk flat shape table top dengan
cara menyisipkan bahan tambahan di atas cradle-shape
table top pada CT scan konvensional.
a.
Tujuan
Mengetahui fungsi pergerakan
meja pemeriksaan (vertikal dan transversal) dengan bantuan positioning laser.
b.
Alat dan Bahan
-
Flat-shape table top
-
Positioning laser
c.
Prosedur
- Flat-shape
table top harus bebas dari
objek yang dapat menimbulkan artefak (seperti baut dan lain-lain).
Gambar 18. Flat
shape table top
d.
Penilaian
dan Evaluasi
- Flat-shape
table top harus berada
setinggi dan ortogonal dengan imaging
plane.
- Pergerakan vertikal dan longitudinal dari meja
pemeriksaan harus akurat dan dapat berulang kali.
- Posisi dan indexing
meja pemeriksaan dibawah scanner control
harus akurat.
- Batas toleransi ± 1 mm dari standar.
e.
Frekuensi
Uji
-
Pemeriksaan
pergerakan vertikal dan longitudinal : Bulanan
-
Pemeriksaan
Indexing dan position : Tahunan
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
3.
Kemiringan
Gantry
Keutamaan pesawat CT scan adalah kemampuan
mendapatkan gambar CT Scan non-ortogonal dengan cara memiringkan gantry. Hal ini berguna untuk
mendapatkan gambar dengan kemiringan tertentu tanpa merubah posisi meja
pemeriksaan.
a.
Tujuan
Mengetahui kesesuaian fungsi gantry dan kemiringannya dengan
indikator yang ditunjukkan.
b.
Alat dan Bahan
-
Ready-pack film
-
Kotak
akrilik penyanggah
c.
Prosedur
- Selembar ready-pack
film direkatkan pada kotak akrilik.
- Letakan tepat sejajar dengan sagittal positioning laser.
- Side
gantry laser harus memotong
tegak lurus pada titik tegah dari film tersebut.
- Single
scan dengan tingkat
ketebalan setipis mungkin, dilakukan pada posisi gantry 0⁰.
- Single
scan berikutnya dilakukan
kembali dengan sudut yang berbeda.
- Hasil dari foto tersebut diukur dengan busur
derajat.
d.
Penilaian dan Evaluasi
- Sudut kemiringan gantry terhadap garis vertikal dari imaging plane harus tepat dengan tingkat akurasi ± 1⁰.
- Setelah dimiringkan, gantry harus dapat dikembalikan ke posisi vertikal awal (ortogonal
terhadap meja pemeriksaan).
Gambar
19. Pengujian Kemiringan Gantry
e.
Frekuensi Uji
Pengujian kemiringan gantry dilakukan setiap tahun sekali.
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
4.
Kolimasi
Terdapat dua jenis collimation pada pesawat CT Scan yaitu :
- pre-patient
collimation : collimation yang terletak distal dari sumber sinar X, menghasilkan radiation
profile width
- post-patient
collimation
: collimation yang terletak
dekat detector array, menghasilkan sensitivity
profile width.
Ketepatan
tingkat collimation pada pre-patient collimation dan post-patient collimation akan menentukan
kualitas gambar yang dihasilkan.
a.
Tujuan
Menilai ketepatan radiation profile width dan sensitivity
profile width pada alat.
b.
Alat dan
Bahan
-
Phantom
collimation
-
Software
dari pabrik
c.
Prosedur
d.
Penilaian
dan Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengamati radiation
profile width dan sensitivity profile width menggunakan
phantom dan software yang disediakan
oleh pabrik pembuat CT Scan. Batas toleransi uji kolimasi ini adalah ± 1 mm dari standar.
e.
Frekuensi
Uji
Pengujian kolimasi CT
Scan dilakukan setiap 1 tahun sekali.
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
5.
Generator
Sinar X
Seperti peralatan radiografik lainnya yang
menggunakan sinar X, CT Scan membutuhkan kualitas dan kuantitas emisi foton
yang baik. Kinerja dan kalibrasi yang buruk dari generator sinar X ini akan
menghasilkan gambar yang buruk dan artefak yang mengganggu serta membahayakan
pasien.
a.
Tujuan
1)
Mengevaluasi
potensial puncak (kVp)
2)
Mengevaluasi
half-value layer (HVL)
3)
Mengevaluasi
mAs linearity
4)
Mengevaluasi
mAs reproducibility
5)
Mengevaluasi
akurasi waktu.
b.
Alat dan Bahan
Pencil
ionization chamber (electrometer)
c.
Prosedur
1)
Generator
sinar X pada gantry diposisikan pada 0o.
2)
Meja
pemeriksaan diposisikan pada level terendah di dalam gantry.
3)
Alat
pengukur (pencil ionization chamber
atau elektrometer) diletakan pada tengah meja
pemeriksaan dengan bantuan overhead
gantry laser.
4)
Atur collimator
yang terlebar.
5)
Evaluasi
kelima komponen di atas.
Gambar
20. Pencil Ionization Chamber
d.
Penilaian
dan Evaluasi
Penilaian dilakukan pada
kVp, HVL, mAs linearity, mAs
reproducibility, dan akurasi waktu. Batas
toleransi sesuai dengan standar pabrik.
e.
Frekuensi
Uji
Setelah penggantian komponen baru.
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
D. TES KUALITAS GAMBAR
Kualitas gambar secara langsung mempengaruhi
kemampuan untuk mengidentifikasi target organ yang akan dievaluasi serta struktur
sekitarnya untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Pengujian/tes kualitas
gambar yang dilakukan pada peralatan CT Scan meliputi : noise, field uniformity, quantitative CT, spatial resolution, dan contrast
resolution.
1.
Noise
Idealnya,
phantom uniform (misalnya air) suatu CT Scan akan menghasilkan gambar yang
memiliki CT number yang sama pada
suatu region tertentu (region of
interest/ROI). Namun pada kenyataannya, CT
number yang dihasilkan dari bahan uniform tidaklah sama. Variasi random
dari CT number inilah yang disebut
dengan noise.
Noise suatu gambar menentukan batas terbawah subject contrast yang dapat dibedakan
oleh observer. Semakin uniform suatu objek berkontras rendah, semakin besar
kontras objek itu. Sehingga, semakin kecil noise
suatu gambar, semakin besar akurasi yang akan dihasilkan dari gambar tersebut.
a. Tujuan
Memverifikasi perbedaan antara noise pada pesawat CT Scan dengan
spesifikasi pabrik. Kendali mutu ini diharapkan dilakukan setiap hari.
b. Alat
dan Bahan
Phantom
air
c. Prosedur
-
Scan
phantom air kepala dan badan berdinding plexiglas.
-
Dari
bagian pusat gambar yang dihasilkan (ROI)
diambil sampel untuk menentukan CT number
(HU).
-
Variasi
dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik.
Gambar 21. Pengujian Phantom Noise
d. Penilaian
dan Evaluasi
Hasil pengujian dan variasinya dibandingkan
dengan spesifikasi pabrik. Hasil pengujian harus sesuai dengan spesifikasi pabrik.
e. Frekuensi
Uji
Pengujian noise dilakukan setiap
hari (harian).
f.
Rekomendasi Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
2.
Field Uniformity
Artefak gambar karena desain peralatan,
pasien yang bergerak, pengerasan sinar, atau image reconstruction software akan timbul sebagai variasi CT number (HU). Gambar CT Scan dari phantom uniform harus bebas dari streaking dan artefak. Perbedaan nilai
rata-rata dari phantom uniform harus
berkisar 5 HU.
a.
Tujuan
Mengetahui perbedaan nilai rata-rata dari phantom uniform.
b.
Alat dan
bahan
Phantom air.
c.
Prosedur
-
Scan
phantom air kepala dan badan berdinding plexiglass.
-
Untuk
penilaian harian, phantom diletakkan pada bidang tengah dari scan field.
-
Namun
untuk penilaian bulanan, phantom dapat juga diletakan di sisi.
-
Dari
bagian pusat gambar yang dihasilkan (ROI)
diambil sampel untuk menentukan CT number
(HU).
-
Variasi
dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik.
d.
Penilaian
dan Evaluasi
Amati perbedaan nilai rata-rata dari phantom
uniform, batas toleransi ± 5 HU dari nilai standar.
e.
Frekuensi
Uji
Pengujian dilakukan harian dan bulanan.
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
Gambar 22. Artefak
3.
Quantitative CT
Gambar yang didapatkan dari CT Scan juga
dapat digunakan untuk menghitung distribusi dosis yang terpapar. Program
kendali mutu harus dapat menjadi evaluasi akurasi dan densitas dari CT number pada berbagai material yang
berbeda yang memiliki koefisien atenuasi yang berbeda.
a.
Tujuan
Program kendali mutu harus memverifikasi
tingkat akurasi CT number pada air
pada tes harian, pada beberapa material yang berbeda pada tes bulanan, dan pada
electron density phantom pada tes
tahunan.
b.
Alat dan
bahan
-
Untuk
penilaian harian, phantom air.
-
Untuk
penilaian bulan, quantitative CT phantom
Gambar 23. Quantitative CT Phantom
c.
Prosedur
-
Scan
phantom air kepala dan badan berdinding Plexiglas (harian), atau quantitave CT phantom (bulanan).
-
Dari
bagian pusat gambar yang dihasilkan (ROI)
diambil sampel untuk menentukan CT number
(HU).
-
Variasi
dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik.
d.
Penilaian
dan Evaluasi
Hasil pengujian dibandingkan dengan
spesifikasi pabrik, batas toleransi ± 5 HU.
e.
Frekuensi
Uji
Pengujian dilakukan harian dan bulanan.
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
4.
Spatial Resolution
Spatial
resolution adalah kemampuan
suatu sistem pencitraan dalam membedakan dua objek kecil yang diletakan sangat
berdekatan dengan latar belakang noiseless
field. Spatial resolution sering
juga disebut juga high contrast
resolution.
a.
Tujuan
Membuktikan spatial resolution yang dimiliki alat sesuai dengan karakteristik
dari pabrik.
b.
Alat dan
bahan
Phantom spatial
resolution (bar atau bead).
c.
Prosedur
-
Scan
phantom spatial resolution.
-
Evaluasi
hasilnya dengan membandingkan dengan standar pabrik.
Gambar 24. Spatial
Resolution Phantom
d.
Penilaian
dan Evaluasi
Garis-garis atau bulatan-bulatan yang ditunjukkan
dinilai sampai pada garis atau bulatan terkecil. Bandingkan hasil pengujian
dengan spesifikasi pabrik.
e.
Frekuensi
Uji
Pengujian dilakukan setiap 1 tahun sekali.
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
5.
Contrast Resolution
Contrast
Resolution adalah kemampuan
pesawat CT Scan dalam membedakan suatu objek dari latar belakangnya, dimana
keduanya miliki perbedaan densitas yang relatif kecil. Contrast resolution
sering juga disebut low contrast
resolution.
a.
Tujuan
Menguji kesesuaian contrast resolution yang dimiliki alat dengan karakteristik yang
dari pabrik.
Gambar 25. Contrast
Resolution
b.
Alat dan
bahan
Phantom contrast
resolution.
c.
Prosedur
-
Scan phantom contrast resolution.
-
Dari
bagian-bagian gambar yang dihasilkan (ROI)
diambil sampel untuk menentukan CT number
(HU).
-
Variasi
dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik.
d.
Penilaian
dan Evaluasi
Batas toleransi sesuai spesifikasi pabrik.
e.
Frekuensi
Uji
Pengujian dilakukan setiap 1 tahun sekali.
f.
Rekomendasi
Tindakan Korektif
Hubungi
pabrik pembuat untuk servis berkala.
E. PENGUJIAN TERHADAP SOFTWARE CT SIMULATION
CT-simulation adalah proses simulasi geometri terhadap
pengaturan sinar serta lapangan pemeriksaan, tanpa menghasilkan informasi
tentang dosis sinar X. Yang menjadi pusat perhatian dalam proses ini adalah virtual simulation software yang
merupakan inti dari kendali mutu ini. Untuk masing-masing pemeriksaan
dibutuhkan phantomnya masing-masing.
1.
Spatial/geometry accuracy test
a.
Image input test
1)
geometrical accuracy
-
ukuran pixel
-
spatial
fidelity
-
ketebalan irisan dan jarak
2)
orientasi gambar
-
prone/supine
-
kepala/kaki
-
kiri/kanan
3)
informasi teks
4)
grayscale
value
b.
Machine definition
1)
Collimator simulation
-
geometrical accuracy (± 1 mm)
-
rotation accuracy (± 1⁰)
2)
Gantry rotation (± 1⁰)
3)
Patient support assembly (PSA) simulation
-
geometrical accuracy (± 1 mm)
-
rotation accuracy (± 1⁰)
c.
Isocenter calculation and movement
d.
Image reconstruction (multiplanar
dan 3D)
2.
Evaluasi
hasil Digitally Reconstructed Radiographs
(DRRs)
a.
Spatial and contrast resolution
b.
Geometric and spatial accuracy (2-3%)
c.
Hardcopy quality (output device)
F. KESIMPULAN
Program
kendali mutu dirancang untuk meningkatkan akurasi kinerja pesawat CT
scan sehingga pasien dapat terdiagnosis dengan lebih baik. Implementasi dari
program kendali mutu ini bergantung pada setiap lembaga dalam mengambil
kebijakan masing-masing. Perangkat CT scan ini adalah perangkat yang akan
terus berkembang baik dari sisi hardware maupun
software, sehingga program kendali
mutu ini juga harus dapat mengikutinya, untuk memastikan tingkat
akurasi dan efisien radiasi perangkat CT scan itu sendiri.
VI.
PROGRAM KENDALI
MUTU PERALATAN RADIOLOGI INTERVENSIONAL
A.
PENGERTIAN
Radiologi intervensional adalah suatu
tindakan medis baik vaskuler maupun non-vaskuler yang dilakukan melalui per kutaneus
dengan panduan imejing, tanpa membuka rongga tubuh, untuk mengurangi,
memperbaiki, menghentikan atau menghilangkan symptom maupun kelainan akibat
perubahan patologis pada pasien. Tindakan radiologi intervensional dilakukan baik
untuk kepentingan diagnostik maupun terapi.
Pelayanan radiologi intervensional saat ini
di Indonesia semakin banyak dilakukan. Peralatan panduan yang digunakan pada
radiologi intervensional yaitu:
1.
Pesawat
x-ray dilengkapi dengan fluoroskopi, image
intensifier atau Digital Substraction
Angiography (DSA)
2.
Computed Tomography Scan (CT scan)
3.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
4.
Ultrasonografi
(USG)
Radiologi intervensional meliputi intervensi
vaskuler dan intervensi non-vaskuler.
Pemeriksaan intervensi vaskuler misalnya :
-
PTA (Percutaneous Transluminal
Angioplasty)
-
Fibrinolytic Therapy
-
Embolization Therapy
-
Endovascular Stenting atau Stent-Graft
-
Penatalaksanaan perdarahan saluran gastro intestinal
-
Portal Hypertension and TIPS
-
IVC filter
-
Central Venous Access
-
Dialysis Access intervention
Pemeriksaan intervensi non-vaskuler misalnya
:
-
Gastrointestinal tract
intervention
-
Genitourinary intervention
-
Biliary tract intervention
(PTBD, Biliary Stenting)
-
Thoracic intervention
-
Abscess and fluid collection drainage
-
Percutaneuous biopsy
-
Foreign body retrieval
-
Ablation : RFA , cryoablation
B.
TUJUAN
Tindakan radiologi intervensional dengan
menggunakan radiasi pengion sinar X baik sebagai panduan tindakan maupun
pengambilan citra sebagai arsip melibatkan peralatan yang canggih baik analog
maupun digital selain itu juga paparan radiasi tinggi baik untuk pasien maupun
petugas. Oleh karena itu tindakan kendali mutu (quality control/QC) untuk peralatan radiologi intervensional perlu
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1.
Efisiensi biaya
2.
Optimalisasi peralatan
Manfaat yang dapat
diperoleh dengan melaksanakan QC peralatan radiologi intervensional yaitu :
1.
Menghasilkan
keluaran diagnostik, baik citra maupun hasil
interpretasi yang akurat sesuai dengan patologi penyakit pasien.
2.
Menghasilkan keluaran terapi yang maksimal sesuai
dengan target terapi yang diharapkan.
3.
Meminimalkan dosis paparan radiasi pada pasien maupun
pekerja di ruang radiologi intervensional.
4.
Memberikan keamanan kerja di ruang radiologi intervensional.
5.
Peningkatan pelayanan radiologi intervensional.
C.
ALAT
DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan
pada kegiatan QC radiologi intervensional tergantung pada jenis peralatan
panduan (fluoroskopi/DSA, CT Scan, MRI atau Ultrasonografi).
1.
Fluoroskopi/DSA
Alat dan
bahan yang digunakan dalam kegiatan mendukung QC radiologi intervensional untuk
fluoroskopi/DSA meliputi peralatan primer dan peralatan sekunder. Peralatan tersebut dipakai hanya untuk
kepentingan kalibrasi non-invasif. Peralatan primer yang dipakai yaitu : bilik
ionisasi (ionization chamber) dan Electronic Black Boxes. Sedangkan
peralatan sekunder yang dipakai yaitu : Wisconsin
test cassette, pocket dosimeter, spin top.
2.
CT Scan
Alat untuk
melakukan kegiatan QC peralatan radiologi intervensional apabila peralatan
panduan yang digunakan CT Scan adalah phantom.
3.
MRI
Sama dengan
CT Scan alat yang digunakan pada kegiatan QC peralatan radiologi intervensional
apabila peralatan panduan yang digunakan MRI adalah phantom.
4.
Ultrasonografi
D.
PROSEDUR
Prosedur pengujian pada
masing-masing peralatan pemandu untuk kegiatan QC peralatan radiologi
intervensional dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Fluoroskopi/DSA
Peralatan
fluoroskopi/DSA yang digunakan dalam pemeriksaan radiologi intervensional
meliputi 3 bagian, yaitu sistem fluoroskopi, peralatan pelindung radiasi dan
peralatan tampilan (display). Prosedur pengujian yang dilakukan meliputi
hal-hal berikut :
a.
Sistem Fluoroskopi
1)
Pengujian Kebocoran
Radiasi pada Tabung Sinar-X
Gambar 26. Prosedur Pengujian Kebocoran Radiasi
Tabung Sinar-X
2)
Pengukuran HVL
Gambar 27. Pengukuran HVL
Langkah-langkah pengujian :
-
Atur kilo voltase yang diinginkan secara manual
-
Ukurlah tingkat paparan radiasinya
-
Geser
penyerap kearah dalam berkas secukupnya
3)
Pengukuran Titik Fokus
-
Yang diukur adalah titik fokus tampak (apparent focal spot)
-
Hal yang diperhatikan :
o Titik fokus yang lebih kecil akan mengurangi ketidaktajaman geometrik
o Titik fokus yang
lebih besar akan meningkatkan pemanasan/suhu tabung
o Ukuran titik fokus berubah sesuai dengan teknik yang dipakai
Gambar 28. Titik Fokus pada Tabung Sinar-X
Langkah-langkah pengukuran (teknik standar yang diperlukan) :
a.
Atur
daya tabung pada 75 kV (typical)
b.
Atus
nilai mAs pada maksimum 50% dari kV yang dipergunakan
c.
Gunakan
kaset direct exposure (tanpa tabir penguat)
Cara-cara pengukuran titik fokus :
a.
Pengukuran secara langsung
-
Pin Hole Camera
-
Slit Camera
Gambar 29. Prosedur Pengukuran dengan Slit Camera dan Pinhole Camera
Prosedur pengukuran
dengan menggunakan Slit Camera dan Pinhole Camera :
-
Ukur
titik fokus secara langsung pada setiap arah sinarnya.
-
Gunakan segitiga untuk mengkoreksi jarak
-
Rumus akan mengkoreksi ukuran alat yang sebenarnya.
-
Diperlukan 2 kali eksposi untuk pengujian metode slit.
b.
Pengukuran tidak langsung
-
Star Test Pattern
-
Bar Phantom
Gambar 30. Star
Test Pattern
Prosedur Pengukuran dengan Star Test Pattern :
-
Ukur diameter blur yang
terbesar (pada setiap arah).
-
Ukur magnifikasi.
-
Gunakan
rumus untuk menghitung ukuran fokal spot.
|
-
F : diameter titik fokus
-
ω : sudut (radial) pola sebaran berkas sinar x-ray
-
d : diameter, sesuai dengan arah katoda-anoda dimana
berkas sinar x
mulai menghilang
-
M : faktor
magnifikasi (rasio gambar dengan diameter riil)
Gambar 31. Bar
Phantom
Gambar 32. Prosedur
Pengukuran Titik Fokus dengan Bar Phantom
4)
Pengujian Ketepatan KV
5)
Pengujian Ketepatan Waktu Penyinaran
Gambar 33. Prosedur Pengukuran Ketepatan Waktu Penyinaran
6)
Pengujian Linieritas Keluaran Radiasi
7)
Pengujian Reproduksi
Keluaran Radiasi
8)
Pengujian Ketepatan Kolimasi
Langkah-langkah pengukuran ketepatan kolimasi :
-
Lakukan eksposi pada film yang berada di atas meja
berskala
-
Akan
tampak bidang
citra berupa tampilan yang berskala pada layar monitor
-
Bandingkan bidang yang
tampak oleh mata (monitor) dengan bidang berkas sinar-X di film.
-
Uji ini hendaknya dilakukan pada beberapa model
magnifikasi.
Gambar 34. Prosedur Pengukuran Ketepatan Kolimasi
9)
Ketidaksesuaian tepi
lapangan dengan image receptor
b.
Peralatan pelindung radiasi
1)
Pengujian kebocoran apron
c.
Peralatan tampilan (display)
1)
SMPTE test untuk video monitor
Gambar 35. SMPTE Test
2)
Pengujian ada/tidaknya artifak pada cetak film
(print out) hasil pemeriksaan.
3)
Pengujian ada/tidaknya gangguan pada laser
printer.
2.
CT Scan
3.
MRI
4.
Ultrasonografi
E.
PENILAIAN DAN EVALUASI
1.
Fluoroskopi/DSA
a.
Sistem
Fluoroskopi
Penilaian dan evaluasi hasil pengujian dari peralatan
fluoroskopi/DSA untuk tiap prosedur pengujian adalah sebagai berikut :
1)
Pengujian kebocoran Radiasi
pada Tabung Sinar-X
Pengukuran dilakukan untuk menilai dosis
kebocoran radiasi tabung sinar-X pada jarak 1 m kemudian dikonversikan ke 10 cm.
2)
Pengukuran Ukuran Titik Fokus
Ukuran titik fokus
yang diukur adalah > 1,5 mm, > 0,8
dan ≤ 1,5 mm dan < 0,8 mm.
3)
Pengukuran HVL
Pengukuran HVL untuk unit pesawat sinar-X
dilakukan untuk daya tabung 50, 70, dan 125 kV.
4)
Pengujian Ketepatan KV
Pengujian ketepatan
kV dilakukan pada daya tabung 60, 81, 50, 81 dan 125 kV baik untuk paediatric
unit maupun chest unit.
5)
Pengujian Ketepatan Waktu Penyinaran
Pengujian ketepatan
waktu penyinaran untuk waktu paparan > 100 ms dan < 100 ms.
6)
Pengujian Linieritas Keluaran Radiasi
Yang
diuji adalah ...
7)
Pengujian Reproduksi Keluaran Radiasi
Yang diuji
adalah ...
8)
Pengujian Ketepatan Kolimasi (ketidaksesuaian tepi
lapangan dengan image receptor)
Pengujian dilakukan
pada SID 100 cm untuk mengetahui berapa prosentasi dan jumlah ketidaksesuaian tepi lapangan
dengan image receptor.
b.
Peralatan pelindung radiasi (pengujian kebocoran apron)
Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah apron
mengalami kebocoran atau tidak.
c.
Peralatan
tampilan (display)
SMPTE test untuk video monitor dilakukan
untuk menilai :
1)
Kontras
gambar :
2)
Homogenitas
Luminans
3)
Pasangan
garis (line pairs) tampak
jelas kecuali pada 2 pixels horizontal.
a.
Pengujian ada/tidaknya artifak pada cetak film (print out) hasil pemeriksaan.
b.
Pengujian ada/tidaknya gangguan pada laser
printer.
2.
CT Scan
3.
MRI
4.
Ultrasonografi
F.
FREKUENSI UJI
1.
Fluoroskopi/DSA
Frekuensi pengujian pada peralatan fluoroskopi/DSA
adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Frekuensi pengujian
pada peralatan fluoroskopi/DSA
Pengujian
|
Frekuensi
|
QC Pengolah Film (tidak
termasuk laser printer)
|
Harian
|
Kebersihan Ruang Pengolah Film
|
Mingguan
|
Pengujian Phantom
|
4 bulan sekali
|
Visual
checklist
|
Sebulan sekali
|
Kondisi viewboxes
|
4 bulan sekali
|
Analisa Pengulangan (Repeat analysis)
|
4 bulan sekali
|
Analisa cairan pengolah film
|
6 bulan sekali
|
Kabut pada film (fog) karena penyimpanan di Ruang Pengolah
Film
|
6 bulan sekali
|
Kebersihan Tabir Penguat (Screen cleanliness)
|
Sesuai kebutuhan atau setahun
sekali
|
Screen-film contact
|
Setahun sekali
|
Untuk keamanan pengoperasian unit pesawat
fluoroskopi/DSA pada saat pemeriksaan dan sebagai tindakan proteksi radiasi
maka perlu dilakukan hal-hal berikut :
a.
Posisikan tube pada bagian bawah meja pemeriksaan
b.
Tube
harus diberi tambahan perisai radiasi (shielding)
c.
Ruang
pemeriksaan diberi tambahan Lead Glass
Arm (kaca Pb dengan tangkai awal di pasang pada plafon) yang mudah digerakkan
d.
Selama bekerja dengan radiasi, alat pelindung diri dan film/TLD badge HARUS selalu digunakan
e.
Sebelum
dioperasikan, pesawat harus dilakukan uji kesesuaian pesawat sinar x, sesuai UU
Nomor 44 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 16 (2).
2.
CT Scan
3.
MRI
4.
Ultrasonografi
G.
TOLERANSI KETIDAKSESUAIAN
1.
Fluoroskopi/DSA
Penilaian dan evaluasi hasil pengujian dari peralatan
fluoroskopi/DSA untuk tiap prosedur pengujian adalah sebagai berikut :
a.
Sistem
Fluoroskopi
1)
Pengujian kebocoran Radiasi pada
Tabung Sinar-X
Rekomendasi dosis kebocoran radiasi tabung x-ray
adalah 1 mGy/h pada jarak 1 m (26 µGy/detik pada jarak 10 cm).
2)
Pengukuran Titik
Fokus
Tabel
4. Pengukuran Titik Fokus
Ukuran Titik
Fokus
|
Toleransi
|
>1.5
mm
|
30%
|
>0.8
and ≤ 1.5
mm
|
40%
|
<0.8
mm
|
50%
|
3)
Pengukuran HVL
Rekomendasi pengukuran HVL untuk unit pesawat
x-ray adalah
sebagai berikut :
Tabel 5. Rekomendasi Pengukuran HVL untuk Pesawat Sinar-X
Daya
Tabung/Tube voltage (kV)
|
Filtration (mm)
|
HVL (mm Al)
|
70
|
2 Al + 0.2
|
Cu 4.9 (paediatric unit)
|
70
|
2 Al
|
2.8 (paediatric unit)
|
50
|
2.5 Al
|
2.1 (chest unit)
|
70
|
2.5 Al
|
2.9 (chest unit)
|
125
|
2.5 Al
|
5.0 (chest unit)
|
4)
Pengujian Ketepatan KV
Rekomendasi hasil
pengujian ketepatan kV adalah sebagai berikut :
Tabel
6. Pengujian Ketepatan kV
kVp
|
Rekomendasi Hasil Pengukuran
|
Deviasi
|
60
|
60.9 ± 0.1
|
1.5% (paediatric unit)
|
81
|
82.5
± 0.1
|
1.9 % (paediatric unit)
|
50
|
50.6
± 0.1
|
1.2 % (chest unit)
|
81
|
82.3
± 0.1
|
1.6 % (chest unit)
|
125
|
125.9
± 0.1
|
0.7 % (chest unit)
|
5)
Pengujian Ketepatan Waktu Penyinaran
Rekomendasi hasil
pengujian ketepatan waktu penyinaran adalah +10% untuk waktu paparan >100 ms
dan + (10%+1)ms untuk waktu paparan <100 ms.
6)
Pengujian Linieritas Keluaran Radiasi
Rekomendasi hasil pengujian linieritas keluaran radiasi
adalah
+ 10%.
7)
Pengujian Reproduksi Keluaran Radiasi
Rekomendasi hasil pengujian reproduksi keluaran radiasi adalah <5%.
8)
Pengujian Ketepatan Kolimasi (Ketidaksesuaian tepi
lapangan dengan image receptor)
Rekomendasi hasil pengujian ketepatan kolimasi pada SID
100 cm
adalah sebagai berikut :
a)
Ketidaksesuaian tepi lapangan
dengan image receptor < ±3% dari
SID.
b)
Jumlah ketidaksesuaian semua
tepi lapangan dengan image receptor
< ±4% dari SID.
b.
Peralatan pelindung radiasi (pengujian kebocoran apron)
Hasil pengujian kebocoran apron harus menunjukkan
bahwa apron tidak mengalami kebocoran.
Apron tidak boleh dilipat.
Lipatan pada apron dapat menyebabkan pecahnya lapisan timbal sehingga
memperpendek umur pakai apron tersebut.
c.
Peralatan
tampilan (display)
1)
SMPTE test untuk video monitor
Rekomendasi hasil pengujian SMPTE test generator adalah :
a)
Kontras
gambar :
-
Tampak 5 % pada 0 %?
-
Tampak 95 % pada 100 %?
b)
Homogenitas
Luminans
-
Kiri
atas :
161.2 cd m-2 , kanan atas : 159.3 cd m-2
-
Kiri
bawah : 4.2
cd m-2 , kanan bawah : 4.1 cd m-2
-
Kiri
atas : 48.1
cd m-2 , kanan atas : 43.2 cd m-2
-
Kiri
bawah :
46.6 cd m-2 , kanan bawah : 45.9 cd m-2
c)
Pasangan
garis (line pairs) tampak
jelas kecuali pada 2 pixels horisontal.
2)
Pengujian ada/tidaknya artifak pada cetak film (print out) hasil pemeriksaan.
3)
Pengujian ada/tidaknya gangguan pada laser
printer.
2.
CT Scan
3.
MRI
4.
Ultrasonografi
VII.
CONTOH
FORMAT KENDALI MUTU ULTRASONOGRAFI (USG)
A.
Physical and Mechanical Inspection
B. Hardcopy and Display Monitor Fidelity
C. Image Uniformity
D. Depth of Visualization
E. Vertical and Horizontal Distance Limit
F. Anechoic Object Perception
G. Axial Resolution
H. Lateral Resolution
I.
Ring
Down or Dead Zone
KENDALI MUTU PERALATAN RADIOLOGI
( IINTERVENSIONAL RADIOLOGI )
JURUSAN RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KEMKES JAKARTA II
TH 2012
No comments:
Post a Comment