DASAR-DASAR TEKNIK PENCITRAAN MRI ( MAGNETIC RESONANCE IMAGING )
PENDAHULUAN
PENGETAHUAN DASAR SISTEM MAGNET
HIPOTESIS WEBER
HUKUM TOLAK MENOLAK DAN TARIK MENARIK
K = Gaya tolak / tarik ( dynes )
M1 = kuat kutub pertama dalam satuan kutub utara ( SKU )
M2 = kuat kutub kedua dalam satuan kutub utara ( SKU )
D = jarak antara kedua kutub
SKU adalah kuat kutub magnet yag diletakan sejauh 1 cm dalam kutub lain yang sama kuatnya dan dapat membangkitkan gaya tarik atau tolak sebesar 1 dyne ( 1 gram = 981 dyne ). Banyaknya garis gaya magnet yang dikeluarkan oleh sebuah kutub adalah :
O = 4 M
= 4 ( 3,14 ) M
= 12,57 M
M = Kuat kutub dalam SKU
KEMAGNITAN LISTRIK
1. Dengan mengambil jumlah lilitan yang banyak dan arus yang kuat dapat diperoleh kemagnetan yang kuat sekali.
2. Bila arus diputus, sifat kemagnitan dapat hilang sama sekali.
3. Kekuatan magnetnya dapat diubah ubah dengan mengubah kuat arusnya.
4. Cara menyimpannya tidak memerlukan apa-apa seperti halnya dengan magnet permanen.
5. Kedua kutubnya dapat ditukar.
Solenoida adalah suatu lilitan kawat atau kumparan yang rapat. Jika solenoida menggunakan teras udara, maka besarnya medan magnet pada pusat dan ujung solenoida adalah sebagai berikut :
B pada pusat solenoida adalah : UO . i . n
Diketahui UO = K . 4
Jika K adalah suatu ketetapan bernilai 10-7 weber / meter ampere
Maka UO = 4 10-7 weber / meter ampere. Jika n = N/ I maka :
B = UO . i . N/L
Dimana : n = jumlah lilitan tiap satuan panjang
I = panjang lilitan
N = jumlah lilitan
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Apabila solenoida dilengkungkan maka sumbunya membentuk sebuah lingkaran yang disebut “ toroida “. Berikut gambar solenoida ( A ) dan toroida ( B ).
SEJARAH MRI
PRINSIP DASAR MRI
FASE PRESESI
0.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 3
1 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 6
1.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 9
Sebagai contoh dapat dikemukan sebagai berikut :
Misal pada pesawat MRI dengan kekuatan medan magnet 1,5 tesla dan ukuran
Voxel adalah 2 x 2 x 5 mm = 20 mm3 berarti volume isi adalah 0,02
ml. Jika yang diperiksa adalah unsur air ( H2O ) maka :
Massa relatif ( Mr ) molekul H2O adalah 18 ( O16 dan 2H1 ), dengan jumlah
mol atom hydrogen dalam air adalah 2 mol. ( sebab dalam 1 molekul air
terdapat 2 mol hydrogen ) sehingga kandungan partikel proton hydrogen dalam 1
molekul air adalah 2 x 6,02 x 1023. 6,02 x 1023 adalah bilangan avugardo.
Yaitu = ketetapan yang menyatakan terdapat 6,02 x 1023 partikel dalam 1 mol /
unsure. Berarti dalam 1 molekul air terdapat partikel proton hydrogen
sebanyak 2 x 6,02 x 1023 partikel proton. Dalam 1 voxel air terdapat 1,388 x
1021 total proton hydrogen.
Jika kekuatan medan magnet pesawat MRI adalah 1,5 Tesla maka akan diperoleh
jumlah proton bebas yang membentuk jaringan dalam 1 voxel air yaitu : 1,388 x
1021 x 9 / 2 x 106 = 6.02 x 1015 proton.
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio.
Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi ( lihat gambar )
Frekuensi gerakan presesi tergantung pada jenis atom dan kekuatan medan magnet luar yang mempengaruhinya ( kekuatan medam magnet pesawat MRI ). Frekuensi presesi dapat dihitung berdasarkan rumus larmor berikut ini :
WO = Y . BO
Dimana : WO ( Omega Zerio ) = frekuensi presesi atau resonansi manetio
( 2,13 MHZ – 85 MHZ )
Y ( gamma ) = konstanta giromagnetik proton
( hydrogen 42,8 MHZ/Tesla )
BO = kekuatan medan magnet ( Tesla )
FASE RESONANSI
FASE RELAKSASI
Ringkasan Prinsip Dasar Pemeriksaan MRI
SIGNIFIKASI SIGNAL MRI
Fat 180 90
Liver 270 50
Renal Cortex 360 70
White Matter 390 90
Splien 480 80
Gray Matter 390 100
Muscle 600 40
Renal Medulla 680 140
Blood 800 180
Cerebro Spinal Fluid 2000 3000
Water 2500 2500
4. Gerakan Fisiologi ( Flow Phenomena )
Pencitraan resonansi magnetik atau lazim disebut MRI ( singkatan dari Magnetic
Resonance Imaging ) awalnya disebut NMR ( Nuclear Magnetic Resonance). Hal ini
disebabkan dasar pencitraan bersumber pada pemanfaatan inti atom ( Nucleus )
positif ( proton ) yang berinteraksi dengan gelombang radio dalam medan magnet yang kuat.
Namun karena presepsi masyarakat luas yang negatif jika menggunakan istilah “
nuklir “ yang merupakan dampak dari taruma dari penggunaan energi nuklir dalam
bidang militer maka NMR tidak dipopulerkan dan diganti menjadi MRI.
Saat ini pemeriksaan MRI berkembang sangat pesat karena selain mampu menyajikan
informasi diagnostik dengan tingkat akurasi yang tinggi, juga bersifat
non-invasive ( Non-Traumatis ), tidak ada bahaya radiasi ( Radiation Hazard )
serta menyuguhkan gambar – gambar organ dari berbagai irisan ( Multi planar )
tanpa memanipulasi tubuh pasien.
PENGETAHUAN DASAR SISTEM MAGNET
Magnet pertama kali ditemukan di Asia ( Magnesia )
kira-kira 2640 tahun sebelum masehi dan berwujud batu-batu magnet. Oleh karena
banyaknya magnit alam tidak seberapa dan demikian juga kekuatan unsur-unsur
kemagnitannya yang kecil sekali, maka magnet alam ini tidak banyak digunakan
lagi.
Magnet buatan atau magnet artificial dapat dibuat dari
baja yang digosok-gosokan dengan batang magnit atau dengan memasukan baja itu
kedalam kumparan
yang dialiri arus listrik searah ( DC ). Magnet buatan ada
dua macam yaitu magnet tetap ( Permanent Magnet ) dan magnet sementara (
Temporary Magnet ).
HIPOTESIS WEBER
Untuk menerangkan berbagai hal tentang magnet,Weber
menyusun hipotesisnya sebagai berikut :
a. Semua magnet terdiri dari atom-atom magnetic yang
dinamakan magnet-magnet molekuler atau magnet elementer.
b. Pada benda yang bersifat magnet, magnet-magnet
elementer diarahkan sedemikian sehingga kutub-kutub utaranya mengarah ke suatu
arah yang sama dan demikian sebaliknya untuk kutub-kutub selatan.
c. Pada benda yang tidak bersifat magnet kedudukan
magnet-magnet elementer tidak teratur, tetapi sebagian besar membentuk
lingkaran-lingkaran tertutup dimana kutub utara berhadapan dengan kutub selatan
sehingga mengadakan keadaan yang seimbang.
HUKUM TOLAK MENOLAK DAN TARIK MENARIK
Lokasi dimana terdapat pengaruh kemagnitan disebut medan
magnet. Secara sederhana medan magnet dapat diperlihatkan dengan menabur serbuk
besi diatas selembar kertas yang dibawahnya ditaruh batang magnet sehingga
tampak garis-garis dengan arah tertentu yang dibentuk oleh serbuk besi
tersebut.
Garis-garis ini disebut garis magnet atau garis
magnitisme. Garis magnitisme disebut juga garis induksi. Setiap garis ( satu
garis ) dinamakan “ Maxwell “ dan jumlah garis yang masuk dan meninggalkan
kurub disebut “ Flux Magnet “ ( O ), sedengkan tingkat kerapatan garis gaya
magnet tersebut ( induksi magnet )
menunjukan kekuatan medan magnet ( B ) yang ditentukan
oleh banyaknya flux magnet dalam suatu luas area tertentu ( A ) sehingga
kekuatan medan magnet dapat diformulasikan sebagai berikut :
B= O / A
Satuan untuk mengukur kekuatan medan magnet adalah Weber /
m2 atau Tesla.
Kutub-kutub magnet yang senama apabila didekatkan akan
tolak menolak, sebaliknya yang tidak senama akan tarik menarik. Menurut hukum
coulomb besar gaya tolak menolak dan tarik menarik dua kutub sebanding dengan
kekuatan kutub-kutub itu dan berbanding terbalik dengan kuadran jarak kedua
kutub tersebut;
K = M1.M2 / D2K = Gaya tolak / tarik ( dynes )
M1 = kuat kutub pertama dalam satuan kutub utara ( SKU )
M2 = kuat kutub kedua dalam satuan kutub utara ( SKU )
D = jarak antara kedua kutub
SKU adalah kuat kutub magnet yag diletakan sejauh 1 cm dalam kutub lain yang sama kuatnya dan dapat membangkitkan gaya tarik atau tolak sebesar 1 dyne ( 1 gram = 981 dyne ). Banyaknya garis gaya magnet yang dikeluarkan oleh sebuah kutub adalah :
O = 4 M
= 4 ( 3,14 ) M
= 12,57 M
M = Kuat kutub dalam SKU
KEMAGNITAN LISTRIK
Hubungan antara listrik dan kemagnitan dan listrik adalah
bahwa magnet dapat dibuat dengan menggunakan arus listrik sebaliknya tenaga
listrik dapat dibangkitkan dengan menggunakan magnet. Orang yang pertama kali
melakukan penelitian tentang hubungan tersebut adalah Oersted tahun 1819.
Medan magnet dapat timbuk pada sekitar kawat berbentuk
lurus maupun melingkar. Sebuah selonoida adalah kawat penghantar listrik yang
digulung menjadi sebuah kimparan panjang. Medan magnet yang sitimbulkan oleh
suatu kumparan yang dialiri listrik lebih kuat daripada medan magnet yang
ditimbulkan oleh sebuah lingkaran saja. Bila didalam kumparan itu ditempatkan
inti besi lunak, maka kemagnetannya jauh lebih besar lagi.
Susunan kumparan dari inti besi lunak itu disebut “
elektromagnet “ . keuntungan elektromagnet adalah :1. Dengan mengambil jumlah lilitan yang banyak dan arus yang kuat dapat diperoleh kemagnetan yang kuat sekali.
2. Bila arus diputus, sifat kemagnitan dapat hilang sama sekali.
3. Kekuatan magnetnya dapat diubah ubah dengan mengubah kuat arusnya.
4. Cara menyimpannya tidak memerlukan apa-apa seperti halnya dengan magnet permanen.
5. Kedua kutubnya dapat ditukar.
Solenoida adalah suatu lilitan kawat atau kumparan yang rapat. Jika solenoida menggunakan teras udara, maka besarnya medan magnet pada pusat dan ujung solenoida adalah sebagai berikut :
B pada pusat solenoida adalah : UO . i . n
Diketahui UO = K . 4
Jika K adalah suatu ketetapan bernilai 10-7 weber / meter ampere
Maka UO = 4 10-7 weber / meter ampere. Jika n = N/ I maka :
B = UO . i . N/L
Dimana : n = jumlah lilitan tiap satuan panjang
I = panjang lilitan
N = jumlah lilitan
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Apabila solenoida dilengkungkan maka sumbunya membentuk sebuah lingkaran yang disebut “ toroida “. Berikut gambar solenoida ( A ) dan toroida ( B ).
SEJARAH MRI
Penemuan MRI tidak muncul secara tiba-tiba akan tetapi
melalui perkembangan ilmu yang mendukung terwujudnya teknologi MRI. Terdapat
serentetan nama yang memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkannya.
Mendeleyev dan Mayer tahun 1869 menyusun unsur-unsur atom
dengan sistem periodiknya. Eniest Rutherford, Neils Bohr dan James Chud pada
tahun 1911 berjasa dalam teori tentang struktur atom. Kemudian Felix Block dan
Edward Purcell keduanya menerima hadiah nobel di bidang fisika pada tahun 1952
mengungkapkan perilaku inti atom seperti sebuah magnet kecil, yang dapat
melakukan spin dan precessing dengan berlandaskan pada rumus larmor ( akan
dibahas ) yang merupaka
dasar utam terciptanya MRI. Tahun 1960 seorang ahli fisika
yang dapat dianggap palinh berjasa dalam pengembangan MRI adalah Raymond
Damadian telah melakukan rentetan penelitian dan mampu membedakan jaringan-
jaringan tumor ganas dan jaringan normal. Disusul kemudian tahun 1974 ia
mendemonstrasikan tumor tikus secara kasar dengan citra MRI dan tahun 1976
menghasilkan citra tubuh manusia dengan memerlukan waktu pemeriksaan 4 jam.
Tahun 1977 bersama Paul Luterbur menyempurnakan dan resmi menjadi salah satu
instrumen pencitraan medik.
PRINSIP DASAR MRI
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang
mengandung 2 atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1) yang pada intinya
terdapat satu proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam
jaringan tubuh manusia yaitu 1019 inti/ mm3 , memiliki konsentrasi tertinggi
dalam jaringan 100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen
lain.
Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan
normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen
) dari jaringan tersebut. Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama
dengan prilaku sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang
bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan mengintari sumbunya ( spin )
secara kontinyu. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan
maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat
diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil ( Bar Magnetic ). Secara ringkas
prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah pasien diletakan dalam
medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah gelombang radio, ketika
gelombang radio dimayikan ( turn off ) pasien memancarkan signal yang berasal
dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut akan diterima oleh antenna
dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar. Proses
terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3 fase fisika
yaitu : Fase Presesi ( Magnetisasi ), Fase Resonansi dan Fase Relaksasi.
FASE PRESESI
Telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang
tidak bermuatan ( netral ) dan proton yang bermuatan positif. Proton proton
yang bersifat magnetic memiliki medan magnet yang mengarah pada 2 kutub ( utara
dan selatan ) mirip
dengan sebuah magnet kecil ( sebagaimana yang telah
dijelaskan ) sehingga proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut “
Magnetic Dipole “. Pada atom dengan nomor atom genap, inti atom ( partikel
elementer ) akan berpasang pasangan sehingga saling meniadakan efek magnetik
masing masing dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan membentuk
jaringan magnetisasi sehingga sulit untuk
dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Sebaliknya atom
atom dengan nomor atom ganjil memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan
jaringan magnetisasi, sehingga materi lain selain hydrogen ( dengan 1 proton
pada intinya ) juga memungkinkan pengembangan pemeriksaan MRI pada jaringan
yang mengandung natrium ( NA 23- Proton 11 dan neutron 12 ), phospor ( NA 31 –
15 proton dan 16 neutron ) dan Potassium ( NA 39-19 proton dan 20 neutron ).
Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh
tersusun secara acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi. Ketika
pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, magnetik
dipole ( proton proton ) tubuh pasien akan searah ( parallel ) dan tidak searah
( antiparallel ) dengan kutub medan magnet pesawat. Selisih proton proton yang
searah dan berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet
pesawat dan selisih inilah yang akan merupakan inti bebas ( tidak berpasangan )
yang akan membentuk jaringan magnetisasi. Berikut skema perbedaan kekuatan medan
magnet terhadap terjadinya proton proton bebas pada setiap 2 juta dipole ;
0.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 3
1 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 6
1.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 9
Sebagai contoh dapat dikemukan sebagai berikut :
Misal pada pesawat MRI dengan kekuatan medan magnet 1,5 tesla dan ukuran
Voxel adalah 2 x 2 x 5 mm = 20 mm3 berarti volume isi adalah 0,02
ml. Jika yang diperiksa adalah unsur air ( H2O ) maka :
Massa relatif ( Mr ) molekul H2O adalah 18 ( O16 dan 2H1 ), dengan jumlah
mol atom hydrogen dalam air adalah 2 mol. ( sebab dalam 1 molekul air
terdapat 2 mol hydrogen ) sehingga kandungan partikel proton hydrogen dalam 1
molekul air adalah 2 x 6,02 x 1023. 6,02 x 1023 adalah bilangan avugardo.
Yaitu = ketetapan yang menyatakan terdapat 6,02 x 1023 partikel dalam 1 mol /
unsure. Berarti dalam 1 molekul air terdapat partikel proton hydrogen
sebanyak 2 x 6,02 x 1023 partikel proton. Dalam 1 voxel air terdapat 1,388 x
1021 total proton hydrogen.
Jika kekuatan medan magnet pesawat MRI adalah 1,5 Tesla maka akan diperoleh
jumlah proton bebas yang membentuk jaringan dalam 1 voxel air yaitu : 1,388 x
1021 x 9 / 2 x 106 = 6.02 x 1015 proton.
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio.
Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi ( lihat gambar )
Frekuensi gerakan presesi tergantung pada jenis atom dan kekuatan medan magnet luar yang mempengaruhinya ( kekuatan medam magnet pesawat MRI ). Frekuensi presesi dapat dihitung berdasarkan rumus larmor berikut ini :
WO = Y . BO
Dimana : WO ( Omega Zerio ) = frekuensi presesi atau resonansi manetio
( 2,13 MHZ – 85 MHZ )
Y ( gamma ) = konstanta giromagnetik proton
( hydrogen 42,8 MHZ/Tesla )
BO = kekuatan medan magnet ( Tesla )
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut
cenderung dengan arah kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga
dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur
karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga
dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan
menggunakan gelombang radio.
Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan
gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing
( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi
Mengetahui secara tepat frekuensi presesi proton proton
sangat mutlak untuk menentukan besarnya frekuensi presesi gelombang radio ( RF )
yang akan dipancarkan untuk mengubah arah orientasi dipole yang membentuk
jaringan magnetisasi.
Ketika proton proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka
proton proton akan mudah menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah
gelombang radio (RF) dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya
dan mulai bergerak meninggalkan arah longitudinal ( L direction ) yang sejajar
dengan arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal ( Tegak lurus
terhadap sumbu medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi transversal.
Proton proton yang dapat dipengaruhi oleh gelombang radio hanyalah proton
proton yang memiliki frekuensi presesi yang sama dengan frekuensi gelombang
radio.
Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu
longitudinal menuju arah transversal disebut sebagai fase resonansi.
FASE RELAKSASI
Ketika proton proton hydrogen berada pada bidang
transversal, akan menginduksikan signal dalam bentuk gelombang elektromagnetik
( dikenal dengan MRI ) yang akan diterima oleh sebuah kumparan ( antenna )
penerima disisi pesawat MRI. Saat pancaran frekuensi radio dihentikan ( turn
off ) proton proton secara perlahan lahan kehilangan energinya dan mulai
bergerak meninggalkan arah transversal ( decay ) menuju kembali kearah
longitudinal ( recovery ) sambil melepaskan energi yang diserapnya dari
gelombang radio dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai
SIGNAL MRI, fase ini disebut fase relaksasi.
Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan
sebagai waktu yang diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada
kembali dalam arah longitudinal ( magnetisasi longitudinal ). T1 mencerminkan
tingkat trnsfer energi frekuensi radio ( RF ) dari proton proton keseluruh
jaringan sekitar ( Tissue-Lattice ) sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah “
Spin Lattice-Relaxation”, dimana besar T1 tergantung pada konsentrasi dan
kepadatan proton serta struktur kimiawi dari materi jaringan yang diperiksa (
Macromolecul enveiroment ). Jika T1 makin lama maka diperoleh signal yang makin
besar.
Ketika pemberian gelombang radio 900 ( memutar proton
proton ke arah transversal ) diperoleh signal dari arah transversal maksimum.
Namun ketika RF 900 dihentikan magnetisasi transversal yang memancarkan signal
awal maksimum berangsur angsur mulai berkurang ( Decay ). Awalnya presesi
proton proton berada dalam laju dan arah yang sama ( fase yang sama ) namun
secara perlahan satu sama lain keluar dari fase yang satu tersebut ( Dephasing
) disebabkan terjadinya interaksi masing proton dengan proton proton
disekitarnya ( spin-spin interaction ). Interaksi spin spin merupakan suatu
mekanisme tambahan yang dikonstribusikan oleh kenyataan bahwa medan magnetic
eksternal dari pesawat MRI tidak betul betul
seragam ( homogen ) sehingga menghasilkan magnetisasi proton
proton lokal yang tidak homogen ( local inhomogeneity ). Local inhomogeneity
meningkatkan interksi spin spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat
penurunan besarnya signal ( signal decay ) ke nilai nol. Hal ini berarti
terdapat adanya signal yang hilang ( loss of signal ). Waktu yang diperlukan
proton proton dari keadaan magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37
% saja merupakan nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan
oleh medan magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nolai T2 yang
sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetic yang tidak
homogen diberi symbol T2*.
Nilai T1, T2 dan efek T2* terhadap nilai T2 yang
sebenarnya dapat diperlihatkan pada kurva berikut :
Pada gambar ( A ) nilai T1 lebih cepat pada jaringan padat
( solid) dibandingkan cairan ( liquid ). Gambar ( B ) menunjukan defenisi T2
dan gambar ( C ) menunjukan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya.
Medan magnetic lokal yang tidak homogen mengakibatkan
terjadinya gerakan presesi proton proton yang tidak seragam ( acak ) sehingga
menyebabkan terjadinya saling interaksi diantara mereka dengan demikian tidak
ada signal yang terdeteksi sehingga seolah olah ada kehilangan signal ( loss of
signal ). Hadirnya T2* mempersepat signal menuju ke nol, oleh karena itu
prosedur pemeriksaan MRI salah satunya adalah mengurangi atau menghilangkan
efek T2*, sehingga diperileh nilai T2 yang sebenarnya. Jika nilai T2 besar maka
signal yang dihasilkan juga besar. Jadi proses deohasing diakibatkan oleh hasil
interaksi spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet
yang tidak homogen ( T2* ).
Ringkasan Prinsip Dasar Pemeriksaan MRI
Secara ringkas dapat disimpulakan kejadian dan langkah –
langkah pemeriksaan MRI sebagai berikut :
1. Penderita sebelum dimasukan kedalam medan magnet
pesawat MRI, proton proton dalam tubuh tersusun secara acak, sehingga tidak ada
jaringan magnetisasi.
2. Penderita ditempatkan dalam medan magnet, terjadi
magnetisasi proton posisi parallel dan anti parallel serta melakukan gerakan
presesi.
3. Pemberian gelombang radio ( RF ) proton menyerap energi
dari gelombang radio tersebut dan melakukan magnetisasi ke arah transversal (
Fase Resonansi ).
4. Penghentian gelombang radio menyebabkan relaksasi (
kembali ke posisi awal ) dimana proton proton melepaskan energi berupa signal-
signal elektromagnetik ( Signal MRI ).
5. Signal- signal diterima oleh sebuah koil antenna
penerima.
6. Selanjutnya signal- signal tersebut diubah menjadi
pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi gambar.
Untuk memperoleh nilai T1 dan T2 yang tidak dipengaruhi
oleh T2* dibutuhkan rangkaian pulsa khusus ( special pulse sequence ) yaitu :
Saturation Recovery, Inversion Recovery, dan Spin Echo Sequence.
SIGNIFIKASI SIGNAL MRI
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan signal
MRI yaitu :
1. Medan Magnet Utama
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekuatan medan magnet
luar ( magnet pesawat MRI ) mempengaruhi jumlah proton-proton bebas yang
membentuk jaringan magnetisasi ( Proton-proton parallel yang tidak memiliki
pasangan anti parallel ). Semakin besar kekuatan medan magnet utama maka
semakin besar pula jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan
magnetisasi sehingga secara keseluruhan akan memberikan akumulasi signal yang
semakin besar pula.
2. Proton Density ( Chemical Shift dan Dimensi Jaringan )
Jika materi yang diperiksa memiliki kandungan proton yang
besar maka akan semakin banyak pula proton-proton bebas yang akan membentuk
jaringan magnetisasi dihasilkan jika dibandingkan dengan materi yang memiliki
kandungan proton-proton lebih kecil pada kuat medan magnet yang sama. Pada
dasarnya kandungan proton ini dalam pemeriksaan MRI tergantung pada kandungan (
kadar ) air yang merupakan salah satu material dari komposisi kimia penyusun
jaringan yang diperiksa.
3. Waktu Relaksasi ( T1 dan T2 )
Waktu relaksasi terdiri atas T1 dan T2. jika T1 lama maka
diperoleh jumlah signal yang semakin besar pula sebaliknya jika T2 lama
diperoleh signal yang semakin kecil.
Berikut ini tabel hubungan T1 dan T2 terhadap
bermacam-macam jaringan tubuh pada medan magnet 1 Tesla :
T I S S U E T1 ( mill second ) T2 (mill second )Fat 180 90
Liver 270 50
Renal Cortex 360 70
White Matter 390 90
Splien 480 80
Gray Matter 390 100
Muscle 600 40
Renal Medulla 680 140
Blood 800 180
Cerebro Spinal Fluid 2000 3000
Water 2500 2500
4. Gerakan Fisiologi ( Flow Phenomena )
No comments:
Post a Comment