Alat
Ukur Radiasi
- Karakteristik dasar alat ukur radiasi
Alat ukur radiasi adalah alat yang
mampu mengukur kuantitas radiasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kuantitas radiasi yang dapat di deteksi oleh alat ukur radiasi antara lain;
flux, fluence, eksposure, kerma dan dosis serap. Alat ukur radiasi merupakan
suatu sistim yang terdiri dari detektor dan rangkaian elektrometer. Detektor
adalah bagian yang peka terhadap radiasi dan elektrometer adalah alat
elektronik yang mengubah tanggapan detektor menjadi besaran fisika yang
diinginkan.
Secara garis besar kuantitas radiasi
bisa dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1.
kuantitas yang dapat menggambarkan jenis sumber radiasi,
seperti kuat kerma atau aktifitas.
2.
kuantitas yang dapat menggambarkan berkas radiasi dan
partikelnya, seperti fluence dan energi fluence.
3.
kuantitas yang dapat menggambarkan efek radiasi terhadap
materi, seperti paparan dan dosis.
Berdasarkan prinsip interaksi radiasi
dengan materi, semua jenis detektor harus dapat digunakan untuk mengukur dosis
dan paparan radiasi. Besaran fisika yang diukur dalam pendeteksian radiasi
adalah banyaknya ionisasi yang dihasilkan dari interaksi radiasi dengan materi
detektor. Berdasarkan nilai ionisasi tersebut akan diperoleh besaran dosis atau
paparan radiasi. Jenis detektor yang dapat mengukur besaran dosis secara
langsung adalah kalorimeter.
Setiap detektor harus memiliki faktor
yang dapat mengubah besaran yang terukur oleh detektor menjadi besaran yang
diinginkan dalam proses pengukuran. Faktor pengubah tersebut dikenal sebagai
faktor kalibrasi, dan akan sangat menentukan ketepatan hasil pengukuran.
Detektor yang ideal harus memenuhi
beberapa kriteria, antara lain :
1.
Akurasi : menyatakan kemampuan detektor untuk mengukur
besaran radiasi dengan benar. Akurasi detektor akan dibatasi oleh kesalahan
sistemik dan stokastik yang secara alami dimiliki oleh detektor tersebut. Gabungan
kesalahan mengakibatkan pergeseran hasil pengukuran dan secara umum dikenal
sebagai deviasi, dan sangat menentukan tingkat presisi detektor.
2.
Presisi : menyatakan kemampuan detektor untuk memberikan
pengulangan hasil pengukuran yang sama pada kondisi yang tetap.
Gambar. Hubungan
presisi dengan deviasi (a) akurasi dan presisi tinggi, (b) akurasi rendah dan
presisi tinggi, (c) akurasi tinggi dan presisi rendah dan (d) akurasi dan
presisi rendah.
3.
Linieritas detektor : menyatakan respon detektor terhadap
perubahan dosis. Detektor harus memiliki respon yang linier terhadap perubahan
dosis. Linieritas detektor sangat ditentukan oleh materi penyusun detektor.
Detektor yang ideal adalah detektor yang memiliki respon linier terhadap
perubahan dosis.
Gambar. Respon detektor terhadap dosis
(A) Linier, supralinier dan saturasi (B) Linier dan saturasi
4.
Ketergantungan laju dosis : menyatakan perubahan respon
detektor terhadap perubahan laju dosis. Karakteristik laju dosis sangat penting
dalam pengukuran pada pesawat linac, karena linac mampu memberikan dosis yang
sangat tinggi dengan pulsa radiasi yang sangat kecil.
5.
Ketergantungan energi : menyatakan perubahan respon
detektor terhadap perubahan energi berkas radiasi. Energi radiasi disebut juga
kualitas berkas, karena terminologi kualitas berkas digunakan untuk menyatakan
distribusi energi radiasi. Faktor kalibrasi yang diberikan oleh laboratorium
kalibrasi hanya didasarkan pada satu jenis energi, sehingga jika detektor
digunakan untuk mengukur radiasi dengan energi yang lain harus dilakukan
koreksi respon energi agar diperoleh hasil yang tepat.
Gambar.
Ketergantungan energi pada dosimeter film.
6.
Ketergantungan arah berkas : menyatakan perubahan respon
detektor terhadap perubahan sudut berkas radiasi. Hal ini terjadi karena
keterbatasan desain dan ukuran detektor. Faktor koreksi arah datang radiasi
akan sangat penting dalam pengukuran dosimetri in Vivo.
Gambar. Respon
detektor plane parallel terhadap perubahan sudut datang radiasi
7.
Resolusi spasial : menyatakan kemampuan detektor untuk
mengukur pada titik yang berdekatan. Resolusi spasial sangat ditentukan oleh
ukuran dan desain detektor. Pada umumnya, semakin kecil ukuran detektor
resolusi spasial akan lebih baik. Detektor yang memiliki resolusi paling baik
adalah detektor film.
B. Sistem
detektor
B.1 Sistim
detector kamar pengion
Detektor
kamar pengion merupakan alat ukur radiasi yang mengukur jumlah ionisasi yang
terjadi didalam rongga detector. Secara garis besar detector kamar pengion
terdiri dari rongga yang berisi gas yang terlingkupi oleh dinding luar yang
terbuat dari bahan bersifat konduktif dan pada bagian tengah terdapat elektroda
yang berfungsi untuk mengumpulkan ion(lihat gambar detector kamar pengion).
Bagian dinding dan elektroda
terpisah oleh suatu insulator yang berfungsi untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya arus bocor pada saat detector diberikan beda tegangan. Pada kondisi
tertentu, pelindung elektroda digunakan untuk menghindari terjadinya kebocoran
arus. Pelindung elektroda berfungsi untuk “menangkap” arus bocor yang muncul
dan menyalurkannya ke “Ground” sehingga arus bocor tidak mengalir melalui
elektroda, dan pelindung elektroda juga dapat meningkatkan keseragaman medan
listrik yang terjadi didalam detector kamar pengion. Biasanya detector yang
memiliki pelindung elektroda adalah detector tipe plan parallel. Agar detector
dapat digunakan, dibutuhkan suatu alat yang dapat membaca jumlah ion yang
dikumpulkan oleh detector, alat tersebut adalah electrometer.
Secara umum, electrometer merupakan
suatu rangkaian elektronik yang memiliki penguatan tinggi, feedback negative,
operational amplifier dengan resistor atau kapasitor yang berfungsi untuk
mengukur arus dan muatan di dalam detector kamar pengion. Pengukuran biasanya
dilakukan menggunakan interval waktu yang constant.
Jenis detector
yang popular dan banyak digunakan adalah detector kamar pengion tipe farmer. Detektor
tipe farmer memiliki karakteristik sebagai berikut tidak dipengaruhi oleh arah
datang sinar radiasi, volume detector berkisar 0.05-1.00 cm3, radius
2-7 mm, panjang 4-25mm, ketebalan dinding detector 0.1g/cm2, dan dapat
digunakan untuk pengukuran radiasi photon, electron, proton dan ion.
Detektor plan
parallel merupakan tipe lain dari detector kamar pengion, dan direkomendasikan
untuk pengukuran dosis electron dengan energi dibawah 10MeV, distribusi dosis
kedalaman berkas electron dan foton, dosis permukaan radiasi foton, dan
pengukuran didaerah build up. Detector jenis ini memiliki keunggulan dalam hal
resolusi spasial sehingga dapat digunakan untuk pengukuran pada daerah radiasi
yang memiliki laju penurunan atau gradient tinggi, karena volume aktif yang
berfungsi dalam pengukuran cukup kecil. Secara umum komponen detector plan
parallel terdiri dari elektroda polarisasi, elektroda pengumpul ion, cincin
pelindung elektroda.
B.2. Detektor
termoluminisensi
Pada proses
penyerapan radiasi beberapa material akan menyimpan energi yang diserap pada
kondisi yang metastabil (kurang stabil). Jika materi tersebut diberikan energi
secara sistematis energi metastabil tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk
ultraviolet, cahaya tampak atau infra merah, fenomena tersebut dikenal dengan
nama proses luminisensi. Proses penyimpanan energi radiasi terjadi diawali saat
radiasi mengenai materi, pada saat tersebut electron bebas dan “hole”
terbentuk. Pada materi yang memiliki sifat luminisensi, terdapat suatu daerah
“storage trap” yang terletak di antara pita konduksi dan valensi (lihat
gambar…). Electron dan “hole” yang terbentuk akan bersatu lagi atau terjebak di
dalam “storage trap”. Jumlah electron yang terjebak akan sebanding dengan
jumlah radiasi yang mengenai material luminisensi. Elektron yang terjebak
akan keluar dan bersatu kembali dengan
“hole” jika detector luminisensi diberikan energi dalam bentuk panas secara
sistematis. Pada saat electron dan “hole” bergabung akan dipancarkan cahaya
yang akan ditangkap oleh penguat cahaya PMT (Photomultiplier Tube). Bahan yang
memiliki sifat luminisensi disebut dengan nama Thermoluminescenct detector atau
TLD. Beberapa jenis materi yang bersifat luminisense antara lain CaSO4:Mn,Dy, LiF:Mg,Ti, LiF:Mg,Cu,P.
Sebelum digunakan TLD harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu tertentu untuk
menghapus energi yang masih tersisa didalam TLD.
Sistim pambacaan TLD secara garis besar terdiri dari
planchet, PMT dan elekrometer. Planchet berfungsi untuk meletakkan dan
memanaskan materi TLD, PMT berfungsi menangkap cahaya luminisensi dan mengubah
menjadi sinyal listrik, dan memperkuat sinyal akhir, elektrometer berfungsi
mencatat sinyal PMT dalam satuan arus atau muatan.
Sinyal hasil
pembacaan TLD disebut kurva pancar atau “glow curve”. Kurva pancar diperoleh
dengan memberikan panas dengan laju kenaikan panas secara konstan sampai suhu
tertentu, dan kurva digambarkan sebagai fungsi suhu.
Detector TLD
memiliki sifat yang linier terhadap rentang dosis radioterapi dan respon TLD
dipengaruhi oleh energi. Beberapa proses harus dilakukan sebelum menggunakan
TLD yaitu kalibrasi respon energi, “fading” atau penurunan bacaan akibat
penundaan proses pembacaan, dan koreksi respon dosis pada daerah non linier.
B.3. Sistim
detector dioda
Detektor dioda
jenis silicon adalah dioda jenis p-n yang dibuat dengan cara memberikan silicon
tipe p atau n yang diberikan “pengotor” atau doping. Dioda jenis tersebut dikenal dengan detector dioda tipe
p-Si atau n-Si. Kedua jenis dioda tersebut dapati ditemui di pasaran, akan
tetapi hanya jenis dioda p-Si yang sesuai untuk aplikasi radioterapi, karena
dioda jenis ini memiliki “dark current” yang rendah dan tahan terhadap
kerusakan fisik akibat radiasi. Radiasi yang mengenai dioda akan menghasilkan
pasangan electron dan hole (e-h) pada permukaan detector, termasuk juga daerah
“depletion later”. Muatan yang terbentuk akan ter-“sedot” oleh daerah
“depletion layer” akibat adanya muatan listrik didalam daerah “depletion
layer”. Pada saat muatan melalui daerah tersebut akan terbentuk arus listrik
yang kemudian akan terukur oleh system electrometer.
Pada umumya
detector jenis dioda dioperasikan tanpa menggunakan bias listrik untuk
mengurangi arus bocor, dan arus yang terjadi pada saat radiasi mengenai dioda
bersifat linier terhadap dosis yang terukur. Detector dioda memiliki ukuran
yang relative lebih kecil dan sensitive dibandingkan dengan detector kamar
pengion. Karena ukuran yang kecil dioda banyak digunakan untuk pengukuran dosis
in Vivo. Sebelum digunakan detector dioda harus dikalibrasi dan factor-faktor
koreksi yang mempengaruhi bacaan dioda harus diketahui.
E. Sistim
detector film
Film memiliki
peranan yang penting dalam radiodiagnostik, terapi dan proteksi radiasi, karena
film dapat berfungsi sebagai detector, dosimeter relative ataupun media
penyimpan informasi. Komponen film yang belum terkena radiasi terdiri dari
senyawa perak bromide (AgBr) dalam bentuk gelatin yang menempel pada kedua sisi
bagian film. Radiasi pengion yang mengenai AgBr akan menghasilkan citra laten
yang akan muncul setelah melalui proses tertentu.
Beberapa
aplikasi dosimeter film adalah sebagai alat ukur dosis relative (sinar gamma,
photon ataupun electron), pengukuran kesesuaian berkas radiasi dengan indicator
cahaya lapangan, profil distribusi dosis, verifikasi dosis, alat uji kebocoran
pelindung sumber, dan lain-lain.
Setiap senyawa
AgBr pada film berfungsi sebagai detector radiasi. Secara fisik, film memiliki
ukuran sangat kecil yaitu sekitar tebal 200m dan ukuran AgBr 10-20m, sehingga
film merupakan sistim detector yang paling kecil. Pada saat diradiasi, senyawa AgBr akan terionisasi dan terbentuk
citra laten, setelah mengalami proses pencucian senyawa Ag yang tidak
terionoisasi akan terlarut dalam proses pencucian film.
Cahaya yang melewati lapisan film
dapat diukur dengan satuan OD (Optical Density) menggunakan alat densitometer.
OD didefinisikan sebagai rasio Intensitas awal terhadap intensitas yang terukur
dalam skala logaritma . Detektor film memberikan resolusi spasial yang paling baik
karena ukuran detetktor AgBr yang sangat kecil. Respon detector film ditentukan
oleh beberapa parameter yang cukup sulit untuk dikontrol yaitu konsistensi
proses pencucian film dan rentang dosis yang terbatas. Pada umumnya detector
film digunakan untuk pengukuran kualitatif, tetapi dengan proses kalibrasi yang
sesuai dosimetri film juga dapat digunakan untuk pengukuran dosis.
Pada kondisi yang ideal hubungan
antara OD dan dosis adalah linier, akan tetapi tidak semua emulsi film memiliki
respon yang linier. Oleh karena itu sebelum digunakan respon film terhadap
dosis harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kurva respon film terhadap dosis
dikenal sebagai kurva sensitometer atau karakteristik atau H&D.
Parameter
penting dalam kurva karakteristik film yaitu gamma,latitude dan speed. Tingkat
kemiringan atau daerah kemiringan yang linier disebut daerah gamma, latitude
adalah daerah yang berada pada bagian linier dari kurva sensitometeri, speed
adalah nilai exposure yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai OD > 1 diatas
daerah fog, dan fog adalah kondisi kehitaman film tanpa expose.
C. Pengukuran
parameter fisika tabung sinar-X
C.1 Pengukuran
tegangan kerja, waktu exposi dan dosis
Kualitas
citra dan dosis pasien sangat tergantung oleh variasi tegangan kerja dan waktu
eksposi yang dihasilkan oleh generator tabung sinar-X, sehingga akurasi
tegangan kerja sangat penting sekali. Sangat disarankan sekali pengukuran
tegangan kerja dilakukan secara non invasive untuk menjaga kestabilan pesawat
sinar-X setelah pengukuran. Detektor yang bias digunakan dalam pengukuran
tegangan kerja adalah detector solid state atau detector kamar pengion.
Parameter
yang diukur dalam pengukuran tegangan kerja berupa pulsa intensitas yang
terukur oleh detector. Parameter intensitas yang terukur oleh detector berupa
tegangan kerja maksimum, efektif dan tegangan kerja rata-rata.
Waktu eksposi
diukur berdasarkan jumlah pulsa yang dikeluarkan oleh tabung sinar-X.
Pengukuran waktu eksposi dapat dilakukan pada saat paparan radiasi mencapai
75% maksimum dan pada saat menurun 75%
dari paparan maksimum
C.2 Pengujian
sistim kolimasi
Pengujian
kesesuaian berkas radiasi dengan cahaya kolimator dilakukan sesuai gambar
4. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui akurasi cahaya kolimator dengan berkas radiasi yang dihasilkan oleh
pesawat sinar-X. Evaluasi akurasi didasarkan dari besar perbedaan antara berkas
cahaya dengan sinar-X yang dihasilkan oleh pesawat sinar-X. Jika terdapat
penyimpangan perlu dilakukan pengaturan pada sistim kolimasi.
Gambar 4.
Konfigurasi pengukuran sistim kolimasi
Pengujian sistim iluminasi bertujuan untuk
mengetahui tingkat kecerahan cahaya yang dihasilkan dari kolimator. Cahaya
kolimator perlu dilakukan karena lokalisasi daerah pengambilan citra ditentukan
oleh cahaya dari kolimator. Evaluasi dilakukan dengan melihat tingkat kecerahan
cahaya yang dikeluarkan oleh lampu kolimator. Konfigurasi pengukuran dilakukan
sesuai dengan gambar 5.
Gambar 5.
Konfigurasi pengukuran tingkat iluminasi cahaya kolimator
C.4. Pengujian generator dan tabung sinar-X
Pengujian
generator dan tabung sinar-X meliputi pengujian
Akurasi tegangan kerja, waktu
eksposi, Keluaran dan linieritas keluaran radiasi, Kedapatulangan, Kualitas berkas radiasi (HVL)
dan Kebocoran tabung sinar-X. pengujian akurasi tabung sinar-X dilakukan
menggunakan alat penganalisa berkas radiasi non invasive. Pengujian harus
dilakukan dengan alat ukur yang telah terkalibrasi dan alat ukur telah
terkondisi sesusai dengan ruangan pengukuran.
Konfigurasi pengukuran dan evaluasi pengukuran dapat dilihat pada gambar
6 dan table 1.
Gambar 6.
Konfigurasi pengukuran Akurasi tegangan kerja,
waktu eksposi, Keluaran dan linieritas keluaran radiasi, Kedapatulangan, dan Kualitas berkas radiasi
(HVL). Pada pengukuran selain pengukuran HVL, filter alumunium dilepaskan
Gambar 7.
Konfigurasi pengukuran kebocoran tabung menggunakan detektor kamar pengion
Gambar 8.
Orientasi titik pengukuran kebocoran tabung.
Tabel 1. Evaluasi uji fungsi generator dan tabung
sinar-X, nilai batas diambil berdasarkan rekomendasi British Colombia, Canada,
2004.
Referensi
Diagnostic X-Ray Unit QC Standards
in BC, Radiation Protection Services, Canada, 2004
IAEA Training Material on Radiation Protection in Diagnostic and
Interventional Radiology,IAEA,Vienna 2005
Diagnostic X-Ray
equipment compliance testing: workbook 1-Mobile Radiographic Equipment,
Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-1-4, Nedlands Western
Australia,2006
Diagnostic X-Ray
equipment compliance testing: workbook 2-Mammographic Equipment, Radiological
Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-2-2, Nedlands Western
Australia,2006
Diagnostic X-Ray
equipment compliance testing: workbook 3-Major Radiographic Equipment,
Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-3-0, Nedlands Western
Australia,2006
Diagnostic X-Ray
equipment compliance testing: workbook 4-Fluoroscopic Equipment, Radiological
Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-1-9, Nedlands Western
Australia,2006
Diagnostic X-Ray
equipment compliance testing: workbook 5-Dental Radiographic Equipment,
Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-5-7, Nedlands Western
Australia,2006
Diagnostic X-Ray
equipment compliance testing: workbook 6-Computed Tomography Equipment,
Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-6-5, Nedlands Western
Australia,2006
No comments:
Post a Comment