Sunday, 21 September 2014

MRI



BAB I
PENDAHULUAN
            Beberapa tahun terakhir ini, pencitraan dengan resonansi megnetik (magnetic resonance imaging = MRI) telah berkembang menjadi suatu teknik yang sangat diandalkan dalam kedokteran. Perkembangan ini juga sangat mempengaruhi kemajuan dalam peralatan dan merangsang peningkatan dalam penelitian.
            Berbeda dengan pencitraan berdasarkan radiasi, seperti pada computerized tomography (CT) scanning, MRI adalah suatu teknik nin-invensif yang tidak menggunakan radiasi pengion. Dan lagi, parameter jaringan spesifik yang dapat ditentukan dengan sinar-X hanyalah kerapatan electron, yang tidak terlalu bervariasi dari satu jaringan ke jaringan lain, dan seringkali memerlukan media yang kontras.
            Dalam MRI, terdapat parameter jaringan yang majemuk yang dapat mempengaruhi sinyal MRI. Dua parameter yang paling penting, waktu relaksasi, mencakup jangkauan yang luar dari nilai-nilai dalam berbagai jaringan normal dan patologik. Selain itu, parameter akuisisi sinyal dapat dimanipulasi dalam berbagai cara yang memungkinkan pemakaian dapat mengendalikan kontras citra.
            Untuk mempelajari teknik pencitraan dengan MRI, diperlukan pengetahuan fisika mengenai resonansi magnetic dari inti-inti atom. Fenomena resonansi magnetic merupakan dasar dalam memahami teknik yang dikembangkan untuk tujuan pembentukan citra. Beberapa persamaan fisis yang mendasar biasanya perlu dikuasai, namun bukanlah merupakan hal yang mutlak untuk dapat mengerti fenomena resonansi magnetic tersebut.
            Dalam bab II diuraikan prinsip-prinsip fisika yang diperlukan dalam teknik MRI, dengan persamaan-persamaan matematis yang sederhana mungkin. Diperkenalkan pula secara ringkas pengertian transform Fourier, suatu algoritma yang digunakan secara luas dalam pencitraan. Bab III menguraikan teknik pencitraan dengan MRI dalam garis besar tanpa membahas dari proses fisis yang secara rinsci. Keterangan singkat mengenai sistem instrumentasi dalam MRI diberikan dalam bab IV.
BAB II
PRINSIP FISIS RESONANSI MAGNETIK
Sifat Kemagnetan Inti
            Didalam teori atom yang telah dikenal adanya sifat magnetic yang berasal dari hakekat electron dan sebagai partikel bermuatan yang bergerak. Gerakan electron atom tidak hanya mengikuti orbit lintasannya, tetapi juga ada gerakan putar pada sumbunya sendiri yang dinyatakan sebagai spin. Pengertian spin tersebut dikenal pula gerakan inti atom pada sumbunya dan merupakan dasar dari magnetism inti atom.
            Gambar 1 melukiskan sebuah inti yang berputar menurut sumbu inti atom. Karena inti atom adalah partikel yang bermuatan listrik, gerakan spin menimnbulkan momen magnetic yang searah dengan arah dari sumbu spin. Momen magnetic ini bersifat sebagai magnet batang yang mempunyai kutub-kutub Utara dan Selatan. Kekuatan momen magnetic merupakan sifat dn jenis inti atom dan nilainya menentukan kepekaan deteksi daro resonansi magnetic (magnetic resonance = MRI). Inti1H1 (proton) memiliki momen magnetic yang paling besar, sehingga kandungan hydrogen biologis yang tinggi merupakan pilihan untuk pencitraan dengan resonansi magnetic inti (magnetic resonance imaging = MRI).
            Sekarang kita tinjau suatu kumpulan proton seperti ditunjukan dalam gambar 2. Tanpa medan magnetic dari luar, momen-momen magnetic tunggal tidak mempunyai orientasi yang tertentu. Namun, jika diberikan suatu medan magnetic luar (dinyatakan dengan Bo), aka nada suatu kecenderungan momen-momen magnetic tersebut untuk mengikuti arah medan magnetic luar, seperti dikenal pada magnet batang.  Dalam hal ini, momen-momen magnetic inti dapat memilih satu dari dua kemungkinan orientasi, mengarah parallel atau anti-paralel terhadap Bo (lihat gambar 3). Menurut orientasi momen magnetic tersebut, kita mendefinisikan dua kelompok atau polulasi dari spin. Arah yang parallel terhadap Bo adalah orientasi dengan energy yang lebih rendah sesuai dengan konsep fisika kuantum.
            Sedangkan arah yang anti-paralel mempunyai energy yang lebih tinggi. Keadaan ini ditunjukan dalam skema energy seperti pada gambar 4. Untuk lengkapnya, perlu diperhatikan bahwa skema adanya hanya dua keadaan yang mungkin ini hanya benar untuk inti-inti atom dengan bilangan muantum spin magnetic sebesar ½. Ini berlaku untuk 1H, 13C, 19F, 31P dan inti atom yang lain. Inti-inti atom dengan kemagnetikan aktif yang lain, seperti 2H dan 23Na dapat mempunyai lebih dari dua orientasi.
            Spin-spin tunggal tidaklah mengarah tepat paralel (atau anti-paralel terhadap Bo, tetapi membentuk suatu sudut terhadap Bo, seperti diperlihatkan pada gambar 5a). Spin yang bersangkutan dengan momen magnetic menyebabkan momen berputar mengelilingi sumbu Bo. Ini sejalan dengan kasus gasing-gasing berputar mengelilingi sumbu yang dibatasi oleh tarikan gravitasi. Putaran ini membentuk permukaan sebuah kerucut.
            Gambar 5 menunjukan suatu model dari situasi pada saat-saat tertentu. Setiap vector (anak panah) menunjukan spin tunggal. Karena spin yang searah Bo lebih banyak dibandingkan dengan spin yang berlawanan dengan Bo, hanya kelebihan spin pada kerucut atas saja yang mempunyai peranan. Setiap vector tertentu pada kerucut atas dapat diterangkan dengan komponen yang tegak lurus dan komponen yang sejajar dengan Bo. Untuk suatu kumpulan dengan jumlah spin yang besar yang terdistribusi pada permukaan kerucut komponen tunggal yang tegak lurus terhadap Bo akan saling meniadakan. Dengan demikian yang tinggal hanya sumbangan dari komponen yang sejajar dengan Bo, sehingga net magnetisasi keseluruhan adalah yang sejajar dengan Bo.
            Selanjutnya kita tinjau bagaimana kecepatan spin tunggal berputar pada permukaan kerucut. Frekuensi putaran diberikan oleh suatu rumus sederhana dari persamaan Larmor.
Ɣ Bo = f
F adalah frekuensi putaran, Bo adalah kekuatan medan magnetic, dan gamma (Ɣ) dihubungkan dengan kekuatan medan megnetik untuk jenis inti yang digunakan. Dalam hal ini untuk hydrogen
ƔH = 4267 Hz/Gauss
Sebagai contoh pada Bo = 1,5 Tesla (=15.000 Gauss) diperoleh
F =   4257 Hz/Gauss x 15.000 Gauss
     =   63.885.000 Hertz
     =   63,885 MHz
Dengan memperhatikan memperhatikan kembali gambar 4 dapat dilihat bahwa karenaenergi sebanding dengan frekuensi (˄E = hf). Maka ˄E dapatdinyatakan dalam frekuensi radiasi yang diperlukan untuk menginduksi transisi spin antara dua tingkat energy. Frekuensi untuk nilai ˄E ini juga disebut sebagai frekuensi Larmor.
Resonansi Magnetik
            Untuk mendeteksi suatu sinyal perlu ditimbulkan kondisi untuk resonansi. Resonansi mengandung pengertian penyerapan dan pelepasan energy secara bolak-balik. Penyerapan energy disebabkan oleh gangguan frekuensi radio (radio frequency = RF), sedangkan pelepasan energy berlangsung memulai proses relaksasi. Dari pembahasan diatas, irradiasi suatu koleksi spin dalam suatu medan megnetik exogenous dengan RF pada frekuensi Larmor akan menginduksi transisi antara dua tingkat energy. Energy RF pada frekuensi lain tidak akan memberikan pengaruh. Ini merupakan gambaran mikroskopis, dan selanjutnya kita dapat meninjau proses tersebut secara mekroskopis.
            Radiasi RF seperti semua radiasi elektromagnetik, memiliki komponen-komponen elektrik dan magnetic. Kita dapat meninjau RF sebagai medan magnetic lain (ditandai dengan B1) tegak lurus terhadap Bo, yaitu sepanjang sumbu tertentu dalam bidang transversal seperti diperlihatkan pada gambar 6.
            Bila radiasi  RF di “turn”, vector megnetisasi net mulai berputar mengelilingi sumbu B1. Jadi magnetisasi net ber-rotasi dari sumbu longitudinal (+Z) ke bidang transversal kemudian sumbu –Z, kemudian ke sisi lain dari bidang transversal, dan kembali ke sumbu +Z dan seterusnya.
            Jika radiasi ditala hanya untuk periode waktu yang pendek, megnetisasi net diputar oleh suatu sudut tertentu menjauhi sumbu longitudinal dan sudut ini dinamakan flip angle. Sudut tersebut berbanding lurus dengan lamanya pulsa RF dan amplitude radiasi RF. Flip Angle sebesar 900 dan 1800 adalah nilai-nilai sudut yang memberi manfaat khusus dalam pencitraan.
            Kita tinjau situasi segera setelah pulsa dengan sudut 900 seperti pada gambar 7. Magnetisasi net terletak dalam bidang transversal dan mulai berputar mengelilingi sumbu Bo. Laju putaran ini adalah seperti yang telah dihitung diatas, yang memberikan nilai frekuensi larmor. Magnetisasi ini bersifat makroskopis yang arahnya berubahmenurut waktu sehingga dapat menginduksi arus (bolak-balik) dalam suatu lilitan kawat dan arus tersebut dapat digunakan untuk merekam kegiatan megnetisasi dalam bidang transversal. Gambar 8 menunjukan contoh rekaman tersebut. Rekaman ini memperlihatkan suatu osilasi sinusoidal pada nilai frekuensi larmor, yang makin lemah menurut waktu. Proses ini dinamakan induction decay (FID). Bebas artinya berada diluar kendali medan B1 pada saat pengmatan sinyal yang diindukasi pada lilitan penerima mengalami proses peluruhan sepanjang waktu. Peluruhan ini merupakan akibat dari suatu proses yang dikenal sebagai relaksasi.
Waktu Relaksasi
            Telah diuraikan bahwa batang magnet yang dipengaruhi oleh medan megnetik luar akan berorientasi mengikuti arah medan. Jika batang magnet ini dijauhkan dari medan magnetic, batang magnet secara alamiah akan cenderung tersusun kembali. Yang perlu diperhatikan dalam situasi ini adalah bagaimana kecepatan proses ini berlangsung, apakah orientasi ini kembali ke seimbangan secara linier atau secara exponensial terhadap waktu.
            Untuk magnet batang, orientasi keseimbangan adalah dalam kesejajaran dengan medan luar. Segera setelah kondisi setimbang dicapai, tidak ada perubahan lebih lanjut kecuali sistem mendapatkan lagi gangguan dari luar.
            Untuk magnetisasi net yang berasal dari koleksi spin didalam medan luar, kesetimbangan diterangkan oleh sebuah vector dengan panjang satuan yang sejajar dengan Bo. Kita dapat melihat bahwa hal ini dapat ditinjau dengan memperhatikan relaksasi dalam bidang transversal yang tidak bergantung pada relaksasi sepanjang sumbu longitudinal.

Relaksasi Transversal
            Dengan memberikan bahwa pada kesetimbangan megnetisasi net adalah longitudinal, megnetisasi kesetimbangan dalam bidang transversal adalah nol. Ini dilukiskan pada gambar 8, yang menunjukan peluruhan megnetisasi transversal ke nol. Proses ini berlangsung secara exponensial (berlawanan dengan proses linier). Hubungan yang menyatakan peluruhan ini adalah
            Mtransversal = Mo transversal e-t/T2
Dengan Mo transversal adalah jumlah awal magnetisasi transversal, M transversal adalah jumlah megnetisasi transversal pada setiap saat (t) setelah suatu pulsa e adalah tanda exponensial dengan nilai kira-kira 2,7 dan T2 merupakan ciri dari laju peluruhan.
jika t      = T2*
M (T2*) = Mo transversal/e
              = Mo transversal/2,7
              = 0,37 Mo transversal
Jadi T2* adalah lama waktu megnetisasi transversal untuk meluruh menjadi 37% dari nilai semula.
Seperti diperlihatkan pada gambar 9 komponen megnetisasi yang berbeda-beda dapat berputar dengan kelajuan yang “dephasing” dalam bidang transversal. Karena sinyal yang direkam adalah jumlah dari semua komponen transversal, dephasing yang cukup akan meniadakan semua sinyal.
            Suatu factor utama yang menyebabkan dephasing ini adalah Bo yang tidak spin-spin pada lokasi yang berbeda tidak menunjukan medan Bo yang tepat sama. Yang selanjutnya menghasilkan suatu rentangan frekuensi larmor.
            Jika diberikan medan Bo yang homogeny, dephasing akan tetap terjadi tetapi jauh lebih lambat. Karena banyak inti-inti atom dan electron berputar dan menimbulkan momen-momen magnetic. Lingkungan magnetic local secara mikroskopis dari spin-spin yang berperan dalam resonansi yang teramati tidaklah persis identic dengan spin-spin yang lain. Dapat ditambahkan bahwa lingkungan-lingkungan mikroskopis ini berubah sangat cepat.
            Variasi special dan temporal dari lingkungan magnetic ini memberikan variasi dalam frekuensi larmor yang menyebabkan dephasing yang lebih lambat. Dephasing yang lambat dan peluruhan sinyal disebabkan oleh sifat-sifat fisis dari sistem (atau jaringan) yang diamati, dan dinyatakan dengan relaksasi T2 atau relaksasi spin-spin. Sekarang dapat dimengerti bahwa T2* menyatakan laju peluruhan yang diamati akibat kombinasi relaksasi spin-spin dan Bo yang tidak homogen.
            Untuk berbagai alasan, rekaman sinyal yang menunjukan T2 lebih bermanfaat dari T2. Jelaskan bahwa kita memerlukan cara-cara tertentu untuk memperoleh rekaman tersebut karena Bo yang homogen sempurna tidaklah mudah. Cara yang diperlukan dinamakan spin-echo, dan cara ini merupakan dasar dari banyak MRI klinik. Suatu deretan pulsa yang merupakan deretan pulsa RF dengan amplitude dan variasi waktu yang diketahui biasanya diulang berkali-kali, setiap kali menghasilkan koleksi dari suatu sinyal MR. gambar 10 menunjukan suatu deretan pulsa RF untuk suatu spin-echo. Suatu pulsa 900 awal memberikan suatu FID yang meluruh sebagai fungsi dari T2*, kemudian pada waktu TE/2 setelah pulsa 900, diberikan suatu pulsa 1800. Setelah pulsa 1800 bentuk-bentuk echo signal mencapai amplitudo maximumnya pada waktu TE setelah pulsa 900. Spin-echo yang kedua dapat diperoleh dengan memberikan pulsa 1800 yang lain, dan selanjutnya akan diperoleh echo-echo dengan tambahan pulsa-pulsa 1800. Perlu diingat bahwa amplitude dari echo-echo ini meluruh sebagai fungsi T2, bukan T2*.
            Mekanisme pembentukan spin-echo dapat diterangkan dengan mengacu pada gambar 11. Kita tinjau magnetisasi transversal yang berasal dari dua lokasi dengan nilai Bo yang berbeda.
            Magnetisasi transversal dari kedua lokasi akan berputar dengan laju yang berbeda. Hal ini dinyatakan dengan kedua vector yang dilambangkan sebagai –F (fast) dan S (slow). Segera setelah pulsa 900. F dan S mempunyai fasa yang sama pada bidang transversal. Kedua vector mulai berputar searah jarum jam dalam bidang tersebut, tetapi juga dengan berjalannya waktu F dan S semakin terpisah karena kedua vector ini mempunyai kelajuan yang berbeda. Pada waktu ini, pulsa RF 1800 diberikan. Pengaruhnya adalah memutar F dan S ke lokasi cermin terhadap sumbu rotasi 1800. Vector F dan S akan terus berputar searah jarum jam, dengan F dibelakang S. namun pada saat (TE), F akan menyusul S dan keduanya akan se-fasa kembali. Jika terdapat banyak vector tersebut dengan rentang frekuensi putar yang lebar, seluruh vector tersebut tetap akan kembali se-fasa dalam waktu TE. Dalam teknik MRI, nilai-nilai TE dan TR dapat dipilih untuk memperoleh kualitas dan kontras citra yang dikehendaki.
Relaksasi Lungitudinal
            Segera setelah pulsa 900 vektor mengatasi net terletak dalam bidang transversal. Dengan demikian jumlah magnetisasi longitudinal adalah nol. Jika kita mengikuti jumlah magnetisasi longitudinal yang ada pada berbagai waktu setelah pulsa 900 akan terlihat bahwa jumlah ini bertambah secara exponensial dari nol mendekati nilai kesetimbangan, yang merupakan fungsi dari spin yang ada, temperature dan kuat medan magnetic (lihat gambar 12). Proses ini dinamakan sebagai relaksasi kisi-spin (spin-lattice relaxation) atau relaksasi T1.  Dinyatakan dalam dua tingkat energi pada gambar 4, suatu pulsa 900 membuat populasi spin menjadi sama banyak. Relaksasi longitudinal menyimpan selisih populasi kesetimbangan dengan mengendalikan sebagian spin ke keadaan energi yang lebih rendah, dan dalam proses tersebut menambahkan energy ke kisi lingkungan.
            Relaksasi lungirudinal menyerupai sifat yang diamati untuk relaksasi transversal, keduanya berciri evolusi exponensial. Sebagai proses yang komplementer, magnetisasi transversal meluruh dari maximum ke nol, sedangkan magnetisasi longitudinal meningkat dari nol ke maximum. Dengan demikian pernyataan kuantitatif untuk relaksasi T1 akan menyerupai pernyataan untuk T2.
            Mlungitudinal = MO longitudinal (1 – e-t/T)
            Persamaan memprediksi jumlah magnetisasi longitudinal yang akan timbul pada waktu = t (M longitudinal) dan nila dari T1. T1 adalah waktu yang perlu untuk mengurangi selisih antara nilai (m longitudinal) dan nilai kesetimbangan dengan suatu factor ( 1 – 1/e) = (1 – ½,7) = 63%. Pernyataan ini memperlihatkan bahwa laju penambahan magnetisasi longitudinal adalah paling cepat bila M longitudinal sangat berbeda dari nilai kesetimbangan. Dalam gambar 12 manunjukan konsep grafis dari laju pengurangan terhadap waktu. Dengan membandingkan T1 dan T2 untuk suatu sistem tertentu, T1 selalu lebih besar atau sama dengan T2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju relaksasi
            Pada umumnya kondisi yang sama yang memperpendek (atau memperpanjang) T1 juga akan memperpendek (atau memperpanjang) T2. Ada lebih dari satu mekanisme yang mungkin untuk menghasilkan relaksasi T1 dan T1. Dalam hal ini relaksasi (T1 atau T2) yang diamati akibat aksi gabungan dari mekanisme yang ditandai dengan “a, b, c” diberikan oleh :
           
            Menurut persamaan (4), makin panjang waktu relaksasi akan makin besar perubahan yang ditimbulkan oleh adanya mekanisme tambahan pada relaksasi yang diamati. Untuk air murni T1 = T2, sedangkan dalam jaringan T1 >> T2. Rentang total untuk perubahan T2 dalam keadaan patologis jauh lebih besar. Misalnya dalam adema T2 dapat memanjang sampai beberapa ratus persen. Oleh karena itu citra yang menonjolkan patologis. Tabel 2 memberikan nilai-nilai T1 dan T2 yang diperoleh dalam berbagai jaringan modal.
            Laju relaksasi sangat memperngaruhi oleh kelajuan gerak molekul pembawa pronton yang diamati di dalam larutan. Gerakan yang lebih  lambat memberikan relaksasi yang lebih cepat (waktu relaksasi yang lebih pendek). Bila gerakan molekul sangat lambat, seperti dalam kasus proton yang secara kovalen terikat ke molekul makro (protein, asam organic dan sebagainya), T2 amat singkat sehingga seluruh sinyal antara saat eksitasi dan saat deteksi.
            Dalam MRI hanya proton-proton mobil yang memberi sinyal untuk pencitraan. Proton-proton seperti ini berada dalam bentuk air dan beberapa lipid. Karena molekul-molekul lipid lebih besar dari molekul-molekul air, sehingga gerakannya secara umum lebih lambat, proton-proton lipid mencapai relaksasi lebih cepat dari proton-proton air.
            Keadaan relaksasi air in vivo menjadi lebih rumit disebabkan molekul-molekul air sebagian waktu bergerak bebas dengan molekul-molekul air yang lain, dan sebagian waktu lagi hilang dengan mengikat pada permukaan molekul makro. Adanya pertukaran yang sangat cepat antara air yang “bebas” dan yang “terikat”, membuat pengamatan waktu-waktu relaksasi mencerminkan suatu rata-rata relaksasi sebagai air yang terikat dan yang bebas. Jadi semakin besar persentasi dari waktu molekul air rata-rata dalam keadaan terikat, semakin pendek waktu relaksasi.
            Sekarang kita tinjau parameter yang mempengaruhi ratio waktu dalam keadaan bebas dan keadaan terikat. Jelas bahwa persentasi air dalam jaringan tertentu juga memberikan pengaruh. Jaringan dengan kandungan air yang lebih rendah mempunyai waktu relaksasi yang lebih pendek. Sifat kimiawi dari jaringan juga berperan dalam penentuan ratio bebas/terikat ini. Untuk suatu jaringan seperti zat putih dalam otak mengandung sejumlah besar lipid dengan berat molekul yang besar (myelin), air memerlukan waktu yang lebih singkat dalam keadaan terikat dibandingkan keadaan lain, seperti minyak dan air yang tidak dapat bercampur.
            Kekuatan medan Bo juga mempengaruhi waktu relaksasi. Ini disebabkan oleh efisien relaksasi dihubungkan ratio kelajuan gerakan terhadap frekuensi larmor. Pada umumnya, waktu relaksasi T1 lebih singkat pada kuat medan yang lebih kecil. Adanya bahan-bahan paramagnetic seperti besi dan zat-zat kontras  paramagnetic (misalnya Gd+3 DTPA) akan memperpendek waktu relaksasi. Pengaruhnya mula-mula teramati pada T1, kemudian dengan bertambahnya konsentrasi paramagnetic, akan teramati pula pada T2.
Efek Gradien Medan Magnetik
             Dalam arti luas, suatu gradient medan magnetic adalah variasi spasial dari kekuatan medan Bo. Hal ini sudah disinggung dalam pembahasan mengenai efek dephasing dari ketidakhomogenan Bo, yang dapat di pandang sebagai variasi spasial biasa dari Bo. Namun untuk tujuan pencitraan, diperlukan gradient medan seperti dilukiskan pada gambar 13. Kecondongan gradient, sumbu arahnya dan waktu perlu dikendalikan untuk berbagai aplikasi, medan Bo harus divariasi secara linier menurut jarak. Harus diingat bahwa suatu gradient tidak mengubah variasi spasial dari amplitude medan Bo.
            Misalkan ada suatu gradien sepanjang salah satu sumbu spasial dan karena
            Ɣ Bo = f
Maka frekuensi resonansi (lamor) dari proton-proton akan berubah menurut posisinya sepanjang sumbu gradient. Ini merupakan kunci untuk nilai-nilai frekuensi dan kita mengetahui variasi spasial dari Bo yang diberikan, posisi proton-proton yang mengelami resonansi dapat ditentukan dari frekuensi-frekuensinya.
            Disimpulkan bahwa suatu gradient medan magnetic menyebabkan magnetisasi transversal berputar dengan frekuensi yang sebanding dengan posisi sepanjang sumbu gradient, atau menurut persamaan.
            F = Ɣ (Bo + rGr)
Dengan r adalah posisi sepanjang sumbu gradient Gr. Perputaran gradient tidak mempunyai efek yang bermakna pada magnetisasi longitudinal.
            Sekarang kita tinjau akibat dari magnetisasi transversal bila suatu gradient diberikan (switched on) untuk suatu periode waktu yang singkat dan kemudian dihentikan (switched off). Perhatian gambar 14. Magnetisasi transversal seolah-olah dapat mengingat efek dari gradient yang ada pada waktu terdahulu. Dengan mengikuti resonansi RF dan pengaturan posisi dari gradient, magnetisasi transversal yang muncul dari tiga posisi yang berbeda sepanjang sumbu gradient, semuanya berputar bersama (se-fasa) pada frekuensi yang sama. Bila gradient diberikan, vector-vektor tersebut berrotasi dengan kelajuan yang berbeda menurut  posisi.
            Bila gradient dihentikan, semua frekuensi-frekuensi putaran kembali sama, tetapi vector-vektor yang menyatakan magnetisasi transversal tidak lagi se-fasa. Perputaran lanjutan yang semuanya dengan frekuensi yang sama tidak akan mengubah besarnya sudut (fasa relatif) antara ketiga vector tersebut. Jadi aksi dari pulsa gradient yang lampau diingat sebagai Phase Memory.
Transformasi Fourier
            Telah dibahasbahwa dasar dari pembentukan citra adalah ketergantungan respons frekuensi dari magnetisasi transversal pada posisi. Jadi suatu citra merupakan suatu grafik amplitude terhadap frekuensi (gambar 15). Namun masalahnya adalah sinyal yang diterima seperti FID pada gambar 8 atau echo pada gambar 10 adalah dalam bentuk amplitude lawan waktu, bukan amplitude lawan frekuensi, seperti yang diperlukan untuk suatu citra.
            Dengan memperhatikan lagi FID pada gambar 8, frekuensi sinyal dengan mudah ditentukan sebagai resiprok dari selang waktu antara dua puncak. Masalahnya, sinyal yang diterima berasal dari semua posisi pada saat yang sama. Sinyal yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari amplitude majemuk dari komponen frekuensi, yang masing-masing dengan amplitude dan fasa relative yang berlainan. Jadi merupakan suatu pola interferensi dari komponen-komponen tersebut. Karena itu diperlukan suatu prosedur yang dapat menentukan himpunan frekuensi, amplitude dan fasa mana yang menghasilkan pola interferensi yang diamati. Prosedur itu dinamakan transform dari domein waktu ke domein frekuensi.
            Kebanyakan MRI dan spektroskopi NMR menggunakan transform fourier (FT). yang berasal dari nama J.B.J Furier (1763-1830) yang mengembangkan teori matematis. Dalam tahun 1960, peneliti-peneliti IMB merancang suatu algoritma baru untuk menghitung transform fourier dengan membuat digitasi dari bentuk-bentuk gelombang complex sembarang.
            Algoritma baru ini (kemudian disebut Fast Fourier Transform = FFT) mengurangi sejumlah besar operasi aritmatik yang diperlukan untuk menghitung transform fourier. Walaupun jumlah operasi yang diperlukan tetap sangat besar, computer yang cepat dapat menyelesaikan hitungan FFT hanya dalam fraksi dari sekon.
            Suatu bentuk gelombang sinusoidal (gelombang sinus) secara lengkap didefinisikan oleh tiga besaran khas, amplitude, periode (atau kembalikan frekuensi) dan fasa. Fasa dari suatu sinusoidal menerangkan titik mana dalam siklus gelombang yang menunjukan waktu tertentu terhaap sinusoidal acuan dengan frekuensi yang sama. Ini sama dengan deskrispsi dari hubungan antara ketiga vector dalam pembahasan terdahulu setelah gradient dihentikan. Transform tidak mengubah ketiga besaran khas yang disebut diatas. Dalam MRI klinik, informasi fasa biasanya dimunculkan pada tahap akhir dari rekonstruksi.
            Frekuensi adalah kebalikan dari waktu, dan waktu adalah kebalikan dari frekuensi, FT dari domein waktu adalah domein frekuensi dan sebaliknya. Kandungan informasi dalam kedua domein tersebut adalah bentuk identic tetapi formatnya berbeda.
            Perlunya menguji informasi dalam satu domein dibandingkan dengan domein yang lain sebenarnya disebabkan oleh kendala pada persepsi manusia. Kita mampu menangkap sesuatu seperti FT mental bila kita mendengar suatu irama music. Suara sampai ditelinga kita sebagai suatu pola interferensi dari nada-nada music, namun kita masih dapat membedakan nada-nada tunggal yang dimainkan bersamaan untuk menghasilkan irama music tersebut. Sebaliknya, mata kita tidak mampu menguraikan berbagai panjang- gelombang, misalnya dari cahaya putih. Dengan bantuan prisma misalnya, di komposisi berbagai gelombang cahaya putih ini dapat dicapai yang dalam hal ini prisma berfungsi sebagai suatu Fourier Analizer.
BAB III
SISTEM INSTRUMENTASI MRI
            Sistem instrumentasi MRI mempunyai barbagai variasi dengan keunggulan dan keterbatasan masing-masing. Pada dasarnya diagram balok dari sistem MRI yang spesifik ditunjukan pada gambar 16a dan konponen-komponen dasar ditunjukan pada gambar 16b.
            Seperti sudah dibahas dalam aspek fisis dari NMR, sistem pencitraan ini memerlukan medan magnetic yang kuat, seragam dan stabil untuk memagnetisasi sampel. Selain itu diperlukan pula gradient medan magnetic lemah yang berubah cepat sepanjang sumbu-sumbu pencitraan, pemancar dan penerima pulsa RF dan perangkat pemeoses data. Setiap piranti leras untuk mewujudkan masing-masing syarat tersebut merupakan subsistem dipadu menjadi sistem MRI.
Medan Magnetik
            Sumber medan magnetic Bo yang static adalah sebuah magnet yang cukup besar bagi seseorang untuk ditempatkan dalam bagian yang homogeny pokok yang penting adalah kuat medan.
            Untuk medan Bo lebih dari kekuatan nominal, homogenitas medan tersebut diseluruh volume pencitraan harus diperhatikan. Medan Bo yang tidak homogeny hanya beberapa perjuta (part per million = ppm) dapat menimbulkan bayangan yang mengganggu pada citra MR, sedangkan inhomogenitas yang lebih tinggi memperbesar distorsi spasial pada citra.
            Jelaskan bahwa beberapa keuntungan dengan kekuatan medan yang besar akan hilang tanpa homogenitas medan yang cukup. Homogenitas medan Bo dapat dibuat optimal dengan suatu prosedur yang dinamakan “shimming”. Dalam hal ini, magnet dicocokan dengan suatu set lilitan elektromagnetik. Dengan mengatur secara cermat kuat arus listrik yang mengalir pada masing-masing lilitan, medan Bo pada volume pencitraan dapat diatur atau dibentuk sampai homogenitas yang diinginkan tercapai.
Gradient Medan Magnetik
            Seperti telah dibahas sebelumnya, gradient-gradien medan Bo sepanjang ketiga sumbu-sumbu spasial orthogonal merupakan prinsip dasar dari produksi citra. Gradient-gradien sepanjang sumbu yang lain dapat dijabarkan dengan kombinasi dari gradient-gradien orthogonal.
            Gamabar 18 menunjukan skema dasar untuk memperoleh suatu gradient Bo yang parallel terhadap arah Bo. Dua lilitan kawat (a) dan (b) dialiri arus listrik yang membangkitkan medan magnet, yang dapat menambah (a) atau mengurangi (b) dari medan utama Bo. Pada sembarang waktu sepanjang sumbu gradient, medan magnetic net sama dengan jumlah Bo ditambah dengan sumbangan medan magnetic dari lilitan (a) ditambah dengan sumbangan dari lilitan (b). lilitan yang lebih dekat ke posisi yang dikehendaki inilah yang memberikan efek lebih besar pada medan magnetic.
            Lilitan-lilitan gradient pada kedua sumbu orthogonal lainnya dibuat berbeda, tetapi keduanya juga memberikan tambahan dan pengurangan tehadap medan Bo tergantung pada posisi sepanjang sumbu-sumbu tersebut. Tambahan pula, titik-titik tengah dari sumbangan untuk gradient net sebesar nol sebesar nol diatur untuk terjadi pada isocenter dari magnet. Daya diberikan pada setiap lilitan gradient oleh gradient amplimenter yang dikendalikan secara bebas oleh komputer.
            Kita tinjau sekarang beberapa sifat dari gradient medan magnetic  yang memberikan dampak pada performansi sistem dan kualitas citra yang optimal. Dari pembahasan tentang teknik pencitraan, amplitude gradient maximum yang dapat diperoleh membatasi tebal minimum dan medan penglihatan (field of view = FOV) minimum yang dapat digunakan. Linieritas gradient mengacu pada keseragaman koefisien arah (slope) sepanjang sumbu gradient, gradient yang tidak linier menimbulkan distorsi citra.
            Dalam praktek, gradient tidak diberikan terus-menerus tetapi di-switch on  kemudian off kembali pada saat-saat tertentu sepanjang suatu deretan pulsa. Kecepatan suatu gradient dibangkitkan dari nol ke amplitude maximum dinamakan rise time yang harus diupayakan sesingkat mungkin.
            Aksi mengubah-ubah gradient on dan off menimbulkan masalah lain. Aksi ini menginduksi pembentukan arus elektronik yang dinamakan eddy current dalam struktur metalik dari magnet. Arus menimbulkan medan-medan magnetic sendiri. Yang menghilang dengan laju yang berbeda. Jadi eddy current adalah hal yang tidak di kehendaki dan menimbulkan efek yang menurunkan kualitas citra.
            Suatu pemecahan untuk masalah ini adalah dengan mengatur lilitan gradient bukan dengan bentuk pulsa yang dikehendaki, tetapi dengan suatu bentuk pulsa yang ditentukan secara empiric, yang dikendaki dalam magnet.
            Suatu pendekatan yang secara potensial lebih andal adalah pemakaian. Lilitan-lilitannya dibuat sedemikian rupa sehingga medan-medan magnetic yang timbul diarahkan ke bagian dalam lilitan, yang berarti mencegah pembentukan eddy current dibagian lain magnet.
Antenna Frekuensi Radio
A.       Medan Pemancar
Arsitektur dasar untuk pembangkitan pulsa-pulsa RF yang mengatur medan magnetic Bo dinyatakan secara diagram pada gambar 19. Suatu RF yang sangat teliti dan stabil dengan daya daerah adalah suatu digital frequency synthesizer set untuk memberikan RF pada frekuensi larmor proton (Fo) tanpa adanya gradient. Seperti diterangkan dalam Bab III, kita perlu membuat suatu perubahan (fo) yang kecil ke nilai F0 modulasi bentuk gelombang dan kendali pulsa juga penting. Suatu RF power amplifier kemudian mengubah-ubah daya RF yang diperlukan untuk pencitraan. Semua langkah-langkah ini dikendalikan dengan sebuah computer yang juga mengatur pembangkitan deretan pulsa. Energy RF terakhir dikirim ke lilitan RF dalam magnet yang berfungsi sebagai antenna siaran.
Untuk banyak aplikasi, lilitan RF menjadi pilihan untuk mendistribusikan energy RF yang merata keseluruhvolume pencitraan. Tingkat keberhasilan dengan cara ini terutama bergantung pada rancangan lilitan RF. Spesifikasi critical feriormance mencakup besarnya daya maximum yang dapat dihasilkan oleh RF power amplifier.
            Perlu diingat bahwa flip angle berbanding lurus dengan lama dan amplitude dari pulsar. Linieritas amplifier ini bersifat kritis. Untuk sebuah linear amplifier perubahan amplitude sinyal masukan menghasilkan perubahan yang sebanding pada amplitude sinyal keluaran. RF amplifier yang tidak linier dapat menimbulkan cacat pada flip angle seperti halnya distorsi dari bentuk irisan yang dibangkitkan.
Penerima MR
            Fungsi dari penerima MR dapat  dipahami dengan memperhatikan bahwa sinyal yang dihasilkan dari magnetisasi transversal inti atom kira-kira 1/109 dari transmisi oleh sumber RF. Suatu rancangan sederhana dalam diagram balok dari penerima MR dapat dilihat pada gambar 20.
            Magnetisasi transversal menginduksi arus bolak-balik dalam lilitan RF yang digunakan untuk penerima lilitan ini dapat sama atau berbeda dengan lilitan RF yang digunakan untuk menghasilkan medan B1. Sinyal RF dengan frekuensi yang mendekati frekuensi larmor untuk medan Bo diperkuat dengan suatu factor 104 hingga 105 oleh pre-amplifier.
Secara teknis, bukanlah hal yang mudah untuk bekerja pada frekuensi tinggi. Fungsi utama sebuah penerima adalah menunjukan secara benar nilai-nilai amplitude, periode dan fasa dari sinyal MR yang dating kedalam memori computer. Untuk mewujudkan fungsi ini perlu diukur nilai relative dari sinyal MR terhadap standar yang diketahui.
            Standar yang digunakan adalah suatu sumber RF yaitu sebuah locak ascillator yang dalam prakteknya seringkali adalah suatu bagian sinyal RF dari frekuensi synthesizer untuk transmisi. Pencampur kemudian memberikan suatu sinyal yang merupakan selisih antara sinyal RF yang ditransmisi dan yang diterima. Sinyal yang berbeda ini berada dalam rentang frekuensi audio (AF). Rentang frekuensi inilah yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan leber pita atau (brandwidth) penerima.
            Sinyal AF diperkuat dengan suatu factor 10 hingga 1000 oleh sebuah AF amplifier. Sinyal ini kemudian diarahkan ke analog-to-digital converter (ADC) yang mengkonverensi sinyal AF menjadi suatu deretan angka biner. Angka-angka ini selanjutnya disimpan dalam memori computer untuk manipulasi kemudian, sepertinya perata-rataan sinyal dan transfom fourier.
            Sifat rancangan yang paling kritis dari penerima MR adalah kombinasi dari kualitas lilitan RF dan RF preamplifier. Kedua komponen ini sangat besar pengaruhnya dalam menentukan besarnya noise dari sistem yang ditambahkan ke sinyal MR. hal yang tidak begitu penting untuk pencitraan adalah ketelitian ADC dengan suatu resolasi sebesar 12 bit biasanya sudah cukup teliti untuk tujuan pencitraan.
Sistem Komputer
            Suatu instrument MRi modern mempunyai beberapa computer yang dihubungkan oleh jaringan komunikasi. Sebagai contoh sistem dewasa ini mempunyai empat computer sebuah computer induk dan dua computer yang dikhususkan sebagai status control module (SCM) dari pulsa control module (PCM). Bagi kita tidaklah perlu mempelajari daya khusus dari masing-masing computer tersebut. Tetapi pembahasan ditunjukan pada computer MRI secara keseluruhan.
            Memori inti secara langsung di akses oleh central processing unti (CPU). Memori ini harus cukup besar untuk menampung semua perintah dan bentuk gelombang untuk satu deretan pulsa. Suatu set data citra mentah dan sejumlah oprating software selebihnya serta keperluan data dapt ditemukan atau disimpan dalam disk memori.
            Sebuah array processor diperlukan agar rekonstruksi citra dapat diproses dengan cepat. Untuk array processor memerlukan akses langsung kedekitnya memori yang cukup untuk mengerjakan rekonstruksi dari keseluruhan citra, karena deretan pulsa harus bekrja dalam real time, sistem computer harus memberikan preoritas utama pada pelaksanaan instruksi deretan pulsa ADC penerima harus akses memori untuk menjamin bahwa data yang di datang dapat disimpan dengan cukup cepat sehingga tidak  data yang tertinggal atau hilang. Penyimpanan data jangka panjang pada umumnya disalurkan ke pita magnetic.
            Sistem computer seperti yang diterangkan diatas adalah suatu konfigurasi minimal. Dalam praktek nyata digunakan sistem yang lebih handal untuk memudahkan penafsiran dan operasi rutin.
BAB IV
PENCITRAAN RESONANSI MAGNETIK
Ekstasi Irisan Selektif
            Dalam skema pencitraan dua dimensi (2D). respon sinyal dalam dimensi spasial ketiga perlu dibatasi ini dilakukan dengan secara selektif mengeksitasi spin-spin yang berada dalam irisan tertentu dari jaringan di dalam volume pencitraan saja. Untuk itu, dibangkitkan suatu gradient pada sebuah sumbu yang tegak lurus pada bidang irisan yang dipilih, yang meyebabkan suatu variasi linier dari frekuensi resonansi yang berpotensial sepanjang sumbu tersebut (gambar 21) masukan dari energy RF yang terdiri dari rentangn sempit dari frekuensi (AF) mengeksitasi hanya spin-spin sepanjang sumbu pilihan irisan yang resonansinya terkait dengan frekuensi yang berada dalam RF. Sesudah pulsa RF, gradient irisan pilihan dihentikan (turned off) dan sinyal-sinyal yang berasal dari irisan yang dipilih dapat dideteksi.
            Secara kuatitatif, tabel irisan yang dieksitasi dalam cm dikaitkan dengan amplitude gradient (Gj) dan lebar pita RF (AF).
            Sebagai contoh misalkan bahwa tanpa suatu gradient semua proton mengalami resonansi pada 64.000 MHz dan RF mencakup rentangan dari 64.001 Mhz hingga 63.999 MHz. lebar pita RF (AF) adalah
0,002 MHz = 2000 Hz
Jika suatu amplitudo gradien sebesar 0,5 Gauss/cm diberikan dan pulsa RF dipancarkan tebal dari irisan yang diekssitasi
            Jika dipilih irisan yang lebih tipis dua pilihan akan muncul dari persamaan (6) (a) lebar pita RF harus berkurang, atau (b) amplitude gradien harus bertambah.
Misalkan suatu irisan telah dieksitasi. Tetapi irisan yang mana? Dan pada sepanjang lokasi mana sumbu gradient seperti telah dibahas. Lilitan gradient dibuat sedemikian rupa sehingga titik nol gradient adalah pusat magnetic dari magnet. Ini berarti untuk salah satu dari ketiga gradient dengan sembarang amplitude Bo pada tidak berubah sepanjang sumbu yang tertentu. Gradient menyebabkan suatu penambahan linier Bo pada satu sisi dari isocenter dan suatu pengurangan linier Bo dengan membesarkan jarak dari sisi lain isocenter.
Sekarang lokasi irisan yang tereksitasi dapat ditentukan karena frekuensi tengah dari RF (f0) sama dengan frekuensi resonansi proton dalam keadaan tiadanya gradient dan karena pada isocenter tidak ada perubahan bila gradient dihidupkan irisan yang tereksitasi tersebut berlokasi pada isocenter 0,47 cm.
Namun demikian, masih timbul masalah lain. Bagaimana kita dapat mengeksitasi secara selektif irisan yang off- isocenter. Ada dua lagi pilihan (a) mengubah posisi titik nol dari gradient irisan pilihan terhadap isocenter atau (b) mengubah frekuensi tengah RF ke nilai yang sesuai dengan frekuensi resonansi yang dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari frekuensi resonansi proton tanpa gradient. Pertimbangan praktis membuat kita untuk mengambil piliha kedua metode menjauhkan irisan dari isocenter juga mudah untuk pengujian kuantitatif. Jika tebal irisan amplitude gradient dan lebar pita (f) yang sama seperti contoh atas berlakukan, maka perubahan yang diperlukan untuk frekuensi tengah (Fo).
Dengan offset adalah jarak dari isocenter untuk pusat dari irisan yang dipilih. Sebagai contoh jika lokasi irisan yang dipili adalah +3,76 cm dari isocenter, maka frekuensi tengah RF berubah sebesar,
Jika kita dapat menguji irisan yang tereksitasi dan profil tepinya bagaimana kelihatannya? Kita dapat memperkirakan bahwa irisan itu mungkin berupa persegi panjang namun perlu diperhatikan adanya kemungkinan yang lain. Perlu dijamin bahwa flip angle seragam melintasi irisan. Jika RF pada frekuensi = Fo on untuk beberapa periode waktu dan kemudian off flip angle tidak akan sama pada semua kedalaman irisan (gambar 22) flip angle yang tidak homogeny melintasi irisan merupakan akibat dari variasi amplitude RF pada frekuensi-frekuensi yang berbeda (kedalaman irisan). Sekarang kita dapat melihat bahwa pernyataan terdahulu mengenai RF yang mencakup suatu rentang frekuensi ada sejumlah daya masukan RF yang sama untuk semua frekuensi di dalam F dan tidak ada daya di luar rentang ini.
Transform fourier dapat menunjukan solusi dari masalah ini. Perhatikan, dalam gambar 22a, pulsa persegi panjang dari RF merupakan deskripsi dari amplitude melawan waktu. Sedangkan plot yang bersesuaian daridistribusi daya RF apakah amplitude melawan frekuensi pada hakekatnya FT dari suatu pulsa persegi panjang merupakan sebuah kurva yang didefinisikan oleh semacam fungsi sinar x yang dinamakan bentuk gelombang “sinc”. Menurut sifat resiprok antara domein waktu dan domein frekuensi. Solusi yang disarankan adalah seperti dilukiskan pada gambar 22 b , jika dipilih suatu profil dari domein frekuensi yang persegi panjang maka FT dari sebuah persegi panjang yaitu bentuk sinc adalah deskripsi domein waktu yang diperlukan dari pulsa RF karena itu dalam praktek pulsa RF dengan frekuensi = Fo dikalikan dengan bentuk gelombang sinc sebelum pengiriman pulsa ke lilitan RF magnet.
Pengkodean Frekuensi
            Pembahasan berikut adalah pengkodean informasi citra didalam tulisan yang tereksitasi informasi citra yang dilihat sebenarnya amplitude dari sinyal MR yang berasal dari berbagai lokasi dalam irisan. Dua proses yang berbeda digunakan untuk mengkode kedua dimensi tersebut yang dinamakan pengkodean frekuensi encoding, dan pengkodean..
Metode yang umum untuk memperoleh informasi spasial sepanjang salah satu sumbu dari bidang citra ditunjukan pada gambar 23a. di tinjau dari segi kepekaan, akan lebih baik membuat penerima dalam keadaan on hanya selama adanya echo, dan membuat pusat dari bentuk echo ditengah jendela akuisisi ini. Digabungkan dengan seleksi irisan tidak akan memberikan informasi tentang distribusi spin-spin dalam irisan, karena semua posisi akan beresonansi pada frekuensi yang sama.
            Penempatan suatu gradient sepanjang salah satu dari dua sumbu utama bidang citra selama periode on dari penerima, menyebabkan sinyal yang diterima merupakan suatu pola interferensi yang berasal dari berbagai frekuensi perputaran spin-spin sepanjang sumbu gradient. Oleh karena itu, proses ini dinamakan pengkodean frekuensi. Gradient tersebut kadang-kadang disebut gradient baca, gradient pembacaan atau gradient pengkodean frekuensi. Transfom fourier dari sinyal yang diterima dengan adanya gradient baca merupakan sebuah citra dari proyeksi irisan ke sumbu gradient baca.
            Jika hanya pulsa gradient baca yang muncul pada gradient tersebut, ada kemungkinan terjadinya dephasing echo yang rawan dan kehilangan dephaser juga diberikan sepanjang sumbu pengkodean frekuensi. Dalam hal ini, luas pulsa gradient dephaser adalah setengah luas pulsa gradient baca. Dephaser akan mengubah fasa dari magnetisasi transversal dengan suatu nilai yang sebanding dengan posisi sepanjang sumbu.
Rincian dari prosedur pengkodean frekuensi memberikan medan pandangan sepanjang sumbu.  denagn Gf adalah amplitudo frekuensi, dan Bw adalah lebar-pita penerima.Persaman (8) diturunkan langsung dari persaman larmor.Perlu diperhatikan, lebar-pita penerima tidaklah sama dengan lebar-pita RF walaupun hubungan antara berbagai besaran dalam kedua pengertian itu mempunyai analogi yang dekat. Untuk memahami lebar-pita penerima serta peranannya dalam menentukan FOV, perlu ditelaah cara kerja penerima MR dan memeriksa rincian dari digitasisinyal
Dalam piranti penerima, sinyal RF yang dating dikonversi ke frekuensi yang jauh lebih rendah ( AF ) yang merupakan perbedaan antara RF yang dipancarkan dan yang diterima. Perbedaan sinyal ini di-digitasi dengan mengambil samping tegangan dari sinyal dalam interval-interval yang diskrit dan menyatakan tegangan-tegangan ini sebagai bilangan-bilangan digital untuk kemudian diproses oleh komputer  (gambar 24). Teori samping menyatakan bahwa untuk memperoleh representasi digital yang benar dari frekuensi bentuk gelombang sinusoidal,kita perlu mengambil sampel bentuk gelombang paling sedikt dua kali per siklus.
Dengan demikian,laju pengambilan sampel sinyal menentukan frekuensi  maximum yang dapat ditaksirkan dalam sinyal.Frekuensi maximum ini dinamakan frekuensi Nyquist. Frekuensi-frekuensi sinyal yang lebih tinggi dari frekuensi nyquist akan menampilkan bentuk digital yang menyimpang,dan akan memberikan akibat yang sama dengan frekuensi-frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi nyquist. Ekses frekuensi ini merupakan penyebab dari ‘’wrap-aroung artatastik.Rentang efektual dari frekuensi yang dapat di- deteksi diatur oleh laju digital sampling yang selanjutnya ditentukan oleh banyaknya titik-titik pada sinyal yang di-gitasi lamanya waktu penerima dalam keadaan on jadi.
            BW = NF/T
Dengan Nf adalah banyak titik-titik komplek yang simple dan T adalah waktu sepling.
Sebagai contoh, dalam sistem signa. Ukuran matrik yang tersedia menggunakan Zb6 titik-tiik komplek dalam dimensi pengadaan urikuensi dan lamanya jendela akuinsensi o ms lebar pita penerima adalah,
            BW = 256/0,008 = 32. 000 Hz
Dengan mudah dapat dilihat bahwa resolusi spasial sepanjang sumbu prinsip harus dihubungkan dengan gerak yang diserap dalam dimensi citra dan jumlah titik-titik data yang menggambarkan dimensi tersebut. Dari persamaan, dapat diturunkan ukuran sepanjang sumbu pengkodean frekuensi.
Daktor dua yang dikenal dalam definisi dari ukuran pixel berasal dari kenyataan bahwa setengah dari titik-titik setelah transform fourier hanya memberikan tambahan informasi fasa. Persamaan menunjukan bahwa ada dua cara yang dipilih untuk mempertinggi resolusi :
a)       Memperbesar Gf yang menyebabkan berkurangnya FOVf, atau
b)       Memperbesar Nf dan T oleh suatu factor yang sama dengan BW dan FOVf tidak berubah.
Pengkodean Fasa
            Proses pengkodean frekuensi, setelah transform fourier, memberikan suatu proyeksi citra ke bidang baca. Menurut konsep dalam transformasi fourier, ada tiga unsur informasi yang tetap, yaitufrekuensi, amplitude dan fasa.
            Gambar 25 menunjukan suatu deretan pulsa citra 2D yang lengkap. Hanya ada ssatu tambahan pada deretan pulsa jika dibandingkan dengan apa yang dibahas sebelumnya, yaitu pulsa gradient tunggal pada sumbu gradient ketiga (sumbu pengkodean fasa).karena gradient pengkodean fasa ini tidak dalam keadaan on dalam jendela akuisisi, gradient ini tidak dapat dipengaruhi frekuensi yang terdeteksi. Namun, perubahan fasa dari magnetisasi transversal akibat pulsa gradient ini akan tersimpan dalam bentuk memori fasa. Perubahan fasa yang diinduksi sebanding dengan amplitude dan lamanya waktu gradient dikalikan posisi spin-spin sepanjang sumbu tersebut.
            Implementasi dari pengkodean fasa dilakukan sebagai berikut. Deretan pulsa yang lengkap dimunculkan berulangkali (misalnya 128 atau 256 kali) dan sinyal-sinyal yang dihasilkan disimpan secara terpisah. Yang diubah-ubah dari satu akuisisi ke akuisisi berikutnya hanya amplitude dari gradient pengkodean fasa, yang dilakukan secara bertahap. Transfom fourier terpisah dari masing-masing set data ini memberikan satu kumpulan proyeksi pada sumbu baca. Proyeksi-proyeksi ini bertahap akan identic satu dengan yang lain menurut frekuensi tetapi fasanya berlainan.
            Dalam CT dengan sinar-X, pengumpulan suatu set data yang semuanya adalah proyeksi-proyeksi pada sumbu yang sama akan menjadi latihan yang mudah. Namun, jika kita harus memilih suatu posisi tertentu pada salah satu dari data MRI ini dan kemudian mengikuti fasa pada titik yang bergerak dari data ke data, kita harus memperhatikan adanya variasi. Variasi ini adalah suatu pola interferensi yang lain. Dengan mengikuti sebuah titik yang lain dari data ke data memberikan pola interferensi yang berlainan. Karena perbedaan dalam deretan pulsa dari data ke data hanyalah amplitude gradient pengkodean fasa, pola interferensi yang harus diperhatikan menunjukan jumlah beda fasa sepanjang sumbu pengkodean fasa. Himpunan FT yang lain juga di tunjukan.
            Suatu himpunan data yang terdiri dari titik pertama dari setiap proyeksi dikonstruksi dan ditransformasi dengan FT seperti diperlihatkan paa gambar 26. Himpunan data lainnya disusun dari titik kedua pada setiap proyeksi, ditransformasi dan disimpan secara terpisah. Kemudian dilakukan untuk semua titik-titik ketiga dan selanjutnya. Hasilnya merupakan suatu plot 3 D dari amplitude sinyal terhadap lokasi pada sumbu pengkodean frekuensi dan fasa. Dengan mengkonversi amplitude-amplitudo tersebut ke skala keabuan, akan diperoleh citra dari irisan.
            Selanjutnya kita meninjau pengkodean fasa secara kuantitatif. Suatu himpunan data yang terbentuk dengan mengambil titik data yang sama dari setiap himpunan pengamatan menyatakan suatu sampling digital yang diskrit dari suatu pola interferensi. Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang sama dari teori sampling.

PENCITRAAN IMAGING DIAGNOSTIK
MELALUI MAGNETIK RESONANCE IMAGING
Pendahuluan
            MRI atau magnetic resonance imaging adalah suatu teknik pencitraan yang berdasarkan pada efek fisika dengan prinsip resonansi magnetic ataom.
            Berbeda dengan pencitraan yang menggunakan sinar-X, yang mengakibatkan radiasi dengan tingkat enerfi yang tinggi, sehingga terjadi ionisasi pada tubuh.
            Pada MRI tubuh dimasukan kedalam suatu medan magnet, dan dirangsang (exited) oleh sinyal RF ( radio frequency), karena sebagian besar tubuh kita terdiri dari zat cair atau hydrogen, maka frekuensi sinyal RF yang diberikan disesuaikan dengan kuat medan magnet dan radio giromagnetik atom hydrogen rangsangan sinyal RF akan menyebabkan atom hydrogen tersebut beresonansi dan mnyerap sebagian energy dari sinyal RF yang diberikan. Pada saat sinyal RF tersebut dihentikan, atom hydrogen akan melepaskan kembali energy tersebut dengan cara mengeluarkan sinyal RF, yang sinyalnya diterima oleh suatu antenna khsusu dan dengan bantuan computer sinyal yang diterima diolah dan direkonstruksi, sehingga akan dihasilkan suatu citra berdasarkan kerapatan atom hydrogen tubuh.
Riwayat Penemuan MRI
            Bermula pada tahun 1949 Felix Bloch (1905-1984) seorang ahli fisika (Stanford University) yang menerangkan teori tentang perilaku atom yang mirip magnet kecil.
            Penemuan serupa juga terjadi pada saat yang bersamaan ditempat yang berbeda oleh Edward Purcell (Harvard University).
            Kedua orang tersebut memenangkan hadiah Nobel bersama untuk Fisika pada tahun 1952. Penemuan mereka tentang induksi inti atom tersebut dikenal dengan teori NMR (Nuclear Magnetic Resonance).
Pada akhir decade 1960, ahli fisika Raymond Damadian yang sedang melakukan spektroskopi NMR, menemukan bahwa jaringan malignant memebrikan spectrum yang berbeda dengan jaringan normal, dan kemudian parameter-parameter NMR berbeda untuk jaringan normal dan malignant.
            Pada tahun 1974, Damadian berhasil membuat citra NMR suatu tumor pada tikus secara kasar, dan pada tahun 1976 beliau berhasil membuat citra tubuh dengan waktu yang diperlukan selama 4 jam.
Dalam periode yang sama, Paul Lauterbur bergabung dalam penyelidikan yang serupa, dan kemudian memberikan hasil kita kenal sekarang dengan MRI.
Prinsip Dasar MRI
            Dalam keadaan tanpa medan magnet, inti atom dengan jumlah proton atau neutron yang ganjil, seperti H, P, Na dsb. Akan berputar pada prosesnya sendiri atau disebut Spin.
            Inti atom yang berputar tersebut akan menimbulkan efek listrik disekitar sumbu putarannya, dengan kata lain menginduksi suatu medan magnet yang lemah. Karena itu inti atom tersebut mempunyai momen magnetic.
            Pada gambar 1.2 memperlihatkan seseorang dalam keadaan normal. Proton atom hydrogen yang merupakan bagian terbanyak didalam tubuh (sekitar 80%) berperilaku bagaikan magnet-magnet kecil. Dalam keadaan tanpa medan magnet, arah kutub magnet adalah acak, sehingga kuat magnetisasi adalah nol.
Keadaan Inti Atom Pada Saat Diberikan Medan Magnet
            Jika tubuh pasien di letakan pada tempat yang ada medan magnet yang kuat, aka nada momen magnetic dari masing-masing inti atom atau di sebut di poles yang mengarah pada medan magnet  tersebut, seperti pada gambar 1.3 simbol untuk medan magnet utama adalah Bo. Kekuatannya dinyatakan dalam tesla (T). dengan memberikan medan magnet luar yang kuat Bo tubuh pasien menjadi terpolarisasi dengan kuat magnetisasi M dan pasien bagaikan magnet dengan dua kutub (utara dan selatan).
Precessing
            Pada saat tubuh pasien berada dalam medan magnet yang kuat, ada gerakan berputar pada inti atom yang berputar pada porosnya sendiri (spin), gerakan tersebut disebut precession. Poros gerakan processing dari semua spin yang terjadi akan mengarah paralel atau berlawanan (inti parallel) terhadap medan magnet luar yang diberikan. Secara keseluruhan aka nada kuat magnetisasi Mz yang merupakan jumlah dari seluruh inti atom yang ada, yang searah dengan sumbu z.
Resonansi
            Bila kita diberikan suatu pulsa RF melalui suatu antenna, yang frekuensinya sama dengan kecepatan sudut perputaran spin, dengan arah vertical terhadap medan magnet luar tersebut. Atom tersebut akan terangsang untuk menyerap energy, sehingga terjadi resonansi yang mengakibatkan sudut processing semakin besar. Fenomena tersebut dikenal dengan NMR (Nuclear Magnetic Resonance).
            Formula dasar yang digunakan pada MRI adalah persamaan Larmor. Dalam persamaan larmor terdapat hubungan antara kuat medan magnet dengan frekuensi processing (omega) melalui (gamma), yang nilainya tergantung pada karakteristik inti atom yang diselidiki.
            Untuk atom hydrogen rasio giromagnetiknya adalah 42,6 MHz/T, sehingga frekuensi processing yang digunakan pada medan magnet yang kuatnya 1 tesla (=10000 Gauss) adalah 42,6 MHz.
            Penggunaan MRI dalam bidang kedokteran lebih menitik beratkan pad hydrogen dengan inti atomnya proton, karena merupakan unsur yang terbanyak didalam tubuh.
            Dengan memberikan pulsa RF yang resonansi, keadaan energi masing-masing proton dapat berubah, sudut processing proton tersebut akan menyimpan kearah sumbu Z negative, sehingga kuat magnetisasi Mz berubah menjadi negative.
            Sesaat setelah pulsa RF tersebut dihentikan, proton-proton akan kehilangan energy yang diserap sebelumnya, dan arah processing akan berubah kembali ke keadaan positif. Keadaan tersebut dikenal dengan nama relaksasi.
            Bila kita gunakan suatu antenna khusus pada saat proton sedang relaksasi akan timbul arus listrik yang diinduksikan oleh proton, arus listrik tersebut merupakan sinyal RF yang dipancarkan dari tubuh pasien. Sinyal tersebut dikenal dengan nama Free Induction Decay (FID), dan merupakan osilasi harmonic frekuensi larmor yang intensitasnya mengecil.
Pulsa RF
            Besar sudut processing tersebut tadi tergantung dari lama pulsa dan intensitasnya pulsa RF yang diberikan. Pulsa RF yang mengakibatkan sudut processing menjadi 900 dan pulsa 1800.
            Jika kita beri pulsa RF yang sama seperti pulsa 900, tetapi dengan intensitasnya 2 kali lebih besar maka sudut processing akan menjadi 1800.
Relaksasi Lungitudinal dan Transversal
            Telah dijelaskan tadi, relaksasi adalah proses berkurangnya energy pada proton-proton (setelah pulsa RF dihentikan) dan kembali ke keadaan seimbang dengan arah kuat magnetisasi kembali ke arah sumbu Z positif.
            Ada dua keadaan relaksasi, yaitu relaksasi longitudinal dan relaksasi transversal.
            Relaksasi longitudinal adalah proses saat kuat magnetisasi kembali kearah sumbu Z. sedangkan relaksasi transversal adalah proses dengan kuat magnetisasi yang menyebar pada bidang XY.
Waktu Relaksasi Lungitudinal
            Waktu relaksasi longitudinal dinyatakan dengan Ti, adalah kecepatan berkurangnya energy proton sampai 63% (1-1/e, w=2,7183) dari energi pulsa RF yang diserap. Dengan kuat medan magnet 1.0 T (=10.000 Gauss) waktu T1 untuk air murni adalah sekitar 2500 mS (=2,5 detik), T1 untuk air murni adalah sekitar 100 mS dan untuk CSF (Cerebral Spinal Fluid) sekitar 2000 mS, sedangkan untuk jaringan yang rusak umumnya akan lebih lama T1-nya.
            Umumnya pada gambar MRI dengan T1-weighted, jaringan dengan T1 yang pendek akan tampak putih, sedangkan jaringan dengan T1 yang lama akan tampak gelap.
Dengan membuat grafik kuat magnetisasi Mz terhadap T1, maka Mz makin lama akan makin mendekati Mo (keadaan simbang).
Waktu Relaksasi Transversal
            Waktu relaksasi transversal dinyatakan dengan T2 adalah kecepatan berkurangnya kuat magnetisasi yang menyebar dibidang XY sampai 63%. Dengan kuat medan magnet 1 tesla, waktu T2 untuk air murni seperti T1, yaitu sekitar 2500 mS. Sedangkan untuk fat sekitar 300 mS.
Waktu relaksasi transversal disebut juga waktu relaksasi spin-spin. Pada umumnya pada gambar MRI dengan T2 weighted, jaringan dengan T2 yang lama akan tampak putih, sedangkan jaringan dengan T2 yang pendek akan Nampak gelap.
Urutan Pulsa RF
            Untuk mendapatkan sinyal NMR, perlu dipancarkan pulsa RF yang kuat pada frekuensi larmor kedalam tubuh pasien, kemudian menerima sinyal yang lemah yang dipancarkan kembali oleh tubuh pada frekuensi yang sama.
            Perlu diatur antara pemancar dan penerima pulsa RF agar bekerja bergantian, pengaturan pulsa RF tersebut urutan pulsa RF (RF pulse sequence).
            Ada beberapa teknik pengaturan urutan pulsa RF, misalnya Spin Echo (SE), Inversion Recovery (IR), Field Echo (FE), dsb.
            Sinyal echo (NMR) didapat setelah diberikan rangsangan pulsa RF 90 dan 180, dan untuk pemilihan slice berikutnya diberikan pulsa RF 90 dan seterusnya. Jarak waktu rangsangan pulsa RF dengan sinyal echo disebut TE (echo time), urutan pulsa tersebut diulang dengan internal tertentu yang disebut TR (repetition time). Keuntungan method tersebut adalah kuat sinyal (M) yang didapat tidak dipengaruhi oleh homogenitas medan magnet utama.
            Dalam hal ini kuat sinyal M tergantung pada TR dan TE sedangkan No T1 dan T2 tergantung pada jaringan yang dilihat. Keuntungan yang didapat adalah perbandingan sinyal terhadap noise atau SNR (sinyal to noise ratio, S/N) yang tinggi.
            Pada IR, mula-mula diberikan RF 180 untuk membalikan spin, kemudian diberikan pulsa RF 90 dan 180 untuk mendapatkan sinyal echo dengan kata lain method IR mirip dengan SE, namun sebelumnya diberikan pulsa RF 180.
Pemilihan Posisi Slice
            Dengan memberikan pulsa RF pada medan magnet utama dengan medan magnet gradient Gz, maka ada bagian tertentu pada bidang yang tegak lurus terhadap medan magnet gradient Gz akan memenuhi kondisi resonansi dan tergantung oleh pulsa RF yang diberikan sehingga kita bisa mendapatkan informasi pada bidang tersebut.
            Medan magnet gradient adalah suatu medan magnet kedua yang dibangkitkan hanya pada saat tertentu, medan magnet gradient tersebut arahnya sama dengan medan magnet utama namun dengan intensitas yang jauh lebih kecil.
            Ada tiga macam medan magnet gradient Gx, Gy dan Gz yang digunakan dengan intensitasnya berbeda dalam tiga arah koordinat x, y dan z. untuk arah lainnya didapt dengan mengkombinasikan ketiga medan magnet gradient tersebut.
Rekonstruksi Gambar
            Telah dijelaskan tadi, bahwa dengan antenna khusus pada saat proton sedang relaksasi, kita bisa mendapatkan sinyal RF yang dipancarkan dari tubuh pasien yang disebut FID.
            Pada, intensitas sinyal NMR digambarkan sebagai fungsi dari waktu, FID tersebut dinyatakan secara matematis sebagai bentuk sinusional dengan intensitas yang berubah (mengecil).
            Dengan melakukan transformasi berdasarkan operasi matematis cara fourier transformation (FT) pada FID, hasilnya akan menjadi seperti suatu spectrum NMR.
            Spectrum NMR tersebut merupakan gambar intensitas sinyal terhadap frekuensi (Hz), dan puncak cari spectrum NMR menyatakan suatu karakteristik dari satu jaringan yang diamati.
            Jika pada medan magnet utama tersebut kita berikan suatu medan magnet gradient yang bidangnya bisa diatur (dalam bidang X, Y dan Z) tergantung pada irisan/potongan tubuh yang mana kita kehendaki (transversal, coronal atau sagittal). Maka kita akan mendapatkan suatu spectrum NMR sesuai dengan potongan tubuh tadi.
            Dengan medan magnet gradient B1 yang kuat medan magnet jauh lebih kecil daripada medan magnet utama, akan terjadi perbedaan kuat medan magnet diluar potongan tubuh yang dipilih, sehingga ada bagian yang lebih kecil dari frekuensi larmor dan adapula yang lebih besar dan tepat pada potongan tubuh yang dipilih resonansi frekuensi larmor.
            Dengan bantuan computer untuk melakukan transformasi fourier untuk berbagai proyeksi, dan kemudian di rekonstruksikan ke dalam layar monitor, maka akan terbentuklah gambar yang merupakan hasil dari pencitraan resonansi magnetic.
            Salah satu cara yang sering digunakan adalah method transformasi dourier 2 dimensi, data didapat dengan memberikan pulsa RF 90 dan 180 yang diulang-ulang menurut jumlah makstrik dan arah phasanya, sehingga gambar didapat dengan melakukan transformasi fourier dari data yang didapat dua kali ke dalam arah lateral dan longitudinal.
PARAMETER-PARAMETER MRI
            Pada MRI, ada banyak parameter yang sangat mempengaruhi kualitas ganbar dan diagnose. Secara garis besar, parameter MRI dapat di bagi jadi 2 macam, yaitu parameter instrisik dan parameter extrinsic.
Perameter Intrisic :
Parameter tsb tidak dapat di atur oleh operator, parameter tersebut adalah :
1.        Medan magnet utama : kuat medan magnet utama dan homogeniatasnya sudah tertentu pada spesifikasi pesawat tersebut.
2.        Praton density ( PD), T1, T@ jaringan tubuh
Praton density : di gunakan untuk mengukur konsentrasi proton hidrogen dalam suatu jaringan, jaringan yang konsentrasi protonnya tinggi akan menberikan sinyal lebih besar atau gambar lebih putih. Misalnya pada tulang yang konsentrasi protonnya kecil akan menghasilkan gambar yang hitam, sedangkan pada jaringan lain seperti panoreas, spleen, darah dan syaraf, dan flat yang konsentrasi protonnya tinggi akan menghasilkan gambar yang putih.
Gambar T1 : dari hasil experiment, teryata waktu relaksasi T1 untuk berbagai jaringan tidak sama, tercapainya relaksasinya T1 menyebabkan kuat mengatasi jaringan mencapai maksimum, sehinggga gambar pada monitor akan menjadi putih. Jadi dengan memilih parameter T1 tertentu, kita dapat memberikan berbagai jaringan dengan membedakan intensitas gambar.
Gambar T2 : menyatakan proses saat proton melepaskan energinya (setelah pulsa RF dihentikan), dan kuat magnetisasi akan kembali menjadi nol. Waktu T2 relatif lebih lama dari T1 dan T2 untuk berbagai jaringan juga berbeda.
3.        Gerakan fisiologi seperti aliran darah, aliran CSF, dan gerak pernafasan.
4.        Chemical Shift, yaitu perbedaan frekuensi resonance suatu jaringan, umumnya antara air dan lemak (fat).
5.        Dimensi jaringan yang diamati dan jaringan yang berdekatan dengan jaringan yang diamati.
Parameter Extrinsic
            Parameter tersebut dapat diatur oleh operator dan parameter extrinsic tersebut dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
1.        Parameter Numerik
TR, TE/MTE, BANDWIDTH (frekuensi sampling), MATRIX, MAT, ECD, NEX, WIDHT, PITCH, (dengan gap atau contiguous) , FOV, (P, F ) , Adjustment centre Frequency Ho , Tip angle ( Sudut balik ) pulsa RF.
2.        Parameter Non-numerik
I.           Pengaturan Coil RF : yaitu pemilihan Coil RF yang cocok, pengaturan letak Coil RF, orientasi bidang pencitraan dan tuning RF.
II.          Penggunaan gating (ECD, respirasi atau pulse)
III.        Pemberian kontras (Gd-DPTA)
IV.      Urutan Pulsa (Pulse Squence) RF yang digunakan
V.       Pengaturan Width dan Level display pada monitor.
Factor-faktor yang menentukan Kualitas gambar MRI
            Beberapa factor yang menentukan kualitas gambar MRI adalah :
1.      CNR (contrast to noise ratio) adalah perbandingan antara kontras terhadap noise, atau perbedaan/kontras antara dua jaringan yang berbeda.
2.      SNR (signal to noise ratio) adalah perbandingan sinyal terhadap noise, sinyal yang diterima tergantung pada besar voxel, dan jumlah matrikc.
3.      Spetial resolution adalah kemampuan untuk mengidentifikasikan objek padat yang kecil, seperti microcalcification. Spatial resolution tergantung pada kuat medan magnet utama dan gradient, serta computer untuk menerima data serta menampilkan pada monitor dalam suatu matiks tertentu (misalnya monitor dengan matriks 512x512) akan menentukan berapa ukuran terkecil satu pixel, serta FOV (field of view) atau besar ukuran yang hendak dilihat dalam satu scan.
4.      Scan atau imaging time adalah waktu yang diperlakukan untuk satu scan, waktu satu scan tergantung pada TR, jumlah matriks dan jumlah excitation.
5.      Artifact adalah cacatnya gambar yang diakibatkan sesuatu gangguan, misalnya pemilihan parameter yang tidak cocok, gerakan pernafasan, gerakan aliran darah, atau pasien yang bergerak.
Semua parameter-parameter tersebut ditentukan/diatur oleh operator tergantung pada tujuan pencitraan yang dikehendaki, yaitu informasi untuk diagnistik yang bagaimana yang diminta (misalnya pathology yang diperkirakan dan kontras gambarnya, posisi besarnya luka).
Dari pembahasan tersebut, jelas bahwa banyak sekali parameter MRI yang saling mempengaruhi, untuk mendapatkan kualitas gambar yang baik, pengetahuan dasar tentang MRI sangat mutlak diperlukan.
KONFIGURASI PESAWAT MRI 
Konfigurasi pesawat MRI pada dasarnya terdiri dari :
1.        Gantry
2.        Console
3.        Data Processing Unit
1.        Gantry
            Gantry merupakan magnet utama untuk membangkitkan medan magnet statis dan didalamnya terdapat kumparan (coil) gradient untuk medan magnet gradient, serta kumparan RF untuk mengirim (transmission) dan menerima (receiving) sinyal frekuensi tinggi (RF).
Ada tiga macam magnet utama, yaitu tipe magnet permanen, magnet resistive, dan magnet superkonduktor.
a.        Magnet Permanen
                   Kuat magnet permanen untuk MRI yang dapat dibuat sampai saat ini terbatas sampai 0,3 tesla (dibuat oleh fonar corporation dengan beratnya sekitar 90 ton), bahan magnet permanen tersebut dibuat engan sifat ferromagnetic yang terdiri dari campuran bahan tertentu dengan keramik, contoh yang sering kita jumpai pada speaker, jarum kompas dis.
                   Perbedaan pokok antara magnet permanen dengan magnet resistive atau superkonduktor adalah orientasi vector medan magnet. Pada medan magnet permanen, medan magnet mengurus tubuh secara transversal melalui kedua muka kutub magnet. Sedangkan pada magnet resistive atau superkonduktor, medan magnet menembus tubuh secara longitudinal.
b.       Magnet resistive
                   Magnet resistive dibuat berdasarkan arus listrik yang dialirkan pada kawat dan medan listrik akan timbul disekitar kawat tersebut. Magnet resistive memerlukan daya listrik yang besar untuk menghasilkan medan magnet yang kuat, dan mengeluarkan panas. Bahan yang digunakan adalah logam konduktor seperti alumunium atau tembaga, kuat medan magnet yang ada dipasarkan umumnya sampai 0,2 tesla.
c.        Magnet Superkonduktor
                   Pada prinsipnya magnet superkonduktor sama seperti magnet resistive, yaitu dengan mengalirkan arus listrik pada kawat, resistansi atau tahanan kawat sebanding dengan temperature  absolute bahan tersebut, dengan mendinginkan. Kawat tersebut sampai mendekati temperature absolute (dalam derajat kelvin), resistansi kawat akan menjadi nol atau disebut superkonduktor, sehingga sekali kawat tersebut dialirkan listrik (energized) maka arus listrik tersebut akan mengalir selamanya didalam kawat tersebut.
                   Temperature untuk tercapainya superkonduktivitas antara berbagai logam tidak sama, untuk MRI dipilih logam konduktor dengan temperature kritisnya yang tinggi, seperti campuran niobium-titanium yang dapat menjadi superkonduktor pada temperature antara 10-20 derajat kelvin.
                   Pada tahun 1987 telah ditemukan bahan superkonduktor dengan campuran keramik dengan temperaturnya sekitar 100 derajat kelvin, sehingga cukup diinginkan dengan nitrogen cair yang murah. Seandainya dapat diproduksi massal dan dipergunakan untuk MRI, maka biaya operationalnya dapat ditekan lebih murah.
                   Magnet superkonduktor menggunakan helium cair sebagai pendingin (L-He) dengan temperaturnya 4,2 derajat kelvin atau -269 derajat celcius.
                   Keuntungan dengan menggunakan magnet superkonduktor adalah kuat medan magnet yang besar, dengan homogenitas dan kesetabilan yang tinggi, sehingga didapat gambar dengan rasio S/N (perbandingan sinyal terhadap noise) yang besar. MRI superkonduktor yang ada dipasarkan kuat medan magnetnya antara 0,5 tesla sampai 2,0 tesla.
d.       Kumparan Gradien
                   Selain magnet utama, terdapat magnet gradient yang digunakan untuk membangkitkan medan magnet gradient. Magnet gradient tersebut menggunakan kumparan (coil) gradient untuk membangkitkan medan magnetnya, kumparan tersebut adalah kumparan resistive yang berada didalam lubang gantry.
                   Ada tiga pasang kumparan gradient, yaitu gradient X, gradient Y dan gradient Z.
                   Dengan mengkobinasikan gradient X, Y dan Z akan dihasilkan vector medan magnet gradient, sehingga kita dapat memilih lokasi bidang pencitraan yang dikehendaki, misalnya transversal, sagittal atau coronal. 
2.        DATA PROCESSING UNIT
Data Processing Unit terdiri dari computer utama, keasurement Control Unit dan gradient power supply unit.
Computer utama mengatur semua proses keseluruhan sistem MRI, yaitu mengatur protocol scan (pemilihan parameter), urutan pulsa RF, menerima sinyal RF, merekonstruksi gambar, serta menyimpan gambar kedalam disk (memory).
Measurement control unit terdiri dari dua bagian, yaitu measurement control system dan high grequency system.
Bagian measurement control system mengakibatkan bentuk gelombang (waveform) untuk medan magnet graien yang optimum, serta mengatur timing untuk data acquisition (penerima data) pulsa RF yang optimum.
Sedangkan bagian high frekuensi sistem mengatur pulsa RF yang dipancarkan serta memperkuat sinyal yang diterima, dan mengatur bagian auto tuning agar sinyal yang diterima optimum dan menghasilkan gambar dengan kualitas yang baik.
3.        KUMPARAN RF
Kumparan RF merupakan antenna untuk mengirim sinyal RF kedalam tubuh dan menerima kembali sinyal RF dari dalam tubuh.
Frekuensi yang digunakan tergantung pada kuat medan magnet utama, untuk magnet 1,0 tesla digunakan RF dengan frekuensi 42,8 MHz.
Kumparan RF yang kecil memiliki sensitivitas penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kumparan yang besar sehingga digunakan beberapa macam kumparan RF tergantung pada lokasi pemeriksaan tubuh, yaitu untuk body, kepala, cervival, lumbal, orbital dan lutut.
            Untuk pemeriksaan body (misalnya abdomen atau jantung) digunakan satu macam kumparan untuk mengirim dan menerima sinyal RF, sedangkan untuk pemeriksaan lainnya, digunakan kumparan body untuk mengirim sinyal RF, tetapi untuk menerimanya digunakan kumparan RF tertentu. 
4.        CONSOLE
Console merupakan bagian untuk operator dan dokter, nama dan informasi pasien dimasukkan melalui console dan pemilihan protocol serta mengatur menampilkan gambar ke layar monitor.
Selain tiga bagian tersebut diatas, masih ada bagian lain yang merupakan bagian yang terpisah dengan pesawat MRI yaitu Imager atau Multi Format Camera, yang digunakan untuk memindahkan gambar MRI dari monitor kedalam film. Ada banyak macam imager, kualitas gambar imager sangat tergantung pada adjustment imager dan kondisi gelap (developer dan fixer). Yang terbaik saat ini adalah Laser Imager yang daoat menghasilkan kualitas gambar seperti pada layar monitor.

No comments:

Post a Comment