Prinsip Fisika dalam Sistem MRI
Pengaruh Sinyal RF
Gerakan Precession di dalam Medan Magnet
Pergerakkan atom-atom dapat dianalogikan dengan pergerakkan gasing.
Saat gasing diputar dengan kecepatan yang tinggi, maka gasing tersebut
tidak akan jatuh, karena gerak rotasinya akan tetap menjaga pada setiap
sisinya.
Deskripsi gerak gasing adalah sbb ,Sumbu rotasinya bergerak
menyerupai kerucut terhadap arah gravitasi.Pergerakkan ini disebut
precession.
Gerak precession ini merupakan hasil interaksi antara
momentum sudut yang dihasilkan oleh massa yang berputar dan gaya akibat
gaya gravitasi bumi. Sama halnya dengan apa yang terjadi dengan nukleus,
dimana nukleus yang mempunyai momentum sudut intrinsik (seperti
Hidrogen) ditempatkan pada medan magnet eksternal, sehingga nukleus
tersebut tidak hanya berputar pada sumbunya saja, tetapi juga melakukan
gerak precession karena medan magnetnya.
Sedangkan pergerakan dari spin magnet adalah sbb :
Spin yang berada di dalam medan magnet akan bergerak menyerupai kerucut
terhadap arah medan penyebabnya. Gerakan ini disebut spin preccesion.
Kecepatan atau karakteristik (frekuensi) gerak putaran terhadap arah
medan tersebut merupakan hal yang paling penting di dalam MR. Hal
tersebut sangat bergantung pada :
- Jenis nukleus
- Kekuatan medan magnet yang diberikan
Makin kuat medan magnetnya, maka perputarannya akan semakin cepat juga.
Frekuensi precession disebut juga dengan frekuensi Larmor.
Jika membahas mengenai frekuensi, maka sama saja seperti membicarakan jumlah rotasi dari satu periode gerakan.
Misalnya 3000 rpm merupakan sebuah frekuensi juga, yang berarti 50
putaran per detik. Satuan dari "putaran per detik" adalah Hertz,
sehingga 3000 rpm = 50 Hz.
Frekuensi Larmor ω akan membesar secara proporsional dengan medan magnet β. Persamaannya adalah sbb :
dimana ω = frekuensi precession
γ = rasio gyromagnetic dari nukleus
β = besar medan magnet
Persamaan Larmor tersebut menunjukkan bahwa frekuensi precession dari proton sangat bergantung pada kekuatan medan magnet.
Berikut ini adalah daftar frekuensi resonansi (frekuensi Larmor = frekuensi precession) dari beberapa nukleus :
Nukleus Simbol Frekuensi per Tesla
Hydrogen H 42.6 MHz/T
Fluorine F 40.1 MHz/T
Phosphorus P 17.2 MHz/T
Sodium Na 11.3 MHz/T
Carbon C 10.7 MHz/T
Untuk sistem MR, spin akan melakukan gerak precession pada frekuensi
radio, yang berarti spin akan berosilasi sebanyak beberapa juta kali per
detik.
Pada 1,0 T, frekuensi Larmor dari proton Hidrogen kira-kira
sebesar 42 MHz dan pada 1,5 T akan mencapai ± 63 MHz. Frekuensi osilasi
dalam orde MegaHertz ini termasuk dalam gelombang radio (AM atau FM).
Semua spin akan bergerak dengan frekuensi yang sama pada arah medan magnet, di dalam orientasi yang masih acak.
Jika spin memiliki frekuensi yang sama, maka akan berorientasi fasa dan
selama itu juga, komponen transversalnya terhadap medan magnet (paralel
pada bidang x-y) akan saling meniadakan. Oleh karena itu, magnetisasi
konstan M akan berada di sepanjang sumbu z saja.
Salah satu cara
untuk mengubah distribusi atom (baik spin atas maupun bawah), fasanya,
dan juga arahnya adalah dengan memberikan gelombang magnetik, dimana
gelombang radio yang digunakan adalah sinyal RF.
Sinyal RF akan
mengganggu keadaan spin jika frekuensinya sama. Dengan kata lain, sinyal
RF tersebut harus beresonansi dengan gerakan spin. Arti resonansi itu
sendiri adalah frekuensi dari sinyal RF harus sama dengan frekuensi
Larmor dari spin (beresonansi).
ANALOGI GARPU TALA
Peristiwa kesamaan frekuensi RF dengan frekuensi Larmor dari spin
(disebut sebagai keadaan resonansi), dapat dijelaskan dengan analogi
garpu tala sbb :
Saat suatu grapu tala digetarkan, maka akan mulai
berosilasi dan menghasilkan bunyi tertentu (gelombang akustik). Jika ada
garpu tala kedua yang digetarkan dengan frekuensi yang sama, maka
osilasinya merupakan respon dari gelombang akustik yang dikirimkan dari
garpu tala pertama. Pada saat ini, kedua garpu tala tersebut dinyatakan
dalam keadaan resonansi.
ANALOGI KERANJANG BERPUTAR
Apa
yang sebenarnya terjadi dengan magnetic resonance dapat dijelaskan
dengan suatu analogi keranjang berputar, dimana orang berperan sebagai
sinyal RF yang harus berada dalam keadaan resonansi dengan spin yang
berputar (keranjang).
Jika ada seseorang yang diharuskan untuk
menaruh batu pada dua buah keranjang yang berputar (seperti pada
gambar), dan ia hanya menaruh batu pada saat salah satu keranjang berada
tepat di depannya (orang tersebut diam), maka cara ini akan memakan
waktu yang lama.
Cara yang paling efektif adalah dengan ikut berlari
di sepanjang keliling putaran keranjang tersebut dan menaruh batu
tersebut pada keranjang-keranjang tersebut (dengan kecepatan yang sama,
beriringan dengan keranjang). Dengan cara ini, maka ia dapat menaruh
batu sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang itu.
Dengan berlari
seperti itu, maka orang tersebut dikatakan "diam" relatif terhadap
keranjang dan kecepatan orang = kecepatan keranjang.
Sinyal-sinyal dan Sudut Flip Angle
Semakin besar energi yang berikan oleh sinyal RF, maka simpangan
magnetisasinya akan semakin besar juga. Sudut simpangan akhir ini
disebut dengan FLIP ANGLE (dinotasikan dengan α).
Sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang berlawanan
dengan sumbu z. Sedangkan sinyal fasa 90o akan menyebabkan magnetisasi
pada arah yang tepat dengan bidang x-y.
Setelah diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi dengan arah yang
berlawanan dengan sumbu z. Pada keadaan ini, spin berada pada keadaan
yang tidak stabil, sehingga spin tersebut akan kembali pada keadaan
setimbangnya lagi. Karena magnetisasi akibat sinyal fasa 180o ini
memiliki orientasi vertikal (sumbu z), maka sinyal fasa 180o menyebabkan
magnetisasi longitudinal.
Sebelum diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 90(derajat) akan menyebabkan magnetisasi pada arah
transversal, bidang x-y. Selama masih ada sinyal RF, maka ada dua jenis
medan yang akan berpengaruh, yaitu : medan statis dan medan RF yang
berputar (untuk selang waktu yang pendek).
Cara Memperoleh Sinyal MR
Sama halnya dengan notasi vektor, dimana magnetisasi juga memiliki dua
buah komponen yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu :
MAGNETISASI LONGITUDINAL Mz yang merupakan vektor dengan arah sumbu z
(sepanjang medan magnet eksternal) dan MAGNETISASI TRANSVERSAL Mxy yang
merupakan komponen yang berotasi di sekitar medan (pada bidang x-y).
Magnetisasi transversal merupakan jumlah dari vektor spin yang berotasi
pada bidang x-y, yang menyamai frekuensi Larmor.
FID
Magnetisasi transversal berperan sebagai magnet yang berotasi, sehingga
dapat memasukkan coil ke dalamnya dan menginduksikan tegangan. Sinyal
itulah yang disebut dengan sinyal MR. Semakin kuat magnetisasi
transversalnya, maka semakin kuat sinyal MRnya, tetapi akan menghilang
dengan cepat juga.
Oleh karena itu, pada akhir dari sinyal RF ini, sinyal MR tersebut disebut dengan Free Induction Decay (FID).
Tentang Relaksasi Spin dan Echo
Magnetisasi longitudinal akan menjadi nol setelah sinyal 90o dan
berotasi sebagaimana magnetisasi transversal pada bidang x-y. Seperti
telah dijelaskan di atas bahwa magnetisasi transversal akan segera
menyusut dalam waktu yang singkat dan sinyal MR akan segera berhenti
juga. Setelah sinyal 90o, magnetisasi longitudinal akan kembali ke
keadaan semula (keadaan setimbang), seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Proses tersebut disebut relaksasi.
Proses tersebut melibatkan
sejumlah energi yang dipindahkan oleh proton yang tereksitasi, yang
merupakan sifat dari suatu jaringan. Ada dua buah waktu relaksasi di
dalam sistem MR, yaitu T1 dan T2, yang saling bebas satu sama lain dan
merupakan sifat intrinsik dari setiap jaringan yang berbeda. Di dalam
MRI, mekanisme utama dalam menentukan kontras pada sebuah citra adalah
perbedaan dari waktu T1 dan T2 tersebut.
Magnetisasi longitudinal dan transversal
Magnetisasi transversal Mxy akan menyusut dengan lebih cepat daripada
waktu yang dibutuhkan untuk pulihnya magnetisasi longitudinal Mz, dimana
proses tersebut berlangsung secara eksponensial.
Suatu waktu
tertentu (T1) dibutuhkan untuk memulihkan magnetisasi longitudinal dan
magnetisasi transversal menyusut dalam waktu yang lebih cepat (T2).
Ada suatu analogi yang menarik untuk menjelaskan T1 dan T2, yaitu analogi jatuhnya kotak.
ANALOGI JATUHNYA KOTAK
Jika ada sebuah pesawat yang menjatuhkan sebuah kotak dari suatu
ketinggian tertentu, maka kotak tersebut akan jatuh ke tanah dengan
kecepatan yang meningkat karena gaya gravitasi. Pada kotak tersebut ada
dua buah komponen yang bekerja, yaitu gaya gravitasi (sebagai T1) dan
energi kinetik (dalam arah terbang, sebagai T2). Pergerakan kotak
merupakan superposisi dari dua gerakan, kotak jatuh ke tanah tapi masih
memiliki arah yang sama dengan arah penerbangan.
Secara mudahnya,
relaksasi merupakan suatu keadaan dari sistem yang kembali dari keadaan
tidak setimbang kepada keadaannya yang setimbang. Saat mendekati
kesetimbangannya, prosesnya akan melambat sampai mencapai keadaan
saturasi (saat sistem semakin dekat ke keadaan setimbang, maka relaksasi
akan semakin lemah).
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat
magnetisasi longitudinal mulai pulih, magnetisasi transversal mulai
menyusut, dimana proses magnetisasi transversal berjalan dengan lebih
cepat (T2) daripada pemulihan magnetisasi longitudinal (T1).
Relaksasi Magnetisasi Longitudinal (T1)
Proses pemulihan magnetisasi longitudinal merupakan proses yang berifat
eksponensial, yang dinamakan RELAKSASI LONGITUDINAL dan konstanta
waktunya adalah T1.
Setelah T1, magnetisasi longitudinal Mz telah
pulih sebesar 63 % dari nilai akhirnya dan setelah 5T1, maka proses
tersebut sudah sempurna. Konstanta T1 tersebut berbeda-beda untuk setiap
jaringan, sehingga bersifat tissue-specific.
Jenis jaringan dalam
tubuh yang berbeda menunjukkan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Walaupun begitu, hal tersebut merupakan faktor utama untuk mendapatkan
kontras dari citra yang diperoleh dengan sistem MR. Perbedaan tersebut
terjadi karena energi RF yang terstimulasi akan menghilang kembali
akibat interaksi dengan kisi-kisi (lattice).
. Konstanta T1 beberapa jenis jaringan
Relaksasi spin-lattice
Proton-proton akan mengubah status spinnya pada saat beresonansi.
Proton akan merasakan medan lokal secara kontinu dan fluktuasinya
disebabkan oleh pergerakan molekular. Fluktuasi medan magnet ini
seolah-olah dilapisi oleh medan eksternal. Efek terkuat yang dirasakan
merupakan akibat dari fluktuasi medan magnet yang bersesuaian dengan
frekuensi Larmor dan berosilasi secara transversal terhadap medan magnet
utama. Perilaku proton tersebut seperti sinyal RF yang kecil dan
menyebabkan pembalikkan spin.
Lingkungan tempat proton berada
seringkali terdiri dari molekul yang besar (lemak) dan makro-molekul
(protein). Proton Hidrogen yang berada di dalam molekul lemak yang
bergerak relatif lambat (terletak dalam kisi yang tebal) sebagaimana
proton yang membatasi protein merasakan fluktuasi medan lokal yang kuat,
sehingga dengan cepat mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang
menjelaskan konstanta T1 jaringan lemak yang relatif singkat.
Lain
halnya jika berada di dalam cairan, dimana mobilitas molekularnya lebih
cepat daripada fluktuasi medannya. Resonansi dengan medan magnet yang
berosilasi jarang terjadi dan semakin lemah, sehingga proton tidak
segera mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa
air murni dan CSF (cerebrospinal fluid) memiliki konstanta T1 yang besar
(waktunya lebih lama).
Lingkungan dari suatu proton sering disebut
sebagai kisi-kisi (lattice). Karena pasangan spin menghasilkan energi
kepada kisi-kisi selama proses relaksasi longitudinal, maka proses T1
dinamakan juga dengan relaksasi spin-lattice. Proses ini terjadi setelah
interferensi dari sinyal RF dan sesaat setelah proses pembentukkan
kembali magnetisasi longitudinal (setelah pasien dimasukkan ke dalam
medan magnet).
Karena jenis jaringan tubuh yang berbeda akan
memberikan waktu relaksasi T1 yang berbeda juga, maka hal ini dapat
digunakan untuk menyebabkan kontras pada citra MR, misalnya jaringan
yang terkena penyakit akan menunjukkan konsentrasi air yang berbeda
dengan daerah di sekitarnya (adanya perbedaan konstanta relaksasi).
Pada gambar di samping, terlihat bahwa dengan kontras T1, CSF akan terlihat sebagai bagian yang hitam pada citra sistem MR.
Perhatikan antara hitam yang dihasilkan oleh CSF, warna keabu-abuan sampai warna putih.
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna hitam ,abu-abu, dan putih.
Penyusutan Magnetisasi Transversal (T2)
Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi
akan menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan
cepat.
Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam
keadaan phase-coherent, dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang
besar, yang berotasi dalam bidang x-y.
Bagaimanapun, spin yang
berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya karena interaksi
antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan magnetisasi
transversal.
Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada
yang dinamakan dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi
rotasi transversal akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai
menyusut. Hal inilah yang disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan
konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin
akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2, maka akan berkurang sampai 14 %
dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan segera menghilang.
Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama
pertandingan, pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada
kecepatan yang berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut
menunjukkan tidak adanya suatu koherensi selama pertandingan.
Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissue-specific) :
Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan
peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari
magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu
proses tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses
tersebut tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal,
tetapi komponen relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet
yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan perubahan
keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan relaksasi
longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen transversalnya,
yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga akan
berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal.
Komponen z dari spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang
berlawanan. Proton-proton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan
magnet pada arah z, sebesar ± 1mT.
Saat medan magnet statis
menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi precession pada
daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan frekuensi
precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar
frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut,
maka spin magnet yang berputar tidak ada lagi, seperti halnya para
pelari yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda.
Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda,
maka perbedaan-perbedaan tersebut digunakan untuk memberikan kontras
pada citra MR.
Spin Echo (T2*)
Setelah pemberian sinyal RF pada
proton-proton, maka proton-proton tersebut akan memberikan respon, yaitu
yang disebut dengan spin echo. Saat sinyal MR tersebut menyusut (begitu
juga dengan magnetisasi transversal), maka spin echo akan muncul,
bersamaan dengan sinyal MR "pantulan"nya.
Penyusutan FID yang Sebenarnya.
Sebenarnya, penyusutan sinyal MR (FID) diharapkan terjadi bersamaan
dengan konstanta T2. Tetapi walaupun begitu, penyusutan FID terjadi
dengan lebih cepat, yaitu dengan waktu efektif yang lebih pendek T2*.
Medan magnet yang dirasakan oleh spin ternyata tidak sama di setiap
posisi, sehingga masih bersifat inhomogen. Adanya variasi medan lokal
tersebut disebabkan karena karakteristik tubuh pasien dan juga sifat
inhomogentias dari magnet itu sendiri.
Penjelasan di atas dapat
diperjelas dengan deskripsi singkat tentang pelari, dimana pada suatu
waktu, para pelari yang telah menyebar (dalam posisi yang berbeda-beda)
tersebut diminta untuk berbalik arah sebesar 180o (kembali ke garis
awal).
Seorang pelari yang berada pada posisi terdepan saat lomba
masih berjalan, akan menjadi pelari dengan posisi yang paling terakhir
saat diminta berbalik arah.
Saat lomba awal, maka terlihat bahwa
posisi pelari telah menyebar. Akan tetapi, saat diminta berbalik arah,
maka para pelari tersebut akan kembali sejajar di garis awal (kembali
seperti semula). Peristiwa dimana fasa proton kembali bersifat koheren,
yang dianalogikan dengan para pelari berada di garis awal, disebut
dengan echo.
Efek yang ditimbulkan oleh sinyal fasa 180o adalah spin
kembali memiliki fasa yang sama dan dihasilkan sinyal MR baru, yaitu
spin echo. Sinyal fasa 180o diberikan setelah sinyal fasa 90o dengan
selang waktu τ. Sinyal spin echo ini akan membesar dan mencapai nilai
maksimum setelah 2τ. Selang waktu tersebut disebut dengan echo time
(dinotasikan dengan TE). Setelah selang waktu ini, spin echo akan segera
mengecil.
Saat beberapa sinyal fasa 180o diberikan secara
berurutan, maka beberapa spin echo akan dihasilkan oleh multi-echo
sequence. Amplitudo dari echo ini lebih kecil dari amplitudo sinyal FID.
Semakin besar echo timenya, maka echonya akan semakin kecil. Hal ini
dapat diulang sampai hilangnya magnetisasi transversal, melalui
relaksasi T2.
Karena FID akan segera menyusut setelah sinyal fasa
90o, maka akan sangat sulit untuk mengukur kekuatan / intensitasnya.
Oleh karena itu, sinyal echo lebih dipilih untuk proses pencitraan.
Gradient Echo
Pencitraan MR menggunakan dua buah metode, yaitu spin echo (yang telah dijelaskan di atas) dan gradient echo.
Mengubah Medan Magnet
Medan magnet akan coba diubah segera setelah sinyal RF. Perubahan ini
menyebabkan medannya akan mengecil pada satu arah dan membesar pada arah
yang lain. Hal inilah yang disebut dengan gradient. Medan B0 hanya ada
pada satu lokasi saja, sebelum dan setelah lokasi ini, kekuatan medannya
bisa menjadi lebih rendah atau lebih tinggi. Dari persamaan Larmor,
diketahui bahwa frekuensi precession berbanding lurus dengan kekuatan
medan magnetnya. Oleh karena itu, sekarang spin berotasi dengan
kecepatan yang berbeda karena perubahan medan.
Dalam teknologi MR
ini, gradient diartikan sebagai perubahan medan magnet pada arah
tertentu (meningkat atau berkurang secara linier).
Setelah sinyal RF
diberikan, sinyal gradient (-) akan melakukan proses dephase pada
frekuensi spin. Karena masih berputar dengan kecepatan yang berbeda,
spin akan kehilangan fasanya dengan lebih cepat. FID akan berkurang
dengan lebih cepat daripada di kondisi normal.
Dengan membalikkan
polaritas dari gradient (+), spinnya masih berada dalam keadaan
dephased. Sinyal echo diukur selama proses rephasing dari FID dan karena
echo tersebut dihasilkan oleh gradient, maka disebut gradient echo.
Sinyal fasa 180o diabaikan dalam teknologi gradient echo ini, sehingga
mekanisme dephasing statis T2* tidak dihapuskan, sebagaimana yang
terjadi pada metode spin echo. Komponen echo time untuk gradient echo
ini harus menempati alokasi waktu T2*. Oleh karena itu, metode gradient
echo akan lebih cepat daripada metode spin echo.
Memperkecil Flip Angle
Untuk menghasilkan gradient echo, komponen flip angle yang digunakan
untuk menstimulasi sinyal RF biasanya lebih kecil dari 90o. Keuntungan
dari metode ini adalah sinyal yang lebih kuat dan waktu pengukuran yang
lebih singkat.
Citra yang Dihasilkan dari Irisan-irisan
Dasar
untuk citra MR adalah melalui proses spasial allocation dari
sinyal-sinyal MR individu yang menunjukkan struktur anatomis. Kemudian
spin dari atom-atom tersebut akan memberikan frekuensi precession yang
berbeda pada posisi yang berbeda juga. Resonansi magnetik akan dibedakan
secara spasial.
Dalam pencitraan medis, dibutuhkan citra
irisan-irisan dari tubuh manusia pada posisi yang spesifik, yaitu dengan
metode switching gradient.
Cara untuk Menghasilkan Gradient
Medan magnet dihasilkan segera saat arus listrik mengalir di sepanjang
konduktor sirkular atau sebuah lilitan. Saat arah rambat arus listrik
dibalik, maka arah dari medan magnetnya pun akan berubah juga.
Dengan MR, bagian gradient coil dioperasikan secara berpasangan dalam arah x, y, dan z pada :
• Besar arus yang sama
• Polaritas yang berlawanan.
Satu lilitan akan meningkatkan medan magnet statis, sedangkan lilitan
yang berlawanan akan menguranginya. Hal ini berarti medan magnet B0 akan
berubah secara proporsional.
Pengaruh Gradient
Di dalam medan
magnet normal, kekuatannya akan sama dimanapun posisinya (B0). Oleh
karena itu, spin proton akan menunjukkan frekuensi spin (ω0) yang
proporsional dengan kekuatan medan magnetnya. Hasilnya, resonansi
magnetiknya akan sama di semua posisi.
Dengan menggunakan gradient,
medan magnet menunjukkan peningkatan yang linier. Gerak precession dari
spin akan bervariasi pada arah ini. Pada arah yang satu akan berputar
dengan lebih lambat, sedangkan pada arah yang lain akan berputar dengan
lebih cepat. Dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut menunjukkan
frekuensi resonansi yang berbeda.
Cara Menentukan Posisi Irisan
Jika dipilih irisan pada bidang x-y, maka irisan tersebut akan vertikal
pada sumbu z. Misalkan ada seorang pasien yang sedang telentang pada
arah sumbu z di dalam magnet, maka irisan yang didapat adalah irisan
transversal.
Untuk pemilihan irisan, gradient diubah pada arah z
terhadap sinyal RF secara serempak. Gradient ini disebut slice-selection
gradient (Gs).
Sekarang, medan magnet memiliki besar B0 pada satu
lokasi saja, yaitu z0. Saat sinyal RF berfrekuensi hanya pada satu
frekuensi (ω0), maka akan mengharuskan spin untuk berada pada lokasi
resonansi z0. Posisi tersebut dinamakan slice position.
Akan
tetapi, proses ini tidak cukup hanya sampai di sini karena yang didapat
hanyalah irisan tanpa ketebalan. Irisan tersebut hanya setipis kertas
dan sinyalnya akan terlalu lemah, karena hanya sedikit proton yang
terstimulasi pada daerah tipis ini. Kebutuhan akan resolusi tertentu
pada arah z disebut dengan slice thickness.
Sinyal RF penstimulasi
memiliki bandwidth tertentu di sekitar frekuensi tengahnya, (ω0) dan
dapat menstimulasi daerah yang diinginkan dari ketebalan irisan (∆z0).
Ketebalan irisan dapat diubah dengan menjaga bandwidth sinyal RF agar
tetap konstan pada saat mengubah kemiringan gradient. Gradient yang
lebih curam (a) akan menghasilkan irisan yang lebih tipis (∆za) dan
irisan yang lebih landai (b) akan menghasilkan irisan yang lebih tebal.
Suatu irisan merupakan daerah resonansi spin yang terdefinisi. Di luar
irisan tersebut, spin tidak akan terpengaruh oleh sinyal RF. Magnetisasi
transversal (dan juga sinyal MR) hanya dihasilkan di dalam irisan.
Keunggulan Teknologi Gradient
Metode menggunakan gradient ini memungkinkan kita untuk memposisikan bidang irisan pada beberapa pencitraan MR.
Sistem MR memiliki tiga pasang gradient coil di sepanjang sumbu x, y,
dan z. Untuk irisan sagittal, harus menggunakan gradient-x dan untuk
irisan coronal, harus menggunakan gradient-y. Untuk mendapatkan irisan
yang miring, maka beberapa gradient harus digunakan secara serempak.
Hasilnya akan saling bertumpukan. Sebuah irisan miring tunggal
dihasilkan oleh dua buah gradient (misalkan gradient dalam arah y dan z)
dan untuk mendapatkan irisan miring ganda, maka digunakan ketiga
gradient secara serempak.
Rekonstruksi Citra dari Irisan-irisan
Penjelasan Pixel dan Voxel
Citra dari suatu irisan tidak dihasilkan secara langsung melalui
prosedur pengukuran. Pertama-tama, setelah sinyal MR diterima maka akan
dihasilkan data mentah (raw data) terlebih dahulu. Kemudian data-data
tersebut akan melalui proses komputasi untuk menghasilkan citra yang
diinginkan.
Citra MR terdiri dari banyak elemen citra, yang disebut
dengan pixel (picture element). Konfigurasi ini disebut image matrix.
Setiap pixel dalam image matrix memiliki derajat keabu-abuan. Secara
keseluruhan, nilai keabu-abuan tersebut akan membentuk suatu komposisi
citra.
Komponen pixel dalam sebuah citra akan menunjukkan komponen
voxel dalam sebuah irisan. Semakin banyak pixel dalam suatu citra, maka
informasi yang berkaitan dengan citra tersebut akan semakin banyak dan
citra yang dihasilkan akan semakin tajam dan detail (memiliki resolusi
yang lebih tinggi).
Besarnya sinyal-sinyal tersebut dapat
dibagi-bagi sbb : selama proses pengukuran echo, gradient diarahkan pada
arah x. Pasangan spin dari voxel individual akan melakukan gerak
precession di sepanjang sumbu x pada frekuensi yang terus membesar, yang
disebut frekuensi encoding. Sedangkan gradient yang berhubungan dengan
proses tersebut disebut Frequency-Encoding Gradient (GF). Bagian echo
yang dimaksud merupakan kombinasi sinyal dari spin yang tereksitasi di
sepanjang sumbu x. Pada resolusi 256 voxel, echo terdiri dari 256
frekuensi.
Metode Transformasi Fourier dapat membantu untuk
menentukan kontribusi sinyal dari setiap komponen frekuensi. Setiap
sinyal individu yang didapat akan menentukan derajat keabu-abuan dari
pixel yang dialokasikan.
Dua voxel yang berbeda dapat memiliki frekuensi yang sama dan karenanya, tidak dapat didiferensiasi.
Pada selang waktu di antara sinyal RF dan echo, gradient akan
diposisikan pada arah y. Sebagai hasilnya, spin akan melakukan
precession pada kecepatan yang berbeda dalam waktu yang singkat. Setelah
gradient dimatikan, pergeseran fasa spin di sepanjang sumbu y akan
berbeda yang tetap bersifat proporsional terhadap lokasi masing-masing.
Proses ini dinamakan phase encoding dan komponen gradient yang berkaitan
disebut dengan phase-encoding gradient (Gp).
Untuk memfilter
pergeseran-pergeseran fasa tersebut, maka digunakan proses Transformasi
Fourier. Selain itu, untuk mendapatkan matriks sebanyak 256 baris, maka
dibutuhkan sinyal MR sebanyak 256 dengan proses phase encoding untuk 256
lokasi yang berbeda. Hal ini berarti 256 langkah proses phase encoding
dan menyebabkan urutan sinyal-sinyal tersebut harus diulang sebanyak 256
kali untuk membentuk matriks 256 x 256.
Setelah itu, matriks tersebut dinamakan Raw Data Matrix, yang juga dikenal dengan k-Space.
Antara Raw Data dan Data Citra
Bagian Center Raw Data akan menentukan struktur yang kasar dan kontras
citra. Sedangkan komponen Raw Data di sepanjang perbatasan akan
memberikan informasi tentang batasan-batasan yang ada, transisi pada
tepi, dan kontur citra. Pada suatu waktu tertentu, data-data tertentu
akan menampilkan struktur yang lebih bagus dan pada proses analisis
akhir, akan menentukan resolusi citra. Bagian ini hampir tidak berisi
informasi apapun tentang kontras jaringan.
Urutan Sinyal
Urutan
spin echo terdiri dari sinyal fasa 90o, yang diikuti dengan sinyal fasa
180o yang menghasilkan spin echo pada konstanta TE (Echo Time). Urutan
pulsa tersebut diulang berdasarkan konstanta TR (Repetition Time) selama
komponen k-space diisi dengan echo. Jumlah tahapan proses
phase-encoding (yang merupakan baris dari raw data) berhubungan dengan
jumlah pengulangan tersebut. Waktu scanning akan ditentukan oleh derajat
yang besar dari resolusi gambar dalam arah proses phase-encoding.
Dengan NP = jumlah tahap proses phase-encoding.
Pemilihan Irisan
Slice-selection gradient GS dinyalakan segera setelah sinyal fasa 90o,
yaitu saat gambar balok ada di bagian atas, untuk memilih irisan yang
diinginkan.
Gradient akan menyebabkan fasa spin dalam keadaan
dephase, pada sepanjang ketebalan irisan. Oleh karena itu, keadaan ini
harus dikompensasi dengan gradient dari polaritas yang berlawanan dan
setengah durasi (proses rephase dari gradient). Hal inilah yang
menimbulkan adanya gambar balok dibagian bawah dari GS.
Selama
sinyal fasa 180o, GS akan dinyalakan lagi sehingga sinyal tersebut hanya
mempengaruhi spin dari irisan yang terstimulasi sebelumnya.
Phase-encoding
Phase-encoding gradient GP akan dinyalakan sementara di antara
pemilihan irisan dan spin echo. GP akan menumpukkan fasa yang berbeda
pada spin. Untuk matriks yang terdiri dari 256 baris dan 256 kolom,
proses penyalaan gradient (switching) dari urutan spin echo akan diulang
sebanyak 256x dengan parameter TR dan GP yang meningkat secara
bertahap.
Tahap proses phase-encoding dalam grafik sinyal sering
digambarkan dengan garis horisontal yang banyak dalam bagian balok GP,
yang menggambarkan amplitudo tahapan gradient yang berbeda, baik positif
maupun negatif.
Frequency-encoding
Selama proses spin echo,
frequency-encoding gradient GF akan dipengaruhi juga. Karena spin echo
dibaca pada saat tersebut, gradient ini disebut juga readout gradient.
Jika tidak ada hal lain yang diberikan selain readout gradient, maka
gerakan precession dari spin pada arah frequency-encoding akan mulai
berubah menjadi keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada
dalam keadaan dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini
dapat diatasi engan memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan
proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena gradient dengan
polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout gradient
(dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan
mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah
interval pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo
maksimum. Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal
fasa 180o, sehingga gradient memiliki fasa yang sama seperti readout
gradient. Hal ini dikarenakan sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa
spin.
Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval
waktu antara proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya,
dapat dihasilkan beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang
disebut dengan multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu daerah tertentu.
Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan
memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D
karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut
digunakan untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang
berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah yang
mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient
seolah-olah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan (arah z, seperti
pada contoh), maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui
proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang citra,
seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi
tentang volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan
PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D,
perangkat lunak POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara
spasial.
Kontras Spin Echo
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah
jenis kontras yang sangat penting, yaitu kontras T1, kontras T2, dan
kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberi
magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat dimana sinyalnya kuat,
maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih terang, sedangkan
sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak,
maka sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk
diagnostik medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi
T1 dan T2 pada kontras suatu citra.
Parameter TE dan TR
Jika
mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb :
sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu τ setelah sinyal
fasa 90o dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2τ.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi
semua tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali).
Waktu interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan
Repetition Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk mengendalikan kontras dari urutan spin echo.
Kontras Densitas Proton
Gambar di samping menampilkan tiga buah jenis jaringan tubuh yang
berbeda (1, 2, dan 3) dengan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Relaksasi longitudinal akan dimulai segera setelah sinyal fasa 90o.
Magnetisasi longitudinal MZ dari tiga buah jaringan tubuh yang berbeda
akan pulih pada kecepatan yang berbeda. Nilai maksimumnya berhubungan
dengan "densitas proton", yaitu jumlah proton Hidrogen per unit volume.
Dengan diberikannya kembali sinyal fasa 90o setelah TR, maka
magnetisasi longitudinal aktual akan berubah menjadi magnetisasi
transversal MXY dan menghasilkan sinyal dengan kekuatan yang berbeda.
Jika TR dipilih cukup panjang, maka perbedaan sinyal dalam jaringan
setelah sinyal fasa 90o yang diulang hanya akan bergantung pada densitas
proton di dalam jaringan, karena relaksasi longitudinal yang hampir
selesai. Echo harus dihasilkan segera setelah sinyal fasa 90o yang
diulang, dengan TE yang lebih singkat, sehingga didapat citra proton
density-weighted (PD yang singkat). Pada kenyataannya, TR dari urutan
spin echo biasanya lebih lama dari 2-3 detik. Hal ini juga berarti jenis
jaringan tubuh dengan konstanta T1 yang lebih lama, misalnya CSF, yang
tidak segera pulih setelah periode waktunya.
Kontras T2
Kurva
sinyal akan menurun karena relaksasi T2 dan mulai berpotongan. Kontras
densitas proton akan hilang. Pada TE yang lebih lama, kurva akan mulai
menyimpang dan kontras dikendalikan oleh relaksasi T2, sehingga
diperoleh citra T2-weighted. Kekuatan sinyal dari spin echo akan
bergantung pada penyusutan T2.
Di samping merupakan perbandingan citra yang menunjukkan kontras T2 dengan TE yang semakin lama akan semakin lama.
Pada keadaan tersebut, densitas proton tidak lagi mempengaruhi kontras.
Kontras T2 hanya bergantung pada komponen TE yang dipilih. T2 yang
optimal dari suatu citra T2-weighted merupakan nilai rata-rata konstanta
T2 dari citra jaringan yang akan ditampilkan (ada di antara 80 dan 100
ms).
Jika TE terlalu lama (citra yang terakhir), magnetisasi
transversal telah menyusut sampai pada suatu tingkat dimana
sinyal-sinyal dari beberapa jenis jaringan akan menghilang di dalam
derau (noise) sinyal yang tidak dapat dihindarkan.
Kontras T1
Jika dipilih TR yang singkat sehingga relaksasi T1 belum selesai, maka
sinyalnya akan menjadi lebih lemah dan kontrasnya akan berkurang seiring
TE yang semakin meningkat. Oleh karena itu, harus dipilih TE yang
sesingkat mungkin.
TR yang singkat akan menghilangkan efek dari
densitas proton, TE yang singkat akan menghilangkan efek dari relaksasi
T2. Perbedaan kekuatan sinyalnya sebagian besar bergantung pada
magnetisasi longitudinal sebelumnya, yaitu yang berasal relaksasi T1
jaringan tertentu, sehingga diperoleh citra T1-weighted.
. Dengan
TE yang lebih panjang, baik kontras T1 maupun sinyal yang terukur,
masing-masing akan dikurangi. Kombinasi waktu pengulangan yang singkat
dan TE yang lama sangat tidak sesuai.
Jenis jaringan yang normal
hanya memiliki sedikit perbedaan dari densitas protonnya, di samping
relaksasi T1 yang berbeda. Oleh karena itu, pencitraan T1-weighted akan
sangat sesuai untuk tampilan anatomi tubuh.
Mengukur Multiple Echo
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence.
Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2.
Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan
citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu,
citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa
pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang
sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90
ms), maka didapat citra densitas proton sebagaimana citra T2-weighted
dari pengukuran tunggal.
Jadi dengan mengambil beberapa nilai parameter yang berbeda, maka akan didapat citra-citra sbb :
• Kontras T1 (TR dan TE singkat)
• Kontras T2 (TR danTE yang lama)
• Kontras densitas proton (TR lama, TE singkat)
Dengan pencitraan spin echo, efek akibat T1 dan T2 berbanding terbalik,
yaitu : jaringan dengan T1 yang lebih lama akan berwarna lebih gelap
dalam citra T1-weighted dan jaringan dengan T2 yang lebih lama akan
tampak lebih terang.
Kontras Menggunakan Pemulihan Inversi (IIR)
Urutan pemulihan inversi merupakan urutan spin echo dengan didahului
oleh sinyal fasa 180o. Dalam teknologi MR, sinyal-sinyal persiapan akan
mendahului urutan yang sebenarnya dan di sini akan dibicarakan bagaimana
cara memanipulasi kontras citra tersebut.
Pemulihan inversi
Pertama Proses Inversi Dahulu, kemudian Proses Pemulihan.
Urutan pemulihan Inversi (Inversion Recovery Sequence, IIR) menggunakan
sinyal fasa 180o – 90o – 180o. Pertama-tama, magnetisasi longitudinal
dibalik oleh sinyal persiapan fasa 180o pada arah yang berlawanan.
Magnetisasi transversal akan nol dan sinyal MR tidak akan diterima.
Interval di antara sinyal fasa 180o dan sinyal stimulasi fasa 90o
diketahui sebagai Inversion Time TI. Selama periode tersebut,
magnetisasi longitudinal akan pulih.
Sinyal stimulasi fasa 90o akan mengubah magnetisasi longitudinal aktual menjadi magnetisasi transversal.
Kontras T1 yang Kuat
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence.
Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2.
Pengurangan sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan
citra T2 murni dari data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu,
citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa
pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang
sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90
ms), maka didapat citra kepadatan proton sebagaimana citra T2-weighted
dari pengukuran tunggal. Saat urutan spin echo memberikan kontras T2
yang baik, maka IIR digunakan untuk mendapatkan kontras T1 yang lebih
tinggi.
Sebagaimana magnetisasi longitudinal memulihkan nilai
negatifnya dengan proses inversi, magnetisasi dari jenis jaringan yang
berbeda akan mencapai nilai nol pada waktu yang berbeda. Proses inversi
magnetisasi ini memberikan dispersi yang lebih baik dari kurva T1
menjadi kontras T1 yang lebih baik juga. Dengan memilih TI yang sesuai,
maka kontras akan semakin baik.
Kerugiannya adalah waktu pengukuran
yang lebih lama. Dengan bergantung pada T1, irisan yang diukur lebih
sedikit dibandingkan dengan metode T1-weighted spin echo.
Karena TI
telah dipilih, jaringan yang lebih cepat relaks (a) telah melewati
titik perpotongan nol, sedangkan jaringan relaksasi yang lebih lambat
(b) belum melewatinya. Akan sangat membingungkan jika hanya magnitudo
sinyal yang digunakan untuk menentukan kontras citra. Jenis jaringan
dengan konstanta T1 yang berbeda akan ditampilkan dengan nilai
keabu-abuan yang sama.
Perbandingan citra di samping menunjukkan
efek TI pada kontras di dalam otak. Sinyal yang berasal dari zat putih
atau abu akan dihilangkan.
Kontras dari beberapa jenis jaringan yang berbeda dapat dipastikan dengan mempertimbangkan arah dari magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal positif dan negatif akan diubah oleh sinyal
eksitasi fasa 90o menjadi magnetisasi transversal dengan pergeseran fasa
sebesar 180o. Jika magnitudonya dipertimbangkan seperti halnya
perbedaan fasa dari sinyal-sinyal tersebut, maka akan dimungkinkan untuk
menempatkan sinyal pada magnetisasi longitudinal positif atau negatif
aslinya. Hal inilah yang akan menentukan kontras T1 maksimum.
Metode
rekonstruksi phase sensitive ini akan memberikan magnetisasi
longitudinal yang sebenarnya dan sering disebut dengan true inversion
recovery, yang banyak digunakan oleh bidang ilmu kesehatan anak-anak
(pediatrics).
No comments:
Post a Comment