KESELAMATAN KERJA DALAM PELAYANAN RADIODIAGNOSTIK DI LABORATORIUM RADIOLOGI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI OLEH
EDDY RUMHADI ISKANDAR
POLITEKNIK KESEHATAN JAKARATA IITH 2002
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.
Pemeriksaan
diagnostik radiologi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan kita sehari-hari, terutama didalam penatalaksanaan klinis
patient di dalam pelayanan kesehatan. Sejak ditemukannya sinar X oleh
Roentgen pada tahun 1895 dan kemudian diproduksinya peralatan radiografi
pertama untuk penggunaan diagnostik klinis, prinsip dasar dari
radiografi tidak mengalami perubahan sama sekali, yaitu memproduksi
suatu gambar pada film reseptor dengan sumber radiasi dari suatu berkas
sinar-X yang mengalami absorbsi dan attenuasi ketika melalui berbagai
organ atau bagian pada tubuh. Perkembangan
teknologi radiologi telah memberikan banyak sumbangan tidak hanya dalam
perluasan wawasan ilmu dan kemampuan diagnostik radiologi, akan tetapi
juga dalam proteksi radiasi pada pasien-pasien yang mengharuskan
pemberian radiasi kepada pasen serendah mungkin sesuai dengan kebutuhan
klinis merupakan aspek penting dalam pelayanan diagnostik radiologi yang
perlu mendapat perhatian secara kontinu. Karena selama radiasi sinar-x
menembus bahan/materi terjadi tumbukan foton dengan atom-atom bahan yang
akan menimbulkan ionisasi didalam bahan tersebut, oleh karena sinar-x
merupakan radiasi pengion, kejadian inilah yang memungkinkan timbulnya
efek radiasi terhadap tubuh, baik yang bersifat non stokastik ,
stokastik maupun efek genetik..Dengan demikian diperlukan upaya
yang terus menerus untuk melakukan kegiatan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam medan radiasi pengion melalui tindakan proteksi radiasi,
baik berupa kegiatan survey radiasi, personal monitoring, Jaminan
Kualitas radiodiagnostik. Ketaatan terhadap Prosedur kerja dengan
radiasi, Standar pelayanan radiografi, Standar Prosedur pemeriksaan
radiografi semua perangkat tersebut untuk meminimalkan tingkat paparan
radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi, pasien maupun lingkungan
dimana pesawat radiasi pengion dioperasikan.Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Jakarta II sebagai institusi
pendidikan tenaga kesehatan bidang radiologi
I.2 Tujuan
Tujuan Umum : untuk mengetahui
sejauh mana tindakan proteksi yang dilakukan oleh pengguna radiasi
pengion dalam upaya mengurangi tingkat paparan radiasi yang diterima
petugas radiasi dalam upaya pencapaian tingkat kompetensi mahasiswa. Tujuan Khusus : 1. Mampu melakukan upaya tindakan proteksi radiasi 2. Mampu mengevaluasi tindakan proteksi radiasi yang telah dilakukan3. Mampu melakukan tindakan tindakan perubahan tindakan proteksi kearah yang lebih baik efektif dan efesien.4.
Mampu patuh dan taat untuk melaksanakan standar prosedur operasional
peralatan radiasi, Standar Prosedur Kerja dengan Radiasi, Standar
pelayanan Pemeriksaan Radiografi dan Standar prosedur Pemeliharaan
Peralatan Radiologi.
I. 3 Manfaat
Untuk Pekerja Radiasi : Menjaga, memelihara, serta meningkatkan derajat kesehatan dan keselamatan kerja dengan radiasi pengion.Untuk
Pasien : Menghilangkan rasa khawatir / takut untuk dilakukan
pemeriksaan radiologi, karena merasa dirinya akan selalu mendapatkan
pelayanan radiologi yang bermutu.Untuk Perusahaan : Produktivitas Tenaga Kerja dapat dipelihara, dipertahankan dan memungkinkan untuk ditingkatkan.
I.4 Ruang Lingkup. Tulisan ini disampaikan berdasarkan tinjauan pustaka, beberapa penelitian
tentang pengaruh atau efek radiasi pengion pada tubuh manusia, baik itu
pasien, pekerja radiasi maupun lingkungan, serta pengalaman penulis
selama bekerja sebagai pekerja radiasi di Instalasi Radiologi Jutrusan
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Jakarta II..
PERMASALAHAN
Undang-Undang No 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran sebagai
penyempurnaaan Undang Undang No 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok
Tenaga Atom dimaksudkan agar dapat mengikuti perkembangan pemanfaatan
tenaga nuklir di Indonesia diberbagai bidang sehingga dalam
pemanfaatannya dapat menjamin keselamatan pekerja, masyarakat maupun
lingkungan hidup.Dalam pemanfatan tenaga nuklir termasuk sumber radiasi
pengion dibidang kesehatan khususnya dibidang pelayanan radiologi harus
memiliki izin dan orang tertentu yang mempunyai kualifikasi kompetensi
khusus yang telah teruji tremasuk didalamnya ahli radiografi (
Radiografer ). Hal ini disebabkan karena telah diketahui bahwa selain
banyak manfaatnya, radiasi pengion memiliki potensi bahaya bila tidak
dikelola oleh orang-orang yang profesional dibidang radiasi. Salah satu
potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pemanfaatan radiasi pengion
adalah timbulnya efek radiasi baik yang bersifat non stokastik,
stokastik dan efek genetik yang mungkin timbul akibat pekerja radiasi
mendapat paparan radiasi. Efek tersebut dapat berupa Radiation Sicknes,
penyakit keganasan sampai timbul penyakit yang timbul pada keturunannya (
akibat timbulnya efek Genetik ) yang disebkan adanya penerimaan paparan
radiasi eksterna dalam jumlah kecil namun diterima dalam jangka waktu
yang lama. Oleh USEAC ( Unirted State Energy Atomic Commision ) tahun
1960 1968 dilaporkan bahwa efek yang timbul disebabkan adanya
kecelakaan radiasi yang diakibatkan adanya kecelakaan radiasi dan secara
rinci kecelakaan tersebut disebabkan oleh :Kesalahan operator : 68
%Kesalahan prosedur : 8 %Kerusakan perlengkapan : 15 %Lain Lain : 9
%Kesalahan Operator terperinci sebagai berikut : Tidak melakukan survey
radiasi : 46 % Tidak mengikuti prosedur : 36 % Tidak menggunakan
peralatan proteksi : 6 % Kesalahan manusiawi : 6 % Kesalahan menghitung
paparan radiasi : 6 %Dari jenis kecelakaan yang terjadi antara tahun
1960 1968 ternyata jenis pekerjaan radiografi memegang rekor. Dari 152
kejadian kecelakaan ditemukan bahwa :Jenis Kegiatan Jumlah Kecelakaan
Radiografi 59 Laboratorium 44 Plant Operator 28 Perbaikan alat 12
Kedokteran 3 Pendidikan 2 Kontruksi 2 Pengangkutan 1 Tidak diketahui
1 Dari 59 kecelakaan radiografi tersebut diperoleh bahwa kesalahan diakibatkan oleh :
Kesalahan operator 40 Kegagalan prosedur 5 Kerusakan perlengkapan 13
Lain Lain 1 Dari 40 kesalahan operator diperinci sebagai berikut :
Tidak melakukan survey radiasi 29 Tidak mengikuti prosedur 6 Kesalahan
menghitung paparan 3 Kesalahan manusiawi 1 Kerusakan perlengkapan
1Dilihat dari hasil laporan tersebut ternyata bahwa tindakan atau
kejadian kecelakaan radiasi yang terbesar adalah dibidang radiografi
yang disebabkan oleh operator yang mengoperasikan peralatan / alat
sumber radiasi dan akibat tersebut yang terbesar adalah disebabkan
operator tidak melakukan survey radiasi dan tidak taat terhadap standar
prosedur yang telah ditetapkan. Pekerja radiasi di Labotorium Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi merupakan pekerja / tenaga kesehatan yang selalu
berada didalam medan radiasi pengion, karena selalu bekerja dengan
pesawat sinar-X yang merupakan salah satu sumber radiasi pengion. Dengan
demikian pekerja/tenaga kesehatan di Labotorium Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi mempunyai resiko terkena paparan radiasi selama melaksanakan
tugasnya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bidang radiolog pada mahasiswa yang melakukan praktk laboratorium untuk Mata Kuliah Teknik Radiografi Dasar i,
sehingga kemungkinan besar akan berpotensi mengalami efek akibat
pemanfaatan radiasi sinar-X. Dengan demikian timbulah permasalahan
Apakah Radiografer / Instruktur Laboratorium mampu
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan radiasi pengion .
Kerangka Teori.
Radiasi
pengion adalah radiasi radiasi yang mampu menimbulkan ionisasi pada
suatu bahan yang dilalui. Ionisasi tersebut diakibatkan adanya
penyerapan tenaga radiasi pengion oleh bahan yang terkena radiasi.
Dengan demikian banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari jumlah tenaga
radiasi yang diserap oleh bahan. Sedangkan jumlah tenaga radiasi yang
diserap tergantung oleh Intensitas dan energy yang mengenai bahan. Pada
pesawat sinar-X intensitas radiasi tergantung dari perkalinan antara
arus tabung ( mA ) dan lamanya arus tabung mengalis dalam satuan second,
sedangkan energi sinar-X tergantung dari pemakaian tegangan tabung
yaitu beda potensial antara Anoda dan Katoda dengan satuan kV.
Untuk setiap pemeriksaan radiografi selalu dipakai faktor eksposi yang
menentukan intensitas dan energy sinar-X yang akan dipakai, dan hal ini
tidak hanya tergantung dari tebal atau tipisnya organ yang akan
diperiksa tetapi juga tergantung dari densitas / kerapatan bahan
tersebut. Sehingga setiap organ apabila akan dilakukan pemeriksaan
secara radiografi perlu ditentukan terlebih dahulu pemilihan faktor
eksposi yang optimal. Salah satu terobosan penting dalam teknik
radiografi adalah ditemukannya kontak film screen system yang mampu
mengurangi beban radiasi pada pasien sebesar factor 100 jika
dibandingkan dengan direct film radiography yang kemudian dikembangkan
lebih lanjut dengan metode computer radiography maupun digital
radiography. Demikian juga kemajuan teknologi dalam produksi peralatan
X-ray atau X-ray tube yang sangat memperhatikan keselamatan radiasi pada
saat ini merupakan sisi lain dapat mengurangi beban radiasi pada pasien
secara significant dan perlu mendapat approval pengoperasiannya maupun
pengontrolan yang ketat secara teratur selama pengoperasiannya oleh
badan terkait (Bapeten). Perkembangan Ilmu dan Teknologi yang pesat pada
umumnya ditujukan untuk meningkatkan tyingkat paparan yang diterima
oleh pasen dan pekerja radiasi serta lingkungan hidup. Karena dampak
atau efek radiasi yang paling mungkin akan muncul yaitu kepada pekerja
dan pasien.
Tindakan Proteksi Radiasi.
Tindakan
proteksi radiasi yang dilakukan tentunya merupakan tindakan proteksi
radiasi terhadap paparan radiasi sinar X, jadi merupakan tindakan
proteksi radiasi eksterna, karena sumber radiasi berada di luar tubuh
manusia. Sebelum menerangkan apa yang dimaksud dengan tindakan proteksi
radiasi eksterna terlebih dahulu perlu diterangkan mengenai pengertian,
filosopi / falasah dan tujuan proteksi radiasi. Proteksi radiasi atau
fisika kesehatan dan keselamatan radiasi adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan yang perlu diberikan
kepada seseorang atau kelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya
akibat negatif dari radiasi pengion.Adapun filosofi / falsafah proteksi
radiasi adalah analisa atau perhotungan untung rugi yang harus mencakup
keuntungan yang harus diperoleh oleh masyarakat bukan hanya oleh
sesorang atau kelompok . Dengan demikian perlu diperhitungkan anatara
resiko dan manfaat dari kegiatan yang menggunakan peralatan dan atau
sumber radiasi pengion. Untuk proteksi radiasi ditentukan bahwa manfaat
haruslah jauh lebih besar daripada resiko yang mungkin diperoleh oleh
pekerja radiasi dan masyarakat. Untuk maksud tersebut filosofi /
falsafah proteksi radiasi menyatakan bahwa setiap pemanfaatan zat
radioaktif dan atau sumber radiasi pengion lainnya :Hanya didasarkan
pada azas manfaat dan justifikasi. yang berarti harus ada izin
pemanfaatan dari BAPETEN ( Badan Pengawas Tenaga Atom ).Semua penyinaran
harus diusahakan serendah-rendahnaya ( As Low As Reasonable Achievable
ALARA ) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial dan dosis
equivalent yang diterima seseorang tidak boleh melampaui Nilai Batas
Dosis ( NBD ) yang telah ditetapkan. Adapun tindakan proteksi radiasi
eksterna adalah tindakan untuk mengupayakan agar tingkat paparan radiasi
yang diterima pekerja radiasi menjadi serendah mungkin. Untuk maksud
tersebut perlu diperhatikan faktor-faktor utama proteksi radiasi yaitu :
Faktor Waktu
Besar Dosis atau tingkat paparan radiasi yang diterima seseorang yang
sedang bekerja dengan laju dosis tertentu berbanding lurus dengan lama
waktu ia berada ditempat itu.Dt = Do x t Dosis = Laju Dosis X Waktu Dt = Dosis yang diterima Do = Laju Dosis mula-mula t = Waktu Contoh :
Seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 m
Rem/minggu, berapa jam seminggu ia boleh bekerja dalam medan radiasi
dengan laju dosis 10 mRem/Jam Dari Rumus :
Dt = Do X t 100 mrem/minggu = 10 mRem / Jam X t t = 100 mRem/minggu :
10 mRem /Jam = 10 Jam / minggu Dengan demikian berarti pekerja radiasi
harus bekerja secepat mungkin bila bekerja dengan radiasi. Faktor Jarak. Paparan radiasi berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber radiasi secara matematis dapat ditulis sebagai berikut r1 x r12 = Dr2 x r22 Dr1 = Laju Dosis pada jarak r1Dr2 = Laju Dosis pada jarak r2 Dari rumus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa : Jika Jarak diperbesar 2 kali maka laju dosis menjadi 1/22 lebih kecil, demikian pula bila jarak diperkecil 2 kali maka laju dosis menjadi 22
lebih besar.Contoh :Sebuah sumber radiasi sinar x memberikan laju
dosis pada jarak 2 m dari sumber sebesar 100 mRem/Jam, berapakah laju
dosis pada jarak 4 m dari sumber radiasi.Dari rumus : Dr1 x r12 = Dr2 x r22 100 m Rem x 22 = Dr2 x 42
Dr2 = 100 mRem x 42/22
= 25 mRem
Dengan cara lain : Jarak dari sumber diperkecil dari 4 m menjadi 2 m berarti diperbesar 2 kali, maka laju dosis menjadi lebih kecil 1/ 22 ( ) dari semula.
Faktor Penahan Radiasi ( Perisai ) Proses
atenuasi sinar-X terutama apabila mempunyai berkas sinar sempit dalam
bahan pelindung sebagai bahan penyerap bersifat eksponensial . Laju
Dosis radiasi sinar-X disuatu titik setelah melalui bahan penyerap dapat
ditulis sebagai berikut :Dt = Do e-ut Dt = Dosis setelah melalui bahan penyerap Do = Dosis mula-mula e = Koefisien serap linear t = Tebal bahan penyerapUntuk
ketebalan dari suatu bahan penahan radiasi tertentu dapat menyerap
Intensitas radiasi menjadi setengah dari semula maka ketebalan bahan
radiasi tersebut dinamakan HVL Bila Dt = Do Maka rumus : Dt =
Do-eut Do = Do e-HVL = e-HVL -u.HVL = ln HVL = 0.693/uSehingga
Rumus Dt = Do e-utDapat ditulis sebagai : (093 .t ) Dt = Doe ————- HVL Dt = Do ( ) t/HVTDt = Do/ 2 t/HVTKonsep
HVL ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat tebal bahan
penahan radiasi yang diperlukan.Umpamanya :1. Untuk mengurangi dosis
menjadi setengahnya diperlukan bahan penahan radiasi setebal 1 kali
HVL.2. Untuk mengurangi laju dosis hingga 1/4 atau ( )2
diperlukan bahan penahan setebal 2 kali HVL, sedang untuk mengurangi
dosis menjadi 1/8 atau ( ) 3 diperlukan bahan penahan setebal 3 kali
HVL.Contoh :Berapa tebal bahan penahan yang dibutuhkan untuk mengurangi
laju dosis disuatu titik dari 160 mRem/jam menjadi 10 mRem/Jam (
diketahui HVL = 2 mm Pb ). Laju Dosis dari 160 mRem menjadi 10 m
Rem/jam, berarti terjadi pengurangan sebesar faktor 16 atau 24. Jadi tebal bahan yang dibutuhkan adalah setebal : 4 x 2 mm Pb = 8 mmPb.
Efek Biologi Radiasi.
Efek Deterministik ( Non Stokastik )Efek
Deterministik ( Non Stokastik ) dapat terjadi akibat penyinaran lokal
maupun menyeluruh sehingga sejumlah cukup banyak sel mati dan tidak
dapat dikompesasikan oleh pembelahan sel yang masih hidup. Di Samping
efek yang mematikan sel, radiasi dapat merusak jaringan dengan cara
menimbulkan reaksi peradangan yang mempengaruhi permiabilitas sel dan
jaringan, mempengaruhi migrasi alamiah sel pada alat tubuh yang sedang
berkembang, atau efek tak langsung melalui organ laian ( misalnya
penyinaran pada hipopisis akan mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin
yang lain ) 1. Ciri-Ciri Efek Deterninistik ( Non Stokastik )2.
Mempunyai dosis ambang3. Umumnya timbul tidak begitu lama setelah
terkena radiasi.4. Ada penyembuhan spontan ( tergantung keparahan )5.
Dosis radiasi mempengaruhi keparahan efek ( makin besar dosis, efek
makin parah ).Jika kematian masing-masing sel bersifat acak ( stokastik
), terganggunya fungsi jaringan atau organ bersifat deterministik,
karena memerlukan dosis ambang untuk dapat menimbulkan terjadinya efek.
Menurut International Commission Radiation Protection ( ICRP ) besarnya
dosis ambang ini untuk efek deterministik pada testis, ovarium, lensa
mata dan sumsun tulang manusia dewasa adalah seperti yang di gambarkan
pada Tabel dibawah ini :Estimasi Dosis Ambang beberapa Efek
Deterministik pada Manusia Dewasa
JARINGAN DAN EFEK | DOSIS AMBANG |
A = Dosis ekivalen total yang diterima pada penyinaran tunggal yang
singkatB = Dosis ekivalen total yang diterima pada penyinaran
berulang-ulang atau kronikC = Laju dosis tahunan apabila penyinaran
berulang-ulang diterima setiap tahun atau penyinaran kronik berlangsung
selama beberapa tahun*) = Tidak berlaku karena dosis ambang ubtuk efek
tersebut lebih bergantung pada laju dosis dari pada dosis total Pada
kulit, efek deterministik yang berupa kemerahan ( erythema ) dan
pengelupasan kering ( dry desquamation ) terjadi pada dosis sekitar 3 5
Gray, kira-kira 3 minggu setelah penyinaran. Pengelupasan kulit
disertai dengan pelepuhan terjadi pada dosis sekitar 20 Gray kira-kira 3
minggu setelah menerima penyinaran dengan dosisi 50 Gray atau
lebih.Pada penyinaran seluruh tubuh akan timbul sindroma radiasi akut
apabila dosis cukup tinggi ( 1 Gray atau lebih ). Pada dosis yang
tinggi, kematian organisme dapat terjadi karena sel yang terbunuh cukup
besar jumlahnya dan melibatkan organ-organ vital ( organ pembuat darah,
saluran pencernaan makanan, sistem jantung dan pembuluh darah, susunan
syaraf pusat ). Untuk orang dewasa sehat, dosis radiasi yang menimbulkan
kematian dalam waktu 60 hari pada 50% dari populasi yang terkena
radiasi seluruh tubuh ( LD ), menurut ICRP ( 1991 ) adalah antara 3 - 5
Gray.
Selama dalam kandungan, pada periode pembentukan
alat-alat tubuh, kematian sejumlah kecil sel yang kehadirannya bersifat
esensial dapat berakibat cacat pembentukan organ. Efek terpenting pada
penyinaran terhadap janin dalam rahim adalah cacat mental mulai dari
bentuk ringan sampai kemunduran mental berat. Efek ini makin parah bila
dosis radiasi yang diterima makin besar. Kemunduran mental dapat
ditemukan pada anak-anak yang menerima radiasi selama dalam kandungan,
terutama bila penyinaran itu terjadi pada umur kehamilan antara 8 15
minggu. Kemunduruan mental itu diduga terjadi karena salah hubung
sel-sel s yaraf di otak yang keparahannya tergantung pada besar dosis
penyinaran. Salah hubung sel-sel syaraf ini menyebabkan pergeseran ke
arah IQ rendah pada kurva distribusi IQ pada suatu populasi yang terkena
radiasi. Dosis radiasi sebesar 1 Sv akan menambah sejumlah 40% kasus
baru kemunduran mental berat (IQ<70) ( UNSCEAR, 1993 ).
Efek
Stokastik akibat radiasi mempunyai ciri-ciri : Tidak mengenal dosis
ambang Timbul setelah melalui masa tenang yang lama Tidak ada
penyembuhan spontan Dosis radiasi tidak mempengaruhi keparahan efek
Peluang timbulnya efek makin besar bila dosis semakin meningkat
Induksi Kanker
Proses menuju timbulnya kanker diawali dengan gangguan regulasi pada
pertumbuhan, reproduksi dan perkembangan sel somatik induk ( precurso
r). Meskipun perubahan awal telah terjadi, sel yang telah berubah itu
belum bersifat sebagai kanker; masih diperlukan stimulasi oleh zat-zat
kimia, hormon atau faktor-faktor lingkungan yang lain.Perubahan tunggal
pada kode genetik sel biasanya belum mencukupi untuk membuat suatu sel
menjadi kanker; untuk itu diperlukan beberapa mutasi. Jadi proses
timbulnya kanker adalah proses yang bertahap-tahap ( multi stages
carcinogenesis ).Sangat boleh jadi radiasi bekerja pada tahap-tahap awal
dalam proses induksi kanker yang bertahap-tahap dengan mengubah sel
induk yang normal menjadi sel pra kanker. Karena itulah usia timbulnya
kanker akibat radiasi tidak banyak berbeda dengan kanker sejenis yang
timbul bukan akibat radiasi. Namun demikian, ada kalanya radiasi
berpengaruh pada tahap lanjut dalam proses induksi kanker, sehingga masa
laten diperpendek.Pada manusia, periode antara pemaparan terhadap
radiasi dan timbulnya kanker, yang disebut masa laten, bertahun-tahun
lamanya. Masa laten rata-rata 8 tahun dalam hal leukemia akibat radiasi
dan 2 3 kali lebih lama pada kebanyakan tumor mempat (solid) seperti
misalnya tumor panyudara atau paru-paru ( ICRP, 1991 ).
III. 4. 2. Efek Pewarisan
Apabila perubahan kode genetik terjadi pada sel pembawa keturunan (
sel sperma atau sel telur ) maka efek radiasi yang diterima oleh
individu yang terkena radiasi akan diwariskan kepada keturunannya.
Penelitian pada hewan dan tanaman menunjukkan bahwa efek itu dapat
bervariasi dari yang ringan hingga kehilangan fungsi dan kelainan
anatomik yang parah bahkan kematian prematur.Suatu kerusan tak mematikan
pada sel pembawa keturunan pada prinsipnya akan diwariskan lebih lanjut
ke generasi berikutnya. Mutasi dominan yaitu perubahan kode genetik
yang berasal dari salah satu orang tua dan masih mempunyai pengaruh yang
dominan pada keturunan dan dapat menimbulkan penyakit yang diwariskan
pada keturunan generasi pertama. Beberapa diantara penyakit-penyakit ini
sangat merugikan individu yang menderita dan mempengaruhi lama hidup
dan peluangnya untuk bereproduksi. Mutasi resesif (perubhan kode genetik
yang harus berasal dari kedua orang tua agar dapat menimbulkan efek
pewarisan pada keturunan) menghasilakn efek yang kurang penting pada
beberapa generasi pertama. Namun bila diingat bahwa populasi merupakan
pool genetik maka mutasi resesif yang berlansung dalam pool terebut akan
menimbulkan kerusakan pada generasi berikutnya karena peluang kedua
orang tua untuk membawa mutasi itu meningkat.
EFEK BIOLOGI PADA SISTEM, ORGAN ATAU JARINGAN
1. Darah dan Sumsum Tulang Merah
Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami
perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah
sel. Kompenen seluler darah yang lain ( butir pembeku dan darah merah )
menyusun setelah sel darah putih.Sumsum tulang merah yang mendapat
dosis tidak terlalu tinggi masih adapt memproduksi sel-sel darah merah,
sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang
berakhir dengan kematian ( dosis lethal 3 5 Sv). Akibat penekanan
aktivitas sumsum tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita :
Kecenderungan pendarahan dan infeksi Anemia dan kekurangan
hemoglobinEfek stokastik pada penyinaran sumsum tulang adalah leukemia
dan kanker sel darah merah.
2. Saluran Pencernaan Makanan
Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual,
muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. Kemudian
dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah.Efek
stokastik yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran
pencernaan.
3. Organ Reproduksi
Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas,
sedangkan efek genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau
kromosom pada sel kelamin.
4. Sistem Syaraf
Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan sistem syaraf terjadi pada dosis puluhan Sievert.
5. Mata
Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik non stokastik yang masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun).
6. Kulit
Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya dopsis, mulai dengan kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan. Efek somatik stokastik pada kulit adalah kanker kulit.7. Tulang
Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan
selaput dalam serta luar pada tulang. Kerusakan pada tulang biasanya
terjadi karena penimbunan Stontium-90 atau Radium-226 dalam tulang.Efek
somatik stokastik berupa kanker pada sel epithel selaput tulang.
8. Kelenjar Gondok
Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui hormon
tiroxin yang dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap
penyinaran luar namun mudah rusak karena kontaminasi internal oleh
Yodium Radioaktif.
9. Paru-paru
Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari
gas, uap atau partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif
yang terhirup melalui pernafasan.
10. Hati dan Ginjal
Kedua organ ini relatif tahan terhadap radiasi.PEMONITORAN
Pemonitoran terdiri dari :
a. Pemonitoran Daerah Kerja
b. Pemonitoran perorangan
Hasil pemonitoran dilaporkan secara berkala dan
bila dosis yang diterima lebih besar dari NBD atau melebihi 2 kali Nilai
Batas Maksimum Tahunan ( NBMT ) maka Petugas Proteksi Radiasi ( PPR )
harus menyerahkan masalah ini kepada dokter yang bertanggung jawab
menaksir efeknya.
PENCATATAN DOSIS
Dosis
yang diterima Pekerja Radiasi setiap bulannya harus dicatat dalam suatu
Buku Catatan Dosis Perorangan dan disimpan selama 30 Tahun. Dengan
demikian setiap pekerja radiasi diwajibkan memakai monitoring perorangan
setiap melakukan tugasnya. Monitoring perorangan yang biasa dipakai
adalah Film Badge,
PENGAWASAN KESEHATAN
Pengawasan
kesehatan ini dimaksudkan untuk menentukan apakah keadaan kesehatan
pekerja radiasi sesuai dengan tugas yang akan dilakukan dan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh radiasi pada kesehatan pekerja radiasi
tersebut selama bekerja dengan radiasi. Keharusan pemeriksan kesehatan
ini tidak hanya bagi mereka yang bekerja di Batan atau industri lain
yang menggunakan sumber radiasi pengion akan tetapi juga bagi pekerja
radiasi dalam bidang medik dan telah diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI nomor 172/Men Kes/PER/III/91. Selain untuk memantau keadaan
kesehatan pekerja radiasi, pemeriksaan kesehatan juga penting bagi
penguasa Instalasi Atom, jika dikemudian hari ada pekerja radiasi yang
menggugat bahwa sakit yang dideritanya adalah diakibatkan oleh radiasi
yang diterimanya (Medico-legal), walaupun resiko sakit akibat radiasi
ini sangat kecil. Peraturan mengenai pengawasan kesehatan antara lain
:
1. Penguasa Instalasi Atom wajib melakukan pemeriksaan kesehatan
terhadap calon pekerja radiasi, sekali setahun bagi pekerja radiasi dan
pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja dengan Instalasi
Atom.
2. Pemeriksaan kesehatan khusus harus dilaksanakan apabila dosis
radiasi yang diterima pekerja radiasi melampaui nilai seperti yang
tercantum dalam peraturan mengenai pembatasan dosis dan diterima dalam
jangka waktu yang singkat.
3. seluruh hasil
pemeriksaan kesehatan harus dicatat dalam kartu kesehatan dan kartu ini
harus disimpan untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 30 tahun sejak
bekerja dengan radiasi. Di dalam kartu kesehatan harus ada keterangan
tentang sifat pekerjaan dan alasan pemberian pemeriksaan kesehatan
khusus.
4. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan radiasi harus
tersedia di daerah kerja yang isinya tergantung pada jenis kecelakaan
yang mungkin terjadi, jenis radiasi, jenis kontaminasi pada tubuh
manusia.
ORGANISASI PROTEKSI RADIASI
Penguasa Instalasi Radiasi Atom mempunyai tanggung jawab tertinggi
terhadap keselamatan personil dan anggota masyarakat yang mungkin berada
di dekat Instalasi dibawah pengawasannya. Namun demikian semua pekerja
harus turut bertanggung jawab sehingga kecelakaan tidak terjadi akibat
kelalaianya. Dengan demikian maka Proteksi Radiasi yang baik tergantung
pada organisasi proteksi radiasi yang efisien dan efektif.
Tanggung
jawab, kewajiban serta wewenang tiap unsur dalam organisasi proteksi
radiasi harus dinyatakan secara jelas.
Tanggung Jawab Penguasa Instalasi Atom, antara lain :
a.
Membentuk Organisasi Proteksi Radiasi dan menunjuk Petugas Proteksi
Radiasi dan bila perlu PPR diganti.
b. Memberikan pendidikan dan latihan
cara bekerja dengan sumber radiasi pada pekerja radiasi dan
memberitahukan semua pekerja radiasi tentang potensi bahaya radiasi yang
berkaitan dengan pekerjaannya.
c. Menyediakan fasilitas dan peralatan
yang diperlukan untuk bekerja dengan sumber radiasi, termasuk alat
pemonitor perorangan (Film badge dll).
d. Menyediakan aturan keselamatan
radiasi, prosedur kerja dengan sumber radiasi dan termasuk aturan
tentang penanggulangan keadaan darurat.
e. Menyelenggarakan pemeriksaan
dan pelayanan kesehatan bagi pekerja radiasi.
Tanggung Jawab dan Kewajiban Petugas Proteksi Radiasi.
PPR
mempunyai kewajiban membantu PIA dalam melaksanakan tanggung jawabnya
dibidang proteksi radiasi. Oleh karena itu PPR perlu diberi wewenang
untuk :
a. Memberikan instruksi teknis dan administratif kepada pekerja
radiasi yang berkaitan dengan keselamatan radiasi.
b. Mengambil tindakan
untuk menjamin agar tingkat penyinaran serendah mungkin dan menjamin
pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam melaksanakan tugas ini PPR perlu melaksanakan pemonitoran
radiasi dan tindakan proteksi radiasi.
c. Mencegah : Kehadiran orang
yang tidak berkepentingan di daerah pengendalian. Zat radioaktif jatuh
ke tangan orang yang tidak berhak Perubahan terhadap sesuatu, sehingga
dapat menimbulkan kecelakaan radiasi.
d. menyelenggarakan dokumentasi
yang berhubungan dengan proteksi radiasi, misalnya menyiapkan kartu
dosis pekerja radiasi dll.
e. Memberi penjelasan dan menyediakan
perlengkapan proteksi radiasi yang memadai kepada pengunjung atau tamu
bila diperlukan.
Tanggung Jawab dan Kewajiban Pekerja Radiasi.
Pekerja
radiasi ikut bertanggung jawab terhadap keselamatan radiasi di daerah
kerjanya. Oleh karena itu pekerja radiasi wajib :
a. Memahami dan
melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja radiasi.
b. Memanfaatkan
peralatan keselamatan radiasi yang tersedia, bekerja dangan hati-hati
dan bekerja dengan aman baik untuk melindungi dirinya sendiri maupun
pekerja lain, melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun
kecilnya dan gangguan kesehatan yang diduga akibat penyinaran lebih atau
masuknya zat radioaktif kedalam tubuhnya kepada PPR.
Jaminan Kualitas Radiodiagnostik (Radiodiagnostic Quality Assurance)
Jaminan Kualitas radiodiagnostik didefinisikan sebagai kegiatan dari
seluruh staf yang mengoperasikan fasilitas dan peralatan radiodiagnostik
yang mempunyai mental dasar untuk berfikir dan bertindak serta sadar
akan pentingnya kualitas.Dengan demikian akan selalu terjamin baik fisik
maupun fungsi semua fasilitas dan peralatan radiodiagnostik dapat laik
pakai. Tidak akan terjadi lagi kesalahan-kesalahan pengoperasian alat,
teknik pemeriksaan maupun keslahan yang diakibatkan oleh kelalaian
radiografer dan pekerja lainnya, karena selalu taat terhadap standar
prosur kerja yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat tercapai
tujuan dan sasaran penyelenggaraan pelayanan radiologi dengan
produksivitas yang tinggi, efektif dan efesien serta aman baik untuk
bagi seluruh pekerja radiasi, pasien maupun masyarakat lingkungan.
Upaya-upaya yang telah dan perlu di lakukan untuk terjaminnya
tingkat kesehatan dan keselamatan kerja dengan radiasi pengion.
A. Upaya yang telah dilakukan :
1. Pengurusan izin pemenfaatan pemakaian pesawat radiologi.Izin pemanfatan / pengoperasian pesawat radiologi masih berlaku sampai bulan .. tahun
2.
Petugas proteksi Radiasi yang berlisensi BAPETEN telah ada dan tealah
melakukan tugasnya sesuai dengan kompetensinya antara lain :
3. Membuat
prosedur kerja dengan radiasi.
4. Membuat tanda-tanda adanya bahaya
radiasi dengan jelas sehingga mudah terlihat dan menempatkan pada
tempat-tempat yang semestinya.
.5. Memelihara peralatan proteksi radiasi
agar selalu dalam keadaan yang memadai baik fisik maupun fungsi.
6.
Membuat Kartu Dosis perorangan yang dismpan dengan baik sehingga mudah
diperiksa apabila diperlukan.
7. Menganalisa dosis perorangan dari kartu
dosis untuk mengetahui apakah ada pekerja radiasi terpapar radiasi
melebihi NBD untuk pekerja radiasi.
8. Merekomendasikan untuk memeriksa
kesehatan bagi pekerja setiap 6 ( enem ) bualan sekali.
9. Membuat
Standar Prosedur Pelayanan Radiologi.
10. Membuat Standar Prosedur
pemeriksaan radiologi baik dengan bahan kontars maupun tanpa bahan
kontras.
11. Membuat Standar Prosedur pemeriksaan radiografi baik dengan
bahan kontras maupun tanpa bahan kontras.
12. Membuat Standar Prosedur
tindakan kedaruratan medik akibat penggunaan bahan kontras pada
pemeriksaan radiologi.
13. Melakukan pemeliharan secara berkala terhadap
sarana, fasilitas dan peralatan radiologi sesuai dengan batas kewenangan
radiografer, agar keadaan baik fisik maupun fungsi sarana, fasilitas
dan peralatan radiologi selalu laik pakai, khususnya pemeliharaan
kebersihan pesawat rontgen, kaset dan intensifying screen, alat
prosesing film otomatis.
14. Melakukan reject film analisis untuk
mengetahui apakah hasil pelayanan radiografi telah mencapaikualitas yang
diharapkan ( jumlah film yang ditolak ternyata masih dalam batas normal
5% setiap bulan )
B. Upaya yang akan dilakukan meliputi :
1.
Mengikuti Seminar Radiografi untuk radiografer bekerja sama dengan
profesi PARI Cabang profinsi Riau, untuk meningkatkan pengetahuan ilmu
radiografi yang semakin berkembang.
2. Mengikuti Seminar Proteksi radiasi
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang keselamatan dan
kesehatan kerja dengan radiasi.
3. Membentuk Gugus Kendali Mutu, yang
diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah yang dihadapi di
Instalasi radiologi, terutama yang berkaitan dengan pemeliharaan sarana,
fasilitas dan peralatan radiologi yang belum tertangani secara
serius.
4. Mengirim radiografer secara berkala dan bergantian untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang radiografi, Quality Assurance
radiodiagnostik yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tingkat
cabang maupun pusat.
5. Melengkapi alat deteksi radiasi ( Survey Meter
type 490 ) untuk memonitor tingkat paparan radiasi lingkungan ruang
radiasi, untuk memastikan bahwa tingkat paparan radiasi masih berada
dalam batas yang aman.
6. Melengkapi buku-buku kepustakaan instalasi
radiologi dengan buku-buku Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
baik pada penyelenggaraan pelayanan radiologi maupun yang berkaitan
dengan keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi.
7. Mengikuti TOT sebagai pengajar pada pelatihan PPR bekerja sama dengan BAPETEN, hal ini dimungkinkan karena radiografer pada Laboratorium Radiologi adalah fungsional dosen
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan baik dari kajian teori maupun situasi dan kondisi Laboratorium radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi saat ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Kualitas
Penyelenggaraan Pelayanan Laboratorium Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekes Jakarta 2 masih berada dalam keadaan cukup
memadai, walaupun belum berada dalam tingkat kualitas yang ideal, karena
belum memenuhi standar laboratorium yang telah ditetapkan oleh Badan PPSDM Kementerian Kesehatan
.2. Kualitas
hasil pelayanan radiografi yang berbentuk foto-foto radiografi belum
mencapai taraf kualitas yang memuaskan, hal ini dikarenakan karena semua
peralatan radiologi khususnya pesawat rontgen, alat prosesing film
otomatis belum dikalibrasi secara berkala namun demikian adalah hal yang wajar karena Laboratorium Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekes Jkt2 merupakan sarana untuk mewujudkan calon radiografer yang mempunyai kompetensi sesuai dengan tahapan pendidikan.
3. Sistem
kegiatan Pemeliharaan sarana, fasilitas dan peralatan radiologi belum
optimal karena pemeliharaan dilakukan hanya secara insidentil, belum
mengikuti Standar Pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Badab Pemeliharaan
Fasilitas Kesehatan ( BPFK ) Departeman Kesehatan.
4. Belum
meratanya pemikiran untuk sadar akan kualitas dikalangan pekerja unit laboratorium radiologi, sehingga pekerjaan yang
dilakukan hanya sebagai pekerjaan rutinitas, akibat belum meratanya
pengetahuan tentang Jaminan Kualitas Radiodiagnostik dikalangan pekerja/instruktur praktek laboratorium.
5. Belum
ada program pendidikan dan pelatihan bidang radiograf yang jelas dan
mantap serta bermakna bagi pekerja Instalasi Radiologi untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pekerja Instalasi radiologi,
sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bidang radiologi.
6.
Masih kurangnya buku-buku kepustakaan bidang radiografi yang tersedia
sehingga menghambat untuk mendapatkan perkembangan ilmu dan teknologi
bidang radiologi yang ternyata berkembang dengan pesat.
B. Saran-Saran. Dari
hasil kesimpulan tersebut diatas disarankan bahwa untuk dapat
meningkatkan kualitas pelayanan radiologi dan kualitas keselamatan dan
kesehatan kerja yang cukup memadai adalah sebagai berikut :
1. Perlu
adanya kebijakan Pimpinan untuk membuat Tim yang mempelajari dan membuat
Standar Pelayanan Radiologi, Standar Pelayanan Radiografi yang baku
untuk diberlakukan di unit laoratorium ( seuai
dengan SK Menkes No: )
2. Merencanakan kegiatan Kalibrasi bagi sarana,
fasilitas dan peralatan radiologi minimal satu tahun sekali, dan
perbaikan peralatan radiologi yang sudah lama rusak tetapi belum
diperbaiki, hal ini tentu saja akan berkaitan dengan biaya.
3. Membuat
Standar Pemeliharan Peralatan ( Standar Maintenace Prosedure ) seperti
yang direkomendasikan oleh BPFK, dengan demikian kerjasama dengan IPRS
perlu ditingkatkan.
4. Perlu adanya Petugas Proteksi Radiasi yang
mempunyai Lisensi dari BAPETEN, karena saat ini hanya memiliki satu
tenaga PPR, yang tugasnya merangkap sebagai radiografer.
5. Perlu dibuat
program pendidikan dan pelatihan keprofesian khususnya bagi radiografer
yang jelas dan berkesinambungan sebagai upaya untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ketingkat yang memadai. Hal ini dapat
dilakukan melalui kerja sama dengan institusi pendidikan Radiografi (
ATRO ) Depkes Jakarta dan atau denagn profesi Radiografer ( PARI ).
6.
Melengkapi buku-buku kepustakaan tentang ilmu dan teknologi radiografi
yang dirasakan sangat kurang sehingga dapat digunakan untuk sebagai
acuan pekerja apabila diperlukan.
Demikian juga maintenance alat secara
teratur dan juga penyediaan dana untuk perbaikan kerusakan pada alat
merupakan faktor lain yang tidak kalah pentingnya. Peralatan seperti
conventional darkroom fluoroscopy ( fluoroscopy pada ruang gelap ) dan
mass chest yang masih sering sering digunakan menunjukkan beban radiasi
yang tinggi tidak hanya bagi pasien, tapi juga untuk staf radiologi,
perlu dipertimbangkan ijin penggunaannya. Operator/radiografer maupun
radiolog dapat memberikan kontribusinya dalam pengurangan beban radiasi
pada pasien dengan menentukan teknik radiografi dan factor eksposi yang
tepat tanpa mengurangi kualitas dari pencitraan yang
dihasilkan.Pelaksanaan training yang tepat dan bermakna pada staf
radiologi, menurut pengalaman dan statistik, dapat mengurangi dosis
radiasi pada pasien sampai 40%. Quality control / assurance juga faktor
lain yang dirasa perlu disosialisasikan karena, karena kegiatan Quality
control yang dilakukan secara terus menerus ternyata dapat mengurangi
frekuensi pengulangan pemeriksaan akibat hasil gambar yang berkualitas
rendah juga berdampak pada pengurangan dampak radiasi pada pasien.Disain
standard bangunan ruang radiasi dengan kontruksi dinding, pintu dan
jendela yang dilengkapi dengan bahan penahan radiasi ( Pb ) dengan
ketebalan yang memadai merupakan upaya untuk mengurangi paparan radiasi
yang diterima baik oleh pasien, pekerja radiasi maupun masyarakat dimana
pesawat sinar-X dioperasikan. Hal ini penting untuk meminimalisasikan
kemungkinan adanya tingkat paparan radiasi yang melebihi dari yang
diizinkan ( Maksimum Permisiable Dose ) dimana untuk pekerja radiasi
adalah 0,5 mSv / Jam sedangkan untuk masyarakat dan lingkungan adalah
0.10 dari MPD pekerja radiasi. Tingkat paparan tersebut merupakan salah
satu tindakan proteksi yang disebut Limitasi.Standarisasi pemeriksaan
radiografi sangat efektif untuk mengurangi dosis permukaan yang diterima
pasien, oleh sebab itu untuk setiap pelayanan radiologi diwajibkan
untuk membuat standarisasi baik standar pelayanan radiologi, maupun
standar pemeriksaan radiolgi dan radiografi, termasuk standarisasi
pemeriksaan kegawatan radiolgi serta, standar pelayanan penanganan
kegawat daruratan akibat pemakaian bahan kontras radiografi. Teknik
Prosedur Kerja alat dan fasilitas radiologi seperti pesawat rontgen,
USG, dental unit dan peralatan serta fsilitas radiologi lainnya perlu
dibakukan untuk mengurangi kea;paan / kesalahan operasional oleh pekerja
radiasi, termasuk teknik prosedur pemakaian dan pemeliharaan prosesing
film otomatis yang merupakan alat yang sangat menentukan baik/ buruknya
gambaran radiografi. Pemonitoran paparan radiasi perorangan ( personal
monitoring ) dengan pemakaian film badge merupakan suatu tindakan yang
harus dipnuhi oleh setiap pekerja radiasi, sehingga tingkat paparan
radiasi yang diterima pekerja radiasi dapat terukur secara berkala dan
berkesinambungan, sehingga bila terjadi peningkatan paparan radiasi
diatas normal ( > 50 % ) dari biasanya merupakan suatu tanda awal
yang dapat membahayakan personil, sehingga harus mendapat perhatian yang
serius sampai terindentifikasi penyebab terjadinya peningkatan paparan
radiasi pada pekerja radiasi. Hal ini dapat disebabkan adanya kebocoran
tabung, teknik tindakan proteksi radiasi yang kurang efektif dan efesien
pada saat melakukan kerja dalam medan radiasi dan sebab-sebab lainnya,
ataupun adanya kesengajaan melakukan penyinaran film badge secara
langsung. Oleh sebab itu Petugas Proteksi Radiasi yang mempunyai Lisensi
( SIB ) haruslah dimiliki oleh setiap Instalasi Radiologi. ( UU No 10
Th 2000 ) sebagai penanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja dengan radiasi sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.PPR
mempunyai kewajiban untuk membuat prosedur kerja dengan zat radioaktif
dan atau sumber radiasi lainnya, perencananaan tindakan keselamatan
kerja, pengukuran tingkat paparan radiasi lingkungan ( Survey Radiasi )
dan evalusi terhadap tindakan keselematan kerja yang telah dilakukan,
apakah sudah efektif dan efesien atau perlu memperbaikinya.Management Keselamatan kerja dengan Radiasi :Faktor-faktor
yang berpengaruh pada penerimaan paparan radiasi adalah sebagai berikut
: Perizinan pemanfaatan pesawat radiologi Standarisasi disain bangunan
radiologi. Perkembangan peralatan radiologi, accessories dan bangunan.
Teknik prosedur pemeriksaan radiologidan radiografi medik Rujukan /
Referensi Pendidikan dan Training. Kalibrasi dan Dosimetri. Kriteria
kualitas dan reference dose levelsHal ini perlu dilaksanakan secara
berkala dikarenakan pemanfaatan pesawat radiologi sebagai sumber radiasi
pengion selain besar manfaatnya bagi manusia, tetapi juga mempunyai
dampak negatif bagi pasien, pekerja radiasi maupun bagi lingkungan
dimana pesawat radiologi tersebut dioperasikan, dampak negatif dapat
berbentuk efek Stokastik ( Efek radiasi yang dapat timbul apabila dosis
ambang dilampaui ) maupun efek Non Stokastik ( Efek radiasi yang timbul
akibat penyinaran yang kecil terus menerus tanpa adanya dosis ambang
).Oleh sebab itu tanpa adanya perhatian yang serius terhadap sarana,
fasilitas, peralatan radiologi serta kepatuhan terhadap standar prosedur
kerja maka dimungkinkan keselamatan kerja dengan radiasi sangat mungkin
tidak dapat tercapai.
Perkembangan peralatan radiologi dan accessories-nya.
Salah
satu perkembangan teknik radiografi yang sangat revolusioner dan dapat
mengurangi dosis radiasi pada pasien adalah ditemukan intesifying screen
yang tergantung dari jenis screen dan jenis film yang dipakai, dapat
mengurangi dosis radiasi sebesar faktor 15 500, dimana jenis
intensifying rare earth screen (gadolinium dan lanthanum) menunjukkan
effisiensi dosis 3 sampai 5 kali lebih baik dibanding dengan calcium
tungstate screen. Selain itu spectral sensitivity dari film yang
digunakan harus sesuai dengan spectrum emissi dari intensifying screen,
karena emisi dari intensifying jenis rare earth merupakan cahaya tampak
berwarna hijau, maka pemakaian film radiografnyapun haruslah dipakai
film yang sensitif terhadap cahaya hijau ( Green Sensitif ).Dampak
lain dari penggunaan intensifying screen adalah pengurangan pemakaian
faktor exposure, sehingga selain rendahnya dosis yang diterima pasien,
juga menyebabkan beban terhadap X-ray tube menurun sehingga automatis
akan memperpanjang masa hidup / usia dari X-ray tube.Sering
kali peralatan dengan safety dan kualitas yang kurang memuaskan dan di
bawah standar masih dipakai, oleh sebab itu kalibrasi secara berkala
fungsi peralatan, sarana dan fasilitas perlu dilakukan termasuk
peralatan radiografi apakah itu Casette dan kontak film screen, safe
light, prosesing film otomatis termasuk kesegaran cairan kimia untuk
prosesing film. Karena hasil akhir gambaran radiograf sangat ditentukan
oleh kualitas peralatan kamar gelap. Dari pengalaman bekerja ditemukan,
bahwa sekitar 80% dari alat-alat baru yang di-install menunjukkan adanya
malfungsi pada satu atau beberapa parameter radiologis, termasuk
kilovoltage, timer, kolimator, milliamper second linearity dll. Selain
itu masih sering kita temukan alat-alat radiologi yang berumur kebih
adri 10 tahun, akan tetapi masih terus digunakan, meskipun sudah
menunjukan satu atau lebih malfungsi parameter radiologis, apalagi
apabila pada alat-alat tersebut jarang dilakukan maintenance seperti
yang seharusnya. Peralatan seperti conventional darkroom fluoroscopy
(fluoroscopy diruang gelap) dan mass chest yang masih sering digunakan
di negeri kita ini menunjukkan beban radiasi yang tinggi tidak hanya
bagi pasien, tetapi juga untuk staf radiologi, perlu dipertimbangkan
ijin penggunaannya. Oleh karena itu izin atau approval dan registrasi
dari penggunaan peralatan radiologi serta pengontrolan secara rutin
selama penggunaannya merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa
ditunda-tunda pelaksanaannya dan sebaiknya diterapkan dalam
perundang-undangan (Bapeten).Penggunaan filter pada X-ray tube sangat
penting untuk mengurangi atau menghilangkan sinar-X berenergi rendah
yang dapat menambah beban radiasi pada pasien dan oleh karenanya sudah
seharusnya merupakan perlengkapan standart pada setiap alat X-ray.
Direkomendasikan untuk menggunakan filter setebal 2 mm Al untuk energi
sampai 100 kV dan 2.5 mm untuk pesawat radiologi dengan pemakaian energi
antara 100 150 kV.Meja pemeriksaan maupun mattress merupakan
accessories yang kelihatannya simple, akan tetapi juga merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap radiasi pada pasien disebabkan oleh penyerapan
sebagian sinar-X. penggunaan serat carbon untuk meja X-ray menunjukkan
absorbsi sinar-X yang rendah dengan nilai transmisi yang tinggi (89%),
sedangkan untuk mattress sekitar 81-98%. Oleh karena itu penggantian
accessories seperti di atas tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan
dampaknya seperti tertera di atas.Demikian juga penggunaan apron
merupakan suatu hal yang mutlak bagi staf maupun pasien dalam kondisi
tertentu, seperti fluroskopi, dan terutama bagi anak-anak untuk menutupi
organ-organ reproduksi merupakan suatu kewajiban.Bangunan dan material
dimana peralatan radiologi tersebut di-install perlu mendapatkan
perhatian yang serius. Pelapisan dengan Pb. Merupakan hal yang mutlak
untuk ruang pemeriksaan, demikian juga pembagian ruang pemeriksaan yang
hanya boleh dimasuki oleh pasien atau yang berkepentingan, ruang
operator maupun ruang tunggu pasien dengan tingkat paparan radiasi harus
cukup rendah ( 2.5 mR/Jam ) yang merupakan hasil pengukuran oleh
petugas yang kompeten merupakan kewajiban yang tidak dapat diabaikan
oleh pengusaha pelayanan radiologi.
Teknik Radiologi dan Radiografi Medik
Dalam
hal ini ALARA (as low as reasonably achieveable) perlu diterapkan pada
setiap pemeriksaan radiologis. Dan ini dapat tercapai apabila
teknik-teknik radiologis yang dipergunakan terseleksi dengan baik dan
tepat guna, terutama dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas gambar dan dosis pada pasien, seperti pembatasan
luas lapangan penyinaran yang terkena sinar (field of view), dan juga
pemilihan exposure factors yang tepat, seperti kV, mAs, target to skin
distance, air gap, angulasi, instruksi atau aba-aba ke pasien untuk
menahan napas dan juga penglabelan film yang telah ter-expose. Apabila
faktor-faktor tersebut di atas tidak diperhatikan maka ratio pengulangan
pemeriksaan akan menjadi tinggi dan menurut statistik bahkan dikabarkan
bisa mencapai 10-30% ( RS pendidikan ). Oleh sebab itu penilaian dan
analisa terhadap film yang ditolak ( Reject Film Analisis ) sangat
dianjurkan. Hal ini dapat dihindari dan paling tidak bisa ditekan dengan
pelaksanaan prosedur quality control yang konsekuen dengan
mengikutsertakan tidak hanya pada peralatan radiologis, akan tetapi juga
operator dan staf untuk selalau sadar berkualitas.
Rujukan.
Pemeriksaan
diagnostik radiologi merupakan informasi klinis yang sangat membantu
dalam menegakkan diagnostik penyakit yang diderita pasien dan sangat
berpengaruh dalam penatalaksanaan dan terapi pasien, akan tetapi suatu
report yang dikeluarkan oleh British Medical Journal relatif
mengejutkan, karena diberitakan bahwa sekitar 1/5 dari pemeriksaan
radiologis yang dilakukan di England secara klinis dinyatakan tidak
menolong/ mendukung, hal ini disebabkan oleh karena indikasi pemeriksaan
tersebut maupun kualitasnya tidak tepat. Kemungkinan situasinya di
Instalasi radiologi lain tidak berbeda jauh, termasuk juga di Indonesia.
Oleh karena itu kasus-kasus seperti ini perlu dihindari dan ditekan
angka kejadiannya, karena dapat mengurangi beban dosis radiasi pada
pasien secara individual maupun kolektif. Dalam hal ini perlu
disosialisasikan buku-buku rujukan dan rekomendasi yang telah
dikeluarkan oleh badan-badan internasional maupun nasional ( IAEA,
BATAN, BAPETEN ) yang berkaitan dengan radiasi maupun indikasi
pemeriksaan radiologis agar dapat dijadikan pedoman bagi operator atau
radiografer. Dengan sendirinya usaha dari organisasi profesi untuk
mengeluarkan buku pedoman pelayanan medis bagi tiap-tiap perhimpunan
kedokteran, termasuk juga Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi
Indonesia ( PDSRI ), Persatuan Ahli Radiografi Indonesia ( PARI )
merupakan hal yang sangat kita sambut dengan baik dan harapan ini
ternyata telah terlaksana dalam waktu yang tidak terlalu lama telah
tersedia buku-buku pedoman yang diterbitkan oleh organisasi profesi baik
oleh PDSRI maupun oleh PARI.
Pendidikan dan Training
Salah satu faktor penting yang dapat mengurangi
dosis radiasi pada pasien adalah pengetahuan dan skill dari pada SDM
yang berkecimpung dalam diagnostik radiologis. Oleh karenanya pendidikan
dan training pada SDM di atas merupakan hal yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Dari pengalaman-pengalaman yang lalu dibeberapa
negara industri dapat dilaporkan, bahwa melalui pendidikan dan training
seperti di atas dan sosialisasi informasi yang diperoleh di
masing-masing tempat kerja oleh peserta membebani pasien sampai sekitar
40%. Kursus-kursus yang diselenggarakan oleh BAPETEN dalam konteks
Petugas Proteksi Radiasi ( PPR ) dan kursus keterampilan bidang
radiografi oleh profesi PARI tidak saja meningkatkan keterampilan dan
kemahiran profesional tetapi diharapkan juga dapat membuahkan hasil yang
memadai sehingga dapat mengurangi penerimaan dosis pasien , tentunya
hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut, setelah pelaksanaannya
mencakup seluruh pekerja radiasi.
Dosimerti.
Pengetahuan mengenai
dosis radiasi yang diberikan pada pasien dalam pemeriksaan radiologis
sangat penting dan sangat berguna sebagai usaha pengurangan dosis
radiasi. Survey dari beberapa negara menunjukkan bahwa dosis yang
diterima pasien di berbagai rumah sakit sangat bervariasi satu sama lain
meskipun pada pemeriksaan radiologis yang sama. Oleh karenanya
diperlukan pengembangan protokol dosimetri untuk pemeriksaan diagnostik
radiologis bagi masing-masing negara yang dapat diterapkan di rumah
sakit-rumah sakit dan memenuhi standart internasional (IAEA). Setiap
pekerja radiasi di rumah sakit atau bagian radiologi diharapkan dapat
mengecek atau mengevaluasi kondisi dan performance mereka untuk
dibandingkan dengan standart nasional maupun internasional.Secara garis
besar dosis yang dihitung secara kuantitatif pada pemeriksaan diagnostik
direkomendasikan sebagai berikut : Dosis masuk yang diukur pada
permukaan pasien pada senter dari sinar-X untuk radiografi individual (
sebanding dengan pemakaian kV dan mAs yang digunakan ) Produk dosis area
kumulatif untuk pemeriksaan dengan teknik fluroscopi. Tentunya
pengukuran dosis kepada pasien harus dilakukan oleh tenaga yang kompetan
( Fisika Medik ) dan dilakukan dengan alat ukur yang telah dikalibrasi
dengan teknik dan prosedur pengukuran yang sesuai sehingga hasil
pengukuran yang didapat dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Quality Control / Assurance.
Quality
control / assurance juga faktor lain yang perlu disosialisasikan karena
dapat mengurangi frekuensi pengulangan pemeriksaan akibat hasil gambar
yang berkualitas rendah yang juga berdampak pada pengurangan dampak
radiasi pada pasien. Pengecekan kualitas setiap harinya pada alat
Roentgen, Kontak Film Screen , film radiografi dan mesin cuci merupakan
langkah-langkah yang perlu dijadikan usaha rutin dalam memenuhi tuntutan
quality assurance.Untuk mendapatkan gambar Roentgen yang berkualitas
tinggi dengan menggunakan dosis sinar-X yang dapat
dipertanggungjawabkan, Commission for European Communities (CEC) telah
mengeluarkan buku petunjuk mengenai kriteria gambar radiologis yang
baik, kriteria dosis radiasi yang diperlukan dan juga contoh-contoh
mengenai teknik radiologis yang baik dan kiranya dapat juga dijadikan
asupan untuk kita di Indonesia.Oleh karena situasi dan kondisi unit laboratorium radiologi sangat berbeda disetiap sentra pelayanan pendidikan, namun perbedaan itu semakin mengecil apabila semuanya telah memenuhi standar laboratorium yang telah ditetapkan oleh BadanPPSDM Kes , tentunya
pekerja radiasi di unit tersebutlah yang paling mengetahuinya,
sehingga kesadaran akan keselamatan kerja serta kesadaran akan kualitas
perlu dikembangkan oleh setiap pekerja radiasi ,
sehingga manfaat yang sebesar-besarnya dari pemakaian radiasi sinar-X dalam tercapai dengan
meminimalkan dosis radiasi yang diterima oleh pasien, pekerja dan masyarakat sekitar diman zat radiaktif dan atau sumber radiasinya dioperasikan..
No comments:
Post a Comment