Saturday, 28 April 2012

Dari thesis Dr.dr Jakub Pandelaki SpRad dan atas izin beliau trim's Dokter
2.3 Magnetic resonance imaging (MRI)
2.3.1 Dasar fisika
Konsep dasar MRI adalah perputaran (spin) nukleus bermuatan yang menimbulkan medan magnet kecil. Nukleus yang berputar umumnya dari atom hidrogen yang mengandung 1 buah proton seperti arah jarum kompas yang menunjukkan utara dan selatan. Pada keadaan biasa jutaan proton di dalam tubuh kita mempunyai orientasi arah yang acak sehingga tidak menimbulkan medan magnet atau saling meniadakan. Hal ini akan berubah ketika tubuh dimasukan ke dalam medan magnet yang besar, arah proton akan segaris dengan arah medan magnet Bo. Dalam keadaan tersebut proton juga berputar terhadap sumbunya seperti terjadi pada permainan gasing. Jika g adalah konstan dan disebut megnetogyric ratio atau gyromagnetic ratio, maka karakteristik frekuensi proton ini (Wo) dirumuskan oleh persamaan Larmor :40-41
                                                Wo = gBo
Saat ini medan magnet MRI yang dipakai secara luas adalah 1,5 T. Apabila medan magnet dari bumi sekitar 0,5 Gauss sedangkan 1 T = 10.000 G maka kekuatan medan magnet MRI 1,5 T sekitar 15.000 G yang berarti mempunyai kekuatan sekitar 30.000 kali kekuatan magnet bumi.40-41
2.3.2 Fisika kuantum
Sehubungan dengan hukum fisika kuantum, nilai spin nukleus hanya dapat dinilai oleh spin quantum number (I). Nukleus-nukleus akan “MR visible” dengan jumlah nilai adalah “non zero”.42
Nilai kemungkinan level energy spin dalam medan magnet eksternal adalah 2I + 1. Jika pada proton I sama dengan ½, berarti ada dua level yaitu spin up dan spin down. Spin up mempunyai energi yang lebih rendah sehingga mempunyai arah sesuai dengan arah Bo. Arah spin down yang mempunyai energi lebih tinggi akan mempunyai arah yang berlawanan atau anti paralel dengan arah Bo.42
2.3.3 Radio frekuensi (RF), T1 relaxation dan T2 relaxation.
Pada pemeriksaan MRI diberikan energi dari radio frekuensi yang sama dengan energi pada proton yang berada di dalam medan magnet besar (Bo) sehingga disebut beresonansi. Ketika energi RF diberikan maka arah spin proton akan berubah menjadi tegak lurus terhadap arah bidang Bo maka arah spin tersebut akan menjadi bidang transversal (magnetisasi transversal) setelah diberikan excitation pulse 90 derajat.40,41
Saat RF distop sehingga spin proton akan kembali (berelaksasi) ke situasi yang sama sesuai arah dengan Bo. Pada keadaan ini akan terjadi dua mekanisme. Pertama spin-spin tersebut akan mempunyai medan magnet yang sedikit berbeda karena ketidak-homogenan alat MRI dan interaksi antar spin. Pada medan magnet bidang transversal akan terjadi free induction decay (FID) atau transverse relaxation (T2*) dimana spin-spin akan mengalami kehilangan energi (spread out atau dephase) menjadi nol yang disebut T2 relaxation.40,41
Keadaan kedua ketika energi hilang ke gaya spin-lattice kembali semula ke magnetisasi sesuai arah Bo sepanjang z-direction atau komponen longitudinal dari nol ke nilai maksimum sesuai magnetisasi Bo, hal ini disebut T1 relaxation.40,41
2.3.4 Spin echo (SE), T1-WI dan T2-WI
Spin echo (SE) adalah sekuens yang sering dan selalu dipakai untuk pemeriksaan MRI otak meskipun saat ini dapat digantikan dengan fast spin echo yang lebih cepat tetapi kualitas gambar di bawah SE.41
Pada teknik SE ini diberikan pulsa radio frekuensi (RF) 90 derajat yang merubah proton menjadi ke bidang transversal. Pulsa tersebut diulangi sesuai dengan repetition time (TR) yang dikehendaki. SE yang standar untuk pemeriksaan otak umumya antara 500 sampai 3000 ms. Pada waktu proton relaksasi diberikan pulsa 180 derajat sampai terjadi echo. Waktu dari pemberian pulsa 90 derajat sampai dengan timbulnya echo disebut echo time (TE). Umumnya TE yang diberikan antara 15 sampai 120 ms.41
T1 weighted image (T1-WI) dihasilkan dengan TR dan TE yang pendek.  T2 weighted image (T2-WI) dihasilkan dengan TR dan TE yang panjang, sedangkan proton density (PD) dihasilkan dari TR yang panjang dan TE yang pendek.41
Pada conventional SE, satu garis dalam K-space diisi dengan 1 TR. Hal ini berarti jika matriks gambar 256 x 256 digunakan 256 garis yang mengisi sehingga total acquisition time selama 256 x TR. Jadi untuk T2-WI dengan TR 3000 ms dibutuhkan waktu selama 12,8 menit.41
2.3.5 Fast Spin Echo (FSE)
Fast Spin Echo (FSE), juga dikenal sebagai ’turbo’ spin echo menggunakan serial pulsa 180 derajat (‘echo train’) setelah inisial pulsa 90 derajat. Panjang dari ‘echo train’ ini dapat berkisar dari 2 hingga 32 (bahkan hingga 64) pulsa 1800. Variasi simultan dari gradien phase encoding (Y) menyebabkan masing-masing pulsa 1800 memiliki garis yang berbeda di K-space. Ini menyebabkan pengisian dari beberapa garis K-space selama TR tunggal, yang memperpendek waktu imaging. Sebagai contoh, jika panjang dari ‘echo train’ adalah 8, maka 8 garis terisi selama TR tunggal sehingga hanya 32 interval TR yang diperlukan untuk mengisi K-space pada matriks 256x256. Ini akan mengurangi waktu pengambilan dari 12,8 menjadi 1,5 menit. Karena jumlah dari pulsa 1800 yang dapat diaplikasikan di antara dua pulsa 900 bergantung pada panjang TR dan jumlah potongan, FSE utamanya digunakan dengan sekuens TR panjang yang menghasilkan pembebanan pada T2-WI. Lemak dan air, seperti pada cairan serebrospinal, umumnya muncul lebih terang pada T2-WI FSE dibandingkan pada spin echo konvensional dengan TR dan TE yang secara nominal serupa. (Pada FSE, TE diperkirakan dan disebut sebagai TEef (‘effective echo time’)). Untuk mendapatkan pencitraan yang baik dapat dilakukan dengan perpanjangan waktu, meningkatkan signal-to-noise ratio (SNR), meningkatkan jumlah eksitasi per bagian, atau dengan melakukan  pencitraan resolusi tinggi (bagian tipis, matriks tinggi) pada daerah seperti sudut serebelopontin atau hipofisis di mana pemeriksaan pencitraan pada spin-echo konvensional dapat berlangsung sangat lama.40-41
2.3.6 Inversion Recovery (IR)
Sekuens Inversion Recovery (IR) mengaplikasikan ‘pulsa inversi’ 1800 sebelum memakai pulsa 900 untuk membalik proton pada bidang transversal. Pulsa inversi akan membalik proton 1800 dari magnetisasi longitudinal awal. Proton yang tereksitasi selanjutnya harus beristirahat dari orientasi negatif, melalui 00, untuk kembali ke posisi semula. Seperti pada pencitraan SE, data yang dikumpulkan atau dibaca didahului oleh sebuah pulsa refocusing 1800. Waktu antara pulsa 1800 yang pertama (inversi) dan pulsa 900 dinamakan waktu inversi (inversion time atau TI). Jika pulsa eksitasi 900 menabrak proton jenis tertentu saat pergerakan tepat melewati nol, proton-proton tidak akan tereksitasi sehingga tidak akan memberikan sinyal. Karena waktu relaksasi dari jaringan tertentu pada kekuatan medan tertentu diketahui, maka teknik ini dapat digunakan secara selektif untuk mensupresi sinyal dari lemak (sekuens STIR) atau dari air yang bebas bergerak (sekuens FLAIR).40,41
2.3.7 Inversion recovery standar
Sekuens inversion recovery standar menggunakan TI menengah sekitar 400 ms. Ini sebagian besar menghasilkan T1-WI yang memberikan gambaran anatomis lebih baik dan kontras antara daerah abu-abu dan putih yang lebih tinggi. Pada pencitraan inversion recovery konvensional, perubahan ini didapatkan dengan melakukan waktu pencitraan yang lebih lama dan teknik ini sedikit digunakan, terutama di Amerika Serikat. Dengan pengenalan pencitraan fast inversion recovery yang, seperti pencitraan FSE, menggunakan ‘echo train’ untuk mengisi garis-garis multipel K-space, waktu untuk mendapatkan gambar dapat dikurangi secara signifikan.40,41
2.3.8 Fluid-attenuated IR (FLAIR)
Sekuens FLAIR adalah sekuens fluid attenuated IR. Pada contoh ini, TI yang sangat panjang dengan urutan 2200-2700 ms, yang berhubungan dengan relaksasi yang lebih lambat dari proton dalam air bebas dapat dipilih. Saat digunakan dengan TE panjang dan khususnya TR panjang (hingga 10.000 ms), sekuens ini menghasilkan gambar di mana sinyal dari cairan serebrospinal dihilangkan namun gambaran T2-WI tetap dipertahankan (edema tetap akan terlihat hiperintens). Ini secara khusus berhubungan dengan deteksi dari daerah sinyal tinggi patologis (perpanjangan T2-WI) yang sejajar dengan ruang yang mengandung cairan serebrospinal seperti periventrikular atau lesi kortikal superfisial dan untuk membedakan lesi kistik dengan jenis patologis lain. Studi mutakhir menunjukkan FLAIR lebih baik dari sekuens MRI lain dalam menunjukkan keberadaan darah pada ruang subarakhnoid. Protokol IR cepat dapat diaplikasikan baik pada sekuens STIR dan FLAIR. 40,41
2.3.9 Media kontras MRI
Hanya media kontras MRI yang berhubungan dengan neuroimaging yang akan dijelaskan di sini, perkembangan terakhir mengenai media kontras spesifik hati dan gastrointestinal tidak dibahas. Dengan pengecualian oksihemoglobin yang digunakan dalam studi aktivasi kortikal, media kontras yang digunakan pada neuroimaging didasarkan pada unsur Gadolinium (Gd) yang merupakan paramagnetik kuat dan memperpendek waktu relaksasi T1-WI. Gd juga memperpendek waktu relaksasi T2-WI, tapi efek ini tidak penting dalam praktik klinis. Kontras media ini utamanya digunakan berhubungan dengan sekuens pencitraan T1-WI. Karena lemak juga memberikan sinyal tinggi (hiperintens) pada T1-WI, sehingga sekuens fat-suppression secara khusus dapat bermanfaat.41
Karena ion bebas Gd3+ beracun, ion ini berikatan dengan kelat pada media kontras MRI. Media kontras MRI pertama adalah asam gadolinium-dietil-tetraminpentasetat (Gd DTPA), sebuah unsur ionik yang mengandung dua kation meglumin untuk menyeimbangkan Gd (DTPA)2-kelat  yang selanjutnya menghasilkan tiga partikel pada larutan. Dengan perkembangan media kontras teriodinisasi, kontras osmolaritas rendah dan nonionik pun dikembangkan. Sebagai contoh adalah Gd DOTA ionik dan osmolaritas rendah, yang memiliki satu ikatan negatif dan memiliki sebuah kation meglumin untuk menyeimbangkannya (dua partikel dalam satu larutan), dan Gd DTPA-BMA yang nonionik, menghasilkan hanya satu partikel dalam larutan. Semua zat ini memiliki berat molekul yang rendah (<1000 dalton), yang memperbolehkan untuk mengalami difusi cepat dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, ruang ekstraselular dan invasi glomerulus pasif. Secara farmakologi, sifat ini serupa dengan media kontras teriodinisasi namun efek samping, khususnya yang berat tidak lebih sering terjadi.41
Media kontras dalam neuroimaging secara umum digunakan sebagai marker kelainan pada sawar darah otak atau lebih jarang lagi sebagai marker pada peningkatan perfusi (perfusion).  Area dengan gangguan pada sawar darah otak akibat, sebagai contoh, proses inflamasi atau neoplasma, menunjukkan penyangatan kontras intra-aksial yang positif. Penyangatan patologis dari lesi ekstra-aksial (termasuk penyangatan meningeal) biasanya disebabkan ketiadaan sawar darah otak dibandingkan peningkatan perfusi. Contoh lain penggunaan media kontras adalah untuk meningkatkan sinyal tinggi intravaskular pada Magnetic Resonance Angiography (MRA). Ini dapat berguna saat pencitraan aliran darah yang lambat, seperti pada magnetice resonance venography.41
Perkembangan terakhir dalam neuroimaging adalah desain makromolekuler media kontras. Ini bertindak sebagai agen penampungan intravaskular dan darah dan tidak berdifusi secara cepat ke ekstravaskular dan ruang ekstraselular. Ini didapatkan dengan menempelkan GdTPA ke molekul besar seperti dekstran atau albumin. Kemungkinan indikasi dapat termasuk di dalamnya MRA dan pencitraan perfusi di mana media kontras dapat menyangatkan blood pool tanpa mengakibatkan ‘artifak’ pada daerah dengan blood pool dan sawar darah otak tidak berfungsi.41
2.3.10 MRI pada astrositoma
MRI saat ini diakui sebagai pemeriksaan radiologis pilihan dalam evaluasi lesi otak. Keunggulan MRI adalah kemampuan multiplanar, gambaran jelas pada fossa media dan posterior, menghindarkan pasien dari paparan radiasi dan kontras iodium. MRI menunjukkan dengan jelas karakteristik massa, struktur parenkim substansia alba-grisea, edema perifokal dan infiltrasi ­ke struktur lain, yang diperlihatkan pada Gambar 2.2 sesuai dengan derajat keganasan.5,19
Gambaran glioma derajat I adalah lesi iso/hipointens pada T1-WI dan hiperintens pada T2-WI dengan komponen kistik dan tidak disertai edema perifokal. Sesudah pemberian kontras, tampak menyangat kuat inhomogen terutama pada bagian padat dan nodul mural. Jenis ini sering menyerang fosa posterior. Sesudah kontras tampak menyangat kuat inhomogen dan sering menyebabkan ekspansi pons-medula dan hidrosefalus obstruktif.2,4,5,19,22
            Glioma derajat II memberikan gambaran lesi iso-hipointens pada T1-WI dan tampak hiperintens homogen pada T2-WI, berbatas tidak tegas dengan edema perifokal minimal. Sesudah pemberian kontras lesi menyangat ringan inhomogen. Lesi yang difus dan infiltratif akan menunjukkan sinyal meningkat pada area substansia alba sekitarnya. Komponen perdarahan jarang didapatkan. Tidak terdapat komponen nekrosis.4,19,22
            Glioma derajat III tampak sebagai lesi heterogen pada T1-WI dan T2-WI berbatas tidak tegas. Pada T2-WI sering didapat gambaran sentral lesi yang hiperintens dikelilingi oleh tepi yang hipointens dengan edema perifokal finger like karena edema vasogenik. Sesudah kontras, tampak lesi menyangat kuat inhomogen terutama pada tepi berbentuk cincin. Kadang dapat dijumpai komponen kistik tidak menyangat intratumor dan perdarahan.4,19,22
            GBM pada MRI akan menggambarkan keragaman histologi selnya. Gambaran pleomorfisme akan tampak sebagai lesi yang heterogen dan lebih hipointens pada T2-WI. Tumor GBM secara umum akan tampak sebagai lesi heterogen baik pada T1-WI dan T2-WI, berbatas tidak tegas, berbentuk ireguler dengan tepi sebagian berdinding tebal. Lesi terutama pada T2-WI akan disertai gambaran nekrosis luas di dalamnya, perdarahan intratumor dan edema perifokal luas. Sesudah kontras, lesi akan menyangat kuat inhomogen.4,19,22
Berbagai studi mendapatkan kemampuan MRI dalam mendiagnosis glioma dan menentukan derajat keganasannya berkisar 55,1 – 83,3%. MRI juga mempunyai  keterbatasan yaitu menentukan secara tegas batas tumor yang sudah menginfiltrasi ke parenkim normal yang belum merusak sawar darah otak sehingga tak tampak penyangatan.2,8,19,21,22
          






 Grade I                              Grade II                Grade III              Grade IV
Gambar 2.2.  Derajat keganasan astrositoma pada MRI T1-WI Kontras
(dikutip dari: Osborn AG, Patterson AS, Malik C, et al. Diagnostic Neuroradiology. International Edition. St Louis, Mosby, 1994, p 401-8)35

Gambar di atas menunjukkan perbedaan tampilan pada MRI T1-WI dengan kontras untuk masing-masing derajat keganasan pada astrositoma.
2.4 Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
2.4.1 Definisi
Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS), merupakan modalitas dari pemeriksaan MRI yang didasari oleh distribusi dan sifat fisika-kimia dari air sehingga dengan perbedaan medan magnet dapat dinilai konsentrasi metabolit di dalam jaringan otak.23
MRS didemonstrasikan pertama kali pada tahun 1945 saat Bloch dan Purcell secara independen mendemonstrasikan medan magnet kuat dapat menyebabkan pemisahan nilai energi putar nuklir, menghasilkan fenomena resonansi yang dapat dideteksi. Metode ini awalnya hanya menarik perhatian fisikawan untuk mengukur rasio giromagnetik (g) nuklei yang berbeda, namun penggunaan NMR untuk kimia menjadi nyata setelah penemuan pergeseran kimia (chemical shift) pada tahun 1950 dan 1951.43
Perkembangan MRS mulai pesat sejak FDA menyetujui pengunaannya pada tahun 1995. Pemeriksaan MRS untuk otak disebut PROBE (Proton Brain Examination), yang tidak tergantung intervensi ahli fisika ataupun ahli neuroradiologi. Lama pemeriksaan MRS sekitar 9 menit, tergantung parameter yang dibuat.19
Pemeriksaan MRS dilakukan sama seperti melakukan pemeriksaan MRI konvensional. Gambar yang terjadi diperoleh dari area yang dipilih yang disebut localizer, lalu dibuat volume of interest (VOI) atau voxel dan hasil akhirnya akan ditampilkan sebagai grafik atau pengkodean (coding) warna dari konsentrasi metabolit tersebut setelah alat MRI menekan air (water suppression) pada area tersebut (VOI) terlihat pada Gambar 2.3 :15
Untitled-4




Gambar 2.3.  VOI atau voxel
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
MRI mempergunakan proton air yang ada di seluruh tubuh untuk memproduksi gambar. Kontras dari berbagai jaringan seperti cairan serebrospinal, jaringan otak dan darah dapat dibedakan berasal dari perbedaan waktu relaksasi proton dari organ-organ tersebut. Molekul-molekul yang ada (tidak terlihat) mempunyai radiofrekuensi spesifik terhadap struktur kimia di dalamnya dan berbeda dengan frekuensi proton air. Spektrum kimia otak dihasilkan oleh neurokimia dan ditampilkan dengan puncak tinggi untuk konsentrasi metabolit yang besar serta puncak yang rendah untuk konsentrasi metabolit yang kecil.15
Hal yang perlu diperhatikan adalah :15
  1. Konsentrasi dan sifat bahan-kimia otak yang diperiksa adalah konstan; sehingga spektrum otak yang normal akan dapat dikenali.
  2. Neurokimia tertentu terkait dengan relevansi klinis pada otak sehat dan sakit.
  3. Spektrum yang terjadi berasal dari satu penanda neuron, dua penanda astrosit, satu penanda energi, satu penanda redoks dan dua atau lebih penanda neurotransmiter.
  4. Konsentrasi dari tiap-tiap neurometabolit digambarkan dan dapat direproduksi oleh kelainan/penyakit pada otak.
  5. Spektrum otak yang abnormal dapat dikenali dan dikelompokkan.
  6. MRS menggambarkan neurokimia kelainan otak meskipun anatomi otak yang terlihat masih normal atau tidak ada penyakit pada MRI konvensional.
Tiga aturan yang sederhana untuk pemahaman MRS dari otak adalah:15
  1. Spektrum dibaca sebagai perbandingan puncak metabolit
Rasio relatif terekspresi secara tetap terhadap kreatin (Cr). Dengan kata lain dalam memahami peak ratio, Cr selalu diasumsikan sama dengan satu (Cr = 1.00).
  1. Metode/teknik  yang sama menghasilkan spektrum yang identik
a.       Sedikit saja perubahan teknik dapat mempengaruhi ketepatan diagnostik.
b.      Membandingkan dengan keadaan yang sama; yaitu membandingkan rasio dengan kontrol sehat dengan usia yang sama, dan membandingkan lokasi yang satu dengan lokasi dari sisi yang lain.
  1. MRS adalah teknik kuantitatif
a.       Signal yang didapat adalah sebanding dengan jumlah molekul metabolit.
b.      Penting untuk mengetahui kapan mengabaikan Cr selalu 100% normal yaitu pada keadaan kelainan otak atau metabolisme.
c.       Intensitas signal semua puncak metabolit memiliki waktu relaksasi (T1-WI, T2-WI) yang sama atau serupa.
d.      Asumsi bahwa Cr adalah 100% normal untuk umur dan lokasi maka perbandingan puncak metabolit dapat digunakan untuk mendeskripsikan lokasi metabolit tersebut.
2.4.2 Dasar fisika MRS
MRS pada penggunaannya terintegrasi dengan MRI, sehingga lebih cepat, relatif murah dan lebih baik. Terdapat beberapa inti yang digunakan dalam MRS, yaitu: karbon (C13), nitrogen (N15), fluor (F19) dan natrium (Na23), namun hanya inti fosfor (P31) dan hidrogen (H1) yang dapat digunakan secara klinis. Proton (H1) MRS paling banyak digunakan karena sangat banyaknya proton alami di dalam tubuh dan sensitivitas yang tinggi dalam manipulasi magnetik, resolusi spasial yang lebih baik dan teknik yang lebih mudah.18 Fosfor (P31) MRS digunakan dalam menilai metabolisme energi seluler, membran fosfat dan pH intrasel.18,23
Untitled-17(2)








Pada MRI konvensional gambar yang ditampilkan berasal dari potongan bagian badan berdasarkan perbedaan waktu relaksasi jaringan terhadap medan magnet. 15
Gambar 2.4.  Aksial T1-WI sebagai localizer, MRS otak dengan dua buah lokasi VOI.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Setelah ditentukan lokasi VOI pada gambar MRI konvensional (Gambar 3), maka diproduksi spektrum metabolit dari jaringan pada lokasi tersebut. Puncak dari spektrum menggambarkan jumlah proton di dalam grup molekul tersebut. Gambar 2.5 menunjukkan posisi puncak metabolit yang ada, sedangkan tingginya puncak spektrum merupakan jumlah konsentrasi metabolit tersebut sehingga gambar ini seperti menampilkan fingerprint biokimia metabolit jaringan.15
Untitled-3






Gambar 2.5.  A. Sebuah spektrum pada MRS otak manusia B. Puncak dari spektrum. Posisi puncak mengidentifikasi metabolit, sementara tinggi adalah ukuran jumlah metabolit. MRS menunjukkan ada tidaknya puncak, sehingga memberikan fingerprint biokimia.

(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Posisi puncak dari metabolit bila diproyeksikan ke sumbu horizontal (sumbu-x) menggambarkan aksis chemical shift atau frekuensi aksis yang dihasilkan dari medan magnet lokal dari lokasi proton di dalam suatu molekul. Dengan demikian proton dari molekul yang berbeda akan mempunyai lokasi puncak yang berbeda proyeksinya pada aksis horizontal tersebut. Setiap resonansi neurokimia dengan frekuensi yang berbeda atau posisi di aksis horizontal (sumbu- x) yang berbeda mempunyai struktur molekul kimia yang tidak sama dengan grup molekul yang lain.15,18 Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.6:







Gambar 2.6.  Gambaran metabolit MRS otak yang khas untuk substansia alba manusia
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)1
Dari hasil pemeriksaan MRS metabolit tersebut mempunyai posisi tertentu sesuai sumbu-x dengan satuan part per million (ppm) yang terlihat pada Tabel 2.1:

Chemical shift (ppm)
N-acetylaspartate (first peak, NAA1)
2,02
β,g-Glutamine and glutamate (β,g-Glu)
2,05-2,5
N-acetylaspartate (second peak, NAA­­2)
2,6
N-acetylaspartate (third peak, NAA­­3)
2,5
Total Creatine (Cr)
3,03
Total Choline (Cho)
3,22
Scyllo-inositol (sI)
3,36
Glucose
3,43
Myo-inositol (mI)
3,56
aGlutamine and glutamate (a-Glu)
3,65-3,8
Second peak of Glucose
3,8
Second peak of Cr
3,9
Second peak of mI
4,06
Other resonances (not observed under normal conditions)
Chemical shift (ppm)
Propylene glycol (doublet with 7 Hz plitting)
1,14
Ethanol (triplet with 7 Hz splittings)
1,16
Lactate (doublet with 7 Hz plitting)
1,33
Alanine (doublet with 7 Hz plitting)
1,48
g-aminobutyric acid (GABA) (complex multiplet)
2,9
Glycine
3,56
Mannitol
3,8
Tabel 2.1. Tabel chemical shifts metabolit MRS dari otak manusia.


(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15

Metabolit utama MRS otak adalah N-asetil aspartat (NAA), kreatin (Cr), kolin (Cho) yang dapat dinilai dengan long TE (135-270 ms) atau short TE (10-40 ms). Lipid (Lip), laktat (Lac), mio-inositol (mI), glutamin-glutamat (Glx) dan glukosa (Gl) umumnya terdeteksi dengan short TE (10-40 ms).23 Metabolit MRS mempunyai lokasi atau area tertentu dalam spektrum dengan satuan parts per million (ppm), antara lain sebagai berikut: 3.22 ppm (Cho); 3.02 dan 3.94 ppm (Cr); 2.02, 2.5 dan 2.6 ppm (NAA); 1.33 dan 4.1 ppm (Lac); 0.8-1.3 ppm (Lip); 2.1-2.55 ppm (Glx).23
Pada workstation MRS Signa 1,5 Tesla GE didapatkan standar metabolit sebagai berikut:
I. Lipid dan laktat pada protokol ini digabungkan menjadi lipid + laktat (penggabungan ini terdapat di semua alat MRI merek lain).
Tabel 2.2. Tabel protokol standar dari MRS Signa 1,5 Tesla GE
Chemical shift (ppm)
Choline
3,19-3,34
Creatine
2,97-3,12
N-acetylaspartate
1,96-2,13
Creatine + Choline
3,02-3,31
Lipid + Lactat
0,92-1,51
Myo-inositol
3,49-3,65
a-Glutamine and Glutamate
2,10-2,54
Alanine
1,45-1,50

II. Untuk memisahkan nilai antara lipid dengan laktat pada protokol penelitian ini area spektrum kreatin + kolin (3,02-3,31 ppm) diubah menjadi area spektrum lipid (0,81-1,30 ppm), sedangkan area spektrum lipid + laktat (0,92-1,51 ppm) diubah menjadi area spektrum laktat (1,31-1,35 ppm) terlihat pada Tabel 2.3:
Chemical shift (ppm)
Choline
3,19-3,34
Creatine
2,97-3,12
N-acetylaspartate
1,96-2,13
Creatine + Choline
0,81-1,30 (Lipid)
Lipid + Lactat
1,31-1,35 (Lactat)
Myo-inositol
3,49-3,65
a-Glutamine and Glutamate
2,10-2,54
Alanine
1,45-1,50

 Tabel 2.3. Tabel protokol penelitian








2.4.3 Biokimia MRS
Biokimia sangat vital untuk mengerti MRS lebih dalam. MRS merupakan teknik yang sangat baik dan berguna sehingga kita dapat mendefinisi/ meneliti zat kimia, struktur molekul, dan lingkungan kimia in vivo serta menyediakan pengukuran kuantitatif. Pemeriksaan metabolit ini bersifat non invasif sehingga lebih banyak diagnosis penyakit dapat ditegakkan. Kelompok-kelompok struktur kimia yang tersedia in vivo untuk MRS otak adalah:15,43,44
  1. Asam amino: N-asetil aspartat, alanin, glutamat
  2. Amino: glutamin, kolin, kreatin
  3. Karbohidrat: mio-inositol, glukosa, scyllo-inositol
  4. Lain-lain: laktat, asam lemak rantai panjang, trigliserida, keton
  5. Xenobiotic: etanol, manitol, propanediol
Komposisi proton otak manusia mempunyai 17 puncak spektrum termasuk residu air dan lemak. Spektrum I adalah kumpulan yang mempunyai resonansi terbesar dari molekul otak yaitu: NAA, Cr dan Cho. NAA memiliki 3 resonansi, Cr memiliki 2 dan Cho 1 resonansi. Spektrum II secara aktual bukan merupakan spektrum yang sebenarnya, namun area molekul laktat, alanin, proton ’methyl’ seperti etanol dan lainnya beresonansi pada spektrum II. Spektrum III adalah spektrum dengan puncak yang berhubungan dengan metabolit sebagai berikut: glutamin, glutamat, dan mio-inositol. Glutamin dan glutamat memiliki banyak puncak yang terbagi menjadi dua daerah spektrum. mI memiliki 2 puncak terlihat pada Gambar 2.7:











Gambar 2.7.  Spektrum yang terlihat pada ini adalah pengelompokan dari metabolit utama yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I: NAA, Cr dan Cho. Kelompok II: laktat dan alanin dan kelompok III: glutamin-glutamat dan mI.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Struktur kimia menentukan bentuk spektrum, contoh sederhana dapat kita lihat pada etanol (alkohol). Dua puncak penting dengan frekuensi tetap merupakan representasi dari proton CH3 dan CH2. Setiap puncak tersebut memiliki pola yang berbeda detailnya, tergantung dari gradien daerah magnet dan kekuatan dari MRS.15,43,44
Berikut perbandingan pemeriksaan spektroskopi antara otak dan suatu larutan buatan yang komposisinya mirip otak.15,43,44
Untitled-2
Gambar 2.8.  Gambar MRS alkohol (etanol)
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Kegunaan dari mengetahui biokimia otak adalah:15,43,44
  1. Untuk mempelajari peta metabolik yang kompleks dari metabolisme intermediet klasik (contohnya myo-inositol), dibutuhkan pengetahuan tentang peta metabolit tersebut.
  2. Untuk mengenali pola dari neuropatologi.
  3. Sebagai klasifikasi spektra yang kemudian digunakan sebagai dasar diferensial diagnosis
  4. Sebagai bahan penelitian dan pendidikan lanjutan.
2.4.3.1 Metabolisme otak dan produksi energi
Spektra metabolit otak relatif konstan. Penjelasan singkat dari hal ini adalah keseimbangan proteksi dan konsumsi energi, dan keseimbangan osmotik dan stabilitas ion dalam sel otak. Keseimbangan Gibbs-Donnan mengatur keutuhan volume sel otak. Metabolit osmotik aktif (osmolit) di dalamnya termasuk : Cr, PCr, mI dan Cho. Status energi serebral, volume sel otak dan spektrum MR berkaitan sangat erat.15,43,44
Terdapat tiga langkah dalam mengubah bahan bakar otak menjadi ATP dan PCr, sumber aktual energi kimia, transmisi elektrik, dan semua biosintesis yng dibutuhkan otak dalam menjalankan fungsinya.15,43,44
Langkah pertama : transportasi dan metabolisme dari sumber utama-glukosa, keton (bayi), asam amino dan lipid- menjadi dua fragmen karbon.15,43,44
Langkah kedua : oksidasi kedua fragmen karbon tersebut dalam siklus krebs dengan pembentukan ATP oleh fosforilasi oksidatif dalam mitokondria otak. Kegagalan pada langkah ini menyebabkan kekurangan ATP, salah satunya terjadi pengubahan piruvat menjadi laktat.15,43,44
Langkah ketiga : kreatin kinase, suatu enzim reversibel, mensintesis PCr energi tinggi dari ATP; sebaliknya PCr menyediakan sumber tambahan ATP otak, dengan melepas kreatin bebas. Substrat, PCr dan Cr, berada dalam proporsi yang hampir sama seperti terlihat pada gambar 2.11.15,43,44
Untitled-9
Gambar 2.11.  Sumber energi metabolik pada otak
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
2.4.3.2 Metabolit kimia otak dan fungsinya
N-acetyl Aspartate (NAA)
Memiliki puncak tertinggi pada spektrum. NAA merupakan petanda integritas neuron dan akson dan tersebar pada seluruh korteks. Sebagai petanda akson, NAA tiba dengan transportasi lambat sepanjang akson dari letak sintesis dalam mitokondria neuron. Penurunan NAA merupakan tanda dari kematian atau kerusakan neuron. Peningkatan fisiologis NAA terlihat selama perkembangan dan kematangan otak saat bayi.15,43,44
Choline (Cho)
Cho merupakan representasi membran sel dan petanda turnover dan proliferasi membran. Peningkatan Cho terjadi dalam kondisi: peningkatan jumlah sel, peningkatan sintesis membran atau peningkatan kerusakan membran seperti dalam demielinisasi dan tumor ganas.15,43,44
Creatine (Cr)
Gambaran pada MRS adalah penjumlahan dari creatine dan phospocreatine. Merupakan petanda metabolisme energi otak. Relatif dalam keadaan stabil dan digunakan sebagai standar. Cr akan menurun pada kematian jaringan atau nekrosis. Cr dapat meningkat pada respons hiperosmolar pada trauma kranioserebral atau tidak ada sama sekali pada defisiensi kreatinin, kelainan kongenital yang sangat jarang. Penting untuk diingat bahwa creatine otak berasal dari sintesis sumber ekstraserebral. Oleh karenanya penyakit sistemik dapat mempengaruhi Cr pada otak dan berefek pada MRS.15,43,44

Lactate (Lac)
Keberadaan laktat menunjukkan adanya interupsi dari fosforilasi oksidatif dan inisiasi glikolisis anaerob. Peningkatan laktat terlihat pada hipoksia, iskemia, kelainan/ kerusakan mitokondria dan tumor. Interupsi siklus Krebs (kerusakan mitokondria), absen atau inhibisi pyruvate dehydrogenase (enzim yang mengantar fragmen dua karbon untuk memasuki TCA), dan akselerasi glikolisis lebih sering meningkatkan laktat pada spektrum otak.15,43,44
Lipid(Lip)
Diasosiasikan dengan myelin, phospholipids, sphyngomyelins, dan lecithins. Makromolekul tersebut tidak akan terlihat bila tidak terjadi proses patologis berat. Peningkatan lipid terjadi pada daerah nekrotik tumor. Lipid dominan pada infeksi, inflamasi dan stroke. Kontaminasi lemak scalp harus sudah disingkirkan. Lipid adalah sinyal yang ditemukan pada injuri otak (trauma, hipoksia, atau infeksi virus) pada bayi.15,43,44
Mio-inositol(mI)
Molekul sederhana, turunan gula dengan pola spektra rumit yang dijelaskan dengan 6 hidrogen atom asimetris, merupakan petanda osmolyte (regulator volume sel) dan astrocyte. Peningkatannya merupakan petanda dari penyakit Alzheimer, demensia frontotemporal dan infeksi HIV.15,43,44

Glutamin dan Glutamat (Glx)
Terlihat pada MRS sebagai puncak kecil dan kompleks. Glutamin seperti halnya mI merupakan petanda astrosit. Pada hipoksia, iskemi dan recovering otak. Tidak seperti laktat, peningkatan Glx mungkin merupakan refleksi fungsi proteksi astrosit, dimana sintesis glutamin membuang kelebihan glutamat yang potensial toksik dan menumpuknya glutamin yang relatif lebih tidak toksik.  Glx mengalami peningkatan. Peningkatan keduanya dilaporkan sebagai hiperamonemia sekunder dari ensefalopati hepatikum dan penyebab lainnya.15,43,44
Hasil dari MRS terlihat, sepanjang sumbu-x merupakan spektrum resonansi (puncak) dalam satuan bagian dari sejuta (ppm) dan sepanjang sumbu-y adalah amplitudo resonansi dinilai dengan arbitrary scale. Pada MRS otak, metabolit yang digunakan adalah pada Tabel 2.4 :15,18,43
Tabel 2.4.  Metabolit yang ditampilkan pada MRS otak
Metabolit
Lokasi spectrum
Kemaknaan fisiologis
N-asetil aspartat (NAA)
2,02 ppm
Hanya terlihat pada jaringan saraf. Penanda integritas saraf. Berkurang pada sebagian besar jenis kelainan otak. Meningkat pada penyakit Canavan
Kolin dan senyawa lain yang mengandung kolin (Cho)
3,2 ppm
Berhubungan dengan turnover membran sel, seperti pada pembelahan atau kerusakan sel yang cepat. Meningkat pada tumor atau demielinasi.
Kreatin dan fosfokreatin (Cr)
3,03 dan 3,94 ppm
Mewakili senyawa yang berhubungan dengan penyimpanan energi. Sering digunakan sebagai rujukan internal karena relatif stabil pada penyakit metabolik.
Lipid (Lip)
0,9-1,5 ppm
Tidak muncul pada otak normal. Mewakili produk pemecahan membran. Meningkat pada tumor nekrotik dan inflamasi akut.
Laktat (Lac)
1,32 ppm – doublet
Tidak terdeteksi pada otak normal. Keberadaan mengindikasikan metabolisme anaerob atau kegagalan fosforilasi oksidatif seperti pada penyakit mitokondria, iskemia, inflamasi dan tumor.
Mio-inositol (mI)
3,56 ppm
Penanda glia. Meningkat pada beberapa jenis dementia dan ensefalopati HIV. Tinggi pada otak balita.
Glutamat (Glu) dan glutamin (Gln)
2,1 dan 2,4 ppm
Meningkat pada ensefalopati hepatik/hiperamonia

(dikutip dari: Gujar SK et al. Magnetic Resonance Spectroscopy. 2005, J Neuro-Ophtalmol; 25: 217-226)18

Proton-MRS (P-MRS) juga disebut sebagai neurospektroskopi, sudah dikenal sebagai modalitas yang menyediakan informasi neurofisiologi klinis dan neurokimia. MRS tidak dapat disangkal sebagai seni dalam neurodiagnosis. Neurospektroskopi didefinisikan sebagai bidang studi yang didapat dari pemeriksaan MRS pada otak manusia.15,17
Kelainan atau patologi pada otak banyak yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan gangguan jalur oksidasi, metabolisme anabolik dan katabolik, siklus TCA, turnover glutamin-glutamat, glikolisis, ketogenesis atau metabolisme asam lemak. Pada saat ini, tidak ada penanda neuron, penanda astrosit atau teknik pengukuran langsung metabolisme energi yang dapat dilakukan selain dengan MRS atau neurospektroskopi.15,17
Pada Gambar 2.19, terlihat alur neurokimia yang relevan dengan temuan pada spektrum MRS. Metabolit utama adalah NAA, Cr, Cho, mI, Lac dan Glx.15















Gambar 2.19.  Alur neurokimia. Alur neurokimia yang penting telah ditemukan dengan neurospektroskopi, hanya metabolit-metabolit yang berat molekul yang besar yang dapat langsung tervisualisasi dalam MRS H1.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Sebelum menganalisa hasil dari spektroskopi otak, pengertian tentang metabolit kimia otak atau penjelasan dari struktur metabolit MRS perlu diketahui, sebagai berikut:15,18,23,45
  1. NAA berada eksklusif di badan sel neuron dan akson sehingga dinyatakan sebagai penanda neuron dan akson. Kerusakan jaringan otak pada tumor atau penyebab lain akan mengakibatkan penurunan puncak NAA. NAA muncul juga pada oligodendrosit imatur pada prekursor neurogenik serta tidak muncul pada sel glia matur.
  2. Kolin adalah komponen fosfolipid yang merupakan komponen utama membran sel. Perubahan puncak kolin menggambarkan turnover membran sel. Pada proses suatu penyakit akan berhubungan dengan kerusakan membran sel kemudian terjadi peningkatan sintesis membran sel sehingga puncak kolin akan meningkat. Metabolisme kolin menggambarkan kerusakan mielin atau lesi demielinisasi aktif dan meningkat pada tumor.
  3. Kreatin adalah indikator untuk pertukaran energi yang berhubungan dengan fosfat energi tinggi. Puncak Cr cenderung meningkat pada metabolisme jaringan yang rendah dan sebaliknya tetapi umumnya mempunyai puncak yang stabil.
  4. Lipid diindikasikan sebagai kerusakan selubung saraf dan adanya nekrosis. Peningkatan lipid dapat terjadi pada inflamasi, abses dan tumor.
  5. Laktat dihasilkan dari metabolisme anaerobik (proses glikolisis), yang akan meningkat pada glioma, inflamasi dan infark iskemik.
  6. Mio-inositol adalah khas untuk penanda glia pada astrosit dan hasil dari degradasi mielin (mI merupakan regulator penting dari volume sel). Rasio mI/Cr berhubungan dengan penderajatan tumor, akan meninggi pada tumor derajat rendah. Peningkatan rasio mI/Cr dapat dipikirkan suatu lesi non-neoplasma.
  7. Glutamin merupakan penanda astrosit dan glutamat adalah neurotoksin. Jika puncak Glx lebih dari 1/3 puncak NAA menandakan peningkatan Glx. Glx akan meninggi pada lesi non-neoplasma seperti infeksi atau ensefalitis, infark, dan ensefalopati hepatis. Pengecualian pada meningioma karena akan terlihat peningkatan Glx.
  8. Alanin akan meningkat pada meningioma, abses dan neurosistiserkosis. Alanin beresonansi pada 1,47 ppm dan lebih sering terlihat pada spektrum TE pendek untuk mendiagnosis meningioma dibandingkan dengan tumor otak lainnya. Penelitian menyimpulkan jalur metabolik alternatif lain pada glioma yang melibatkan Glx dan glutation serta menghasilkan alanin sebagai produk akhir sehingga menjelaskan mengapa ini merupakan gambaran khas spektrum meningioma. Alanin dan asam amino lain dapat juga sebagai produk metabolisme pada abses piogenik.43

Secara fisiologis dalam keadaan normal metabolit MRS otak yang muncul pada spektrum umumnya adalah : NAA, Cho dan Cr, sedangkan pada keadaan patologis akan terlihat metabolit Lip, Lac, mI, Glx dan Ala.
Gambaran MRS pada tumor dengan TE 144 dan TE 30-35 detik (dapat mendeteksi mI untuk penderajatan neoplasma) adalah terdapat penurunan NAA; penurunan Cr (karena kerusakan neuron); peningkatan Cho (turnover membran sel meningkat), peningkatan Lac dan Lip (metabolisme anaerobik dan nekrosis); peningkatan rasio Cho/NAA dan Cho/Cr serta penurunan NAA/Cr.15,23,46
McKnight et al24, melaporkan bila rasio Cho/NAA lebih dari 2 maka MRS tumor dengan jaringan normal mempunyai sensitivitas 96% dan spesifisitas 70%. Penting untuk diperhatikan bahwa spektrum MRS tidak selalu spesifik pada setiap keadaan, sehingga yang terbaik adalah semua sarana diagnostik (CT, MRI, diffusion, perfusion dan MRS) harus digabung untuk menentukan diagnosis yang pasti. Neoplasma derajat keganasan rendah dapat mempunyai spektrum yang sama dengan parenkim normal. MRS dapat dipakai untuk mendiagnosis banding tumor, perencanaan terapi bedah atau kemoterapi dan menilai adakah rekurens/ residu dari tumor.15,23,46,47
2.4.4 Teknik pemeriksaan MRS
Teknik spektroskopi yang digunakan adalah : Single Voxel Spectroscopy (SVS), dengan resolusi spasial antara 1 hingga 8 cm7, dan teknik multi voxel yang disebut juga Chemical Shift Imaging (CSI) atau Magnetic Resonance Spectroscopic Imaging (MRSI), yang dapat menghasilkan peta metabolit. Kata voxel dalam hal ini merujuk pada volume jaringan yang dinilai. SVS memiliki kelebihan dalam hal waktu yang lebih singkat dan penilaian kuantitatif data yang lebih akurat. CSI terdapat dalam 2 dimensi dan 3 dimensi.14,16 Pada lokasi di mana shimming sulit dilakukan (fosa posterior, regio supraselar dan lain-lain) kadang lebih baik menggunakan SVS dibandingkan CSI atau MRSI.15,18,20,23,45
Pemilihan teknik spektroskopi yang sesuai, termasuk juga penilaian parameter seperti Repetition Time (TR) dan Time of Echo (TE) tergantung pada keadaan klinis yang dicari. TE singkat (20-35 ms) dilakukan jika akan menilai metabolit dengan relaksasi singkat seperti: glutamin, glutamat, mio-inositol, dan beberapa asam amino. TE lama (135-270 ms) untuk mendeteksi metabolit mayor seperti: N-asetil aspartat, kolin, kreatin.15,31,45,47
            Kelebihan dari teknik CSI atau MRSI adalah kita dapat membandingkan langsung metabolit MRS yang dihasilkan pada area kelainan dengan area normal, dengan demikian waktu pemeriksaan teknik CSI menjadi hampir sama dengan lamanya pemeriksaan SVS.15,45
2.4.4.1 Teknik SVS dan CSI
Teknik spektroskopi berdasarkan volume sampel terdiri dari:15,18,48,49
-          Single Voxel Spectroscopy (SVS)
-          Multi Voxel Spectroscopy (MVS) atau sering juga disebut sebagai Chemical Shift Imaging (CSI) atau Magnectic Resonance Spectroscopy Imaging (MRSI). MVS dapat dilakukan dengan potongan 2 dimensi atau 3 dimensi.
SVS memakai ukuran voxel tunggal Kelemahan SVS adalah pada volume sampel yang terbatas sehingga tidak efektif untuk lesi fokal yang cukup besar/ kompleks. Untuk perbandingan otak normal kontralateral diperlukan akuisisi data 2 kali. SVS terbaik dipakai pada kelainan global/ difus, bukan pada kelainan fokal. Bila terpaksa dilakukan pada lesi fokal seperti neoplasma, sebaiknya voxel tunggal mencakup seluruh lesi dan tidak lebih dari 20% voxel adalah bagian dari jaringan otak yang terevaluasi normal.15,18,49
Keuntungan SVS adalah : 15,48,49
-          Lokalisasi yang baik
-          Signal to noise ratio lebih baik dan lebih tahan artefak pada area dekat tulang/ udara seperti sinus, tulang dan mastoid
-          Secara teknis lebih mudah dan cepat (3-10 menit tergantung parameter dipakai)
Teknik MVS, saat ini lebih sering dipakai karena informasi yang dihasilkan lebih komprehensif. MVS menjadi teknik spektroskopi pilihan untuk kelainan kelainan fokal saat ini. Keuntungan MVS  adalah : 15,48,49
-          Akuisisi VOI > 1 yaitu volume besar dalam satu kali pemeriksaan. Dengan cara ini dapat diperiksa VOI mencakup lesi dan area peritumor yang langsung dibandingkan area normal kontralateral. Sehingga data yang dihasilkan lebih informatif baik bagi diagnosis, perencanaan terapi maupun prognosis.
-          Dapat mengambil data 2 dan 3 dimensi, yang berguna untuk keperluan biopsi stereotaktik maupun tindakan operasi.
-          Menghasilkan tidak hanya spektrum-spektrum namun dapat dihasilkan gambaran peta metabolit yang secara visual lebih nyaman dibaca ahli radiologi. 
Kelemahan MVS adalah untuk area fosa posterior yang dekat pada tulang tulang dan sistem ventrikel sehingga sulit untuk dilakukan shimming optimal. Untuk lesi fosa posterior dilakukan teknik SVS. Sedangkan kelemahan yang dapat diatasi adalah waktu akuisisi data yang lebih lama dan proses post processing pada perangkat lunak yang memerlukan sumber daya manusia yang terlatih khusus dan waktu yang lebih lama dibanding SVS. Terus dikembangkan sistem perangkat keras dan lunak MRS yang makin cepat dalam post processing  dan proses otomatisasinya. Sebagai contoh adalah sistem PROBE yang melakukan shimming dan supresi air 99,9% dengan hasil yang sebanding perangkat lunak generasi sebelumnya.15,50,51
9 MRS SVS 144 ms Normal2 MRSI brain tumor






Gambar 2.20.  Pemeriksaan MRS dengan single voxel, MRS dengan multi voxel (localizer dengan T1-WI kontras) dan masing-masing contoh voxel yang diambil dari pemetaan multi voxel memperlihatkan spektrum normal, tumor dan nekrosis.
(dikutip dari: Pan E, Prados MD. Primary Neoplasm of The Central Nervous System. In: Kufa, Pollock, Walchselbaum, et al. Cancer and Medicine 6.  International Edition, London BC Decker Inc, 2003, p 1195 – 1226)38
2.4.4.2 Parameter TR / TE
Faktor yang amat mempengaruhi jenis metabolit yang dapat diperiksa serta amplitudo peak masing masing metabolit adalah paramater TR dan TE, terutama TE. Nilai TE yang dapat dilakukan pada P-MRS saat ini adalah berkisar antara 18 – 288 ms. Secara umum, parameter ini dibagi menjadi menjadi TE pendek (18-45 ms) dan TE panjang (120-288 ms).  Beberapa literatur membagi parameter TE menjadi TE pendek (20-40ms) , TE menengah (intermediate) yaitu 135-144 ms dan TE panjang ( 270-288 ms).15,18
Karakteristik TE pendek (20 to 40 ms) adalah :15,51,52
1.      Menunjukkan metabolit dengan waktu relaksasi pendek yaitu Mio-Inositol (mI), Glutamine-glutamate (Glx), dan beberapa jenis asam amino .
2.      Secara teori, TE pendek memberikan signal to noise ratio yang lebih baik sebagai kompensasi dari distorsi baseline.
3.      Dapat timbul NAA artefak dari kompleks Glx sehingga menimbulkan kesan NAA timbul pada 2,05-2,5 ppm
Karakteristik TE panjang (270-288 ms) adalah :15,51,52
1.      Sinyal yang timbul dari NAA Cho dan Cr relatif lebih sedikit
2.      Signal to noise ratio yang lebih baik dari TE pendek dan menengah
Karakteristik TE menengah (135-144 ms) adalah :15,51,52
1.      Mudah membedakan Lac dan Alanin (Ala) dengan Lip yaitu inversi peak Lac dan Ala ke bawah baseline .
2.      Baseline yang lebih baik dengan distorsi lebih kecil dari TE pendek.
3.      Tidak timbul NAA artefak karena peak pada resonansi 2,0-2,05 ppm hanya dimiliki oleh NAA
4.      Lip timbul lebih signifikan dan sensitif dibanding pada TE pendek, dipakai untuk  supresi lemak.
5.      Lebih akurat, mudah diproses, dan mudah dianalisa khususnya untuk kuantifikasi Cho , NAA serta melihat keberadaan Lip dan Lac.
16 GE 116%20GE%20116%20GE%201
Gambar 2.21.  Perbedaan nilai absolut masing-masing metabolit dengan memakai TE yang berbeda (272 ms, 20 ms dan 144 ms). Hal ini juga akan terjadi dengan mempergunakan alat MRI yang berbeda meskipun nilai TE-nya sama.
(dikutip dari: Parmar H, et al. Multi-Voxel MR Spectroscopic Imaging of the Brain: Utility in Clinical Setting-Initial Results. Euro J Radiol, 2005; 55:401-408)51
Oleh sebab itu, nilai absolut tidak dapat dipakai sebagai suatu patokan sehingga lebih baik menggunakan nilai rasio dari masing-masing metabolit yang umumnya dibandingkan dengan Cr karena dianggap yang paling stablil dibandingkan metabolit.51
Pemilihan parameter TE tergantung dari keperluan klinis. Namun pada praktek MRS saat ini, parameter yang paling sering dipakai adalah TE menengah (135-144 ms) yang dianggap optimal dari segi kuantifikasi metabolit, kualitas spektrum dan proses pengolahan. Beberapa pusat studi MRS melakukan protokol standar dengan TE menengah (135-144 ms) dan dilanjutkan dengan TE pendek 30 ms bila perlu data metabolit tambahan mI dan Glx. Namun studi Majos menunjukkan TE pendek lebih baik digunakan dalam diagnosis glioma otak 15,49,50,52,53
2.4.5 Manfaat klinis pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
Walaupun diagnosis tumor otak dapat dibuat berdasarkan riwayat klinis dan pemeriksaan fisik terhadap defisit neurologis, pemeriksaan neuroimaging baik dengan CT scan maupun MRI diakui dapat meningkatkan akurasi diagnosis dan dapat digunakan untuk membantu menentukan perencanaan pengobatan.54,55
MRI dan MRS, lahir bersamaan pada tahun 1973, tetapi pada perkembangannya MRI lebih banyak dipakai karena lebih praktis dan tidak memerlukan pengertian teori fisika dan biokimia secara mendalam.15,56,57 Pemeriksaan MRI kadang-kadang kurang dapat diandalkan karena sensitivitas MRI untuk mendeteksi glioma bervariasi antara 55.1% hingga 83.3%. Brant-Zawadzki melaporkan bahwa MRI memiliki sensitivitas yang jauh lebih baik dari CT scan untuk mendeteksi dan melokalisasi adanya tumor. Tetapi pemeriksaan MRI sulit digunakan untuk menentukan karakteristik tumor tersebut, dengan kata lain spesifisitas MRI dalam diagnosis tumor otak masih rendah.15,58,59,60
Proton MRS merupakan suatu modalitas dari permeriksaan MRI.  MRS didasari oleh distribusi dan sifat fisika-kimia dari air sehingga dengan perbedaan medan magnet dapat dinilai konsentrasi metabolit di dalam jaringan otak.61,62 MRS lebih mengetahui kelainan di tingkat metabolisme seluler sebelum terjadinya kelainan yang dapat dilihat dengan sekuens MRI konvensional, sehingga pemeriksaan MRS diharapkan dapat menutupi kelemahan MRI dalam hal spesifisitas pemeriksaan.15,63,64
Herminghaus S, et al.29, melakukan penelitian dengan subyek 94 pasien yang membandingkan pemeriksaan MRS prabedah dan histopatologi lesi menunjukkan angka keberhasilan mendiagnosis secara keseluruhan 86% sedangkan dalam membedakan glioma derajat rendah dan derajat tinggi mencapai 95%.29
Tabel 2.5. Tabel sensitivitas dan spesifitas pada pemeriksaan MRS H1 dalam mendiagnosis derajat tumor.
Derajat keganasan WHO
Sensitivitas
Spesifisitas
I/II
0,93
0,95
III
0,86
0,89
IV
0,77
0,95
Derajat rendah (I/II)
0,93
0,98
Derajat tinggi (III/IV)
0,95
0,93
(Dikutip dari : Herminghaus S, Dierks T, Pilatus U, Moller-Hartmann W. Determination of Histopathologic Tumor Grade in Neuroepithelial Brain Tumors by Using Spectral Pattern Analysis of in Vivo Spectroscopic Data. J Neurosurg, 2003; 98:74-8)29
Pada pemeriksaan CT scan, astrositoma derajat rendah akan tampak sebagai massa yang kabur dengan densitas rendah yang homogen. Massa tersebut tidak menunjukkan contrast enhancement (penyangatan kontras). Akan tetapi pada perjalanan awal penyakit hanya dapat terlihat sedikit penyangatan, kalsifikasi dan gambaran kistik. Pada astrositoma anaplastik akan terlihat gambaran lesi yang heterogen dimana sebagian daerah memilki densitas rendah, sebagian lagi memiliki densitas tinggi. Pada penambahan kontras akan terlihat partial contrast enhancement.16,65,66,67
Pada pemeriksaan MRI secara umum astrositoma merupakan lesi isointens dengan T1-WI dan hiperintens pada T2-WI. Astrositoma derajat rendah tidak memperlihatkan penyangatan pasca pemberian kontras, sedangkan sebagian besar astrositoma anaplastik memperlihatkan penyangatan pada pemberian kontras paramagnetik.20,68,69

Derajat astrositoma memiliki kepentingan klinik yang tinggi karena pada astrositoma derajat tinggi setelah reseksi tumor diberikan adjuvant kemoterapi atau radiasi.70-72 Sedangkan astrositoma derajat rendah tidak memerlukan adjuvant. Pada pemeriksaan MRS astrositoma derajat tinggi memiliki kandungan kolin (Cho) yang lebih tinggi dibandingkan astrositoma derajat rendah. Rasio kolin dengan N-asetil aspartat (Cho/NAA) juga terbukti dapat menentukan derajat keganasan astrositoma. Penelitian McKnight menunjukkan sensitivitas 90% dan spesifitas 86% dengan Cho/NAA dalam penderajatan astrositoma.24,25
Peningkatan lipid laktat (LL) memiliki korelasi dengan nekrosis pada astrositoma derajat tinggi.14 Sebaliknya, tidak ada perbedaan yang bermakna pada keberadaan laktat dalam derajat II, III atau IV pada studi lain.67Mio-inositol (mI) menunjukkan peningkatan yang lebih besar pada astrositoma derajat rendah.26,72-74
Yuan-Yu Hsu67, mendapatkan terjadi penurunan rasio N-asetil aspartat dengan kreatin (NAA/Cr) dan peningkatan rasio Cho/Cr, Cho/NAA, dan (Cho+Cr)/NAA pada astrositoma dibandingkan dengan jaringan normal. Terjadi pula penurunan NAA/Cr dan peningkatan rasio Cho/NAA dan (Cho+Cr)/NAA yang bermakna pada astrositoma derajat tinggi (III dan IV) dibandingkan astrositoma derajat rendah (II).67 Hasilnya adalah rasio (Cho+Cr)/NAA merupakan pembanding terbaik dalam menilai penderajatan glioma dibandingkan yang lainnya.67 Bulakbasi dalam penelitiannya mendapatkan rasio NAA/Cho, NAA/Cr, NAA/Cho+Cr dan Ala/Cr bermakna untuk membedakan tumor ganas dan jinak serta secara statistik lebih signifikan dibandingkan rasio NAA/Cr dan Lac/Lip. Kombinasi nilai apparent diffusion coefficient (ADC) dengan MRS dapat menambah informasi untuk penderajatan tumor dibandingkan penggunaan terpisah.13
2.4.6 Pola MRS pada astrositoma
Terdapat lima defek biokimia yang biasa ditemukan dalam tumor otak. Yaitu penurunan NAA, peningkatan laktat, peningkatan lipid, penurunan kreatin, dan peningkatan kolin.15,52,75,76,77
Penurunan atau absennya NAA menunjukkan hilangnya neuron atau akson pada tumor. Laktat normalnya tidak terdeteksi pada otak, menumpuk pada kista, jaringan nekrotik atau pada tumor aktif dikarenakan peningkatan laju glikolisis. Heterogenitas pada distribusi laktat menunjukkan daerah aktif tumor atau sebaliknya daerah nekrosis. Lipid berhubungan dengan daerah nekrotik tumor. Penurunan kreatin konstan ditemukan pada tumor, menunjukkan status energi yang rendah, sementara pada metastasis rendahnya kreatin dapat disebabkan tumor yang terdapat pada sumber kreatin (ginjal, paru, mammae dan prostat).15,67
Karakteristik tipikal pemeriksaan 1H-MRS pada astrositoma adalah peningkatan signal Cho, penurunan puncak NAA dan penurunan Cr; disertai dengan peningkatan puncak laktat-lipid pada beberapa kasus.14,52,67 Peningkatan Cho pada lesi mitotik mencerminkan peningkatan sintesis membran dan selularitas serta peningkatan metabolisme membran karena aktivitas turnover dari sel tumor.67 Peningkatan rasio Cho/Cr dihubungkan dengan peningkatan keganasan tumor dan mungkin dapat digunakan sebagai indeks non-invasif untuk melakukan penderajatan tumor. Menurunnya jumlah NAA menunjukkan hilangnya elemen saraf normal, karena penghancuran atau penggantian oleh sel neoplasma. Kita dapat membedakan tumor derajat tinggi dengan tumor derajat rendah dengan menggunakan dasar rasio perbandingan Cho/Cr dan NAA/Cho. Pada derajat keganasan tinggi terlihat penurunan NAA dan pada derajat keganasan rendah terlihat peningkatan Cho, sedangkan Lip dan Lac yang meningkat mempunyai korelasi dengan semakin tingginya derajat keganasan.67 Meskipun demikian, tidak selalu mudah untuk membedakan derajat keganasan hanya berdasarkan metabolisme kimiawi MRS otak sehingga hasil histopatologi masih merupakan baku emas.67 Penurunan Cr pada tumor kemungkinan berkaitan dengan peningkatan metabolisme sel yang mengakibatkan berkurangnya cadangan energi jaringan. Peningkatan Lac mencerminkan hipoksia jaringan yang akan diikuti oleh glikolisis anaerob. Menurut Kumar et al52, astrositoma derajat tinggi menunjukkan puncak lipid dan laktat, sedangkan pada derajat rendah hanya memperlihatkan puncak laktat.27,52,57 Karena gambaran MRS dapat mengidentifikasi area keganasan yang tinggi pada astrositoma (dengan meningkatnya Cho dan menurunnya NAA), dengan demikian diharapkan akan meningkatkan akurasi penderajatan tumor dengan biopsi dibandingkan pemeriksaan MRI konvensional dengan kontras.15,20
2.4.7 Aplikasi klinis MRS dalam astrositoma
Suatu penelitian dengan menggunakan teknik SVS menunjukkan bahwa lesi neoplasma dapat dibedakan dengan lesi non-neoplasma dengan akurasi tinggi hingga mencapai 100%.MRS dikombinasikan dengan MRI untuk mendiagnosis penyakit akan menjadi lebih baik dibandingkan dengan menggunakan MRS saja. Pada penelitian tersebut juga terdapat perbedaan yang jelas antara lesi neoplasma dan otak sehat atau normal dengan menggunakan teknik SVS.15,68,77
Penelitian lain menunjukkan bahwa MRS selain terbukti untuk penderajatan tumor juga terbukti dapat menentukan tipe dari tumor otak.67,68
MRS digunakan untuk menilai lesi heterogen dengan area proliferasi dan nekrosis, kista, perdarahan atau edema dan membandingkannya dengan jaringan normal. Meskipun demikian MRS tidak dapat menggantikan biopsi namun hanya sebagai pengarah biopsi dengan menggunakan MRS 3 dimensi.15,19,47,75
2.5 Gambaran MRS pada abses otak
            Diagnosis banding antara abses otak dengan tumor nekrotik pada GBM biasanya sulit dibedakan dengan pemeriksaan CT Scan dan MRI biasa. Kombinasi antara MRS dengan diffusion weighted image (DWI) digunakan untuk menegakkan diagnosis abses otak dan GBM. Gambaran DWI pada abses adalah hiperintens, dan gambaran GBM dengan DWI umumnya hipointens. Adanya asetat, laktat dan asam amino (valin, alanin dan leusin) ditemukan pada gambaran MRS dari abses otak. Gambaran GBM dengan MRS didapatkan peningkatan Lac dan penurunan NAA. Asam amino (valin, leusin dan isoleusin) didapatkan pada 0,9 ppm, asetat pada 1,9 ppm dan alanin 1,5 ppm dan laktat 1,3 ppm. Ping H. Lai melaporkan adanya suksinat pada 2,4 ppm di gambaran MRS abses otak.78-92
2.6 Pemeriksaan PET, SPECT, dan MR-Perfusion
Teknik pencitraan fungsional yang menggunakan karakteristik metabolit seperti aktivitas glikolitik  dilakukan oleh pemeriksaan PET scan dan metabolit katabolik dilakukan oleh pemeriksaan spektroskopi pada jaringan neoplastik. Kedua pemeriksaan ini mempunyai manfaat yang besar untuk mengkarakterisasi lesi intrakaranial secara non-invasif. Hasil dari studi oleh Kurian S.M dan Crowell E.B (2004) mengevaluasi kesesuaian antara PET Scan dan MRS dan menganalisa kontribusi relatif dari kedua modalitas pencitraan ini. Hasilnya adalah kesesuaian antara kedua pemeriksaan tersebut memiliki korelasi dalam hal memprediksi keadaan neoplastik dari tumor dengan akurat. PET Scan relatif lebih akurat dalam mendeteksi lesi metastatik pada otak sedangkan spektroskopi lebih terpercaya dalam mendeteksi neoplasma otak primer mencakup tumor derajat rendah dan dalam mendiferensiasi nekrosis radiasi. Kedua teknik ini dapat digunakan sebagai modalitas pencitraan pelengkap untuk meningkatkan diagnosis non invasif pada pasien dengan lesi intrakranial.98
Pirzkal A (2002) menyatakan bahwa saat ini, telah dilakukan usaha untuk memasukkan pencitraan fungsional / metabolik kedalam rencana penatalaksanaan tumor otak. PET sekarang telah digunakan selama dua decade untuk memeriksa metabolisme pasien dengan astrositoma. PET tracer terbaru, 18F-2-fluoro-2-deoxy-d-glucose (FDG) telah terbukti hanya memiliki sedikit kegunaan dalam mendiagnosis ADR. Di pihak lain Methyl-11-C-l-methionine (MET) telah ditemukan memiliki nilai spesifik dalam diagnosis fungsional astrositoma pada PET, walaupun laju uptake dari C-11 methionine ditemukan lebih tinggi secara signifikan pada ADT dibandingkan pada ADR. Nuutinen et.al mencoba untuk memasukkan informasi yang diberikan oleh MET-PET ke dalam rencana tatalaksana untuk ADR setelah biopsi atau reseksi subtotal. Pada studi dari 11 pasien, mereka menemukan bahwa MET-PET bermanfaat untuk menentukan volume tumor secara kasar pada 27% pasien.  Penemuan PET sama dengan penemuan MRI pada 46% kasus atau lebih kurang bermanfaat pada kasus lain (27%).11
Grosu et.al mempelajari kegunaan SPECT untuk rencana radioterapi pada kasus astrositoma menggunakan asam amino sintetis, I-123-α-methyl-tyrosine (IMT). Mereka melaporkan peningkatan pada volume tatalaksana sebesar 33% jika hiperintensitas dan IMT tumor uptake dipakai bersamaan. Bagaimanapun tidak ada kasus yang dilaporkan memiliki IMT uptake melebihi hiperintensitas T2-WI dari ADR, walaupun peningkatan IMT uptake dideteksi lebih banyak pada ADR jika sawar darah otak ditemukan intak. Teknik kedokteran nuklir ditemukan menguntungkan dalam melihat ekstensi tumor secara kasar, namun tetap terbatas dalam mendeteksi infiltrasi mikroskopik. Untuk hal yang terakhir peneliti menyimpulkan bahwa MRS lebih memiliki manfaat.11
Maosheng Xu, et.al pada studinya terhadap 24 pasien dengan oligodendroglioma menyatakan bahwa pengukuran MRS lebih akurat dari MR-Perfusion atau MRI dengan kontras secara konvensional dalam mendiferensiasi stadium tumor. Pada bentuk tumor vaskular ini pengukuran metabolik dari mitosis dan nekrosis dapat lebih baik dari pengukuran neovaskularisasi dalam penentuan stadium pra-bedah.60

2.7 Peran MRS pada Organ Lain
Pemeriksaan MRI payudara merupakan pemeriksaan tambahan selain mamografi untuk skrining yang dilakukan dalam standar operasi oleh American Cancer Society.  Dilaporkan pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan mamografi, selain itu lebih mudah memperlihatkan daerah payudara yang meragukan antara kanker atau bukan. Seringkali tidak ada cara untuk mengetahui apakah area tersebut merupakan kanker juga tanpa dilakukan biopsi atau prosedur invasif lainnya.99
Saat ini akurasi diagnosis dari MRI dapat ditingkatkan dengan penambahan pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS). Proton MRS dilakukan bersamaan pencitraan MRI dengan kontras menunjukkan hasil yang menjanjikan dan banyak grup riset lainnya yang mengadopsi teknik ini menjadi protokol MRI payudara. 99
Pemeriksaan MRS juga dilakukan untuk menilai keganasan pada ovarium. Saat ini telah diselesaikan dua studi yang dilaporkan saat ini dan studi lain yang belum dipublikasikan. Pada kedua studi tersebut ditemukan rasio Cho/Cr yang lebih besar atau sama dengan 3,09 mengindikasikan bahwa tumor bersifat ganas. Sedangkan pada keadaan tidak ada sinyal Cho, atau rasio Cho/Cr lebih kecil atau sama dengan 1,15 menunjukkan bahwa tumor bersifat jinak. Peningkatan rasio ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan metabolit Choline walaupun Creatine juga dapat meningkat pada proses keganasan.100

2.8 Teori pendukung

1.      Penatalaksanaan astrositoma sering mengundang kontroversi. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas dan keberagaman tumor tersebut. Meskipun sudah menggunakan kombinasi modalitas terapi yang ada seperti pembedahan, berbagai macam teknik radiasi dan juga kemoterapi hasil pengobatan yang beragam dan masih kurang memuaskan. Hal ini ditandai dengan masih tingginya angka rekurensi dan rendahnya angka harapan hidup, bahkan pada astrositoma derajat rendah.4,6,19
2.      Manfaat MRI T2-WI dan T1-WI kontras dapat membantu untuk  menegakan astrositoma antara lain: Gambaran glioma derajatI adalah lesi iso/hipointens pada T1-WI dan hiperintens pada T2-WI dengan komponen kistik dan tidak disertai edema perifokal. Sesudah pemberian kontras, tampak menyangat kuat inhomogen terutama pada bagian padat dan nodul mural.2,4,5,19,22 Glioma derajat II memberikan gambaran lesi iso-hipointens pada T1-WI dan tampak hiperintens homogen pada T2-WI, berbatas tidak tegas dengan edema perifokal minimal. Sesudah pemberian kontras lesi menyangat ringan inhomogen. Tidak terdapat komponen nekrosis.4,19,22 Glioma derajat III tampak sebagai lesi heterogen pada T1-WI dan T2-WI berbatas tidak tegas. Pada T2-WI sering didapat gambaran sentral lesi yang hiperintens dikelilingi oleh tepi yang hipointens dengan edema perifokal finger like karena edema vasogenik. Sesudah kontras, tampak lesi menyangat kuat inhomogen terutama pada tepi berbentuk cincin. Kadang dapat dijumpai komponen kistik tidak menyangat intratumor dan perdarahan.4,19,22 GBM pada MRI akan menggambarkan keragaman histologi selnya. Gambaran pleomorfisme akan tampak sebagai lesi yang heterogen dan lebih hipointens pada T2-WI. Tumor GBM secara umum akan tampak sebagai lesi heterogen baik pada T1-WI dan T2-WI, berbatas tidak tegas , berbentuk ireguler dengan tepi sebagian berdinding tebal. Lesi terutama pada T2-WI akan disertai gambaran nekrosis luas di dalamnya, perdarahan intratumor dan edema perifokal luas. Sesudah kontras, lesi akan menyangat kuat inhomogen. 4,19,22 Berbagai studi mendapatkan kemampuan MRI dalam mendiagnosis glioma dan menentukan derajat keganasannya berkisar 55,1–83,3 %. MRI juga mempunyai  keterbatasan yaitu menentukan secara tegas batas tumor yang sudah menginfiltrasi ke parenkim normal yang belum merusak sawar darah otak sehingga tak tampak penyangatan. 2,8,21,22,46
3.      MRS merupakan teknik yang sangat baik dan serbaguna sehingga MRS dapat memeriksa zat kimia, struktur molekul, dan lingkungan kimia in vivo. Pemeriksaan ini juga memungkinkan pengukuran kuantitatif metabolit kimia jaringan secara non invasif sehingga diagnosis dapat ditegakkan.22 Metabolit utama yang sering dipakai pada pemeriksaan MRS adalah NAA, Cr, Cho, mI dan Glx. Metabolit-metabolit tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I: NAA, Cr dan Cho. Kelompok II: laktat dan alanin dan kelompok III: Glx dan mI.15 Karakteristik pemeriksaan MRS pada astrositoma adalah peningkatan Cho disertai penurunan puncak NAA dan penurunan Cr. Peningkatan Cho pada astrositoma mencerminkan peningkatan sintesis membran sel. Penurunan NAA menandakan berkurangnya jaringan otak normal, sedangkan penurunan Cr menunjukkan peningkatan metabolisme sel. Puncak Lac and Lip tidak ada pada spektrum otak normal. Adanya puncak Lac merupakan cerminan keadaan hipoksik pada glioma. Astrositoma derajat tinggi menunjukkan puncak Lip dan Lac, sedangkan pada derajat rendah hanya memperlihatkan puncak Lac.15,52

No comments:

Post a Comment