Monday, 18 June 2012

FILM RADIOGRAFI
2.1.1.7.   Karakteristik Film
Karakteristik utama film diklasifikasikan sebagai resolusi, kecepatan (speed), kontras dan kecepatan (speed), kontras dan latitude.
2.1.1.7.1.   Resolusi
Resolusi adalah kemampuan untuk mengakuratkan antara gambaran dengan obyek. Resolusi biasa disebut juga dengan detail, ketajaman dan daya urai (resolving power).
2.1.1.7.2.   Kecepatan (Speed)
Kecepatan (speed) adalah kecepatan atau besarnya kemampuan emulsi film dalam merespon sejumlah cahaya. Nilai speed dipengaruhi oleh ukuran kristal perak halida dan tebalnya. Makin besar kristal maka makin cepat kecepatan (speed) film tersebut. Film dengan kecepatan (speed) rendah memerlukan faktor eksposi yang besar, sedangkan film dengan kecepatan (speed) yang tinggi memerlukan faktor eksposi yang kecil.
2.1.1.7.3.   Kontras
Kontras film adalah banyaknya warna kehitaman (densitas) yang membedakan antara densitas minimum dan densitas maksimum. Adapun range densitas yang biasa digunakan dalam bidang radiografi adalah antara 0,25-2,00.
2.1.1.7.4.   Latitude
Latitude film adalah respon emulsi film terhadap rentang perbedaan nilai eksposi yang disebut juga dengan eksposi. Nilai latitude film ini berbanding terbalik dengan kontras film. Bila nilai latitude besar maka kontras akan rendah. Sedangkan bila nilai latitude kecil maka kontrasnya akan tinggi.
2.1.2.  Kurva Karakteristik Film
Kurva karakteristik merupakan kurva grafik yang memperlihatkan hubungan antara sejumlah eksposi dengan hasil densitas pada film. Kurva ini pertama kali ditemukan oleh Hurteen dan Drifield pada tahun 1890.  Maka dari itulah kurva ini biasanya disebut dengan kurva H dan D atau biasanya juga disebut kurva D log E. Bentuk kurva tergantung dari cara membuat film, penyimpanan dan pengolahannya. Kurva karakteristik terdiri dari empat bagian yaitu:
2.1.2.1.              Tingkat Kabut (A-B)
Tingkat kabut adalah merupakan daerah dengan densitas rendah. Densitas hampir tak tergantung dari eksposi. Sebagian besar dari penghitaman yang timbul dikarenakan oleh sebab yang tidak berhubungan dengan eksposi, misalnya karena penyerapan cahaya oleh lapisan film, terutama pada lapisan dasar (base).
Densitas awal (fog level) selalu ada, meskipun telah disinar dengan sejumlah radiasi tertentu dan ditambah dengan densitas yang ada dari hasil eksposi tersebut. Daerah penghitaman atau densitas awal ini digambarkan sebagai garis horisontal (A-B).
2.1.2.2.   Daerah Jari Kaki (toe)
Densitas di daerah ini lebih besar sedikit dari tingkat kabut dan menunjukkan efek eksposi dan disebut dengan eksposi ambang. Pada daerah ini densitas naik secara perlahan dari 0,1 pada B sampai sekitar 0,4 pada C. Jangka densitas ini menunjukan daerah terang dari radiografi.
2.1.2.3.   Daerah Garis Lurus (Stright line)
Bagian ini adalah daerah yang terpenting dari film radiografi. Dalam jangka waktu eksposi ini densitas berbanding lurus dengan log eksposi yang berarti perkalian eksposi dengan faktor yang sama akan menambah densitas dengan jumlah yang sama.
2.1.2.4.              Daerah Bahu (Shoulder) (D-E)
Pada daerah D ini merupakan daerah yang mempunyai densitas maksimum dari film radiografi.
2.1.2.5.              Daerah Solarisasi (E)
Daerah E dan seterusnya merupakan daerah solarisasi yang apabila diberi eksposi akan menyebabkan penurunan densitas film.Untuk lebih jelasnya kurva karakteristik film dapat dilihat pada gambar 7, sebagai berikut:                                                                                                   g_7
Gambar 5. Kurva karakteristik film radiografi
(Princple of Radiographic Imaging An Art & Science, RR Carlton & Arlene Mc Kenna Alder, 1992)
2.1.3.    Teknik Membaca Kurva Karakteristik
2.1.3.1.    Ketebalan dasar film (base film thickness)
Untuk mendapatkan nilai ini, sebaiknya tidak mencuci film dengan developer. Karena penghitaman pasti akan ada disebabkan karena banyak faktor. Biasanya jika ingin mengukur kehitamannya maka film dimasukkan ke dalam fixer langsung, sehingga terjadi clearing total dan akan menambahkan densitas sebesar 0.05-0.1 dalam bentuk fog density (RR. Charlton, 1992). Menurut RR Charlton (1992) nilai OD dari ketebalan dasar film besarnya berkisar 0.05-0.1, sedangkan menurut VD. Plats (1996) tidak lebih dari 0.06 OD sedangkan untuk blue base mencapai 0.2 OD. Tetapi nilai ini dalam aplikasinya tidak dihitung tersendiri, melainkan disatukan dengan basic fog (fog dasar).
2.1.3.2.    Basic Fog (basic plus fog)
Untuk dapat mendapatkan nilai ini, biasanya pada lapisan ini benar-benar dihindari terjadinya eksposi akibat sensitometri. Sehingga jika kita menggunakan step wedge maka ada blok dengan timbal. Dan ketika sedang memproses sebaiknya tidak menggunakan safe light. Nilai toleransi yang diperkenankan antara 0.10 dan tidak boleh lebih dari 0.22 (Charlton, 1992).
2.1.3.3.    Daerah Toe (tumit)
Pada daerah ini film dipengaruhi oleh phenidone, dan disini awal proses-proses developer. Dan saat itu film mengalami peningkatan densitas.
2.1.3.4.    Daerah Straight Line (garis lurus)
Daerah ini juga disebut gamma film. Ini merupakan garis lurus antara toe dengan shoulder pada kurva. Daerah ini dinamakan garis lurus, karena film bekerja secara progresif linier dalam daerah yang luas. Nilai OD pada awalnya berkisar 0.25 sampai 0.5 dan daerah tingginya berkisar 2.0-3.0 OD. Menurut Charlton (1992) daerah ideal yang biasa digunakan pada radiodiagnostik (useful range density) adalah berkisar 0.5-1.25 sedangkan menurut Chesney (1984) sebesar 0.25-2.0, daerah yang sulit dianalisa yaitu 2.5-3.0, sedangkan daerah yang tidak terkena ekposi total adalah 2.3-3.0.
2.1.3.5.    Daerah Shoulder (bahu)
Daerah ini dinamakan bahu karena bentuknya seperti bahu yang landai. Daerah ini berakhir pada daerah solarisasi.
2.1.3.6.    Daerah D-Max (densitas maksimal) atau puncak
Daerah ini merupakan suatu titik balik, yaitu perilaku film yang densitasnya bertambah kemudian membalik menjadi kecil. Menurut Charlton (1992) pada daerah ini film telah mendapat eksposi yang banyak  (sesuai kapasitas film), sehingga ion perak halida sudah terpenuhi dengan maksimal, sehingga sudah tidak dapat menerima sejumlah elektron lagi. Dan seandainya eksposi (elektron) ditambahkan, maka yang terjadi pelepasan elektron dari perak halida.
2.1.3.7.                    Daerah Solarisasi
   Yaitu merupakan daerah anti klimaks, dimana dengan penambahan-penambahan sejumlah emulsi maka justru menyebabkan penurunan jumlah densitasnya.
 2.1.4.  Densitas
Dalam bidang radiografi, densitas termasuk hal yang penting, karena densitas yang tepat dapat membedakan gambaran secara menyeluruh. Dalam menganalisa radiografi juga sangat tergantung pada densitas yang tepat, karena gambaran radiografi yang baik harus dapat memperlihatkan semua struktur organ  yang diperiksa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi densitas, menurut Carlton dan Mckenna Alder, densitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada diagram berikut. 
                            Faktor pengontrol : mAs    
 Densitas             Faktor yang mempengaruhi kVp
                            Faktor-faktor lain          Focal spot
Heel effect
Jarak 
 Filter  
Kolimasi        Kontras media
 Anatomi        Sifat soft tissue                                                         
Ketebalan soft tissue
 Phatologi
           Rasio
Grid          Struktur        Frequensi
           Pola
           Tipe                  
  Penggunaan
Kombinasi film screen
               Kecepatan film screen
Ukuran phospor
Ketebalan phospor
Kombinasi phospor
Processing film       Suhu developer
Waktu pembangkitan
Penambahan cairan
Gambar 6. faktor yang mempengaruhi densitas         
(Princple of Radiographic Imaging An Art & Science, RR Carlton & Arlene Mc Kenna Alder, 1992)
2.1.4.1.1.                           Pengukuran densitas
Derajat kehitaman film dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut densitometer yang akan menghasilkan nilai kehitaman tertentu.
Selain itu densitas juga dapat diukur dengan mencari nilai logaritma dari densitas mula-mula dibagi dengan densitas setelah menembus obyek.
D=log Io       ,dimana : D= Densitas
                                   It                       Io= Intensitas mula-mula
                                                             It= Intensitas setelah menembus objek


















 
                                                                 Io           


 


                                         Film                      













                                                                                  It
                     Gambar 7. Intensitas sinar-X menembus bahan
                      (Christensen’s Phyhsics of Diagnostic Radiology, 1990)

2.1.5.   Sensitometri

                        Menurut Richard R. Carlton Mc.Kenna (1992), sensitometri adalah studi pengukuran dari karakteristik film terhadap factor pengolahan film dan eksposi, dengan mengukur dan mengetahui densitas yang dihasilkan. Adapun fungsi sensitometri adalah :
2.1.5.1.       Menilai speed relatif dari film sinar-x, misalnya menggunakan screen film   atau tidak, sebagai koreksi terhadap eksposi.
2.1.5.2.Untuk menilai karakteristk film pada kondisi tertentu.
2.1.5.3.Untuk mengevaluasi teknik factor eksposi, dan intensifying screen.
2.1.6.              Peralatan sensitometer
2.1.6.1.  Penetrometer
Penetrometer adalah suatu rangkaian penambahan ketebalan dengan bahan yang memliki tingkat penyerapan yang sama. Alat ini biasanya terbuat dari aluminium, terkadang terbuat dari plastik. Penetrometer biasanya disebut stepwedge karena bentuknya. Digunakan untuk menghasilkan tingkat irisan pada film film radiografi melalui eksposi dengan sinar-x. Alat ini sangat baik untuk memonitor peralatan sinar-x dan kombinasi film dan intensifying screen.
Stepwet
Gambar 8. Sebuah stepwedge
(Chesney’s Radiographic Imaging, John Ball & Tony Price, 1990, 49)
2.1.6.2.  Sensitometer
                        Sebuah sensitometer didesain untuk menghasilkan tingkat irisan eksposi yang  dapat reproduksi seragam pada film. Sensitometer terdiri dari pengontrol sumber intensitas cahaya dan lembaran film yang dibuat standart tingkat irisan optisnya. Pengontrol sumber cahaya tersebut akan menghasilkan intensitas cahaya yang sama setiap kali digunakan.
Sensitometer
Gambar 9. Sebuah sensitometer
(Princple of Radiographic Imaging An Art & Science, RR Carlton & Arlene Mc Kenna Alder, 1992:314)
2.1.6.3.  Densitometer
            Densitometer merupakan sebuah instrumen (alat) yang dapat mengukur intensitas cahaya datang. Alat menghasilkan data yang dapat dibaca dari besarnya densitas pada sebuah film.
         Sebuah densitometer terdiri dari sebuah sumber cahaya, tempat meletakkan film yang akan diukur, lubang cahaya untuk mengontrol tambahan cahaya dari sumber cahaya sebuah sensor tangan dengan sensor optis, sebuah display bacaan dan sebuah kontrol kalibrasi angka.
densitometer
Gambar 10. sebuah densitometer
(Principles of Radiographic Imaging An Art & Science, RR Carlton & Arlene Mc Kenna Alder, 1992:315)
Pembacaan densitas pada densitometer dihasilkan dengan membandingkan jumlah cahaya yang dikeluarkan oleh sumber dengan cahaya yang ditransmisikan melalui film. Untuk melakukan hal ini, densitometer harus dikalibrasi sebelum pembacaan dengan mengukur jumlah cahaya pada sumber. Hal ini dilakukan dengan menekan sensor sehingga menempel sumber cahaya dan menggunakan kontrol kalibrasi untuk mengatur, sehingga display bacaan menunjuk skala nol.

No comments:

Post a Comment