FILM RADIOGRAFI
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Film
Radiografi
2.1.1.1 Konstruksi Film
Menurut R. Carlton dan Mckenna
Aldeer, tebal keseluruhan lapisan film radiogarfi sekitar 175-300 µm. Film
radografi mempunyai beberapa lapisan antara lain:
Gambar 1. Konstruksi film double emulsion
(Principle of Radiographic
Imaging and Art Science, 1992)
2.1.1.1.1 Lapisan Dasar (Base Film)
Menururt Carlton dan Mckenna Alder,
lapisan ini mempunyai ketebalan
150-250 µm yang merupakan tempat landasan bagi emulsi, terbuat dari
selullosa triasetate atau polyester basse (polyeteline teraphthalate).
Sebelumnya lapisan dasar film ini terbuat dari sellulosa nitrat, namun bahan
ini mudah terbakar sehingga tidak digunakan lagi.
Adapun syarat-syarat lapisan dasar antara lain adalah tidak
mudah menimbulkan efek pada emulsi, kuat dan tidak mudah robek, transparan,
permukaan harus baik dan rata sehingga tidak menimbulkan distorsi, kedap air
dan tidak mudah menggulung bila diproses dengan menggunakan prossesing
otomatis.
2.1.1.1.2 Perekat (Substratum)
Disebut juga adhesive
layer yang terletak antara emulsi dan base. Lapisan ini berfungsi sebagai:
a) Perekat
agar emulsi melekat pada base dengan baik dan kuat
b) Mencegah
adanya celah dari emulsi dan base sehingga emulsi tidak lepas selama berlangsungnya prosesing
2.1.1.1.3 Pelindung (Supercoat)
Lapisan ini terdapat pada lapisan terluar dari film
radiografi. Supercoat mempunyai tebal
2-5 µm yang terdiri daari campuran sellulosa dan gelatin. Lapisan ini merupakan
pelindung dari emulsi, yang berfungsi sebagai:
a). Pelindung emulsi dari tekanan
atau abrasi selama penggunaan.
b). Agar
permukaan film menjadi halus sehingga mencegah debu menempel pada permukaan emulsi.
2.1.1.1.4 Emulsi
Merupakan lapisan terpenting dari film, karena disinilah
terjadinya proses pencatatan bayangan. Lapisan
ini memiliki ketebalan 5-10 µm. emulsi tersusun atas gelatin dan kristal perak
halogen. Emulsi ada pada kedua sisi dari base film.
Sebenarnya banyak bahan yang
diketahui sensitif terhadap cahaya., tetapi hanya sedikit yang karakteristiknya
sesuai dengan emulsi. Pada prinsipnya senyawa-senyawa itu adalah perak halida
yang merupakan suatu kristal yang dibentuk antara perak dengan suatu kelompok
elemen yang dikenal sebagai halogen. Hanya ada tiga halogen yang dikombinasikan
dengan perak dan digunakan sebagai emulsi yaitu: perak bromida (AgBr), perak
clorida (AgCl), perak iodida (AgI).
2.1.1.2 Proses Pembuatan Film
Pembuatan film meliputi 4
tahapan, yaitu: produksi kristal perak bromida (precipitation), pemanasan (repening),
pencampuran (mixing), pelapisan (Coating), (Carlton, 1992)
2.1.1.2.1 Produksi kristal perak
bromida (precipitation stage)
Diproduksi dalam kondisi ruang
gelap, dedngan mencampur silver nitrat dan potasium bromida pada gelatin.
Gelatin berfungsi untuk membatasi oksida dan mengurangi tekanan energi pada
permukaan kristal, atau sebagai media reaksi kimia, proses tersebut
didefinisikan sebagai berikut:
AgNo3 + KBr AgBr + KNO3
Silver + Potasium Silver + Potasium
Nitrat Bromide Bromide Nitrat (precipate)
Kristal silver halide berbentuk
segitiga pipih dan tak beraturan. Meskipun perbedaan tipe emulsi film
membutuhkan ukuran kristal berbeda, ini memiliki ukuran yang sangat kecil,
sekitar 1 µm pada tiap sisinya, satu kubik milimeter memuat lebih dari
500.000.000 kristal.
Konvensional kristal kira-kira
berisi 100.000.000.000 atom. Mereka diikat satu sama lain oleh ikatan ionik
yang kuat dengan silver positif (Ag), bromida, iodine atau chloride negatif
(Br, I, atau Cl), biasanya perak sulfida untuk membentuk bintik kepekaan (sensitivity specks)
2.1.1.2.2
Tahap Pemanasan (Repening)
Merupakan tahap pemanasan silver
halida. Pada tahap ini dilakukan penyaringan atau pengelompokan sesuai dengan
ukuran kristal yang membedakan sensitivitas, sehingga memerlukan waktu yang
lama. Semakin besar ukuran kristal dan perbedaan ketebalan emulsi terhadap
karakteristik film dapat dilihat pada tabel 1. pada waktu tertentu, emulsi
didinginkan, dicacah dan dicuci untuk mengurangi potasium.
Tabel 1. Hubungan Kristal Film
dan Emulsi Pada Film Faktor
Film Faktor Ukuran Kristal Lapisan
Emulsi
Kecil Besar Tipis Tebal
Resolusi Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Kecepatan Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Kontras Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Latitude Lebar Sempit Lebar Sempit
2.1.1.2.3 Pencampuran (Mixing)
Sejumlah zat aditive dicampurkan pada
emulsi, meliputi:
a) Pemberian warna untuk menambah sensitivitas
silver halida agar didapatkan
keserasian dengan panjang gelombang sinar-x
b) Hardener untuk mencegah gesekan fisik
c) Bactericides
dan fungicideds untuk mencegah tumbuhnya organisme.
d) Antifogging agents untuk menurunkan
sensitivitas terhadap faktor lingkungan, seperti panas.
2.1.1.2.4 Pelapisan (Coating stage)
Proses ini membutuhkan ketepatan
luar biasa dan peralatan pelapisan yang mahal. Pertama Adhesive layer digunakan sebagai base kemudian emulsi dan terakhir supercoat. Emulsi yang digunakan dengan
lebar 40 inci (102 cm) untuk film dalam bentuk rolls, dipotong dan dikemas
untuk dijual. Semua film diproduksi, dikemas, prosesing dilakukan di ruang
gelap.
2.1.1.3 Spektrum
kepekaan bahan-bahan film (Spektral
Sensitivity of Film Material)
Spektral Sensitivity of Film
Material maksudnya adalah spektrum yang
menggambarkan kepekaan bahan-bahan emulsi film terhadap dipersi cahaya.
Spektrrum kepekaan bahan-bahan film terhadap dispersi
cahaya berbeda dengan spektrum kepekaan mata terhadap cahaya.
2.1.1.3.1
Spektrum kepekaan dari mata
Jika cahaya sebuah kaca prisma maka akan
dihasilkan bermacam-macam warna. Mata manusia akan melihat spektrum warna dari
violet, biru, kuning, orange dan merah. Warna hijau-kuning yang berada di
tengah spektrum akan tampak lebih terang atau lebih kemilau dari warna-warna
yang lain. Hal ini karena mata msanusia palimng peka terhadap
kuning-hijau.
Gambar 2. Kurva sensitivitas mata terhadap panjang gelombang
(Chesney’s Radiographic Imaging, 1990)
2.1.1.3.2 Spektrum kepekaan dari
film
Emulsi perak halida yang belum
diolah sangat peka terhadap bagian biru-violet dari spektrum. Bahan-bahan film
yang sangat peka terhadap bagian dari spektrum, cahaya dalam daerah panjang
gelombang pendek, mata relatif tidak peka. Emulsi film peka terhadap cahaya
ultra violet dimana mata tidak bisa melihat dan bahkan peka terhadap panjang
gelombang yang lebih kecil sekalipun (contoh sinar-X) dalam spektrum
elektromagnetik.
2.1.1.4 Film radiografi Green
sensitive
Green sensitive adalah jenis film
yang peka terhadap cahaya warna hijau. Hal ini disebabkan oleh penambahan
pemeka warna yang diberikan pada lapisan emulsi sehingga film ini mempunyai
panjang gelombang sampai ke bagian hiaju dari spektrum warna. Film green
sensitive ini disebut juga orthocromatic emulsion. Warna hijau dari cahaya
tampak diserap oleh permukaan butiran perak halida dan didistribusikan menjadi
bayangan. Film radiografi jenis orthocromatic ini mempunyai butiran perak
halida yang berbentuk kotak (tabular grains).
Gambar 3. Irisan melintang film green sensitive.
Keterangan
gambar :
1. Lapisan pelindung supercoat
2. Butiran tabular
3. Sensitivity
Speck
4. Lapisan perekat
(subtratum)
5. Lapisan dasar
film (base)
2.1.1.5 Karakteristik Film
Karakteristik utama film
diklasifikasikan sebagai resolusi, kecepatan (speed) dan kontras.
2.1.1.5.1Resolusi
Resolusi adalah kemampuan untuk
mengakuratkan antara gambaran dengan obyek. Resolusi biasa disebut juga dengan
detail, ketajaman dan daya urai (resolving power).
2.1.1.5.2 Kecepatan (Speed)
Kecepatan (speed) adalah kecepatan atau besarnya kemampuan emulsi film dalam
merespon sejumlah cahaya. Nilai speed dipengaruhi oleh ukuran kristal perak
halida dan tebalnya. Makin besar kristal maka makin cepat kecepatan (speed)
film tersebut. Film dengan kecepatan (speed) rendah memerlukan faktor eksposi
yang besar, sedangkan film dengan kecepatan (speed) yang tinggi memerlukan
faktor eksposi yang kecil.
2.1.1.5.3
Kontras
Kontras film adalah banyaknya
warna kehitman (densitas) yang membedakan antara densitas minimum dan densitas
maksimum. Adapun range densitas yang biasa digunakan dalam bidang radiografi
adalah antara 0,25-2,00.
2.1.2 Larutan Prosesing
2.1.2.1 Developer
Karena dalam processing otomatis
waktu pembangkitan cukup cepat, maka untuk menghasilkan densitas dan kontras
yang optimal digunakan developer dengan keaktifan tinggi dan dengan suhu yang
tinggi juga. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan atau menambah pembengkakan
emulsi film dan emulsi tersebut dapat terkikis saat melewati roler. Oleh karena
itu untuk menjaga film dari kerusakan tersebut maka pada larutan ditambahkan
hardener untuk memperkeras gelatin selama processing. Hardener ini harus dapat
bekerja dalam larutan alkali dan bahan yang sering digunakan untuk hardener
adalah Formaldehyde (HCOH) atau glutaraldehyde. Suhu yang tinggi tidak
hanya menyebabkan kerusakan fisik dari emulsi tapi juga berpengaruh pada
kondisi kimiawi larutan, semaki tinggi suhu larutan maka oksidasi yang terjadi
juga semakin tinggi. Oleh karena itu larutan developer pada processing otomatis
mempunyai lebih banyak preservatif
pada larutan developer dibandingkan pada
larutan developer processing manual. Selain itu, suhu tinggi serta penambahan
hardener akan menyebabkan kemungkinan bertambah terjadinya fog pada developer.
Oleh karena itu pada developer ditambah antifog atau yang disebut dengan
restriner yang berfungsi untuk menahan terjadinya fog yang berlebihan. Umumnya
restrainer yang digunakan adalah kalium bromida. Untuk jelasnya, maka diuraikan
tentang larutan kimia yang terdapat dalam developer :
2.1.2.1.1 Developer agent
Bahan penbangkit adalah bahan
yang dapat merubah perak halida menjadi perak metalik. Bahan pembangkit ini
merupakan bahan pereduksi, karena menetralisir ion perak dalam perak bromida
dengan memberikan elektron kepadanya.
Sifat utama yang penting dimiliki
oleh bahan pembangkit ini adalah kemampuan untuk mereduksi kristal-kristal
perak halida yang terkena penyinaran menjadi perak metalik, tanpa mempengaruhi
kristal yang tidak terkena penyinaran.
2.1.2.1.1.1
Hardener
Hardener banyak digunakan untuk
developer yang dipakai pada allumuanium temperatur yang tinggi, seperti
developer untuk daerah tropis dan developer untuk pengolahan film dengan
automatic processing. Fungsi dari hardener ini adalah untuk mencegah terjadinya
pembengkakan yang berlebih dari emulsi film dan menyebabkan emulsi film lepas
dari alas film. Bahan yang digunakan untuk hardener adalah Chlorida dan
potassium alum.
2.1.2.1.1.2
Presevative
Developer agent mudah teroksidasi
dan cepat menyerap oksigen dari udara. Jika terjadi oksidasi akan melemahkan
cairan developer, oleh karena itu dibutuhkan preservatif. Penambahan
preservatif kedalam cairan developer tidak menghetikan reaksi oksidasi secara
total, tetapi hanya mengurangi efek yang lebih buruk. Jenis larutan yang
berfungsi untuk oksidasi adalah Natrium
sulfada (Na2SO3).
2.1.2.1.1.3
Restrainer
Jenis larutan yang dipakai adalah benzotriazole
yang mempengaruhi perak bromida (AgBr) yang tidak tereksposi, sehingga tidak
mudah terjadinya fog. Kalium bromida menghalangi aksi developer yang berlebihan
pada perak bromida yang tereksposi dan yang tidak tereksposi, agar tidak
terjadinya fog yang berlebihan. Pengaturan perbandinmgan dua larutan ini dapat
mengontrol pertumbuhan atau perkembangan fog dari aktifitas developer.
2.1.2.1.1.4
Buffer
Merupakan susunan kimia yang
mempunyai fungsi untuk menjaga pH larutan. Larutan ini dapat mencegah akibat
yang tidak diinginkan dari perubahan pH pada proses oksidasi. Bahan buffer ini
dilengkapi oleh Sodium Karbonat (NaCo3), berfungsi sebagai penambah
aktifitas dan sebagai pengawet. Pada processing otomatis biasanya memiliki Ph
antara 9,6-10,6.
2.1.2.1.1.5
Accelerator
Cairan developer membutuhkan
medium yang bersifat alkali untuk proses pembangkit. Adapun fungsi dari bahan
accelerator adalah untuk mengatifkan kerja dari bahan-bahan pembangkit. Menurut
Jhon Ball dan Tony price ( 1989 ), pH dari larutan harus diperhatikan,
jika pH terlalu rendah ( basa lemah )
cairan akan bereaksi lambat, tapi jika pH terlalu tinggi ( basa kuat ) cairan terlalu aktif dan sulit untuk dikontrol,
sehingga akan menghasilkan gambar seperti kabut pada foto rontgen.
Menurut Josep
Selman, alkalis atau basa yang
digunakan adalah Sodium karbonat (NaCO3) dan Sodium hidroxida. Sodium hidroxida (NaOH) adalah basa kuat yang digunakan
dalam developer akan berhubungan dengan bahan hidroquinone untuk mengahasilkan
aktifitas dan kontras yang tinggi.
2.1.2.1.1.6 Hidroquinon
Bahan ini memerlukan media basa kuat untuk kegiatannya. Pada proses
pembangkitan hydroquinone agak lambat. Hydroquinone {C6H4 (OH)4}
akan aktif bekerja untuk membangkitkan kristal AgBr yang terkena eksposi tinggi
dan kurang aktif pada kristal yang terkena eksposi rendah. Oleh karena itu
bahan ini cenderung menghasilkan kontras dan densitas yang tinggi. Menurut
G. T. Z Field (
1963 ), hydroquinone akan bekerja dengan baik pada suhu dibawah 20°C.
2.1.2.1.1.7 Methol
Sifatnya memerlukan alkali yang rendah tetapi dalam proses pembangkit metol
akan bekerja sangat cepat, setelah film dimasukkan ke dalam larutan, metol {C6H4OH
(NHCH3)} akan cepat bekerja. Menurut D. H. D Jhon dan G. T. Z Field
akan aktif bekerja diatas 18°C. Oleh karena itu metol akan menghasilkan
detail yang sangat baik tetapi densitas yang dihasilkan rendah. Dan pada
phenidone berfungsi sebagai merekam gambaran yang mempunyai densitas rendah.
Larutan ini dicampur dalam larutan hidroquinone.
2.1.2.1.1.8 Sequetering agent
Gunanya untuk melawan garam yang tidak dapat dilarutkan seperti pada
kalsium karbonat yang berasal dari air yang sering dipakai.
2.1.2.1.2 Cara kerja Developer
Pada dasarnya developer bekerja
untuk mereduksi logam perak. Butir-butir perak halida yang telah tereksposi
dari pada butir-butir perak yang belum tereksposi. Reduksi dilakukan dengan
developer menyalurkan elektron-elektron ke ion perak pada butiran, menetralisir
muatan positif dan mengubahnya ke logam perak.
Suatu kristal perak memiliki
titik sensitifitas yang memuat atom-atom perak. Ketika developer kontak dengan
perak tersebut,akan menyalurkan elektron untuk menetralisir ion perak positif.
Hal ini akan membuat ion perak lebih jauh terikat pada titik sensitifitas,
sehingga menetralisir logam perak sampai seluruh kristal menjadi logam perak.
Ion bromida negatif yang membentuk kisi-kisi kristal dengan ion perak
positif yang berpencar ke dalam cairan developer sebagai ion bromida bebas
karena tidak memiliki ion perak untuk menjaganya tetap ditempatFungsi atom-atom
perak pada titik-titik sensitifitas (sensitifitas
specks) adalah membuat elektron developer dapat menyatu dengan ion perak,
dan juga mempercepat proses. Masing-masing kristal perak bromida pada emulsi
dikelilingi penghalang muatan negatif dari ion bromine, dan akan cenderung
menolak elektron-elektron dari developer dan tetap menjaga di luar. Kristal
yang tereksposi bagaimanapun juga memiliki suatu jarak atau kesenjangan (gap) dalam penghalang elektron,
lengkapnya dimana bayangan laten titk perak telah terbentuk. Hal ini membuat
ion negatif developer menembus tempat dimana penghalang ion bromine
lemah.Penjelasan ini menjabarkan kemampuan developer untuk menyeleksi
butiran-butiran yang telah tereksposi maupun yang belum. Hanya butiran yang
telah tereksposi memiliki pusat-pusat sensitifitas sentifitas yang membuat
lemahnya penghalang ion bromine, dan hanya bitiran yang sudah tereksposi
memilki kombinasi atom-atom perak dan ion silver yang terikat. Fakta tersebut
membuktikan developer dapat mengubah suatu kristal yang tereksposi dan
mereduksi seluruhnya menjadi logam perak, membuat penampakan bayangan hitam.
Teori bayangan laten dan kerja developer
diringkas dibawah ini dalam istilah dasar yang umum ; kerja fotografi dasar :
2.1.2.1.2.1 Dilakukan oleh cahaya atau
sinar – X
Perak bromine = ion-ion bromine (negatif) dan
ion-ion perak (positif) ion
bromine + cahaya emisi
elektron.
Elektron-elektron + ion perak atom perak.
2.1.2.1.2.2 Dilanjutkan oleh kerja developer
Developer memberikan elektron
ke ion-ion perak.
Elektron + ion-ion perak atom-atom perak.
Lebih mudah bagi developer untuk
memberikan elektron ke perak bromida yang telah tereksposi, perak tersebut
telah memiliki beberapa atom-atom perak hasil kerja cahaya dan memecah dalam
muatan negatif sekitar kristal yang mengandung atom-atom perak tersebut. Karena
itu elektron dari cairan pembangkit akan lebih mudah mereduksi semua kristal
tereksposi ke logam perak.
2.1.2.1.3 Skala pH dan Suhu Developer
2.1.2.1.3.1 Skala pH
Skala pH digunakan untuk
mengartikan derajat keasaman atau basa (alkalinitas)
dari suatu cairan. Kita harus memahami karena nilai pH dalam cairan processing
relatif penting.
Air merupakan cairan netral
dengan formula kimia H2O. Air mengandung ion hidroxyl (OH) yang
negatif dan ion hidrogen (H) positif. Dalam air murni ada 2 ion-ion tersebut
ada dalam konsentrasi yang sama. Konsenrtasi masing-masing adalah 10-7
gram ion perliter. Merupakan pernyataan dalam cairan keadaan netral.
Kebanyakan developer radiografi
berfungsi pada pH diatas 9, dan membutuhkan skala yang tetap atau konstan
antara 0,1-0,2. Skala pH merupakan logaritma dan perubahan kecil pada pH
berarti perubahan keasaman yang besar. Pada
skala logaritma suatu perubahan dari1 ke 2 mengindikasikan suatu perubahan
dengan kelipatan 10 kali. Pada developer dapat berarti suatu perbedaan aktiftas
antara tidak ada pembangkitan sama sekali, dan suatu energi yang menimbulkan
kabut (fog) pada film yang dimasukan ke cairan.
2.1.2.1.3.2 Suhu Developer
Suhu developer
berpengaruh pada aktifitas agent yang digunakan, developer lebih aktif jika
hangat. Membuat waktu pembangkitan sebagai periode yang dibutuhkan untuk
membangkitkan bayangan ke titik dengan densitas, kontras dan fog dengan nilai
optimal. Dapat dikatakan suhu yang lebih tinggi mengindikasikan waktu
pembangkitan yang lebih singkat, dapat juga diartikan suhu yang sangat rendah
dapat membuat developer hampir tidak aktif dan pada suhu yang sangat tinggi
dapat membuat kabut bayangan dan bahkan marusak fisik film, memisahakan gelatin
dari base (dasar). Kerusakan fisik lebih cenderung terjadi jika emulsi
membengkak dan lunak.
Agent-agent pembangkit yang berbeda
dipengaruhi lebih luas dengan perubahan pada suhu, sebagai contoh hyroquinone
tidak lebih aktif dari pada metol ketika suhu cairan menurun. Pada prakteknya
suhu cairan dipilih untuk memberikan kecepatan optimal dari agent-agent
developer yang ada dalam memberikan kombinasi dan untuk mencapai derajat
aktifitas yang seimbang dan sempurna.
Menurut
Chesney (1990), suhu mempunyai pengaruh yang
besar pada gambaran. Kenaikan suhu walaupun sedikit (misalkan 1/2ºC) tanpa
perubahan pembangkitan, mengahasilkan kenaikan “chemical fog“ walaupun kecil
dan peningkatan densitas gambaran. Sedangkan kenaikan suhu yang cukup tinggi
mengakibatkan yang tinggi terhadap densitas.
2.1.2.2 Fixer
Ketika film
keluar dari developer, maka emulsi dari perak bromida yang tereksposi berubah
menjadi perak berwarna hitam metalik dan gambarpun mulai terlihat. Perak
bromida yang tidak tereksposi tidak terbangkit dan pada kenyataannya tidak
larut dalam air dan membekas pada emulsi sebagai benda yang peka cahaya. Jika dibiarkan akan menjadi hitam dan akan merusak
gambaran jika ada cahaya yang menyinarannya. Proses fiksasi diperlukan untuk
menetapkan gambaran dengan melarutkan perak yang tak tereksposi, meninggalkan
perak metalik yang tergambar dan tidak terhalang oleh latar yang hitam. Perak
bromida dipindahkan dengan mengubahnya menjadi substansi perak yang kompleks.
Susunan yang terbentuk jadi mudah bercampur dengan air dan tidak larut dalam
air yang ada pada larutan fixer dan kemudian dapat dibersihkan pada tahap
processing selanjutnya. Fungsi lain dari larutan fixer adalah untuk
menghentikan aksi developer yang terserap oleh gelatin pada emulsi film, dan
juga untuk mengeraskan film. Pengerasan sangat penting untuk melindungi film
dari kerusakan. Larutan fixer terdiri dari berbagai bahan yaitu :
2.1.2.2.1 Fixing agent yang
bereaksi dengan perak bromida yang tereksposi dan membentuk senyawa Amonium mono argento dithiosuphat (asam)
ditambah amonium bromida. Ion-ion amonium akan larut dalam air dan akan mudah
lepas dari emulsi. Amonium thiosulfat {(NH4)2S2O3}
Kurang stabil dibandingkan dengan Sodium
thiosulfat (Na2S2O3) Karena jika
menggunakan amonium thiosulfat dan film tidak dibilas dengan baik, maka akan
timbul noda yang akan merusak gambaran. Tapi keuntungan dari amonium thiosulfat
adalah sangat cepat reaksinya sehingga untuk processing otomatis sering
digunakan bahan ini.
2.1.2.2.2 Acid adalah satu larutan kimia yang
berfungsi untuk menghentikan aksi pembangkitan dari larutanh developer yang
mungkin tersisa di film sehingga tidak merusak gambaran yang dibuat. Selain itu
acid juga berfungsi untuk membantu kerja dari larutan hardener. Asam kuat tidak
terlalu baik untuk dipakai sebagai bahan karena akan menyebabkan banyaknya
terjadi pengedapan sulfur atau sulfurisasi yang akan merusak cairan. Karena itu
sebaiknya dipakai asam lemah karena pengedapan sulfur yang terjadi tidak
terlalu banyak. Untuk mengatasinya ditambahkan larutan stabilizer atau preservatif.
Asam lemah yang digunakan adalah asam asetat (CH3COOH).
2.1.2.2.3 Preservatif adalah larutan kimia yang bahannya terbuat dari Natrium
sulfat (Na2So3) dan gunanya adalah untuk mengatasi
terjadinya reaksi sulfurisasi melalui reaksi
Na2SO3
+
S Na2S2O3
Jadi selain
sebagai bahan untuk mengatasi sulfurisasi juga sebagai bahan penghasil fixing
agent dengan adanya reaksi kimia tersebut yaitu Na2S2O3.
2.1.2.2.4 Buffer merupakan bahan kimia yang
ditambahkan pada larutan fixer yang tujuannya adalah untuk menjaga keadaan ph
larutan fixer agar tidak berubah yang disebabkan oleh terbawanya larutan adalah
Asam asetat (CH3COOH).
Ph larutan fixer yang baik adalah berkisar antara 4,5 - 5.
2.1.2.2.5
Hardener dapat mencegah terjadinya
pengelupasan emulsi film yang disebakan oleh suhu dan sifat alkali dari
developer. Karena selama terjadinya proses pembangkitan, emulsi film akan ikut
mengembang. Dan jika pengembangan emulsi ini tidak dihentikan maka akan dapat
merusak dan melepaskan lapisan emulsi dari basenya. Untuk itu pada larutan fixer
diberikan bahan kimia tambahan yaitu Potassium
allum {K2SO4Al
(SO4)3 24H2O} sebagai hardener. Potassium
allum paling umum digunakan karena dapat bekerja sampai ph 5.
2.1.2.2.6
Solvent atau
pelarut digunakan air.
2.1.3 Automatic
Processing
Automatic
processing adalah alat pengolahan film radiografi yang cara kerjanya merupakan
pengembangan pengolahan film secara manual, yaitu dengan memasukkan film ke
tangki-tangki pencucian dengan bantuan roller yang berputar untuk kemudian di
bawa keluar dalam keadaan kering.
Bagian-bagian
yang terdapat dalam alat automatic processing terdiri dari :
2.1.3.1 Sistem Pemasukan film
(film entry system)
Film entry system merupakan system yang
berkerja dalam proses pemasukan film. Dalam system ini terdapat beberapa alat
yaitu Detektor petunjuk (detector finger),Baki
pengumpan film (feeding tray).Sebuah
microswitch.
Pada microswitch ini berfungsi
untuk mengatur aliaran cairan penyegar baik developer maupun pada fixer. Selain
itu microswitch ini dapat berfungsi untuk mengaktifkan system pengaman
(warning system) artinya selama film
mengenai microswicth, maka lampu indikator akan menyala. Selama lampu menyala
menandakan bahwa film sedang dalam proses pembangkitan.
2.1.3.2 Sistem transportasi film (film transport system)
Pada system ini memiliki bagian-bagian
berikut dan terdiri dari dua system roller
yaitu :
2.1.3.2.1 Vertikal roler
transport, yang dipakai oleh prosesor tangki dalam (deep tank). Roler tersebut disusun dalam bentuk rak-rak pada
tiap-tiap tangki cairan dan dapat diangkat untuk dibersihkan. Bahan yang
digunakan untuk roller bervariasi tergantung fungsi roler tersebut. Misalnya,
roller yang membawa film dari daerah pencucian atau washing harus dapat memeras
atau mempunyai daya peras dan melepaskan air dari emulsi, kontak secara
merata pada seluruh permukaan film
sangat diperlukan, karena roler pada daerah ini sebaiknya terbuat dari karet.
Sedangkan roller yang terdapat pada daerah processing lainnya terbuat dari
stainless yang tahan karat. Dalam perputarannya, roller-roller tersebut saling
berkaitan dan pergerakan tersebut disebabkan oleh motor yang berputar secara
konstan. Sedangkan arah pergerakan film dapat diatur oleh alat yang disebut
dengan guide plate atau plat penuntun.
Gambar 2. Vertikal roller transport system ( Chesney D. Nooren,1981: 207 )
2.1.3.2.2 Horizontal roller
system, digunakan pada alat
processing yang memakai shallow tank atau tangki yang dangkal yang mempunyai
kapasitas sekitar 3-5 liter. Roller
dipasang secara horizontal, yang satu terletak diatas film dan yang lainnya
dibawah film. Roller-roller tersebut berputar membawa film melewati
tangki-tangki processing.
Film
Path Dev Fix Wash
Gambar 3. Horizontal roller transport system (
Chesney, 1981: 142 )
2.1.3.3 Motor
penggerak, merupakan alat yang digunakan untuk menggerakan roller pada
processing otomatis. Motor ini memakai arus searah, kecepatan dari motor
penggerak sangat bervariasi dan kecepatannya sangat mempengaruhi lamanya
processing yang dapat diatur dengan menekan tombol pengatur. Pengatur kecepatan
mulai dari 90-200 sekon dengan interval 20 sekon. Processing digerakan secara
otomatis dengan memasukan film, jadi roller tidak berputar secara terus
menerus. Elektronik sensor menggerakkan motor sebaik sensor yang menggunakan
elektrik, seperti mengatifkan pompa sirkulasi
(circulation pump) dan dryer heater setelah film dimasukan. Ketika
film yang sudah diproses meninggalkan pengering (dryer) dan sensor mendeteksi tidak ada lagi arus yang disuplay
untuk menggerakan motor. Dengan cara ini dapat menghemat listrik sekitar 50-60
(Chesney DN, 1981: 209). Tentu saja
ada interval antara keluarnya film terakhir dengan saat switch berpindah
ke posisi off. Waktunya adalah sekitar 3 menit, tetapi beberapa alat processing
ada yang dapat diatur waktunya antara
0 - 8 menit. Keadaan stand by pada processing juga dapat mengatur
suplai air. Selain menghemat dua sumber
energi, juga berarti mengurangi pemakaian komponen mekanik, roda gigi, roller
dan lainnya. (Chesney DN, 1981 :
210).
2.1.4 Kurva Karakteristik Film
Kurva
karakteristik merupakan kurva grafik yang memperlihatkan hubungan antara
sejumlah eksposi dengan hasil deensitas pada film. Kurva ini pertama kali ditemukan oleh Hurteen dan Drifield pada tahun 1890.
Maka dari itulah kurva ini biasanya disebut dengan kurva H dan D atau biasanya
juga disebut kurva D log E. bentuk kurva tergantung dari cara membuat film,
penyimpanan dan pengolahannya. Kurva
karakteristik terdiri dari empat bagian yaitu:
2.1.4.1 Tingkat Kabut (A-B)
Tingkat kabut
adalah merupakan daerah dengan densitas rendah. Densitas hampir tak tergantung
dari eksposi. Sebagian besaar dari penghitaman yang timbul dikarenakan oleh
sebab yang tidak berhubungan dengan eksposi, misalnya karena penyerapan cahaya
oleh lapisan film, terutama pada lapisan dasar (base).
Densitas awal (fog level) selalu
ada, meskipun telah disinar dengan sejumlah radiasi tertentu dan ditambah
dengan densitas yang ada dari hasil eksposi tersebut. Daerah penghitaman atau
densitas awal ini digambarkan sebagai garis horisontal (A-B)
2.1.4.2 Daerah Jari Kaki (toe)
Densitas di daerah ini lebihbesar
sedikit dari tingkat kabut dan menunjukkan efek eksposi dan disebut dengan
eksposi ambang. Pada daerah ini densitas naik secara perlahan dari 0,1 pada B
sampai sekitar 0,4 pada C. jangka densitas ini menunjukan daerah terang dari
radiografi.
2.1.4.3
Daerah Garis Lurus (Stright line)
Bagian ini adalah daerah yang terpenting dari film
radiografi. Dalam jangka waktu eksposi ini densitas berbanding lurus dengan log
eksposi yang berarti perkalian eksposi dedngan faktor yang sama akan menambah
densitas dengan jumlah yang sama.
2.1.4.4
Daerah Bahu (Shoulder) (D-E)
Pada daerah D ini merupakan daerah yang mempunyai densitas
maksimum dari film radiografi
2.1.4.5
Daerah Solarisasi (E
Daerah E dan seterusnya merupakan daerah solarisasi
yang apabila diberi eksposi akan menyebabkan penurunan densitas film.Untuk
lebih jelasnya kurva karakteristik film dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. Kurva Karakteristik film Radiograf
( Principle of Radiograpich
Imaging an art and Science, 1992)
2.1.5 Densitas.
Dalam bidang
radiografi, densitas termasuk hal yang penting, karena densitas yang tepat
dapat membedakan gambaran secara menyeluruh. Dalam menganalisa radiografi juga
tergantung pada densitas yang tepat, karena gambaran radiografi yang baik harus
dapat memperlihatkan semua struktur organ diperiksa.
2.1.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi densitas
(Charton, 1992)
Faktor pengontrol :mAs
Densitas Faktor yang
mempengaruhi kVp
Faktor-faktor lain Focal spot
Heel effect
Jarak
Filter
Kolimasi
Anatomi kontras media
Sifat soft tissue
Ketebalansofttisu
Phatologi
Grid struktur Rasio
Frekwensi
Pola
Tipe
penggunaan
Kombinasi film screen
Kecepatan screen
Ukuran phosphor
Ketebalan phosphor
Konsentrasi phosphor
Processing film
Suhu developer
Waktu pembangkitan
Penambahan cairan
Gambar
5. faktor yang mempengaruhi densitas
(Principle
of Radiographic Imaging an Art and Science, 1992)
2.1.5.2
Pengukuran densitas
Derajat kehitaman film dapat diukur dengan menggunaka alat
yang disebut densitometer yang akan menghasilkan nilai kehitaman tertentu.
Selain itu
densitas juga dapat diukur dengan mencari nilai logaritma dari densitas
mula-mula dibagi dengan densitas setelah menembus obyek
Gambar 6. Intensitas sinar-X menembus bahan
(Christensen’s
Phyhsics of Diagnostic Radiology, 1990)
|
Dilakukan sensitometri
menggunakan sensitometer elektrik pada film green sensitive merk Agfa, Fuji, Kodak, Retina dan
Maco. Film diproses menggunakan automatik processing, dengan menggunakan
larutan prosesing merk Agfa kemudian dilakukan pengukuran densitas mengunakan
densitometer dan hasilnya ditampilkan ke dalam bentuk kurva karakteristik.
2.3 Definisi Peristilahan
1. Respon
Film : Kemampuan film untuk menyerap atau berinteraksidengan sejumlah radiasi yang
digunakan pada suatu pemotretan.
2. Densitas : Derajat keseluruhan penghitaman perak
bromida yang tersimpan dalam emulsi film
(Carlton,1992).
3. Desitas Radiografi : Densitas yang digunakan dalam bidang
radiodiagnostik yang nilainya 0,25-2,00
4. Radiografi :
Dambaran yang dibentuk oleh sinar-X pada
film radiografi akibat berubahnya perak
halida
menjadi perak halogen
5. Studi sensitometri : Dtudi yang digunakan untuk melihat respon
film
terhadap sejumlah cahaya yang sampai
ke film
6.
General radiographic film :
Film double emulsi, green sensitif yang
mempunyai kecepatan medium untuk
digunakan dengan intensifying screen green
emiting pada
radiologi konvensional
7. Kurva karakteristik : Grafik
yang menunjukkan hubungan antara
sejumlah eksposi dan densitas yang
dihasilkan
oleh film (Carlton,
1992)
8.
Speed film :
Memberikan respon Terhadap
kuantitas
minimum
eksposi untuk menghasilkan suatu
satuan densitas
9. Kontras : Perbedaan nilai densitas yang dapat dicatat
oleh suatu film
10. Gamma film : Harga tangensial dari sudut kemiringan garis
pada kurva karakteristik film
11. Gradien rata-rata : Hasil
bagi selisih nilai densitas radiografi.
dengan
selisih rentang eksposi yang Speed
menghasilkan densitas radiografi film
12.
Latitude film
: Rentang eksposi yang menghasilkan
rentang
densitas radiografi
saya mau tanya apakah dalam kurva karateristik di daerah toe dipengaruhi oleh phenidone
ReplyDelete