2.3 Magnetic resonance imaging (MRI)
2.3.1 Dasar fisika
Konsep
dasar MRI adalah perputaran (spin)
nukleus bermuatan yang menimbulkan medan
magnet kecil. Nukleus yang berputar umumnya dari atom hidrogen yang mengandung
1 buah proton seperti arah jarum kompas yang menunjukkan utara dan selatan.
Pada keadaan biasa jutaan proton di dalam tubuh kita mempunyai orientasi arah
yang acak sehingga tidak menimbulkan medan
magnet atau saling meniadakan. Hal ini akan berubah ketika tubuh dimasukan ke dalam
medan magnet yang besar, arah proton akan
segaris dengan arah medan
magnet Bo. Dalam keadaan tersebut proton juga berputar terhadap sumbunya
seperti terjadi pada permainan gasing. Jika g adalah konstan dan
disebut megnetogyric ratio atau gyromagnetic ratio, maka karakteristik
frekuensi proton ini (Wo) dirumuskan oleh persamaan Larmor :40-41
Wo
= gBo
Saat
ini medan magnet MRI yang dipakai secara luas adalah 1,5 T. Apabila medan
magnet dari bumi sekitar 0,5 Gauss sedangkan 1 T = 10.000 G maka kekuatan medan
magnet MRI 1,5 T sekitar 15.000 G yang berarti mempunyai kekuatan sekitar
30.000 kali kekuatan magnet bumi.40-41
2.3.2 Fisika kuantum
Sehubungan
dengan hukum fisika kuantum, nilai spin nukleus
hanya dapat dinilai oleh spin quantum
number (I). Nukleus-nukleus akan “MR
visible” dengan jumlah nilai adalah “non
zero”.42
Nilai
kemungkinan level energy spin dalam medan magnet eksternal
adalah 2I + 1. Jika pada proton I sama dengan ½, berarti ada dua level yaitu spin up dan spin down. Spin up
mempunyai energi yang lebih rendah sehingga mempunyai arah sesuai dengan arah Bo.
Arah spin down yang mempunyai energi
lebih tinggi akan mempunyai arah yang berlawanan atau anti paralel dengan arah
Bo.42
2.3.3 Radio frekuensi (RF), T1 relaxation dan T2 relaxation.
Pada
pemeriksaan MRI diberikan energi dari radio frekuensi yang sama dengan energi
pada proton yang berada di dalam medan
magnet besar (Bo) sehingga disebut beresonansi. Ketika energi RF diberikan maka
arah spin proton akan berubah menjadi
tegak lurus terhadap arah bidang Bo maka arah spin tersebut akan menjadi bidang transversal (magnetisasi
transversal) setelah diberikan excitation
pulse 90 derajat.40,41
Saat
RF distop sehingga spin proton akan
kembali (berelaksasi) ke situasi yang sama sesuai arah dengan Bo. Pada keadaan
ini akan terjadi dua mekanisme. Pertama spin-spin
tersebut akan mempunyai medan
magnet yang sedikit berbeda karena ketidak-homogenan alat MRI dan interaksi
antar spin. Pada medan magnet bidang transversal akan terjadi free induction decay (FID) atau transverse relaxation (T2*) dimana spin-spin akan mengalami kehilangan
energi (spread out atau dephase) menjadi nol yang disebut T2 relaxation.40,41
Keadaan
kedua ketika energi hilang ke gaya
spin-lattice kembali semula ke
magnetisasi sesuai arah Bo sepanjang z-direction
atau komponen longitudinal dari nol ke nilai maksimum sesuai magnetisasi Bo,
hal ini disebut T1 relaxation.40,41
2.3.4 Spin echo (SE), T1-WI dan T2-WI
Spin echo (SE) adalah sekuens yang
sering dan selalu dipakai untuk pemeriksaan MRI otak meskipun saat ini dapat
digantikan dengan fast spin echo yang
lebih cepat tetapi kualitas gambar di bawah SE.41
Pada
teknik SE ini diberikan pulsa radio frekuensi (RF) 90 derajat yang merubah
proton menjadi ke bidang transversal. Pulsa tersebut diulangi sesuai dengan repetition time (TR) yang dikehendaki.
SE yang standar untuk pemeriksaan otak umumya antara 500 sampai 3000 ms. Pada
waktu proton relaksasi diberikan pulsa 180 derajat sampai terjadi echo. Waktu dari pemberian pulsa 90
derajat sampai dengan timbulnya echo
disebut echo time (TE). Umumnya TE
yang diberikan antara 15 sampai 120 ms.41
T1
weighted image (T1-WI) dihasilkan
dengan TR dan TE yang pendek. T2 weighted image (T2-WI) dihasilkan dengan
TR dan TE yang panjang, sedangkan proton
density (PD) dihasilkan dari TR yang panjang dan TE yang pendek.41
Pada
conventional SE, satu garis dalam K-space diisi dengan 1 TR. Hal ini
berarti jika matriks gambar 256 x 256 digunakan 256 garis yang mengisi sehingga
total acquisition time selama 256 x
TR. Jadi untuk T2-WI dengan TR 3000 ms dibutuhkan waktu selama 12,8 menit.41
2.3.5 Fast Spin Echo (FSE)
Fast Spin Echo (FSE), juga dikenal
sebagai ’turbo’ spin echo menggunakan
serial pulsa 180 derajat (‘echo train’)
setelah inisial pulsa 90 derajat. Panjang dari ‘echo train’ ini dapat berkisar dari 2 hingga 32 (bahkan hingga 64)
pulsa 1800. Variasi simultan dari gradien phase encoding (Y) menyebabkan masing-masing pulsa 1800
memiliki garis yang berbeda di K-space.
Ini menyebabkan pengisian dari beberapa garis K-space selama TR tunggal, yang memperpendek waktu imaging. Sebagai contoh, jika panjang
dari ‘echo train’ adalah 8, maka 8
garis terisi selama TR tunggal sehingga hanya 32 interval TR yang diperlukan
untuk mengisi K-space pada matriks
256x256. Ini akan mengurangi waktu pengambilan dari 12,8 menjadi 1,5 menit.
Karena jumlah dari pulsa 1800 yang dapat diaplikasikan di antara dua
pulsa 900 bergantung pada panjang TR dan jumlah potongan, FSE
utamanya digunakan dengan sekuens TR panjang yang menghasilkan pembebanan pada T2-WI.
Lemak dan air, seperti pada cairan serebrospinal, umumnya muncul lebih terang
pada T2-WI FSE dibandingkan pada spin
echo konvensional dengan TR dan TE yang secara nominal serupa. (Pada FSE,
TE diperkirakan dan disebut sebagai TEef (‘effective
echo time’)). Untuk mendapatkan pencitraan yang baik dapat dilakukan dengan
perpanjangan waktu, meningkatkan signal-to-noise
ratio (SNR), meningkatkan jumlah eksitasi per bagian, atau dengan
melakukan pencitraan resolusi tinggi
(bagian tipis, matriks tinggi) pada daerah seperti sudut serebelopontin atau
hipofisis di mana pemeriksaan pencitraan pada spin-echo konvensional dapat berlangsung sangat lama.40-41
2.3.6 Inversion Recovery (IR)
Sekuens
Inversion Recovery (IR)
mengaplikasikan ‘pulsa inversi’ 1800 sebelum memakai pulsa 900
untuk membalik proton pada bidang transversal. Pulsa inversi akan membalik
proton 1800 dari magnetisasi longitudinal awal. Proton yang
tereksitasi selanjutnya harus beristirahat dari orientasi negatif, melalui 00,
untuk kembali ke posisi semula. Seperti pada pencitraan SE, data yang dikumpulkan
atau dibaca didahului oleh sebuah pulsa refocusing
1800. Waktu antara pulsa 1800 yang pertama (inversi) dan
pulsa 900 dinamakan waktu inversi (inversion time atau TI). Jika pulsa eksitasi 900
menabrak proton jenis tertentu saat pergerakan tepat melewati nol,
proton-proton tidak akan tereksitasi sehingga tidak akan memberikan sinyal.
Karena waktu relaksasi dari jaringan tertentu pada kekuatan medan tertentu diketahui, maka teknik ini
dapat digunakan secara selektif untuk mensupresi sinyal dari lemak (sekuens
STIR) atau dari air yang bebas bergerak (sekuens FLAIR).40,41
2.3.7 Inversion recovery standar
Sekuens
inversion recovery standar
menggunakan TI menengah sekitar 400 ms. Ini sebagian besar menghasilkan T1-WI
yang memberikan gambaran anatomis lebih baik dan kontras antara daerah abu-abu
dan putih yang lebih tinggi. Pada pencitraan inversion recovery konvensional, perubahan ini didapatkan dengan
melakukan waktu pencitraan yang lebih lama dan teknik ini sedikit digunakan,
terutama di Amerika Serikat. Dengan pengenalan pencitraan fast inversion recovery yang, seperti pencitraan FSE, menggunakan ‘echo train’ untuk mengisi garis-garis
multipel K-space, waktu untuk
mendapatkan gambar dapat dikurangi secara signifikan.40,41
2.3.8 Fluid-attenuated IR (FLAIR)
Sekuens
FLAIR adalah sekuens fluid attenuated IR.
Pada contoh ini, TI yang sangat panjang dengan urutan 2200-2700 ms, yang
berhubungan dengan relaksasi yang lebih lambat dari proton dalam air bebas
dapat dipilih. Saat digunakan dengan TE panjang dan khususnya TR panjang
(hingga 10.000 ms), sekuens ini menghasilkan gambar di mana sinyal dari cairan
serebrospinal dihilangkan namun gambaran T2-WI tetap dipertahankan (edema tetap akan terlihat hiperintens). Ini
secara khusus berhubungan dengan deteksi dari daerah sinyal tinggi patologis
(perpanjangan T2-WI) yang sejajar dengan ruang yang mengandung cairan
serebrospinal seperti periventrikular atau lesi kortikal superfisial dan untuk
membedakan lesi kistik dengan jenis patologis lain. Studi mutakhir menunjukkan
FLAIR lebih baik dari sekuens MRI lain dalam menunjukkan keberadaan darah pada
ruang subarakhnoid. Protokol IR cepat dapat diaplikasikan baik pada sekuens
STIR dan FLAIR. 40,41
2.3.9 Media
kontras MRI
Hanya
media kontras MRI yang berhubungan dengan neuroimaging
yang akan dijelaskan di sini, perkembangan terakhir mengenai media kontras
spesifik hati dan gastrointestinal tidak dibahas. Dengan pengecualian
oksihemoglobin yang digunakan dalam studi aktivasi kortikal, media kontras yang
digunakan pada neuroimaging
didasarkan pada unsur Gadolinium (Gd) yang merupakan paramagnetik kuat dan
memperpendek waktu relaksasi T1-WI. Gd juga memperpendek waktu relaksasi T2-WI,
tapi efek ini tidak penting dalam praktik klinis. Kontras media ini utamanya digunakan
berhubungan dengan sekuens pencitraan T1-WI. Karena lemak juga memberikan sinyal
tinggi (hiperintens) pada T1-WI, sehingga sekuens fat-suppression secara khusus dapat bermanfaat.41
Karena
ion bebas Gd3+ beracun, ion ini berikatan dengan kelat pada media
kontras MRI. Media kontras MRI pertama adalah asam
gadolinium-dietil-tetraminpentasetat (Gd DTPA), sebuah unsur ionik yang
mengandung dua kation meglumin untuk menyeimbangkan Gd (DTPA)2-kelat yang selanjutnya menghasilkan tiga partikel
pada larutan. Dengan perkembangan media kontras teriodinisasi, kontras
osmolaritas rendah dan nonionik pun dikembangkan. Sebagai contoh adalah Gd DOTA
ionik dan osmolaritas rendah, yang memiliki satu ikatan negatif dan memiliki
sebuah kation meglumin untuk menyeimbangkannya (dua partikel dalam satu
larutan), dan Gd DTPA-BMA yang nonionik, menghasilkan hanya satu partikel dalam
larutan. Semua zat ini memiliki berat molekul yang rendah (<1000 dalton),
yang memperbolehkan untuk mengalami difusi cepat dari ruang intravaskular ke
ekstravaskular, ruang ekstraselular dan invasi glomerulus pasif. Secara
farmakologi, sifat ini serupa dengan media kontras teriodinisasi namun efek
samping, khususnya yang berat tidak lebih sering terjadi.41
Media
kontras dalam neuroimaging secara
umum digunakan sebagai marker kelainan
pada sawar darah otak atau lebih jarang lagi sebagai marker pada peningkatan perfusi (perfusion). Area dengan
gangguan pada sawar darah otak akibat, sebagai contoh, proses inflamasi atau
neoplasma, menunjukkan penyangatan kontras intra-aksial yang positif.
Penyangatan patologis dari lesi ekstra-aksial (termasuk penyangatan meningeal)
biasanya disebabkan ketiadaan sawar darah otak dibandingkan peningkatan
perfusi. Contoh lain penggunaan media kontras adalah untuk meningkatkan sinyal
tinggi intravaskular pada Magnetic
Resonance Angiography (MRA). Ini dapat berguna saat pencitraan aliran darah
yang lambat, seperti pada magnetice
resonance venography.41
Perkembangan terakhir dalam neuroimaging
adalah desain makromolekuler media kontras. Ini bertindak sebagai agen
penampungan intravaskular dan darah dan tidak berdifusi secara cepat ke
ekstravaskular dan ruang ekstraselular. Ini didapatkan dengan menempelkan GdTPA
ke molekul besar seperti dekstran atau albumin. Kemungkinan indikasi dapat termasuk
di dalamnya MRA dan pencitraan perfusi di mana media kontras dapat menyangatkan
blood pool tanpa mengakibatkan
‘artifak’ pada daerah dengan blood pool
dan sawar darah otak tidak berfungsi.41
2.3.10 MRI pada
astrositoma
MRI saat ini diakui sebagai
pemeriksaan radiologis pilihan dalam evaluasi lesi otak. Keunggulan MRI adalah
kemampuan multiplanar, gambaran jelas pada fossa media dan posterior,
menghindarkan pasien dari paparan radiasi dan kontras iodium. MRI menunjukkan
dengan jelas karakteristik massa,
struktur parenkim substansia alba-grisea, edema perifokal dan infiltrasi ke
struktur lain, yang diperlihatkan pada Gambar 2.2 sesuai dengan derajat
keganasan.5,19
Gambaran glioma derajat I
adalah lesi iso/hipointens pada T1-WI dan hiperintens pada T2-WI dengan
komponen kistik dan tidak disertai edema perifokal. Sesudah pemberian kontras,
tampak menyangat kuat inhomogen terutama pada bagian padat dan nodul mural.
Jenis ini sering menyerang fosa posterior. Sesudah kontras tampak menyangat
kuat inhomogen dan sering menyebabkan ekspansi pons-medula dan hidrosefalus
obstruktif.2,4,5,19,22
Glioma derajat II
memberikan gambaran lesi iso-hipointens pada T1-WI dan tampak hiperintens
homogen pada T2-WI, berbatas tidak tegas dengan edema perifokal minimal.
Sesudah pemberian kontras lesi menyangat ringan inhomogen. Lesi yang difus dan
infiltratif akan menunjukkan sinyal meningkat pada area substansia alba
sekitarnya. Komponen perdarahan jarang didapatkan. Tidak terdapat komponen
nekrosis.4,19,22
Glioma derajat III
tampak sebagai lesi heterogen pada T1-WI dan T2-WI berbatas tidak tegas. Pada T2-WI
sering didapat gambaran sentral lesi yang hiperintens dikelilingi oleh tepi
yang hipointens dengan edema perifokal finger like karena edema
vasogenik. Sesudah kontras, tampak lesi menyangat kuat inhomogen terutama pada
tepi berbentuk cincin. Kadang dapat dijumpai komponen kistik tidak menyangat
intratumor dan perdarahan.4,19,22
GBM pada MRI akan menggambarkan keragaman histologi
selnya. Gambaran pleomorfisme akan tampak sebagai lesi yang heterogen dan lebih
hipointens pada T2-WI. Tumor GBM secara umum akan tampak sebagai lesi heterogen
baik pada T1-WI dan T2-WI, berbatas tidak tegas, berbentuk ireguler dengan tepi
sebagian berdinding tebal. Lesi terutama pada T2-WI akan disertai gambaran
nekrosis luas di dalamnya, perdarahan intratumor dan edema perifokal luas.
Sesudah kontras, lesi akan menyangat kuat inhomogen.4,19,22
Berbagai
studi mendapatkan kemampuan MRI dalam mendiagnosis glioma dan menentukan
derajat keganasannya berkisar 55,1 – 83,3%. MRI juga mempunyai keterbatasan yaitu menentukan secara tegas
batas tumor yang sudah menginfiltrasi ke parenkim normal yang belum merusak
sawar darah otak sehingga tak tampak penyangatan.2,8,19,21,22
Grade I Grade II Grade III Grade IV
Gambar
2.2. Derajat keganasan astrositoma pada MRI T1-WI
Kontras
(dikutip dari: Osborn AG, Patterson AS,
Malik C, et al. Diagnostic Neuroradiology. International Edition. St Louis, Mosby, 1994, p
401-8)35
Gambar di atas menunjukkan perbedaan
tampilan pada MRI T1-WI dengan kontras untuk masing-masing derajat keganasan
pada astrositoma.
2.4 Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
2.4.1 Definisi
Proton
Magnetic Resonance
Spectroscopy (MRS), merupakan modalitas dari pemeriksaan MRI
yang didasari oleh distribusi dan sifat fisika-kimia dari air sehingga dengan
perbedaan medan magnet dapat dinilai konsentrasi metabolit di dalam jaringan
otak.23
MRS
didemonstrasikan pertama kali pada tahun 1945 saat Bloch dan Purcell secara
independen mendemonstrasikan medan
magnet kuat dapat menyebabkan pemisahan nilai energi putar nuklir, menghasilkan
fenomena resonansi yang dapat dideteksi. Metode ini awalnya hanya menarik
perhatian fisikawan untuk mengukur rasio giromagnetik (g) nuklei yang berbeda,
namun penggunaan NMR untuk kimia menjadi nyata setelah penemuan pergeseran
kimia (chemical shift) pada tahun
1950 dan 1951.43
Perkembangan MRS mulai pesat sejak FDA
menyetujui pengunaannya pada tahun 1995. Pemeriksaan MRS untuk otak disebut
PROBE (Proton Brain Examination), yang tidak tergantung intervensi ahli
fisika ataupun ahli neuroradiologi. Lama pemeriksaan MRS sekitar 9 menit,
tergantung parameter yang dibuat.19
Pemeriksaan MRS dilakukan sama seperti
melakukan pemeriksaan MRI konvensional. Gambar yang terjadi diperoleh dari area
yang dipilih yang disebut localizer, lalu dibuat volume of interest
(VOI) atau voxel dan hasil akhirnya
akan ditampilkan sebagai grafik atau pengkodean (coding) warna dari
konsentrasi metabolit tersebut setelah alat MRI menekan air (water
suppression) pada area tersebut (VOI) terlihat pada Gambar 2.3 :15
Gambar 2.3. VOI atau voxel
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
MRI mempergunakan proton air yang ada di
seluruh tubuh untuk memproduksi gambar. Kontras dari berbagai jaringan seperti
cairan serebrospinal, jaringan otak dan darah dapat dibedakan berasal dari
perbedaan waktu relaksasi proton dari organ-organ tersebut. Molekul-molekul yang
ada (tidak terlihat) mempunyai radiofrekuensi spesifik terhadap struktur kimia
di dalamnya dan berbeda dengan frekuensi proton air. Spektrum kimia otak
dihasilkan oleh neurokimia dan ditampilkan dengan puncak tinggi untuk
konsentrasi metabolit yang besar serta puncak yang rendah untuk konsentrasi
metabolit yang kecil.15
Hal yang perlu diperhatikan
adalah :15
- Konsentrasi dan sifat bahan-kimia otak yang diperiksa adalah konstan; sehingga spektrum otak yang normal akan dapat dikenali.
- Neurokimia tertentu terkait dengan relevansi klinis pada otak sehat dan sakit.
- Spektrum yang terjadi berasal dari satu penanda neuron, dua penanda astrosit, satu penanda energi, satu penanda redoks dan dua atau lebih penanda neurotransmiter.
- Konsentrasi dari tiap-tiap neurometabolit digambarkan dan dapat direproduksi oleh kelainan/penyakit pada otak.
- Spektrum otak yang abnormal dapat dikenali dan dikelompokkan.
- MRS menggambarkan neurokimia kelainan otak meskipun anatomi otak yang terlihat masih normal atau tidak ada penyakit pada MRI konvensional.
Tiga aturan yang sederhana untuk
pemahaman MRS dari otak adalah:15
- Spektrum dibaca sebagai perbandingan puncak metabolit
Rasio relatif terekspresi secara tetap terhadap kreatin
(Cr). Dengan kata lain dalam memahami peak
ratio, Cr selalu diasumsikan sama dengan satu (Cr
= 1.00).
- Metode/teknik yang sama menghasilkan spektrum yang identik
a. Sedikit saja perubahan
teknik dapat mempengaruhi ketepatan diagnostik.
b. Membandingkan dengan
keadaan yang sama; yaitu membandingkan rasio dengan kontrol sehat dengan usia
yang sama, dan membandingkan lokasi yang satu dengan lokasi dari sisi yang
lain.
- MRS adalah teknik kuantitatif
a.
Signal yang
didapat adalah sebanding dengan jumlah molekul metabolit.
b.
Penting untuk mengetahui kapan mengabaikan Cr selalu
100% normal yaitu pada keadaan kelainan otak atau metabolisme.
c.
Intensitas signal
semua puncak metabolit memiliki waktu relaksasi (T1-WI, T2-WI) yang sama atau
serupa.
d.
Asumsi bahwa Cr adalah 100% normal untuk umur dan
lokasi maka perbandingan puncak metabolit dapat digunakan untuk mendeskripsikan
lokasi metabolit tersebut.
2.4.2 Dasar fisika MRS
MRS
pada penggunaannya terintegrasi dengan MRI, sehingga lebih cepat, relatif murah
dan lebih baik. Terdapat beberapa inti yang digunakan dalam MRS, yaitu: karbon
(C13), nitrogen (N15), fluor (F19) dan natrium
(Na23), namun hanya inti fosfor (P31) dan hidrogen (H1)
yang dapat digunakan secara klinis. Proton (H1) MRS paling banyak
digunakan karena sangat banyaknya proton alami di dalam tubuh dan sensitivitas
yang tinggi dalam manipulasi magnetik, resolusi spasial yang lebih baik dan
teknik yang lebih mudah.18 Fosfor (P31) MRS digunakan
dalam menilai metabolisme energi seluler, membran fosfat dan pH intrasel.18,23
Pada MRI konvensional gambar yang ditampilkan berasal dari potongan bagian badan berdasarkan perbedaan waktu relaksasi jaringan terhadap medan magnet. 15
Gambar 2.4. Aksial T1-WI sebagai localizer, MRS otak dengan dua buah lokasi VOI.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Setelah ditentukan lokasi VOI pada gambar
MRI konvensional (Gambar 3), maka diproduksi spektrum metabolit dari jaringan
pada lokasi tersebut. Puncak dari spektrum menggambarkan jumlah proton di dalam
grup molekul tersebut. Gambar 2.5 menunjukkan posisi puncak metabolit yang ada,
sedangkan tingginya puncak spektrum merupakan jumlah konsentrasi metabolit
tersebut sehingga gambar ini seperti menampilkan fingerprint biokimia
metabolit jaringan.15
Gambar
2.5. A. Sebuah
spektrum pada MRS otak manusia B. Puncak dari spektrum. Posisi puncak
mengidentifikasi metabolit, sementara tinggi adalah ukuran jumlah metabolit.
MRS menunjukkan ada tidaknya puncak, sehingga memberikan fingerprint biokimia.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Posisi puncak dari metabolit bila
diproyeksikan ke sumbu horizontal (sumbu-x) menggambarkan aksis chemical
shift atau frekuensi aksis yang dihasilkan dari medan magnet lokal dari
lokasi proton di dalam suatu molekul. Dengan demikian proton dari molekul yang
berbeda akan mempunyai lokasi puncak yang berbeda proyeksinya pada aksis
horizontal tersebut. Setiap resonansi neurokimia dengan frekuensi yang berbeda
atau posisi di aksis horizontal (sumbu- x) yang berbeda mempunyai struktur
molekul kimia yang tidak sama dengan grup molekul yang lain.15,18
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.6:
Gambar 2.6. Gambaran metabolit MRS otak yang khas untuk substansia alba manusia
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)1
Dari hasil pemeriksaan MRS metabolit
tersebut mempunyai posisi tertentu sesuai sumbu-x dengan satuan part per million (ppm) yang terlihat
pada Tabel 2.1:
Chemical shift (ppm)
|
|
N-acetylaspartate (first
peak, NAA1)
|
2,02
|
β,g-Glutamine and
glutamate (β,g-Glu)
|
2,05-2,5
|
N-acetylaspartate (second
peak, NAA2)
|
2,6
|
N-acetylaspartate (third
peak, NAA3)
|
2,5
|
Total
Creatine (Cr)
|
3,03
|
Total
Choline (Cho)
|
3,22
|
Scyllo-inositol
(sI)
|
3,36
|
Glucose
|
3,43
|
Myo-inositol
(mI)
|
3,56
|
aGlutamine and glutamate (a-Glu)
|
3,65-3,8
|
Second peak of Glucose
|
3,8
|
Second peak of Cr
|
3,9
|
Second peak of mI
|
4,06
|
Other resonances (not
observed under normal conditions)
|
Chemical shift (ppm)
|
Propylene glycol (doublet
with 7 Hz plitting)
|
1,14
|
Ethanol (triplet with 7 Hz
splittings)
|
1,16
|
Lactate (doublet with 7 Hz
plitting)
|
1,33
|
Alanine (doublet with 7 Hz
plitting)
|
1,48
|
g-aminobutyric acid (GABA)
(complex multiplet)
|
2,9
|
Glycine
|
3,56
|
Mannitol
|
3,8
|
Tabel
2.1. Tabel
chemical shifts metabolit MRS dari otak manusia.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Metabolit
utama MRS otak adalah N-asetil aspartat (NAA), kreatin (Cr), kolin (Cho) yang
dapat dinilai dengan long TE (135-270
ms) atau short TE (10-40 ms). Lipid
(Lip), laktat (Lac), mio-inositol (mI), glutamin-glutamat (Glx) dan glukosa
(Gl) umumnya terdeteksi dengan short TE (10-40
ms).23 Metabolit MRS mempunyai lokasi atau area tertentu dalam
spektrum dengan satuan parts per million
(ppm), antara lain sebagai berikut: 3.22 ppm (Cho); 3.02 dan 3.94 ppm (Cr);
2.02, 2.5 dan 2.6 ppm (NAA); 1.33 dan 4.1 ppm (Lac); 0.8-1.3 ppm (Lip);
2.1-2.55 ppm (Glx).23
Pada
workstation MRS Signa 1,5 Tesla GE
didapatkan standar metabolit sebagai berikut:
I. Lipid dan laktat pada protokol ini digabungkan
menjadi lipid + laktat (penggabungan ini terdapat di semua alat MRI merek
lain).
Tabel 2.2. Tabel protokol standar dari MRS Signa 1,5 Tesla GE
Chemical
shift (ppm)
|
|
Choline
|
3,19-3,34
|
Creatine
|
2,97-3,12
|
N-acetylaspartate
|
1,96-2,13
|
Creatine + Choline
|
3,02-3,31
|
Lipid + Lactat
|
0,92-1,51
|
Myo-inositol
|
3,49-3,65
|
a-Glutamine and Glutamate
|
2,10-2,54
|
Alanine
|
1,45-1,50
|
II. Untuk
memisahkan nilai antara lipid dengan laktat pada protokol penelitian ini area
spektrum kreatin + kolin (3,02-3,31 ppm) diubah menjadi area spektrum lipid
(0,81-1,30 ppm), sedangkan area spektrum lipid + laktat (0,92-1,51 ppm) diubah
menjadi area spektrum laktat (1,31-1,35 ppm) terlihat pada Tabel 2.3:
Chemical shift (ppm)
|
|
Choline
|
3,19-3,34
|
Creatine
|
2,97-3,12
|
N-acetylaspartate
|
1,96-2,13
|
Creatine +
Choline
|
0,81-1,30 (Lipid)
|
Lipid + Lactat
|
1,31-1,35 (Lactat)
|
Myo-inositol
|
3,49-3,65
|
a-Glutamine and Glutamate
|
2,10-2,54
|
Alanine
|
1,45-1,50
|
Tabel 2.3. Tabel protokol penelitian
2.4.3 Biokimia MRS
Biokimia
sangat vital untuk mengerti MRS lebih dalam. MRS merupakan teknik yang sangat
baik dan berguna sehingga kita dapat mendefinisi/ meneliti zat kimia, struktur
molekul, dan lingkungan kimia in vivo
serta menyediakan pengukuran kuantitatif. Pemeriksaan metabolit ini bersifat
non invasif sehingga lebih banyak diagnosis penyakit dapat ditegakkan.
Kelompok-kelompok struktur kimia yang tersedia in vivo untuk MRS otak adalah:15,43,44
- Asam amino: N-asetil aspartat, alanin, glutamat
- Amino: glutamin, kolin, kreatin
- Karbohidrat: mio-inositol, glukosa, scyllo-inositol
- Lain-lain: laktat, asam lemak rantai panjang, trigliserida, keton
- Xenobiotic: etanol, manitol, propanediol
Komposisi
proton otak manusia mempunyai 17 puncak spektrum termasuk residu air dan lemak.
Spektrum I adalah kumpulan yang mempunyai resonansi terbesar dari molekul otak
yaitu: NAA, Cr dan Cho. NAA memiliki 3 resonansi, Cr memiliki 2 dan Cho 1
resonansi. Spektrum II secara aktual bukan merupakan spektrum yang sebenarnya,
namun area molekul laktat, alanin, proton
’methyl’ seperti etanol dan lainnya beresonansi pada spektrum II. Spektrum
III adalah spektrum dengan puncak yang berhubungan dengan metabolit sebagai
berikut: glutamin, glutamat, dan mio-inositol. Glutamin dan glutamat memiliki
banyak puncak yang terbagi menjadi dua daerah spektrum. mI memiliki 2 puncak
terlihat pada Gambar 2.7:
Gambar 2.7. Spektrum yang terlihat pada ini adalah
pengelompokan dari metabolit utama yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok I: NAA, Cr dan Cho. Kelompok II: laktat dan alanin dan kelompok III:
glutamin-glutamat dan mI.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Struktur kimia menentukan bentuk spektrum,
contoh sederhana dapat kita lihat pada etanol (alkohol). Dua puncak penting
dengan frekuensi tetap merupakan representasi dari proton CH3 dan CH2. Setiap
puncak tersebut memiliki pola yang berbeda detailnya, tergantung dari gradien
daerah magnet dan kekuatan dari MRS.15,43,44
Berikut perbandingan pemeriksaan
spektroskopi antara otak dan suatu larutan buatan yang komposisinya mirip otak.15,43,44
Gambar 2.8. Gambar MRS
alkohol (etanol)
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Kegunaan dari mengetahui biokimia otak adalah:15,43,44
- Untuk mempelajari peta metabolik yang kompleks dari metabolisme intermediet klasik (contohnya myo-inositol), dibutuhkan pengetahuan tentang peta metabolit tersebut.
- Untuk mengenali pola dari neuropatologi.
- Sebagai klasifikasi spektra yang kemudian digunakan sebagai dasar diferensial diagnosis
- Sebagai bahan penelitian dan pendidikan lanjutan.
2.4.3.1 Metabolisme otak dan
produksi energi
Spektra metabolit otak relatif konstan. Penjelasan
singkat dari hal ini adalah keseimbangan proteksi dan konsumsi energi, dan
keseimbangan osmotik dan stabilitas ion dalam sel otak. Keseimbangan
Gibbs-Donnan mengatur keutuhan volume sel otak. Metabolit osmotik aktif
(osmolit) di dalamnya termasuk : Cr, PCr, mI dan Cho. Status energi serebral,
volume sel otak dan spektrum MR berkaitan sangat erat.15,43,44
Terdapat tiga langkah dalam mengubah bahan
bakar otak menjadi ATP dan PCr, sumber aktual energi kimia, transmisi elektrik,
dan semua biosintesis yng dibutuhkan otak dalam menjalankan fungsinya.15,43,44
Langkah pertama : transportasi dan metabolisme
dari sumber utama-glukosa, keton (bayi), asam amino dan lipid- menjadi dua
fragmen karbon.15,43,44
Langkah kedua : oksidasi kedua fragmen
karbon tersebut dalam siklus krebs dengan pembentukan ATP oleh fosforilasi
oksidatif dalam mitokondria otak. Kegagalan pada langkah ini menyebabkan
kekurangan ATP, salah satunya terjadi pengubahan piruvat menjadi laktat.15,43,44
Langkah ketiga : kreatin kinase, suatu
enzim reversibel, mensintesis PCr energi tinggi dari ATP; sebaliknya PCr
menyediakan sumber tambahan ATP otak, dengan melepas kreatin bebas. Substrat,
PCr dan Cr, berada dalam proporsi yang hampir sama seperti terlihat pada gambar
2.11.15,43,44
Gambar
2.11. Sumber energi metabolik pada otak
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
2.4.3.2 Metabolit kimia otak dan fungsinya
N-acetyl Aspartate (NAA)
Memiliki puncak tertinggi pada spektrum. NAA
merupakan petanda integritas neuron dan akson dan tersebar pada seluruh korteks.
Sebagai petanda akson, NAA tiba dengan transportasi lambat sepanjang akson dari
letak sintesis dalam mitokondria neuron. Penurunan NAA merupakan tanda dari kematian
atau kerusakan neuron. Peningkatan fisiologis NAA terlihat selama perkembangan
dan kematangan otak saat bayi.15,43,44
Choline (Cho)
Cho merupakan representasi membran sel dan
petanda turnover dan proliferasi
membran. Peningkatan Cho terjadi dalam kondisi: peningkatan jumlah sel,
peningkatan sintesis membran atau peningkatan kerusakan membran seperti dalam
demielinisasi dan tumor ganas.15,43,44
Creatine
(Cr)
Gambaran
pada MRS adalah penjumlahan dari creatine
dan phospocreatine. Merupakan petanda metabolisme energi otak. Relatif
dalam keadaan stabil dan digunakan sebagai standar. Cr akan menurun pada
kematian jaringan atau nekrosis. Cr dapat meningkat pada respons hiperosmolar
pada trauma kranioserebral atau tidak ada sama sekali pada defisiensi
kreatinin, kelainan kongenital yang sangat jarang. Penting untuk diingat bahwa creatine otak berasal dari sintesis
sumber ekstraserebral. Oleh
karenanya penyakit sistemik dapat mempengaruhi Cr pada otak dan berefek pada
MRS.15,43,44
Lactate (Lac)
Keberadaan laktat menunjukkan
adanya interupsi dari fosforilasi oksidatif dan inisiasi glikolisis anaerob. Peningkatan laktat terlihat pada hipoksia,
iskemia, kelainan/ kerusakan mitokondria dan tumor. Interupsi siklus Krebs (kerusakan mitokondria), absen
atau inhibisi pyruvate dehydrogenase
(enzim yang mengantar fragmen dua karbon untuk memasuki TCA), dan akselerasi
glikolisis lebih sering meningkatkan laktat pada spektrum otak.15,43,44
Lipid(Lip)
Diasosiasikan dengan myelin, phospholipids, sphyngomyelins, dan lecithins. Makromolekul tersebut tidak akan terlihat bila tidak
terjadi proses patologis berat. Peningkatan lipid terjadi pada daerah nekrotik
tumor. Lipid dominan pada infeksi, inflamasi dan stroke. Kontaminasi lemak scalp harus sudah disingkirkan. Lipid
adalah sinyal yang ditemukan pada injuri otak (trauma, hipoksia, atau infeksi
virus) pada bayi.15,43,44
Mio-inositol(mI)
Molekul sederhana, turunan gula dengan
pola spektra rumit yang dijelaskan dengan 6 hidrogen atom asimetris, merupakan
petanda osmolyte (regulator volume
sel) dan astrocyte. Peningkatannya
merupakan petanda dari penyakit Alzheimer, demensia frontotemporal dan infeksi
HIV.15,43,44
Glutamin dan Glutamat (Glx)
Terlihat pada MRS sebagai puncak kecil dan
kompleks. Glutamin seperti halnya mI merupakan petanda astrosit. Pada hipoksia,
iskemi dan recovering otak. Tidak
seperti laktat, peningkatan Glx mungkin merupakan refleksi fungsi proteksi
astrosit, dimana sintesis glutamin membuang kelebihan glutamat yang potensial
toksik dan menumpuknya glutamin yang relatif lebih tidak toksik. Glx mengalami peningkatan. Peningkatan
keduanya dilaporkan sebagai hiperamonemia sekunder dari ensefalopati hepatikum
dan penyebab lainnya.15,43,44
Hasil
dari MRS terlihat, sepanjang sumbu-x merupakan spektrum resonansi (puncak)
dalam satuan bagian dari sejuta (ppm) dan sepanjang sumbu-y adalah amplitudo
resonansi dinilai dengan arbitrary scale.
Pada MRS otak, metabolit yang
digunakan adalah pada Tabel 2.4 :15,18,43
Tabel 2.4. Metabolit yang ditampilkan pada MRS otak
Metabolit
|
Lokasi spectrum
|
Kemaknaan fisiologis
|
N-asetil aspartat
(NAA)
|
2,02 ppm
|
Hanya terlihat pada
jaringan saraf. Penanda integritas saraf. Berkurang pada sebagian besar jenis
kelainan otak. Meningkat pada penyakit Canavan
|
Kolin dan senyawa lain
yang mengandung kolin (Cho)
|
3,2 ppm
|
Berhubungan dengan turnover membran sel, seperti pada
pembelahan atau kerusakan sel yang cepat. Meningkat pada tumor atau
demielinasi.
|
Kreatin dan
fosfokreatin (Cr)
|
3,03 dan 3,94 ppm
|
Mewakili senyawa yang
berhubungan dengan penyimpanan energi. Sering digunakan sebagai rujukan
internal karena relatif stabil pada penyakit metabolik.
|
Lipid (Lip)
|
0,9-1,5 ppm
|
Tidak muncul pada otak
normal. Mewakili produk pemecahan membran. Meningkat pada tumor nekrotik dan
inflamasi akut.
|
Laktat (Lac)
|
1,32 ppm – doublet
|
Tidak terdeteksi pada
otak normal. Keberadaan mengindikasikan metabolisme anaerob atau kegagalan
fosforilasi oksidatif seperti pada penyakit mitokondria, iskemia, inflamasi
dan tumor.
|
Mio-inositol (mI)
|
3,56 ppm
|
Penanda glia.
Meningkat pada beberapa jenis dementia dan ensefalopati HIV. Tinggi pada otak
balita.
|
Glutamat (Glu) dan
glutamin (Gln)
|
2,1 dan 2,4 ppm
|
Meningkat pada
ensefalopati hepatik/hiperamonia
|
(dikutip
dari: Gujar SK et al. Magnetic Resonance Spectroscopy. 2005, J
Neuro-Ophtalmol; 25: 217-226)18
Proton-MRS
(P-MRS) juga disebut sebagai neurospektroskopi, sudah dikenal sebagai modalitas
yang menyediakan informasi neurofisiologi klinis dan neurokimia. MRS tidak
dapat disangkal sebagai seni dalam neurodiagnosis. Neurospektroskopi
didefinisikan sebagai bidang studi yang didapat dari pemeriksaan MRS pada otak
manusia.15,17
Kelainan
atau patologi pada otak banyak yang berhubungan langsung atau tidak langsung
dengan gangguan jalur oksidasi, metabolisme anabolik dan katabolik, siklus TCA, turnover glutamin-glutamat, glikolisis,
ketogenesis atau metabolisme asam lemak. Pada saat ini, tidak ada
penanda neuron, penanda astrosit atau teknik pengukuran langsung metabolisme
energi yang dapat dilakukan selain dengan MRS atau neurospektroskopi.15,17
Pada Gambar 2.19, terlihat alur neurokimia
yang relevan dengan temuan pada spektrum MRS. Metabolit utama adalah NAA, Cr,
Cho, mI, Lac dan Glx.15
Gambar 2.19. Alur neurokimia. Alur neurokimia
yang penting telah ditemukan dengan neurospektroskopi, hanya
metabolit-metabolit yang berat molekul yang besar yang dapat langsung
tervisualisasi dalam MRS H1.
(dikutip dari: Danielsen ER, Ross B. Magnetic Resonance Spectroscopy
Diagnosis of Neurological Diseases. New York-Basel, 1999)15
Sebelum menganalisa hasil dari
spektroskopi otak, pengertian tentang metabolit kimia otak atau penjelasan dari
struktur metabolit MRS perlu diketahui, sebagai berikut:15,18,23,45
- NAA berada eksklusif di badan sel neuron dan akson sehingga dinyatakan sebagai penanda neuron dan akson. Kerusakan jaringan otak pada tumor atau penyebab lain akan mengakibatkan penurunan puncak NAA. NAA muncul juga pada oligodendrosit imatur pada prekursor neurogenik serta tidak muncul pada sel glia matur.
- Kolin adalah komponen fosfolipid yang merupakan komponen utama membran sel. Perubahan puncak kolin menggambarkan turnover membran sel. Pada proses suatu penyakit akan berhubungan dengan kerusakan membran sel kemudian terjadi peningkatan sintesis membran sel sehingga puncak kolin akan meningkat. Metabolisme kolin menggambarkan kerusakan mielin atau lesi demielinisasi aktif dan meningkat pada tumor.
- Kreatin adalah indikator untuk pertukaran energi yang berhubungan dengan fosfat energi tinggi. Puncak Cr cenderung meningkat pada metabolisme jaringan yang rendah dan sebaliknya tetapi umumnya mempunyai puncak yang stabil.
- Lipid diindikasikan sebagai kerusakan selubung saraf dan adanya nekrosis. Peningkatan lipid dapat terjadi pada inflamasi, abses dan tumor.
- Laktat dihasilkan dari metabolisme anaerobik (proses glikolisis), yang akan meningkat pada glioma, inflamasi dan infark iskemik.
- Mio-inositol adalah khas untuk penanda glia pada astrosit dan hasil dari degradasi mielin (mI merupakan regulator penting dari volume sel). Rasio mI/Cr berhubungan dengan penderajatan tumor, akan meninggi pada tumor derajat rendah. Peningkatan rasio mI/Cr dapat dipikirkan suatu lesi non-neoplasma.
- Glutamin merupakan penanda astrosit dan glutamat adalah neurotoksin. Jika puncak Glx lebih dari 1/3 puncak NAA menandakan peningkatan Glx. Glx akan meninggi pada lesi non-neoplasma seperti infeksi atau ensefalitis, infark, dan ensefalopati hepatis. Pengecualian pada meningioma karena akan terlihat peningkatan Glx.
- Alanin akan meningkat pada meningioma, abses dan neurosistiserkosis. Alanin beresonansi pada 1,47 ppm dan lebih sering terlihat pada spektrum TE pendek untuk mendiagnosis meningioma dibandingkan dengan tumor otak lainnya. Penelitian menyimpulkan jalur metabolik alternatif lain pada glioma yang melibatkan Glx dan glutation serta menghasilkan alanin sebagai produk akhir sehingga menjelaskan mengapa ini merupakan gambaran khas spektrum meningioma. Alanin dan asam amino lain dapat juga sebagai produk metabolisme pada abses piogenik.43
Secara fisiologis dalam keadaan normal
metabolit MRS otak yang muncul pada spektrum umumnya adalah : NAA, Cho dan Cr,
sedangkan pada keadaan patologis akan terlihat metabolit Lip, Lac, mI, Glx dan
Ala.
Gambaran MRS pada tumor dengan TE 144 dan
TE 30-35 detik (dapat mendeteksi mI untuk penderajatan neoplasma) adalah
terdapat penurunan NAA; penurunan Cr (karena kerusakan neuron); peningkatan Cho
(turnover membran sel meningkat),
peningkatan Lac dan Lip (metabolisme anaerobik dan nekrosis); peningkatan rasio
Cho/NAA dan Cho/Cr serta penurunan NAA/Cr.15,23,46
McKnight et al24, melaporkan
bila rasio Cho/NAA lebih dari 2 maka MRS tumor dengan jaringan normal mempunyai
sensitivitas 96% dan spesifisitas 70%. Penting untuk diperhatikan bahwa
spektrum MRS tidak selalu spesifik pada setiap keadaan, sehingga yang terbaik
adalah semua sarana diagnostik (CT, MRI, diffusion,
perfusion dan MRS) harus digabung
untuk menentukan diagnosis yang pasti. Neoplasma derajat keganasan rendah dapat
mempunyai spektrum yang sama dengan parenkim normal. MRS dapat dipakai untuk
mendiagnosis banding tumor, perencanaan terapi bedah atau kemoterapi dan
menilai adakah rekurens/ residu dari tumor.15,23,46,47
2.4.4 Teknik pemeriksaan MRS
Teknik spektroskopi yang digunakan adalah
: Single Voxel Spectroscopy (SVS),
dengan resolusi spasial antara 1 hingga 8 cm7, dan teknik multi voxel yang disebut juga Chemical Shift Imaging (CSI) atau Magnetic Resonance Spectroscopic Imaging
(MRSI), yang dapat menghasilkan peta metabolit. Kata voxel dalam hal ini merujuk pada volume jaringan yang dinilai. SVS
memiliki kelebihan dalam hal waktu yang lebih singkat dan penilaian kuantitatif
data yang lebih akurat. CSI terdapat dalam 2 dimensi dan 3 dimensi.14,16 Pada
lokasi di mana shimming sulit dilakukan (fosa posterior, regio
supraselar dan lain-lain) kadang lebih baik menggunakan SVS dibandingkan CSI
atau MRSI.15,18,20,23,45
Pemilihan teknik spektroskopi yang sesuai,
termasuk juga penilaian parameter seperti Repetition
Time (TR) dan Time of Echo (TE)
tergantung pada keadaan klinis yang dicari. TE singkat (20-35 ms) dilakukan
jika akan menilai metabolit dengan relaksasi singkat seperti: glutamin,
glutamat, mio-inositol, dan beberapa asam amino. TE lama (135-270 ms) untuk
mendeteksi metabolit mayor seperti: N-asetil aspartat, kolin, kreatin.15,31,45,47
Kelebihan
dari teknik CSI atau MRSI adalah kita dapat membandingkan langsung metabolit
MRS yang dihasilkan pada area kelainan dengan area normal, dengan demikian
waktu pemeriksaan teknik CSI menjadi hampir sama dengan lamanya pemeriksaan
SVS.15,45
2.4.4.1 Teknik SVS dan CSI
Teknik
spektroskopi berdasarkan volume sampel terdiri dari:15,18,48,49
-
Single Voxel Spectroscopy (SVS)
-
Multi Voxel Spectroscopy (MVS) atau sering juga disebut sebagai Chemical
Shift Imaging (CSI) atau Magnectic Resonance Spectroscopy Imaging (MRSI).
MVS dapat dilakukan dengan potongan 2 dimensi atau 3 dimensi.
SVS memakai ukuran voxel tunggal Kelemahan SVS adalah pada volume sampel yang terbatas
sehingga tidak efektif untuk lesi fokal yang cukup besar/ kompleks. Untuk
perbandingan otak normal kontralateral diperlukan akuisisi data 2 kali. SVS
terbaik dipakai pada kelainan global/ difus, bukan pada kelainan fokal. Bila
terpaksa dilakukan pada lesi fokal seperti neoplasma, sebaiknya voxel
tunggal mencakup seluruh lesi dan tidak lebih dari 20% voxel adalah
bagian dari jaringan otak yang terevaluasi normal.15,18,49
Keuntungan
SVS adalah : 15,48,49
-
Lokalisasi yang baik
-
Signal to noise ratio lebih baik dan lebih tahan
artefak pada area dekat tulang/ udara seperti sinus,
tulang dan mastoid
-
Secara teknis lebih mudah dan cepat (3-10 menit
tergantung parameter dipakai)
Teknik MVS, saat ini lebih sering dipakai karena informasi yang
dihasilkan lebih komprehensif. MVS menjadi teknik spektroskopi pilihan untuk
kelainan kelainan fokal saat ini. Keuntungan MVS adalah : 15,48,49
-
Akuisisi
VOI > 1 yaitu volume besar dalam satu kali pemeriksaan. Dengan cara ini
dapat diperiksa VOI mencakup lesi dan area peritumor yang langsung dibandingkan
area normal kontralateral. Sehingga data yang dihasilkan lebih informatif baik
bagi diagnosis, perencanaan terapi maupun prognosis.
-
Dapat
mengambil data 2 dan 3 dimensi, yang berguna untuk keperluan biopsi
stereotaktik maupun tindakan operasi.
-
Menghasilkan
tidak hanya spektrum-spektrum namun dapat dihasilkan gambaran peta metabolit
yang secara visual lebih nyaman dibaca ahli radiologi.
Kelemahan MVS adalah untuk area fosa posterior yang
dekat pada tulang tulang dan sistem ventrikel sehingga sulit untuk dilakukan shimming
optimal. Untuk lesi fosa posterior dilakukan teknik SVS. Sedangkan kelemahan
yang dapat diatasi adalah waktu akuisisi data yang lebih lama dan proses post
processing pada perangkat lunak yang memerlukan sumber daya manusia yang
terlatih khusus dan waktu yang lebih lama dibanding SVS. Terus dikembangkan
sistem perangkat keras dan lunak MRS yang makin cepat dalam post processing dan proses otomatisasinya. Sebagai contoh
adalah sistem PROBE yang melakukan shimming dan supresi air 99,9% dengan
hasil yang sebanding perangkat lunak generasi sebelumnya.15,50,51
Gambar 2.20. Pemeriksaan MRS dengan single voxel, MRS dengan multi voxel (localizer dengan T1-WI kontras) dan masing-masing contoh voxel yang diambil dari pemetaan multi voxel memperlihatkan spektrum normal, tumor dan nekrosis.
(dikutip dari: Pan E, Prados MD. Primary Neoplasm of The Central
Nervous System. In: Kufa, Pollock, Walchselbaum, et al. Cancer and Medicine
6. International Edition, London BC
Decker Inc, 2003, p 1195 – 1226)38
2.4.4.2 Parameter TR / TE
Faktor yang amat mempengaruhi jenis metabolit yang dapat diperiksa serta
amplitudo peak masing masing metabolit adalah paramater TR dan TE,
terutama TE. Nilai TE yang dapat dilakukan pada P-MRS saat ini adalah berkisar
antara 18 – 288 ms. Secara umum, parameter ini dibagi menjadi menjadi TE pendek
(18-45 ms) dan TE panjang (120-288 ms).
Beberapa literatur membagi parameter TE menjadi TE pendek (20-40ms) , TE
menengah (intermediate) yaitu 135-144 ms dan TE panjang ( 270-288 ms).15,18
Karakteristik TE
pendek (20 to 40 ms) adalah :15,51,52
1. Menunjukkan metabolit dengan waktu relaksasi pendek
yaitu Mio-Inositol (mI), Glutamine-glutamate (Glx), dan beberapa jenis asam
amino .
2. Secara teori, TE pendek memberikan signal to
noise ratio yang lebih baik sebagai kompensasi dari distorsi baseline.
3. Dapat timbul NAA artefak dari kompleks Glx sehingga
menimbulkan kesan NAA timbul pada 2,05-2,5 ppm
Karakteristik
TE panjang (270-288 ms) adalah :15,51,52
1. Sinyal yang timbul dari NAA Cho dan Cr relatif
lebih sedikit
2. Signal to noise ratio yang lebih baik dari TE pendek dan menengah
Karakteristik
TE menengah (135-144 ms) adalah :15,51,52
1. Mudah membedakan Lac dan Alanin (Ala)
dengan Lip yaitu inversi peak Lac dan Ala ke bawah baseline .
2. Baseline yang lebih baik dengan distorsi lebih kecil dari TE pendek.
3. Tidak timbul NAA artefak karena peak pada
resonansi 2,0-2,05 ppm hanya dimiliki oleh NAA
4. Lip timbul lebih signifikan dan sensitif dibanding
pada TE pendek, dipakai untuk supresi
lemak.
5. Lebih akurat, mudah diproses, dan mudah dianalisa
khususnya untuk kuantifikasi Cho , NAA serta melihat keberadaan Lip dan Lac.
Gambar 2.21. Perbedaan
nilai absolut masing-masing metabolit dengan memakai TE yang berbeda (272 ms,
20 ms dan 144 ms). Hal ini juga akan terjadi dengan mempergunakan alat MRI yang
berbeda meskipun nilai TE-nya sama.
(dikutip dari: Parmar H, et al. Multi-Voxel MR Spectroscopic Imaging of the Brain:
Utility in Clinical Setting-Initial Results. Euro J Radiol, 2005; 55:401-408)51
Oleh sebab itu, nilai absolut tidak dapat dipakai sebagai suatu patokan
sehingga lebih baik menggunakan nilai rasio dari masing-masing metabolit yang
umumnya dibandingkan dengan Cr karena dianggap yang paling stablil dibandingkan
metabolit.51
Pemilihan parameter TE tergantung dari keperluan
klinis. Namun pada praktek MRS saat ini, parameter yang paling sering dipakai
adalah TE menengah (135-144 ms) yang dianggap optimal dari segi kuantifikasi
metabolit, kualitas spektrum dan proses pengolahan. Beberapa pusat studi MRS
melakukan protokol standar dengan TE menengah (135-144 ms) dan dilanjutkan
dengan TE pendek 30 ms bila perlu data metabolit tambahan mI dan Glx. Namun
studi Majos menunjukkan TE pendek lebih baik digunakan dalam diagnosis glioma
otak 15,49,50,52,53
2.4.5
Manfaat klinis pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
Walaupun diagnosis tumor otak dapat dibuat
berdasarkan riwayat klinis dan pemeriksaan fisik terhadap defisit neurologis,
pemeriksaan neuroimaging baik dengan
CT scan maupun MRI diakui dapat
meningkatkan akurasi diagnosis dan dapat digunakan untuk membantu menentukan
perencanaan pengobatan.54,55
MRI dan MRS, lahir bersamaan pada tahun 1973, tetapi pada perkembangannya MRI
lebih banyak dipakai karena lebih praktis dan tidak memerlukan pengertian teori
fisika dan biokimia secara mendalam.15,56,57 Pemeriksaan MRI
kadang-kadang kurang dapat diandalkan karena sensitivitas MRI untuk mendeteksi
glioma bervariasi antara 55.1% hingga 83.3%. Brant-Zawadzki melaporkan bahwa
MRI memiliki sensitivitas yang jauh lebih baik dari CT scan untuk mendeteksi dan melokalisasi adanya tumor. Tetapi
pemeriksaan MRI sulit digunakan untuk menentukan karakteristik tumor tersebut,
dengan kata lain spesifisitas MRI dalam diagnosis tumor otak masih rendah.15,58,59,60
Proton MRS merupakan suatu modalitas dari
permeriksaan MRI. MRS didasari oleh
distribusi dan sifat fisika-kimia dari air sehingga dengan perbedaan medan
magnet dapat dinilai konsentrasi metabolit di dalam jaringan otak.61,62 MRS
lebih mengetahui kelainan di tingkat metabolisme seluler sebelum terjadinya
kelainan yang dapat dilihat dengan sekuens MRI konvensional, sehingga
pemeriksaan MRS diharapkan dapat menutupi kelemahan MRI dalam hal spesifisitas
pemeriksaan.15,63,64
Herminghaus S, et al.29,
melakukan penelitian dengan subyek 94 pasien yang membandingkan pemeriksaan MRS
prabedah dan histopatologi lesi menunjukkan angka keberhasilan mendiagnosis
secara keseluruhan 86% sedangkan dalam membedakan glioma derajat rendah dan
derajat tinggi mencapai 95%.29
Tabel 2.5. Tabel sensitivitas dan spesifitas pada pemeriksaan MRS H1
dalam mendiagnosis derajat tumor.
Derajat keganasan WHO
|
Sensitivitas
|
Spesifisitas
|
I/II
|
0,93
|
0,95
|
III
|
0,86
|
0,89
|
IV
|
0,77
|
0,95
|
Derajat rendah (I/II)
|
0,93
|
0,98
|
Derajat tinggi (III/IV)
|
0,95
|
0,93
|
(Dikutip dari : Herminghaus S, Dierks T, Pilatus U, Moller-Hartmann W. Determination of
Histopathologic Tumor Grade in Neuroepithelial Brain Tumors by Using Spectral
Pattern Analysis of in Vivo Spectroscopic Data. J Neurosurg, 2003; 98:74-8)29
Pada pemeriksaan CT scan, astrositoma derajat rendah akan tampak sebagai massa yang
kabur dengan densitas rendah yang homogen. Massa tersebut tidak menunjukkan contrast enhancement (penyangatan
kontras). Akan tetapi pada perjalanan awal penyakit hanya dapat terlihat
sedikit penyangatan, kalsifikasi dan
gambaran kistik. Pada astrositoma anaplastik akan terlihat gambaran lesi yang
heterogen dimana sebagian daerah memilki densitas rendah, sebagian lagi
memiliki densitas tinggi. Pada penambahan kontras akan terlihat partial contrast enhancement.16,65,66,67
Pada pemeriksaan MRI secara umum
astrositoma merupakan lesi isointens dengan T1-WI dan hiperintens pada T2-WI. Astrositoma derajat rendah tidak memperlihatkan
penyangatan pasca pemberian kontras, sedangkan sebagian besar astrositoma
anaplastik memperlihatkan penyangatan pada pemberian kontras paramagnetik.20,68,69
Derajat astrositoma memiliki kepentingan
klinik yang tinggi karena pada astrositoma derajat tinggi setelah reseksi tumor
diberikan adjuvant kemoterapi atau
radiasi.70-72 Sedangkan astrositoma derajat rendah tidak memerlukan adjuvant. Pada pemeriksaan MRS astrositoma
derajat tinggi memiliki kandungan kolin (Cho) yang lebih tinggi dibandingkan astrositoma
derajat rendah. Rasio kolin dengan N-asetil aspartat (Cho/NAA) juga terbukti dapat menentukan derajat
keganasan astrositoma. Penelitian McKnight menunjukkan sensitivitas 90% dan
spesifitas 86% dengan Cho/NAA
dalam penderajatan astrositoma.24,25
Peningkatan lipid laktat (LL) memiliki
korelasi dengan nekrosis pada astrositoma derajat tinggi.14
Sebaliknya, tidak ada perbedaan yang bermakna pada keberadaan laktat dalam
derajat II, III atau IV pada studi lain.67Mio-inositol (mI) menunjukkan peningkatan yang lebih
besar pada astrositoma derajat rendah.26,72-74
Yuan-Yu Hsu67, mendapatkan
terjadi penurunan rasio N-asetil aspartat dengan kreatin (NAA/Cr) dan
peningkatan rasio Cho/Cr, Cho/NAA, dan (Cho+Cr)/NAA pada astrositoma dibandingkan dengan
jaringan normal. Terjadi pula penurunan NAA/Cr dan peningkatan rasio Cho/NAA dan (Cho+Cr)/NAA yang bermakna pada
astrositoma derajat tinggi (III dan IV) dibandingkan astrositoma derajat rendah
(II).67 Hasilnya adalah rasio (Cho+Cr)/NAA merupakan pembanding terbaik dalam
menilai penderajatan glioma dibandingkan yang lainnya.67 Bulakbasi
dalam penelitiannya mendapatkan rasio NAA/Cho, NAA/Cr, NAA/Cho+Cr dan
Ala/Cr bermakna untuk membedakan tumor ganas dan jinak serta secara statistik
lebih signifikan dibandingkan rasio NAA/Cr dan Lac/Lip. Kombinasi nilai apparent diffusion coefficient (ADC)
dengan MRS dapat menambah informasi untuk penderajatan tumor dibandingkan
penggunaan terpisah.13
2.4.6 Pola MRS pada astrositoma
Terdapat lima defek biokimia yang biasa
ditemukan dalam tumor otak. Yaitu penurunan NAA, peningkatan laktat,
peningkatan lipid, penurunan kreatin, dan peningkatan kolin.15,52,75,76,77
Penurunan atau absennya NAA menunjukkan
hilangnya neuron atau akson pada tumor. Laktat normalnya tidak terdeteksi pada
otak, menumpuk pada kista, jaringan nekrotik atau pada tumor aktif dikarenakan
peningkatan laju glikolisis. Heterogenitas pada distribusi laktat menunjukkan
daerah aktif tumor atau sebaliknya daerah nekrosis. Lipid berhubungan dengan
daerah nekrotik tumor. Penurunan kreatin konstan ditemukan pada tumor,
menunjukkan status energi yang rendah, sementara pada metastasis rendahnya
kreatin dapat disebabkan tumor yang terdapat pada sumber kreatin (ginjal, paru,
mammae dan prostat).15,67
Karakteristik tipikal pemeriksaan 1H-MRS pada astrositoma
adalah peningkatan signal Cho, penurunan puncak NAA dan penurunan Cr; disertai
dengan peningkatan puncak laktat-lipid pada beberapa kasus.14,52,67
Peningkatan Cho pada lesi mitotik mencerminkan peningkatan sintesis membran dan
selularitas serta peningkatan metabolisme membran karena aktivitas turnover dari sel tumor.67
Peningkatan rasio Cho/Cr dihubungkan dengan peningkatan keganasan tumor dan mungkin
dapat digunakan sebagai indeks non-invasif untuk melakukan penderajatan tumor.
Menurunnya jumlah NAA menunjukkan hilangnya elemen saraf normal, karena
penghancuran atau penggantian oleh sel neoplasma. Kita dapat membedakan tumor
derajat tinggi dengan tumor derajat rendah dengan menggunakan dasar rasio
perbandingan Cho/Cr dan NAA/Cho. Pada derajat keganasan tinggi terlihat
penurunan NAA dan pada derajat keganasan rendah terlihat peningkatan Cho,
sedangkan Lip dan Lac yang meningkat mempunyai korelasi dengan semakin
tingginya derajat keganasan.67 Meskipun demikian, tidak selalu mudah
untuk membedakan derajat keganasan hanya berdasarkan metabolisme kimiawi MRS
otak sehingga hasil histopatologi masih merupakan baku emas.67 Penurunan Cr pada tumor kemungkinan berkaitan dengan peningkatan
metabolisme sel yang mengakibatkan berkurangnya cadangan energi jaringan. Peningkatan Lac mencerminkan hipoksia jaringan yang akan
diikuti oleh glikolisis anaerob. Menurut Kumar et al52, astrositoma
derajat tinggi menunjukkan puncak lipid dan laktat, sedangkan pada derajat
rendah hanya memperlihatkan puncak laktat.27,52,57 Karena gambaran
MRS dapat mengidentifikasi area keganasan yang tinggi pada astrositoma (dengan
meningkatnya Cho dan menurunnya NAA), dengan demikian diharapkan akan
meningkatkan akurasi penderajatan tumor dengan biopsi dibandingkan pemeriksaan
MRI konvensional dengan kontras.15,20
2.4.7 Aplikasi klinis MRS dalam astrositoma
Suatu penelitian dengan menggunakan teknik
SVS menunjukkan bahwa lesi neoplasma dapat dibedakan dengan lesi non-neoplasma
dengan akurasi tinggi hingga mencapai 100%.MRS dikombinasikan dengan MRI untuk
mendiagnosis penyakit akan menjadi lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
MRS saja. Pada penelitian tersebut juga terdapat perbedaan yang jelas antara
lesi neoplasma dan otak sehat atau normal dengan menggunakan teknik SVS.15,68,77
Penelitian lain menunjukkan bahwa MRS
selain terbukti untuk penderajatan tumor juga terbukti dapat menentukan tipe
dari tumor otak.67,68
MRS digunakan untuk menilai lesi heterogen
dengan area proliferasi dan nekrosis, kista, perdarahan atau edema dan
membandingkannya dengan jaringan normal. Meskipun demikian MRS tidak dapat
menggantikan biopsi namun hanya sebagai pengarah biopsi dengan menggunakan MRS
3 dimensi.15,19,47,75
2.5 Gambaran MRS pada abses otak
Diagnosis banding antara abses otak
dengan tumor nekrotik pada GBM biasanya sulit dibedakan dengan pemeriksaan CT
Scan dan MRI biasa. Kombinasi antara MRS dengan diffusion weighted image (DWI) digunakan untuk menegakkan diagnosis
abses otak dan GBM. Gambaran DWI pada abses adalah hiperintens, dan gambaran
GBM dengan DWI umumnya hipointens. Adanya asetat, laktat dan asam amino (valin,
alanin dan leusin) ditemukan pada gambaran MRS dari abses otak. Gambaran GBM dengan
MRS didapatkan peningkatan Lac dan penurunan NAA. Asam amino (valin, leusin dan
isoleusin) didapatkan pada 0,9 ppm, asetat pada 1,9 ppm dan alanin 1,5 ppm dan
laktat 1,3 ppm. Ping H. Lai melaporkan adanya suksinat pada 2,4 ppm di gambaran
MRS abses otak.78-92
2.6 Pemeriksaan PET, SPECT, dan MR-Perfusion
Teknik
pencitraan fungsional yang menggunakan karakteristik metabolit seperti
aktivitas glikolitik dilakukan oleh
pemeriksaan PET scan dan metabolit katabolik dilakukan oleh pemeriksaan
spektroskopi pada jaringan neoplastik. Kedua pemeriksaan ini mempunyai manfaat
yang besar untuk mengkarakterisasi lesi intrakaranial secara non-invasif. Hasil
dari studi oleh Kurian S.M dan Crowell E.B (2004) mengevaluasi kesesuaian
antara PET Scan dan MRS dan menganalisa kontribusi relatif dari kedua modalitas
pencitraan ini. Hasilnya adalah kesesuaian antara kedua pemeriksaan tersebut
memiliki korelasi dalam hal memprediksi keadaan neoplastik dari tumor dengan
akurat. PET Scan relatif lebih akurat dalam mendeteksi lesi metastatik pada
otak sedangkan spektroskopi lebih terpercaya dalam mendeteksi neoplasma otak
primer mencakup tumor derajat rendah dan dalam mendiferensiasi nekrosis
radiasi. Kedua teknik ini dapat digunakan sebagai modalitas pencitraan
pelengkap untuk meningkatkan diagnosis non invasif pada pasien dengan lesi
intrakranial.98
Pirzkal
A (2002) menyatakan bahwa saat ini, telah dilakukan usaha untuk memasukkan
pencitraan fungsional / metabolik kedalam rencana penatalaksanaan tumor otak.
PET sekarang telah digunakan selama dua decade untuk memeriksa metabolisme
pasien dengan astrositoma. PET tracer
terbaru, 18F-2-fluoro-2-deoxy-d-glucose
(FDG) telah terbukti hanya memiliki sedikit kegunaan dalam mendiagnosis ADR. Di
pihak lain Methyl-11-C-l-methionine
(MET) telah ditemukan memiliki nilai spesifik dalam diagnosis fungsional
astrositoma pada PET, walaupun laju uptake
dari C-11 methionine ditemukan lebih
tinggi secara signifikan pada ADT dibandingkan pada ADR. Nuutinen et.al mencoba
untuk memasukkan informasi yang diberikan oleh MET-PET ke dalam rencana
tatalaksana untuk ADR setelah biopsi atau reseksi subtotal. Pada studi dari 11
pasien, mereka menemukan bahwa MET-PET bermanfaat untuk menentukan volume tumor
secara kasar pada 27% pasien. Penemuan
PET sama dengan penemuan MRI pada 46% kasus atau lebih kurang bermanfaat pada
kasus lain (27%).11
Grosu
et.al mempelajari kegunaan SPECT untuk rencana radioterapi pada kasus
astrositoma menggunakan asam amino sintetis, I-123-α-methyl-tyrosine (IMT).
Mereka melaporkan peningkatan pada volume tatalaksana sebesar 33% jika
hiperintensitas dan IMT tumor uptake
dipakai bersamaan. Bagaimanapun tidak ada kasus yang dilaporkan memiliki IMT uptake melebihi hiperintensitas T2-WI dari
ADR, walaupun peningkatan IMT uptake
dideteksi lebih banyak pada ADR jika sawar darah otak ditemukan intak. Teknik
kedokteran nuklir ditemukan menguntungkan dalam melihat ekstensi tumor secara
kasar, namun tetap terbatas dalam mendeteksi infiltrasi mikroskopik. Untuk hal
yang terakhir peneliti menyimpulkan bahwa MRS lebih memiliki manfaat.11
Maosheng
Xu, et.al pada studinya terhadap 24 pasien dengan oligodendroglioma menyatakan
bahwa pengukuran MRS lebih akurat dari MR-Perfusion
atau MRI dengan kontras secara konvensional dalam mendiferensiasi stadium
tumor. Pada bentuk tumor vaskular ini pengukuran metabolik dari mitosis dan
nekrosis dapat lebih baik dari pengukuran neovaskularisasi dalam penentuan
stadium pra-bedah.60
2.7 Peran MRS pada Organ Lain
Pemeriksaan MRI payudara merupakan pemeriksaan tambahan
selain mamografi untuk skrining yang dilakukan dalam standar operasi oleh American Cancer Society. Dilaporkan pemeriksaan MRI lebih sensitif
dibandingkan mamografi, selain itu lebih mudah memperlihatkan daerah payudara
yang meragukan antara kanker atau bukan. Seringkali tidak ada cara untuk
mengetahui apakah area tersebut merupakan kanker juga tanpa dilakukan biopsi
atau prosedur invasif lainnya.99
Saat ini akurasi diagnosis dari MRI dapat ditingkatkan dengan
penambahan pemeriksaan Proton Magnetic
Resonance Spectroscopy (MRS). Proton MRS dilakukan bersamaan pencitraan MRI
dengan kontras menunjukkan hasil yang menjanjikan dan banyak grup riset lainnya
yang mengadopsi teknik ini menjadi protokol MRI payudara. 99
Pemeriksaan MRS juga dilakukan untuk menilai keganasan
pada ovarium. Saat ini telah diselesaikan dua studi yang dilaporkan saat ini
dan studi lain yang belum dipublikasikan. Pada kedua studi tersebut ditemukan
rasio Cho/Cr yang lebih besar atau sama dengan 3,09 mengindikasikan bahwa tumor
bersifat ganas. Sedangkan pada keadaan tidak ada sinyal Cho, atau rasio Cho/Cr
lebih kecil atau sama dengan 1,15 menunjukkan bahwa tumor bersifat jinak.
Peningkatan rasio ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan metabolit Choline walaupun Creatine juga dapat meningkat pada proses keganasan.100
2.8 Teori pendukung
1. Penatalaksanaan astrositoma sering
mengundang kontroversi. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas dan keberagaman
tumor tersebut. Meskipun sudah menggunakan kombinasi modalitas terapi yang ada
seperti pembedahan, berbagai macam teknik radiasi dan juga kemoterapi hasil
pengobatan yang beragam dan masih kurang memuaskan. Hal ini ditandai dengan
masih tingginya angka rekurensi dan rendahnya angka harapan hidup, bahkan pada
astrositoma derajat rendah.4,6,19
2. Manfaat MRI T2-WI dan T1-WI kontras dapat
membantu untuk menegakan astrositoma
antara lain: Gambaran
glioma derajatI adalah lesi iso/hipointens pada T1-WI dan hiperintens pada T2-WI
dengan komponen kistik dan tidak disertai edema perifokal. Sesudah pemberian
kontras, tampak menyangat kuat inhomogen terutama pada bagian padat dan nodul
mural.2,4,5,19,22 Glioma derajat II memberikan gambaran lesi
iso-hipointens pada T1-WI dan tampak hiperintens homogen pada T2-WI, berbatas
tidak tegas dengan edema perifokal minimal. Sesudah pemberian kontras lesi
menyangat ringan inhomogen. Tidak terdapat komponen nekrosis.4,19,22 Glioma
derajat III tampak sebagai lesi heterogen pada T1-WI dan T2-WI berbatas tidak
tegas. Pada T2-WI sering didapat gambaran sentral lesi yang hiperintens
dikelilingi oleh tepi yang hipointens dengan edema perifokal finger like
karena edema vasogenik. Sesudah kontras, tampak lesi menyangat kuat inhomogen
terutama pada tepi berbentuk cincin. Kadang dapat dijumpai komponen kistik
tidak menyangat intratumor dan perdarahan.4,19,22 GBM pada MRI akan
menggambarkan keragaman histologi selnya. Gambaran pleomorfisme akan tampak
sebagai lesi yang heterogen dan lebih hipointens pada T2-WI. Tumor GBM secara
umum akan tampak sebagai lesi heterogen baik pada T1-WI dan T2-WI, berbatas
tidak tegas , berbentuk ireguler dengan tepi sebagian berdinding tebal. Lesi
terutama pada T2-WI akan disertai gambaran nekrosis luas di dalamnya,
perdarahan intratumor dan edema perifokal luas. Sesudah kontras, lesi akan
menyangat kuat inhomogen. 4,19,22 Berbagai studi mendapatkan
kemampuan MRI dalam mendiagnosis glioma dan menentukan derajat keganasannya berkisar
55,1–83,3 %. MRI juga mempunyai
keterbatasan yaitu menentukan secara tegas batas tumor yang sudah
menginfiltrasi ke parenkim normal yang belum merusak sawar darah otak sehingga
tak tampak penyangatan. 2,8,21,22,46
3. MRS merupakan teknik yang sangat baik dan
serbaguna sehingga MRS dapat memeriksa zat kimia, struktur molekul, dan lingkungan
kimia in vivo. Pemeriksaan ini juga
memungkinkan pengukuran kuantitatif metabolit kimia jaringan secara non invasif
sehingga diagnosis dapat ditegakkan.22 Metabolit utama yang sering
dipakai pada pemeriksaan MRS adalah NAA, Cr, Cho, mI dan Glx. Metabolit-metabolit
tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I: NAA, Cr dan Cho.
Kelompok II: laktat dan alanin dan kelompok III: Glx dan mI.15 Karakteristik pemeriksaan
MRS pada astrositoma adalah peningkatan Cho disertai penurunan puncak NAA dan
penurunan Cr.
Peningkatan Cho pada astrositoma mencerminkan peningkatan sintesis membran sel. Penurunan NAA menandakan berkurangnya jaringan otak
normal, sedangkan penurunan Cr menunjukkan peningkatan metabolisme sel. Puncak Lac and Lip tidak ada pada spektrum
otak normal. Adanya puncak Lac merupakan cerminan keadaan hipoksik pada glioma.
Astrositoma derajat tinggi menunjukkan puncak Lip dan Lac, sedangkan pada
derajat rendah hanya memperlihatkan puncak Lac.15,52
No comments:
Post a Comment