Trauma Kepala Intrakranial dan peranan CT Scan sebagai Penunjang
diagnosanya.
FRANKY JACOBUS DIMPUDUS, B.Sc.Med.Imag.(Curtin)
Department of Imaging Diagnostic-Affinity Health RS
Surabaya Internasional Surabaya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ABSTRACT
Head
trauma is a general medical problem. The cause of it are usually traffic or industrial
accident, fallen from height, and penetrating injury. The head injuries are
sometime mild. However, in some patients may develop serious complication. The
accurate diagnosis is needed to investigate intracranial injuries in order to
provide appropriate management of treatment and patient’s best possible
outcomes.
The
diagnosis of head trauma has changed significantly with the availability of
computed tomography. CT is not only demonstrates the presence of a mass, but
also delineates acute bleed from brain swelling. It is also useful in
determining whether the hematoma is intracerebral or extracerebral, as well as
its volume, extent, and multiplicity. The presence of bone fractures is more dramatically
depicted in 3-D reformatted. In fact, CT has eliminated the need for other
diagnostic studies (e.q. skull x-ray) in all but the most exceptional
situations.
This
paper documents some references and brief study about head trauma and the role
of CT in confirm or exclude it. CT procedures and protocols in trauma patients
are also described. In addition, some CT images in common intracranial injury
cases such as fractures and intracranial bleedings such as epidural, subdural,
subarachnoid are also presented.
PENDAHULUAN
Trauma kepala sudah merupakan kasus medis yang umum
terjadi di dunia. Bahkan, di negara maju
seperti Amerika dan Australia, tercatat kasus trauma kepala mencapai
800.000-1.000.000 dan 756000 kasus per
tahun. (Jonathan,2004;Tony,2003)
Trauma kepala
didefinisikan sebagai trauma non degenerative-non konginetal yang terjadi
akibat ruda paksa mekanis eksteral yang mencederai kepala yang kemungkinan
berakibat gangguan kognitif, fisik, dan psikososial baik sementara atau
permanen yang berhubungan dengan berkurang atau berubahnya derajat kesandaran. (Barry
,2005). Mekanismemenya, cedera kepala berasal dari :
1.
Cedera langsung ke jaringan otak.
2.
Ruda paksa luar yang mengenai bagian luar kepala
(tengkorak) yang menjalar ke dalam otak.
3.
Pergerakan dari jaringan otak di dalam tulang
tengkorak.
Cedera kepala lebih sering dialami pria dari wanita dan
penyebabnya diantaranya kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, kecelakaan
olah raga, jatuh dari ketinggian, dan tindakan kekerasan. Trauma ini juga menjadi penyebab utama kematian / kelumpuhan
pada usia muda. (Anne G Osborn,2003)
Pasien dengan
trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosa sedini mungkin agar tindakan
terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan prognosa yang baik
(Geijertstam,2004). Penelitian menunjukkan tindakan operasi pada trauma kepala berat
dalam rentang waktu 4 jam pertama setelah kejadian, dapat menyelamatkan kurang
lebih 70%. Pasien Sebaliknya, tingkat
mortalitas dapat naik sampai 90% bila tindakan interverensi dilakukan lebih dari 4 jam. (Tony, 2003) Penegakkan diagnosa trauma kepala diperoleh
dengan pemeriksaan klinis awal yang teliti dan ditunjang diagnosa imajing
PEMERIKSAAN KLINIS:
Tingkat resiko
penderita trauma kepala dapat dikelompokkan berdasarkan presentasi klinis dari penderita
menjadi 3 kategori:
1. Low risk
Penderita sadar, secara fisik
normal, tidak ada intoksikasi alcohol/obat-obatan, minimal laresarsi atau
hematom ringan, pusing, pening, atau penglihatan kabur. Glasgow coma score 14-15
2. Moderate risk
Sempat pingsan, amnesia, muntah,
kejang, ada tanda fraktur di skull, adanya tanda intoksikasi alcohol/obat-obatan,
trauma yang tidak diketahui penyebabnya. Glasgow
coma score 9-14.
3. Severe
Glasgow coma score kurang dari 8, penurunan atau
hilangnya kesadaran, fraktur skull, kelainan neurologist yang menandakan cedera
intrakranial
Glasgow Coma Score adalah skala yang digunakan untuk mengukur
tingkat kesadaran seseorang. Skornya berkisar antara 3 (terburuk) sampai 15
(terbaik) dan berdasarkan jumlah skor kemampuan pasien membuka mata (0-4), berbicara (0-5), dan
bergerak(0-6).
PENUNJANG DIAGNOSA
Peranan diagnosa
imajing juga diperlukan terutama pada pasien dengan tingkat resiko
moderate-severe. Tujuan utama dari pemeriksaan imajing pada pasien trauma
kepala ialah untuk mengkonfirmasi adakah cedera intrakranial yang berpotensi mengancam
jiwa pasien bila tidak segera dilakukan tindakan.
Hadirnya
modalitas imajing CT scan telah merevolusi cara mengevaluasi diagnosa trauma
kepala. Sebelum CT scan, plain foto skull umum dimintakan pada pasien kasus
trauma kepala. Namun nilai prediktif dan efisiensi dari skull x-ray sudah mulai
dipertanyakan. Plain foto kepala memang dapat menunjukkan ada/tidaknya fraktur
pada kepala. Akan tetapi pemeriksaan radiologi itu tidak adekuat untuk
memprediksi adanya cedera intrakranial (Lyloyd,1997). Profesor Anne G Osborn,
ahli neuroradilologist dari University of Utah School of Medicine, menyatakan 25-30%
pasien trauma kepala tanpa fraktur ternyata mengalami cedera intrakranial yang
berat (Anne, 2003). Disamping itu, waktu yang digunakan untuk plain skull foto,
bisa jadi malah memperlambat diagnosa trauma intrakranial (Jonathan,2004). Oleh
karena itu CT scan telah menggantikan peranan plain foto dan menjadi modalitas
pilihan dalam menunjang diagnosa trauma kepala.
CT SCAN PADA TRAUMA KEPALA
Peranan CT scan
sebagai modalitas pilihan dalam diagnosa trauma kepala karena memiliki
keunggulan:
·
Pemeriksaan yang cepat dan mudah.
·
Tidak invasif.
·
Dapat mengidentifikasikan dan melokalisir adanya
fraktur dan fragmentnya pada tulang kepala. Bahkan pada spiral atau multislice
CT dapat direkonstruksi gambar 3D.nya
·
Dapat menunjukkan adanya perdarahan extrakranial
dan mengihitung volumenya.
·
Dapat menunjukkan kelainan intrakranial
o
Infark
acute, oedema cerebri, cerebral contusion
o
Perdarahan intracranial : Subdural, Epidural, SAH
Radiographer berperan penting dalam mengoperasikan CT scan
pada kasus trauma kepala mulain persiapan pasien, prosedur , positioning, protokol
, post processing, dan mencetakan ke film.
Prosedur pemeriksaan CT Scan pada trauma kepala
Untuk
pemeriksaan CT scan kepala tidak memerlukan persiapan khusus. Hal-hal yang
perlu diperhatikan radiografer adalah:
·
Pastikan
di ruangan ada saluran / tabung oksigen dan suction, dan bila perlu peralatan
resusitasi.
·
Sebelum
pasien masuk, isilah data pasien terlebih dahulu di data konsul.
·
Gunakan
sarung tangan / unsteril glove dalam memindah dan pengatur posisi pasien pada
kasus trauma dengan luka terbuka. (universal precaution)
·
Pastikan tidak benda-benda metalik pada
penderita di area kepala (kalung, jepit rambut, anting, kabel-kabel monitor )
yang dapat menimbulkan artefak pada gambar.
·
Jangan pernah melepas alat fiksasi leher collar
bila telah dipasang
·
Bila perlu, anggota satu keluarga ada yang
mendampingi sewaktu pemeriksaan pada kasus trauma .(misal pasien anak-anak).
Berikan apron.
·
Fiksasi
kepala pasien pada cradle, dengan perlatan fiksasi.
Protokol CT Kepala
·
Orientasi pasien : head first, supine
·
Orbita Meatal pararel terhadap scan plane.
·
Scout / Topogram : lateral dari base skull ke
vertex
·
Axial base line diambil dari garis inferoorbital
floor ke EAM. Angle disesuaikan.
·
Pada
scan konvensional : Irisan 5mm dan jarak antar irisan 5mm dari base skull ke
infra tentorium, 10m dan jarak irisan 10mm dari circullum willis ke vertex. Bila
diperlukan irisan tambahan, set additional scan 1 slice 5mm.
·
Pada spiral:
5mm/ 5mm pitch 1 atau 7mm/7mm,
recon interval 5mm
Gambaran CT kepala dan post processig
Gambaran CT
scan dapat menunjukkan patologis pada pasien trauma kepala (Andrew,1997).
Berikut adalah tanda-tanda dan apa yang perlu diperhatikan
radiographer dan apa yang harus dilakukan radiographer dalam post processing :
·
Focal
hyper/hypodens; area hyperdens nilai 50-70HU dengan ROI menu, ukurlah area
itu dengan automatic volume dapat dihitung perkiraan kasar pada area tersebut dengan
cara mengukur panjang x lebar x tebal irisan (nomor meja awal-akhir tampaknya
lesi) dibagi 2.
·
Mild line
shfit, tanda adanya mass effect (Bila dijumpai ukurlah bila ada dengan
membuat garis membagi 2 hemispher ceberum dan garis shift pada ujung anterior
septum pellucidum)
·
Asymetry dari struktur dalam cranial.
·
Bone distruction / erosi (pakai algoritma dan bone window); bila
menggunakan spiral, buat 3-D.
·
Udara di calvarium (kemungkinan adanya fraktur)
·
Oedem (batas sulci /gyri cortical tidak jelas)
·
Pada processing image: gunakan algoritma image (filter/kernel)
soft tissue dan bone dan atur Window With dan Window Levelnya.
o
Bone: W=±3000, L=±800
o
Brain: W=±90, L=±40
o
Subdural or intermediate: W=±200, L=±50
·
Bila positioning tidak memungkinkan pasien
mempertahankan posisi kepalanya, bila gambar kabur karena pergerakan, perlu
diulang. Jika hanya rotasi saja, tidak perlu diulang dan gunakan fasilitas
rotational image
·
Print dengan scout / scannogran dan gambar
aksialnya 15-20 dalam 1 lembar, bila perlu ditambah 1 lembar kondisi tulang.
BEBERAPA GAMBARAN CT SCAN PADA TRAUMA KEPALA
INTRAKRANIAL
1. FRAKTUR
(Gambar 1,2,3, Courtesy of Anne,2003; Tony,2003)
Fraktur pada trauma kepala
jenisnya bisa :
- Linier non displacement
- Depressed ( adanya displacement dari fragment)
- Diastatic fractures (fraktur yang melibatkan sutura)
2. EPIDURAL HEMATOMA
(Gambar 4,5,6 , Courtesy of Tony,2003;
Michel,2003)
Epidural hematoma adalah kumpulan massa darah akibat
robeknya middle meningeal arteri antara skull dan dura di regio temporal , yang
sangat kuat hubungannya dengan fraktur linear. Kadang juga
terjadi akibat robeknya vena dan tipikalnya terjadi di region posterior fosa
atau dekat daerah occipital lobe.
Gambaran
Epidural pada CT tampak sebagai bentuk bi convex dan adanya pemisahan jaringan
otak dengan skull. Pendarahan
akut tampak hyperdens, subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens
3. SUB DURAL HEMATOMA
(Gambar 6,7,8 Courtesy of Tony,2003, Michael,2003,
Anne,2003)
Subdural
hematoma adalah kumpulan perdarahan vena yang berlokasi antara dura mater dan
arachnoid membrane (subdural space). Biasanya terjadi akibat kepala berbenturan
dengan benda tak bergerak menyebabkan robeknya vena antara cerebral cortex dan
vena dura.
Gambaran
subdural pada CT tampak sebagai bentuk bulan sabit mengikuti kontur dari
kranium bagian dalam. Pendarahan
akut tampak hyperdens, subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens
4. SUB ARACHNOID HEMMORAGE
(Gambar
9, 10, courtesy of Michael 2003, Andrew, 2001)
Subarachnoid hemmorage (SAH) terjadi
karena keluarnya darah ke subarachnoid space, umumnya basal cistens dan jalur
cerebral spinal fluid. Penyebab utama SAH ialah trauma, selain itu bisa juga
dikarenakan rupturnya saccular (berry) aneurysm dan arteriovenous malformation
(AVM)
Gambaran pada CT menunjukkan
gambaran hyperdens/perdarahan akut yang ada di subarachnoid space.
DISKUSI
Meskipun telah jelas CT scan pada trauma kepala sangat
berperan untuk menentukan adanya cedera intrakranial khususnya pada presentasi
klinis kategori severe. Namum pada
beberapa kasus, cedera intrakranial bisa terjadi pada manifestasi klinis normal
(low) atau cedera yang kelihatannya ringan-sedang. Dari sini mulai
dipertanyakan apakah seseorang dengan cedera kepala harus di CT scan sedang
harga pemeriksaan mungkin masih mahal.
Dari studi
retrospektif, direkomendasikan dua standart yang dipakai apakah pasien
memerlukan tidaknya CT scan yaitu New Orlands dan The Canadian CT rule. (Jonathan,2004). New Orland menyebutkan ada 7 kriteria yaitu :
o
Sakit kepala
o
Muntah
o
Umur lebih dari 60 tahun
o
Adanya intoksikasi alcohol.
o
Amnesia retrograde
o
Kejang
o
Adanya
cedera di area clavicula ke superior.
Sedangkan The
Canadian CT Head menyebutkan 5 kriteria yaitu :
o
GCS kurang dari 15 setelah 2 jam kejadian
o
Adanya dugaan open /depressed fracture.
o
Lebih
dari dua kali muntah.
o
Bukti
fisik adanya fraktur di basal skull.
o
Umur lebih dari 65 tahun
Dengan mengikuti kriteria
di atas, maka memprediksi kelainan intrakranial semakin tinggi dan pemeriksan
CT scan adalah sangat diperlukan.
Radiographer memegang peranan mengoptimasikan CT scan
dalam penegakkan diagnosa. Pengoptimalan protokol, penambahan irisan bila
diperlukan, penggunaan MPR (multi plannar reformatted) dan bila perlu 3-D
rendering pada kasus fraktur pada spiral/multi slice dapat menambah informasi
yang diperlukan radiologist untuk dilaporkan.ke klinisi.
Bila diperlukan
dan diminta, radiographer juga dapat mengusulkan secara informal pemeriksaan CT
scan pada klinisi (biasanya dr. UGD) yang meminta foto kepala biasa bila
presentasi klinis. Hali ini juga mempercepat penegakkan diagnosa pasien dan
penanganan terapi yang adekuat sehingga dihasilkan prognosa yang baik.
KESIMPULAN
CT scan adalah
modalitas pilihan utama dalam membantu penegakkan diagnosa trauma kepala dengan
cedera intrakranial seperti fraktur, hematom intrakranial dan extrakranial.
Keunggulannya selain cepat,mudah, dan dapat diandalkan. Penggunaan protokol
yang tepat dan optimasi ppst processing dari
radiographer sebagai operator CT scan dapat menambah informasi dan meingkatkan
akurasi diagnosa secara dini sehingga tindakan terapi dapat segera dilakukan
sehingga pasien diharapkan mendapatkan
prognosa atau hasil perawatan penyembuhan semaksimal mungkin.
KEPUSTAKAAN
Anne
G Osborn MD FACR,et al, 2003, PocketRadiologistTM BRAIN 100
Top Diagnoses, 1st Edition, Amirsys-W.B.Saunders Company,
p:3-22.
A D
Reuben, et al, 2005, A comparative study of evaluation of radiographs, CT
and 3D reformatted CT in facial trauma: what is the role of 3D?, The
British Journal of Radiology, 78 (2005), 198-201.
Andrew
Burking, 1997, Rural
Cerebral CT, Its role in the
investigation of headaches, The Radiographer- Vol 44:109-114. p.109
Barry
Jansen et al, 2003, Head Trauma review for paramedic, EMT
Lectures presentation, UCLA School of Medicine USA.
Grey,
Michael L, 2003, CT & MRI PATHOLOGY: A POCKET ALTAS, The
McGraw-Hill Companies, USA,p.52-54
J-L af Geijerstam and M Britton, 2005, Mild
head injury: reliability of early computed tomographic findings in triage for
admission, Emerg Med J,2005:22:103-107. [Available online : http://www.emj.bmjjournals.com/cgi/content/full/22/2/103]
Jonathan
Glauser MD, 2004, Head injury: Which patients need imaging? Which test is
best?, Cleveland Clinic Journal of Medicine, Volume 7 number
April 2004, p353-357
Lloyd
DA, et al, 1997, Predictive value of skull radiography for intracranial
injury in children with blunt head injury. Lacent 1997,Mar
22;349(9055):821-4
Micelle
J.Haydel MD, et al., Indications for Computed Tomography in Patients with Minor Head Injury,2000, N.
Eng J. Med 2000;343:100-5. [Available on line: http://www.nejm.org]
Tony
Knigts, 2003, Head Trauma-Comparative Imaging Component, Lecture
note, Medical Imaging Science 335, Curtin University of Technology, Perth Australia.
ACKNOWLEDGEMENT
Special
thanks to dr.Haryo Pratiknyo, Sp.S, Neurologist RS Surabaya Internasional and
dr.Hindarto,Sp.R , Radiologist RS Surabaya Internasional for their support by
lending the writer some neuroradiology te
No comments:
Post a Comment