Wednesday, 6 March 2013

CT Scan Kepala

PERANAN CT SCAN KEPALA
PADA KASUS TRAUMA INTRAKRANIAL
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat kekerasan.
Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif – non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen.
Trauma kepala dapat menyebabkan kematian / kelumpuhan pada usia dini (Anne G Osborn, 2003).
Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosa sedini mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan prognosa yang tepat, akurat dan sistematis. ( Geijertstam, 2004).
Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa tindakan operasi pada trauma kepala berat dalam rentang waktu 4 jam pertama setelah kejadian, dapat menyelamatkan + 60 – 70 %. Bila lebih 4 jam tingkat kematian melebihi sekitar 90 %.( Tony Knigts, 2003 ).
Hal ini dapat dapat dilakukan setelah adanya penegakan diagnosa trauma kepala dengan pemeriksaan klinis awal yang ditunjang dengan diagnosa imajing ( khususnya CT SCAN Kepala ).
Pemeriksaan CT SCAN sangat mutlak pada kasus trauma kepala untuk menentukan adanya kelainan intracranial terutama pada cedera kepala berat ( Severe, glasgow coma score 8 ( Normal 15 ).
Bebera indikasi perlunya tindakan pemeriksaan CT SCAN pada kasus trauma adalah :
a. Menurut New Orland :
* Sakit kepala.
* Muntah.
* Umur lebih 60 tahun.
* Adanya intoksikasi alcohol.
* Amnesia retrograde.
* Kejang.
* Adanya cedera di area clavicula ke superior.
b. Menurut The Cranadian CT Head :
* GCS ( Glasgow Coma Score ) < 15 setelah 2 jam kejadian.
* Adanya dugaan open / depressed fracture.
* Muntah – muntah ( > 2 kali ).
* Umur > 65 tahun.
* Bukti fisik adanya fraktur di basal skull.
Tujuan utama dari pemeriksaan imajing pada kasus trauma kepala adalah unutuk menentukan adanya cedera intracranial yang membahayakan keselamatan jiwa pasien bila tidak segera dilakukan tindakan secepatnya(Cyto).
Pada saat sekarang CT SCAN telah menjadi modalitas utama dalam menunjang diagnosa trauma kepala terutama pada kasus cyto yang sebelumnya sulit terdeteksi pada foto Foto Town atau Occipitomental ( plain foto skull ). Pada kasus trauma kepala pada umumnya pasiennya merupakan pasien yang “ tidak sadar “ atau tidak koorperatif, dengan kondisi yang demikian sulit untuk mendapatkan posisi scaning ideal yang kita inginkan, sedangkan bila dilakukan tindakan anestesi sering dihadapkan pada resiko yang harus dihadapi.
Dengan demikian Radiografer dipaksa untuk melakukan berbagai cara untuk mengatasinya dalam melakukan pemeriksaan CT SCAN mulai dari persiapan pasien, prosedur, posisi, protokol, post prosesing dan pencetakan film.
Prosedur pemeriksaan CT SCAN Kepala pada trauma kepal
Pada pemeriksaan CT Scan kepala tidak persiapan khusus. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh radiografer adalah :
* Pastikan di ruangan ada emergency kit.
* Identitas pasien secara lengkap.
* Universal precaution ( minimal unsteril glove pada saat memindahkan dan mengatur
posisi pasien pada kasus trauma dengan luka terbuka ).
* Pastikan tidak ada benda-benda yang menyebabkan artefact pada gambar.
* Jangan pernah melepas alat fiksasi leher collar bila telah terpasang.
* Bila pasien anak-anak sebaiknya ada anggota keluarga yang mendampingi dengan
memperhatikan proteksi radiasi ( Berikan apron ).
* Lakukan fiksasi kepala pasien dan organ lainnya secara maximal.
Protokol CT SCAN Kepala
Orientasi pasien : Head first, supine
Orbita Meatal pararel terhadap scan plane
Topogram : lateral dari base skull ke vertex
Axial base line diambil dari garis inferoorbital floor ke EAM.
Angle disesuaikan.
Alternatif pilihan irisan (2/10 mm,3/10 mm, 5/10 mm, 5/5 mm, 7/7 mm ).
(Post Fossa : 2-5mm Ax - // OML) kV: 140-390 mAs
( Brain : 10mm Ax - // OML
kV: 120-360 mAs
Lakukan scan ulang pada slice tertentu bila diperlukan ( irisan dapat dirubah ).
Gambaran CT SCAN Kepala
Tanda-tanda vital yang diperhatikan oleh radiografer dalam post prosesing adalah :
Focal hyper / hypodens.
( Ukurlah area tersebut dengan automatic volume dapat dihitung secara kasar dengan mengukur “ Panjang x Lebar x tebal ( slice awal – akhir tampaknya lesi ) dibagi 2.
Mid line shift, tanda adanya mass effect. ( Bila dijumpai ukurlah dengan membuat garis membagi 2 hemispher cerebrum dan garis shift pada ujung anterior septum pellucidum).
Atur WW dan WL (Bone : W = + 1500 , L = + 200 , Brain : W = + 80, L = + 35, Subdural / intermediate : W = + 200, L = + 50 ).
Udara di calvarium ( menunjukkan kemungkinan adanya fraktur ).
Oedem ( batas sulci / gyri cortical tidak jelas ).
Pergerakan pada pasien ( bila diperlukan sebaiknya harus di scan ulang pada slice tertentu ).
Print dengan scout / refrensi image ( 15 – 20 ) dalam 1 lembar, sebaiknya disertakan dengan kondisi tulang terutama bila jelas –jelas ada fraktur.
KESIMPULAN:
Peranan CT SCAN sebagai salah satu modalitas imajing pada kasus trauma kepala sangat diperlukan karena memiliki kelebihan a.l :
* Pemeriksaan yang singkat dan mudah.
* Tidak merupakan invasif.
* Lebih informatif dalam mengidentifikasi / melokalisir
adanya fraktur fragmentnya pada tulang- tulang kepala.
* Dapat mengetahui adanya perdarahan extrakranial dan
menghitung volumenya.
* Dapat mengetahui adanya kelaianan intrakranial/
perdarahan intracranial
(Subdural,Epidural,Sub arachnoid hemmorage)
* Infark akut, oedema cerebri, cerebral contusion.
CT SCAN juga sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan pasien mulai dari awal trauma, post trauma, akan operasi , post operasi serta perawatan pasca operasi sehingga perkembangan pasien senantiasa dapat dipantau.

No comments:

Post a Comment