FILM RADIOGRAFI
2.1.1.7.
Karakteristik Film
Karakteristik utama film diklasifikasikan sebagai
resolusi, kecepatan (speed), kontras
dan kecepatan (speed), kontras dan latitude.
2.1.1.7.1. Resolusi
Resolusi adalah
kemampuan untuk mengakuratkan antara gambaran dengan obyek. Resolusi biasa
disebut juga dengan detail, ketajaman dan daya urai (resolving power).
2.1.1.7.2. Kecepatan
(Speed)
Kecepatan (speed) adalah kecepatan atau besarnya
kemampuan emulsi film dalam merespon sejumlah cahaya. Nilai speed dipengaruhi
oleh ukuran kristal perak halida dan tebalnya. Makin besar kristal maka makin
cepat kecepatan (speed) film
tersebut. Film dengan kecepatan (speed)
rendah memerlukan faktor eksposi yang besar, sedangkan film dengan kecepatan (speed) yang tinggi memerlukan faktor
eksposi yang kecil.
2.1.1.7.3. Kontras
Kontras film adalah
banyaknya warna kehitaman (densitas) yang membedakan antara densitas minimum
dan densitas maksimum. Adapun range densitas yang biasa digunakan dalam bidang
radiografi adalah antara 0,25-2,00.
2.1.1.7.4. Latitude
Latitude
film adalah respon emulsi film terhadap rentang perbedaan nilai eksposi yang
disebut juga dengan eksposi. Nilai latitude film ini berbanding terbalik dengan
kontras film. Bila nilai latitude besar maka kontras akan rendah. Sedangkan
bila nilai latitude kecil maka kontrasnya akan tinggi.
2.1.2. Kurva Karakteristik Film
Kurva
karakteristik merupakan kurva grafik yang memperlihatkan hubungan antara
sejumlah eksposi dengan hasil densitas pada film. Kurva ini pertama kali
ditemukan oleh Hurteen dan Drifield pada tahun 1890. Maka dari itulah kurva ini biasanya disebut
dengan kurva H dan D atau biasanya juga disebut kurva D log E. Bentuk kurva
tergantung dari cara membuat film, penyimpanan dan pengolahannya. Kurva karakteristik terdiri dari empat bagian yaitu:
2.1.2.1.
Tingkat Kabut (A-B)
Tingkat kabut adalah merupakan daerah dengan densitas rendah. Densitas
hampir tak tergantung dari eksposi. Sebagian besar dari penghitaman yang timbul
dikarenakan oleh sebab yang tidak berhubungan dengan eksposi, misalnya karena
penyerapan cahaya oleh lapisan film, terutama pada lapisan dasar (base).
Densitas awal (fog level)
selalu ada, meskipun telah disinar dengan sejumlah radiasi tertentu dan
ditambah dengan densitas yang ada dari hasil eksposi tersebut. Daerah
penghitaman atau densitas awal ini digambarkan sebagai garis horisontal (A-B).
2.1.2.2. Daerah Jari
Kaki (toe)
Densitas di daerah
ini lebih besar sedikit dari tingkat kabut dan menunjukkan efek eksposi dan
disebut dengan eksposi ambang. Pada daerah ini densitas naik secara perlahan
dari 0,1 pada B sampai sekitar 0,4 pada C. Jangka densitas ini menunjukan
daerah terang dari radiografi.
2.1.2.3. Daerah
Garis Lurus (Stright line)
Bagian ini adalah
daerah yang terpenting dari film radiografi. Dalam jangka waktu eksposi ini densitas
berbanding lurus dengan log eksposi yang berarti perkalian eksposi dengan
faktor yang sama akan menambah densitas dengan jumlah yang sama.
2.1.2.4.
Daerah Bahu (Shoulder) (D-E)
Pada daerah D ini
merupakan daerah yang mempunyai densitas maksimum dari film radiografi.
2.1.2.5.
Daerah Solarisasi (E)
Daerah E dan
seterusnya merupakan daerah solarisasi yang apabila diberi eksposi akan
menyebabkan penurunan densitas film.Untuk lebih jelasnya kurva karakteristik
film dapat dilihat pada gambar 7, sebagai berikut:
Gambar 5. Kurva
karakteristik film radiografi
(Princple of Radiographic Imaging An Art & Science, RR Carlton &
Arlene Mc Kenna Alder, 1992)
2.1.3. Teknik Membaca Kurva Karakteristik
2.1.3.1. Ketebalan dasar film (base film
thickness)
Untuk mendapatkan nilai ini, sebaiknya tidak mencuci
film dengan developer. Karena penghitaman pasti akan ada disebabkan karena
banyak faktor. Biasanya jika ingin mengukur kehitamannya maka film dimasukkan
ke dalam fixer langsung, sehingga terjadi clearing total dan akan menambahkan
densitas sebesar 0.05-0.1 dalam bentuk fog density (RR. Charlton, 1992).
Menurut RR Charlton (1992) nilai OD dari ketebalan dasar film besarnya berkisar
0.05-0.1, sedangkan menurut VD. Plats (1996) tidak lebih dari 0.06 OD sedangkan
untuk blue base mencapai 0.2 OD. Tetapi nilai ini dalam aplikasinya tidak
dihitung tersendiri, melainkan disatukan dengan basic fog (fog dasar).
2.1.3.2. Basic Fog (basic plus fog)
Untuk dapat mendapatkan nilai ini, biasanya pada
lapisan ini benar-benar dihindari terjadinya eksposi akibat sensitometri.
Sehingga jika kita menggunakan step wedge maka ada blok dengan timbal. Dan
ketika sedang memproses sebaiknya tidak menggunakan safe light. Nilai toleransi
yang diperkenankan antara 0.10 dan tidak boleh lebih dari 0.22 (Charlton,
1992).
2.1.3.3. Daerah Toe (tumit)
Pada daerah ini film dipengaruhi oleh phenidone, dan
disini awal proses-proses developer. Dan saat itu film mengalami peningkatan
densitas.
2.1.3.4. Daerah Straight Line (garis lurus)
Daerah ini
juga disebut gamma film. Ini merupakan garis lurus antara toe dengan shoulder
pada kurva. Daerah ini dinamakan garis lurus, karena film bekerja secara
progresif linier dalam daerah yang luas. Nilai OD pada awalnya berkisar 0.25
sampai 0.5 dan daerah tingginya berkisar 2.0-3.0 OD. Menurut Charlton (1992)
daerah ideal yang biasa digunakan pada radiodiagnostik (useful range density)
adalah berkisar 0.5-1.25 sedangkan menurut Chesney (1984) sebesar 0.25-2.0,
daerah yang sulit dianalisa yaitu 2.5-3.0, sedangkan daerah yang tidak terkena
ekposi total adalah 2.3-3.0.
2.1.3.5. Daerah Shoulder (bahu)
Daerah ini dinamakan bahu karena bentuknya seperti
bahu yang landai. Daerah ini berakhir pada daerah solarisasi.
2.1.3.6. Daerah D-Max (densitas maksimal) atau
puncak
Daerah ini merupakan suatu titik balik, yaitu
perilaku film yang densitasnya bertambah kemudian membalik menjadi kecil.
Menurut Charlton (1992) pada daerah ini film telah mendapat eksposi yang
banyak (sesuai kapasitas film), sehingga
ion perak halida sudah terpenuhi dengan maksimal, sehingga sudah tidak dapat
menerima sejumlah elektron lagi. Dan seandainya eksposi (elektron) ditambahkan,
maka yang terjadi pelepasan elektron dari perak halida.
2.1.3.7.
Daerah
Solarisasi
Yaitu merupakan daerah anti klimaks, dimana
dengan penambahan-penambahan sejumlah emulsi maka justru menyebabkan penurunan
jumlah densitasnya.
2.1.4. Densitas
Dalam bidang radiografi, densitas termasuk hal yang
penting, karena densitas yang tepat dapat membedakan gambaran secara
menyeluruh. Dalam menganalisa radiografi juga sangat tergantung pada densitas
yang tepat, karena gambaran radiografi yang baik harus dapat memperlihatkan
semua struktur organ yang diperiksa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi densitas, menurut Carlton dan Mckenna
Alder, densitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat pada diagram berikut.
Faktor pengontrol :
mAs
Densitas Faktor yang mempengaruhi kVp
Faktor-faktor
lain Focal spot
Heel effect
Jarak
Filter
Kolimasi
Kontras media
Anatomi Sifat soft tissue
Ketebalan soft tissue
Phatologi
Rasio
Grid
Struktur Frequensi
Pola
Tipe
Penggunaan
Kombinasi film screen
Kecepatan film screen
Ukuran phospor
Ketebalan phospor
Kombinasi phospor
Processing film
Suhu developer
Waktu pembangkitan
Penambahan cairan
Gambar 6. faktor yang
mempengaruhi densitas
(Princple of
Radiographic Imaging An Art & Science, RR Carlton & Arlene Mc Kenna
Alder, 1992)
2.1.4.1.1.
Pengukuran densitas
Derajat kehitaman film dapat diukur dengan menggunakan alat
yang disebut densitometer yang akan menghasilkan nilai kehitaman tertentu.
Selain itu densitas juga dapat diukur dengan mencari nilai logaritma
dari densitas mula-mula dibagi dengan densitas setelah menembus obyek.
D=log Io ,dimana : D= Densitas
It Io= Intensitas mula-mula
It= Intensitas setelah menembus objek
Io
Film
It
Gambar 7. Intensitas
sinar-X menembus bahan
(Christensen’s Phyhsics of Diagnostic Radiology, 1990)
2.1.5. Sensitometri
Menurut Richard R.
Carlton Mc.Kenna (1992), sensitometri adalah studi pengukuran dari karakteristik
film terhadap factor pengolahan film dan eksposi, dengan mengukur dan
mengetahui densitas yang dihasilkan. Adapun fungsi sensitometri adalah :
2.1.5.1. Menilai
speed relatif dari film sinar-x, misalnya menggunakan screen film atau tidak, sebagai koreksi terhadap
eksposi.
2.1.5.2.Untuk
menilai karakteristk film pada kondisi tertentu.
2.1.5.3.Untuk mengevaluasi teknik factor eksposi,
dan intensifying screen.
2.1.6.
Peralatan sensitometer
2.1.6.1.
Penetrometer
Penetrometer adalah suatu rangkaian penambahan
ketebalan dengan bahan yang memliki tingkat penyerapan yang sama. Alat ini
biasanya terbuat dari aluminium, terkadang terbuat dari plastik. Penetrometer
biasanya disebut stepwedge karena bentuknya. Digunakan untuk menghasilkan
tingkat irisan pada film film radiografi melalui eksposi dengan sinar-x. Alat
ini sangat baik untuk memonitor peralatan sinar-x dan kombinasi film dan
intensifying screen.
Gambar 8. Sebuah
stepwedge
(Chesney’s Radiographic Imaging, John Ball & Tony Price, 1990, 49)
2.1.6.2.
Sensitometer
Sebuah
sensitometer didesain untuk menghasilkan tingkat irisan eksposi yang dapat reproduksi seragam pada film.
Sensitometer terdiri dari pengontrol sumber intensitas cahaya dan lembaran film
yang dibuat standart tingkat irisan optisnya. Pengontrol sumber cahaya tersebut
akan menghasilkan intensitas cahaya yang sama setiap kali digunakan.
Gambar
9. Sebuah sensitometer
(Princple of Radiographic Imaging An Art & Science, RR Carlton &
Arlene Mc Kenna Alder, 1992:314)
2.1.6.3.
Densitometer
Densitometer
merupakan sebuah instrumen (alat) yang dapat mengukur intensitas cahaya datang.
Alat menghasilkan data yang dapat dibaca dari besarnya densitas pada sebuah
film.
Sebuah densitometer terdiri
dari sebuah sumber cahaya, tempat meletakkan film yang akan diukur, lubang
cahaya untuk mengontrol tambahan cahaya dari sumber cahaya sebuah sensor tangan
dengan sensor optis, sebuah display bacaan dan sebuah kontrol kalibrasi angka.
Gambar 10. sebuah densitometer
(Principles of Radiographic Imaging An Art & Science,
RR Carlton & Arlene Mc Kenna Alder, 1992:315)
Pembacaan densitas pada densitometer
dihasilkan dengan membandingkan jumlah cahaya yang dikeluarkan oleh sumber
dengan cahaya yang ditransmisikan melalui film. Untuk melakukan hal ini,
densitometer harus dikalibrasi sebelum pembacaan dengan mengukur jumlah cahaya
pada sumber. Hal ini dilakukan dengan menekan sensor sehingga menempel sumber
cahaya dan menggunakan kontrol kalibrasi untuk mengatur, sehingga display
bacaan menunjuk skala nol.
No comments:
Post a Comment