Wednesday, 25 January 2012


RADIOBIOLOGI 3

Teori target dalam pembunuhan sel dengan radiasi (rbio03)

Kemungkinan dalam DNA terdapat daerah sensitif yang diandaikan sebagai target penyebab kerusakan radiasi, sehingga survival sel setelah menerima radiasi dikaitkan dengan jumlah target yang di nonaktifkan. Ada dua versi pengandaian pembunuhan sel
·        Single target single hit inactivation
·        Multi target single hit inactivation

Single target single hit inactivation
Andaikan ada N sel dalam tumor, diberi dosis rendah dD dan akan mengakibatkan dN sel nonaktif.

dN = - (1/D0) N dD
Solusi persamaan tersebut menghasilkan 

Persamaan survival menjadi
S = e-D/D0

D = D0 disebut mean lethal dose (dosis letal rata-rata) yang dibutuhkan untuk mengurangi populasi dari N menjadi 0.37N. Artinya D0 adalah dosis yang diperlukan untuk menghasilkan satu tumbukan nonaktivasi dalam setiap sel bila tidak ada tumbukan yang terbuang percuma. Karena deposit energi yang berlangsung secara acak dan alami, sebagian energi datang pada sel yang telah rusak sehingga terbuang percuma, sedangkan yang lain terhindar dari tumbukan, sehingga tidak semua sel mati dan mean lethal dose D0 hanya akan mengakibatkan kerusakan 63% populasi.

Multi target single hit inactivation
Andaikan sel mempunyai n target, yang masing-masing harus dinonaktifkan agar sel mati. Kemungkinan satu target tidak tertumbuk adalah e- D/D0. Oleh karenanya kemungkinan individu target akan tertumbuk adalah 1 – e-D/D0. Kemungkinan semua n target dalam satu sel ditumbuk menjadi (1 – eD/D0)n. Dengan demikian kemungkinan survival menjadi 1- (1 – eD/D0)n, sehingga persamaan multi target single hit dapat dituliskan sebagai berikut

Untuk dosis tinggi relatif terhadap D0 persamaan dapat disederhanakan dengan ekspansi binomial menjadi

N = N0 n e –D/D0

Persamaan survival untuk dosis tinggi menjadi
S = n e-D/D0

Dari kedua persamaan survival tersebut kurva pada dosis tinggi akan berbentuk linear.

Diusulkan persamaan lain untuk kurva survival multi target yang kenyataannya memiliki bahu. 


Persamaan kurva mengikuti eksponensial linear kwadratik


Perhatikan untuk menentukan Dq diambil N = N0 pada persamaan untuk D tinggi dan diperoleh 

n = eDq/D0 atau Dq = D0 ln n

Dq disebut quasi threshold dose. Perhatikan bahwa kurva survival mengandung 3 parameter D0, Dq, dan n.
Sebagai contoh, bila dipilih n = 30 dan D0 = 1.6 Gy, maka harga Dq = 5.4 Gy. Kurva survival multi target terbukti cocok untuk menerangkan respons sel terhadap radiasi dengan dosis tinggi, artinya di luar bahu. Kurva survival ini tidak menerangkan dengan baik mengenai respons dengan dosis lebih rendah dari pemakaian klinis.


Sel mammalia yang dikultur in vitro menunjukkan mempunyai radiosensitivitas yang bervariasi. Dua jenis neuroblastoma termasuk yang paling sensitif, dan glioblastoma yang paling tidak radiosensitif. Meskipun berbagai jenis sel asynchronous tersebut memiliki rentang radiosensitivitas yang lebar, namun semuanya memiliki radiosensitivitas sama selama dalam fase mitosis. Implikasinya pada saat kromosom termampatkan selama mitosis, radiosensitivitas diatur oleh kandungan DNA, namun dalam interfase radiosensitivitas berbeda-beda karena perbedaan konformitas DNA.

Kematian mitotik pada dasarnya sebagai akibat pertukaran jenis aberasi kromosom, sehingga kurva survival-dosis yang berkaitan dalam skala logaritmik diawali dengan bahu lebar, yang juga mempunyai karakter dipengaruhi oleh laju dosis. Kematian apoptosis dihasilkan dari mekanisme yang belum jelas diketahui, yang pada kurva dosis-survival tampak merupakan suatu garis lurus. Yang berarti survival sebagai fungsi eksponensial dosis, dan tampaknya hanya sedikit dipengaruhi oleh laju dosis.

Meskipum beberapa jenis sel kematiannya mengikuti dominasi mitotik, namun ada pula beberapa jenis sel yang didominasi oleh apoptosis. Sebagian besar berada di antara keduanya, kematian merupakan kontribusi mitotik dan apoptosis dengan proporsi yang bervariasi. Oleh karenanya hubungan antara dosis dan tanggapan dapat mengikuti formula berikut


αM dan αA menunjukkan kontribusi mitotik dan apoptosis pada kematian sel pada fungsi linier dengan dosis, dan βM kontribusi mitotik pada kematian sel yang tergantung pada dosis kuadrat.

Dari survival data untuk berbagai jenis sel, diperoleh informasi bahwa sel mammalian memiliki radiosensitivitas paling tinggi dibanding dengan micro-organisme.


Beberapa kesimpulan penting diperoleh dari gambar di atas:
1.         Faktor dominan yang berpengaruh pada radiosensitivitas adalah kandungan DNA. Radiosensitivitas sel mamalia tinggi karena memiliki kandungan DNA tinggi, yang menunjukkan target besar untuk kerusakan akibat radiasi.
2.         Meskipun kandungan DNA sama pada mikro organisme, namun dapat memiliki radiosenstivitas berbeda, karena karakter mutant yang mengakibatkan lebih efektif dalam sistem perbaikannya. Dalam organisme lebih tinggi mitotik dan apoptosis berpengaruh pada kematian sel.
3.         Dalam gambar tampak untuk sterilisasi dibutuhkan dosis tinggi (sekitar 20 000 Gy) karena mikro organisme sangat radioresistance. 

Kurva survival untuk perlakuan fraksinasi
Kalau diandaikan bahwa pada saat akhir dari satu fraksi sampai pada perlakuan berikutnya dimulai, perbaikan penuh telah terjadi, sehingga dapat dianggap kondisi sel survive sudah sama dengan kondisi semula. Fraksi survival dapat digambarkan sebagai berikut


Pada umumnya radioterapi dilakukan secara fraksinasi selama 4 – 6 minggu. Kalau diandaikan perbaikan dan pertumbuhan sel terjadi antar fraksi, maka fraksi survival pada saat akan dimulai perlakuan perlu dikoreksi dengan faktor pertumbuhan yang mengikuti fungsi eksponensial

T1 adalah waktu interval dalam hari semenjak akhir perlakuan, yang berarti interval fraksinasi, dan Ts adalah parameter pertumbuhan (dalam hari yang mengakibatkan populasi meningkat dengan faktor e). Menurut Cohen nilai Ts sekitar 7 hari untuk kulit manusia. Perhatikan dalam gambar, hasil pertumbuhan setiap hari Senin selalu lebih tinggi dari hari yang lain karena waktu istirahat yang relatif lebih lama pada akhir minggu.
Model kurva survival yang lebih kompleks
Kekurangan model multi target adalah dalam memperkirakan respons untuk dosis rendah. Padahal dalam eksperimen sebaliknya terjadi, kurva survival mempunyai kemiringan tertentu. Oleh karenanya dibuat modifikasi model yang berisi dua komponen, single target dan multi target single hit, sehingga diperoleh persamaan :

S = e-D/D1[1 – (1- e-D/D0)n]

D1 adalah dose yang diperlukan dalam dosis rendah untuk mengurangi survival populasi dari 1 menjadi 0.37. Bila harga D1 tinggi dibanding dengan D0, kemiringan final fungsi eksponensial ditentukan oleh D0 dan harga D1 tidak mempersulit dalam prediksi dosis tinggi. Kurva survival masih mempunyai 3 parameter, yakni D0, D1, dan n. Sebagai contoh kurva survival dengan n = 30. D0 = 1.6 Gy, dan D1 = 4.6 Gy. Kurva survival demikian memperkirakan pembunuhan pada daerah dosis rendah, tetapi harus dibuat supaya perubahan survival sel linear di luar daerah antara 0 – Dq. Ini berarti tidak ada pengurangan kerusakan sel terjadi pada dosis dibawah sekitar 2Gy, seperti yang ditemui dalam eksperimen maupun dalam radioterapi (perhatikan kurva berada dalam daerah bahu).

Model linear-kuadratik
Deskripsi yang paling cocok untuk menerangkan kurva survival adalah model linear-kuadratik, yang hanya mempunyai dua parameter a dan b.


Komponen linear, yang diakibatkan oleh pemutusan dua kromosom oleh gerakan elektron tunggal yang terjadi pada absorpsi sinar X dosis rendah. Untuk dosis tinggi, pemutusan dua kromosom dimungkinkan oleh gerakan dua elektron yang berbeda. Kemungkinan interaksi proporsional dengan dosis kuadrat, dan menghasilkan komponen kuadratik dalam kurva survival.

Komponen linear sesuai dengan model single target single hit, dan direperesentasikan oleh kurva survival
S = e-aD
·        Harga a sesuai dengan harga 1/D0
·        a menunjukkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki

Komponen kuadratik diakibatkan oleh kombinasi kejadian yang independent untuk produksi kerusakan sel letal (double chromosome breaks). Kemungkinan satu kromosom putus proporsional dengan D. Kemungkinan satu kromosom lain putus juga proporsional dengan D. Dengan demikian dua kromosom putus bersamaan akan proporsional dengan D2. Komponen kuadratik direpresentasikan oleh kurva survival
S = e-bD

Kerusakan akibat komponen kuadratik, dapat diperbaiki.

Perbedaan antara kurva survival model L-Q (linear-quadratic) dan teori target
·        L-Q mempunyai kurva masih berbentuk kurvature (melengkung) meskipun untuk dosis tinggi
·        Teori target mempunyai kurva berubah menjadi linear untuk dosis tinggi.
·       Untuk radiasi dengan LET tinggi, kurva survival L-Q maupun teory target berbentuk lurus, yang berarti menimbulkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

Hubungan dosis dan waktu dalam radioterapi
Strandqvist (1944) membuat hubungan matematik antara waktu total perlakuan dengan berbagai respons kulit dalam radioterapi. Diperoleh kurva isoefek linear yang digambarkan sebagai hubungan antara dosis total dengan waktu perlakuan dengan fraksinasi 5 kali per minggu. Hubungan matematik antara dosis total (D) dengan lama waktu perlakuan (T) diperoleh sebagai berikut:

D = k x T0.22


Cohen (1949) melakukan evaluasi penemuan Strandqvist, dan menyatakan bahwa angka eksponensial 0.22 tidak cocok, dan diperbaiki dengan angka 0.33 untuk efek akhir eritema lemah ataupun kuat.

Kemiringan semua kurva mendekati 0.33, sehingga hubungan dosis isoefek D dengan waktu perlakuan T menjadi
D ~ T0.33

Ellis (1969) menyatakan bahwa faktor waktu dalam radioterapi sebetulnya merupakan gabungan antara jumlah fraksinasi (N) dengan waktu T. Hubungan isoefek didasarkan atas 3 pengandaian
·        Penyembuhan epitelium kulit tergantung pada kondisi jaringan ikat di bawahnya.
·        Selain tulang dan otak, jaringan ikat di seluruh tubuh sama
·        Dalam dan di sekeliling tumor, jaringan ikat membuat stroma,
Oleh karenanya selain tulang dan otak, dosis tumor dibatasi oleh toleransi jaringan normal yang dapat didasarkan pada toleransi kulit.

Ellis menggunakan formula Strandqvist untuk menentukan dosis total (D) pada toleransi jaringan normal
D = NSD x N0.22 x T0.11

NSD disebut Nominal Standard Dose yang berharga konstan. Kemudian angka 0.22 diganti dengan 0.24 untuk menyesuaikan perlakuan dari 6 kali per minggu menjadi 5 kali per minggu. Unit NSD adalah ret (rad-equivalent therapy). Dengan demikian persamaan di atas ditulis menjadi berikut.

D = NSD x N0.24 x T0.11
Ellis juga memperkenalkan partial tolerance, yang berguna untuk penambahan dua atau lebih metoda perlakuan. Namun perlu diperhatikan bahwa harga efek parsial dihitung dari pengalaman setiap institusi tertentu, sehingga sebetulnya sulit diperbandingkan. Ellis dan Orton memperkenalkan faktor TDF (time, dose, and fractionation) terutama untuk memudahkan perhitungan.

Dari persamaan di atas, dengan memasukkan harga T = Nx diperoleh harga NSD

NSD = D N -0.24 x T -0.11 = Nd . N-0.24 . N-0.11 x-0.11
NSD = d N0.65. x-0.11
NSD1.538 = N d1.538. x –0.169

Dapat dilihat NSD tidak linear dengan N, tetapi linear dengan N0.65. Yang linear terhadap N adalah NSD1.538. Harga TDF sesuai dengan NSD1.538 dengan menambahkan faktor 10-3 untuk memudahkan kalkulasi.

TDF = N d1.538. x –0.169. 10-3

Perlu dicatat bahwa Ellis telah memberikan ide untuk mempelajari hubungan antara dosis dan fraksinasi.

Beberapa keberatan penggunaan NSD
Berdasarkan formula perpangkatan

D = k x Nm x Ti
·        Kurva isoefek berbentuk kurvature tidak linear seperti yang mendasari pemikiran pembentukan model TDF. Artinya konsep NSD tidak memasukkan kurva survival yang terdiri dari dua komponen.
·        Konsep NSD tidak membedakan antara efek akut dan efek lanjut (late)

Penggunaan NSD maupun turunannya, TDF (time dose factor) sering menghasilkan komplikasi lanjut yang berlebihan.

Selain itu NSD kekurangan antara lain
·      parameter yang dipakai dalam persamaan konstan, padahal jaringan berbeda memberikan reaksi terhadap radiasi berbeda pula. Oleh karenanya parameter seharusnya dapat berubah dari jaringan satu ke jaringan lain dan untuk efek akut dan efek lanjut
·     persamaan merupakan pendekatan empiris murni yang disesuaikan dengan data klinis dan tidak dapat diturunkan atau diterangkan secara biofisik maupun biologis, sehingga dasar ilmiahnya dipertanyakan
·        Metoda kompensasi proliferasi tidak sesuai dengan hasil eksperimen.


Perhatikan bahwa kemiringan 0.24 hanya cocok untuk sebagian kurva isoefek. Angka di bawah kurva menunjukkan eksponen jumlah fraksi (m). Model L-Q memperkirakan m meningkat dengan dosis per fraksi dan menurun dengan kenaikan jumlah fraksi.


Dosis ekstra untuk kompensasi proliferasi tidak diperlukan pada kerusakan kulit tikus sampai 12 hari setelah radiasi. Untuk manusia diperkirakan sekitar 4 minggu, yang berarti efek proliferasi sampai selesai perlakuan, karena respons kulit manusia yang lambat dan juga siklus sel yang relatif lambat.


Disamping itu, tidak semua jaringan normal sama. Perbedaan yang jelas antara jaringan yang mempunyai respons dini seperti kulit, mukosa, dan epitelium usus, dengan yang mempunyai respon lambat seperti spinal cord. Gambar di atas menunjukkan bahwa dosis ekstra untuk kompensasi proliferasi sel jaringan dengan respons dini berbeda dengan sel jaringan dengan respons lambat.

Setelah melihat berbagai masalah mengenai konsep NSD, maka untuk selanjutnya kalkulasi fraksinasi lebih baik didasarkan pada model linear-quadratic (L-Q).

No comments:

Post a Comment