RADIOBIOLOGI 3
Teori target dalam pembunuhan sel dengan radiasi (rbio03)
Kemungkinan dalam DNA terdapat daerah sensitif yang diandaikan sebagai
target penyebab kerusakan radiasi, sehingga survival sel setelah menerima
radiasi dikaitkan dengan jumlah target yang di nonaktifkan. Ada dua versi pengandaian pembunuhan sel
·
Single
target single hit inactivation
·
Multi
target single hit inactivation
Single target
single hit inactivation
Andaikan ada N
sel dalam tumor, diberi dosis rendah dD dan akan mengakibatkan dN sel nonaktif.
dN = - (1/D0) N dD
Solusi persamaan tersebut
menghasilkan
Persamaan survival menjadi
S = e-D/D0
D = D0
disebut mean lethal dose (dosis letal rata-rata) yang dibutuhkan untuk
mengurangi populasi dari N menjadi 0.37N. Artinya D0 adalah dosis
yang diperlukan untuk menghasilkan satu tumbukan nonaktivasi dalam setiap sel
bila tidak ada tumbukan yang terbuang percuma. Karena deposit energi yang
berlangsung secara acak dan alami, sebagian energi datang pada sel yang telah
rusak sehingga terbuang percuma, sedangkan yang lain terhindar dari tumbukan, sehingga
tidak semua sel mati dan mean lethal dose D0 hanya akan
mengakibatkan kerusakan 63% populasi.
Multi target
single hit inactivation
Andaikan sel
mempunyai n target, yang masing-masing harus dinonaktifkan agar sel mati.
Kemungkinan satu target tidak tertumbuk adalah e- D/D0. Oleh
karenanya kemungkinan individu target akan tertumbuk adalah 1 – e-D/D0.
Kemungkinan semua n target dalam satu sel ditumbuk menjadi (1 – eD/D0)n.
Dengan demikian kemungkinan survival menjadi 1- (1 – eD/D0)n,
sehingga persamaan multi target single hit dapat dituliskan sebagai berikut
Untuk dosis
tinggi relatif terhadap D0 persamaan dapat disederhanakan dengan
ekspansi binomial menjadi
N = N0 n e –D/D0
Persamaan survival untuk dosis tinggi menjadi
S = n e-D/D0
Dari kedua persamaan survival tersebut kurva pada
dosis tinggi akan berbentuk linear.
Diusulkan persamaan lain untuk
kurva survival multi target yang kenyataannya memiliki bahu.
Persamaan kurva mengikuti eksponensial linear
kwadratik
Perhatikan untuk menentukan Dq diambil N =
N0 pada persamaan untuk D tinggi dan diperoleh
n = eDq/D0 atau Dq = D0
ln n
Dq disebut quasi threshold dose. Perhatikan bahwa kurva
survival mengandung 3 parameter D0, Dq, dan n.
Sebagai contoh, bila dipilih n = 30 dan D0 = 1.6 Gy, maka harga
Dq = 5.4 Gy. Kurva survival multi target terbukti cocok untuk
menerangkan respons sel terhadap radiasi dengan dosis tinggi, artinya di luar
bahu. Kurva survival ini tidak menerangkan dengan baik mengenai respons dengan
dosis lebih rendah dari pemakaian klinis.
Sel mammalia yang dikultur in vitro menunjukkan mempunyai radiosensitivitas
yang bervariasi. Dua jenis neuroblastoma termasuk yang paling sensitif, dan
glioblastoma yang paling tidak radiosensitif. Meskipun berbagai jenis sel asynchronous
tersebut memiliki rentang radiosensitivitas yang lebar, namun semuanya memiliki
radiosensitivitas sama selama dalam fase mitosis. Implikasinya pada saat
kromosom termampatkan selama mitosis, radiosensitivitas diatur oleh kandungan
DNA, namun dalam interfase radiosensitivitas berbeda-beda karena perbedaan
konformitas DNA.
Kematian mitotik pada dasarnya sebagai akibat pertukaran jenis aberasi
kromosom, sehingga kurva survival-dosis yang berkaitan dalam skala logaritmik
diawali dengan bahu lebar, yang juga mempunyai karakter dipengaruhi oleh laju
dosis. Kematian apoptosis dihasilkan dari mekanisme yang belum jelas diketahui,
yang pada kurva dosis-survival tampak merupakan suatu garis lurus. Yang berarti
survival sebagai fungsi eksponensial dosis, dan tampaknya hanya sedikit
dipengaruhi oleh laju dosis.
Meskipum beberapa jenis sel kematiannya mengikuti dominasi mitotik, namun
ada pula beberapa jenis sel yang didominasi oleh apoptosis. Sebagian besar
berada di antara keduanya, kematian merupakan kontribusi mitotik dan apoptosis
dengan proporsi yang bervariasi. Oleh karenanya hubungan antara dosis dan
tanggapan dapat mengikuti formula berikut
αM dan αA menunjukkan kontribusi mitotik dan
apoptosis pada kematian sel pada fungsi linier dengan dosis, dan βM
kontribusi mitotik pada kematian sel yang tergantung pada dosis kuadrat.
Dari survival data untuk berbagai jenis sel, diperoleh informasi bahwa sel
mammalian memiliki radiosensitivitas paling tinggi dibanding dengan
micro-organisme.
Beberapa kesimpulan penting diperoleh dari gambar di atas:
1.
Faktor dominan yang berpengaruh pada radiosensitivitas
adalah kandungan DNA. Radiosensitivitas sel mamalia tinggi karena memiliki
kandungan DNA tinggi, yang menunjukkan target besar untuk kerusakan akibat
radiasi.
2.
Meskipun kandungan DNA sama pada mikro organisme, namun
dapat memiliki radiosenstivitas berbeda, karena karakter mutant yang
mengakibatkan lebih efektif dalam sistem perbaikannya. Dalam organisme lebih
tinggi mitotik dan apoptosis berpengaruh pada kematian sel.
3.
Dalam gambar tampak untuk sterilisasi dibutuhkan dosis
tinggi (sekitar 20 000 Gy) karena mikro organisme sangat radioresistance.
Kurva survival untuk perlakuan
fraksinasi
Kalau diandaikan bahwa pada saat akhir dari satu fraksi sampai pada
perlakuan berikutnya dimulai, perbaikan penuh telah terjadi, sehingga dapat
dianggap kondisi sel survive sudah sama dengan kondisi semula. Fraksi survival dapat
digambarkan sebagai berikut
Pada umumnya radioterapi dilakukan secara fraksinasi selama 4 – 6 minggu.
Kalau diandaikan perbaikan dan pertumbuhan sel terjadi antar fraksi, maka
fraksi survival pada saat akan dimulai perlakuan perlu dikoreksi dengan faktor
pertumbuhan yang mengikuti fungsi eksponensial
T1 adalah waktu interval dalam hari semenjak akhir perlakuan,
yang berarti interval fraksinasi, dan Ts adalah parameter
pertumbuhan (dalam hari yang mengakibatkan populasi meningkat dengan faktor e).
Menurut Cohen nilai Ts sekitar 7 hari untuk kulit manusia.
Perhatikan dalam gambar, hasil pertumbuhan setiap hari Senin selalu lebih
tinggi dari hari yang lain karena waktu istirahat yang relatif lebih lama pada
akhir minggu.
Model kurva survival yang lebih kompleks
Kekurangan model multi target adalah dalam memperkirakan respons untuk dosis rendah. Padahal dalam
eksperimen sebaliknya terjadi, kurva survival mempunyai kemiringan tertentu.
Oleh karenanya dibuat modifikasi model yang berisi dua komponen, single target
dan multi target single hit, sehingga diperoleh persamaan :
S = e-D/D1[1 – (1- e-D/D0)n]
D1 adalah dose yang diperlukan dalam dosis rendah untuk
mengurangi survival populasi dari 1 menjadi 0.37. Bila harga D1 tinggi
dibanding dengan D0, kemiringan final fungsi eksponensial ditentukan
oleh D0 dan harga D1 tidak mempersulit dalam prediksi
dosis tinggi. Kurva survival masih mempunyai 3 parameter, yakni D0,
D1, dan n. Sebagai contoh kurva survival dengan n = 30. D0
= 1.6 Gy, dan D1 = 4.6 Gy. Kurva survival demikian memperkirakan
pembunuhan pada daerah dosis rendah, tetapi harus dibuat supaya perubahan
survival sel linear di luar daerah antara 0 – Dq. Ini berarti tidak
ada pengurangan kerusakan sel terjadi pada dosis dibawah sekitar 2Gy, seperti
yang ditemui dalam eksperimen maupun dalam radioterapi (perhatikan kurva berada
dalam daerah bahu).
Model linear-kuadratik
Deskripsi yang paling cocok untuk menerangkan kurva survival adalah model
linear-kuadratik, yang hanya mempunyai dua parameter a dan b.
Komponen linear,
yang diakibatkan oleh pemutusan dua kromosom oleh gerakan elektron tunggal yang
terjadi pada absorpsi sinar X dosis rendah. Untuk dosis tinggi, pemutusan dua
kromosom dimungkinkan oleh gerakan dua elektron yang berbeda. Kemungkinan
interaksi proporsional dengan dosis kuadrat, dan menghasilkan komponen
kuadratik dalam kurva survival.
Komponen linear
sesuai dengan model single target single hit, dan direperesentasikan oleh kurva
survival
S = e-aD
·
Harga a sesuai dengan
harga 1/D0
·
a menunjukkan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki
Komponen
kuadratik diakibatkan oleh kombinasi kejadian yang independent untuk produksi
kerusakan sel letal (double chromosome breaks). Kemungkinan satu kromosom putus
proporsional dengan D. Kemungkinan satu kromosom lain putus juga proporsional
dengan D. Dengan demikian dua kromosom putus bersamaan akan proporsional dengan
D2. Komponen kuadratik direpresentasikan oleh kurva survival
S = e-bD
Kerusakan akibat komponen kuadratik, dapat diperbaiki.
Perbedaan antara kurva survival model L-Q
(linear-quadratic) dan teori target
·
L-Q
mempunyai kurva masih berbentuk kurvature (melengkung) meskipun untuk dosis
tinggi
·
Teori
target mempunyai kurva berubah menjadi linear untuk dosis tinggi.
· Untuk
radiasi dengan LET tinggi, kurva survival L-Q maupun teory target berbentuk
lurus, yang berarti menimbulkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Hubungan dosis dan waktu dalam radioterapi
Strandqvist
(1944) membuat hubungan matematik antara waktu total perlakuan dengan berbagai
respons kulit dalam radioterapi. Diperoleh kurva isoefek linear yang
digambarkan sebagai hubungan antara dosis total dengan waktu perlakuan dengan
fraksinasi 5 kali per minggu. Hubungan matematik antara dosis total (D) dengan
lama waktu perlakuan (T) diperoleh sebagai berikut:
D = k x T0.22
Cohen (1949) melakukan evaluasi penemuan Strandqvist,
dan menyatakan bahwa angka eksponensial 0.22 tidak cocok, dan diperbaiki dengan
angka 0.33 untuk efek akhir eritema lemah ataupun kuat.
Kemiringan semua kurva mendekati 0.33, sehingga
hubungan dosis isoefek D dengan waktu perlakuan T menjadi
D ~ T0.33
Ellis (1969)
menyatakan bahwa faktor waktu dalam radioterapi sebetulnya merupakan gabungan
antara jumlah fraksinasi (N) dengan waktu T. Hubungan isoefek didasarkan atas 3
pengandaian
·
Penyembuhan
epitelium kulit tergantung pada kondisi jaringan ikat di bawahnya.
·
Selain tulang dan otak, jaringan ikat di seluruh tubuh
sama
·
Dalam dan di sekeliling tumor, jaringan ikat membuat
stroma,
Oleh karenanya selain tulang dan
otak, dosis tumor dibatasi oleh toleransi jaringan normal yang dapat didasarkan
pada toleransi kulit.
Ellis menggunakan formula
Strandqvist untuk menentukan dosis total (D) pada toleransi jaringan normal
D = NSD x N0.22 x T0.11
NSD disebut Nominal Standard Dose yang berharga konstan. Kemudian
angka 0.22 diganti dengan 0.24 untuk menyesuaikan perlakuan dari 6 kali per
minggu menjadi 5 kali per minggu. Unit NSD adalah ret (rad-equivalent therapy).
Dengan demikian persamaan di atas ditulis menjadi berikut.
D = NSD x N0.24 x T0.11
Ellis juga memperkenalkan partial tolerance, yang berguna untuk penambahan
dua atau lebih metoda perlakuan. Namun perlu diperhatikan bahwa harga efek
parsial dihitung dari pengalaman setiap institusi tertentu, sehingga sebetulnya
sulit diperbandingkan. Ellis dan Orton memperkenalkan faktor TDF (time, dose,
and fractionation) terutama untuk memudahkan perhitungan.
Dari persamaan di atas, dengan memasukkan harga T = Nx diperoleh harga NSD
NSD = D N -0.24 x T -0.11
= Nd . N-0.24 . N-0.11 x-0.11
NSD = d N0.65. x-0.11
NSD1.538 = N d1.538.
x –0.169
Dapat dilihat NSD tidak linear
dengan N, tetapi linear dengan N0.65. Yang linear terhadap N adalah
NSD1.538. Harga TDF sesuai dengan NSD1.538 dengan
menambahkan faktor 10-3 untuk memudahkan kalkulasi.
TDF = N d1.538. x –0.169.
10-3
Perlu dicatat bahwa Ellis telah memberikan ide untuk mempelajari hubungan
antara dosis dan fraksinasi.
Beberapa keberatan penggunaan NSD
Berdasarkan formula perpangkatan
D = k x Nm x Ti
·
Kurva
isoefek berbentuk kurvature tidak linear seperti yang mendasari pemikiran
pembentukan model TDF. Artinya konsep NSD tidak memasukkan kurva survival yang
terdiri dari dua komponen.
·
Konsep
NSD tidak membedakan antara efek akut dan efek lanjut (late)
Penggunaan NSD maupun turunannya, TDF (time dose factor) sering
menghasilkan komplikasi lanjut yang berlebihan.
Selain itu NSD kekurangan antara lain
· parameter
yang dipakai dalam persamaan konstan, padahal jaringan berbeda memberikan
reaksi terhadap radiasi berbeda pula. Oleh karenanya parameter seharusnya dapat
berubah dari jaringan satu ke jaringan lain dan untuk efek akut dan efek lanjut
· persamaan
merupakan pendekatan empiris murni yang disesuaikan dengan data klinis dan
tidak dapat diturunkan atau diterangkan secara biofisik maupun biologis,
sehingga dasar ilmiahnya dipertanyakan
·
Metoda kompensasi proliferasi
tidak sesuai dengan hasil eksperimen.
Perhatikan bahwa
kemiringan 0.24 hanya cocok untuk sebagian kurva isoefek. Angka di bawah kurva
menunjukkan eksponen jumlah fraksi (m). Model L-Q memperkirakan m meningkat
dengan dosis per fraksi dan menurun dengan kenaikan jumlah fraksi.
Dosis ekstra
untuk kompensasi proliferasi tidak diperlukan pada kerusakan kulit tikus sampai
12 hari setelah radiasi. Untuk manusia diperkirakan sekitar 4 minggu, yang
berarti efek proliferasi sampai selesai perlakuan, karena respons kulit manusia
yang lambat dan juga siklus sel yang relatif lambat.
Disamping itu, tidak semua jaringan normal sama. Perbedaan yang jelas
antara jaringan yang mempunyai respons dini seperti kulit, mukosa, dan
epitelium usus, dengan yang mempunyai respon lambat seperti spinal cord. Gambar
di atas menunjukkan bahwa dosis ekstra untuk kompensasi proliferasi sel
jaringan dengan respons dini berbeda dengan sel jaringan dengan respons lambat.
Setelah melihat berbagai masalah mengenai konsep NSD, maka untuk
selanjutnya kalkulasi fraksinasi lebih baik didasarkan pada model
linear-quadratic (L-Q).
No comments:
Post a Comment