Modalitas
dalam pencitraan diagnostik
Pencitraan diagnostik tubuh
manusia dapat dilakukan dengan menggunakan :
·
Sinar X
·
Ultrasound
·
Resonansi magnetic
·
Radioisotop
Pembentukan citra
dilakukan dengan berbagai teknik. Kombinasi antara teknik akuisisi dengan bentuk
energi yang digunakan sering disebut sebagai modalitas.
·
Radiografi
·
Fluoroskopi
·
Mammografi
·
CT (computed tomography)
·
Pencitraan kedokteran nuklir
·
Pencitraan planar
·
SPECT (single photon emission tomography)
·
PET (positron emission tomography)
·
MRI (magnetic resonance imaging)
·
Pencitraan ultrasound
·
Pencitraan ultrasound Doppler
Sifat citra
Kualitas citra ditentukan oleh dua factor
·
Kontras
yang merupakan perbedaan tingkat keabuan/kehitaman
·
Resolusi
spasial yang menunjukkan kemampuan mendeteksi obyek terkecil.
Interaksi radiasi dengan materi
Sinar X dan
radiasi gamma adalah radiasi pengion tidak langsung, tidak mempunyai jangkauan
I = I0 e-mx
m = ln2/H1/2 = 0.693/H1/2
I = I0 e -0.693x/H1/2
m
disebut koefesien atenuasi linear
H1/2 disebut HVL (half value layer)

1.
m menurun (H1/2
meningkat) dengan kenaikan energi
2.
m meningkat (H1/2
menurun) dengan kenaikan densitas
3.
m meningkat
tajam dengan kenaikan nomer atom Z, untuk radiasi di daerah diagnostik
4. Untuk air, dalam daerah diagnostik, H1/2
air (sifat mendekati jaringan lunak) sekitar 30 mm. Bila tebal pasien
sekitar 18 cm, pengurangan intensitas sekitar 26 atau 64 kali
5. H1/2
timbal (Pb) sekitar 0.1 mm, Pb baik untuk shielding
Koefesien
atenuasi massa m/r
I = I0 e –(m/r)rx
rx disebut tebal massa
Elektron terikat dan bebas, relatif terhadap
energi radiasi
Energi radiasi
tinggi, kemungkinan energi interaksi melebihi energi ikat elektron, sehingga
proporsi interaksi berkaitan dengan elektron bebas meningkat.
Nomer atom materi
tinggi, energi ikat elektron tinggi, interaksi foton dengan materi berkaitan
dengan elektron terikat.
Atenuasi terdiri dari hamburan dan absorpsi
Koefesien
atenuasi massa > koefesien absorpsi massa
Proses interaksi
· Hamburan elastis
·
Efek fotolistrik
·
Efek Compton
·
Produksi pasangan
Hamburan elastis, energi foton rendah, elektron
menyerap energi dan mengakibatkan bervibrasi yang frekuensinya sama dengan
frekuensi sinar X datang. Kondisi demikian menyebabkan atom dalam keadaan
tereksitasi, dan secepatnya elektron memancarkan energi ke segala arah dengan
frekuensi sama dengan frekuensi foton datang. Dalam proses hamburan ini terjadi
atenuasi tanpa absorpsi.
Elektron yang bervibrasi tetap terikat oleh inti dalam
atom. Kemungkinan hamburan elastis meningkat pada elektron dengan energi ikat
tinggi, yang berarti elektron atom dengan nomer atom tinggi, serta energi foton
dengan energi relatif rendah.
Koefesien atenuasi massa e/r meningkat dengan kenaikan nomer
atom medium (~ Z2) , dan menurun dengan kenaikan energi foton datang
(e/r ~ 1/hf). Interaksi hamburan elestis terjadi
terjadi pada semua energi sinar X , namun kemungkinannya tidak lebih dari 10% dari seluruh proses interaksi dalam
radiologi.
Efek fotolistrik
Efek fotolistrik dominan dalam diagnostik terutama untuk energi foton
rendah. Efek ini merupakan interaksi antara foton dengan elektron terikat, dan
berkontribusi besar dalam pencitraan diagnostik. Energi elektron datang
seluruhnya diserap oleh eletron, yang kemudian keluar dari orbit. Sebagian
energi digunakan untuk membebaskan elektron dari tenaga ikat inti, dan sisanya
untuk tenaga kinetik elektron. Meskitpun efek fotolistrik dapat terjadi antara
foton dengan elektron pada sembarang kulit atom, namun kemungkinan tinggi
terjadi dengan elektron yang paling kuat terikat.
![]() |
hf = W + ½ mev2
Perhatikan bahwa
efek fotolistrik akan disertai oleh pancaran sinar X karakteristik medium
penyerap.
Koefesien atenuasi massa fotolistrik
Koefesien absorpsi massa fotolistrin menurun cepat dengan kenaikan energi [t/r ~ (1/hf)3], dan meningkat dengan
kenaikan nomer atom medium [t/r ~ Z3].
Efek Compton
Efek hamburan
inelastik Compton merupakan interaksi antara
foton dengan elektron bebas. Proporsi energi dan momentum yang ditransfer pada
elektron tergantung pada sudut θ dan φ.
Energi yang
ditransfer kepada elektron tergantung pada sudut φ, dan dalam diagnostik
relatif sangat rendah.
Untuk elektron bebas, kemungkinan interaksi Compton menurun dengan kenaikan
energi foton, utamanya untuk energi foton lebih dari 100 keV. Untuk energi
foton rendah, koefesien atenuasi massa Compton (s/r) mendekati konstan dalam diagnostik, sebagai
akibat kemungkinan adanya interaksi foton dengan elektron tidak bebas (energi
ikat tidak dapat diabaikan).
Arah hamburan
Arah hamburan cenderung ke depan dengan kenaikan energi. Namun perubahan
arah hamburan kecil untuk energi foton dalam rentang diagnostik. Untuk obyek
tebal, seperti pada pasien, radiasi primer maupun hamburan akan diatenuasi,
sehingga arah hamburan menjadi lebih kompleks. Sebagian besar radiasi yang keluar
dari pasien dihamburkan balik.
![]() |
![]() |


Produksi pasangan
Energi foton >
1.02 MeV berinteraksi dengan inti berat, foton berubah menjadi elektron dan
positron
E = me- c2 + me+ c2
Energi elektron dan positron diam masing-masing 0.51 MeV. Kedua partikel
memberikan energinya kepada medium. Bagi positron, pada saat mendekati diam
akan bergabung dengan elektron diam yang disebut anihilasi, berubah menjadi 2
foton dengan energi masing-masing 0.51 MeV.
Radiasi
annihilasi e+ + e-
® 2 g (0.51 MeV)
Koefesien atenuasi massa produksi pasangan
Koefesien atenuasi produksi pasangan meningkat dengan kenaikan nomer atom (p/r ~ Z), dan meningkat dengan kenaikan energi. Mengingat
dalam diagnostik menggunakan sinar X energi rendah, maka efek produksi pasangan
tidak berkontribusi dalam pembuatan citra. Proses anihilasi akan bermanfaat
pada saat pembentukan citra dengan metode kedokteran nuklir, menggunakan PET
(positron emmission tomography).

Absorpsi pinggir/tepi
(Absorption edge)
Bila energi foton sedikit lebih dari yang dibutuhkan untuk mengeluarkan
elektron dari kulit atom tertentu, akan terjadi peningkatan tajam koefesien
absorpsi fotolistrik. Proses demikian dinamakan absorption edge, dan banyak dimanfaatkan dalam diagnostik.
Contoh penggunaan absorpsi pinggir:
- Penggunaan jodium (Z = 53, K edge = 33 keV) dan barium (Z = 56, K edge = 37 keV) yang dipakai sebagai medium kontras.
- Penggunaan selenium plate (Z = 34, K edge = 13 keV) untuk xeroradiografi. K edge ini juga mengakibatkan selenium merupakan penyerap yang bagus untuk radiasi energi rendah (~ 20 keV) yang digunakan dalam mammografi.
- Absorpsi pinggir juga mempunyai efek signifikan dalam variasi sensitivitas film dengan energi dalam diagnostik.
![]() |
![]() |
Berkas lebar dan
berkas sempit
I = I e -mx untuk berkas sempit
I = B I e -mx untuk berkas lebar
![]() |
Filtrasi dan
penguatan berkas
Filter, untuk menyerap energi rendah, materi filter dipilih dengan memperhatikan
sifat absorption edge. Sebagai contoh, timah Sn (Z = 50, K edge = 29 keV), akan
meneruskan foton 25 – 29 keV yang tidak diinginkan dalam diagnostik, misalnya
untuk radiografi abdomen. Untuk diagnostik umumnya Al (Z = 13, K edge = 1.6
keV). Sinar X < 1.6 keV dan radiasi karakteristik Al akan mudah diserap
jendela tabung atau udara antara filter dan pasien.
Inherent
filtration, diakibatkan oleh gelas tabung, minyak isolasi, jendela tabung (bakelite),
pada umumnya ekuivalen ~ 0.5 – 1 mm Al. Filtrasi inherent tergantung pada kV.
Total filtrasi minimum 1.5 mm Al untuk tabung yang beroperasi dengan tegangan
70 kVp, dan 2.5 mm Al untuk tabung dengan tegangan > 70 kVp. Untuk tabung dengan tegangan
tinggi filter 0.5 mm Cu mungkin lebih baik. Radiasi karakteristik Cu 9 keV,
sehingga dibutuhkan fiter Al untuk menyerapnya.
Pengaruh filter pada spektrum sinar X 100 kV dengan filter inherent 0.5 mm
Al, a) tanpa filter, b) filter ideal (imaginasi), c) dengan tambahan filter 2.5
mm Al
Pemberian filter mengakibatkan penguatan kualitas sinar X, berarti
meningkatkan daya penetrasinya yang dinyatakan dengan H1/2. Namun
pemberian filter juga menurunkan intensitas, sehingga menaikkan waktu paparan
pada pemeriksaan. Untuk kenaikan tegangan 2.5 kali, dibutuhkan tambahan filter
0.5 mm Cu, tanpa mengubah hasil citra yang diperoleh.
![]() |
a) Variasi intensitas dengan ketebalan materi penyerap, b) perubahan H1/2
dengan ketebalan penyerap.
![]() |
No comments:
Post a Comment