Monday, 30 January 2012

BELAJAR KENAL DENGAN PROGRAM KESELAMATAN PASIEN
(PASIENT SAFETY)
Oleh
Bambang Joni

Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi
yang sangat komplek karena padat modal, padat tehnologi, padat karya, padat profesi,
padat sistem, dan padat mutu serta padat resiko sehingga tidak mengejutkan bila kejadian
tidak diinginkan (KTD = adverse event) akan sering terjadi dan akan berakibat pada
terjadinya injuri atau kematian pada pasien.
Menurut laporan dari Institute of Medicine (IOM) (1999); To err is human,
building a safer health system; di Amerika Serikat diproyeksikan terjadi 44.000 sampai
dengan 98.000 kematian setiap tahun akibat dari medical error yang sebenarnya dapat
dicegah, angka ini hampir empat kali lipat dari kematian akibat kecelakaan lalulintas.
Bagaimana di rumah sakit kita? Sampai saat ini belum ada data yang pasti berapa
sebenarnya angka KTD di Rumah Sakit Dr. Kariadi.
Laporan dari IOM tersebut mengejutkan banyak kalangan dunia kesehatan,
bagaimana itu bisa terjadi?. Padahal sejak masa sebelum masehi, Hippocrates (bapak
kedokteran modern) pernah mengemukakan ungkapan ”Primum non nocere” atau ”First,
do no harm” (melayani tanpa harus membahayakan). Karena itu sejak ada laporan IOM
tersebut berbagai negara mulai mengembangkan suatu gerakan yang disebut sebagai
Patient Safety (Keselamatan Pasien).
Lembaga kesehatan dunia (WHO) sendiri mendirikan lembaga World Alliance for
Patient Safety baru pada tahun 2004 dan Indonesia mulai gerakan keselamatan pasien ini
pada tahun 2005 yaitu dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada tanggal 1 Juni
2005 dan dicanangkannya gerakan Keselamatan Pasien secara nasional oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2005.
Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang sebagai salah satu rumah sakit pendidikan
dengan sumber daya manusia (dokter, perawat dll.) yang cukup dan telah mempunyai
berbagai peralatan canggih yang memadai pada pertengahan tahun 2006 ikut sebagai
salah satu peserta uji coba gerakan keselamatan pasien ini.
Gerakan keselamatan pasien ini harus menjadi prioritas dalam pengelolaan rumah
sakit karena sebagaimana dikemukakan oleh Sir Liam Donaldson (Ketua WHO World
Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2006–2007) ...Safe care is not an
option. It is the right of every patient who entrusts their care to our Healthcare
systems…
Untuk bisa menjalankan gerakan keselamatan pasien ini tentu kita dituntut
mengerti lebih dahulu apa itu keselamatan pasien?. Apa tujuan sistem keselamatan
pasien? Apa yang terjadi bila program keselamatan pasien tidak terlaksana? Bagaimana
mengimplementasikannya? Dibawah ini akan coba penulis uraikan tentang Keselamatan
Pasien, tanpa bermaksud untuk menggurui karena penulispun masih dalam proses belajar
kenal dengan gerakan Keselamatan Pasien ini.
Apa itu keselamatan pasien?
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom
from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi
kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan.
Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD
= missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss).
Near miss ini dapat disebabkan karena : keberuntungan (misal : pasien terima suatu obat
kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui
secara dini lalu diberikan antidotenya).
Apa tujuan sistem keselamatan pasien?
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD
Apa yang terjadi bila program keselamatan pasien tidak terlaksana?
Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar
pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi
bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari
terjadinya resiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga
keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien
tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya
urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll. seperti tergambar pada gambar 1.
Gambar 1. Biaya-biaya yang timbul akiabat tidak adanya program keselamatan pasien.
Bagaimana mengimplementasikannya?
Patient safety
 



Menurut James Reason dalam Human error management : models and
management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD.
Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang
tidak aman, melakukan dan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung
tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll).
Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti
mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.
Sehingga bila terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang berbuat salah?. Bagaimana
diumah sakit kita?. Mari kita renungkan bersama!!!.
Gambar 2. Multi-Causal Theory “Swiss Cheese” diagram (Reason, 1991)
Kedua, pendekatan system. Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa
manusia adalah dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini
kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam
pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia
ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja. Pemikiran utama dari
pendekatan ini adalah pada pertahanan system yang digambarkan sebagai model keju
Swiss (gambar 2). Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur,
profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau
meminimalkan terjadinya KTD.
Pada hakekatnya program keselamatan pasien harus meliputi tiga hal : pertama,
perubahan budaya yaitu perubahan dari mencari kesalahan personal menjadi mencari
kegagalan sistem seperti yang diungkapkan oleh Kenneth Shine (The President Institute
of Medicine) ...”Error occur because of system failure...American health care system
needs a fundamental change... tryng harder will not work. Changing the system in which
we practice will”. Tujuan dari perubahan budaya adalah transparansi. Kedua, perubahan
proses. Proses memerlukan standarisasi an meminimalisir variasi guna meningkatkan
kualitas pelayanan dan menurunkan terjadinya KTD. Ketiga, mengukur proses. Proses
harus dapat diukur apakah sudah baik atau belum. Dalam buku Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun
2006 sudah terdapat hal-hal yang harus diukur yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.
Apa langkah-langkah yang ditempuh untuk mengimplementasikan Keselamatan
Pasien ?
Gerakan keselamatan pasien adalah suatu program yang belum lama
diimplementasikan diseluruh dunia, karena itu masih dimungkinkan pengembangan
untuk implementasinya. Di Indonesia, PERSI telah mensosialisasikan langkah-langkah
yang dipakai untuk implementasi di rumah sakit seluruh Indonesia. Langkah-langkah
tersebut adalah :
1 Membangun budaya keselamatan pasien (Create a culture that is open and fair).
2 Memimpin dan mendukung staf (Establish a clear and strong focus on Patient Safety
throughout your organization)
3 Mengintegrasikan kegiatan-kegiatan manajemen risiko (Develop systems and
processes to manage your risks and identify and assess things that could go wrong)
4 Meningkatkan kegiatan pelaporan (Ensure your staff can easily report incidents
locally and nationally)
5 Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien (Develop ways to communicate openly
with and listen to patients)
6 Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien (Encourage staff to use
root cause analysis to learn how and why incidents happen)
7 Menerapkan solusi-solusi untuk mencegah cidera (Embed lessons through changes to
practice, processes or systems).
Ketujuh langkah diatas tidak harus serentak dilaksanakan, tetapi dapat dilaksanakan
sesuai kondisi dan situasi rumah sakit yang bersangkutan yang tentunya harus terus
dikembangkan agar semua langkah diatas pada akhirnya dapat terlaksana semua.
 

Daftar Bacaan :
1. MMS Committee on Quality Medical Practice and Trainity Communications, Inc.
Patient Safety : Conducting a root cause analysis of adverse events. Massachusetts
Medical Society. 2004 : 1 – 13.
2. Frankel A, Gandhi TK, Bates DW. Improving patient safety across a large integrated
health care delivery system. International Journal for Quality in Health care. 2003; 15
suppl. I : i31 – i40.
3. Reason J. Human error : models and management. BMJ. 2000; 320 : 768 – 770.
4. Cahyono JBS. Gerakan keselamatan pasien. Ethical Digest; 35 : 62 – 5.
5. Mohr J, Batalden P, Barch P. Integrating patient safety ino th clinical microsystem.
Qual. Saf. Health Care. 2004; 13 : 34 – 8.
6. California Department of Health Services, LAC +USC Healthcae Network, Kaiser
Permanente, Huntington Hospital. Patient safety program manual.
7. Weeks WB, Bagian JP. Making the business case for patient safety. Joint
Commission on Quality and Safety. 2003; 29.

No comments:

Post a Comment