FISIKA IMEJING CT SCAN
IMAGE PROCESSOR
Image
processor memiliki tugas yang sangat banyak,mulai dari menghasilkan
data dari DAS yang bebas dari semua ketidakteraturan induksi mesin.
Tahap pertama ini disebut ‘preprocessing’. Kemudian dilanjutkan dengan
menerapkan algoritma matematika yaitu proses konvolusi, seperti proses
pemfilteran data digital untuk semua data. Hal ini sangat diperlukan
untuk tahap terakhir. Akhirnya, data kembali dilewatkan pada proses
matematika yang disebut dengan “backprojection”, sehingga hasil akhirnya
seperti yang terlihat pada layar monitor. Hal ini merupakan suatu
penjelasan yang simple untuk sistem yang sangat kompleks ini. Kebanyakan
tugasnya dikerjakan oleh teknologi PC dengan tambahan hardware yang
khusus.
Sebuah
image processor tidak hanya satu komputer tunggal, tetapi merupakan
gabungan beberapa komputer yang tersusun menjadi array komputer. Hal ini
dimaksudkan untuk memroses data yang sangat banyak dalam waktu yang
sangat singkat. Hal inilah yang membedakannya dengan PC biasa. Semua
sistem CT biasanya memiliki komputer host untuk menjalankan program yang
membuat user dapat menscan dan mengarsipkan image, dan langsung
memroses iamge dengan aktual. Kita dapat memisahkan fungsi umum image
processor menjadi beberapa grup-grup fungsional seperti berikut:
- Penerima
- Tahap preprocessing
- Tahap konvolusi
- Rekonstruksi image ( backprojection)
- Display/video image
Penerima
merupakan bagian yang berkebalikan dengan bagian pemancar di
DAS.Processor ini bekerja paralel 32 bit. Fungsi utama receiver adalah
untuk mengumpulkan data ketika data-data terset datang dari DAS,
mem-buffer-nya, membuang informasi kontrol data, dan mengubahnya ke
dalam data parallel, karena data tersebut dikirimkan secara serial.
Kemudian data diteruskan ke proses selanjutnya yaitu “Preprocessing”.
Preprocessing
Proses
ini dapat didefiniskan sebagai proses, dimana data redaman yang
dikumpulkan selama scanning dikoreksi dan dibebaskan dari
pengaruh-pengaruh mesin. Sinyal yang masuk dari detektor dapat
bervariasi antara beberapa mV
sampai dengan beberapa Volt. Hal ini membutuhkan sistem pengukuran yang
stabil dan sangat sensitif. Walaupun dengan teknik manufaktur sekarang
ini, tidaklah mungkin untuk membuat semua sistem CT merespon dengan
hasil yang sama. Dengan kata lain, setiap elemen detektor, integrator,
dan konverter analog-digital tidak dapat dibuat tepat sama. Hal ini akan
menghasilkan artifak pada image, jika kita tidak memperhitungkan
perbedaan ini. Solusinya adalah
dengan mengidealisasi profil data dengan mengompensasi sensitifitas
mesin melalui phantom stansar dan prosedur-prosedur “tuning”. Proses
inilah yang disebut dengan “tune-up” sebuah unit dan selalu dilakukan
pada saat penggantian tabung. Hasilnya adalah software
kumpulan data yang berbentuk tabel yang menjadi fingerprint atau
referensi terhadap data-data selama tahap preprocessing. Setelah data
ini komplit dikumpulkan, maka image tidak lagi tergantung pada keadaan
mesin yang tidak stabil, dan kemudian dapat diproses menjadi image pada
SMI bertipe sama yang akan menghasilkan image yang sama. Tahap
preprocessing merupakan suatu proses yang terdiri atas beberapa proses
yang lebih sederhana yaitu
- PGA decoding
- Sorting
- Averaging
- Koreksi off-set
- Logaritmatisasi
- Normalisasi
- Kalibrasi
- Koreksi spasial
- Koreksi channel
PGA decoding
Sinyal dari array detektor dapat berada pada interval yang sangat besar, dari mV
sampai beberapa Volt. Untuk memastikan integritas pengumpulan data, dan
juga meminimalkan biaya komponen elektronik yang digunakan,
diterapkanlah teknik encoding PGA (Programmable Gain Amplifier). Teknik
ini dapat meningkatkan keakuratan 20 bit ADC dengan hanya menggunakan 14
bit PGA. PGA langsung dapat mengenali input, dan menset faktor
penguatan sesuai rangenya, 1 kali, 8 kali, atau 64 kali. PGA juga
menambahkan dua bit kode digital yang nantinya digunakan image processor
untuk mengembangkan tiap nilai channel menjadi 20 bit. Hal ini
merupakan pekerjaan yang sangat sederhana bagi komputer, karena yang
harus dikerjakan hanya menggeser bit ke kiri yang berarti perkalian
dengan bilangan dua berpangkat. Hal ini yang disebut dengan decoding
PGA.
Sorting
Data dari DAS dikirmkan ke Image
processor secara serial, satu nilai channel satu waktu. Unit CT modern
memiliki 768 elemen detektor atau channel. Ketika DAS mengumpulkan
informasi dari array detektor, tidak semua proses yang dilaluinya karena
keterbatasan resource hardware. Urutan yang sebenarnya tergantung dari
unit CT tersebut. Pengumpulan data ini direferensikan kepada sekuens
pembacaaan DAS. Mesin pada kenyataanya tidak dapat membaca semua set
data dari 768 nilai elemen detektor. Oleh kkarena itu, informasi yang
terpenting dululah yang dibaca, yaitu yang berad di tengah-tengah array
detektor. Hal inilah yang menyebabkan pola pembacaan mulai dari tengah
detektor, dan keluar ke kanan dan kiri. Image
processor membutuhkan pengumpulan data berada dalam urutan kronologi
yang sesuai dengan channel detektor. Hal inilah yang menyebabkan
komputer harus mensort data menjadi deretan numerik yang teratur.
Dulunya, hal ini dikerjakan oleh image processor, tapi sekarang ini
dikerjakan oleh hardware dalam gantry sebelum image processor menerima
data.
Ilustrasi
di atas menggambarkan satu kemungkinan sekuens pembacaan yang umum pada
unit CT yang memiliki 512 channel detektor. Pembacaan dibagi-bagi
menjadi 4 kuadran. Pembacaan dimulai dari dua daerah yang dalam,
kemudian dua daerah yang di luar. Dengan cara ini, resource hardware
cukup untuk memproses empat channel dalam satu waktu. Jadi, mesin akan
menerima data dari channel 256, 257, 128, 385, 255, 258, 127, 386, 254, 259, 126, 387,....129, 384, 1, 512.
Averaging
Averaging
atau perataan adalah proses matematika dimana data diakumulasikan untuk
banyak/beberapa putaran detektor. Kemudian data-data tersebut secara
aritmatis diaveragekan terhadap tiap channel dan pembacaan dari posisi angular gantry yang sesuai. Hasilnya adalah image yang rendah noise dikombinasikan dengan
minimalisasi
artifak motion yang terjadi akibat ketidaksengajaan di daerah abdomen.
Kalkulasi ini dilakukan oleh image processor.
Koreksi Off-set
Koreksi
off-set dimaksudkan terhadap nilai offset dari penguatan elektronik.
Sehubungan dengan toleransi pabrik, tidak ada dua penguatan yang secara
normal akan menghasilkan output yang tepat sama untuk input yang sama.
Kenyatannya, output bervariasi dalam toleransi tertentu atau off-set
sebagaimana yang telah dispesifikasikan oleh pabrik. Alat menggunakan
banyak penguat yang identik dalam DAS. Ada satu penguat tiap channel
detektor. Dalam unit CT yang modern, digunakan 1536 individual
amplifier. Semua amplifier ini harus merespon untuk output yang sama
(dalam toleransi yang sangat kecil) ketika semua detektor menerima
stimulus di inputnya. Hal ini dapat kita lihat untuk toleransi kurang
dari 100 mV.
Mungkin saja bagi kita untuk mengatur tiap amplifier secara elektronik
untuk menghasilkan output untuk input yang sama, tetoa jumlah amplifier
yang lebih dari seribu akan tidak praktis. Untuk itulah digunakan
software yang dapat mengkompensasi masalah ini. Hal ini dikerjakan
dengan mengambil nilai-nilai pembacaan tanpa sinar-X dan menghitung
nilai mean tiap channel tiap pembacaan. Hasilnya berupa tabel yang
berisi nilai-nilai dari detektor, yang disebut “tabel off-set”. Selama
preprocessing, komputer akan mengurangi nilai-nilai pada tabel off-set
dari tiap pembacaan dengan sinar-X. Hal inilah yang dapat mengompensasi
error off-set dari tiap amplifier. Jika hal ini tidak dikerjakan, maka
off-set error dapat menghasilkan artifak pada imagenya.
Logaritmatisasi
Sinar-X
diredam secara eksponensial.Kita melogaritmakan data yang diambil oleh
array detektor dan melinearisasikannya dan untuk memudahkan penghitungan
matematikanya. Pembagian dan perkalian angka-angka diekspresikan dalam
bentuk logaritma disederhanakan dalam bentuk pengurangan dan
penjumlahan. Ilustrasi di bawah menunjukkan hukum redaman. Hukum itu
menyatakan bahwa radiasi yang teredam I sama dengan radiasi yan tidak
teredam I0 dikalikan dengan e-md, dimana m merupakan koefisien redaman dan d adalah ukuran objek.
Normalisasi
Generator
tegangan tinggi yang mensupply tegangan DC tabung sinar-X tidak
sempurna. Karena hal ini dan beberapa alasan lain, output dari tabung
sinar-X dapat bervariasi untuk tiap pembacaan. Detektor akan melihat
perubahan ini dalam bentuk perubahan dosis radiasi. Jika hal ini tidak
dikompensasi, maka kesalahan pengukuran akan terjadi. Sebagai contoh,
air akan memiliki ukuran kepadatan yang berbeda untuk tiap pembacaan
yang berbeda. Kita dapat mengoreksinya dengan meletakkan alat monitoring
sangat dekat dengan sumber radiasi dan melihat pembacaan pada saat yang
sama dengan pembacaan di array detektor. Nilai monitor ini bersama-sama
dengan nilai array detektor dikirimkan ke image processor. Disinilah
dimana nilai monitor dikurangi dengan nilai array detektor untuk tiap
pembacaan secara terpisah. Hasilnya adalah pembacaan yang telah
dinormalisasi seperti yang terlihat pada ilustrasi.
Kalibrasi
Tiap
elemen detektor dan komponen elektroniknya memiliki sensitifitas yang
berbeda, walaupun kecil. Sensitifitas ini akan menjadi lebih besar untuk
unit-unit yang lebih lama atau sistem detektor solid state dan dapat
bervariasi terhadap waktu. Meskipun demikian, hal ini harus ikut
dipertimbangkan sebelum image direkonstruksi dengan sukses. Ketika kita
bicara tentang koreksi off-set, data diambil dari DAS tanpa input,
dimana sinar-X tidak ikut diaktifkan. Dalam kalibrasi, sinar-X
diaktifkan tetapi tidak ada objek yang ikut di-scan. Hasilnya adalah
scan udara. Tergantung dari model CT-scan yang digunakan, seribu lebih
pembacaan dikumpulkan. Kemudian, kalkulasi mean dilakukan, sehingga kita
memiliki tabel yang berisi satu nilai untuk tiap channel detektor.
Tabel ini disebut tabel kalibrasi. Tabel ini berisi data yang
dinormalisasi dan dikurangkan terhadap tiap pembacaan selama
scanning normal. Dengan cara ini, semua perbedaan sensitifitas dapat
dikompensasi. Tabel kalibrasi ini harus di-update secara periodik dan
teratur tergantung pada jenis CT-scannya, bisa satu sampai beberapa kali
sehari.
Spacing
Seperti
yang telah dijelaskan di bagian lain, array detektor solid state dibuat
dari banyak elemen atau komponen individual. Untuk rekonstruksi image
yang akurat, ukuran dan penyusunan mekanik elemen-elemen tersebut sangat
penting, tetapi sangat sulit untuk merealisasikannya. Bagaimanapun,
kita tetap dapat menghitung error (perbedaan) tersebut dengan
menggunakan phantom khusus dan menyimpan nilai-nilai koreksinya ke dalam
tabel spacing. Prosedur ini hanya dilakukan selama tune-up. Koreksi ini
tidak diperlukan untuk detektor tipe gas Xenon, karena dalam
produksinya menggunakan chamber-chamber mekanik telah dibuat dengan sukses untuk toleransi yang diperlukan.
Gambar
di bawah menampakkan array detektor dari mesin Siemens Somatom2 yang
lama. Gambar tersebut hanya menunjukkan gambaran sebagian dari
sekelompok elemen detektor yang disolder pada sebuah PCB. Dari gambar
itu, terlihat jarak antara elemen sangatlah kecil. Terdapat 512
elemen-elemen dalam array detektor tersebut. Sekarang ini, pada Somatom
Plus4, terdapat 768 elemen yang identik.
Foto
di bawah menggambarkan elemen tunggal yang diambil dari array detector
di atas, dalam tampak samping. Jika dilihat dari dekat dengan jelas,
kita dapat lihat sambungan elektrik di kanan. Itu merupakan perpanjangan
dari dioda cahaya yang terdapat di elemen. Kristal scintilasinya
disambungkan di atas dan direkatkan yang tahan cahaya.
Koreksi Channel
Koreksi
channel dimulai dari tune-up sistem, yang biasanya mengikuti
penggantian tabung sinar-X, tetapi dapat juga dilakukan tanpa harus ada
penggantian tabung. Prosesnya membutuhkan phantom dan kemudian
menghasilkan tabel koreksi. Ada dua macam phantom yang digunakan, yang
satu adalah plexiglas yang berbentuk persegi dan yang satu lagi sama,
tetapi ditambahkan strip PVC untuk penyerapan sinar-X tambahan. Yang
terakhir tadi digunakan untuk mensimulasikan kepala, dan tubuh bagian
atas. Koreksi ini mengompensasi perbedaan sensitifitas DAS ketika sebuah
objek masuk ke dalam bidang scan. Tahap kalibrasi harus dilakukan
terlebih dahulu, karena kalibrasi mengoreksi sensitifitas sistem tanpa
ada objek di dalam bidang scan. Koreksi channel dapat dibagi lagi
menjadi tiga bagian yang berbeda.
- Koreksi cosine
- Koreksi koefisien channel
- Penskalaan air (Water scaling)
Masalah-masalah yang dihadapi.
Ilustrasi
di bawah menunjukkan beberapa masalah yang berhubungan dengan geometri
sorotan sinar-X yang berbentuk kipas. Kita dapat mengompensasi hal ini
dengan rutin software ataupun alat mekanik. Contohnya, kita mendesain
detektor dengan bentuk konkaf (cekung) terhadap bidang scan, sehingga
jarak yang diukur dari fokus ke elemen detektor tetap sama. Tipe
detektor ini disebut kurvalinier. Pentingnya desain ini didasarkan
kepada fakta bahwa intensitas sorotan sinar-X akan berkurang makin jauh
sinar-X berjalan (hukum kebalikan kuadrat).
Koreksi Cosinus
Sekarang
kita lihat masalah lain yang terjadi yaitu bentuk fisik sorotan yang
berbentuk kipas. Jika kita lihat gambar di atas, kita perhatikan garis
kuning yang merepresentasikan jalur dari photon-photon sinar-X, yang
melintasi objek dengan sudut-sudut yang berbeda. Titik tengah objek akan
menunjukkan jalur terdekat yang diambil dan merepresentasikan redaman
sinar-X terendah, jika diasumsikan bahwa objek scan homogen. Dalam
teori, jika kita memplot nilai-nilai yang dilihat oleh tiap detektor,
maka akan membentuk kurva seperti yang terlihat seperti plot hijau. Pada
kenyatannya, tanpa melakukan koreksi, kurva akan menghasilkan cekungan
yang berarti error. Secara matematika, kita dapat mengoreksi hal ini
dengan melakukan perkalian data yang telah diambil dengan tabel yang
sebelumnya telah dibuat yang berisi nilai kosinus untuk tiap sudut sinar
yang bersangkutan. Kembali ke gambar di bawah ini, perhatikan dua plot
yang terbawah. Plot yang tengah menunjukkan bentuk tabel kosinus; dan
ketika digabungkan dengan data hasil pengukuran yang berwarna hijau,
hasil yang ideal akan berbentuk seperti plot yang berwarna biru.
Koreksi koefisien channel
Koreksi
ini dilakukan setelah proses koreksi cosinus selesai. Koreksi cosinus
adalah koreksi matematis yang didasarkan pada sudut dari sorotan sinar-X
terhadap tiap elemen detektor. Tetapi koreksi tersebut tidak memperhitungkan ketidaklinieran antara tiap elemen yang ada. Padahal,
tiap elemen detektor memiliki respon yang sedikit berbeda untuk imput
yang sama dan hal ini harus dipertimbangkan untuk kualitas image. Tugas
ini dilakukan dengan mengevaluasi data kosinus yang sudah dikoreksi,
yang membutuhkan scanning blok plexiglas,
dan kemudian menghasilkan tabel koreksi. Dalam prakteknya, berbagai
macam proses scanning dilakukan dan banyak tabel yang akan dihasilkan
sebagai gudang referensi, dimana tiap tabel dibuat berdasarkan tiap
nilai dosis yang dilihat oleh detektor. Tabel-tabel ini kemudian menjadi
referensi untuk koreksi tiap nilai kV, mAs, dan ketebalan slice yang
ditentukan. Ilustrasi pada gambar di bawah ini menunjukkan dua channel
yang simetris tetapi berlawanan posisinya. Seharusnya kedua detektor ini
melihat stimulus yang sama, akan tetapi tetap saja sensitifitasnya
berbeda. Idealnya, ketika input sampai ke detektor bervariasi antara 0
sampai maksimum, kita akan melihat respon linier seperti yang tergambar
dalam grafik putus-putus. Sumbu x menmperlihatkan ketebalan penyerap
radiasi, dan sumbu y menampilkan jumlah redamannya. Respon aktualnya
diplot pada garis merah, dan plot tersebut ternyata berbentuk seperti
parabola. Jika kita lihat plot tersebut, sejalan dengan penyerap makin
tebal, ada titik dimana redaman mulai berkurang. Fenomena inilah yang
disebut dengan “beam hardening”. Untuk itu, tidak perlu bagi kita
memetakan semua kurva yang ada. Kita hanya memilih beberapa poin dengan
menggunakan dua phantom spesial, satu untuk merepresentasikan redaman
tengkorak, dan satunya lagi untuk tubuh. Jika kita lihat lagi koreksi
channel dengan perspektif yang lebih luas lagi, maka kita juga harus
melihat kembali koreksi offset dan kalibrasi. Kalibrasi data dilakukan
dengan scan udara, yang berarti menunjukkan titik (0,0), yang kemudian
disebut “caltab”. Titik ini menunjukkan titik tanpa redaman. Di titik
ujung yang lain adalah yang disebut dengan nilai offset. Titik ini
merepresentasikan redaman maksimum (tanpa sinyal) yang berarti DAS
membaca tanpa radiasi. Titik tengah plot ini didapatkan dari tabel
koefisien. Tabel ini merepresentasikan nilai yang berhubungan dengan
ketebalan dan komposisi penyerapan phantom. Pada akhirnya, kita akan
mendapatkan sebuah set nilai koreksi yang unik untuk tiap elemen di
array detektor.
Water Scaling
Water
scaling dapat dilihat dari dua bagian proses. Bagian pertama dilakukan
sebagai prosedural servis dimana phantom khusus yang terdiri atas
silinder plexiglas yang berisi air discan. Nilai redaman atau µ air
diukur dengan merata-ratakan jumlah pixel yang terdapat dalam lingkaran
ROI (Region of Interested) yang telah didefinisikan sebelumnya. Hasilnya
harus nol, jika tidak, maka nilai koreksi dibuat untuk menaikkan atau
menurunkan niali dan diletakkan ke dalam tabel. Prosedur ini mirip
dengan mengkalibrasi termometer dengan mengukur titik beku dan titik
didih air dalam bentuk derajat, namun dalam alat ini satuan pengukurannya disebut HU (Hounsfield Unit).
Bagian
kedua dari water scaling diselesaikan selama tahap “preprocessing” yang
berlangsung di dalam image processor. Tabel dibuat sebelumnya, dan
digunakan selama rekonstruksi image untuk meyakinkan bahwa redaman air
selalu bernilai 0 HU. HU adalah satuan standar yang dapat dianalisa oleh
dokter sebagai µ objek. Angka ini harus sama untuk semua mesin CT.
Konvolusi
Konvolusi dideskripsikan sebagai proses matematika. Gunanya
dalam CT sangat penting untuk menghilangkan kebanyakan efek blurring,
dan sangat melekat dengan fisik rekonstruksi image CT yang menggunakan
teknik yang disebut dengan backprojection. Hal ini dikerjakan dengan
mengaplikasikan filter digital yang disebut kernel ke semua data redaman
dengan cara yang sama. Kernel dapat juga didesain untuk meningkatkan
kualitas tepi dan batas gambar pada image dan menghasilkan tampilan yang
lebih tajam, sehingga dapat meningkatkan resolusi kontras tingkat
tinggi atau dapat menghaluskan image, dan kemudian mengurangi kehadiran
noise, dan juga meningkatkan resolusi kontras tingkat rendah. Hasilnya
adalah data-data yang telah dikonvolusi dan kemudian siap dikirimkan ke
jenjang berikutnya, yaitu rekonstruksi image.
Rekonstruksi
Proses
rekonstruksi melibatkan hardware yang didesain secara khusus untuk
melakukan backprojection. Tahap ini mengambil data tiap profil redaman yang telah melewati tahap preprocessing dan dikonvolusi.
No comments:
Post a Comment