BAB II
ImpLementasi program jaminan mutu
dan
kendali mutu radiologi
A.
Regulasi pemerintah dan Rekomendasi
standar uji kepatuhan (complianced tests)
lokal (Bapeten) dan internasional (NCRP No.99)
Pengawasan jaminan mutu,
termasuk untuk bidang kesehatan, tertuang dalam PP No 63 tahun 2000 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (PP 63/2000).
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan di sini, yaitu:
2.1 Instansi berdampak radiologi tinggi
Pasal
26 dari PP 63/2000 menjelaskan bahwa Pemanfaat dengan dampak radiologi tinggi
wajib menyusun Program Jaminan Kualitas. Program tersebut harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan BAPETEN sebelum dilaksanakan, demikian pula apabila
dokumen direvisi. Ketentuan penyusunan diatur lebih jauh dengan Peraturan
Kepala (Perka) BAPETEN. Kemudian, Pasal 27 PP yang sama mengatur bahwa BAPETEN
melakukan inspeksi dan audit PJK untuk memastikan efektivitas pelaksanaannya.
Pada saat ini, konsep
final revisi atas PP ini sedang diproses pada tahap akhir. Ada banyak perubahan
yang diajukan. Dalam bidang jaminan mutu ini, sesuai dengan BSS-115 [3], PJM
seharusnya ditetapkan, diimplementasikan, dievaluasi dan dikembangkan oleh
semua jenis pemanfatan radisi, bukan hanya oleh yang berdampak radiologi tinggi.
Kedalam penerapan hanya perlu diatur, disesuaikan dengan ukuran fasilitas dan
kegiatannya serta tingkat risiko yang ditimbulkan.
2.2 Monitor perorangan
Seperti
diketahui, keselamatan pekerja radiasi secara tidak langsung ditentukan oleh
laporan hasil evaluasi monitor perorangan (film badge atau TLD) yang wajib
digunakannya. Laporan ini menjelaskan dosis radiasi yang diterima pekerja
radiasi pada setiap periode tertentu. Dengan demikian, adalah sangat penting
bagi BAPETEN untuk memastikan mutu evaluasi yang dilakukan oleh pengevaluasi
tersebut.
Pasal 10 dari PP yang
sama menjelaskan bahwa monitor perorangan harus dievaluasi oleh laboratorium
yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh BAPETEN. Akreditasi tentu dilakukan
oleh instansi yang berwenang, yaitu Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Penunjukan dilakukan oleh BAPETEN untuk menjamin keselamatanbagi pekerja pada laboratorium pengevaluasi
tersebut dan masyarakat umum, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup; dan
yang tak kalah pentingnya adalah keselamatan pekerja yang menggunakan monitor
perorangan itu sendiri. Untuk itu, salah satu persyaratan yang diberikan
BAPETEN kepada laboratorium pengevaluasi adalah memiliki sistem mutu. Agar
memudahkan, laboratorium dapat memilih standar mutu sebagaimana yang
dipersyaratakan untuk mendapatkan akreditasi, yaitu SNI 19-17025 [4].
Pada saat ini,
Departemen Kesehatan mengoperasikan empat BPFK untuk melayani permintaan
evaluasi film badge fasilitas kesehatan. Keempat balai tersebut berlokasi di
Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar. Keempat BPFK telah mengajukan permohonan
penunjukan dari BAPETEN dan telah diproses pada tahap akhir.
2.3 Kalibrasi
Ada
dua kalibrasi yang diatur dalam PP 63/2000, yaitu: Kalibrasi alat ukur radiasi
(AUR) dan kalibrasi keluaran radioterapi. Kalibrasi AUR secara langsung
menentukan keselamatan pekerja radiasi yang terlibat. Dengan AUR yang
terkalibrasi baik, pekerja radiasi dapat menentukan tindakan yang tepat:
menentukan laju dosis di tempat bekerja dan memperkirakan dosis yang bakal ia
terima dengan memperhatikan niai batas dosis (NBD) sesuai dengan aturan yang
ditentukan. Kalibrasi keluaran radioterapi, di sisi lain, berhubungan langsung
dengan keselamatan pasien.
Kedua jenis kalibrasi di
atas memiliki fungsi yang sangat kritis dari segi keselamatan. Sehingga, senada
dengan Pasal 10, maka Pasal 30 mengatur bahwa kalibrasi AUR dan kalibrasi
keluaran radioterapi harus dilakukan oleh laboratorium yang telah terakreditasi
dan ditunjuk oleh BAPETEN. Saat ini keempat BPFK sedang mempersiapkan
kompetensi mereka untuk dapat memberikan pelayanan kalibrasi ini. Sementara
itu, laboratorium kalibrasi PTKMR BATAN, satu-satunya laboratorium yang
beroperasi memberi pelayan kedua jenis kalibrasi, telah melayangkan permohonan
penunjukan kepada BAPETEN, dan masih dalam proses.
2.4 Pembuangan zat radioaktif
Pada pemanfaatan
kedokteran nuklir terapi, sesalu ada limbah radioaktif yang harus dibuang ke
lingkungan. Buangan zat radioaktif ke lingkungan tidak boleh melebihi nilai
batas radioaktivitas yang ditentukan. Pengusaha instalasi harus melakukan
pemantauan tingkat radioaktivitas buangan zat radioaktif secara terus-menerus,
berkala dan atau sewaktu-waktu. Pasal 16 PP 63/2000, mengatur bahwa bila
Pengusaha tidak melakukan pemantauan tersebut, maka, sejalan dengan Pasal 10
dan Pasal 30, ia dapat meminta bantuan dari instansi yang telah terakreditasi
dan ditunjuk oleh BAPETEN.
2.5 Status saat ini
Satu-satunya
Perka yang memberi pedoman penetapan dan pelaksanaan PJM dibidang kesehatan,
sebagaimana diatur dalam PP 63/2000 tadi, untuk saat ini adalah SK No
21/Ka-BAPETEN/XII-02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi
(PJKIR) yang diterbitkan tahun 2002 [5]. Dengan demikian, bab brikut akan
membahas lebih jauh mengenai SK tersebut dan metode penerapannya.
Meskipun belum ada Perka
yang mengatur secara khusus mengenai jaminan mutu dalam bidang radiodiagnostik
ataupun kedokteran nuklir, tidak berarti BAPETEN melalaikan pengawasan jaminan
mutu untuk kedua bidang tersebut. Beberapa hal berikut perlu dicatat: Pertama, pengendalian dokumen dan
rekaman, seperti prosedur dan kartu dosis, yang merupakan salah satu bagian
terpenting dari jaminan mutu telah menjadi kewajiban setiap pemanfaat,
sebagaimana diatur dalam PP 63/2000. Kedua,
saat ini pun BAPETEN sedang memfinalisasikan draf Perka tentang jaminan mutu
radiodiagnostik maupun kedokteran nuklir. Khusus untuk radiodiagnostik, draf
menginginkan adanya proses uji kepatuhan (compliance
test) secara periodik bagi setiap perangkat sinar-X. Sebagaimana kita
ketahui, uji ini adalah bagian dari PJM. Demikian pula untuk kedokteran nuklir,
ada banyak pengendalian dan pengujian yang harus dilaksanakan
- Rekomendasi standar uji kepatuhan (complianced tests) lokal (Bapeten) dan internasional (NCRP No.99)
- Faktor-faktor pengaruh dalm Implementasi program
Program Jaminan
Mutu/Kendali Mutu yang diimplementasikan bagi peralatan radiologi diagnostik
sesungguhnya tertuju pada upaya penjaminan kualitas dan pengendalian kualitas
pada hasil yang diharapkan dapat dicapai. Memahami slogan yang secara Internasional banyak dianut,
yakni dikenal dengan istilah 3 D (Dose, Diagnosis, Dollars),
merupkan pembenaran (justifikasi) yang rasional sebagai faktor-faktor yang
turut berpengaruh terhadap penerapan Jaminan kualitas peralatan di pelayanan
radiologi.
Ketiga faktor in
dapatlah dilihat pengaruhnya melalui suatu siklus pelayanan yang lazim terjadi
di bagian/departemen radiodiagnostik sebagaimana terlihat pada Gambar 2
berikut:
Gambar 2.1. Siklus pelayanan radiodiagnoatik di Rumah
Sakit
Pasien dan dokter ahli
radiologi (Radiologist) termasuk dokter/tenaga medik lainnya dan masyarakat,
adalah sebagai pelanggan atau pengguna jasa pelayanan x-ray imejing diagnostik.
Apabila produk yang dihasilkan oleh seorang radiografer adalah gambaran
radiograf/citra/image dengan informasi diagnostik yang dimilikinya, pelayanan
pasien yang cepat dan hasil pemabacaan radiograf yang akurat, maka dari
perspektip radiografer, jaminan mutu/kendali mutu terhadap permintaan (rujukan
foto), kualitas gambar terbaik dan diagnosis yang cepat juga akurat semua
adalah menjadi indikator mutu yang nantinya akan memuaskan para pengguna jasa
pelayanan radiodiagnostik. Tetapi, bila indikator-indikator mutu ini tidak
mampu dijamin dan dikendalikan dengan baik oleh unit pemberi pelayanan yang
dalam hal ini dikawal oleh seorang radiografer, maka sangat berpeluang
terjadinya kegagalan-kegagalan antara lain mis-diagnoses (kesalahan diagnosa
penyakit akibat kesalahan interpretasi terhadap kualitas gambar yang buruk) ,
miss-image quality dan More-Dosis (bertambahnya Dosis radiasi ke pasien akibat
pengulangan eksposi yang tidak bisa dihindari untuk mendapatkan gambar baru
yang lebih berkualitas) dan Much-Dollar (lebih banyak lagi biaya operasional
yang harus dikeluarkan Rumah Sakit atau bahkan pasien untuk pemeriksaan ulang)
sebagaimana terlihat pada gambar 3 berikut yang tidak hanya merugikan pasien
dan masyakat umum tetapi juga oleh pelaksana radiologi itu sendiri.
.
Gambar 2.3. Interelasi
Dosis, diagnosis dan Dollars
- Tanggungjawab adminstrasi dan pengelolaan
Mengingat pentingnya program
quality assurance, maka diperlukan suatu tim yang kuat untuk mengelola kegiatan
tersebut agar terus berlangsung sehinga dapat mencapai tujuan quality
assurance.
A. Pertimbangan dalam pembentukan Tim Jaminan Mutu
Sebagai pertimbangan perlunya dibentuk Tim dalam program penjaminan mutu
ini oleh karena Instalasi Radiologi sebagai Organisasi Pelayanan Kesehatan
khusunya dalam pelayanan kesehatan radiologi memerlukan standar pelayanan dalam
rangka menjaga mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat atau pengguna
jasa pelayanan radiologi. Kemudian didalam pelayanan Radiologi perlu suatu
pengawasan agar pelayanan berjalan dengan lancar, mengingat semakin beratnya
tugas-tugas seorang pimpinan dan memperhatikan pentingnya mengawal mutu di
dalam konteks pelayanan kesehatan radiologi atau secara lebih spesifik pada
pelayanan radiodiagnostik, seorang kepala bagian/unit/departemen harus membagi
habis tugas atau mendelegasikan tugas-tugas administratif dan teknis yang
berkaitan dengan penjaminan mutu (Quality Assurance) kepada para stafnya dengan
maksud agar keberhasilan pencapaian mutu pelayanan yang sudah diprogramkan
dapat lebih otimal.
Untuk mengefektifkan implementasi dari Program-program Jaminan Mutu/Kendali
Mutu di suatu unit pelayanan radiodiagnostik maka sangatlah penting dibentuk
satu tim yang berdedikasi bagi Penjaminan Mutu/Kendali Mutu (Quality Assurance
Committe) baik dari segi pelayanan maupun dari segi fasilitas dan peralatan di
Unit Radiodiagnostik Rumah Sakit. Dengan demikian segala aktivitas program dapat
dilaksanakan sendiri tanpa harus di kerjakan oleh pihak eksternal.
Untuk ruang lingkup pelayanan radiodiagnostik di suatu rumah sakit
berukuran moderat (± 400-500 kapasitas tempat tidur) atau bila di Indonsia
lebih dikenal dengan Rumah Sakit Kelas B (Pendidikan/non-pendidikan), sudah
seharusnya membentuk team QA/QC berikut keanggotaannya.
Anggotanya adalah bagi mereka yang mempunyai peranan
penting dan bertanggung jawab dalam pelayanan, serta mempunyai perhatian dan
minat terhadap upaya peningkatan pelayanan prima. Keanggotaan yang dibentuk
dapat menyesuaikan kebutuhan dari masing-masing unit, dan mereka akan berkerja
secara fungsional berdasarkan surat tugas yang diketahui oleh Pimpinan
tertinggi di Rumah Sakit (Direktur).
B. Personel yang berada dalam Tim Jaminan Mutu
Tim ini dibentuk oleh Rumah Sakit harus dapat memperlihatkan bahwa memang
program jaminan mutu sangat bermanfaat bagi Rumah Sakit. Tim terdiri dari
Radiologist, Ahli fisika Radiologi Diagnostik,
Radiografer senior (Kepala Radiografer), Radiografer QC, perwakilan dari
Teknisi (Inhouse X-Ray service atau Engineering). Kemudia Tim ini harus
mengadakan pertemuan secara berkala dan harus memiliki program yang jelas,
menentukan frekuensi untuk mengontrol, memiliki dokumetasi perawatan alat dan
melalukan review sejauhmana program dapat berjalan secara efektif.
Bila Tim ini perlu
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Pelayanan Radiologi, maka dapat dilibatkan
personel Physician Director of Radiology kemudian Chief Technologist bisa juga ada Quality control
coordinator dan Radiographic In-service Educator serta In house and/or contract service,
Physicist, Tenaga catatan medik dan Administrator head of Radiologic
Department
C.
Kewenangan dan tanggungjawab Tim
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan setelah terbentuknya tim agar dapat memberikan arah tercapainya
program jaminan mutu maka tim harus memiliki tugas sejauhmana kewenangan dan tanggung
jawab yang dimiliki. Disamping itu agar ada kerjasama diantara tim dan personel
lainnya dalam lingkup pelayanan Radiologi. Beberapa kewenangan dan tanggung
jawab tim:
1). Menetapkan standar dan indikator mutu pelayanan
2). Memasyarakatkan standar dan indikator mutu
pelayanan.
3). Menetapkan masalah mutu pelayanan.
4). Mendapatkan informasi
tentang pelaksanaan pelayanan
5). Menyusun serta melaksanakan
saran-saran perbaikan mutu
6). Menilai pelaksanaan
saran-saran perbaikan
7). Menyarankan sistem insentif
sehubungan dengan pelaksanaan Program Jaminan Mutu
Program Kendali Mutu (QCP) yang bersifat
non-invasive akan dilakukan Technologist, tenaga Physicist menyediakan waktu
untuk membantu saat diperlukan mengintepretasi hasil test. Pada saat mempelajari
fungsi dari komponen test tools maupun ada problem yang ditemukan Technologist
maka dapat menghubungi Engineer khususnya untuk perawatan dan kalibrasi
peralatan Technolist dan Engineer bekerjasama dalam melokalisasi penyebab
masalah dalam sistem Sinar-X, Setelah perawatan alat maka Technolist hrs
memastikan bahwa peralatan tersebut dapat digunakan untuk menekan dosis radiasi
seminimal mungkin
Gambar 2.4. Ruang Lingkup Jaminan Mutu Radiologi
D. Kegiatan Tim Kendali Mutu peralatan (Team QC)
Setelah tim
kendali mutu terbentuk, maka tim menentukan langkah-langkah kegiatan yang nantinya menjadi
panduan tim melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Panduan tersebut berisikan
komponen sebagai berikut :
a.
Tetapkan hal yang terbaik dalam QC di departemen
masing-masing
b.
Masing-masing Technologist memegang satu peralatan
sederhana untuk pengujian (misal spining top atau Beam alignment test tools)
c.
Masing-masing Technologist bertanggung jawab terhadap
peralatannya pada wilayah tugasnya.
d.
Melakukan pengecekan
secara periodik setelah pekerjaannya selesai (siang hari) atau Technologist
bekerja secara full time sehingga QC menjadi program kegiatannya, biasanya pada
departmet yang besar ditanggungjawabi oleh seorang Chief Technologist
E.
Pembagian lingkup tugas kerja :
a) Physicist (ahli fisika) è mengembangkan peralatan yang
diperlukan dan memonitor pengukuran tingkat radiasi
dan kualitas radiograf
b) Technologist (radiografer) è
pengukuran harian dan merawat QC
logs
c)
Engineer (teknisi alat) è memperbaiki, merawat,
dan kalibrasi
peralatan diagnostik imejing
No comments:
Post a Comment