Monday, 30 January 2012

SYSTEM AUTOMATIC EXPOSURE CONTROL
R. YUSUF WIBISONO
            System AEC telah mulai diperkenalkan sejak tahun 1960 dan fungsi utamanya untuk mengatur waktu exposi. Sistem ini melibatkan beberapa type detector radiasi yang digunakan untuk mengukur jumlah sinar X yang diterima oleh pasien atau oleh image receptor. Ketika nilai exposi telah mencapai  level yang  telah ditentukan sebelumnya , maka system akan menghentikan generator X-ray untuk memutus exposi. Nilai ini telah di setting sebelumnya oleh  teknisi service, dengan didasarkan pada system image receptor yang digunakan oleh suatu departemen radiology.
Ada 2 bagian utama dari system automatic exposure control, yaitu sensor dan comparator.
v     SENSOR
Sensor adalah detector radiasi yang memonitor exposi radiasi pada pasien dan menghasilkan arus listrik yang proporsional sebanding dengan jumlah sinar-X yang dideteksi. Sensor-sensor ini biasa disebut sebagai cell atau chamber.
Normalnya terdapat tiga sensor yang yang tersedia yang dapat digunakan oleh radiographer, satu  pada pertengahan dan yang duanya pada sisi-sisi dari pertengahan garis. (gambar 7 ). Kadang juga terdapat unit yang hanya dilengkapi dengan satu atau dua sensor. Ada tiga jenis detector radiasi yang biasa digunakan pada system AEC ; photo detector, ion chambers, dan solid state detector.
                                    A                                          B






 






                                     Gbr.7. Lokasi sensor cell pada system AEC: A-Single cell option. B-Three sensor option
Ø      PhotoDetector
Photo detector atau biasa disebut photocell, menggunakan scintillation crystal (sodium iodide ) yang digabung dengan photomultiplier tube. Ketika radiasi berinteraksi dengan kristal , timbul cahaya tampak , yang kemudian memasuki photomultiplier tube. Cahaya ini kemudian melepaskan electron melalui proses photoemission.. Elektron ini kemudian diperbanyak  dan membentuk arus listrik yang proporsional dengan jumlah X-ray yang diterima. Photodetector adalah detector yang biasa digunakan sebagai sensor dan dipasarkan dengan nama “ phototimer “. Nama ini masih sering digunakan untuk menyebut AEC system, meskipun photodetector sudah jarang digunakan dalam system AEC modern.
Sensor ini diletakkan  dibelakang image receptor untuk mengukur exsposi, karena sensor ini tidak radiolucent. Penggunaan system ini harus memperhatikan caset yang digunakan agar lembaran Pb di belakang kaset tidak berlebihan tebalnya sehingga menghalangi exposi ke detector.
Ø      Ion chamber
Ion chamber terdiri atas bilik yang berisi gas. Ukurannya lebih kecil daripada photo cell dan dapat dibuat dari material radiolucent. Sehingga dapat diletakkan diantara grid dan bagian depan image receptor, sehingg dapat digunakan dengan berbagai jenis kaset. Ini merupakan type yang paling banyak digunakan pada system AEC yang ada saat ini. Sensor ini biasa dipasarkan dengan nama “ionomat”.
Ø      Solid State detector
Solid State detector menggunakan silicon kecil atau crystal germanium yang lebih sensitive tetapi jugga lebih mahal daripada photocell atau ion chamber. Crystal ini radiolucent dan dapat diletakkan diantara grid dan image receptor. Solid state detector biasa dipasarkan dengan nama “autotimer”
v     COMPARATOR
Adalah sirkuit elektronik penerima signal listrik yang dikirim oleh sensor chamber. Kapasitor internal menyimpan tegangan arus listrik masih mengalir. Ketika tegangan ( V ) dalam kapasitor menjadi sama dengan tegangan referensi (Vr) , maka switch akan terbuka yang akan menghentikan exsposi. Perubahan pada pemilihan density selector akan mengubah tegangan reference dan karenanya merubah jumlah X-Ray yang di produksi oleh generator. Masing-masing step pada ensity selector akan merubah eksposi radiasi sebanyak 25%-30%. Raiografer juga harus memilih KVp, mA dan chamber yang cepat” dan memastikan pasien dan X-ray tube diposisikan secara cepat dan memastikan back-up time bekerja dengan baik jika ada kegagalan system.
*      PENGUJIAN AEC.
Dewasa ini pemeriksaan radiografi lebih sering dilakukan dengan menggunakan system AEC. Diperkirakan lebih dari 60% departemen radiologi memiliki peralatan radiografi yang menggunakan system AEC atau anatomically programmed unit (yang terdiri dari sirkuit micro processor dengan factor-faktor eksposi yang telah diprogram). Keuntungan system AEC adalah menghasilkan optical density yang konstan pada radiograf dengan range yang luas dari ketebalan pasien dan setting KVp. Kinerja system harus dimonitor melalui prosedur quality control yang didasrkan pada pengujian tahunan, enam bulanan  atau pengujian yang dilakukan pada saat system bekerja. Hal-hal yang harus di monitor meliputi back-up, maksimum eksposure timer dan minimum ekspose timer.
Ø      Back-up, Maksimum Eksposure Time
Karena eksposi dicontrol oleh sensor dan comparator yang dikombinasikan dengan konvensional timer maka harus diberikan perhatian khusus untuk menghindari eksposi pasien yang berlebihan atau kelebihan panas pada X-Ray tube jika terjadi kegagalan system atau ketika dilakukan pemeriksaan pada pasien yang sangat gemuk.
Ini dilakukan dengan mengatur back-up timer pada standart: Back-up timer akan menghentikan eksposi setelah 6 detik atau 600 mAs, tergantung mana yang dicapai terlebih dahulu. Hal ini dapat di uji dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:
Prosedur
1.      Letakkan lead apron menutupi sensor, sell dan lakukan eksposi pada 70 KV dan 100mA
2.      Perhatikan mAs meter pada control panel dan juga dengan menggunakan stopwatch untuk melihat back-up system menghentikan eksposi  pada parameter yanga telah di setting. Jika back-up system tidak bekerja segera lepaskan tombol eksposi agar X-ray tube tidak rusak.
Ø      Minimum Eksposur Time
Kombinasi sensor dan comparator membutuhkan waktu tertentu untuk mendeteksi radiasi dibandingkan dengan waktu minimum yang telah disetting dan kemudian menghentikan eksposi. Jika pemeriksaan membutuhkan waktu yang lebih kecil dari waktu minimum yang telah di setting, system AEC tidak akan merespon sehingga tidak menghasilkan radiograf. Karen alasan ini radiogrfi extremitas bagian distal tidak dilakukan dengan menggunakan AEC. Vendor harus mengecek minimum eksposure time yang ada pada system dan radiographer harus menyesuaikan pemeriksaan radiografi yang dapat menggunakan AEC dan kombinasi mA yang bias dan yang tidak bisa digunakan.
*      QUALITY CONTROL AEC
Ø      Consistency eksposi pada berbagai variasi mA
System AEC harus dapat mengatur waktu eksposi dan menjaga optical density terhadap berbagai perubahan pada control panel. Berbagai perubahan tidak boleh melebihi ±10 %. Untuk mengevaluasi parameter ini digunakan prosedur sebagai berikut:
Prosedur
1.      Gunakan phantom homogen yang terbuat dari plexiglass Lucite acrylic dengan ketebalan kurang lebih 10 cm.
2.      Buat empat radiograf dengan menggunakan phantom dengan kaset ukuran 10 X 12 inch (24 X 30 cm) dengan menggunakan 70 KV, jarak 40 inch  SID, dengan berbagai mA
3.      proses masing –masing film dan gunakan densitometer untuk mengukur optical density pada masing-masing image .
Nilai optical density yang terukur harus sama atau setidak-tidaknya dalam rentang ± 0,2.
Jika perbedaannya > 0,2 maka dapat terjadi hasil radiograf dengan nilai optical density yang tidak konsisten, prosedur tadi diulang kembali jika masih terjadi inkonsisten optical density maka ini biasanya disebabkan malfunction dari comparator.
Ø      Consistensi Eksposi dengan variasi KV
Sistem AEC harus dapat mengatur waktu exposi dan mempertahankan optical density dengan berbagai perubahan kVp pada control panel. Hal ini dapat dievaluasi dengan menggunakan phantom homogen yang telah disebutkan sebelumnya.
Prosedur
1.      Lakukan empat kali exposi pada phantom dengan kaset ukuran 10 x 12 inch, menggunakan 100 mA, setting normal density, SID 40 inch sampai ke bucky dan dengan menggunakan nilai kVp 60,70,80 dan 90.
2.      Lakukan processing pada empat film tersebut, ukur density pada bagian tengah dari masing-masing radiograf tersebut.
Nilai optical density yang terukur pada empat film tersebut seharusnya sama atau jika ada perbedaan tidak lebih dari 0,2.
Ø      Uji konsistensi Exposi pada berbagai Variasi ketebalan Objek
Sistem AEC harus dapat mengatur waktu exposi dan mempertahankan optical density dengan berbagai perubahan pad ketebalan objek. Pengujian sistem ini masih menggunakan phantom homogen.
Prosedur
1.     Lakukan tiga kali exposi dengan kaset ukuran 10 x 12 inch, menggunakan 70 kVp, 100 mA, setting normal density, SID 40 inch sampai ke bucky. Masing masing exposi dilakukan dengan phantom dengan ketebalan 10 cm, 20cm, dan 30 cm.
2.      Lakukan processing pada tiga film tersebut, ukur density pada bagian tengah dari masing-masing radiograf tersebut.
Nilai optical density yang terukur pada empat film tersebut seharusnya sama atau jika ada perbedaan tidak lebih dari 0,2.
Ø      Uji Konsistensi Exposi dengan berbagai variasi luas lapangan penyinaran
Sistem AEC harus dapat/mampu melakukan kompensasi terhadap perubahan pada berbagai luas lapangan penyinaran. Radiograf yang diperoleh dengan menggunakan phantom homogen dapat digunakan untuk mengevaluasi parameter ini.
Prosedur
1.      Buat tiga kali eksposi pada phantom dengan factor eksposi  70 KV, 100 mA, setting normal density, dan SID 40 inch
2.     Masing-masing eksposi dibuat dengan luas lapangan yang berbeda: 6 X 6 inch, 10 X 10 inch dan 14 X 14 inch dengan ukuran kaset yang sesuai. Pastikanberkas sinar berada pada bagian tengah sensor chamber.
3.      Lakukan processing pada tiga film tersebut, ukur density pada bagian tengah dari masing-masing radiograf tersebut.
Nilai optical density yang terukur pada empat film tersebut seharusnya sama atau jika ada perbedaan tidak lebih dari 0,1.
Ø      Uji Konsistensi Sensor Chamber
Sebagian besar system AEC menggunakan konfigurasi tiga chamber. Masing-masing chamber seharusnya dapat  memberikan waktu eksposi yang sama. Untuk mengevaluasi hal ini lakukan prosedur sebagai berikut:
Prosedur
1.     Buat 3 radiograf dengan menggunakan phantom homogen masing-masing dengan menggunakan pemilihan chamber yang berbeda. Pastikan bahwa phantom diletakkan diatas chamber yang akan di uji. Gunakan faktor eksposi 70 KV, 100 mA kemudian setting normal density dan SID 40 inch.
2.       Lakukan processing pada tiga film tersebut, ukur density pada bagian tengah dari masing-masing radiograf tersebut.
Nilai optical density yang terukur pada empat film tersebut seharusnya sama atau jika ada perbedaan tidak lebih dari 0,2.
Ø      Uji Reprodusibility
Eksposure yang dibuat pada KV dan mA yang sama pada ketebalan phantom yang sama harus menghasilkan optical densitas yang sama pada gambar yang dihasilkan. Hal ini dikenal dengan reproducibility
Prosedur
1.      Lakukkan 3 kali eksposi pada phantom homogen dengan menggunakan 80 KV, 200 mA setting normal density, kaset ukuran 10 X 12 inch dan SID 40 inch.
2.      Lakukan processing pada tiga film tersebut, ukur density pada bagian tengah dari masing-masing radiograf tersebut.
Nilai optical density yang terukur pada empat film tersebut seharusnya sama atau jika ada perbedaan tidak lebih dari 0,10.
Metode alternative untuk mengevaluasi reproducibility adalah dengan membuat 3 eksposi yang sama tetapi tanpa menggunakan kaset untuk mencetak gambar. Letakkan detector radiasi dan phantom homogen menutupi sensor chamber yang di uji dan catat hasil pembacaan yang diperoleh pada masing-masing eksposi. Untuk hasil yang valid pastikan bahwa detector radiasi bersifat radiolusen.
Reproducibility harus berada dalam rentang ± 0,05[ 5 %]
Ø      Uji Kontrol Densitas
Swicth density selector harus dapat memberikan perubahan eksposi radiasi sebanyak 25 -30 % dari masing-masing penambahan. Akurasi ini dapat di uji dengan prosedur sebagai berikut
Prosedur
1.      Buat 5 radiograf dengan phantom homogen menggunakan 70 KV, 100 mA, 40 inch SID dan setting density selector dari normal [0/neutral] +1, +2, -1 dan -2 [setting ini sangat tergantung pabrik yang membuat]. Pastikan untuk memberi tanda pada masing-masing gambar
2.      Film diproses kemudian lakukan pengukuran densitas pada bagian tengah dari masing-masing radiograf dan bandingkan. Masing-masing radiograf harus mencatat peningkatan optical density dengan nilai 0,2-0,25 dari setting densitas yang paling rendah sampai yang paling tinggi [-2 sampai +2].
Ø      Reciprocity Law Failure
Hukum reciprocity menyatakan bahwa jumlah radiasi yang dihasilkan dari nilai mAs yang sama dengan kombinasi mA dan waktu akan menghasilkan jumlah radiasi yang sama. Karenanya optical density yang dihasilkan pada gambar seharusnya juga sama. Sistem image receptor film / screen dapat menghasilkan kegagalan reciprocity pada nilai eksposi yang sangat pendek [<10 msec] dan pada nilai eksposi yang sangat panjang [>1sec]
·        Gambaran phantom baik phantom homogen atau phantom anthropomorphic dibuat dengan factor eksposi 70 KV, setting normal density, SID 40 inch dan nilai mA yang terendah yang dapat dibuat pada control panel [dengan pemilihan waktu yang  paling panjang]
·        Gambar yang lain dibuat dengan menggunakan nilai mA yang paling tinggi [dengan pemilihan waktu sesingkat mungkin]
·       Pengukuran optical density dilakukan pada pertengahan dari masing-masing gambar dan dibandingkan. Jika terjadi reciprocity failure nilai optical density pada film akan bervariasi dengan nilai >±0,2.


                                                                                                 

No comments:

Post a Comment