BAB I
Terminologi, konsep-konsep dasar
mutu,
jaminan dan kendali mutu
A. Terminologi
1. Quality
: the totally of feature and characteristic of a product or service that
bear on its ability to satisfy stated or implied needs (ISO 8402)
2. Kualitas
: Suatu karakteristik yang harus dipenuhi sepenuhnya tanpa ada kekurangan
sedikitpun (zero defect). (Crosby)
3. Quality
Assurance :
i. Pengertian umum:
1) all those
planned and systemic actions necessary to provide adequate confidence that a
product or service will satisfy given requierment system for quality (ISO 8402)
2) Management
tool which, through the development of policies and establishment of review
procedures, aims to ensure that every exam or treatment in a radiology
departmen is necessary an appropriate to the medical problem.
3) A
management system that gives control, predictability, and controlled
improvement of the production process (Chestnut, 1997)
ii. Pengertian secara khusus:
1) An
organised effort by the staff operating a facility to ensure that the
diagnostic images produced by the facility are of sufficiently high quality so
that consistently provide adequate diagnostic information at the lowest
possible cost and with the least exposure of the patient radiatiation (WHO)
2) Planned
and organized efforts with in a diagnostic radiology facility to ensure the
production of consistent optimal quality images with minimal radiation exposure
and cost to the patient (Ballinger)
B.
Konsep Mutu dan pelayanan prima
1.
Konsep Mutu
a.
Beberapa
mitos tentang mutu
Mutu bila dilihat dari
awwal perkembangnannya berangkat dari mitos-mitos seperti: mutu adalah identik
dengan barang-banrang yang bersifat mewah atau luks atau sesuatu yang bermagna
mewah dan wah. Adapula yang beranggapan bahwa suatu produk dianggap bermutu
bila memiliki nilai dan harga yang mahal. Dari mitos yang ada dan kebutuhan
pemeahaman masayarakat yang terus berkembang, sementara mutu itu cenderung
bersifat abstrak dan tidak bisa diukur secara eksplisit, maka untuk mengetahui
konsep tentang mutu perlu di cermati menurut pendapat-pendapat dari para pakar.
b.
Pendapat
para pakar
1)
Mutu
pelayanan adalah sejauh mana kenyataan pemberian pelayanan sesuai dengan
kriteria pelayanan yang baik (Donabedian, 1980)
2)
Mutu adalah
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984)
3)
Mutu adalah
memenuhi bahkan melebihi kebutuhan dan keinginan pelanggan melalui perbaikan
sluruh proses secara berkelanjutan (Zimmerman)

Gambar 1.1. mutu suatu produk, layanan,
servis, informasi seharusnya mematuhi persyaratan (standar) demi kepuasan
pelanggan
Secara lebih khsusus,
definisi tentang mutu dalam pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan RI
adalah penampilan/kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah
ditetapkan.
c. Dimensi Mutu
Untuk menilai suatu
mutu, dapat ditentukan dari berbagai indicator. Salah satu indicator tersebut
adalah dimensi mutu. Table di bawah ini menunjukkan beberapa dimensi
mutu, yaitu :
Efficacy
|
pelayanan yg diberikan menunjukan manfaat &
hasil yg diinginkan
|
Appropriateness
|
pelayanan yg diberikan relevan dgn kebutuhan linis pasien
& didasarkan pd perkembangan I P
|
Availability
|
pelayanan yg dibutuhkan tersedia
|
Accessibility
|
pelayanan
yg diberikan dpt diakses oleh yang membutuhkan
|
Efficiency
|
pelayanan yg diberikan dilakukan dgn efisien
|
Effectiveness
|
pelayanan yg diberikan dgn cara yg benar,
berdasar I P, & dpt mencapai hsl yg diinginkan
|
Amenities
|
kenyamanan fasilitas pelayanan yg tersedia
|
Acceptability
|
pelayanan yg diberikan dpt diterima oleh
masyarakat pengguna / yg membutuhkan
|
Safety
|
pelayanan yg diberikan aman
|
Technical competence
|
tenaga yg memberikan pelayanan mempunyai
kompetensi tehnis yg dipersyaratkan
|
Timelines
|
pelayanan yg diberikan tepat waktu
|
Affordability
|
pelayanan yg diberikan dpt dijangkau scr
finansial oleh masyarakat pengguna / yg membutuhkan
|
Interpersonal relationship
|
pelayanan
yg diberikan memperhatikan hub antar manusia baik antara pemberi &
pelanggan maupun sesama petugas pemberi pelayanan
|
Respect & caring
|
pelayanan yg diberikan dilakukan dgn hormat,
sopan & penuh perhatian
|
Legitimacy
|
pelayanan
yg diberikan dpt dipertanggung jawabkan (SCR MEDIK MAUPUN HUKUM)
|
Tabel 1.1. Dimensi Mutu
Seperti yang telah diuraikan diatas konsep tentang mutu bahwa, dikatakan
bermutu bila memenuhi standar yang telah ditetapkan. Standar adalah langkah
awal penilaian kepatuhan proses kegiatan, penilaian kinerja, pengendalian
organisasi.
Pada prinsipnya standar
adalah suatu harapan mutu faktor input-proses-output yang diinginkan yang di
buat secara tertulis atau yang disepakati sebagai bagian dari sistem pengawasan
mutu (quality monitoring).
Standar diperlukan untuk kemudahan replikasi unit
pelayanan/program, dalam organisasi, keluar organisasi: lokal-regional-global,
konsistensi estetis/brand image. Selain itu pada sektor swasta standar dapat
diartikan sebagai nilai profit meningkat, pada sektor pemerintah dapat berarti
mewujudkan good governance, meningkatkan daya responsif thd perubahan,
pengendalian biaya dan mengurangi inefisiensi.
Konsep Mutu Gambar dan 3D dalam Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu x-ray imejing
diagnostik
Mutu gambar secara radiografi
(Radiographic quality)
Mutu gambar secara radiografi
(radiographic quality) biasa diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan
suatu gambar radiografi memperlihatkan struktur anatomi dari organ tubuh
yang diperiksa.
Suatu Radiograf yang benar-benar
dapat mereproduksi kembali gambaran struktur anatomi dan jaringan-jaringan
adalah dikatakan sebagai radiograf berkualitas tinggi atau ”high-quality
radiograph” demikian pula sebaliknya atau biasa disebut dengan ” poor-quality
radiograph”.
Seorang ahli radiologi
(radiologist) memerlukan radiograf-radiograf yang berkualitas tinggi
untuk membuat diagnosa yang akurat. Kualitas radiograf yang rendah mengandung citra
informasi klinik yang minim dan sulit untuk di intepretasi. Hal ini juga akan
menununtut untuk dilakukan pemeriksaan ulang terhadap organ tubuh dari pasien
yang sama atau bila tidak diulang dengan baik justru kadang kala menjadi faktor
penyebab utama terjadinya kesalahan diagnosa (missed diagnoses).
Mendefenisikan tentang kualitas
dari suatu radiograf pada dasarnya tidak mudah, dan sulit untuk dapat diukur
secara persis. Banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap kualitas
radiograf, namun pendapat para ahli relatif tidak seragam dalam
menemukan faktor-faktor penyebabnya, sehingga kebanyakan praktisi
cenderung menggukan rambu-rambu kualitas gambar yang lebih bersifat universal
yang dapat diterima atau dibaca oleh kalangan medis. Suatu hasil penelitian
yang pernah dilakukan pada rumah sakit – rumah sakit pemerintah dan klinik di
Inggris melaporkan diantaranya adalah, menentukan kualitas standard untuk
radiograf yang secara klinik dapat di terima dan dapat berlaku untuk semua
praktisi di Rumah sakit adalah sulit, karena besar ketergantungannya terhadap
kebiasaan rutinitas kondisi intepretasi images
yang bersifat lokal rumah sakit yang bersangkutan (Hardy, et al. 2000).
Walaupun demikian di negara-negara maju, baik di Eropa, sebagian negara-negara
di Asia dan Afrika dan bahkan di Amerika, dalam 1 dekade terakhir ini sudah
memulai studi-studi tentang kualitas radiografi terstandar nya dengan mengacu,
mengadaptasikan standard-standar mereka pada ”European guidelines on quality
images for diagnostic imaging” yang dikeluarkan oleh Komisi Masyarakat
Eropa (Commision of European Community) bidang radiologi (CEC, 1996).
Kemungkinan sebagai salah satu
pendekatan yang mudah bagi kalangan praktisi di Indonesia saat ini adalah
mencoba meningkatkan pemahaman terhadap konsep kualitas gambar dengan
penekanan pada Karakteristik-karakteristik Terpenting kualitas
gambar secara radiografi antara lain: Resolusi Gambar, Kontras Gambar,
Noise Gambar dan Artefak-artefak yang biasa
terjadi pada radiograf/image.


Gambar 1.2. Karakteristik-karakteristik fisik yang berhubungan dengan
kualitas gambar
Gambar 1.2. di atas hanya
menekankan pada aspek krusial bagi pembentukan kualitas gambar. Dapatlah
didiskripsikan bahwa hubungan keterkaitan antara kontras, resolusi dan
noise mempunyai kontribusi yang besar terhadap proses penciptaan suatu citra
atau gambar radiografi.
Dalam prakteknya, kontras radiografi dapat diartikan
kemampuan suatu radiograf menampilkan adanya perbedaan densitas optis antar
struktur jaringan yang divisualkan dalam citra atau radiograf. Kontras radiograf
yang baik ukurannya secara subyektip adalah bila kontras pada suatu radiograf
memudahnkan seorang radiolog membedakan secara umum gambaran-gambaran struktur
anatomi organ dan jaringan. Sementara itu Resolusi
spatial, pada dasarnya merupakan karakteristik obyektip bagi salah satu
ukuran kualitas gambar/image secara fisika. Diperlukan alat dan media bantu
ukur yang terstandar (misal: parttern resolution dll) untuk menghitung dan
mengetahui resolusi spatial dari suatu sistem imejing. Dalam penerapan klinik,
resolusi gambar/detail gambar adalah karakteristik yang lebih sederhana dan
simple bila digunakan dalam menilai mutu gambar yang ditandai dengan
kemampuan suatu gambar untuk mem-visual-kan 2 gambar obyek dan dapat dideteksi
perbedaan dari keduanya (misal: membedakan mikrokalsifikasi dengan samall
glandula mamae). Untuk Selanjutnya Noise
adalah signal yang buruk yang turut berkontribusi bagi rendah nya mutu suatu
radiograf. Noise atau lebih tepatnya
dikatakan Radiografphic noise
(Bushong, 2001), di kenal sebagai fluktuasi densitas optis yang tidak
dikehendaki yang terjadi pada suatu radiograf karena buruknya signal radiasi
akibat scatters yang mencapai media
rekam gambar (X-ray film). Semua yang berkaitan dengan penyebab tinggi
nya noise, seharusnya direduksi semaksimal mungkin karena selalu
mengakibatkan buruk nya kualitas gambar.
Kontrol yang baik terhadap
karakteristik mutu gambar yakni Noise, memperhatikan perbaikan terhadap
resolusi dan kontras gambar ketiganya akan mempunyai efek signifikan bagi mutu
gambar/radiograf/citra secata menyeluruh, dan pada gilirannya akan meningkatkan
keakuratan pembacaan terhadap gambar termasuk diagnosi radiologi yang
dihasilkan.
2.
Pelayanan prima (Excellent
service)
Pelayanan prima adalah
pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien sehingga pasien memperoleh kepuasan yang
akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada Organisasi Pelayanan Kesehatan
Menurut LAN RI,
pelayanan prima adalah pelayanan terbaik, melebihi, melampaui, mengungguli
pelayanan yang diberikan pihak lain atau pelayanan waktu lalu.
Tiga Indikator bagi terwujudnya pelayanan prima dalam konteks ”best
practices”, antara lain pelayanan prima akan terwujud jika ada suatu standar
dan standar tersebut dipatuhi, bila dalam memberikan pelayanan sedapat mungkin
adalah yang terbaik atau bahkan melebihi dari yang di minta, bila ada
terobosan yang ditujukan demi memuaskan pelanggan (inovasi)
Berikut ini adalah skema yang menggambarkan bagaimana sistem pelayanan prima
dapat jalanankan guna memenuhi kebutuhan kepuasan pelanggan.

Gambar 1.3. Sistem Pelayanan Prima
Unsur-unsur kualitas pelayanan prima dalam rangka
menuju kepuasan pelanggan menurut Kep Menpan No 81/1993 adalah:
a.
kesederhanaan:
lancar, tidak berbelit-belit
b.
kejelasan
dan kepastian: prosedur, persyaratan teknis/administrasi
c.
keamanan
d.
keterbukaan
e.
efisiensi
f.
ekonomis
g.
keadilan
yang merata
h. ketepatan
waktu
Untuk kemudahan pemahaman tentang pelayanan prima di
lapangan sering secara praktis di singkat dengan istilah CARE : “Create A
Relationship Enthusiastically, Energetically, with Everyone
with whom you do business”. Atau dengan menerapkan “Golden rule of Customer
Service” seperti slogan-slogan berikut ini:
“ Treat
others as you would others treat you”
“Customers
want to be treated the way they want to be treated”
Perlu untuk diingat bahwa pelayanan prima akan sangat sulit diwujudkan bila
tidak didukung dengan kondisi lingkungan yang kondusif baik lingkungan yang
bersifat fisik, mental dan spiritual sebagaimana digambarkan dalam skema
berikut.

Gambar 1.4. Lingkungan
Pendukung Pelayanan Prima
Aspek pelayanan prima dalam mencapai Indonesia sehat
2010 (DepKes) mencakup:
nKemudahan akses informasi (aspek kepuasan pengguna)
nPelaksanaan peraturan secara tepat, konsisten dan
konsekuen (aspek proses pelayanan)
nPelaksanaan hak dan kewajiban pemberi dan penerima
pelayanan (aspek SDM, dan kepuasan pelanggan)
nPenanganan dan pendokumentasian kegiatan pelayanan
dilakukan oleh tenaga yang berwenang/kompeten (aspek proses dan SDM)
nPenciptaan pola pelayanan yang sesuai dengan sifat
dan jenisnya sebagai efisisensi dan efektivitas (aspek SDM, dan proses
pelayanan)
nPenetapan tarif sesuai dengan kemampuan masyarakat
dengan mekanisme pungutan yang transparan serta adanya pengendalian dan
pengawasan yang cermat (aspek finansial dan kepuasan pelanggan)
nTidak ada pembedaan dlm
memberikan pelayanan serta pemerataan distribusi cakupan (aspek kepuasan
pelanggan)
nKebersihan fasilitas pelayanan dan lingkungan
(aspek proses pelayanan)
nSikap ramah dan sopan
petugas dan meningkatkan kinerja secara kualitati dan kuantitatif dengan
kapasitas optimum (aspek kepuasan pelanggan dan aspek SDM).
Adapun kunci sukses untuk
mewujudkan pelayanan prima diperlukan Sumber daya pelaksana yang memiliki
pribadi yang efektif, pribadi yang peka, bersedia untuk berubah menjadi lebih
baik atau dalam memberikan pelayanan terhadap pengguna jasa dengan
berwawasan 6 R yakni rapih, rawat, rajin, ringkas, resik, ramah
3.
Sejarah perkembangan jaminan
mutu dan kendali mutu di bidang radiologi
Istilah
Jaminan Mutu (QA) dan Kendali Mutu (QC) sudah dan sedang berkembang dengan
pesat sejak tahun 1980. Kedua terminology ini makin banyak di pakai dan
menjadi tidak asing lagi khususnya bagi unsur-unsur terkait yang
menenerapkan program penjaminan mutu di bidang imejing diagnostik.
Di Amerika
Serikat, misalnya, Pemerintah Federal telah mempublikasikan sejuumlah
rekomendasi untuk Program-program Jaminan Mutu (QAP) bagi fasilitas-fasilitas
imejing diagnostik (Beureu of radiological Health, 1980). Selain itu, dalam
rangka mengawal atau membina mutu pelayanan imejing diagnostik bagi publik,
salah suatu agen regulator independen non-pemerintah terpercaya seperti The Joint Commision on the Acreditation of
Hospitals (JCAH) juga mempunyai reputasi yang handal dalam memberikan
rekomendasi-rekomendasi demi perbaikan mutu dan pelayanan prima bagi
masyarakat. Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapore, dan
Thailand, belakangan ini juga telah mengikuti trend perkembangan ini dengan
merujuk system akreditasi Rumah Sakit mereka kepada JCHA demi perbaikan mutu
untuk menjamin kepercayaan pelanggan yang pada gilirannya akan meningkatkan
pemasukan (income) mereka. Meskipun, kebutuhan penjaminan mutu bagi pelayanan
kesehatan radiologi baru mulai populer bagi kalangan masyarakat Indonesia pada
umumnya, publikasi akan upaya perbaikan mutu untuk pelayanan kesehatan
radiologi sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
(BAPETEN dan Depkes RI). Semua ini dilakukan tidak semata hanya untuk
menghadapi era pasar global pelayanan kesehatan radiologi tetapi lebih penting
lagi adalah untuk telah mempersiapan
Imejing (pencitraan)
diagnostik adalah merupakan suatu proses multi langkah yang mana melibatkan
penggunaan teknologi modern untuk memperoleh dan menampilkan sejumlah informasi
tentang keadaan anatomi maupun kondisi fisiologi dari organ tubuh pasien. Dalam
upaya menyumbangkan citra diagnostik yang terbaik khususnya bila proses multi
langkah ini memanfaatkan sumber sinar pengion dari pesawat sinar-x dan media
screen/film sebagai perekam gambar, telah di pahami bahwa ada 2
faktor utama (faktor manusia dan peralatan) yang turut berpengaruh
terhadap variasi mutu dari suatu citra diagnostic (Papp, 1998). Kedua factor
ini perlu di kendalikan dengan baik, dan apabila tidak dapat dikendalikan
dengan sempurna maka akan berakibat meningkatkan pengulangan-pengulangan ekposi
radiasi yang juga dapat dipastikan akan meningkatkan dosis pasien
termasuk diadalamnya terjadi pemborosan biaya yang dikeluarkan oleh unit
pelaksana fungsional radiologi. Selain itu, hal yang lebih penting
sebagai akibat dari semua ini juga akan menurunkan tingkat akurasi dalam
hal intepretasi terhadap gambar (citra) yang dihasilkan. Dengan demikian,
kualitas/mutu diagnosa penyakit pasien semakin kurang terukur tingkat
akuntabilitasnya bagi tindak lanjut pengobatan.
Sebagaimana telah di diskusikan
pada Bagian II, bahwa dengan melalui program menejemen mutu diharapkan
pengendalian dan minimalisasi dampak negatip dari pengaruh kedua factor diatas
dapat dilakukan.
Dewasa ini, untuk setiap
departemen atau bagian yang ada di Rumah Sakit disyaratkan untuk menyelenggarakan
dan mengembangkan program-program yang ditujukan agar dapat menjamin mutu
pelayanan pasien dan dapat menjamin mutu menejemen pasien.
Terdapat dua area aktivitas
utama dari menejemen mutu yang di disain sedemikian rupa untuk meyakinkan
bahwa pasien akan menerima suatu manfaat dari diagnosa terbaik yang paling
memungkinkan dengan dosis radiasi yang masih dibenarkan dan konsekwensi
pembiayaan yang minimum. Kedua area aktivitas dimaksud dasarnya adalah
diwujudkan dalam bentuk Program Jaminan Mutu (QAP) dan Program Kendali Mutu
(QCP) untuk x-ray imejing diagnostik.
Untuk mengenali secara lebih
operasional tentang kedua program ini, pemahaman tentang defenisi dan
ruang lingkup dari aktifitas kedua program ini adalah sangat diperlukan
bagi praktisi di
lapangan.
4.
Definisi Jaminan mutu dan
kendali mutu radiologi, Kedudukan dan peran dalam manajemen mutu radiologi
a. Defenisi
Jaminan
Mutu (QA)
adalah keseluruhan dari program menejemen (pengelolaan) yang diselenggarakan
guna menjamin pelayanan kesehatan radiologi prima dengan cara pengumpulan data
dan melakukan evaluasi secara sistematis (Papp, 1998).
Program Jaminan Mutu (QAP) x-ray
imejing diagnostik lebih berkonsentrasi pada aspek layanan kepada pasien
(patient care) dan aspek yang berkaitan dengan interpretasi gambar (image
interpretation).
Perhatian-perhatian pasien
diantaranya, terhadap penjadualan, penerimaan resepsionis, dan persiapan
pemeriksaan (misal: adakah pemeriksaan yang tepat terjadual bagi pasien, adakah
pasein mendapatkan instruksi yang benar sebelum pemeriksan berlangsung, adakah
barang-barang berharga pasien terjaga dengan baik dan aman, atau adakah
hasil-hasil laporan pemeriksaan sudah memadai atau tidak), semua ini
menjadi pertimbangan yang esensial dalam hubunganya dengan layanan pasien dan
menejemennya (patient care and management).
Selain itu, aspek yang berkaitan
dengan interpretasi gambar (image interpretation) juga menjadi pusat perhatian
bagi pengguna jasa pelayanan x-ray imejing diagnostik (kolega klinisi, pasien
dan atau masyarakat). Hal-hal seperti: adakah kondisi penyakit pasien sesuai
dengan pembacaan doagnosis dari seorang ahli radiologi, adakah laporan diagnosa
radiologi, pendistribusian dan penyimpanan untuk kebutuhan evaluasi selanjutnya
dapat dipersiapkan dengan segera, dan adakah para klinisi dan pasien
mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan yang mana keseluruhannya adalah
berada dalam suatu model budaya kerja yang cepat dan terukur.
Suatu model formal berupa 10
langkah Program Jaminan Mutu (QAP) yang sering dijadikan acuan oleh
organisasi-organisasi kesehatan dan telah diadaptasikan untuk kebutuhan
pengorganisasian dan menejemen di bidang x-ray imejing diagnostik dalam buku
pelatihan ini adalah (JCAHO in Bushong, 2001) :
10-Steps QA Program
|
|
1
|
Pembagian tugas dan
tanggungjawab pelaksana program Jaminan Mutu (pembetukan
QA Committe)
|
2
|
Menentukan lingkup dari layanan x-ray imejing diagnostik
yang dibutuhkan
|
3
|
Mengidentifikasi aspek-aspek
dari layanan x-ray imejing diagnostik yang perlu dipersiapkan
|
4
|
Mengidentifikasi dan
menentukan outcomes yang ingin
dicapai dan dipertimbangkan
turut berpengaruh
terhadap aspek-aspek dari layanan x-ray imejing diagnostik yang
diberikan
|
5
|
Mengeluarkan batasan-batasan
(standar) untuk ruang lingkup penilaian (assesment)
|
6
|
Mengumpulkan dan
mengorganisasi keseluruhan data (kualitatip maupun kuantitatip)
|
7
|
Mengevaluasi keberhasilan
pelayanan yang diberikan ketika outcomes
tercapai
|
8
|
Mengambil langkah korektip
untuk memperbaiki mutu pelayanan
|
9
|
Mengevaluasi dan
mendokumentasikan keseluruhan aksi/aktifitas yang telah dilakukan
|
10
|
Mengkomunikasikan secara
kontinyu informasi yang ada kepada lingkup Organiasi QAP yang
lebih luas
|
Tabel 1.2. 10 Langkah
Program Jaminan Mutu
Menerapkan model 10 langkah
Program Jaminan Mutu sebagaimana dideskripsikan diatas akan membantu dalam
menemukan masalah-masalah pelayanan terhadap pasien dan sekaligus
memecahkannya. Agar lebih meyakinkan bahwa organisasi dan menejemen di bidang x-ray
imejing diagnostik adalah berkomitment tinggi untuk memberikan servis dan
pelayanan prima kepada pasien dan masyarakat maka lembaga-lembaga atau
badan-badan akreditasi yang berwenang (akreditasi Rumah Sakit – Depkes RI)
perlu mendorong proses pengadaptasian dari model ini.
Kendali
Mutu (QC)
adalah didefenisikan sebagai bagian dari program Jaminan Mutu (QA) yang mana
menitik beratkan aktifitas program nya pada teknik-teknik yang diperlukan
bagi pengawasan (monitoring), perawatan dan menjaga (maintenance) elemen-lemen
teknis dari suatu sistem peralatan radiografi dan imejing yang mempengaruhi
mutu gambar (Papp, 1998). Selaras dengan defenisi yang di kemukakan oleh
Bushong (2001), bahwa Kendali Mutu adalah sebagai suatu program yang
didisain untuk menyakinkan bahwa seorang dokter spesialis radiologi
(Radiologist) hanya akan dihadapkan pada pembacaan (interpretasi) gambar
yang optimal. Diperolehnya gambar optimal adalah tidak dapat dipisahkan
dari kondisi kinerja sistem peralatan sinar-x yang yang digunakan dalam
pemeriksaan-pemeriksaan radiologis. Oleh karenanya kinerja dari sistem
peralatan sinar-x hendaknya memematuhi regulasi standar yang berlaku.
Agar kinerja dari sistem
peralatan sinar-x dapat di identifikasi, di evealuasi dan akhirnya di
verifikasi maka perlu dilaksanakan aktivitas Kendali Mutu (QC activities)
secara terprogram dan berkesinambungan. Pengukuran/pengujian, pencatatan,
analisis, rekomendasi dan pendokumentasian dari data kuantitatip tentang
parameter-parameter fisik dari sistem peralatan sinar-x adalah merupakan
bentuk-bentuk aktivitas pengendalian mutu yang harus dikerjakan dengan penuh
dedikasi. Semua ini menjadi penting artinya ketika informasi yang ada di
perlukan untuk pengambilan keputusan untuk perbaikan mutu secara komprehensip.
Program Kendali Mutu (QCP) x-ray
imejing diagnostik lebih berkonsentrasi pada aspek instrunentasi imejing dan
peralatan. Dengan demikian maka aktivitas QC dapat dimuai dari evaluasi secara
rutin dari fasilitas pemroses gambar kemudian dilanjutkan pada pesawat
sinar-x yang digunakan untuk memproduksi gambar (Carrol, 1983; Papp, 1998 dan
Bushong, 2001). Beberapa laporan dan hasil penelitian terhadulu juga
merekomendasikan bahwa untuk mengawali suatu Program Kendali Mutu (QCP) pada
fasilitas x-ray imejing diagnostik, kiranya perlu dikerjakan terlebih dahulu
dengan penuh dedikasi tentang analisa pengulangan-penolakan film atau lebih
dikenal dengan istilah Repeat-Reject Film
Analysis (RRAP) pada suatu fasilitas pelayanan radiodiagnostik. Dilaporkan pula oleh Hardy et.al.
(2001), bahwa RRAP adalah sebagai ”tool”
untuk mengevaluasi kinerja dari implementasi QAP pada suatu departemen
radiologi dan informasi dari hasil analisa ini dapat dijadikan indikator
keberhasilan Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu dan peralatan x-ray imejing diagnostik
(AAPM Report: 74, 1990; NCRP Report No:99, 1995).
Ada 3 langkah yang diperlukan
untuk suatu Program Kendali Mutu (QCP), yakni:
Langkah I
UJI PENERIMAAN (Acceptance Testing)
Langkah II
PEMANTAUAN KINERJA RUTIN (Routine
Performance monitoring)
Langkah III
PERBAIKAN (Maintenace)
Untuk setiap bagian dari
peralatan yang digunakan dalam radiografi, apakah pesawat sinar-x itu sendiri
ataupun peralatan pemroses gambar, seharusnya menjalani uji penerimaan (uji funsi
awal) terlebih dahulu sebelum semua elemen ini di pergunakan dalam aplikasi
klinik. Uji penerimaan ini harus dikerjakan oleh seseorang selain petugas
representasi dari produsen alat-lat tersebut, karena tujan utama dari uji
fungsi awal ini adalah untuk menunjukan bahwa apakah alat-alat yang telah
dibeli tersebut memiliki kinerja sesuai dengan spesifikasi pabrik yang telah
mereka rekomendasikan.
Setelah peralatan yang di beli
atau dimiliki beroperasi dalam kurun waktu tertentu, karakteristik-karakteristik
kinerja dari elemen-lemen alat sangat dimungkinkan mengalami perubahan atau
bahkan kerusakan bila dibandingkan dengan kondisi alat pada awalnya. Sehubungan
dengan keadaan ini maka adalah penting dilakukan pemantauan terhadap
karakteristik kinerja elemen peralatan atau fasilitas pendukungnya secara
periodik apakah pemantauan yang bersifat harian (daily), mingguan
(weekly), bulanan (monthly), setengah tahunan (semi-annually) atau tahunan
(annually). Usaha-usaha pemantauan yang terencana akan membantu timbulnya
kerusakan yang lebih parah dan sudah barang tentu dimungkinkan perbaikan yang
bersifat minor guna mempertahankan kinerja elemen-elemen alat semaksimal
mungkin.
Apabila kerusakan mayor terjadi
atau kinerja komponen peralatan dipertimbangkan sudah melampui referensi atau
rekomendasi standar yang dianjurkan (misal: Tabung sinat-x yang pecah atau
kecukupan HVL yang jauh dari satandar memadai) maka upaya penggantian komponen
peralatan harus segera dilakukan sebagai langkah koreksi demi menjaga keselamatan/perlindungan
dan menjamin mutu bagi pengguna jasa maupun petugas pelaksana.
Sebagaimana pada Program Jaminan
Mutu (QAP), perlua adanya seorang petugas yang bertanggungjawab pada
akativitas QC yang dapat juga sebagai anggota dari team kerja Jaminan Mutu x-ray
imejing diagnostik. Dalam suatu fasilitas pelayanan radiologi yang tergolong
besar (Rumah-Sakit Kelas A), diperlukan penganan QC secara khusus oleh seorang
tenaga profesional Bidang Fisika Medik. Tetapi untuk fasilitas pelayanan
radiologi yang tergolong sedang (Rumah-Sakit Kelas B), seorang Radiografer
terlatih dan bersertifikat bidang QC (QC Technologist) dapat menangani
aktivitas QC secara terbatas dibawah supervisi seorang Ahli Fisika Medik.
b. Peran,
fungsi dan kedudukan Program Jaminan Mutu dalam Pelayanan Radiologi
Penjaminan
kualitas dalam pelayanan radiologi dilaksanakan dengan program yang
diorganisasikan untuk meningkatkan pelayanan pasien melalui penilaian
obyektif pelayanan pasien dan koreksi terhadap masalah-masalah yang dapat
teridentifikasi. Hal ini merupakan suatu sistem menyeluruh yang memantau
permintaan-permintaan pemeriksaan oleh dokter pengirim, menegelola pemeriksaan
yang diminta, dan interpretasi akhir dari hasil pemeriksaan.
Penjaminan mutu dalam radiologi adalah area dimana
secara tradisional tanggung jawabnya ada pada radiolog, mereka menetapkan untuk
kesesuaian pemeriksaan radiologi dan ketepatan interpretasi hasil pemeriksaan.
Ketika peran radiolog menjadi berkurang dalam bidang administrasi bagian
radiologi, sebagai kompensasinya diserahkan perannya kepada
administrator radiologi, radiolog cenderung menjadi konsultas bagi para staf
medik. Administrator radiologi bertanggung jawab untuk merancang telaah
kualitas dan menyusun program untuk memecahkan adanya inefisiensi dan
praktek-praktek yang tidak sesuai. Oleh karena itu Penjaminan Kualitas dalam
pelayanan radiologi harus mencakup :
1. Penjaminan bahwa pemeriksaan radiologi yang diminta
sesuai dengan manajemen masalah klinik dari pasien.
2. Penjaminan bahwa pemeriksaan radiologi
dilaksanakan secara efisien untuk memberikan informasi diagnostik yang
maksimum dengan paparan radiasi yang minimum
3. Penjaminan bahwa konsultasi radiologik
diinterpretasi secara tepat.
Tujuan
program penjaminan kualitas adalah mendeteksi perubahan-perubahan dalam
setiap faktor yang memperngaruhi radiograf dan pelayanan yang diberikan bagian
radiologi sebelum perubahan-perubahan diatas mengurangi mutu pelayanan
pasien. Program penjaminan kualitas menjamin kualitas radiograf dan
pelayanan radiologi, dengan paparan radiasi yang minimum. Biaya
pelaksanaan program penjaminan kulaitas harus minimum
dibandingkan dengan manfaat bagi pasien dan utilisasi waktu
personel.
Dapat
disimpulkan bahwa peran, fungsi ataupun kedudukan Program
penjaminan kualitas dalam pelayanan radiologi adalah :
1) Mendefinisikan lebih jauh komitmen pelayanan radiologi
terhadap program penjaminan kulitas secara komprehensif
2) Mendorong dan menjaga peningkatan dalam kualitas
pelayanan radiologi dan performa personel agar selalu bersikap dan
bertidak biaya efektif
3) Menjamin bahwa persyaratan yang berhubungan dengan
penjaminan kualitas rumah sakit dapat dilaksanakan oleh pelayanan radiologi
4)
Menjamin
komunikasi dan pelaporan diantara personel-personel radiologi
5)
Mendefinisikan
tujuan dan sasaran manajemen

Gambar 1.5. Jaminan Mutu
Dengan Pendekatan Sistem
BAB II
ImpLementasi program jaminan
mutu dan
kendali mutu radiologi
A.
Regulasi pemerintah dan
Rekomendasi standar uji kepatuhan (complianced tests)
lokal (Bapeten) dan internasional (NCRP No.99)
Pengawasan jaminan mutu,
termasuk untuk bidang kesehatan, tertuang dalam PP No 63 tahun 2000 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (PP 63/2000).
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan di sini, yaitu:
2.1 Instansi berdampak
radiologi tinggi
Pasal 26 dari PP 63/2000 menjelaskan bahwa Pemanfaat dengan dampak radiologi
tinggi wajib menyusun Program Jaminan Kualitas. Program tersebut harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan BAPETEN sebelum dilaksanakan, demikian pula apabila
dokumen direvisi. Ketentuan penyusunan diatur lebih jauh dengan Peraturan
Kepala (Perka) BAPETEN. Kemudian, Pasal 27 PP yang sama mengatur bahwa BAPETEN
melakukan inspeksi dan audit PJK untuk memastikan efektivitas pelaksanaannya.
Pada saat
ini, konsep final revisi atas PP ini sedang diproses pada tahap akhir. Ada
banyak perubahan yang diajukan. Dalam bidang jaminan mutu ini, sesuai dengan
BSS-115 [3], PJM seharusnya ditetapkan, diimplementasikan, dievaluasi dan
dikembangkan oleh semua jenis pemanfatan radisi, bukan hanya oleh yang
berdampak radiologi tinggi. Kedalam penerapan hanya perlu diatur, disesuaikan
dengan ukuran fasilitas dan kegiatannya serta tingkat risiko yang ditimbulkan.
2.2 Monitor perorangan
Seperti diketahui, keselamatan pekerja radiasi secara tidak langsung ditentukan
oleh laporan hasil evaluasi monitor perorangan (film badge atau TLD) yang wajib
digunakannya. Laporan ini menjelaskan dosis radiasi yang diterima pekerja
radiasi pada setiap periode tertentu. Dengan demikian, adalah sangat penting
bagi BAPETEN untuk memastikan mutu evaluasi yang dilakukan oleh pengevaluasi
tersebut.
Pasal 10 dari PP yang
sama menjelaskan bahwa monitor perorangan harus dievaluasi oleh laboratorium
yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh BAPETEN. Akreditasi tentu dilakukan
oleh instansi yang berwenang, yaitu Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Penunjukan dilakukan oleh BAPETEN untuk menjamin keselamatanbagi pekerja
pada laboratorium pengevaluasi tersebut dan masyarakat umum, serta perlindungan
terhadap lingkungan hidup; dan yang tak kalah pentingnya adalah keselamatan
pekerja yang menggunakan monitor perorangan itu sendiri. Untuk itu, salah satu
persyaratan yang diberikan BAPETEN kepada laboratorium pengevaluasi adalah
memiliki sistem mutu. Agar memudahkan, laboratorium dapat memilih standar mutu
sebagaimana yang dipersyaratakan untuk mendapatkan akreditasi, yaitu SNI
19-17025 [4].
Pada saat ini,
Departemen Kesehatan mengoperasikan empat BPFK untuk melayani permintaan
evaluasi film badge fasilitas kesehatan. Keempat balai tersebut berlokasi di
Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar. Keempat BPFK telah mengajukan permohonan
penunjukan dari BAPETEN dan telah diproses pada tahap akhir.
2.3 Kalibrasi
Ada dua kalibrasi yang diatur dalam PP 63/2000, yaitu: Kalibrasi alat ukur
radiasi (AUR) dan kalibrasi keluaran radioterapi. Kalibrasi AUR secara langsung
menentukan keselamatan pekerja radiasi yang terlibat. Dengan AUR yang
terkalibrasi baik, pekerja radiasi dapat menentukan tindakan yang tepat:
menentukan laju dosis di tempat bekerja dan memperkirakan dosis yang bakal ia
terima dengan memperhatikan niai batas dosis (NBD) sesuai dengan aturan yang
ditentukan. Kalibrasi keluaran radioterapi, di sisi lain, berhubungan langsung
dengan keselamatan pasien.
Kedua jenis kalibrasi di
atas memiliki fungsi yang sangat kritis dari segi keselamatan. Sehingga, senada
dengan Pasal 10, maka Pasal 30 mengatur bahwa kalibrasi AUR dan kalibrasi
keluaran radioterapi harus dilakukan oleh laboratorium yang telah terakreditasi
dan ditunjuk oleh BAPETEN. Saat ini keempat BPFK sedang mempersiapkan
kompetensi mereka untuk dapat memberikan pelayanan kalibrasi ini. Sementara
itu, laboratorium kalibrasi PTKMR BATAN, satu-satunya laboratorium yang
beroperasi memberi pelayan kedua jenis kalibrasi, telah melayangkan permohonan
penunjukan kepada BAPETEN, dan masih dalam proses.
2.4 Pembuangan zat
radioaktif
Pada pemanfaatan
kedokteran nuklir terapi, sesalu ada limbah radioaktif yang harus dibuang ke
lingkungan. Buangan zat radioaktif ke lingkungan tidak boleh melebihi nilai
batas radioaktivitas yang ditentukan. Pengusaha instalasi harus melakukan
pemantauan tingkat radioaktivitas buangan zat radioaktif secara terus-menerus,
berkala dan atau sewaktu-waktu. Pasal 16 PP 63/2000, mengatur bahwa bila
Pengusaha tidak melakukan pemantauan tersebut, maka, sejalan dengan Pasal 10
dan Pasal 30, ia dapat meminta bantuan dari instansi yang telah terakreditasi
dan ditunjuk oleh BAPETEN.
2.5 Status saat ini
Satu-satunya Perka yang memberi pedoman penetapan dan pelaksanaan PJM dibidang
kesehatan, sebagaimana diatur dalam PP 63/2000 tadi, untuk saat ini adalah SK
No 21/Ka-BAPETEN/XII-02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi
(PJKIR) yang diterbitkan tahun 2002 [5]. Dengan demikian, bab brikut akan
membahas lebih jauh mengenai SK tersebut dan metode penerapannya.
Meskipun belum ada Perka
yang mengatur secara khusus mengenai jaminan mutu dalam bidang radiodiagnostik
ataupun kedokteran nuklir, tidak berarti BAPETEN melalaikan pengawasan jaminan
mutu untuk kedua bidang tersebut. Beberapa hal berikut perlu dicatat: Pertama, pengendalian dokumen dan
rekaman, seperti prosedur dan kartu dosis, yang merupakan salah satu bagian
terpenting dari jaminan mutu telah menjadi kewajiban setiap pemanfaat,
sebagaimana diatur dalam PP 63/2000. Kedua,
saat ini pun BAPETEN sedang memfinalisasikan draf Perka tentang jaminan mutu
radiodiagnostik maupun kedokteran nuklir. Khusus untuk radiodiagnostik, draf
menginginkan adanya proses uji kepatuhan (compliance
test) secara periodik bagi setiap perangkat sinar-X. Sebagaimana kita
ketahui, uji ini adalah bagian dari PJM. Demikian pula untuk kedokteran nuklir,
ada banyak pengendalian dan pengujian yang harus dilaksanakan
- Rekomendasi standar uji kepatuhan (complianced tests) lokal (Bapeten) dan internasional (NCRP No.99)
- Faktor-faktor pengaruh dalm Implementasi program
Program Jaminan Mutu/Kendali
Mutu yang diimplementasikan bagi peralatan radiologi diagnostik sesungguhnya
tertuju pada upaya penjaminan kualitas dan pengendalian kualitas pada hasil
yang diharapkan dapat dicapai. Memahami slogan yang secara Internasional banyak
dianut, yakni dikenal dengan istilah 3 D (Dose, Diagnosis, Dollars),
merupkan pembenaran (justifikasi) yang rasional sebagai faktor-faktor yang
turut berpengaruh terhadap penerapan Jaminan kualitas peralatan di pelayanan
radiologi.
Ketiga faktor in dapatlah
dilihat pengaruhnya melalui suatu siklus pelayanan yang lazim terjadi di
bagian/departemen radiodiagnostik sebagaimana terlihat pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2.1. Siklus
pelayanan radiodiagnostik di Rumah Sakit
Pasien dan dokter ahli radiologi
(Radiologist) termasuk dokter/tenaga medik lainnya dan masyarakat, adalah
sebagai pelanggan atau pengguna jasa pelayanan x-ray imejing diagnostik.
Apabila produk yang dihasilkan oleh seorang radiografer adalah gambaran
radiograf/citra/image dengan informasi diagnostik yang dimilikinya, pelayanan pasien
yang cepat dan hasil pemabacaan radiograf yang akurat, maka dari perspektip
radiografer, jaminan mutu/kendali mutu terhadap permintaan (rujukan foto),
kualitas gambar terbaik dan diagnosis yang cepat juga akurat semua adalah
menjadi indikator mutu yang nantinya akan memuaskan para pengguna jasa
pelayanan radiodiagnostik. Tetapi, bila indikator-indikator mutu ini tidak
mampu dijamin dan dikendalikan dengan baik oleh unit pemberi pelayanan yang
dalam hal ini dikawal oleh seorang radiografer, maka sangat berpeluang
terjadinya kegagalan-kegagalan antara lain mis-diagnoses (kesalahan diagnosa
penyakit akibat kesalahan interpretasi terhadap kualitas gambar yang buruk) ,
miss-image quality dan More-Dosis (bertambahnya Dosis radiasi ke pasien akibat
pengulangan eksposi yang tidak bisa dihindari untuk mendapatkan gambar baru
yang lebih berkualitas) dan Much-Dollar (lebih banyak lagi biaya operasional
yang harus dikeluarkan Rumah Sakit atau bahkan pasien untuk pemeriksaan ulang)
sebagaimana terlihat pada gambar 3 berikut yang tidak hanya merugikan pasien
dan masyakat umum tetapi juga oleh pelaksana radiologi itu sendiri.

Gambar 2.3. Interelasi
Dosis, diagnosis dan Dollars
- Tanggungjawab adminstrasi dan pengelolaan
Mengingat pentingnya program quality assurance, maka
diperlukan suatu tim yang kuat untuk mengelola kegiatan tersebut agar terus
berlangsung sehinga dapat mencapai tujuan quality assurance.
A.
Pertimbangan dalam pembentukan
Tim Jaminan Mutu
Sebagai pertimbangan perlunya
dibentuk Tim dalam program penjaminan mutu ini oleh karena Instalasi Radiologi
sebagai Organisasi Pelayanan Kesehatan khusunya dalam pelayanan kesehatan
radiologi memerlukan standar pelayanan dalam rangka menjaga mutu pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat atau pengguna jasa pelayanan radiologi. Kemudian
didalam pelayanan Radiologi perlu suatu pengawasan agar pelayanan berjalan
dengan lancar, mengingat semakin beratnya tugas-tugas seorang pimpinan dan
memperhatikan pentingnya mengawal mutu di dalam konteks pelayanan kesehatan
radiologi atau secara lebih spesifik pada pelayanan radiodiagnostik, seorang
kepala bagian/unit/departemen harus membagi habis tugas atau mendelegasikan tugas-tugas
administratif dan teknis yang berkaitan dengan penjaminan mutu (Quality
Assurance) kepada para stafnya dengan maksud agar keberhasilan pencapaian mutu
pelayanan yang sudah diprogramkan dapat lebih otimal.
Untuk mengefektifkan
implementasi dari Program-program Jaminan Mutu/Kendali Mutu di suatu unit
pelayanan radiodiagnostik maka sangatlah penting dibentuk satu tim yang
berdedikasi bagi Penjaminan Mutu/Kendali Mutu (Quality Assurance Committe) baik
dari segi pelayanan maupun dari segi fasilitas dan peralatan di Unit
Radiodiagnostik Rumah Sakit. Dengan demikian segala aktivitas program
dapat dilaksanakan sendiri tanpa harus di kerjakan oleh pihak eksternal.
Untuk ruang lingkup pelayanan
radiodiagnostik di suatu rumah sakit berukuran moderat (± 400-500 kapasitas
tempat tidur) atau bila di Indonsia lebih dikenal dengan Rumah Sakit Kelas B
(Pendidikan/non-pendidikan), sudah seharusnya membentuk team QA/QC berikut
keanggotaannya.
Anggotanya adalah bagi mereka
yang mempunyai peranan penting dan bertanggung jawab dalam pelayanan, serta
mempunyai perhatian dan minat terhadap upaya peningkatan pelayanan prima.
Keanggotaan yang dibentuk dapat menyesuaikan kebutuhan dari masing-masing unit,
dan mereka akan berkerja secara fungsional berdasarkan surat tugas yang
diketahui oleh Pimpinan tertinggi di Rumah Sakit (Direktur).
B.
Personel yang berada dalam Tim
Jaminan Mutu
Tim ini dibentuk oleh Rumah
Sakit harus dapat memperlihatkan bahwa memang program jaminan mutu sangat
bermanfaat bagi Rumah Sakit. Tim terdiri dari Radiologist, Ahli fisika
Radiologi Diagnostik, Radiografer senior (Kepala Radiografer),
Radiografer QC, perwakilan dari Teknisi (Inhouse X-Ray service atau
Engineering). Kemudia Tim ini harus mengadakan pertemuan secara berkala dan
harus memiliki program yang jelas, menentukan frekuensi untuk mengontrol,
memiliki dokumetasi perawatan alat dan melalukan review sejauhmana program
dapat berjalan secara efektif.
Bila Tim ini perlu dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan Pelayanan Radiologi, maka dapat dilibatkan personel Physician
Director of Radiology kemudian Chief Technologist bisa juga ada
Quality control coordinator dan Radiographic In-service Educator
serta In house and/or contract service, Physicist, Tenaga catatan medik
dan Administrator head of Radiologic Department
C. Kewenangan dan tanggungjawab Tim
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah
terbentuknya tim agar dapat memberikan arah tercapainya program jaminan mutu
maka tim harus memiliki tugas sejauhmana kewenangan dan tanggung jawab yang
dimiliki. Disamping
itu agar ada kerjasama diantara tim dan personel lainnya dalam lingkup
pelayanan Radiologi. Beberapa kewenangan dan tanggung jawab tim:
1). Menetapkan standar dan indikator mutu pelayanan
2). Memasyarakatkan standar dan indikator mutu
pelayanan.
3). Menetapkan masalah mutu pelayanan.
4). Mendapatkan informasi tentang pelaksanaan
pelayanan
5). Menyusun serta melaksanakan saran-saran
perbaikan mutu
6). Menilai pelaksanaan saran-saran perbaikan
7). Menyarankan sistem insentif sehubungan dengan pelaksanaan
Program Jaminan Mutu
Program Kendali
Mutu (QCP) yang bersifat non-invasive akan dilakukan Technologist, tenaga
Physicist menyediakan waktu untuk membantu saat diperlukan mengintepretasi
hasil test. Pada saat mempelajari fungsi dari komponen test tools maupun ada
problem yang ditemukan Technologist maka dapat menghubungi Engineer khususnya
untuk perawatan dan kalibrasi peralatan Technolist dan Engineer bekerjasama
dalam melokalisasi penyebab masalah dalam sistem Sinar-X, Setelah perawatan
alat maka Technolist hrs memastikan bahwa peralatan tersebut dapat digunakan
untuk menekan dosis radiasi seminimal mungkin

Gambar 2.4. Ruang
Lingkup Jaminan Mutu Radiologi
D.
Kegiatan Tim Kendali Mutu
peralatan (Team QC)
Setelah tim
kendali mutu terbentuk, maka tim menentukan langkah-langkah kegiatan yang nantinya menjadi
panduan tim melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Panduan tersebut berisikan
komponen sebagai berikut :
a.
Tetapkan
hal yang terbaik dalam QC di departemen masing-masing
b.
Masing-masing
Technologist memegang satu peralatan sederhana untuk pengujian (misal spining
top atau Beam alignment test tools)
c.
Masing-masing
Technologist bertanggung jawab terhadap peralatannya pada wilayah tugasnya.
d. Melakukan
pengecekan secara periodik setelah pekerjaannya selesai (siang hari) atau
Technologist bekerja secara full time sehingga QC menjadi program kegiatannya,
biasanya pada departmet yang besar ditanggungjawabi oleh seorang Chief
Technologist
E. Pembagian lingkup tugas kerja :
a) Physicist
(ahli
fisika)
è mengembangkan peralatan yang
diperlukan dan memonitor pengukuran tingkat radiasi
dan kualitas radiograf
b)
Technologist
(radiografer) è pengukuran harian dan merawat QC
logs
c)
Engineer
(teknisi alat)
è memperbaiki, merawat, dan
kalibrasi
peralatan diagnostik imejing
BAB III
Analisa penolakan/penerimaan
film
(Reject FILM Analysis)
•
Pengertian :
•
Reject Analysis : The study of repeated
radiographs to determine the causes for their being discharded (Ballinger,
1986)
•
Pembahasan mengenai peningkatan mutu
radiografi dengan berbagai permasalahannya telah dibahas oleh beberapa ahli
antara lain dikemukakan oleh :
•
Racovianu
(1983), mengemukakan tentang peranan radiografer dalam meningkatkan efesiensi
diagnostic imaging.
•
Susan
watkinson & Michael Moores (1984), menguraikan tentang “Reject Analysis”
peranannya dalam peningkatan mutu radiografi.
• Thornhill (1987),
membahas tentang keterkaitan berbagai faktor dalam peningkatan mutu radiografi.
•
Dari
beberapa kajian yang dikembangkan tadi, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor
yang mempengaruhi mutu radiografi dan untuk meningkatkannya perlu dicari
faktor-faktor penghambatnya secara pasti.
•
Salah satu
metoda yang akan diuraikan adalah Reject Analysis.
•
Reject
analysis yakni analysis dari foto rontgent yang ditolak dan diulang karena
tidak memenuhi syarat untuk keperluan diagnosa.
•
Reject
analysis merupakan gambaran secara umum/kasar untuk menemukan penyebab
ditolak/diulangnya foto rontgen tersebut, jadi bukan merupakan parameter pasti.
•
Sebaiknya
menurut Watkinson dan Moores (1983), untuk mendapatkan data yang akurat harus
menganalisis secara rinci faktor-faktor yang terkait dengan kualitas radiografi
secara keseluruhan.
•
Sasaran reject analisis mencakup 2 hal
pokok :
•
Standardisasi
kualitas.
•
Mencari
penyebab penolakan dan pengulangan foto.
PELAKSANAAN
REJECT ANALYSIS
•
Reject
analysis merupakan penelitian yang kontinyu dan si peneliti sebelumnya perlu
menguasai tentang keadaan umum komponen2 yang akan diteliti antara lain keadaan
pesawat rontgen, film, screen, grid, procesing unit, teknik radiografi dan
tenaga yang bekerja pada unit yang akan diteliti.
•
Dengan
menggunakan formulir isian yang telah disiapkan mendata setiap hari dari :
•
Total dari
foto yang dibuat dari tiap ruangan.
•
Reject dan
repeat film dari masing-masing ruangan.
•
Reject dan
repeat (penolakan dan pengulangan) foto tersebut antara lain disebabkan :
•
Foto
terlalu gelap.
•
Foto
terlalu tipis
•
Kesalahan
positioning (teknik)
•
Kesalahan
prosesing.
•
Pergerakan
pasien.
•
Kesalahan
pesawat
•
Kesalahan
lainnya.
•
Data-data
tersebut dikumpulkan dalam satu kurun waktu tertentu misalnya 2 – 6 bulan.
•
Selama itu
dapat dianalisis foto yang ditolak dan diulang untuk masing-masing jenis
pemeriksaan, untuk masing-masing ruangan dan bahkan untuk satu unit radiologi
•
Reject dan
repeat (penolakan dan pengulangan) foto tersebut antara lain disebabkan :
•
Foto
terlalu gelap.
•
Foto
terlalu tipis
•
Kesalahan
positioning (teknik)
•
Kesalahan
prosesing.
•
Pergerakan
pasien.
•
Kesalahan
pesawat
•
Kesalahan
lainnya.
•
Data-data
tersebut dikumpulkan dalam satu kurun waktu tertentu misalnya 2 – 6 bulan.
•
Selama itu
dapat dianalisis foto yang ditolak dan diulang untuk masing-masing jenis
pemeriksaan, untuk masing-masing ruangan dan bahkan untuk satu unit radiologi
METODOLOGI
Populasi :
yang dianggap sebagai populasi dalam penelitian reject analisis tersebut, yakni
semua jmlah dan jenis pemeriksaan yang ada di unit pelayanan radiologi yang akan
diteliti.
2.
Sampel :
Sebaiknya digunakan sampel total.
3.
Waktu peneliian :
2 – 6 bulan.
4.
Instrumen :
Instrumen untuk penelitian ini menggunakan formulir isian untuk mencatat hasil
observasi peneliti waktu mengumpulkan data.
Teknik
Analisa data :
Karena
penelitian ini sifatnya survey, teknik analisis data menggunakan % (prosentase)
sebagai berikut :
a. Untuk reject rate = A
x 100%
A + B + C
b. Untuk
Repeat rate = B
x 100%
A + B + C
(Watkinsons & Moores, 1984)
Keterangan
: A. ialah jumlah foto yang ditolak
B. ialah jumlah foto yang diulang
C. ialah jumlah foto yang baik
- Karena penelitian tentang reject analisis ini merupakan penelitian yang kontinyu dan dapat dilakukan berulang-ulang, untuk kebsahan hasilnya dapat dilanjutkan dengan apa yang disebut Meta Analysis.
- Meta Analysis yakni analysis dari beberapa hasil penelitian sejenis (Gene V Glass, 1987).
- Untuk kepentingan Meta Analysis perlu dicari :
- Mean dan Standars deviasi dari unsur kontrol (dalam hal ini mean dan standard deviasi dari jumlah seluruh pemeriksaan yang ada).
- Mean dan Standard deviasi dari unsur eksperimen (dalam hal ini mean dan standard deviasi Reject Analysis sebagai mean dan standard deviasi eksperimen
- Setelah diketahui mean dan SD tersebut digunakan rumus meta analysis (Glass, 1987), yakni :
ES = x E – x C
C
ialah effect size yakni besarnya pengaruh.
x E ialah Mean Eksprimen. = RERATA JLH FOTO YG DITOLAK
x C ialah Mean kontrol.= RERATA JLH FOTO YG DI BUAT
C ialah Standard Deviasi kontrol.
Effect Size yang dianggap absah (Glass,
1987) yakni X / 0.35
INTERPRETASI HASIL REJECT ANALYSIS
INTERPRETASI HASIL REJECT ANALYSIS
nDari hasil reject analysis dapat diperoleh hasilnya
sebagai berikut :
- Penyebab tertinggi dari foto yang ditolak dan diulang, seandainya hasil sdalah satu faktor ekstrim, misalnya prosessing fault, maka yang perlu diteliti lebih rinci yakni tentang prosessing sehingga diperoleh pemecahan masalahnya.
- Kalau ternyata hasil berjenjang, pengkajian difokuskan pada hasil yang dianggap tinggi sampai tertinggi.
Kalau hasilnya masing-masing
faktor merata maka perlu dikaji keseluruhan atau memperpanjang waktu penelitian.
i.
Metode dan
prosedur analisa penolakan/penerimaan film
ii.
Hubungan
program analisa penolakan penerimaan film dengan program jaminan mutu/kendali
mutu radiologi
BAB IV
Jenis-jenis program Jaminan mutu
dan
kendali mutu di bidang radiologi
A.
Program Kendali Mutu (QCP) dan
Menjalankan tugas Profesi
QCP dilaksanakan dengan
maksud berupaya agar meminimalkan dosis radiasi ke pasien, QCP juga
berupaya agar meningkatkan kualitas radiograf sehingga berakibat pada diagnosa
yang akurat, disamping itu QCP mengupayakan agar sumber daya yang ada akan
dimanfaatkan bersama-sama dengan peralatan yang tersedia seoptimal mungkin.
Radiografer sebagai tenaga yang punya tanggungjawab melekat patut terlibat
dalam aktivitas program sebagai perwujudan tugas profesinya.
Kelebihan dan kelemahan
bagi seorang tenaga profesional radiografi (radiografer) dalam
mengimplementasikan QCP pada suatu unit pelayanan radiodiagnostik diantaranya
adalah setiap Radiografer Harus dilatih menggunakan test tool,
harus tersedia peralatan test di setiap ruangan dan membutuhkkan
Radiografer yang berdedikasi dan bermotivasi tinggi.
Untuk aktivitas QCP yang
lebih spesifik pada Rumah sakit dengan kapasitas yang lebih besar (RS kelas A
atau B), kegiatan dilakukan oleh 2 atau 3 radiografer penuh waktu (full
time) dan memerlukan komitment yang kuat untuk bekerja dalam tim QC, sehingga
ada orang yang bertanggung jawab penuh dan bila diperlukan sebaiknya tersedia
seorang Technogist dengan kemampuan lebih, seperti misalnya radiografer dengan
spesial training, menempati posisi yang kuat (kebijakan Department). Dengan
adanya tanggungkjawab penuh bagi kegiatan QC oleh seorang Technologist
maka akan cukup waktu untuk melakukan program test, Off- dari tugas
klinik dan bisa berkonsentrasi untuk tugas-tugas QC misal : Tanggung jawab
klinik hingga jam 12 setiap hari atau bebas tugas klinik pada hari Selasa, Rabu
dan Kamis.
2. Jumlah
personel, kualifikasi dan keberhasilan Program Kendali Mutu serta
aktivitasnya
Jumlah orang yang telibat dalam QA/ QC tergantung
besarnya fasilitas pelayanan
1). Ukuran 5 Ruang atau kurang
Pelayanan kunjungan physicist sekali sebulan
tersedia tenaga engineer untuk perawatan panggilan
secara darurat
Perawatan reguler untuk cheking peralatan
2). 5 - 15 ruang pemeriksaan
Part time QC technologist
Full
time pelayanan yang akan dilakukan engineer
Pelayanan konsultasi Physicist sekali dalam
seminggu
3). 15 - 20 Ruang pemeriksaan
Full time QC technologist, 2 atau lebih full time services
engineers
Pelayananan
Physicist minimal paruh waktu atau 20 jam seminggu dengan jadual yang tetap,
Konsultasi by telepon
4). 25 - 30 ruang pemeriksaan
Minimal
tersedia 1 technologist untuk masing-masing ruang (25 ruang)
Full
time engineer, Full time physicist, Program
QC radiodiagnostik
X-Ray
Equipment & Daily Processor, Check out ruang radiografi umum (tanpa fluoroscopic
dan peralatan tomografi) == 1 -2 jam
Ruang
Radiographic dan Fluoroscopi == 2 - 4 jam
Ruang
Tomografi === sampai 3 jam
Sediakan
waktu untuk sepervisi orag yang bertugas di kamar processing dan orang yang
membaca kontrol strip
Kualifikasi QC Technologist:
a) QC
Technologist harus cakap, tangkas dan penuh pengalaman tentang peralatan
b) QC
technolist terampil dan aktif dlm kegiatan-kegiatan pertemuan departemen
c) Dapat
membantu menyiapkan spesifikasi pembelian equipment
3. Keberhasilan program QA/QC
Tergantung dari
·
Komitmen
dari pimpinan puncak
·
Komitment
dari semua personel
·
Kejelasan
tanggung jawab jaminan mutu
·
Mau
melakukan perubahan sikap
·
Pencatatan
yang akurat
·
Komunikasi
yang efektif pd setiap tingkat organisasi
·
Pelatihan
tenang pengetahuan dan keterampilan
4. Bentuk
Program Jaminan Mutu
a. Program Jaminan Mutu Prospektif (Prospective
Quality Assurance)
Program Jaminan Mutu yang dilakukan sebelum sebelum pelayanan dilakukan dan
difokuskan pada standar masukan dan lingkungan diantaranya Standarisasi,
Perizinan, Sertifikasi, Akreditasi
b. Program Jaminan Mutu Konkuren (Concurrent Quality
Assurance)
Program Jaminan Mutu
yang diselenggaraan bersamaan dengan pelayanan dan
Difokuskan pada standar
proses. Biasanya kegiatannya memantau tindakan medis dan non medis, Terkadang
ada masalah kesulitan dalam pelaksanaannya karena faktor tenggang rasa
kesejawatan sehingga perlu dibentuk tim kerja atau peer group
c. Program Menjaga Mutu Retrospektif (Retrospective Quality
Assurance)
Program Jaminan Mutu
yang dilakukan pada kegiatan-kegiatan setelah pelayanan diberikan dan
difokuskan pada standar keluaran seperti reviu rekam medis, reviu Hasil, reviu
klien.
a. Aplikasi sensitometri dalam program jaminan mutu
dan program kendali mutu radiologi
Sensitometri:
Sensitometri adalah metode
mengukur karakteristik respon film terhadap radiasi baik dari cahaya tampak
atau sinar-X. Caranya film diekspose dengan sinar-X atau cahaya tampak
dengan nilai eksposi tertentu untuk menghasilkan serial densitas, kemudian film
di proses dan hasil densitasnya diukur dengan densitometer dan dibuat sebuah
kurva yang dikenal dengan kurva karakteristik.
Dalam sensitometri dikenal 2
(dua) metode, yaitu sebagai berikut :
n X-ray Sensitometry adalah metode
mengukur karakteristik respon film yang diekspose dengan menggunakan sinar-X
(X-ray)
n Light Sensitometry adalah metode
mengukur karakteristik respon film yang diekspose dengan cahaya tampak (light)
Densitas (D)
Dapat didefinisikan sebagai
jumlah penghitaman pada film, Densitas diperoleh dari perbandingan antara
intensitas cahaya yang diteruskan dengan intensitas cahaya mula-mula. Sehingga
dapat dirumuskan menjadi :

Keterangan :
D
: Densitas
It
: Intensitas cahaya yang diteruskan
Io
: Intensitas cahaya mula-mula
Opasitas (O)
Opasitas adalah perbandingan
antara intensitas cahaya mula-mula dengan intensitas cahaya yang diteruskan.
Sehingga dapat dirumuskan
menjadi :

Keterangan :
O
: Opasitas
It
: Intensitas cahaya yang diteruskan
Io
: Intensitas cahaya mula-mula
Densitas
Optik (DO)
Adalah logarithma opasitas, sehingga dapat
dirumuskan menjadi :

Optikal densiti diperoleh dari logaritma opasitas,
sehingga sangat mudah dimanipulasi secara matematik. Hubungan antara densitas,
opasitas dan transmisi dapat dilihat pada ilustrasi sebagai berikut :
Densitas 1 + Densitas 1 =
Densitas 2
1
|
2
|
3
|



Transmisi
|
10 %
|
1 %
|
0.1 %
|
Opasitas
|
10
|
100
|
1000
|
Silver Weight
|
X
|
2X
|
3X
|
Gambar 4.1. Densitas: hubungan antara silver weight, opasitas dan transmisi
Opasitas
OD number
|
Percentace of light transmitted through the film
|
|
1
2
4
8
10
20
40
80
100
200
400
800
1000
2000
4000
8000
10000
|
0.0
0.3
0.6
0.9
1.0
1.3
1.6
1.9
2.0
2.3
2.6
2.9
3.0
3.3
3.6
3.9
4.0
|
100
50
25
12.5
10
5
2.5
1.25
1
0.5
0.25
0.125
0.1
0.05
0.025
0.0125
0.01
|
Tabel 4.1 : Contoh opasitas, optikal densiti, dan
persentase dari transmisi cahaya
Dari tabel 1 diatas terlihat contoh dari perhitungan
opasitas, optikal densiti, dan persentase dari transmisi cahaya lebih jelas.
Kurva Karakteristik
( Kurva D LOG E/ HURTER AND DRIFFIELD/H AND D )
H & D kurva adalah kurva atau gambar yang
memberikan ilustrasi sebuah film atau film-secreen system dalam memberikan
respon terhadap berbagai tingkat eksposi.
Ilustrasi dari kurva karakteristik
dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4.2. Kurva
Karakteristik

Gambar 4.3. Bagian-bagian dari kurva karakteristik
Manfaat
Kurva Karakteristik antara lain yaitu :
n Mengetahui besar
kecilnya fog level
n Menilai kontras film
n Menilai kecepatan film
n Menilai densitas
maksimum
n Untuk
membanding satu film dengan yg lain
n Membandingkan
IS satu dengan yg lain
n Mengetes cairan pembangkit
n Mengetahui latitude film
n Kontrol kualitas otomatik prosesing.
Cara
Membuat Kurva Karakteristik adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
n Eksposi dan procesing
film
n Mengukur densitas yg
dihasilkan
n Plotting kurva
Seri Eksposi
Sensitometri ada 2 (dua) metode yaitu :
1. Time Scale Sensitometry
Pada metode ini
tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) tetap
yang diubah waktunya (s).
n
Tegangan
tabung (kV), arus tabung (mA) dan jarak (FFD) tetap
n
Waktu
eksposi selalu divariasi oleh faktor 2.
n
Dilakukan
11 kali eksposi yang diperlukan untuk membuat plot titik pada kurva
karakteristik sehingga didapatkan grafik yang baik.
n Keuntungan :
n Diketahui waktunya
n Memungkinkan film dengan
densitas yang rendah pada saat masuk pada processor terjadi “reducing bromide
drag” sehingga mengurangi terjadinya streak artefak pada film.
n Kerugian :
n Eksposi dilakukan secara
kontinyu dimulai dengan 0.1 s dan dilanjutkan dengan 0.2, 0.4, 0.8, 1.6,
3.2, 6.4,12.8, 25.6, 51.2, 102.4 --- diperlukan timer khusus pada meja kontrol
sinar-X
n Kesalahan
perulangan “reciprocity failure” sebesar 0.01 s
n Pengujian
ini yang terpenting adalah waktu yang diperlukan untuk pembentukan kurva.
2. Intensity Scale Sensitometry :
- dengan menggunakan step wedge/penetrometer
- dengan sensitometer.
Pada Intensity Scale Sensitometer ada 3 cara
yaitu :
1. Dengan X-ray dengan variasi intensitas sebagai berikut
1.
Tegangan
tabung (kV) dan jarak (FFD) konstan
2. Variasi
nilai arus tabung ( waktu (s) tetap, variasi arus tabung /
mA).
3. Biasanya
dibentuk oleh variasi tinggi tabung (tube) dalam kaitan antara film dengan hukum
kuadarat jarak terbalik ( inverse square law)
4. Membutuhkan
ketelitian/akurasi pada pengontrol sinar-X (X-ray set), perhitungan dan
pengukuran.
2. Dengan menggunakan
step wedge
1.
Disiapkan
stepwedge/penetrometer
2.
Dieksposi
dengan cara menempatkan stepwedge dan tercover keseluruhan bagian
dari stepwedge
3.
Faktor
eksposi yang meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung dan waktu (mAs)
disesuaikan dengan kombinasi film-screen yang digunakan.
4.
Hasil
pengukuran densitas dengan menggunakan densitometer dicatat dan plotting kurva
5.
Keuntungan
:
i.
Penetrometer
dapat membuat sejumlah step, sehingga kurva karakteristik yang didapat bisa
lebih akurat
ii.
Penetrometer
dapat digunakan kembali
iii.
Ini dapat
digunakan pada kombinasi screen-film yang berbeda
iv.
Waktunya
diketahui
v.
Memungkinkan
memproses film dengan densitas rendah masuk pertama kali pada processor.
6.
Kerugian
:
Kurva karakteristik film yang dihasilkan hanya untuk tegangan tabung (kV)
tertentu.

Gambar 4.3. Stepwedge
n Dengan menggunakan
sensitometer
1.
Keuntungan
:
i.
Cepat dan
mudah digunakan
ii.
Dapat
digunakan pada kombinasi film-screen yang berbeda
iii.
Pemrosesan
film pada interval waktu yang sudah diketahui
iv.
Memungkinkan
pemrosesan film dengan densitas yang rendah masuk pada processor pertama kali
2.
Kerugian
Harga alat mahal

Gambar 4.4. Sensitometer

Gambar
4.5. Densitometer
Penggolongan bagian-bagian kurva karakteristik
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
|

Keterangan
:
b. Point A, basic fog
c. Point B Toe
d. Point C ( B – D) –
straight line
e. Point D – shoulder
f.
Point
E – densitas maximum
g. From E onwards –
region of reversal / solarisation
Bagian-bagian
kurva karakteristik meliputi :
n
Point A (Daerah sebelah kiri Toe)
Densitas base, fog, threshold
a.
BASIC FOG = Densitas base + Fog
Basic fog adalah densitas yang terekam pada
base (dasar film), misalnya pada dasar yang memberi warna biru, ditambah dengan
densitas chemical fog yang terekam pada saat penyimpanan film, processing film
dan lain-lain.
Contoh : Basic fog
<= 0.11 ( densitas base) + 0.11 (fog) pada daerah mediastinum thorax.
§
DENSITAS NETO = Gross density – basic fog
a. TRESHOLD adalah
daerah dimana emulsi film mulai merespon eksposi dan densitasnya mulai
meningkat di atas basic fog
b. Ada tiga kategori penyebab
terjadinya fog yaitu :
v.
Kesalahan
yang terjadi pada saat penyimpanan film (Storage Faults) meliputi hal-hal
sebagai berikut :
1. Terlalu lama waktu penyimpanannya
2. Temperatur terlalu tinggi
3. Kelembaban terlalu tinggi
4. Penyimpanan film secara horisontal
5. Radiasi alam (background) terlalu tinggi
6. Radiasi hambur
vi.
Kesalahan
yang terjadi di kamar gelap (Darkroom Faults) meliputi :
a. Lampu pengaman yang tidak benar
b. Waktu penanganan film di kamar
gelap terlalu lama
c. Terlalu banyak lampu pengaman
d. Lampu pengaman terlalu dekat
e. Lampu pengaman terlalu terang
f. Lampu pengaman yang
sudah retak/pecah
g. Kebocoran pada lampu pengaman
vii.
Kesalahan yang terjadi selama pemrosesan
film (Processing Faults) meliputi :
n Over-replenishment
n Temperatur developer yang terlalu tinggi
n Waktu pemrosesan film terlalu lama
n Kontaminasi
n Temperatur fixer terlalu dingin
n Waktu pemrosesan di fixer terlalu pendek
n Fixer under-replenishment
n Point B-D (Daerah antara Toe-Shoulder/ straight line
portion)
kontras, gradient, latitude film,
lat.eksposi, speed
a. Information from straight
line portion
n
Gamma
n
Contrast
n
Average
gradient (average gamma)
n Useful exposure range
n Useful density range
n
Film
latitude
n
speed
B. KONTRAS :
-
GAMMA (G)
G = tan A
-
GRADIENT RATA-RATA

- Densitas guna = net density 0.25 – 2.0.
- Gradient rata-rata / kontras ditentukan oleh :
emulsi film, jenis film( single/double), kondisi
prosesing, dan tabir penguat (Intensifying Screen).
Ilustrasi tentang gamma dapat dilihat pada gambar berikut ini :
|

Sedangkan gradien rata-rata
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.8.
Gradien rata-rata
LATITUDE
Adalah kemampuan sebuah film utk mencatat suatu jangka eksposi dengan rentang tertentu.
- Latitude Film
Adalah kemampuan sebuah film utk mencatat suatu jangka eksposi dengan rentang tertentu.
- Latitude Film
Menggambarkan selisih antara batas atas dan bawah
log eksposi relative atau log Ey – log Ex kontras naik, lat. Film
turun
- Latitude exposi
Toleransi film terhadap kesalahan pemilihan faktor eksposi seperti tegangan (kVp), arus tabung (mA), dan waktu (s), serta jarak (FFD) pada saat eksposi dilakukan.
Lat. Eksposi dipengaruhi oleh latitude film dan kontrast subject
Toleransi film terhadap kesalahan pemilihan faktor eksposi seperti tegangan (kVp), arus tabung (mA), dan waktu (s), serta jarak (FFD) pada saat eksposi dilakukan.
Lat. Eksposi dipengaruhi oleh latitude film dan kontrast subject
SPEED
Speed sebuah film adalah sejumlah X- ray eksposi yg diperlukan utk menghasilkan nilai densitas tertentu. Film A memiliki kecepatan relative terhadap film B maksudnya adalah rasio eksposi yang diperlukan oleh film B thd film A utk memperoleh nilai densitas tertentu dengan jumlah eksposi yg sama.
Speed reference = 100
densitas ref = 1.0
Speed sebuah film adalah sejumlah X- ray eksposi yg diperlukan utk menghasilkan nilai densitas tertentu. Film A memiliki kecepatan relative terhadap film B maksudnya adalah rasio eksposi yang diperlukan oleh film B thd film A utk memperoleh nilai densitas tertentu dengan jumlah eksposi yg sama.
Speed reference = 100
densitas ref = 1.0
nSpeed point : titik pada
kurva karakteristik dimana nilai densitasnya adalah 1 + b+f
nSpeed exposure point: log eksposi yg menghasilkan
speed point
nBila film
A speed eksp point = 2,0
film B speed eksp point = 1,5
Beda speed kedua film =
antilog (2,0-1,5)
= 3,16
Jadi film A 316 % kali
lebih cepat dari film B.
n Point E ( Daerah sebelah kanan
Shoulder) maksimum density dan reversal
b. Program pengujian esensial terhadap kebocoran Kamar
Gelap dan lampu pengaman, automatic film processor, x-ray kaset dan IS
Screen/Film
Contact test
Latar
belakang
Sebagai
salah satu komponen pencatat bayangan kaset radiografi dituntut untuk dapat
mencatat bayangan sebaik mungkin seperti obyek aslinya. Artinya kaset radiografi dapat
tetap menjaga parameter-parameter radiografi seperti densitas, kontras
radiografi dan ketajaman. Kaset radiografi memegang peranan penting dalam
menjaga mutu ketajaman radiografi dalam kaitan dengan struktur kaset
radiografi.

Gambar 4.9. kontak
screen-film yang baik

Gambar 4.10. non kontak
film-screen
Beberapa faktor penyebab ketidak
kontakan antara film dan skreen antara lain:
§ Ada suatu benda dibawah
screen
§
Pecahnya bingkai
kaset
§
Pecah,
bengkok dan lepas engsel
§ Pecah, bengkok dan lepas
kunci kaset
§
Melengkungnya
screen karena kelembaban tinggi
§
Melengkungnya
sisi depan kaset
Kalau kita
melihat gambar diatas maka akan nampak bahwa antara lapisan busa tidak sama
ketebalannya, sehingga pada bagian tersebut akan “menarik” screen karena
lapisan screen menempel pada lapisan busa dan pada bagian tersebut menyebabkan
ketidak-kontakan dengan film. Akibat adanya gap tersebut maka akan ada 2 efek
yaitu peningkatan densitas dan adanya ketidak tajaman.
Munculnya
ketidak tajaman bayangan karena terdapatnya jarak antara butiran screen dan
film sehingga informasi yang dibawa oleh screen mengalami ketidak tajaman
akibat adanya penumbra.
Peningkatan
densitas terjadi karena penumbra-penumbra yang timbul saling berdekatan bahkan
saling overlapping diantara mereka.
Pada hasil
pengujian akan tampak bahwa bayangan lubang-lubang wire-mesh pada area
non-kontak akan menampakkan gambaran lubang-lubang yang tidak tajam, sedangkan
pada area lainnya lubang-lubang tersebut akan terlihat tajam. Pada suatu
instalasi radiologi yang tidak memiliki wire-mesh tidak berarti tidak dapat
melakukan pengujian kontak screen-film kontak. Kita dapat memakai alat lainnya
yang fungsinya mirip dengan wire-mesh, yaitu kita dapat menggunakan klip kertas
yang disebarkan ke seluruh permukaan kaset dan hasilnya dapat diamati apabila
bayangan klip tidak tajam berarti pada daerah itu dapat diduga terjadi
ketidak-kontakan antara film dan screen
c. Program pengujian terbatas terhadap parameter fisik
generator sinar-X berikut peralatan pendukung pelengkap
lainya:
Gambar 4.11. Quality Assurance Tool Set
Pengukuran
Radiasi
Banyak data dapat diperoleh selama proses pengujian
performance alat sinar-X. Pengukuran-pengukuran terhadap kinerja generator
pembangkit sinar-X pada dasarnya melibatkan pengukuran-pengukuran terhadap
radiasi yang keluar dari tabung sinar-X sehingga beberapa type detektor radiasi
dijadikan alat standart pengukuran dalam uji-uji yang dilakukan. Detektor yang sering
digunakan untuk uji performance adalah detektor gas (gas-filled chamber). Diagram
skematik berikut ini adalah gambar dari detektor gas .

Gambar 4.12.
Rangkaian Detektor Gas

Gambar 4.13.
Ion Chamber
Jenis ion
chamber adalah salah satu jenis detektor gas yang lazim digunakan pada
alat-alat ukur radiasi sinar-X. Ion Chamber hanya memerlukan tegangan ±
100-3000 volt untuk dapat bekerja dengan baik. Dibandingkan dengan jenis
detektor radiasi lainnya. (prosposional center 300-900 volt dan Geger Muiler
center 900-1200 volt). Karena pengukuran sumber sinar-X tidak membutuhkan
detektor-detekor yang sangat peka seperti jenis9jenis detekor yang sering
digunakan pada Kedokteran Nuklir. Pocket dosimeter adalah contoh jenis detekor
radiasi sinar-X yang cukup baik dan mudah dijumpai di pasaran dan dapt
dipergunakan untuk pengukuran radiasi sinar-X.

Gambar 4.14 a. Grafik
Hubungan Intensitas Signal dan Tegangan
Gambar di
atas menjelaskan bagaimana intensitas signal dari suatu detektor gas
meningkat bila tegangan yang terjadi pada chamber juga meningkat. Daerah A
adalah daerah recombinasi, daerah b adalah ionisasi, daerah C adalah daerah
proposional, daerah D adalah daerah Geger-Muiler dan daerah E adalah daerah
discharge.

Gambar 4.14 b. Grafik
Hubungan Intensitas Sinal dan Tegangan
Grafik ini
perlu dipahami oleh praktisi yang akan melakukan pengukuran radiasi, karena
setiap jenis detektor membutuhkan voltase yang berbeda untuk dapat bekerja
secara optimum.
i.
Generator
dan tabung sinar-X:
1. Akurasi dan presisi kV
Voltase tabung sinar-X
mempunyai efek yang signifikan terhadap kontras gambar, densitas optik dan juga
dosisi radiasi kepada pasien. Oleh karena itu pemilihan kV pada meja kontrol
seharusnya memproduksi out kVp dengan tingkat energi radiasi sinar-X yang
proposional. Kejadian tidak proposionalnya energi sinar-X yang keluar dengan
setting kVp pada kontol merupakan indikasi ketidakakuratan nilai kVp.
Variasi perbedaan
setting kvP dengan kualitas`berkas`sinar-X masih diperkenankan s.d ± 4 kVp dari
nilai sesungguhnya.
Pengujian terhadap
akurasi kVp dapat dilakukan dengan alat ” wisconsin test cassete ” atau ’
Digital kVp meter`seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 4.15. Wisconsin cassete

Gambar 4.16.
Full function
2. Akurasi dan presisi timer
Waktu eksposi secara
langsung mempengaruhi kuantitas keseluruhan dari radiasi sinar-X yang keluar
dari tabung sinar-X. Dengan demikian, keakuratan waktu eksposi adalah bersifat
kritikal bilamana dikehendaki eksposi terhadap radiograf memadai dengan dosis
radiasi yang beralasan terhadap pasien.
Variabilitas yang di
perbolehkan untuk akurasi waktu eksposi adalah ± 5 % untuk penggunaan waktu
eksposi lebih b esar dari 10 mA, dan ± 20 % untuk eksposi lebih kecil
dari 10 mS.
Cara termudah untuk
mengukur akurasi nilai waktu eksposi adalah dengan menggunakan dengan
menggunakan”digital timer meter atau multi funtion meter”. Namun demikian bila
fasilitas radiologi tidak memiliki peralatan non invansif semacam ini, sebuah
alat sederhana yang dikenal dengan ” Spinning Top Device” guna menggukur
akurasi waktu eksposi pada suatu sistem generator pembangkit sinar-X.
Interpretasi gambar dari
hasil pengukuran dapat dilihat sebagaimana contoh gambar berikut ini

Gambar 4.17 a. Exposure time (digital) – QC Equipment
Gambar 4.17 b. Spinning top devices (manual) – QC
Equipment
Bila generator sinar-X adalah half wave rectifier (
penghantar setengah gelombang) maka untuk menghitung atau mengkonversi waktu
eksposi yang sesungguhnya adalah dengan cara:
Banyaknya titik hitam
= waktu eksposi (secons) x 60 )
Selanjutnya bila
generator yag dimiliki full have rektifier (penghantar gelombang penuh) Maka,
Banyaknya titik hitam
= waktu eksposi (secons) x 120
Pengujian dengan spining
top sebaiknya menggunakan pengaturan waktu pada 1/10, 1/20, 1/30 & 1/40
untuk peralatan dengan phasa tunggal. Untuk peralatan dengan fassa tiga atau
hight frequency generator. Produksi sinar-X sudah konstan, sehinnga gambaran
spining top akan berupa busur melingkar dan bahan gambaran titik. Karena alasan
ini maka alat manual spining top tidak bisa digunakan, dan harus menggunakan alat
ukur yang dilengkapi dengan penggerak motor elektrik (syncronous spining top
devices)
3. Akurasi dan konstansi mA
mA
Exposure time linierity dan reciprocity
mA selektor pada
generator sinar-X adalah digunakan untuk mengatur temperatur filamen tabung
sinar-X, sepanjang waktu eksposi radiasi terjadi. Lebih penting lagi mA
selektor menentukan kuantitas dari radiasi sinar-X yang terjadi dalam suatu
berkas sinar. Dengan demikian maka akurasi nilai mA yang dipilih adalah sama
pentingnya dengan akurasi timer eksposi (waktu eksposi). Satu metode untk
pengujian akurasi mA yang dapat dilakukan adalah dengan membuat satu eksposi
radiasi sambil mencermati mas meter pada panel kontrol. Metode terbaik selain
ini adalah dengan menguji resiprok dan kelinieran dari mA.
Reciproc
berarti : Eksposi dilakukan pada nilai mAs yang sama diperoleh dengan kombinsi
mA dan S yang berbeda.
Output Radiasi
seharusnya adalah sama sepanjang kVp yang digunakan dijaga pada posisi konstan.
Untuk
menghitung nilai resiprok dari suatu eksposi radiasi maka dapat digunakan rumus
sbb:
Reciprocity varience = (
mR/mAs max-mR/mAs min) : 2
mR/mAs
rata-rata
Variasi resiproksiti
masih diperkenankan pada prosentase ± 10 %
Dikatakan bahwa resiprok
generator adalah baik bila perhitungan variancenya adalah lebih kecil dari 10
%. Alat
untuk mengukur eksposi dan mengitung resiprok dapat mengunakan dosimeter saku
atau menggunakan Al.
Linierity
Linierity berarty bahw
peningkatan yang teratur dalam nilai mas seharusnya memproduksi peningkatan
yang teratur dalam nili eksposur yang di ukur. Dengan kata lain, jika kita
mengatur 70 kv an 10 mas untk memproduksi eksposi sebesar 50 mR pada dosimeter,
maka selanjutnya bila kita mengatur 70 kV, 20 mAs untuk alat yang sama
seharusnya memproduksi nilai eksposi sebesar 100 mR, tentunya bila mA station
dan timer sudah terkalibrasi. Variasi linierity masih diperkenankan antar ± 20
%.
Pengukuran linierity
dapat ilakukan seoerti apa yang di kerjakan pada pegukuran recprocity
atau dengan cara yang sama dngan ruus sbb:
Linierity varience = ( mR/mAs max-mR/mAs min)
: 2
mR/mAs rata-rata
Apabila hasil
pengulangan/ penghitungan linierity pada kisaran lebih kecil dari 10 % maka
dapat dikatakan bahwa linierity sementara adalah baik. Promlem yang sering di
jumpai di lapangan bahwa buruknya linierity suatu system karena buruknya timer,
rektifier yang buruk.
ii.
Tabung
sinar-X:
1. Evaluasi fokal spot efektif
2. Kolimator & beam alignment
Telah kita ketahui semua
bahwa sinar-X dihasilkan karena adanya tumbukan dari elektron-elektron
yang dihasilkan olah katoda yang mengarah pada anoda sehingga hasilnya adalah
energi foton sinar-X yang jumlahnya hanya sekitar 1% dan sisanya berupa energi
panas yang jumlahnya kurang lebih sampai dengan 99%. Sesuai dengan sifat fisika
yang dimiliki maka foton sinar-X yang dipancarkan arahnya adalah menuju kesegala
arah (spherical) atau berbentuk bola.
Selain itu foton sinar-X
juga tidak dapat diidentifikasi dengan indera yang dimiliki manusia, karena
spektrum panjang gelombangnya diluar rentang spektrum sinar yang mampu terlihat
oleh mata telanjang manusia, sehingga sangat tidak mungkin untuk mengetahui ada
tidaknya sinar-X disekeliling kita.
Keperluan pemeriksaan
Pemeriksaan radiologi
khususnya radiodiagnostik hanya memerlukan sejumlah sinar-X untuk dapat
menghasilkan gambaran radiografi. Karena luas permukaan tubuh yang menjadi
obyek pemeriksaan relatif tidak begitu luas, maka keluaran sinar-X perlu
dibatasi. Karena sifat sinar-X yang tidak dapat diindera itulah kita
membutuhkan suatu alat bantu yang dapat menampilkan seolah-olah seperti luas
sinar-X yang kita gunakan. Dalam hal ini proteksi radiasi memegang peranan
penting dalam pembatasan luas lapangan radiasi, karena kita harus melindungi
organ-organ yang tidak diperiksa dari paparan radiasi. Untuk membatasi luas
lapangan radiasi yang akan digunakan maka pada tabung sinar-X (tube housing) diletakkan suatu alat yang
disebut dengan kotak kolimator.
Fungsi kolimator
Dengan kolimator
diharapkan kita dapat menggunakan sinar-X secara efisien, artinya kita dapat
mengetahui dengan seksama berapa luas sebenarnya sinar-X yang akan dimanfaatkan
untuk menghasilkan gambaran. Bagaimana kolimator dapat membantu kita seperti
demikian? Karena sinar-X itu tidak terlihat maka kita menggunakan cahaya tampak
yang diproyeksikan seperti arah dan luas sinar-X agar mata kita dapat melihat
dengan nyaman seberapa luas sinar-X yang keluar dari tabung dan akan
dimanfaatkan untuk pemeriksaan. Bila cahaya tampak yang terproyeksi keluar
ukurannya 24 cm x 30 cm maka kita merasa yakin bahwa sinar-X yang keluar juga
berukuran seperti itu.
Konstruksi kolimator dan komponennya
1. Pengatur bukaan dan skalanya
2. Tombol lampu kolimator
3. Daun kolimator (arah kanan-kiri
dan depan-belakang)
4. Cermin kolimator yang bersudut
45o
5. Rumah kolimator
Macam-macam kerusakan kolimator
a. Gerakan daun kolimator yang tidak simetris
b. Macetnya gerakan kolimator disatu sisi
c. Berubahnya sudut cermin kolimator
d. Tidak lenturnya kawat pengatur gerakan daun
kolimator
Pengaruh kolimator pada pembuatan radiograf
Sesuai kebutuhan klinis
maka kita mengharapkan bahwa setiap radiograf yang dihasilkan hanya akan
memuat gambaran anatomi dari organ yang diperiksa saja tidak perlu menampakkan
organ lainnya. Misalnya jika kita ingin membuat radiograf thorax maka
hanya organ thorax saja yang tercakup dalam radiograf, tidakperlu menampakkan
abdomen dan daerah cervikal karena hanya akan memberi beban dosis radiasi saja.
Tetapi disisi lain
dengan adanya kolimator, kita tidak ingin luas lapangan lampu kolimator berbeda
dengan luas lapangan sinar-X yang sesungguhnya, sehingga organ yang inginkita
tampakkan menjadi “terpotong oleh kolimator itu sendiri, sehingga tujuan klinis
menjadi tidak tercapai.
Beam alignment test
Apabila kita membaca
pada materi tentang kolimator maka salah satu sifat sinar-X adalah merambat
kesegala arah membentuk bola (spherical).
Dari bentuk menyerupai bola tersebut maka pada dasarnya sebaran foton sinar-X
tersebut memiliki banyak sekali sampai tak terhingga arah foton.
Terminologi beam alignment
Untuk melihat proyeksi suatu benda maka kita perlu memilih arah sebaran foton
yang searah dengan benda tersebut, sehingga profile dari benda tersebut dapat
menjadi jelas. Sebagai contoh apabila kita ingin menyorot sebuah pohon dengan
lampu senter maka sesungguhnya kita sudah memilih arah sebaran foton (serta
mengarahkan sebaran foton yang tidak searah dengan benda tersebut) sesuai arah
pohon tersebut. Secara geometris maka pertengahan sinar senter tepat mengarah
pada pohon tersebut.
Peranan
beam alignment dalam pembuatan radiograf
Dalam aktifitas pembuatan radiograf sesungguhnya kita hanya memerlukan “satu”
arah foton saja sebagai suatu pedoman geometris dalam memproyeksikan
organ-organ anatomis yang akan diperiksa ke arah film, sedangkan sisanya yang
jumlahnya sangat banyak itu dapat kita abaikan. Satu arah foton tersebut
nantinya akan berkedudukan searah bersama dengan pusat obyek anatomi yang
diperiksa dan pertengahan film. Dengan kesejajaran seperti itu maka diharapkan
akan didapatkan gambaran anatomi sesuai dengan profile yang diinginkan dan
berada tepat dipertengahan kaset.Untuk selanjutnya kita menyebut beam alignment
dengan pusat sinar (central ray).
Jika kita
mengarahkan tabung dengan arah vertikal 90o terhadap meja pemeriksaan, maka seharusnya
pusat sinar-X (yang menyebar berbentuk bola) akan betul-betul menyudut 90o
terhadap meja. Pusat sinar memiliki peranan yang sangat penting pada pembuatan
radiograf terhadap organ anatomi yang kecil dan berupa suatu saluran (channel) karena dengan arah pusat sinar
yang sejajar dengan arah poros saluran dari organ tersebut akan menampakkan
saluran tersebut. Contoh organ yang memerlukan pusat sinar yang akurat antara
lain foramen opticum, selle tursica, os nasal, dll.
Pengaruh
beam non-alignment dalam pembuatan radiograf
Apabila kita ingin membuat
radiograf dari foramen opticum, apabila beam alignment tidak sesuai, dalam arti
poros dari foramen telah tegak lurus terhadap meja tetapi pusat sinar tidak
tegak lurus, maka dalam radiograf tidak akan mampu menampakkan kedalaman
fontactramen dengan baik. Keadaan tersebut dalam radiografi disebut dengan
perubahan bentuk gambaran (distorsi) khususnya yang disebabkan arah sinar yang
salah.
3. Evaluasi kecukupan HVL
Filtrasi sinar-X yang
baik adalah bila kondisi low energi level dapat tereduksi dan tidak mencapai
pasien atau pada film.Dosis radiasi pasien akan meningkat s.d 90 % bila
fluktuasi sinar-X dalam kondisi yang tidak memadai. Penyerapan berlebihan
terhadap fiamen tabung sebagai salah satu penyebab utama perubahan inherent
filter, yang pada gilirannya mengurangi kecukupan filter radiasi pada suatu
tabung sinar-X. Metode terbaik untuk mengukur kecukupan filter adalah dengan
uji HVL (Half-Value-Layer). Sebuah dosimeter saku dapat digunakan untuk menguji
kecukupan filter. Data yang diperoleh selanjutnya dapat di plot dengan semilog
grafik (fungsi mR terhadap ketebalan filter). Bila HVL ≤ 2,3 m pada 80 kVp maka
perlu dikalibrasi.
iii.
Peralatan
pendukung:
1. Grid
alignment
b. Grid alignment test
Fungsi grid
adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai film ketika proses pemotretan
radiografi terjadi. Kualitas gambar akan meningkat bila scatters (radiasi hambur) dapat dikendalikan atau direduksi. Grid
terlihat seperti sebuah lembar metal lembut yang sederhana, tetapi sebenarnya
sebuah alat yang dibuat dengan presisi tinggi tetapi alat ini juga mudah rusak.
Grid
sinar-x yang beredar di pasaran memiliki banyak variasinya, pemakaian
dari grid yang bervariasi ini tergantung dari tujuan dan fungsi grid itu
sendiri dalam ini adalah jenis-jenis grid bila dilihat menurut struktur dan
arah gerakannya.
Pembagian jenis grid menurut
struktur nya:
a. Grid Paralel
§
Strip Pb
paralel satu dengan lainnya dalam satu arah
§
Ada dua
jenis pada garis grid paralel, Fokus dan Non-Fokus
§
Moving dan
Stationary keduanya bisa dengan kontruksi paralel
b. Cross-hatch
§
Dua set strip Pb saling super posisi 90° satu dengan
lainnya
§
Umumnya
untuk stationary grid dan hanya digunakan untuk teknik kV tinggi dan tanpa
penyudutan tabung
§
Desain ini
hanya digunakan dalam grid stationary
c. Non-Fakus Grid
§
Merupakan
grid paralel
§
Strip satu
dengan yang lainya sama
d. Fokus Grid
§
Merupakan
grid paralel
§
Berbeda
dengan grid Non-Fokus, dimana strip Pb membentuk kemiringan tertentu terhadap
garis tengah grid
e. Struktur Grid
§
Strip Pb
tipis diantara strip bahan radiolucent
§
Ditutup
atas dan bawahnya dengan lembar aluminium
Pembagian Jenis grid menurut
arah geraknya:
a. Stationary (Diam)
§
Grid dapat
ditempatkan langsung diatas permukaan kaset
§
Grid dan
kaset harus berukuran sama
§
Grid rasio
biasanya 6 : 1 atau 8 : 1
§
Kaset
tersedia built in atau tambahan grid
b. Moving (Bergerak) atau Bucky
§
Grid yang
digunakan dengan sistem potter bucky, yang bergerak dari satu sisi ke sisi lain
selama ekspos berlangsung, dengan tujuan menghilangkan garis Pb.
§
Grid rasio
biasanya 10 : 1 atau 12 : 1
§
Grid rasio
harus 16 : 1 jika menggunakan teknik kV tinggi
Setiap jenis grid/bucky biasanya memiliki spesifikasi yang tidak selalu sama, data teknis tentang spesifikasi grid yang perlu diketahui antara lain adalah:
§
Detail dari
struktur grid tertulis pada permukaan grid dengan label atai langsung tercetak
pada grid antara lain :
§
Grid Rasio
: Perbandingan antara tinggi strip Pb dengan jarak antara strip Pb
§
Grid Line :
Jumlah strip Pb dalam grid per centimeter/inchi
§
Focal Range : Grid sudah ditentukan
FFD tergantung spesifikasi grid tersebut
§
Tube Side :
Sisi tabung ditunjukkan dengan label TUBE SIDE atau dengan sibul tabung sinar-X
Dalam
struktur Grid/Bucky tersusun dari sejumlah besar strip Pb yang
halus diselingi dengan bahan penyela di sela-sela strip dari terbuat dari bahan
yang bersifat radiolucent (plastik atau kayu). Semua lead strip yang trsusun
dalam grid/Bucky harus terspasi secara seragam atau bila tidak maka akan
menyebabkan terjadinya efek Motle dalam
gambar yang bisa menyerupai gambaran patologi. Struktur Pb dan bahan penyela
dari Grid/Bucky yang tidak terspasi secara seragam dapat terjadi karena cacat
produk pabrik atau kerusakan akibat terjatuh atau bahkan motor sistem penggerak
grid yang mengalami kerusakan elektris sehingga momen kosistensi gerakan bahkan
grid itu sendiri menjadi statik.
Jika strip
Pb mengalami distorsi, maka fungsi grid akan kurang efisien dan akan menjadikan
distribusi densitas optis pada film pada film tidak teratur atau tidak
homogen. Selanjutnya, jika grid digunakan dengan cara yang salah, atau fungsi
motor penggerak grid (Bucky) mengalami ganggugan maka reduksi densitas optis
akibat efek ”cut-off”. Misalnya :
Grid fokus digunakan dengan FFD lebih rendah dari yang direkomendasikan vendor
pembuat alat grid, maka akan terjadi penurunan densitas pada kanan kiri garis
tengah grid tergantung seberapa besar mis-alignment nya terhadap pusat sinar
terjadi.
Untuk
mengevaluasi kondisi fisik grid/bucky pada pesawat sinar-X, perlu dilakukan uji
performance yaitu Grid alignment test. Tujuan dari uji
ini adalah untuk mengetahui seberapa besar ketidak sesuaian garis tengah
grid/bucky terhadap arah datangnya pusat sinar-x (CR). Grid yang mengalami
kerusakan fisik atau Bucky malfungsi dapat dievaluasi melalui uji ini. Gambar
berikut adalah salah satu bentuk dari hasil uji grid atau bucky.

Gambar 4.18. Hasil uji
Grid
Pasangan Densitas optik A dan B
bernilai sama atau mendekati. Sementara bagian tengan adalah memiliki nilai
densitas optik yang tertinggi. Bila hasil pengujian memperlihatkan kesimetrisan
densitas, menunjukan bahwa bucky atau grid sistem tidak mengalami misalignment
terhadap pusat sinar datang (CR).
2. Pemonitoran kinerja automatic film processor
Processor Quality Control :
Salah satu bagian terpenting
dalam program kualitas manajemen bidang diagnostik imejing adalah pengolahan
film. Karena ruang lingkup variabel yang sangat kompleks yang berpengaruh pada
sistem pengolahan film.
Tabel 4.2. Faktor-faktor
penyebab masalah pada processor
Problem processor
|
Trend dalam grafik
|
Penampakan pada gambar
|
Aksi korektiv
|
Darkroom yang tidak aman
|
B+F naik tajam dengan suatu penurunan yang tibe-tiba pada
nilai indikator kontras tetapi tidak ada perubahan suhu developer
|
Fog level meningkat
|
Chek filter sfelight, chek kebocoran cahaya dalam kamar
gelap, chek kesesuaian jenis safelight dan jenis film, chek kondisi-kondisi
penyimpanan film
|
Suhu developer terlalu tinggi
|
Speed dan kontras indikator
meningkat tajam, dengan sedikit kenaikan pada B+F
|
Densitas optik yang berlebihan
|
Chek suhu air yang masuk ke
dalam processor, atau setting thermostat dari developer
|
Suhu developer terlalu rendah
|
Sedikit penurunan dalam B+F di
ikuti dengan penurunan yang tajam pada speed dan kontras indikator
|
Densitas optik yang sangat
rendah
|
Chek suhu air yang masuk ke
dalam processor, atau setting thermostat dari developer
|
Konsentrasi developer atau pH
nya yang sangat tinggi
|
Sama denga kejadian bila suhu
developer terlalu tinggi
|
Densitas optik yang berlebihan
|
Chek replenishment rates dan
atau chek pencampuran dari larutan-larutan kimia segar
|
Konsentrasi developer atau pH
nya yang sangat rendah
|
Sama denga kejadian bila suhu
developer terlalu rendah
|
Densitas optik yang sangat
rendah
|
Chek replenishment rates dan
atau chek pencampuran dari larutan-larutan kimia segar
|
Kekurangan replenishment
|
Penurunan secara gradual
dari kontras dan speed indikator, sementara B+F dan suhu developer normal
|
Peningkatan fog level dan
penurunan secara umum dari nilai densitas optik
|
Chek replenishment rates
|
Kelebihan replenishment
|
Terjadi peningkatan nilai B+F
dan speed indikator dengan kontras indikator mengalami penurunan
|
Peningkatan fog level dan
penurunan kontras gambar
|
Chek replenishment rates
|
Developer teroksidasi
|
Sedikit kenaikan pada nilai B+F
dan ada penurunan pada nilai speed dan kontras indikator
|
Kehilangan kontras gambar
|
Cuci tangki developer dan buat
larutan barunhya. Tambahkan larutan starter dalam perbandingan yang tepat
|
Pengecekan harian pada operasi
automatic processing sangat diperlukan untuk menjaga agar variabel-variabel
yang ada tidak menurunkan kualitas gambar yang dihasilkan. Ada empat komponen pada program quality control
processor ini yaitu : aktivitas kimiawi (chemical activity), cleaning and
maintenance procedures, dan monitoring.
i.
Chemical activity
Pada chemical activity lebih cenderung pada
pemrosesan secara kimiawi yang berlangsung. Ada beberapa variabel yang berpengaruh pada
aktivitas kimiawi antara lain : temperatur larutan, waktu pemrosesan film,
replenishment rate, pH larutan, konsentrasi larutan dan pencampuran larutan.
ii.
Cleaning and maintenace procedures
Processor yang kotor tidak akan dapat berfungsi yang
dipengaruhi oleh beberapa parameter dan yang sering terjadi adalah macetnya
processor. Sehingga diperlukan pembersihan processor secara rutin baik harian
(Daily start up), bulanan (Pembersihan tanki), triwulan (pembersihan tangki
replenishment), dan tahunan (Pembersihan Replenisher dan sistem pompa
sirkulasi)
Kurangnya perhatian
terhadap pemeliharaan processor (misalnya terlalu kotor) maka tidak dapat
berfungsi sesuai standard dan menurunkan kualitas gambar. Pemeliharaan
processor (maintenance processor) diperlukan untuk membuat kinerja
processor agar dapat beroperasi dengan baik. Prosedur pemeliharaan
processor ini perlu didokumentasikan. Ada 3 type pemeliharaan processor yaitu :
terjadual, pengecekan (preventative), dan tak terjadual (jika diperlukan).
Terjadual (Scheduled Maintenance) meliputi prosedur
yang diperlukan untuk harian, mingguan, dan bulanan. Prosedur ini meliputi
pelumasan bagian-bagian yang bergerak (moving parts),
iii.
Daily Processor monitoring
Monitoring harian bagi otomatik processor sangat
perlu dilakukan dengan maksud menjaga konsistensi pengolahan film dari waktu
kewaktu. Dengan pengecekan dan evaluasi rutin ini maka larutan larutan
yang ada dalam prosesor dapat dijamin terjaga aktivitasnya tanpa harus
mengalami fluktuasi yang berlebihan sehingga berpengaruh langsung terhadap mutu
gambar yang diolah.
Untuk melakukan monitoring, maka perlu dilakukan
program sensitometri dengan tujuan agar supaya dapat ditetapkan baseline data sebagai informasi awal
yang digunakan sebagai pembanding bagi data sensitometrik selanjutnya. Empat
parameter penting yang sebaiknya dikuti perkembangannya dari hari ke hari yakni
: Medium density, Density Difference, Base+Fog density dan suhu pembangkitan.
Variasi-variasi data yang diplot pada monitoring chart untuk masing-masing
parameter bisa terjadi secara ekstrim bila terdapat masalah sekaitan dengan
larutan-larutan yang dipakai ataupun sistem-sistem yang ada pada prosesor.
Interpretasi terhadap grafik yang diperoleh merupakan diagnosa bagi kondisi
prosesor dan untuk selanjutnya dapat dilakukan tindakan atau aksi koreksi untuk
mengembalikan kinerja prosesor pada level yang direkomendasikan oleh pabrik
pembuat alat tersebut
B. Pengertian
1. Standar adalah suatu harapan
mutu faktor input-proses-output yang diinginkan yang tertulis atau yang
disepakati sebagai bagian dari sistem pengawasan mutu (quality monitoring)
|

2. Pentingnya STANDARISASI
a. Kemudahan replikasi unit pelayanan/program
b. Dalam organisasi
c. Keluar organisasi: lokal-regional-global
d. Konsistensi estetis/brand image
e. Sektor swasta: profit meningkat
f. Sektor pemerintah: good
governance
g. Meningkatkan daya responsif thd perubahan
h. Pengendalian biaya/ mengurangi inefisiensi
3.Kemudahan Replikasi
Semakin luas kepentingan
replikasi,
a. semakin tinggi otorisasi melakukan standarisasi
(STRUCTURE)
b. semakin sederhana/umum standar dibuat (SIMPLICITY)
c. semakin efisien bagi organisasi dan klien (SAVINGS)
d. semakin rasional krn generalisasi (SANITY)
Standar Manajemen Kualitas Internasional
The Quality Management Standards (ISO 9000 Series)
NO
|
STANDARD
|
OBJECTIVE
|
1
|
ISO 9000
|
Quality Management and Quality Assurance Standards
– Guidelines for Selection and Use
|
2
|
ISO 9004.1
ISO 9004.2
|
Additional guidelines – Quality system elements
Quality system elements for service
|
3
|
ISO 9001
|
Quality System -
Model for Quality Assurance in Design/Development,
Production, Installation and Servicing
|
4
|
ISO 9002
|
Quality System -
Model for Quality Assurance in Production and
Installation
|
5
|
ISO 9003
|
Quality System -
Model for Quality Assurance in Final Inspection and
Test
|

4. Dimensi Mutu :
1. Kriteria
QA :
a.
It should be simple
b.
It should be inexpensive
c.
It should be quick
d.
Perhaps more importance
e.
Adaptability
2.Performance QA
a.
According to previously accept clinical
protocols
b.
By adequately trained personnel
c.
With properly and functioning equiptmen
d.
To the satisfaction of pasiens and
referring physician
e.
In safe conditions
f.
At minimum cost
3.Pentingnya QA :
a.
Kepercayaan
Konsumen
i. Fungsi
ii. Biaya
iii. Waktu
iv. Jumlah
v. Lokasi
b.
Mengurangi
pengulangan kerja yang tidak perlu
10. Quality Control (QC) : Methodes and procedure
used in the testing and maintenance of the components of an x – ray system
(Ballinger, 1986)
Waktu : 120 ’
a. Pembukaan
: 5 ’
b. Penyampaian
: 95 ’
c. Review
: 15 ’
d. Penutup
: 5 ’
Metode :
1.
Ceramah
2.
Simulasi
3.
Diskusi
AVA
:
1.
Whiteboard
& Spidol
2.
Laptop
3.
LCD
Projector
4.
Gambar
dan Tabel
Penutup :
Latihan 1 :
a. Standar b.
Kualitas c. Quality
Assurance d. Quality Control
1.
Jelaskan pentingnya standar dalam pelayanan
radiologi
2.
Jelaskan pentingnya replikasi
3.
A
management system that gives control, predictability, and controlled
improvement of the production process, pernyataan tersebut pengertian quality
assurance menurut :
a.Chestnut
b. Ballinger c. WHO d.
Cosby
4.
Quality
Control (QC) are Methodes and procedure used in the testing and maintenance
of the components of an x – ray system, pengertian tersebut menurut :
a.Chestnut
b. Ballinger c. WHO d.
Cosby
|
Rangkuman
|
Umpan Balik danTindak Lanjut
|
Kunci Jawaban :
|
DAFTAR PUSTAKA
Borras, Carl. 1997. Organization, Development,
Quality Assurance and
Radiation Protection in Radiology Services : Imaging
Radioation Therapy.
Washington, WHO
Chestnut, Bill. 1997. Quality Assurance, An
Australian Guide to ISO 9000
Certification.
Meulbourne. Longman
Harvey, M,J. etc. 1988. Assuarnce of Quality in The Diagnostic X-ray
Departmen. London, British Institute of Radiology
Hidayat, Wisnu. 2000, Statistik
sebagai Alat Pengendali Gugus Kendali Mutu.
Jakarta
Reynolds, Tim. 1992. Guidelines For The Introduction
Of A Quality Assurance Programme in A Diagnostic Imaging Department. London. NHS
Wiyono, Djoko. 1999. Manajemen
Mutu LayananKesehatan. Surabaya. Airlangga University Press.
- Kedudukan QA /QC dalam manajemen radiologi
Waktu : 60 ‘
Metode :
1.
Ceramah
2.
Simulasi
3.
Diskusi
AVA
:
1.
Whiteboard
& Spidol
2.
Laptop
3.
LCD
Projector
Latihan 2 :
- Sejarah perkembangan QA dan QC
Tabel Perkembangan Quality Control
NO
|
TAHUN
|
PERKEMBANGAN
|
1
|
1920
|
QC
|
2
|
1924
|
Control chart
|
3
|
1940
|
Statistic QC
(Juran)
|
4
|
1950
|
TQC :
W. E.
Dening (1950)
A. V.
Feigenbaum (1951)
JM. Juran (1954)
|
5
|
1955
|
MBO (Drucker)
|
6
|
1960
|
QCC (GKM)
|
7
|
1978
|
PDCA
|
8
|
1983
|
TQC à sistem manajemen
|
9
|
1992
|
Dep Kes
|
10
|
1994
|
Radiologi (national workshop)
|
Waktu :
Metode:
AVA :
AVA :
Latihan 3
Rangkuman 1 (Terminologi, konsep
dasar jaminan mutu radiologi).
PENUTUP
- Tes Formatif
- Umpan Balik dan Tindak Lanjut
- Kunci Jawaban dan Justifikasi Pembenarannya
GLOSSARY
Ballinger, P.W., (1986), Merril’s Atlas of Radiographic Positions and
Radiologic Procedures”, Vol. III, 6th edition, Mosby Co., St. Louis. Hal 131
Curry III, T., et. al., (1990), Christensen’s Physic of Radiology, 4th edition, Philadelphia, Lea &
Febiger. Hal 17–19
William. L. Jr, (1967), Medical
Radiographic Technique, 3rd edition, Illinois, Thomas Book Co. Hal 67-70.
Chesney, D.N & N.O., (1981), Radiographic Imaging, 4th edition, St. Louis,
Blackwell Mosby Book. Hal 123-126.
No comments:
Post a Comment