BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa
tahun terakhir ini, pencitraan dengan resonansi megnetik (magnetic resonance imaging = MRI) telah berkembang menjadi suatu
teknik yang sangat diandalkan dalam kedokteran. Perkembangan ini juga sangat
mempengaruhi kemajuan dalam peralatan dan merangsang peningkatan dalam
penelitian.
Berbeda
dengan pencitraan berdasarkan radiasi, seperti pada computerized tomography (CT) scanning, MRI adalah suatu teknik
nin-invensif yang tidak menggunakan radiasi pengion. Dan lagi, parameter
jaringan spesifik yang dapat ditentukan dengan sinar-X hanyalah kerapatan
electron, yang tidak terlalu bervariasi dari satu jaringan ke jaringan lain,
dan seringkali memerlukan media yang kontras.
Dalam
MRI, terdapat parameter jaringan yang majemuk yang dapat mempengaruhi sinyal
MRI. Dua parameter yang paling penting, waktu relaksasi, mencakup jangkauan
yang luar dari nilai-nilai dalam berbagai jaringan normal dan patologik. Selain
itu, parameter akuisisi sinyal dapat dimanipulasi dalam berbagai cara yang
memungkinkan pemakaian dapat mengendalikan kontras citra.
Untuk
mempelajari teknik pencitraan dengan MRI, diperlukan pengetahuan fisika
mengenai resonansi magnetic dari inti-inti atom. Fenomena resonansi magnetic
merupakan dasar dalam memahami teknik yang dikembangkan untuk tujuan
pembentukan citra. Beberapa persamaan fisis yang mendasar biasanya perlu
dikuasai, namun bukanlah merupakan hal yang mutlak untuk dapat mengerti
fenomena resonansi magnetic tersebut.
Dalam
bab II diuraikan prinsip-prinsip fisika yang diperlukan dalam teknik MRI,
dengan persamaan-persamaan matematis yang sederhana mungkin. Diperkenalkan pula
secara ringkas pengertian transform Fourier, suatu algoritma yang digunakan
secara luas dalam pencitraan. Bab III menguraikan teknik pencitraan dengan MRI
dalam garis besar tanpa membahas dari proses fisis yang secara rinsci.
Keterangan singkat mengenai sistem instrumentasi dalam MRI diberikan dalam bab
IV.
BAB II
PRINSIP
FISIS RESONANSI MAGNETIK
Sifat
Kemagnetan Inti
Didalam
teori atom yang telah dikenal adanya sifat magnetic yang berasal dari hakekat
electron dan sebagai partikel bermuatan yang bergerak. Gerakan electron atom
tidak hanya mengikuti orbit lintasannya, tetapi juga ada gerakan putar pada
sumbunya sendiri yang dinyatakan sebagai spin. Pengertian spin tersebut dikenal
pula gerakan inti atom pada sumbunya dan merupakan dasar dari magnetism inti
atom.
Gambar
1 melukiskan sebuah inti yang berputar menurut sumbu inti atom. Karena inti
atom adalah partikel yang bermuatan listrik, gerakan spin menimnbulkan momen
magnetic yang searah dengan arah dari sumbu spin. Momen magnetic ini bersifat
sebagai magnet batang yang mempunyai kutub-kutub Utara dan Selatan. Kekuatan
momen magnetic merupakan sifat dn jenis inti atom dan nilainya menentukan
kepekaan deteksi daro resonansi magnetic (magnetic
resonance = MRI). Inti1H1 (proton) memiliki momen
magnetic yang paling besar, sehingga kandungan hydrogen biologis yang tinggi
merupakan pilihan untuk pencitraan dengan resonansi magnetic inti (magnetic resonance imaging = MRI).
Sekarang
kita tinjau suatu kumpulan proton seperti ditunjukan dalam gambar 2. Tanpa
medan magnetic dari luar, momen-momen magnetic tunggal tidak mempunyai
orientasi yang tertentu. Namun, jika diberikan suatu medan magnetic luar
(dinyatakan dengan Bo), aka nada suatu kecenderungan momen-momen magnetic
tersebut untuk mengikuti arah medan magnetic luar, seperti dikenal pada magnet
batang. Dalam hal ini, momen-momen
magnetic inti dapat memilih satu dari dua kemungkinan orientasi, mengarah
parallel atau anti-paralel terhadap Bo (lihat gambar 3). Menurut orientasi
momen magnetic tersebut, kita mendefinisikan dua kelompok atau polulasi dari
spin. Arah yang parallel terhadap Bo adalah orientasi dengan energy yang lebih
rendah sesuai dengan konsep fisika kuantum.
Sedangkan
arah yang anti-paralel mempunyai energy yang lebih tinggi. Keadaan ini
ditunjukan dalam skema energy seperti pada gambar 4. Untuk lengkapnya, perlu
diperhatikan bahwa skema adanya hanya dua keadaan yang mungkin ini hanya benar
untuk inti-inti atom dengan bilangan muantum spin magnetic sebesar ½. Ini
berlaku untuk 1H, 13C, 19F, 31P dan
inti atom yang lain. Inti-inti atom dengan kemagnetikan aktif yang lain,
seperti 2H dan 23Na dapat mempunyai lebih dari dua
orientasi.
Spin-spin
tunggal tidaklah mengarah tepat paralel (atau anti-paralel terhadap Bo, tetapi
membentuk suatu sudut terhadap Bo, seperti diperlihatkan pada gambar 5a). Spin
yang bersangkutan dengan momen magnetic menyebabkan momen berputar mengelilingi
sumbu Bo. Ini sejalan dengan kasus gasing-gasing berputar mengelilingi sumbu
yang dibatasi oleh tarikan gravitasi. Putaran ini membentuk permukaan sebuah
kerucut.
Gambar
5 menunjukan suatu model dari situasi pada saat-saat tertentu. Setiap vector
(anak panah) menunjukan spin tunggal. Karena spin yang searah Bo lebih banyak
dibandingkan dengan spin yang berlawanan dengan Bo, hanya kelebihan spin pada
kerucut atas saja yang mempunyai peranan. Setiap vector tertentu pada kerucut
atas dapat diterangkan dengan komponen yang tegak lurus dan komponen yang
sejajar dengan Bo. Untuk suatu kumpulan dengan jumlah spin yang besar yang
terdistribusi pada permukaan kerucut komponen tunggal yang tegak lurus terhadap
Bo akan saling meniadakan. Dengan demikian yang tinggal hanya sumbangan dari
komponen yang sejajar dengan Bo, sehingga net magnetisasi keseluruhan adalah
yang sejajar dengan Bo.
Selanjutnya
kita tinjau bagaimana kecepatan spin tunggal berputar pada permukaan kerucut.
Frekuensi putaran diberikan oleh suatu rumus sederhana dari persamaan Larmor.
Ɣ
Bo = f
F adalah frekuensi putaran, Bo adalah kekuatan medan
magnetic, dan gamma (Ɣ)
dihubungkan dengan kekuatan medan megnetik untuk jenis inti yang digunakan.
Dalam hal ini untuk hydrogen
ƔH = 4267 Hz/Gauss
Sebagai
contoh pada Bo = 1,5 Tesla (=15.000 Gauss) diperoleh
F = 4257 Hz/Gauss x 15.000 Gauss
= 63.885.000 Hertz
= 63,885 MHz
Dengan memperhatikan
memperhatikan kembali gambar 4 dapat dilihat bahwa karenaenergi sebanding
dengan frekuensi (˄E = hf).
Maka ˄E dapatdinyatakan dalam
frekuensi radiasi yang diperlukan untuk menginduksi transisi spin antara dua
tingkat energy. Frekuensi untuk nilai ˄E
ini juga disebut sebagai frekuensi Larmor.
Resonansi
Magnetik
Untuk
mendeteksi suatu sinyal perlu ditimbulkan kondisi untuk resonansi. Resonansi
mengandung pengertian penyerapan dan pelepasan energy secara bolak-balik.
Penyerapan energy disebabkan oleh gangguan frekuensi radio (radio frequency =
RF), sedangkan pelepasan energy berlangsung memulai proses relaksasi. Dari
pembahasan diatas, irradiasi suatu koleksi spin dalam suatu medan megnetik
exogenous dengan RF pada frekuensi Larmor akan menginduksi transisi antara dua
tingkat energy. Energy RF pada frekuensi lain tidak akan memberikan pengaruh.
Ini merupakan gambaran mikroskopis, dan selanjutnya kita dapat meninjau proses
tersebut secara mekroskopis.
Radiasi
RF seperti semua radiasi elektromagnetik, memiliki komponen-komponen elektrik
dan magnetic. Kita dapat meninjau RF sebagai medan magnetic lain (ditandai
dengan B1) tegak lurus terhadap Bo, yaitu sepanjang sumbu tertentu dalam bidang
transversal seperti diperlihatkan pada gambar 6.
Bila
radiasi RF di “turn”, vector megnetisasi net mulai berputar mengelilingi sumbu B1.
Jadi magnetisasi net ber-rotasi dari sumbu longitudinal (+Z) ke bidang
transversal kemudian sumbu –Z, kemudian ke sisi lain dari bidang transversal,
dan kembali ke sumbu +Z dan seterusnya.
Jika
radiasi ditala hanya untuk periode waktu yang pendek, megnetisasi net diputar
oleh suatu sudut tertentu menjauhi sumbu longitudinal dan sudut ini dinamakan flip angle. Sudut tersebut berbanding
lurus dengan lamanya pulsa RF dan amplitude radiasi RF. Flip Angle sebesar 900 dan 1800 adalah
nilai-nilai sudut yang memberi manfaat khusus dalam pencitraan.
Kita
tinjau situasi segera setelah pulsa dengan sudut 900 seperti pada
gambar 7. Magnetisasi net terletak dalam bidang transversal dan mulai berputar
mengelilingi sumbu Bo. Laju putaran ini adalah seperti yang telah dihitung
diatas, yang memberikan nilai frekuensi larmor. Magnetisasi ini bersifat makroskopis
yang arahnya berubahmenurut waktu sehingga dapat menginduksi arus (bolak-balik)
dalam suatu lilitan kawat dan arus tersebut dapat digunakan untuk merekam
kegiatan megnetisasi dalam bidang transversal. Gambar 8 menunjukan contoh
rekaman tersebut. Rekaman ini memperlihatkan suatu osilasi sinusoidal pada
nilai frekuensi larmor, yang makin lemah menurut waktu. Proses ini dinamakan induction decay (FID). Bebas artinya
berada diluar kendali medan B1 pada saat pengmatan sinyal yang diindukasi pada
lilitan penerima mengalami proses peluruhan sepanjang waktu. Peluruhan ini
merupakan akibat dari suatu proses yang dikenal sebagai relaksasi.
Waktu
Relaksasi
Telah
diuraikan bahwa batang magnet yang dipengaruhi oleh medan megnetik luar akan
berorientasi mengikuti arah medan. Jika batang magnet ini dijauhkan dari medan
magnetic, batang magnet secara alamiah akan cenderung tersusun kembali. Yang
perlu diperhatikan dalam situasi ini adalah bagaimana kecepatan proses ini
berlangsung, apakah orientasi ini kembali ke seimbangan secara linier atau
secara exponensial terhadap waktu.
Untuk
magnet batang, orientasi keseimbangan adalah dalam kesejajaran dengan medan
luar. Segera setelah kondisi setimbang dicapai, tidak ada perubahan lebih
lanjut kecuali sistem mendapatkan lagi gangguan dari luar.
Untuk
magnetisasi net yang berasal dari koleksi spin didalam medan luar,
kesetimbangan diterangkan oleh sebuah vector dengan panjang satuan yang sejajar
dengan Bo. Kita dapat melihat bahwa hal ini dapat ditinjau dengan memperhatikan
relaksasi dalam bidang transversal yang tidak bergantung pada relaksasi
sepanjang sumbu longitudinal.
Relaksasi
Transversal
Dengan
memberikan bahwa pada kesetimbangan megnetisasi net adalah longitudinal,
megnetisasi kesetimbangan dalam bidang transversal adalah nol. Ini dilukiskan
pada gambar 8, yang menunjukan peluruhan megnetisasi transversal ke nol. Proses
ini berlangsung secara exponensial (berlawanan dengan proses linier). Hubungan
yang menyatakan peluruhan ini adalah
Mtransversal
= Mo transversal e-t/T2
Dengan Mo transversal adalah jumlah
awal magnetisasi transversal, M transversal adalah jumlah megnetisasi
transversal pada setiap saat (t) setelah suatu pulsa e adalah tanda exponensial
dengan nilai kira-kira 2,7 dan T2 merupakan ciri dari laju peluruhan.
jika t = T2*
M (T2*) = Mo transversal/e
=
Mo transversal/2,7
=
0,37 Mo transversal
Jadi T2* adalah lama waktu megnetisasi transversal
untuk meluruh menjadi 37% dari nilai semula.
Seperti diperlihatkan pada gambar 9 komponen
megnetisasi yang berbeda-beda dapat berputar dengan kelajuan yang “dephasing” dalam bidang transversal. Karena
sinyal yang direkam adalah jumlah dari semua komponen transversal, dephasing
yang cukup akan meniadakan semua sinyal.
Suatu
factor utama yang menyebabkan dephasing ini adalah Bo yang tidak spin-spin pada
lokasi yang berbeda tidak menunjukan medan Bo yang tepat sama. Yang selanjutnya
menghasilkan suatu rentangan frekuensi larmor.
Jika
diberikan medan Bo yang homogeny, dephasing akan tetap terjadi tetapi jauh
lebih lambat. Karena banyak inti-inti atom dan electron berputar dan
menimbulkan momen-momen magnetic. Lingkungan magnetic local secara mikroskopis
dari spin-spin yang berperan dalam resonansi yang teramati tidaklah persis
identic dengan spin-spin yang lain. Dapat ditambahkan bahwa
lingkungan-lingkungan mikroskopis ini berubah sangat cepat.
Variasi
special dan temporal dari lingkungan magnetic ini memberikan variasi dalam
frekuensi larmor yang menyebabkan dephasing yang lebih lambat. Dephasing yang
lambat dan peluruhan sinyal disebabkan oleh sifat-sifat fisis dari sistem (atau
jaringan) yang diamati, dan dinyatakan dengan relaksasi T2 atau relaksasi
spin-spin. Sekarang dapat dimengerti bahwa T2* menyatakan laju peluruhan yang
diamati akibat kombinasi relaksasi spin-spin dan Bo yang tidak homogen.
Untuk
berbagai alasan, rekaman sinyal yang menunjukan T2 lebih bermanfaat dari T2.
Jelaskan bahwa kita memerlukan cara-cara tertentu untuk memperoleh rekaman
tersebut karena Bo yang homogen sempurna tidaklah mudah. Cara yang diperlukan
dinamakan spin-echo, dan cara ini
merupakan dasar dari banyak MRI klinik. Suatu deretan pulsa yang merupakan
deretan pulsa RF dengan amplitude dan variasi waktu yang diketahui biasanya
diulang berkali-kali, setiap kali menghasilkan koleksi dari suatu sinyal MR.
gambar 10 menunjukan suatu deretan pulsa RF untuk suatu spin-echo. Suatu pulsa 900 awal memberikan suatu FID
yang meluruh sebagai fungsi dari T2*, kemudian pada waktu TE/2 setelah pulsa 900,
diberikan suatu pulsa 1800. Setelah pulsa 1800
bentuk-bentuk echo signal mencapai
amplitudo maximumnya pada waktu TE setelah pulsa 900. Spin-echo yang
kedua dapat diperoleh dengan memberikan pulsa 1800 yang lain, dan
selanjutnya akan diperoleh echo-echo dengan tambahan pulsa-pulsa 1800.
Perlu diingat bahwa amplitude dari echo-echo ini meluruh sebagai fungsi T2,
bukan T2*.
Mekanisme
pembentukan spin-echo dapat diterangkan dengan mengacu pada gambar 11. Kita
tinjau magnetisasi transversal yang berasal dari dua lokasi dengan nilai Bo
yang berbeda.
Magnetisasi
transversal dari kedua lokasi akan berputar dengan laju yang berbeda. Hal ini dinyatakan
dengan kedua vector yang dilambangkan sebagai –F (fast) dan S (slow). Segera
setelah pulsa 900. F dan S mempunyai fasa yang sama pada bidang
transversal. Kedua vector mulai berputar searah jarum jam dalam bidang
tersebut, tetapi juga dengan berjalannya waktu F dan S semakin terpisah karena
kedua vector ini mempunyai kelajuan yang berbeda. Pada waktu ini, pulsa RF 1800
diberikan. Pengaruhnya adalah memutar F dan S ke lokasi cermin terhadap sumbu
rotasi 1800. Vector F dan S akan terus berputar searah jarum jam,
dengan F dibelakang S. namun pada saat (TE), F akan menyusul S dan keduanya
akan se-fasa kembali. Jika terdapat banyak vector tersebut dengan rentang
frekuensi putar yang lebar, seluruh vector tersebut tetap akan kembali se-fasa
dalam waktu TE. Dalam teknik MRI, nilai-nilai TE dan TR dapat dipilih untuk
memperoleh kualitas dan kontras citra yang dikehendaki.
Relaksasi
Lungitudinal
Segera
setelah pulsa 900 vektor mengatasi net terletak dalam bidang
transversal. Dengan demikian jumlah magnetisasi longitudinal adalah nol. Jika
kita mengikuti jumlah magnetisasi longitudinal yang ada pada berbagai waktu
setelah pulsa 900 akan terlihat bahwa jumlah ini bertambah secara
exponensial dari nol mendekati nilai kesetimbangan, yang merupakan fungsi dari
spin yang ada, temperature dan kuat medan magnetic (lihat gambar 12). Proses
ini dinamakan sebagai relaksasi kisi-spin (spin-lattice
relaxation) atau relaksasi T1.
Dinyatakan dalam dua tingkat energi pada gambar 4, suatu pulsa 900
membuat populasi spin menjadi sama banyak. Relaksasi longitudinal menyimpan
selisih populasi kesetimbangan dengan mengendalikan sebagian spin ke keadaan
energi yang lebih rendah, dan dalam proses tersebut menambahkan energy ke kisi
lingkungan.
Relaksasi
lungirudinal menyerupai sifat yang diamati untuk relaksasi transversal,
keduanya berciri evolusi exponensial. Sebagai proses yang komplementer,
magnetisasi transversal meluruh dari maximum ke nol, sedangkan magnetisasi
longitudinal meningkat dari nol ke maximum. Dengan demikian pernyataan
kuantitatif untuk relaksasi T1 akan menyerupai pernyataan untuk T2.
Mlungitudinal
= MO longitudinal (1 – e-t/T)
Persamaan
memprediksi jumlah magnetisasi longitudinal yang akan timbul pada waktu = t (M
longitudinal) dan nila dari T1. T1 adalah waktu yang perlu untuk mengurangi
selisih antara nilai (m longitudinal) dan nilai kesetimbangan dengan suatu
factor ( 1 – 1/e) = (1 – ½,7) = 63%. Pernyataan ini memperlihatkan bahwa laju
penambahan magnetisasi longitudinal adalah paling cepat bila M longitudinal
sangat berbeda dari nilai kesetimbangan. Dalam gambar 12 manunjukan konsep
grafis dari laju pengurangan terhadap waktu. Dengan membandingkan T1 dan T2
untuk suatu sistem tertentu, T1 selalu lebih besar atau sama dengan T2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi laju relaksasi
Pada
umumnya kondisi yang sama yang memperpendek (atau memperpanjang) T1 juga akan
memperpendek (atau memperpanjang) T2. Ada lebih dari satu mekanisme yang
mungkin untuk menghasilkan relaksasi T1 dan T1. Dalam hal ini relaksasi (T1
atau T2) yang diamati akibat aksi gabungan dari mekanisme yang ditandai dengan
“a, b, c” diberikan oleh :
Menurut
persamaan (4), makin panjang waktu relaksasi akan makin besar perubahan yang
ditimbulkan oleh adanya mekanisme tambahan pada relaksasi yang diamati. Untuk
air murni T1 = T2, sedangkan dalam jaringan T1 >> T2. Rentang total untuk
perubahan T2 dalam keadaan patologis jauh lebih besar. Misalnya dalam adema T2
dapat memanjang sampai beberapa ratus persen. Oleh karena itu citra yang
menonjolkan patologis. Tabel 2 memberikan nilai-nilai T1 dan T2 yang diperoleh
dalam berbagai jaringan modal.
Laju
relaksasi sangat memperngaruhi oleh kelajuan gerak molekul pembawa pronton yang
diamati di dalam larutan. Gerakan yang lebih
lambat memberikan relaksasi yang lebih cepat (waktu relaksasi yang lebih
pendek). Bila gerakan molekul sangat lambat, seperti dalam kasus proton yang
secara kovalen terikat ke molekul makro (protein, asam organic dan sebagainya),
T2 amat singkat sehingga seluruh sinyal antara saat eksitasi dan saat deteksi.
Dalam
MRI hanya proton-proton mobil yang memberi sinyal untuk pencitraan.
Proton-proton seperti ini berada dalam bentuk air dan beberapa lipid. Karena
molekul-molekul lipid lebih besar dari molekul-molekul air, sehingga gerakannya
secara umum lebih lambat, proton-proton lipid mencapai relaksasi lebih cepat
dari proton-proton air.
Keadaan
relaksasi air in vivo menjadi lebih rumit disebabkan molekul-molekul air
sebagian waktu bergerak bebas dengan molekul-molekul air yang lain, dan
sebagian waktu lagi hilang dengan mengikat pada permukaan molekul makro. Adanya
pertukaran yang sangat cepat antara air yang “bebas” dan yang “terikat”, membuat
pengamatan waktu-waktu relaksasi mencerminkan suatu rata-rata relaksasi sebagai
air yang terikat dan yang bebas. Jadi semakin besar persentasi dari waktu
molekul air rata-rata dalam keadaan terikat, semakin pendek waktu relaksasi.
Sekarang
kita tinjau parameter yang mempengaruhi ratio waktu dalam keadaan bebas dan
keadaan terikat. Jelas bahwa persentasi air dalam jaringan tertentu juga
memberikan pengaruh. Jaringan dengan kandungan air yang lebih rendah mempunyai
waktu relaksasi yang lebih pendek. Sifat kimiawi dari jaringan juga berperan
dalam penentuan ratio bebas/terikat ini. Untuk suatu jaringan seperti zat putih
dalam otak mengandung sejumlah besar lipid dengan berat molekul yang besar
(myelin), air memerlukan waktu yang lebih singkat dalam keadaan terikat
dibandingkan keadaan lain, seperti minyak dan air yang tidak dapat bercampur.
Kekuatan
medan Bo juga mempengaruhi waktu relaksasi. Ini disebabkan oleh efisien
relaksasi dihubungkan ratio kelajuan gerakan terhadap frekuensi larmor. Pada
umumnya, waktu relaksasi T1 lebih singkat pada kuat medan yang lebih kecil.
Adanya bahan-bahan paramagnetic seperti besi dan zat-zat kontras paramagnetic (misalnya Gd+3 DTPA) akan
memperpendek waktu relaksasi. Pengaruhnya mula-mula teramati pada T1, kemudian
dengan bertambahnya konsentrasi paramagnetic, akan teramati pula pada T2.
Efek Gradien
Medan Magnetik
Dalam arti luas, suatu gradient medan magnetic
adalah variasi spasial dari kekuatan medan Bo. Hal ini sudah disinggung dalam
pembahasan mengenai efek dephasing dari ketidakhomogenan Bo, yang dapat di
pandang sebagai variasi spasial biasa dari Bo. Namun untuk tujuan pencitraan,
diperlukan gradient medan seperti dilukiskan pada gambar 13. Kecondongan
gradient, sumbu arahnya dan waktu perlu dikendalikan untuk berbagai aplikasi,
medan Bo harus divariasi secara linier menurut jarak. Harus diingat bahwa suatu
gradient tidak mengubah variasi spasial dari amplitude medan Bo.
Misalkan
ada suatu gradien sepanjang salah satu sumbu spasial dan karena
Ɣ Bo = f
Maka frekuensi resonansi (lamor) dari proton-proton
akan berubah menurut posisinya sepanjang sumbu gradient. Ini merupakan kunci
untuk nilai-nilai frekuensi dan kita mengetahui variasi spasial dari Bo yang
diberikan, posisi proton-proton yang mengelami resonansi dapat ditentukan dari
frekuensi-frekuensinya.
Disimpulkan
bahwa suatu gradient medan magnetic menyebabkan magnetisasi transversal
berputar dengan frekuensi yang sebanding dengan posisi sepanjang sumbu
gradient, atau menurut persamaan.
F = Ɣ (Bo + rGr)
Dengan r adalah posisi sepanjang sumbu gradient Gr.
Perputaran gradient tidak mempunyai efek yang bermakna pada magnetisasi
longitudinal.
Sekarang
kita tinjau akibat dari magnetisasi transversal bila suatu gradient diberikan (switched on) untuk suatu periode waktu
yang singkat dan kemudian dihentikan (switched
off). Perhatian gambar 14. Magnetisasi transversal seolah-olah dapat
mengingat efek dari gradient yang ada pada waktu terdahulu. Dengan mengikuti
resonansi RF dan pengaturan posisi dari gradient, magnetisasi transversal yang
muncul dari tiga posisi yang berbeda sepanjang sumbu gradient, semuanya
berputar bersama (se-fasa) pada frekuensi yang sama. Bila gradient diberikan,
vector-vektor tersebut berrotasi dengan kelajuan yang berbeda menurut posisi.
Bila
gradient dihentikan, semua frekuensi-frekuensi putaran kembali sama, tetapi
vector-vektor yang menyatakan magnetisasi transversal tidak lagi se-fasa.
Perputaran lanjutan yang semuanya dengan frekuensi yang sama tidak akan
mengubah besarnya sudut (fasa relatif) antara ketiga vector tersebut. Jadi aksi
dari pulsa gradient yang lampau diingat sebagai Phase Memory.
Transformasi
Fourier
Telah
dibahasbahwa dasar dari pembentukan citra adalah ketergantungan respons
frekuensi dari magnetisasi transversal pada posisi. Jadi suatu citra merupakan
suatu grafik amplitude terhadap frekuensi (gambar 15). Namun masalahnya adalah
sinyal yang diterima seperti FID pada gambar 8 atau echo pada gambar 10 adalah
dalam bentuk amplitude lawan waktu, bukan amplitude lawan frekuensi, seperti
yang diperlukan untuk suatu citra.
Dengan
memperhatikan lagi FID pada gambar 8, frekuensi sinyal dengan mudah ditentukan
sebagai resiprok dari selang waktu antara dua puncak. Masalahnya, sinyal yang
diterima berasal dari semua posisi pada saat yang sama. Sinyal yang dihasilkan
merupakan hasil penjumlahan dari amplitude majemuk dari komponen frekuensi,
yang masing-masing dengan amplitude dan fasa relative yang berlainan. Jadi
merupakan suatu pola interferensi dari komponen-komponen tersebut. Karena itu
diperlukan suatu prosedur yang dapat menentukan himpunan frekuensi, amplitude
dan fasa mana yang menghasilkan pola interferensi yang diamati. Prosedur itu
dinamakan transform dari domein waktu ke domein frekuensi.
Kebanyakan
MRI dan spektroskopi NMR menggunakan transform fourier (FT). yang berasal dari
nama J.B.J Furier (1763-1830) yang mengembangkan teori matematis. Dalam tahun
1960, peneliti-peneliti IMB merancang suatu algoritma baru untuk menghitung
transform fourier dengan membuat digitasi dari bentuk-bentuk gelombang complex
sembarang.
Algoritma
baru ini (kemudian disebut Fast Fourier
Transform = FFT) mengurangi sejumlah besar operasi aritmatik yang
diperlukan untuk menghitung transform fourier. Walaupun jumlah operasi yang
diperlukan tetap sangat besar, computer yang cepat dapat menyelesaikan hitungan
FFT hanya dalam fraksi dari sekon.
Suatu
bentuk gelombang sinusoidal (gelombang sinus) secara lengkap didefinisikan oleh
tiga besaran khas, amplitude, periode (atau kembalikan frekuensi) dan fasa.
Fasa dari suatu sinusoidal menerangkan titik mana dalam siklus gelombang yang
menunjukan waktu tertentu terhaap sinusoidal acuan dengan frekuensi yang sama.
Ini sama dengan deskrispsi dari hubungan antara ketiga vector dalam pembahasan
terdahulu setelah gradient dihentikan. Transform tidak mengubah ketiga besaran
khas yang disebut diatas. Dalam MRI klinik, informasi fasa biasanya dimunculkan
pada tahap akhir dari rekonstruksi.
Frekuensi
adalah kebalikan dari waktu, dan waktu adalah kebalikan dari frekuensi, FT dari
domein waktu adalah domein frekuensi dan sebaliknya. Kandungan informasi dalam
kedua domein tersebut adalah bentuk identic tetapi formatnya berbeda.
Perlunya
menguji informasi dalam satu domein dibandingkan dengan domein yang lain
sebenarnya disebabkan oleh kendala pada persepsi manusia. Kita mampu menangkap
sesuatu seperti FT mental bila kita mendengar suatu irama music. Suara sampai
ditelinga kita sebagai suatu pola interferensi dari nada-nada music, namun kita
masih dapat membedakan nada-nada tunggal yang dimainkan bersamaan untuk
menghasilkan irama music tersebut. Sebaliknya, mata kita tidak mampu
menguraikan berbagai panjang- gelombang, misalnya dari cahaya putih. Dengan
bantuan prisma misalnya, di komposisi berbagai gelombang cahaya putih ini dapat
dicapai yang dalam hal ini prisma berfungsi sebagai suatu Fourier Analizer.
BAB III
SISTEM
INSTRUMENTASI MRI
Sistem
instrumentasi MRI mempunyai barbagai variasi dengan keunggulan dan keterbatasan
masing-masing. Pada dasarnya diagram balok dari sistem MRI yang spesifik
ditunjukan pada gambar 16a dan konponen-komponen dasar ditunjukan pada gambar
16b.
Seperti
sudah dibahas dalam aspek fisis dari NMR, sistem pencitraan ini memerlukan
medan magnetic yang kuat, seragam dan stabil untuk memagnetisasi sampel. Selain
itu diperlukan pula gradient medan magnetic lemah yang berubah cepat sepanjang
sumbu-sumbu pencitraan, pemancar dan penerima pulsa RF dan perangkat pemeoses
data. Setiap piranti leras untuk mewujudkan masing-masing syarat tersebut
merupakan subsistem dipadu menjadi sistem MRI.
Medan Magnetik
Sumber
medan magnetic Bo yang static adalah sebuah magnet yang cukup besar bagi
seseorang untuk ditempatkan dalam bagian yang homogeny pokok yang penting
adalah kuat medan.
Untuk
medan Bo lebih dari kekuatan nominal, homogenitas medan tersebut diseluruh
volume pencitraan harus diperhatikan. Medan Bo yang tidak homogeny hanya
beberapa perjuta (part per million = ppm)
dapat menimbulkan bayangan yang mengganggu pada citra MR, sedangkan
inhomogenitas yang lebih tinggi memperbesar distorsi spasial pada citra.
Jelaskan
bahwa beberapa keuntungan dengan kekuatan medan yang besar akan hilang tanpa
homogenitas medan yang cukup. Homogenitas medan Bo dapat dibuat optimal dengan
suatu prosedur yang dinamakan “shimming”.
Dalam hal ini, magnet dicocokan dengan suatu set lilitan elektromagnetik.
Dengan mengatur secara cermat kuat arus listrik yang mengalir pada
masing-masing lilitan, medan Bo pada volume pencitraan dapat diatur atau
dibentuk sampai homogenitas yang diinginkan tercapai.
Gradient Medan
Magnetik
Seperti
telah dibahas sebelumnya, gradient-gradien medan Bo sepanjang ketiga
sumbu-sumbu spasial orthogonal merupakan prinsip dasar dari produksi citra.
Gradient-gradien sepanjang sumbu yang lain dapat dijabarkan dengan kombinasi
dari gradient-gradien orthogonal.
Gamabar
18 menunjukan skema dasar untuk memperoleh suatu gradient Bo yang parallel
terhadap arah Bo. Dua lilitan kawat (a) dan (b) dialiri arus listrik yang
membangkitkan medan magnet, yang dapat menambah (a) atau mengurangi (b) dari
medan utama Bo. Pada sembarang waktu sepanjang sumbu gradient, medan magnetic
net sama dengan jumlah Bo ditambah dengan sumbangan medan magnetic dari lilitan
(a) ditambah dengan sumbangan dari lilitan (b). lilitan yang lebih dekat ke
posisi yang dikehendaki inilah yang memberikan efek lebih besar pada medan
magnetic.
Lilitan-lilitan
gradient pada kedua sumbu orthogonal lainnya dibuat berbeda, tetapi keduanya
juga memberikan tambahan dan pengurangan tehadap medan Bo tergantung pada
posisi sepanjang sumbu-sumbu tersebut. Tambahan pula, titik-titik tengah dari
sumbangan untuk gradient net sebesar nol sebesar nol diatur untuk terjadi pada
isocenter dari magnet. Daya diberikan pada setiap lilitan gradient oleh
gradient amplimenter yang dikendalikan secara bebas oleh komputer.
Kita
tinjau sekarang beberapa sifat dari gradient medan magnetic yang memberikan dampak pada performansi
sistem dan kualitas citra yang optimal. Dari pembahasan tentang teknik
pencitraan, amplitude gradient maximum yang dapat diperoleh membatasi tebal
minimum dan medan penglihatan (field of
view = FOV) minimum yang dapat digunakan. Linieritas gradient mengacu pada
keseragaman koefisien arah (slope)
sepanjang sumbu gradient, gradient yang tidak linier menimbulkan distorsi
citra.
Dalam
praktek, gradient tidak diberikan terus-menerus tetapi di-switch on kemudian off kembali pada saat-saat tertentu
sepanjang suatu deretan pulsa. Kecepatan suatu gradient dibangkitkan dari nol
ke amplitude maximum dinamakan rise time
yang harus diupayakan sesingkat mungkin.
Aksi
mengubah-ubah gradient on dan off menimbulkan masalah lain. Aksi ini
menginduksi pembentukan arus elektronik yang dinamakan eddy current dalam struktur metalik dari magnet. Arus menimbulkan
medan-medan magnetic sendiri. Yang menghilang dengan laju yang berbeda. Jadi
eddy current adalah hal yang tidak di kehendaki dan menimbulkan efek yang
menurunkan kualitas citra.
Suatu
pemecahan untuk masalah ini adalah dengan mengatur lilitan gradient bukan
dengan bentuk pulsa yang dikehendaki, tetapi dengan suatu bentuk pulsa yang
ditentukan secara empiric, yang dikendaki dalam magnet.
Suatu
pendekatan yang secara potensial lebih andal adalah pemakaian.
Lilitan-lilitannya dibuat sedemikian rupa sehingga medan-medan magnetic yang
timbul diarahkan ke bagian dalam lilitan, yang berarti mencegah pembentukan
eddy current dibagian lain magnet.
Antenna
Frekuensi Radio
A. Medan Pemancar
Arsitektur dasar untuk pembangkitan
pulsa-pulsa RF yang mengatur medan magnetic Bo dinyatakan secara diagram pada
gambar 19. Suatu RF yang sangat teliti dan stabil dengan daya daerah adalah
suatu digital frequency synthesizer set untuk memberikan RF pada frekuensi
larmor proton (Fo) tanpa adanya gradient. Seperti diterangkan dalam Bab III,
kita perlu membuat suatu perubahan (fo) yang kecil ke nilai F0 modulasi bentuk
gelombang dan kendali pulsa juga penting. Suatu RF power amplifier kemudian
mengubah-ubah daya RF yang diperlukan untuk pencitraan. Semua langkah-langkah
ini dikendalikan dengan sebuah computer yang juga mengatur pembangkitan deretan
pulsa. Energy RF terakhir dikirim ke lilitan RF dalam magnet yang berfungsi
sebagai antenna siaran.
Untuk banyak aplikasi, lilitan RF
menjadi pilihan untuk mendistribusikan energy RF yang merata keseluruhvolume
pencitraan. Tingkat keberhasilan dengan cara ini terutama bergantung pada
rancangan lilitan RF. Spesifikasi critical feriormance mencakup besarnya daya
maximum yang dapat dihasilkan oleh RF power amplifier.
Perlu diingat bahwa flip angle
berbanding lurus dengan lama dan amplitude dari pulsar. Linieritas amplifier
ini bersifat kritis. Untuk sebuah linear amplifier perubahan amplitude sinyal
masukan menghasilkan perubahan yang sebanding pada amplitude sinyal keluaran. RF
amplifier yang tidak linier dapat menimbulkan cacat pada flip angle seperti
halnya distorsi dari bentuk irisan yang dibangkitkan.
Penerima MR
Fungsi
dari penerima MR dapat dipahami dengan
memperhatikan bahwa sinyal yang dihasilkan dari magnetisasi transversal inti
atom kira-kira 1/109 dari transmisi oleh sumber RF. Suatu rancangan
sederhana dalam diagram balok dari penerima MR dapat dilihat pada gambar 20.
Magnetisasi
transversal menginduksi arus bolak-balik dalam lilitan RF yang digunakan untuk
penerima lilitan ini dapat sama atau berbeda dengan lilitan RF yang digunakan
untuk menghasilkan medan B1. Sinyal RF dengan frekuensi yang mendekati
frekuensi larmor untuk medan Bo diperkuat dengan suatu factor 104
hingga 105 oleh pre-amplifier.
Secara teknis, bukanlah hal yang
mudah untuk bekerja pada frekuensi tinggi. Fungsi utama sebuah penerima adalah
menunjukan secara benar nilai-nilai amplitude, periode dan fasa dari sinyal MR
yang dating kedalam memori computer. Untuk mewujudkan fungsi ini perlu diukur nilai
relative dari sinyal MR terhadap standar yang diketahui.
Standar
yang digunakan adalah suatu sumber RF yaitu sebuah locak ascillator yang dalam
prakteknya seringkali adalah suatu bagian sinyal RF dari frekuensi synthesizer
untuk transmisi. Pencampur kemudian memberikan suatu sinyal yang merupakan
selisih antara sinyal RF yang ditransmisi dan yang diterima. Sinyal yang
berbeda ini berada dalam rentang frekuensi audio (AF). Rentang frekuensi inilah
yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan leber pita atau (brandwidth)
penerima.
Sinyal
AF diperkuat dengan suatu factor 10 hingga 1000 oleh sebuah AF amplifier.
Sinyal ini kemudian diarahkan ke analog-to-digital converter (ADC) yang
mengkonverensi sinyal AF menjadi suatu deretan angka biner. Angka-angka ini
selanjutnya disimpan dalam memori computer untuk manipulasi kemudian,
sepertinya perata-rataan sinyal dan transfom fourier.
Sifat
rancangan yang paling kritis dari penerima MR adalah kombinasi dari kualitas
lilitan RF dan RF preamplifier. Kedua komponen ini sangat besar pengaruhnya
dalam menentukan besarnya noise dari sistem yang ditambahkan ke sinyal MR. hal
yang tidak begitu penting untuk pencitraan adalah ketelitian ADC dengan suatu
resolasi sebesar 12 bit biasanya sudah cukup teliti untuk tujuan pencitraan.
Sistem
Komputer
Suatu
instrument MRi modern mempunyai beberapa computer yang dihubungkan oleh
jaringan komunikasi. Sebagai contoh sistem dewasa ini mempunyai empat computer
sebuah computer induk dan dua computer yang dikhususkan sebagai status control
module (SCM) dari pulsa control module (PCM). Bagi kita tidaklah perlu
mempelajari daya khusus dari masing-masing computer tersebut. Tetapi pembahasan
ditunjukan pada computer MRI secara keseluruhan.
Memori
inti secara langsung di akses oleh central processing unti (CPU). Memori ini
harus cukup besar untuk menampung semua perintah dan bentuk gelombang untuk
satu deretan pulsa. Suatu set data citra mentah dan sejumlah oprating software
selebihnya serta keperluan data dapt ditemukan atau disimpan dalam disk memori.
Sebuah
array processor diperlukan agar rekonstruksi citra dapat diproses dengan cepat.
Untuk array processor memerlukan akses langsung kedekitnya memori yang cukup
untuk mengerjakan rekonstruksi dari keseluruhan citra, karena deretan pulsa
harus bekrja dalam real time, sistem computer harus memberikan preoritas utama
pada pelaksanaan instruksi deretan pulsa ADC penerima harus akses memori untuk
menjamin bahwa data yang di datang dapat disimpan dengan cukup cepat sehingga
tidak data yang tertinggal atau hilang.
Penyimpanan data jangka panjang pada umumnya disalurkan ke pita magnetic.
Sistem
computer seperti yang diterangkan diatas adalah suatu konfigurasi minimal.
Dalam praktek nyata digunakan sistem yang lebih handal untuk memudahkan
penafsiran dan operasi rutin.
BAB IV
PENCITRAAN
RESONANSI MAGNETIK
Ekstasi Irisan
Selektif
Dalam
skema pencitraan dua dimensi (2D). respon sinyal dalam dimensi spasial ketiga
perlu dibatasi ini dilakukan dengan secara selektif mengeksitasi spin-spin yang
berada dalam irisan tertentu dari jaringan di dalam volume pencitraan saja.
Untuk itu, dibangkitkan suatu gradient pada sebuah sumbu yang tegak lurus pada
bidang irisan yang dipilih, yang meyebabkan suatu variasi linier dari frekuensi
resonansi yang berpotensial sepanjang sumbu tersebut (gambar 21) masukan dari
energy RF yang terdiri dari rentangn sempit dari frekuensi (AF) mengeksitasi
hanya spin-spin sepanjang sumbu pilihan irisan yang resonansinya terkait dengan
frekuensi yang berada dalam RF. Sesudah pulsa RF, gradient irisan pilihan
dihentikan (turned off) dan sinyal-sinyal yang berasal dari irisan yang dipilih
dapat dideteksi.
Secara
kuatitatif, tabel irisan yang dieksitasi dalam cm dikaitkan dengan amplitude
gradient (Gj) dan lebar pita RF (AF).
Sebagai
contoh misalkan bahwa tanpa suatu gradient semua proton mengalami resonansi
pada 64.000 MHz dan RF mencakup rentangan dari 64.001 Mhz hingga 63.999 MHz.
lebar pita RF (AF) adalah
0,002 MHz = 2000 Hz
Jika suatu amplitudo gradien sebesar 0,5 Gauss/cm
diberikan dan pulsa RF dipancarkan tebal dari irisan yang diekssitasi
Jika
dipilih irisan yang lebih tipis dua pilihan akan muncul dari persamaan (6) (a)
lebar pita RF harus berkurang, atau (b) amplitude gradien harus bertambah.
Misalkan suatu irisan telah
dieksitasi. Tetapi irisan yang mana? Dan pada sepanjang lokasi mana sumbu
gradient seperti telah dibahas. Lilitan gradient dibuat sedemikian rupa
sehingga titik nol gradient adalah pusat magnetic dari magnet. Ini berarti
untuk salah satu dari ketiga gradient dengan sembarang amplitude Bo pada tidak
berubah sepanjang sumbu yang tertentu. Gradient menyebabkan suatu penambahan
linier Bo pada satu sisi dari isocenter dan suatu pengurangan linier Bo dengan
membesarkan jarak dari sisi lain isocenter.
Sekarang lokasi irisan yang
tereksitasi dapat ditentukan karena frekuensi tengah dari RF (f0) sama dengan
frekuensi resonansi proton dalam keadaan tiadanya gradient dan karena pada
isocenter tidak ada perubahan bila gradient dihidupkan irisan yang tereksitasi
tersebut berlokasi pada isocenter 0,47 cm.
Namun demikian, masih timbul masalah
lain. Bagaimana kita dapat mengeksitasi secara selektif irisan yang off-
isocenter. Ada dua lagi pilihan (a) mengubah posisi titik nol dari gradient
irisan pilihan terhadap isocenter atau (b) mengubah frekuensi tengah RF ke
nilai yang sesuai dengan frekuensi resonansi yang dapat lebih tinggi atau lebih
rendah dari frekuensi resonansi proton tanpa gradient. Pertimbangan praktis
membuat kita untuk mengambil piliha kedua metode menjauhkan irisan dari
isocenter juga mudah untuk pengujian kuantitatif. Jika tebal irisan amplitude
gradient dan lebar pita (f) yang sama seperti contoh atas berlakukan, maka
perubahan yang diperlukan untuk frekuensi tengah (Fo).
Dengan offset adalah jarak dari
isocenter untuk pusat dari irisan yang dipilih. Sebagai contoh jika lokasi
irisan yang dipili adalah +3,76 cm dari isocenter, maka frekuensi tengah RF
berubah sebesar,
Jika kita dapat menguji irisan yang
tereksitasi dan profil tepinya bagaimana kelihatannya? Kita dapat memperkirakan
bahwa irisan itu mungkin berupa persegi panjang namun perlu diperhatikan adanya
kemungkinan yang lain. Perlu dijamin bahwa flip angle seragam melintasi irisan.
Jika RF pada frekuensi = Fo on untuk beberapa periode waktu dan kemudian off
flip angle tidak akan sama pada semua kedalaman irisan (gambar 22) flip angle
yang tidak homogeny melintasi irisan merupakan akibat dari variasi amplitude RF
pada frekuensi-frekuensi yang berbeda (kedalaman irisan). Sekarang kita dapat
melihat bahwa pernyataan terdahulu mengenai RF yang mencakup suatu rentang
frekuensi ada sejumlah daya masukan RF yang sama untuk semua frekuensi di dalam
F dan tidak ada daya di luar rentang ini.
Transform fourier dapat menunjukan
solusi dari masalah ini. Perhatikan, dalam gambar 22a, pulsa persegi panjang
dari RF merupakan deskripsi dari amplitude melawan waktu. Sedangkan plot yang
bersesuaian daridistribusi daya RF apakah amplitude melawan frekuensi pada
hakekatnya FT dari suatu pulsa persegi panjang merupakan sebuah kurva yang
didefinisikan oleh semacam fungsi sinar x yang dinamakan bentuk gelombang
“sinc”. Menurut sifat resiprok antara domein waktu dan domein frekuensi. Solusi
yang disarankan adalah seperti dilukiskan pada gambar 22 b , jika dipilih suatu
profil dari domein frekuensi yang persegi panjang maka FT dari sebuah persegi
panjang yaitu bentuk sinc adalah deskripsi domein waktu yang diperlukan dari
pulsa RF karena itu dalam praktek pulsa RF dengan frekuensi = Fo dikalikan
dengan bentuk gelombang sinc sebelum pengiriman pulsa ke lilitan RF magnet.
Pengkodean
Frekuensi
Pembahasan
berikut adalah pengkodean informasi citra didalam tulisan yang tereksitasi
informasi citra yang dilihat sebenarnya amplitude dari sinyal MR yang berasal
dari berbagai lokasi dalam irisan. Dua proses yang berbeda digunakan untuk
mengkode kedua dimensi tersebut yang dinamakan pengkodean frekuensi encoding,
dan pengkodean..
Metode yang umum untuk memperoleh
informasi spasial sepanjang salah satu sumbu dari bidang citra ditunjukan pada
gambar 23a. di tinjau dari segi kepekaan, akan lebih baik membuat penerima
dalam keadaan on hanya selama adanya echo, dan membuat pusat dari bentuk echo
ditengah jendela akuisisi ini. Digabungkan dengan seleksi irisan tidak akan
memberikan informasi tentang distribusi spin-spin dalam irisan, karena semua
posisi akan beresonansi pada frekuensi yang sama.
Penempatan
suatu gradient sepanjang salah satu dari dua sumbu utama bidang citra selama
periode on dari penerima, menyebabkan sinyal yang diterima merupakan suatu pola
interferensi yang berasal dari berbagai frekuensi perputaran spin-spin
sepanjang sumbu gradient. Oleh karena itu, proses ini dinamakan pengkodean
frekuensi. Gradient tersebut kadang-kadang disebut gradient baca, gradient
pembacaan atau gradient pengkodean frekuensi. Transfom fourier dari sinyal yang
diterima dengan adanya gradient baca merupakan sebuah citra dari proyeksi
irisan ke sumbu gradient baca.
Jika
hanya pulsa gradient baca yang muncul pada gradient tersebut, ada kemungkinan
terjadinya dephasing echo yang rawan dan kehilangan dephaser juga diberikan
sepanjang sumbu pengkodean frekuensi. Dalam hal ini, luas pulsa gradient
dephaser adalah setengah luas pulsa gradient baca. Dephaser akan mengubah fasa
dari magnetisasi transversal dengan suatu nilai yang sebanding dengan posisi
sepanjang sumbu.
Rincian dari prosedur pengkodean
frekuensi memberikan medan pandangan sepanjang sumbu. denagn Gf adalah amplitudo frekuensi, dan Bw
adalah lebar-pita penerima.Persaman (8) diturunkan langsung dari persaman
larmor.Perlu diperhatikan, lebar-pita penerima tidaklah sama dengan lebar-pita
RF walaupun hubungan antara berbagai besaran dalam kedua pengertian itu
mempunyai analogi yang dekat. Untuk memahami lebar-pita penerima serta
peranannya dalam menentukan FOV, perlu ditelaah cara kerja penerima MR dan
memeriksa rincian dari digitasisinyal
Dalam piranti penerima, sinyal RF
yang dating dikonversi ke frekuensi yang jauh lebih rendah ( AF ) yang
merupakan perbedaan antara RF yang dipancarkan dan yang diterima. Perbedaan
sinyal ini di-digitasi dengan mengambil samping tegangan dari sinyal dalam
interval-interval yang diskrit dan menyatakan tegangan-tegangan ini sebagai
bilangan-bilangan digital untuk kemudian diproses oleh komputer (gambar 24). Teori samping menyatakan bahwa
untuk memperoleh representasi digital yang benar dari frekuensi bentuk
gelombang sinusoidal,kita perlu mengambil sampel bentuk gelombang paling sedikt
dua kali per siklus.
Dengan demikian,laju pengambilan
sampel sinyal menentukan frekuensi
maximum yang dapat ditaksirkan dalam sinyal.Frekuensi maximum ini
dinamakan frekuensi Nyquist. Frekuensi-frekuensi sinyal yang lebih tinggi dari
frekuensi nyquist akan menampilkan bentuk digital yang menyimpang,dan akan
memberikan akibat yang sama dengan frekuensi-frekuensi yang lebih rendah dari
frekuensi nyquist. Ekses frekuensi ini merupakan penyebab dari ‘’wrap-aroung artatastik.Rentang
efektual dari frekuensi yang dapat di- deteksi diatur oleh laju digital
sampling yang selanjutnya ditentukan oleh banyaknya titik-titik pada sinyal
yang di-gitasi lamanya waktu penerima dalam keadaan on jadi.
BW =
NF/T
Dengan Nf adalah banyak titik-titik komplek yang
simple dan T adalah waktu sepling.
Sebagai contoh, dalam sistem signa.
Ukuran matrik yang tersedia menggunakan Zb6 titik-tiik komplek dalam dimensi
pengadaan urikuensi dan lamanya jendela akuinsensi o ms lebar pita penerima adalah,
BW =
256/0,008 = 32. 000 Hz
Dengan mudah dapat dilihat bahwa
resolusi spasial sepanjang sumbu prinsip harus dihubungkan dengan gerak yang
diserap dalam dimensi citra dan jumlah titik-titik data yang menggambarkan
dimensi tersebut. Dari persamaan, dapat diturunkan ukuran sepanjang sumbu
pengkodean frekuensi.
Daktor dua yang dikenal dalam
definisi dari ukuran pixel berasal dari kenyataan bahwa setengah dari
titik-titik setelah transform fourier hanya memberikan tambahan informasi fasa.
Persamaan menunjukan bahwa ada dua cara yang dipilih untuk mempertinggi
resolusi :
a)
Memperbesar Gf yang menyebabkan berkurangnya
FOVf, atau
b)
Memperbesar Nf dan T oleh suatu factor yang sama
dengan BW dan FOVf tidak berubah.
Pengkodean
Fasa
Proses
pengkodean frekuensi, setelah transform fourier, memberikan suatu proyeksi
citra ke bidang baca. Menurut konsep dalam transformasi fourier, ada tiga unsur
informasi yang tetap, yaitufrekuensi, amplitude dan fasa.
Gambar
25 menunjukan suatu deretan pulsa citra 2D yang lengkap. Hanya ada ssatu
tambahan pada deretan pulsa jika dibandingkan dengan apa yang dibahas
sebelumnya, yaitu pulsa gradient tunggal pada sumbu gradient ketiga (sumbu
pengkodean fasa).karena gradient pengkodean fasa ini tidak dalam keadaan on
dalam jendela akuisisi, gradient ini tidak dapat dipengaruhi frekuensi yang
terdeteksi. Namun, perubahan fasa dari magnetisasi transversal akibat pulsa
gradient ini akan tersimpan dalam bentuk memori fasa. Perubahan fasa yang
diinduksi sebanding dengan amplitude dan lamanya waktu gradient dikalikan
posisi spin-spin sepanjang sumbu tersebut.
Implementasi
dari pengkodean fasa dilakukan sebagai berikut. Deretan pulsa yang lengkap
dimunculkan berulangkali (misalnya 128 atau 256 kali) dan sinyal-sinyal yang
dihasilkan disimpan secara terpisah. Yang diubah-ubah dari satu akuisisi ke
akuisisi berikutnya hanya amplitude dari gradient pengkodean fasa, yang
dilakukan secara bertahap. Transfom fourier terpisah dari masing-masing set
data ini memberikan satu kumpulan proyeksi pada sumbu baca. Proyeksi-proyeksi
ini bertahap akan identic satu dengan yang lain menurut frekuensi tetapi
fasanya berlainan.
Dalam
CT dengan sinar-X, pengumpulan suatu set data yang semuanya adalah
proyeksi-proyeksi pada sumbu yang sama akan menjadi latihan yang mudah. Namun,
jika kita harus memilih suatu posisi tertentu pada salah satu dari data MRI ini
dan kemudian mengikuti fasa pada titik yang bergerak dari data ke data, kita
harus memperhatikan adanya variasi. Variasi ini adalah suatu pola interferensi
yang lain. Dengan mengikuti sebuah titik yang lain dari data ke data memberikan
pola interferensi yang berlainan. Karena perbedaan dalam deretan pulsa dari
data ke data hanyalah amplitude gradient pengkodean fasa, pola interferensi yang
harus diperhatikan menunjukan jumlah beda fasa sepanjang sumbu pengkodean fasa.
Himpunan FT yang lain juga di tunjukan.
Suatu
himpunan data yang terdiri dari titik pertama dari setiap proyeksi dikonstruksi
dan ditransformasi dengan FT seperti diperlihatkan paa gambar 26. Himpunan data
lainnya disusun dari titik kedua pada setiap proyeksi, ditransformasi dan
disimpan secara terpisah. Kemudian dilakukan untuk semua titik-titik ketiga dan
selanjutnya. Hasilnya merupakan suatu plot 3 D dari amplitude sinyal terhadap
lokasi pada sumbu pengkodean frekuensi dan fasa. Dengan mengkonversi
amplitude-amplitudo tersebut ke skala keabuan, akan diperoleh citra dari
irisan.
Selanjutnya
kita meninjau pengkodean fasa secara kuantitatif. Suatu himpunan data yang
terbentuk dengan mengambil titik data yang sama dari setiap himpunan pengamatan
menyatakan suatu sampling digital yang diskrit dari suatu pola interferensi.
Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang sama dari teori sampling.
PENCITRAAN
IMAGING DIAGNOSTIK
MELALUI
MAGNETIK RESONANCE IMAGING
Pendahuluan
MRI
atau magnetic resonance imaging adalah suatu teknik pencitraan yang berdasarkan
pada efek fisika dengan prinsip resonansi magnetic ataom.
Berbeda
dengan pencitraan yang menggunakan sinar-X, yang mengakibatkan radiasi dengan
tingkat enerfi yang tinggi, sehingga terjadi ionisasi pada tubuh.
Pada
MRI tubuh dimasukan kedalam suatu medan magnet, dan dirangsang (exited) oleh
sinyal RF ( radio frequency), karena sebagian besar tubuh kita terdiri dari zat
cair atau hydrogen, maka frekuensi sinyal RF yang diberikan disesuaikan dengan
kuat medan magnet dan radio giromagnetik atom hydrogen rangsangan sinyal RF
akan menyebabkan atom hydrogen tersebut beresonansi dan mnyerap sebagian energy
dari sinyal RF yang diberikan. Pada saat sinyal RF tersebut dihentikan, atom
hydrogen akan melepaskan kembali energy tersebut dengan cara mengeluarkan
sinyal RF, yang sinyalnya diterima oleh suatu antenna khsusu dan dengan bantuan
computer sinyal yang diterima diolah dan direkonstruksi, sehingga akan
dihasilkan suatu citra berdasarkan kerapatan atom hydrogen tubuh.
Riwayat
Penemuan MRI
Bermula
pada tahun 1949 Felix Bloch (1905-1984) seorang ahli fisika (Stanford
University) yang menerangkan teori tentang perilaku atom yang mirip magnet kecil.
Penemuan
serupa juga terjadi pada saat yang bersamaan ditempat yang berbeda oleh Edward
Purcell (Harvard University).
Kedua
orang tersebut memenangkan hadiah Nobel bersama untuk Fisika pada tahun 1952.
Penemuan mereka tentang induksi inti atom tersebut dikenal dengan teori NMR
(Nuclear Magnetic Resonance).
Pada akhir decade 1960, ahli fisika Raymond Damadian
yang sedang melakukan spektroskopi NMR, menemukan bahwa jaringan malignant
memebrikan spectrum yang berbeda dengan jaringan normal, dan kemudian parameter-parameter
NMR berbeda untuk jaringan normal dan malignant.
Pada
tahun 1974, Damadian berhasil membuat citra NMR suatu tumor pada tikus secara
kasar, dan pada tahun 1976 beliau berhasil membuat citra tubuh dengan waktu
yang diperlukan selama 4 jam.
Dalam periode yang sama, Paul
Lauterbur bergabung dalam penyelidikan yang serupa, dan kemudian memberikan
hasil kita kenal sekarang dengan MRI.
Prinsip Dasar
MRI
Dalam
keadaan tanpa medan magnet, inti atom dengan jumlah proton atau neutron yang
ganjil, seperti H, P, Na dsb. Akan berputar pada prosesnya sendiri atau disebut
Spin.
Inti
atom yang berputar tersebut akan menimbulkan efek listrik disekitar sumbu
putarannya, dengan kata lain menginduksi suatu medan magnet yang lemah. Karena
itu inti atom tersebut mempunyai momen magnetic.
Pada
gambar 1.2 memperlihatkan seseorang dalam keadaan normal. Proton atom hydrogen
yang merupakan bagian terbanyak didalam tubuh (sekitar 80%) berperilaku
bagaikan magnet-magnet kecil. Dalam keadaan tanpa medan magnet, arah kutub
magnet adalah acak, sehingga kuat magnetisasi adalah nol.
Keadaan Inti
Atom Pada Saat Diberikan Medan Magnet
Jika
tubuh pasien di letakan pada tempat yang ada medan magnet yang kuat, aka nada
momen magnetic dari masing-masing inti atom atau di sebut di poles yang
mengarah pada medan magnet tersebut,
seperti pada gambar 1.3 simbol untuk medan magnet utama adalah Bo. Kekuatannya
dinyatakan dalam tesla (T). dengan memberikan medan magnet luar yang kuat Bo tubuh
pasien menjadi terpolarisasi dengan kuat magnetisasi M dan pasien bagaikan
magnet dengan dua kutub (utara dan selatan).
Precessing
Pada
saat tubuh pasien berada dalam medan magnet yang kuat, ada gerakan berputar
pada inti atom yang berputar pada porosnya sendiri (spin), gerakan tersebut disebut
precession. Poros gerakan processing dari semua spin yang terjadi akan mengarah
paralel atau berlawanan (inti parallel) terhadap medan magnet luar yang
diberikan. Secara keseluruhan aka nada kuat magnetisasi Mz yang merupakan
jumlah dari seluruh inti atom yang ada, yang searah dengan sumbu z.
Resonansi
Bila
kita diberikan suatu pulsa RF melalui suatu antenna, yang frekuensinya sama
dengan kecepatan sudut perputaran spin, dengan arah vertical terhadap medan
magnet luar tersebut. Atom tersebut akan terangsang untuk menyerap energy,
sehingga terjadi resonansi yang mengakibatkan sudut processing semakin besar.
Fenomena tersebut dikenal dengan NMR (Nuclear Magnetic Resonance).
Formula
dasar yang digunakan pada MRI adalah persamaan Larmor. Dalam persamaan larmor
terdapat hubungan antara kuat medan magnet dengan frekuensi processing (omega)
melalui (gamma), yang nilainya tergantung pada karakteristik inti atom yang
diselidiki.
Untuk
atom hydrogen rasio giromagnetiknya adalah 42,6 MHz/T, sehingga frekuensi
processing yang digunakan pada medan magnet yang kuatnya 1 tesla (=10000 Gauss)
adalah 42,6 MHz.
Penggunaan
MRI dalam bidang kedokteran lebih menitik beratkan pad hydrogen dengan inti
atomnya proton, karena merupakan unsur yang terbanyak didalam tubuh.
Dengan
memberikan pulsa RF yang resonansi, keadaan energi masing-masing proton dapat
berubah, sudut processing proton tersebut akan menyimpan kearah sumbu Z
negative, sehingga kuat magnetisasi Mz berubah menjadi negative.
Sesaat
setelah pulsa RF tersebut dihentikan, proton-proton akan kehilangan energy yang
diserap sebelumnya, dan arah processing akan berubah kembali ke keadaan
positif. Keadaan tersebut dikenal dengan nama relaksasi.
Bila
kita gunakan suatu antenna khusus pada saat proton sedang relaksasi akan timbul
arus listrik yang diinduksikan oleh proton, arus listrik tersebut merupakan
sinyal RF yang dipancarkan dari tubuh pasien. Sinyal tersebut dikenal dengan
nama Free Induction Decay (FID), dan merupakan osilasi harmonic frekuensi
larmor yang intensitasnya mengecil.
Pulsa RF
Besar
sudut processing tersebut tadi tergantung dari lama pulsa dan intensitasnya
pulsa RF yang diberikan. Pulsa RF yang mengakibatkan sudut processing menjadi
900 dan pulsa 1800.
Jika
kita beri pulsa RF yang sama seperti pulsa 900, tetapi dengan
intensitasnya 2 kali lebih besar maka sudut processing akan menjadi 1800.
Relaksasi
Lungitudinal dan Transversal
Telah
dijelaskan tadi, relaksasi adalah proses berkurangnya energy pada proton-proton
(setelah pulsa RF dihentikan) dan kembali ke keadaan seimbang dengan arah kuat
magnetisasi kembali ke arah sumbu Z positif.
Ada
dua keadaan relaksasi, yaitu relaksasi longitudinal dan relaksasi transversal.
Relaksasi
longitudinal adalah proses saat kuat magnetisasi kembali kearah sumbu Z.
sedangkan relaksasi transversal adalah proses dengan kuat magnetisasi yang
menyebar pada bidang XY.
Waktu
Relaksasi Lungitudinal
Waktu
relaksasi longitudinal dinyatakan dengan Ti, adalah kecepatan berkurangnya
energy proton sampai 63% (1-1/e, w=2,7183) dari energi pulsa RF yang diserap.
Dengan kuat medan magnet 1.0 T (=10.000 Gauss) waktu T1 untuk air murni adalah
sekitar 2500 mS (=2,5 detik), T1 untuk air murni adalah sekitar 100 mS dan
untuk CSF (Cerebral Spinal Fluid) sekitar 2000 mS, sedangkan untuk jaringan
yang rusak umumnya akan lebih lama T1-nya.
Umumnya
pada gambar MRI dengan T1-weighted, jaringan dengan T1 yang pendek akan tampak
putih, sedangkan jaringan dengan T1 yang lama akan tampak gelap.
Dengan membuat grafik kuat
magnetisasi Mz terhadap T1, maka Mz makin lama akan makin mendekati Mo (keadaan
simbang).
Waktu
Relaksasi Transversal
Waktu
relaksasi transversal dinyatakan dengan T2 adalah kecepatan berkurangnya kuat
magnetisasi yang menyebar dibidang XY sampai 63%. Dengan kuat medan magnet 1
tesla, waktu T2 untuk air murni seperti T1, yaitu sekitar 2500 mS. Sedangkan
untuk fat sekitar 300 mS.
Waktu relaksasi transversal disebut
juga waktu relaksasi spin-spin. Pada umumnya pada gambar MRI dengan T2
weighted, jaringan dengan T2 yang lama akan tampak putih, sedangkan jaringan
dengan T2 yang pendek akan Nampak gelap.
Urutan Pulsa
RF
Untuk
mendapatkan sinyal NMR, perlu dipancarkan pulsa RF yang kuat pada frekuensi
larmor kedalam tubuh pasien, kemudian menerima sinyal yang lemah yang
dipancarkan kembali oleh tubuh pada frekuensi yang sama.
Perlu
diatur antara pemancar dan penerima pulsa RF agar bekerja bergantian,
pengaturan pulsa RF tersebut urutan pulsa RF (RF pulse sequence).
Ada
beberapa teknik pengaturan urutan pulsa RF, misalnya Spin Echo (SE), Inversion
Recovery (IR), Field Echo (FE), dsb.
Sinyal
echo (NMR) didapat setelah diberikan rangsangan pulsa RF 90 dan 180, dan untuk
pemilihan slice berikutnya diberikan pulsa RF 90 dan seterusnya. Jarak waktu
rangsangan pulsa RF dengan sinyal echo disebut TE (echo time), urutan pulsa
tersebut diulang dengan internal tertentu yang disebut TR (repetition time).
Keuntungan method tersebut adalah kuat sinyal (M) yang didapat tidak
dipengaruhi oleh homogenitas medan magnet utama.
Dalam
hal ini kuat sinyal M tergantung pada TR dan TE sedangkan No T1 dan T2
tergantung pada jaringan yang dilihat. Keuntungan yang didapat adalah
perbandingan sinyal terhadap noise atau SNR (sinyal to noise ratio, S/N) yang
tinggi.
Pada
IR, mula-mula diberikan RF 180 untuk membalikan spin, kemudian diberikan pulsa
RF 90 dan 180 untuk mendapatkan sinyal echo dengan kata lain method IR mirip
dengan SE, namun sebelumnya diberikan pulsa RF 180.
Pemilihan
Posisi Slice
Dengan
memberikan pulsa RF pada medan magnet utama dengan medan magnet gradient Gz,
maka ada bagian tertentu pada bidang yang tegak lurus terhadap medan magnet
gradient Gz akan memenuhi kondisi resonansi dan tergantung oleh pulsa RF yang
diberikan sehingga kita bisa mendapatkan informasi pada bidang tersebut.
Medan
magnet gradient adalah suatu medan magnet kedua yang dibangkitkan hanya pada
saat tertentu, medan magnet gradient tersebut arahnya sama dengan medan magnet
utama namun dengan intensitas yang jauh lebih kecil.
Ada
tiga macam medan magnet gradient Gx, Gy dan Gz yang digunakan dengan
intensitasnya berbeda dalam tiga arah koordinat x, y dan z. untuk arah lainnya
didapt dengan mengkombinasikan ketiga medan magnet gradient tersebut.
Rekonstruksi
Gambar
Telah
dijelaskan tadi, bahwa dengan antenna khusus pada saat proton sedang relaksasi,
kita bisa mendapatkan sinyal RF yang dipancarkan dari tubuh pasien yang disebut
FID.
Pada,
intensitas sinyal NMR digambarkan sebagai fungsi dari waktu, FID tersebut
dinyatakan secara matematis sebagai bentuk sinusional dengan intensitas yang
berubah (mengecil).
Dengan
melakukan transformasi berdasarkan operasi matematis cara fourier transformation
(FT) pada FID, hasilnya akan menjadi seperti suatu spectrum NMR.
Spectrum
NMR tersebut merupakan gambar intensitas sinyal terhadap frekuensi (Hz), dan
puncak cari spectrum NMR menyatakan suatu karakteristik dari satu jaringan yang
diamati.
Jika
pada medan magnet utama tersebut kita berikan suatu medan magnet gradient yang
bidangnya bisa diatur (dalam bidang X, Y dan Z) tergantung pada irisan/potongan
tubuh yang mana kita kehendaki (transversal, coronal atau sagittal). Maka kita
akan mendapatkan suatu spectrum NMR sesuai dengan potongan tubuh tadi.
Dengan
medan magnet gradient B1 yang kuat medan magnet jauh lebih kecil daripada medan
magnet utama, akan terjadi perbedaan kuat medan magnet diluar potongan tubuh
yang dipilih, sehingga ada bagian yang lebih kecil dari frekuensi larmor dan
adapula yang lebih besar dan tepat pada potongan tubuh yang dipilih resonansi
frekuensi larmor.
Dengan
bantuan computer untuk melakukan transformasi fourier untuk berbagai proyeksi,
dan kemudian di rekonstruksikan ke dalam layar monitor, maka akan terbentuklah
gambar yang merupakan hasil dari pencitraan resonansi magnetic.
Salah
satu cara yang sering digunakan adalah method transformasi dourier 2 dimensi,
data didapat dengan memberikan pulsa RF 90 dan 180 yang diulang-ulang menurut
jumlah makstrik dan arah phasanya, sehingga gambar didapat dengan melakukan
transformasi fourier dari data yang didapat dua kali ke dalam arah lateral dan
longitudinal.
PARAMETER-PARAMETER
MRI
Pada
MRI, ada banyak parameter yang sangat mempengaruhi kualitas ganbar dan
diagnose. Secara garis besar, parameter MRI dapat di bagi jadi 2 macam, yaitu
parameter instrisik dan parameter extrinsic.
Perameter Intrisic :
Parameter tsb tidak dapat di atur
oleh operator, parameter tersebut adalah :
1.
Medan magnet utama : kuat medan magnet utama dan
homogeniatasnya sudah tertentu pada spesifikasi pesawat tersebut.
2.
Praton density ( PD), T1, T@ jaringan tubuh
Praton density : di gunakan untuk mengukur konsentrasi proton
hidrogen dalam suatu jaringan, jaringan yang konsentrasi protonnya tinggi akan
menberikan sinyal lebih besar atau gambar lebih putih. Misalnya pada tulang
yang konsentrasi protonnya kecil akan menghasilkan gambar yang hitam, sedangkan
pada jaringan lain seperti panoreas, spleen, darah dan syaraf, dan flat yang
konsentrasi protonnya tinggi akan menghasilkan gambar yang putih.
Gambar T1 : dari hasil experiment, teryata waktu relaksasi T1
untuk berbagai jaringan tidak sama, tercapainya relaksasinya T1 menyebabkan
kuat mengatasi jaringan mencapai maksimum, sehinggga gambar pada monitor akan
menjadi putih. Jadi dengan memilih parameter T1 tertentu, kita dapat memberikan
berbagai jaringan dengan membedakan intensitas gambar.
Gambar T2 : menyatakan proses saat proton melepaskan
energinya (setelah pulsa RF dihentikan), dan kuat magnetisasi akan kembali
menjadi nol. Waktu T2 relatif lebih lama dari T1 dan T2 untuk berbagai jaringan
juga berbeda.
3.
Gerakan fisiologi seperti aliran darah, aliran
CSF, dan gerak pernafasan.
4.
Chemical Shift, yaitu perbedaan frekuensi
resonance suatu jaringan, umumnya antara air dan lemak (fat).
5.
Dimensi jaringan yang diamati dan jaringan yang
berdekatan dengan jaringan yang diamati.
Parameter
Extrinsic
Parameter
tersebut dapat diatur oleh operator dan parameter extrinsic tersebut dapat
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
1.
Parameter Numerik
TR,
TE/MTE, BANDWIDTH (frekuensi sampling), MATRIX, MAT, ECD, NEX, WIDHT, PITCH,
(dengan gap atau contiguous) , FOV, (P, F ) , Adjustment centre Frequency Ho ,
Tip angle ( Sudut balik ) pulsa RF.
2.
Parameter Non-numerik
I.
Pengaturan Coil RF : yaitu pemilihan Coil RF
yang cocok, pengaturan letak Coil RF, orientasi bidang pencitraan dan tuning
RF.
II.
Penggunaan gating (ECD, respirasi atau pulse)
III.
Pemberian kontras (Gd-DPTA)
IV.
Urutan Pulsa (Pulse Squence) RF yang digunakan
V.
Pengaturan Width dan Level display pada monitor.
Factor-faktor
yang menentukan Kualitas gambar MRI
Beberapa
factor yang menentukan kualitas gambar MRI adalah :
1.
CNR (contrast to noise ratio) adalah perbandingan
antara kontras terhadap noise, atau perbedaan/kontras antara dua jaringan yang
berbeda.
2.
SNR (signal to noise ratio) adalah perbandingan
sinyal terhadap noise, sinyal yang diterima tergantung pada besar voxel, dan
jumlah matrikc.
3.
Spetial resolution adalah kemampuan untuk
mengidentifikasikan objek padat yang kecil, seperti microcalcification. Spatial
resolution tergantung pada kuat medan magnet utama dan gradient, serta computer
untuk menerima data serta menampilkan pada monitor dalam suatu matiks tertentu
(misalnya monitor dengan matriks 512x512) akan menentukan berapa ukuran
terkecil satu pixel, serta FOV (field of view) atau besar ukuran yang hendak
dilihat dalam satu scan.
4.
Scan atau imaging time adalah waktu yang
diperlakukan untuk satu scan, waktu satu scan tergantung pada TR, jumlah
matriks dan jumlah excitation.
5.
Artifact adalah cacatnya gambar yang diakibatkan
sesuatu gangguan, misalnya pemilihan parameter yang tidak cocok, gerakan
pernafasan, gerakan aliran darah, atau pasien yang bergerak.
Semua parameter-parameter tersebut
ditentukan/diatur oleh operator tergantung pada tujuan pencitraan yang
dikehendaki, yaitu informasi untuk diagnistik yang bagaimana yang diminta
(misalnya pathology yang diperkirakan dan kontras gambarnya, posisi besarnya
luka).
Dari pembahasan tersebut, jelas
bahwa banyak sekali parameter MRI yang saling mempengaruhi, untuk mendapatkan
kualitas gambar yang baik, pengetahuan dasar tentang MRI sangat mutlak
diperlukan.
KONFIGURASI
PESAWAT MRI
Konfigurasi pesawat MRI pada dasarnya terdiri dari :
1.
Gantry
2.
Console
3.
Data
Processing Unit
1.
Gantry
Gantry
merupakan magnet utama untuk membangkitkan medan magnet statis dan didalamnya
terdapat kumparan (coil) gradient untuk medan magnet gradient, serta kumparan
RF untuk mengirim (transmission) dan menerima (receiving) sinyal frekuensi
tinggi (RF).
Ada tiga macam magnet utama, yaitu
tipe magnet permanen, magnet resistive, dan magnet superkonduktor.
a.
Magnet
Permanen
Kuat
magnet permanen untuk MRI yang dapat dibuat sampai saat ini terbatas sampai 0,3
tesla (dibuat oleh fonar corporation dengan beratnya sekitar 90 ton), bahan
magnet permanen tersebut dibuat engan sifat ferromagnetic yang terdiri dari
campuran bahan tertentu dengan keramik, contoh yang sering kita jumpai pada
speaker, jarum kompas dis.
Perbedaan
pokok antara magnet permanen dengan magnet resistive atau superkonduktor adalah
orientasi vector medan magnet. Pada medan magnet permanen, medan magnet
mengurus tubuh secara transversal melalui kedua muka kutub magnet. Sedangkan
pada magnet resistive atau superkonduktor, medan magnet menembus tubuh secara
longitudinal.
b. Magnet resistive
Magnet
resistive dibuat berdasarkan arus listrik yang dialirkan pada kawat dan medan
listrik akan timbul disekitar kawat tersebut. Magnet resistive memerlukan daya
listrik yang besar untuk menghasilkan medan magnet yang kuat, dan mengeluarkan
panas. Bahan yang digunakan adalah logam konduktor seperti alumunium atau
tembaga, kuat medan magnet yang ada dipasarkan umumnya sampai 0,2 tesla.
c.
Magnet
Superkonduktor
Pada
prinsipnya magnet superkonduktor sama seperti magnet resistive, yaitu dengan
mengalirkan arus listrik pada kawat, resistansi atau tahanan kawat sebanding
dengan temperature absolute bahan
tersebut, dengan mendinginkan. Kawat tersebut sampai mendekati temperature
absolute (dalam derajat kelvin), resistansi kawat akan menjadi nol atau disebut
superkonduktor, sehingga sekali kawat tersebut dialirkan listrik (energized)
maka arus listrik tersebut akan mengalir selamanya didalam kawat tersebut.
Temperature
untuk tercapainya superkonduktivitas antara berbagai logam tidak sama, untuk
MRI dipilih logam konduktor dengan temperature kritisnya yang tinggi, seperti
campuran niobium-titanium yang dapat menjadi superkonduktor pada temperature
antara 10-20 derajat kelvin.
Pada
tahun 1987 telah ditemukan bahan superkonduktor dengan campuran keramik dengan
temperaturnya sekitar 100 derajat kelvin, sehingga cukup diinginkan dengan
nitrogen cair yang murah. Seandainya dapat diproduksi massal dan dipergunakan
untuk MRI, maka biaya operationalnya dapat ditekan lebih murah.
Magnet
superkonduktor menggunakan helium cair sebagai pendingin (L-He) dengan
temperaturnya 4,2 derajat kelvin atau -269 derajat celcius.
Keuntungan
dengan menggunakan magnet superkonduktor adalah kuat medan magnet yang besar,
dengan homogenitas dan kesetabilan yang tinggi, sehingga didapat gambar dengan
rasio S/N (perbandingan sinyal terhadap noise) yang besar. MRI superkonduktor
yang ada dipasarkan kuat medan magnetnya antara 0,5 tesla sampai 2,0 tesla.
d. Kumparan Gradien
Selain
magnet utama, terdapat magnet gradient yang digunakan untuk membangkitkan medan
magnet gradient. Magnet gradient tersebut menggunakan kumparan (coil) gradient
untuk membangkitkan medan magnetnya, kumparan tersebut adalah kumparan
resistive yang berada didalam lubang gantry.
Ada
tiga pasang kumparan gradient, yaitu gradient X, gradient Y dan gradient Z.
Dengan
mengkobinasikan gradient X, Y dan Z akan dihasilkan vector medan magnet
gradient, sehingga kita dapat memilih lokasi bidang pencitraan yang
dikehendaki, misalnya transversal, sagittal atau coronal.
2.
DATA
PROCESSING UNIT
Data Processing Unit terdiri dari computer utama, keasurement
Control Unit dan gradient power supply unit.
Computer utama mengatur semua proses keseluruhan sistem MRI,
yaitu mengatur protocol scan (pemilihan parameter), urutan pulsa RF, menerima
sinyal RF, merekonstruksi gambar, serta menyimpan gambar kedalam disk (memory).
Measurement control unit terdiri dari dua bagian, yaitu
measurement control system dan high grequency system.
Bagian measurement control system mengakibatkan bentuk
gelombang (waveform) untuk medan magnet graien yang optimum, serta mengatur
timing untuk data acquisition (penerima data) pulsa RF yang optimum.
Sedangkan bagian high frekuensi sistem mengatur pulsa RF yang
dipancarkan serta memperkuat sinyal yang diterima, dan mengatur bagian auto
tuning agar sinyal yang diterima optimum dan menghasilkan gambar dengan
kualitas yang baik.
3.
KUMPARAN
RF
Kumparan RF merupakan antenna
untuk mengirim sinyal RF kedalam tubuh dan menerima kembali sinyal RF dari
dalam tubuh.
Frekuensi yang digunakan tergantung
pada kuat medan magnet utama, untuk magnet 1,0 tesla digunakan RF dengan
frekuensi 42,8 MHz.
Kumparan RF yang kecil memiliki
sensitivitas penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kumparan yang
besar sehingga digunakan beberapa macam kumparan RF tergantung pada lokasi
pemeriksaan tubuh, yaitu untuk body, kepala, cervival, lumbal, orbital dan
lutut.
Untuk
pemeriksaan body (misalnya abdomen atau jantung) digunakan satu macam kumparan
untuk mengirim dan menerima sinyal RF, sedangkan untuk pemeriksaan lainnya,
digunakan kumparan body untuk mengirim sinyal RF, tetapi untuk menerimanya
digunakan kumparan RF tertentu.
4.
CONSOLE
Console merupakan bagian untuk
operator dan dokter, nama dan informasi pasien dimasukkan melalui console dan
pemilihan protocol serta mengatur menampilkan gambar ke layar monitor.
Selain tiga bagian tersebut
diatas, masih ada bagian lain yang merupakan bagian yang terpisah dengan
pesawat MRI yaitu Imager atau Multi Format Camera, yang digunakan untuk
memindahkan gambar MRI dari monitor kedalam film. Ada banyak macam imager,
kualitas gambar imager sangat tergantung pada adjustment imager dan kondisi
gelap (developer dan fixer). Yang terbaik saat ini adalah Laser Imager yang
daoat menghasilkan kualitas gambar seperti pada layar monitor.
No comments:
Post a Comment