Thursday, 5 July 2012

Modifikasi Teknik Radiografi Kedokteran Gigi untuk Tujuan Pemeriksaan Khusus (Radiographic Technique Modification In Dentistry For Specific Purpose)

Achamd Alhami, Evy Savitri
Bagian Radiologi Kedonteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia












Abstract
In accordance with the development of medical science and technology, the role of radiographic examination in dentistry is increasing. The use of modern diagnostic imaging in the world, including Indonesia has been also developed. Nevertheless, conventional radiographic examination especially in Indonesia is still the major equipment available and familiar to most dental practitioner. To provide clinical, educational and research needs in dentistry that limited to conventional radiographic equipment, compentency in basic techniques and creativity to modify standard techniques is needed to achieve the aim of radiographic examination. This paper intended to broadened colleagues' perspective, that for specific purpose of radiographic examination, conventional radiography with some modification can still give maximum diagnostic information.
keywords : radiographic technique, modification, specific purpose
Abstrak
Peran pemeriksaan radiografik di bidang kedokteran gigi semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya IPTEK kedonteran. Penggunaan sarana radiografi modern di dunia, termasuk di indonesia, banyak dikembangkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiografik yang menggunakan peralatan konvensional masih merupakan andalan bagi sebagian besar praktisi kedokteran gigi di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan klinik, pendidikan maupun penelitian di bidang kedokteran gigi yang terbatas dengan peralatan radiografi konvensional, diperlukan penguasaan teknik dasar dan kreativitas melakukan modifikasi teknik-teknik standar agar tujuan pemeriksaan radiografik dapat tercapai. Tulisan ini dimaksudkan untuk membuka wawasan sajawat, bahwa untuk tujuan pemerikasaan tertantu, radiografi konvensional masih dapat memberikan informasi diagnostik maksimal, dengan menerapkan beberapa modifikasi teknik.
Kata kunci : Teknik radiografi, modifikasi, tujuan khusus
Pendahuluan
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat diagnostik utama di bidang kedokteran gigi. Pencitraan modern (modern imaging) yang dapat memberikan informasi diagnostik lebih baik dan akurat, telah pula di kembangkan sejak 1970an. Di Indonesia sarana readigrafi modern ini pula masih bayak digunakan. Walaupun demikian pemeriksaan rediografik yang menggunakan andalan bagi sebagian besar praktisi kedokteran gigi di Indonesia. Proyeksi standar yang sudah banyak di gunakan oleh dokter gigi umum seperti proyeksi intra oral, panoramik dan lateral sefalometri, meskipun terlihat sederhana, sesungguhnya dapat memberikan informasi diagnosti lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan klinis yang maksimal.
Untuk setiap proyeksi memang terdapat ketentuan pengaturan standard. Namun demikian tidak selalu radiograf yang dihasilkan dengan teknik standar dapat memenuhi tujuan pemeriksaan yang daiinginkan dokter gigi. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa modifikasi teknik radiografi kedokteran gigi untuk berbagai tujuan pemeriksaan khusus, baik untuk keperluan perawatan maupun penelitian, berdasarkan evaluasi klinis 5 tahun terakhir. Diharapkan tulisan ini dapat membantu peningkatan pelayanan radiologi kedokteran gigi dan membuka wawasan sejawat tentang bagaimana memaksimalkan pemeriksaanradiografik kedokteran gigi.
Tinjauan Pustaka
Walaupun terdapat banyak jenis pemeriksaan radiografik dengan beragam indikasi dan kegunaan, secara garis besar pemeriksaan radiografik dapat dibedakan menjadi pemeriksaan radiografik konvensional dan modern. (2) Pemerikasaan konvensional antara lain pemeriksaan radiografik proyeksi intra oral seperti paralel, biseksi dan bitewing, atau ekstra oral seperti panoramik, lateral sefalometri dan Postero Anterior (PA) sefalometri. Sedangkan pemeriksaan modern antara lain seperti tomografi, Computed Tomography (CT) Scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). (2) Pemilihan jenis proyeksi harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan radiografi. Tujuan pemeriksaan radiografi sendiri dapat dibedakan menjadi tujuan klinis  (pelayanan), pendidikan dan penelitian. Pemilihan jenis proyeksi yang tepat belum menjamin tercapainya tujuan pemeriksaan. Seringkali diperlukan kreativitas untuk memodifikasi teknik agar informasi diagnostik yang diinginkan dapat diperoleh secara maksimal. Beberapa proyeksi radiografik yang sering digunakan dalam praktek dokter gigi umum adalah periapikal, panoramik, lateral sefalometri dan PA safalometri. (1)
Di Indonesia sampai saat ini masih belum dapat diharapkan pemeriksaan radiografik modern diterapkan di semua tempat pelayanan kesehatan gigi. Yang tersedia di puskemas dan Rumah Sakit tipe C masih terbatas pada radiografi periapikal dan panoramik. (3) Oleh karena itu modifikasi teknik yang ada dalam praktek sehari-hari merupakan alternatif yang perlu dikembangkan. Contoh modifikasi standard yang banyak digunakan adalah pengaturan letak focal trough pada proyeksi panoramik utnuk melihat condyle atau untuk melihat regio anterior dengan jelas. (4)
Pembahasan
Pemeriksaan radiografik utnuk perawatan saluran akar ganda.
Bedasarkan data Klinik Radiologi Kedokteran Gigi FKG UI, rata-rata setiap hari dibutuhkan 15% dari seluruh kasus yang memerlukan pemeriksaan radiografik adalah untuk perawatan saluran akar ganda. lebih dari 70% diantaranya adalah untuk gigi posterior. Untuk melihat saluran akar gigi posterior rahang atas pada umumnya tidak mengalami banyak kesulitan. Namun tidak demikian halnya dengan gigi posterior rahang bawah. Bila digunakan teknik standar periapikal, baik paralel maupun biseksi, maka seringkali terjadi kesulitan melihat saluran akar mesiobukal dan mesioligual karena posisi keduanya yang paling tumpang tindih. Demikian juga untuk gigi premolar satu rahang atas, akar bukal dan palatalnya akan tampak tumpang tindih pada proyeksi standar. (5)
Modifikasi tersebut dilandasi oleh suatu metode yang pertama kali dikemukakan oleh AC clark pada tahun 1909. (1,2,6) Prinsipnya adalah untuk menentukan letak suatu obyek apakah berada di bukal atau lingual/palatal diperlukan dua kali pemotretan. Pemotretan pertama dengan proyeksi periapikal standar dan pemotretan kedua dengan menggeser arah sinar-X ke mesial atau distal. Bila obyek bergerak searah dengan pergeseran cone maka obyek tersebut berada di lingual/palatal. Sebaliknya bila obyek bergerak berlawanan arah, maka obyek tersebut berada di bukal. cara ini dikenal dengan "SLOB" yang artinya "same on lingual, oposite on buccal". (1,2,6)
Pemeriksaan radiografik  untuk akar gigi yang berhubungan dengan sinus maksilaris.
Pada kasus-kasus pencabutan gigi posterior rahang atas, perlu diwaspadai hubungan akar gigi terhadap sinus maksilaris. Apabila hal ini tidak dicermati, akan terjadi komplikasi pencabutan seperti oro-antral fistula dan sinusitis. (7) Pada proyeksi standar periapikal seringkali tampak akar palatal tumpang tindih dengan dasar sinus maksilaris.
Untuk menghindari tumpang tindih gambaran radiografik akar gigi dengan dasar sinus, dapat dilakukan modifikasi perubahan sudut vertikal sebesa 20 derajat dari superior ke inferior. (8) Dengan demikian gambaran radiografik akar gigi akan terpisah dari dasar sinus maksilaris.
Modifikasi ini didasari Metode BOR (Buccal Object Rule), yang dilaporkan oleh A.G Richard tahun 1952. (1,5,6) Prinsipnya adalah untuk menentukan letak suatu obyek di bukal atau lingual/palatal dilakukan dua kali pemotretan. Pemotretan pertama dengan proyeksi periapikal standar, kemudian permotretan kedua dengan mengubah sudut vertikal atau horisontal sebesar 20 derajat. Bila obyek bergerak searah dengan arah cone, maka obyek tersebut berada di bukal. Dan sebaliknya bila obyek bergerak berlawanan arah, maka obyek tersebut berada di lingual. (1,5,6)
Pemeriksaan radiografik untuk akar gigi yang berhubungan dengan canalis mandibularis.
Sama halnya dengan letak akar gigi posterior atas terhadap sinus maksilaris, letak akar gigi posterior bawah terhadap canalis mendibularis harus selalu dicermati, terutama pada tindakan operatif. Untuk menentukan posisi canalis mandibularis terhadap gigi molar 3 rahang bawah, setelah dilakukan proyeksi standar, dilakukan pemotretan kedua dengan modifikasi sudut vertikal -20 derajat (dari inferior ke superior). (1,2,6,8)
Jika canalis mendibularis terletak di bukal apeks gigi molar 3 rahang bawah, maka gambaran canalis mandibularis akan bergerak keatas atau superior terhadap apeks gigi molar 3. Sebaliknya jika canalis mandibularis terletak di lingual apeks, maka ia akan bergerak ke inferior, atau berlawanan arah dengan perubahan sudut vertikal cone sinar-X. (1,2,6,8)
Pemeriksaan radigrafik untuk penentuan lokasi gigi impaksi atau benda asing.
Hal ini terutama pada kasus molar 3 rahang bawah impaksi. Letaknya yang tepat, baik letak akar maupun letak mahkota dan posisinya terhadap struktur anatomis atau gigi lain, sangat perlu dievaluasi sebelum tidakan. Pada kasus gigi impaksi maupun benda asing di rahang, proyeksi periapikal standar tidak dapat menunjukkan posisinya dalam arah mediolateral. Untuk itu dapat digunakan proyeksi oklusal cross section sehingga tampak apakah gigi impaksi tersebut terletak dilateral atau medial mandibula. Metode ini disebut juga metode saling tegak lurus. (1,4)
Kedua radiograf yang dihasilkanakan memberikan gambaran tiga deminsi area atau obyek yang dimaksud, sehingga lokal obyek dapat diindentifikasi. (1,4) Informasi ini penting untuk menentukan perawatn yang diperlukan dan teknik yang digunakan.
Pemeriksaan radiografik untuk tujuan penelitian.
Sejalan dengan perkembangan peralatan, ilmu Radiologi Kedokteran Gigi juga terus dikembangkan. Penelitian di bidang ini sendiri, maupun penilitian bidang lain yang melibatkan pemeriksaan radigrafik semakin banyak dilakukan. Sesuai kaidah penelitian dibidang radiologi, untuk memnuhi tujuan penelitian justru diperlukan modifikasi teknik radiografi. Berdasarkan pengalaman di klinik Radiologi kedokteran Gigi, untuk kepentingan penelitian umumnya diperlukan pemeriksaan radiografik. Dengan demikian proyeksi yang digunakan tidak dapat menggunakan proyeksi standar.
Pada penelitian tumbuh kembang dentokraniofasial, misalnya, selain titik-titik dan bidang-bidang referansi standar, diperlukan pemeriksaan rediografik yang dapat memberikan gamabaran hubungannya dengan tulang lain, misalnya dengan titik referansi di servical. Proyeksi lateral sefalometri standar tidak menjamin ketepatan informasi diagnostik yang diinginkan. Untuk itu diperlukan modifikasi teknik agar gambaran radiografik struktur yang diinginkan dalam posisi yang tepat, sehingga evaluasi sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan.
Contoh lain adalah pemeriksaan radiografik jaringan lunak. Seperti yang diketahui, pada radiografi konvensional gambaran radiografik jaringan lunak lebih sulit diperoleh. Akan tetapi untuk melihat ruang yang ditempati kelenjar adenoid, misalnya pada posisi lateral sefalometri standar, tidak terlihat jelas. Dengan pengaturan posisi kepala pasien yang agak menunduk, ruang yang ditempati kelenjar ini terbebas dari tumpangan tindih dengan struktur sekitarnya, sehingga perkiraan besarnya kelenjar lebih tepat.
Walaupun sudah diperolah gambaran obyek yang ingin diteliti, interpretasi gambaran radiografik tetap harus memenuhi kaidah-kaidah penelitian radiologi. Sebagai contoh, interpretasi radiografik penelitian skala besar, harus dilakukan evaluasi interexaminer dan extraexaminer, untuk memastikan validitas alat diagnostik yang digunakan. Selain itu, pada penelitian yang memerlukan pemeriksaan radiografik berulang, misalnya sebelum tindakan dan pasca tindakan, diperlukan jaminan kualitas bahwa radiograf yang dihasilkan harus repruducible. Artinya radiograf yang dihasilkan harus sama, walaupun waktu pemeriksaannya berbeda. Penjaminan ini merupakan bagian dari tanggung jawab seorang ahli Radiologi Kedokteran Gigi.
Simpulan dan Saran
Walaupun peralatan canggih di bidang Kedokteran Gigi terus berkembang, radiografi konvensional yang memang sudah digunakan di pusat-pusat kesehatan di Indonesia maupun praktek gigi, masih dapat didayagunakan agar diperoleh informasi diagnostik yang maksimal sesuai tujuan pemeriksaan.
Keahlian dan kreativitas dibidang Radiologi Kedokteran Gigi dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan pelayanan kedokteran gigi. Untuk menghindari pengulangan pemotretan yang berarti dosis rediasi pada pasien maupun diri sendiri bertambah, modifikasi harus dilakukan berdasarkan penelitian-penelitian Radiologi Kedokteran Gigi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Daftar Pustaka
1. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: Principle & interpretation, 4th Ed. St. Louis: Mosby; 2000.p. 88-90, 246
2. Whites E. Essentials of dental radiography and radiology. London: Churchill Livingstone; 2003.p. 278-83
3. Eirektorat Kesehatan Gigi, Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI; 1994.p. 12-5
4. Haring JI, Jansen L. Dental Radiography. Principles & techiques, 2nd Ed. Philadelphia: WB Sauders Co; 2000.p. 342-60
5. langland OE, sippy FH. Special radiographic technique. In: textbook of dental radiography, 2nd ed. Illinois: Chaeles C. Thomas Pub.; 1973.p. 277-81
6. Langland OE, Langlais RP. Principle of dental imaging . William & Wilkins; 2002: 265-7
7. Peterson LJ. Principles of management of impacted teeth. In: Contemporary oral and maxillofacial surgery, 3rd Ed.St.Louis: Mosby Inc.; 1998.p. 236-8
8. Andreasen JO, Petersen JK, laskin DM. Textbook and color atlas of tooth impaction. St. Louis: Mosby;.p. 246-321
9. Rakosi T. An atlas and manual of cephalometric radiography. Great Britain: Wolfe medical Publ.Ltd.; 1982.p. 166-8

Radiologi Kedokteran gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan energi pengion dan bentuk energi lainnya (non pengion) dalam bidang diagnostik, imajing dan terapi.
Radiasi adalah proses dikeluarkannya energi radiasi dalam bentuk gelombang (partikel), atau proses kombinasi dari pengeluaran dan pancaran energi radiasi .Sumber radiasi dapat terjadi secara alamiah maupun buatan.
  • Sumber radiasi alamiah
  1. Radiasi dari sinar kosmis
  2. Radiasi yang berasal dari unsur-unsur kimiawi yang terdapat pada lapisan kerak bumi.
  3. Radiasi yang terjadi pada atmosfir sebagai akibat terjadinya pergeseran lintasan perputaran bola bumi.
  4. Radiasi yang berasal dari bahan radioaktif yang terdapat pada lapisan tanah (lapisan bola bumi).
  • Sumber radiasi buatan
Terjadi antara lain dari bahan radioaktif yang melalui spesifikasinya dengan alat khusus dapat dihasilkan jenis radiasi tertentu.Sumber radiasi buatan ini antara lain :
  1. Sinar X
à   Dental X Ray unit,mesin atau pesawat roentgen gigi yang berguna membuat radiografi gigi dan jaringan mulut.Unsur radioaktif yang biasa di gunakan adalah tungsten carbide,barium platinum cyanida.Sinar ini mula-mula ditemukan oleh sarjana fisika dari Wuerhurg,Bavaria bernama Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1895.
à   Unit sinar X medis,alat penghasil sinar X ini biasanya digunakan untuk radiodiagnosa pada ilmu kedokteran umum,misalnya unit sinar X medis jenis polyscoop-p1 yang dapat digunakan pemeriksaan langsung dengan fluoresensi atau untuk pembuatan radiografi dari organ-organ tubuh manusia.
  1. Sinar alfa
  2. Sinar beta
  3. Sinar gamma
  4. Sinar Laser
Sinar X adalah adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang sangat pendek yang dihasilkan oleh mesin penghasil sinar X dengan mengunakan unsur radioaktif tungsten carbide atau barium platinum sianida .

Pembuatan Sinar X
Suatu tabung roentgen hampa udara
ß
Terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu sasaran(target).
Proses Terjadinya sinar x
  1. Katode(filamen) dipanaskan (>2000°C) sampai menyala dg mengaliri listrik dari transformator
  2. Karena panas, elektron-elektron dari katode terlepas
  3. Sewaktu dihubungkan dg tranformator tegangan tinggi, elektron-elektron akan dipercepat gerakannya menuju anode dan dipusatkan ke alat pemusat (focusing cup)
  4. Filamen dibuat relatif negatif terhadap target dengan memilih potensial tinggi
  5. Awan elektron mendadak dihentikan  pada target  dan terbentuk panas (> 99%) dan sinar X (< 1%)
  6. Pelindung timah akan mencegah keluarnya sinar X dari tabung  hanya dapat keluar melalui jendela
  7. Panas yang tinggi pada sasaran akibat benturan  elektron ditiadakan oleh radiator pendingi
Sifat – sifat sinar X
  1. Tidak dapat dilihat
  2. Tidak dapat dibelokkan oleh medan magnet
  3. Tidak dapat difokuskan oleh lensa apapun
  4. Dapat diserap oleh timah hitam(Pb)
  5. Dapat dibelokan setelah menembus logam atau benda padat.
  6. Dapat difraksikan oleh unsur kristal tertentu
  7. Mempunyai panjang gelombang sangat pendek
  8. Mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi
  9. Mempunyai daya tembus yang sangat tinggi
  10. Membutuhkan tegangan listrik yang tinggi untuk proses terjadinya
  11. Dapat menimbulkan efek biologik sebagai akibat radiasi ionisasi
  12. Dapat menimbulkan fluoresensi pada karton/plastik yang dilapisi bubuk halida perak
  13. Dapat bereaksi dengan film yang digunakan untuk roentgenodiagnosa,karena timbul gambar dari objek yang dieksposi.
  14. Dapat menstimulasi sel-sel muda dari organ tubuh hidup
  15. Dapat menyebabkan nekrotik pada jaringan tubuh hidup
  16. Dapat memutasikan sel-sel gonad
  17. Dapat menimbulkan sindrom prodormal dari sisem saluran pencernaan
  18. Dapat menimbulkan sindrom susunan syaraf pusat
  19. Dapat menimbulkan kelainan sel darah,antara lain anemia(Hb sangat rendah) trombositopenia,leukositosis,leukimia dan seterusnya.
Kegunaan Dental Radiography
  1. Radiodiagnosa/Rongenodiagnosa
Radiodiagnosa :Radiograf gigi merupakan data pendukung yang penting dalam menegakkan suatu diagnosa penyakit atau kelainan di Kedokteran Gigi misalnya :
  • Adanya kelainan apikal atau periapikal yang tidak terdeteksi secara klinis.
  • Adanya kelainan pada rahang.
  • Adanya fraktur rahang atau akar gigI
  • Karies yang tersembunyi(pada proksimal atau karies akar)karies sekunder,karies incipien,kedalaman karies dan lain-lain.
  1. Rencana Perawatan
Radiograf gigi sangat membantu dalam pembuatan atau penentuan rencana perawatan,seperti:
  • Penentuan letak pin atau implant
  • Kondisi saluran akar
  • Penentuan jenis dan teknik
  1. Penunjang Perawatan
Radiograf gigi sangat membantu memudahkan dalam melakukan sebuah perawatan,seperti :
  • Komplikasi post operatif
  • Perawatan endodontik
  1. Evaluasi Perawatan
Untuk evaluasi atau kontrol keberhasilan atau kemajuan perawatan
  1. Radiografi merupakan salah satu data rekam medik yang sangat penting.
  2. Kepentingan forensik.
Peralatan Dental Radiography meliputi :
  1. Unit sinar X
  2. Film
  3. Unit Prosesing
  4. Larutan prosesing film
  5. Unit pengering film
  6. Radiography protection system
  7. Viewer
efek Radiasi Sinar X
Sifat sinar x yang berbahaya terutama pada yang terkena radiasi baik makhluk hidup maupun lingkungan,sebagai efek lanjut dari pengaruh radiasi ionisasi terhadap jaringan dan keadaan lingkungan tersebut.
Secara umum,perubahan jaringan atau sel terkena radiasi ionisasi sinar X sebagai akibat terurainya ion-ion air (akibat ionisasi) adanya rekomendasi dengan terbentuknya molekul air dan terbentuknya peroksida yang merupakan racun dalam jaringan atau sel,serta pula terbentuknya ion bebas hidrogen yang akan menimbulkan reaksi kimiawi dan perubahan biokimia pada jaringan sel tersebut.
Radiasi sinar X dapat menimbulkan perubahan-perubahan di dalam tubuh antara lain :
  1. Biokimia cairan tubuh
  2. Biokimia sel
  3. Biokimia jaringan
  4. Biokimia organ
Hal ini akan mengakibatkan timbulnya keluhan,gejala klinis bahkan kematian sel,jaringan dan organ tersebut.
Efek biologi yang terjadi ,mula-mula berupa absorbsi radiasi sampai timbulnya gejala radiasi,keadaan ini memerlukan waktu bertahun-tahun.Masa atau waktu tersebut disebut periode latent.Periode latent terjadi sebagai akibat efek biologi kumulatif.
Gigi
Pada gigi terjadi dua efek radiasi yaitu :
  • Efek radiasi langsung
Efek radiasi langsung terjadi paling dini dari benih gigi,berupa gangguan kalsifikasi benih gigi,gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi gigi.
  • Efek radiasi tak langsung
Efek radiasi tak langsung terjadi setelah pembentukan gigi dan erupsi gigi normal berada dalam rongga mulut,kemudian terkena radiasi ionisasi,maka akan terlihat kelainan gigi tersebut misalnya ada karies radiasi.Biasanya karies radiasi terjadi pada beberapa gigi bahkan seluruh regio yang terkena pancaran sinar radiasi,keadaan ini disebut rampan karies radiasi,yang terjadi setelah mengabsorbsi dosis radiasi 5.000R.
Kelenjar Liur
Radiasi ionisasi yang terjadi pada kelenjar liur dengan dosis radiasi sekitar 3.000R akan menimbulkan gangguan sekresi air liur,hal ini menyebabkan rongga mulut terasa kering disebut xerostomia.
Tingkat perubahan kelenjar liur setelah radiasi
Untuk beberapa hari terjadi radang kelenjar liur,setelah satu minggu terjadi penyusutan parensim sehingga terjadi pengecilan kelenjar liur,ada penyumbatan.Terjadi penurunan sekresi air liur dan viskositasnya lebih kental,warna air liu akan berubah kekuningan dan coklat.Phnya turun lebih asam.
Lidah
Radiasi ionisasi pada lidah,menyebabkan pecahnya papila filiformis dan fungiformis
Bibir,jaringan ikat di dalam mulut dan pipi
Setiap sel jaringan ikat yang terkena radiasi ionisasi akan mengalami perubahan,antara lain :
  • Pecahnya kromosom
  • Pecahnya vakuola didalam inti sel
  • Pecahnya sitoplasma
Prubahan tersebut terjadi terus menerus sedangkan mitosis sel juga terjadi.Perubahan tersebut mengakibatkan sel mitosis tidak normal dan pembentukan sel-sel besar atau sel raksasa.Radiasi lebih lanjut akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan tersebut (nekrotik).Pada beberapa literatur radiasi tersebut dapat menyembuhkan kanker tetapi dapat menyebabkan kanker.Kanker mulut kadang-kadang terjadi sebagai akibat pengobatan dengan radiasi(radioterapi) dengan dosis radiasi sekitar 5000-7000 Rad.
  • Daerah leher
Bila daerah leher terkena radiasi,yang menderita radiasi ionisasi adalah kelenjar tiroid.Dosis rendah yang terserap kelenjar tiroid lebih kecil dari 6,5 rad tidak mengakibatkan kelainan,tetapi bila dosis radiasi tersersp jauh lebih tinggi,akan mengakibatkan stimulasi sel kelenjar tiroid serta kanker tiroid. (Lukman, 1990)
Satuan dari Radiasi
  1. Rad
Satuan dosis serap yang diperlukan untuk melepaskan tenaga 100 erg dalam 1 gram bahan yang disinari .1 Rad = 100 erg/gram
  1. Roentgen
Suatu pemaparan radiasi yang memberikan muatan  2,58 x 10 coulomb per kg udara
  1. Rem
Adalah satuan dosis ekuivalen; yaitu sama dengan dosis
serap dikalikan dengan faktor kualitas (QF)
  1. Gray (Gy)
1 Gy = 100 rad
  1. Sievert (Sv)
1 Sv = 100 Rem

BAB III.PEMBAHASAN

3.1 Mengetahui prosesing film
Tahapan pengolahan film secara konvensional  terdiri dari pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan pengeringan (drying).
A. Developing ( Pembangkitan )
Pembangkitan merupakan langkah pertama dalam memproses film. Suatu larutan kimia yang dikenal sebagai larutan pengembang atau developer digunakan dalam proses pembangkitan. Tujuan dari developer atau pengembang adalah mengurangi paparan, energi Kristal perak halida kimia ke perak hitam metalik. Larutan pengembang ini melembutkan emulsi film selama proses ini
a. Sifat dasar
Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Sementara butiran perak halida yang tidak mendapat penyinaran tidak akan terjadi perubahan.
Perubahan menjadi perak metalik ini berperan dalam penghitaman bagian-bagian yang terkena cahaya sinar-X sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh film.Sedangkan yang tidak mendapat penyinaran akan tetap bening. Dari perubahan butiran perak halida inilah akan terbentuk bayangan laten pada film.
b. Bayangan laten (latent image)
Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromida negative (AgBr) yang tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion bromide yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron ini akan bergerak dengan cepat kemudian akan tersimpan di daiam bintik kepekaan (sensitivity speck) sehingga bermuatan negatif.
Kemudian bintik kepekaan ini akan menarik ion perak positif yang bergerak bebas untuk masuk ke dalamnya lalu menetralkan ion perak positif menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Maka terjadilah bayangan laten yang gambarannya bersifat tidak tampak.
c. Larutan developer terdiri dari:
i. bahan pelarut (solvent)
Bahan yang dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak mengandung mineral.
ii. Bahan pembangkit (developing agent).
Bahan pembangkit adalah bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi perak metalik. Di dalam lembaran film, bahan pembangkit ini akan bereaksi dengan memberikan elektron kepada kristal perak bromida untuk menetralisir ion perak sehingga kristal perak halida yang tadinya telah terkena penyinaran menjadi perak metalik berwarna hitam, tanpa mempengaruhi kristal yang tidak terkena penyinaran. Bahan yang biasa digunakan adalah jenis benzena (C6H6).

iii. Bahan pemercepat (accelerator).
Bahan developer membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film mudah membengkak dan mudah diterobos oleh bahan pembangkit (mudah diaktifkan). Bahan yang mengandung alkali ini disebut bahan pemercepat yang biasanya terdapat pada bahan seperti potasium karbonat (Na2CO3 / K2CO3) atau potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang mempunyai sifat dapat larut dalam air.
iv. Bahan penahan (restrainer).
Fungsi bahan penahan adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan pembangkit terhadap kristal yang tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut (fog) pada bayangan film. Bahan yang sering digunakan adalah kalium bromida.
v. Bahan penangkal (preservatif).
Bahan penangkal berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan pembangkit. Bahan pembangkit mudah teroksidasi karena mengabsorbsi oksigen dari udara. Namun bahan penangkal ini tidak menghentikan sepenuhnya proses oksidasi, hanya mengurangi laju oksidasi dan meminimalkan efek yang ditimbulkannya.
vi. Bahan-bahan tambahan.
Selain dari bahan-bahan dasar, cairan pembangkit mengandung pula bahan-bahan tambahan seperti bahan penyangga (buffer) dan bahan pengeras (hardening agent). Fungsi dari bahan penyangga adalah untuk mempertahankan pH cairan sehingga aktivitas cairan pembangkit relatif konstan. Sedangkan fungsi dari bahan pengeras adalah untuk mengeraskan emulsi film yang diproses.
B. Rinsing (Pembilasan)
Setelah proses pembangkitan, rendaman air digunakan untuk mencuci atau membilas film. Pembilasan digunakan untuk menghilangkan developer atau pengembang dari film dan memberhentikan proses pengembangan. Pada waktu film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan terbawa pada permukaan film dan juga di dalam emulsi filmnya.
Cairan pembilas akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya.Cairan pembangkit yang tersisa masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog) sehingga foto hasil tidak memuaskan.Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air. Pembilasan ini harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.
C. Fixing (Penetapan)
Setelah proses pembilasan, difiksasi. Suatu larutan kimia yang dikenal sebagai fiksator digunakan dalam proses fiksasi. Tujuan dari fiksator adalah untuk menghilangkan Kristal perak halida yang tidak terpapar dan terkena energi emulsi film. Fiksator menguatkan emulsi film selama proses ini.
Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Perak halida dihilangkan dengan cara mengubahnya menjadi perak komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam air kemudian selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian.
Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.
Bahan-bahan yang dipakai untuk membuat suatu cairan penetap adalah:
a. Bahan penetap (fixing agent).
Dipilih bahan yang berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini bersifat dapat bereaksi dengan perak halida dan membentuk komponen perak yang larut dalam air, tidak merusak gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap bayangan perak metalik. Bahan yang umum digunakan adalah natrium thiosulfat (Na2S2O3) yang dikenal dengan nama hypo.
b. Bahan pemercepat (accelerator).
Untuk menghindari kabut dikroik dan timbulnya noda kecoklatan, biasanya digunakan asam yang sesuai. Karena pembangkit memerlukan basa dalam menjalankan aksinya, maka tingkat keasaman cairan penetap akan menghentikan aksinya.
Asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) akan merusak bahan penetap dan mengendapkan sulfur
c. Bahan penangkal (preservatif).
Untuk menghindari adanya pengendapan sulfur maka pada cairan penetap ditambahkan bahan penangkal yang akan melarutkan kembali sulfur tersebut. Bahan penangkal yang digunakan adalah natrium sulfit, natrium metabisulfit, atau kalium metabisulfit.


d. Balian pengeras (hardener)
Bahan ini digunakan untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang berlebihan. Pembengkakan emulsi akan membuat perak bromida mudah terkelupas dan pengeringan film yang tidak merata. Bahan yang digunakan biasanya adalah potassium alum [K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat [Al2(SO4) 3].
e. Bahan penyangga (buffer).
Digunakan untuk mempertahankan pH cairan agar dapat tetap terjaga pada nilai 4 – 5. Bahan yang digunakan adalah pasangan antara asam asetat dengan natrium asetat, atau pasangan natrium sulfit dengan natrium bisulfit.
f. Pelarut (solvent).
Pelarut yang ummn digunakan adalah air bersih.
D.Washing (Pencucian)
Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
E. Drying (Pengeringan)

Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak.
Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.
Teknik prosesing film yg lain yaitu
1. MANUAL
a. dengan dark room ;
1) Metode visual
2) Metode temperatur dan waktu
b. Tanpa dark room (self processing)
2. OTOMATIS
ð  dg film processing otomatics machine
  • Cara kerja dari metode visual
R  Film dibuka di kamar gelap
R   Lakukan developing dalam developer  ð diangkat    ð diamati (diulang) sampai film hijau (putih dan   hitam)
R   Cuci dlm air tenang sampai bersih (20 detik)
R   Fixing dalam fikser sampai radiograf jernih
R   Cuci dalam air mengalir sampai bau asam hilang
R   Radiograf dikeringkan
KEUNTUNGAN METODE VISUAL
-detail dan kontras lebih baik walupun exposure bervariasi:
-Film over-exposure ð Under-developing
- Film under-exposure ð over-developing
  • Cara kerja metode temperatur dan waktu
R  Film dibuka di kamar gelap
R   Masukkan film kedalam developer sesuai dengan waktu dan temepratur yang telah ditentukan,
KEUNTUNGAN METODE TEMPERATUR DAN WAKTU
  • Tidak perlu pengamatan berkali-kalið ada alarm
  •  Dapat memperkirakan jumlah exposure
  •  Dapat mengerjakan banyak film
KERUGIAN METODE TEMPERATUR DAN WAKTU
ð  Kontras dan detail radiograf kurang baik
  • Cara kerja metode self prosesing
Larutan prosesing sudah mengandung developer dan fixer dalam satu larutan (MONOBATH) ð Dsuntikkan kedalam film packet yang sudah di exposure ð dibuka dan dicuci dengan air mengalir ð dikeringkan
  • Cara kerja otomatis prosesing
Film dimasukkan kedalam alat (prosesor otomatis) yang berisi developer dan fixer. Film secara otomatis akan berjalan melewati kedua larutan tersebut dan keluar dari alat sudah dalam keadaan kering.
3.2 Mengetahui alat dan cara pemaparan radasi
Teknik radiografi merupakan salah satu metode pengujian material tak-merusak yang selama ini sering digunakan oleh industri baja untuk menentukan jaminan kualitas dari produk yang dihasilkan. Teknik ini adalah pemeriksaan dengan  menggunakan sumber radiasi (sinar-x atau sinar  gamma) sebagai media pemeriksa dan film sebagai perekam gambar yang dihasilkan. Radiasi melewati  benda uji dan terjadi atenuasi dalam benda uji.
Sinar  yang akan diatenuasi tersebut akan direkam oleh film yang diletakkan pada bagian belakang dari benda uji. Setelah film tersebut diproses dalam kamar gelap  maka film tersebut dapat dievaluasi. Bila terdapat  cacad pada benda uji maka akan diamati pada film radiografi dengan melihat perbedaan kehitaman atau densitas. Pemilihan sumber radiasi berdasarkan pada  ketebalan benda yang diperlukan karena daya tembus sinar gamma terhadap material berbeda. P
ada sumber pemancar sinar gamma tergantung besar aktivitas  sumber. Sedangkan pemilihan tipe film sangat  mempengaruhi pemeriksaan kualitas material. Film  digunakan untuk merekam gambar material yangdiperiksa. Pemilihan tipe film yang benar akan menghasilkan kualitas hasil radiografi yang sangat baik. Pada umumnya kita mengenal dua macam jenis film, yaitu film cepat dan film lambat. Pada film cepatbutir-butirannya besar, kekontrasan dan definisinya kurang baik. Sedangkan pada film lambat butir- butirannya kecil,
JENIS-JENIS FOTO RONTGEN GIGI
Secara garis besar foto Rontgen gigi, berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan film, dibagi menjadi dua: foto Rontgen Intra oral dan foto Rontgen extra oral.
Teknik Rontgen Intra oral
Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi intra oral yaitu: pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal.
Teknik Rontgen Periapikal
Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang digunakan untuk memperoleh foto periapikal yaitu teknik parallel dan bisektris, yang sering digunakan di RSGM adalah teknik bisektris.
Teknik Bite Wing
Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukan gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya yaitu pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut.
Teknik Rontgen Oklusal
Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang atas maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan adalah film oklusal. Teknik pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan untuk mengoklusikan atau menggigit bagian dari film tersebut.
Teknik Rontgen Ekstra Oral
Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto Rontgen ekstra oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto Rontgen panoramik, sedangkan contoh foto Rontgen ekstra oral lainnya adalah foto lateral, foto antero posterior, foto postero anterior, foto cephalometri, proyeksi-Waters, proyeksi reverse-Towne, proyeksi Submentovertex
Teknik Rontgen Panoramik
Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.
Teknik Lateral
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.
Teknik Postero Anterior
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau
kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto Rontgen ini juga dapat
memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis,
fossanasalis, dan orbita.
Teknik Antero Posterior
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung.
Teknik Cephalometri
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan palatum keras.
Proyeksi Water’s
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga nasal.
Proyeksi Reverse-Towne
Foto Rontgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat dinding postero lateral pada maksila.
Proyeksi Submentovertex
Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus maksila, dan arcus zigomatikus.
ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM PROSESING FILM
  1. DARK ROOM
ðTempat memproses film sampai terjadi gambar yang siap  untuk dibaca
PERSYARATAN:
  •  Ukuran memadai ~kapasitas, beban kerja
  •  Terlindung (radiasi, sinar matahari,bahan kimia lain selain
bahan prosesing film)
  •  ada sirkulasi udara
  •  Air bersih
  • Safe light (cukup lampu merah atau hijau 5 watt)
DARK ROOM TERDIRI DARI:
  • Wet side
- bak berisi air mengalir
- Tangki pembangkit/pengembang (developer tank)
- Tangki penetap (fixer tank)
  • dry side
@  Almari untuk penyimpan
-  Film
- Kaset
-dll
@ Film hanger
  1. FILM PROSESING TANK
  1. FILM PROCESSING SOLUTION
  • Developing solution
- Natrium Karbonat ð akselerator developer, menjaga developer tetap basa
-Kalium Bromide ðreduksi kristal yg tidak  tertembus  x-ray, mencegah kabut film
-Natrium sulfit (preservative)   ð mencegah oksidasi zat pereduks
- Air ð pelarut
-Metol (elon) ; pereduksi ð timbulkan  detail gambar
-Hiroquinone(pereduksi) ð kontras yg baik
  • Fixing solution
Bersifat asam  Menghilangkan developerMengandung:
- Natrium tiosulfat ðmelarutkan AgBr yg tidak larut  dlm developing
-Asam asetat ð netralisir sisa developer pd film
-Natrium sulfit ðmencegah zat fixing terurai dlm  asam asetat(mencegah pengendapan)
-Kalium alum (boraks) ðmengeraskan gelatin pada emulsi film ð gambaran tahan lama
-Air ð pelarut
3.3 Mengetahui evaluasi dari hasil prosesing film
Kegagalan dalam processing film bisa terjadi oleh beberapa alasan di antranya:
  • Time and temperature errors
Pengaturan waktu dalam processing film harus diperhatikan, seperti contoh dalam FIXING, yang menurut ketentuan harus dilakukan selama 4-15 menit. Jika kurang dari penetapan waktu tersebut maka hasil film akan mudah kabur dalam jangka waktu pendek. Sedangkan pabila melebihi batasan waktu, maka gambar pada film akan hilang. Sedangkan pengaturan temperature di gunakan dalam processing film dengan metode Time and Temperature.
  • Chemical contamination  errors
Bahan-bahan kimia yang mencampuri dalam processing film dapat mengakibatkan hasil film yang buruk. Seperti bila ada senyawa AgBr, yang masih tertinggal pada film maka hasil film pada nantinya akan terlihat buram
  • Film handling errors
Pemegangang pada film diperbolehkan saat memastikan bahawa film tersebut sudah benar benar kering. Karena kalau tidak akan tercetak jari jari kita pada film, bisa juga timbul bercak bercak yang akan mengganggu dari hasil FILM itu sendiri.
  • Lighting errors
Tidak diperbolehkan untuk menggunakan warna lampu yang berwarna putih, dan jarak antara penerangan dengan working area tidak boleh terlalu dekat, minimum  4 kaki. Bila hal ini tidak diperhatikan maka hasil pada film akan terlihat seperti berkabut (fogged)
ARTEFACT RADIOGRAFI:
Struktur atau gambaran yang tidak normal ada/tampak dlm radiograf ; pada obyek yg difoto tidak ada
SEBAB:
  •  Defect pada film atau film packet
  •  Improper handling of the film packet
  •  Accidental incidental to processing of the film
  •  Radiographic technical error
  1. RADIOGRAF DENGAN GORESAN RADIOLUSEN
SEBAB : r Film tergores kuku atau benda lainnya
r film tertekuk / kerutan film
r goresan penjepit film yg terkontaminasi developer yg pekat
r pecikan larutan developer
  1. RADIOGRAF DENGAN CAP JARI
SEBAB : Memegang film dengan jari yang basah atau berkeringan
  1. RADIOGRAF DENGAN GAMBAR JARING/POLA ALUR BAN
SEBAB : penempatan film terbalik
  1. NODA PUTIH PADA RADIOGRAF
SEBAB : Æartifak larutan fiksasi
Æ emulsi tergores
Æ Benda/obyek radiopak tertanam dalam jaringan
Æ Benda/obyek radiopak pada cone
  1. RETIKULASI PADA RADIOGRAF
SEBAB ; Perbedaan suhu yang tajam antara larutan developing dan air
pencuci
  1. RADIOGRAF TIDAK LENGKAP
SEBAB : r Film kontak dengan hanger, sisi bak pencuci atau kontak dengan
film lain selama proses pengembangan
r penempatan film kurang tepat (kurang ke apikal; terlalu ke apikal)
r Sebagian film tidak masuk dalam larutan pengembang
r Kegagalan penempatan film sejajar dataran oklusal
r Angulasi vertikal terlalu kecil c pemanjangan
  1. RADIOGRAF TERLALU PUTIH
SEBAB: r Underexposure
r waktu developing terlalu singkat
r Temperatur developer rendah
r Konsentrasi developer lemah
r larutan developer terlalu dingin, kadaluarsa, kotor atau
tercampur satu sama lain
r Kualitas film jelek
r Voltage dan mA kurang
3.4 Mengetahui efek samping dari sinar x
Sinar X, selain memiliki sifat yang menguntungkan juga memiliki beberapa efek yang berdampak buruk pada tubuh maupun lingkungan. Ketika menembus jaringan tubuh, radiasi sinar ionisasi menimbulkan kerusakan pada tubuh, terutama dengan ionisasi atom-atom pembentuk jaringan. Indikasi radiasi yang merusak dalam tingkat atom akan menimbulkan perubahan molekul, yang menimbulkan kerusakan seluler, serta menimbulkan fungsi sel abnormal atau hilangnya fungsi sel.
Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah terpapar (10-15 detik), kemudian diikuti dengan proses biologic dalam tubuh. Proses biologic meliputi rangkaian perubahan pada tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh.
Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada sel. Bergantung pada dosis radiasi yang diterima tubuh. Pada paparan akut dosis relative tinggi, efek yang timbul merupakan hasil kematian dari sel yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian.
Efek seperti ini disebut efek deterministic yang umumnya segera dapat teramati secara klinis setelah tubuh terppar radiasi dengan dosis diatas dosis ambang. Selain itu, radiasi dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan perubahan atau transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang abnormal.
Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel, kususnya DNA dan kromosom. Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya kanker pada sebagian individu terpapar atau penyakit herediter meningkat dengan bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut efek stokastik.
Efek Radiasi pada Membran Mukosa Mulut
Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring akan mengikutsertakan sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri pada saat menelan, mulut kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali diperparah oleh timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidah serta palatum.
Efek Radiasi pada Glandula Salivarius
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukiti dapat mengakibatkan  rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai drajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan lamanya penyinaran.. Mulut akan menjadi kering (Xerostomia) dan sakit, serta pembengkakan dan nyeri karena berkurangnya saliva sehingga menyebabkan hilangnya fungis lubrikasi.
Efek Radiasi pada Gigi
Gigi yang telah erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi daerah rongga mulut, meskipun kerusakannya baru tampak setelah beberapa tahun setelah radiasi. Manifestasi kerusakan berupa destruksi substansi gigi yang disebut karies radiasi dan dimulai pada servikal gigi. Lesi berupa demineralisasi yang lebih daripada karies pada umumnya, dengan pola melintas gigi dan menyebabkan kerusakan mahkota gigi pada daerah servikal.
Kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) mengakibatkan karies gigi. Secara radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila dibandingkan dengan email atau dentin. Hal ini penting bagi pendiagnosa untuk melihat radiografi dalam situasi pengamatan yang tepat dengan pandangan yang jelas agar dapat membedakan antara restorasi dan anatomi gigi yang normal. Pada gigi terjadi dua efek radiasi yaitu efek radiasi secara langsung dan tidak langsung.
a. Efek Radiasi Langsung
Efek radiasi ini terjadi paling dini dari benih gigi, berupa gangguan kalsifikasi benih gigi, gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi gigi.
b. Efek Radiasi tidak Langsung
Efek radiasi tidak langsung terjadi setelah pembentukan gigi dan erupsi gigi normal berada dalam rongga mulut, kemudian terkena radiasi ionosasi, maka akan terlihat kelainan gigi tersebut misalnya adanya karies radiasi. Biasanya karies radiasi pada beberapa gigi bahkan seluruh region yang terkena pancaran sinar radiasi, keadaan ini disebut rampan karies radiasi. Radiasi karies merupakan bentuk rampan dari kerusakan gigi yang dapat terjadi pada tiap individu yang mendapatkan radioterapi termasuk penyinaran dari glandula saliva. Lesi karies dihasilkan dari perubahan glandula salivarius.
Penurunan arus, peningkatan pH, penurunan kapasitas buffer karena adanya perubahan elektrolit dan peningkatan viskositas. Saliva normal dapat menurun dan akumulasi debris yang cepat karena tidak adanya tindakan pembersihan. Karies sekunder yang disebabkan radiasi memiliki bentuk jelas yang merata pada cement enamel junction (CEJ) dari permukaan bukolabial, merupakan lokasi yang biasanya tahan terhadap karies.
Permukaan bukal dan lingual sering Nampak warna putih atau opak karena terjadi demineralisasi dari email. Daerah ini terjadi demineralisasi bila saliva menjadi asam dan kehilangan suplai mineral yang secara normal mengisi ion negative berubah, permukaan lembut, kehailangan translusensi dan sering fraktur, menyebabkan erosi, membuat dentin menjadi terbuka.
Efek Radiasi pada Tulang
Perawatan kanker pada daerah mulut sering dialkukan penyinaran termasuk pada mandibula. Kerusakan primer pada tulang disebabkan oleh penyinaran yan mengakibatkan rusaknya pembuluh darah periosteum dan tulang kortikal, yang dalam keadaan normalnya sudah tipis. Radiasi juga dapat merusak osteoblas dan osteoklas. Jaringan sumsusm tulang menjadi hipovaskular, hipoxik, dan hiposelular.
Sebagai tambahan, endosteum menjadi terjadi atrofi pada endosteum menunjukkan berkurangnya aktifitas osteoblas dan osteoklas, dan beberapa lacuna pada tulang yang kompak tampak kosong, hal tersebut merupakan indikasi terjadinya nekrosis. Derajat mineralisasi menjadi berkurang, memicu terjadinya kerapuhan, aytau perubahandari tulang yang normal. Jika keadaan ini bertambah parah tulang akan mangalami kematian, kondisi seperti ini disebut osteoradionecrosis.
Efek Radiasi pada Pulpa
Apoptosis adalah mekanisme biologis yang merupakan jenis kematian sel yang terprogram, yang dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Apoptosis digunakan oleh organism multi sel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh.
Apoptosis dapat terjadi selama selama perkembangan, sebagai mekanisme homeostatis untuk menjaga atau memelihara populasi sel dalam jaringan, sebagai mekanisme pertahanan jika sel rusak oleh suatu penyakit atau bahan racun pada proses penuaan.
Apoptosis pada jaringan fibroral pulpa dapat terjadi akibat dosis radiasi yang diterima selama terapi radiasi adalah ± 200 rad sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa meningkat pulpa sehingga selain sel sel fibrolas, sel-sel lain juga turut mati akibat efek radiasi. Dikarenakan sel fibrolas merupakan sel terbanyak yang ada di pulpa dengan fungsi sebagai menjaga integritas dan vitalitas pulpa berupa membentuk dan mempertahankan matriks jaringan pulpa dengan membentuk ground substance dan serat kolagen sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa menjadi proses awal terjadinya karies radiasi.
Selain itu, Interaksi radiasi pengion dengan meteri biologic diawali dengan interaksdi fisika yaitu, proses ionisasi. Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel yang efeknya kemudian akan mengenai molekul organik penting. Mengingat sekitar 80% dari tubuh manusia terdiri dari air, maka sebagian besar interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara tidak langsung.
A. Radiasi dengan Molekul Air (Radiolisis Air)
Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air akan menghasilkan radikal bebas (H* dan OH*) yang tidak stabil serta sangat reaktif dan toksik terhadap molekul organik vital tubuh.
B. Radiasi dengan DNA..
Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa, putusnya ikatan hydrogen antar basa, hilangnya basa dan lainnya. Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break, atau putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand breaks
C. Radiasi dengan Kromosom.
Sebuah kromosom terdiri dari dua lengan yang dihubungkan satu sama lain dengan suatu penyempitan yang disebut sentromer. Radiasi dapat menyebabkan perubahan baik pada jumlah maupun struktur kromosom yang disebut aberasi kromosom. Perubahan jumlah kromosom, misalnya menjadi 47 buah pada sel somatic yang memungkinkan timbulnya kelainan genetic. Kerusakan struktur kromosom berupa patahnya lengan kromosom terjadi secara acak dengan peluang yang semakin besar dengan meningkatnya dosis radiasi.
DOSIS DAN EFEK SOMATIK RADIASI
1. Dosis lemah/rendah: 0 – 50 rad
a. 0-25 rad
ð tidak ada efek,mungkin tidak ada delayed effect
b. 25-50 rad
ð efek tidak ada/sedikit perubahan susunan darah,
mungkin ada delayed effect
2. Dosis sedang           : 50-200 rad
a. 50-100 rad
ð badan lemas/mual, perpendekan umur, perubahan
susunan darah ð delayed recovery
b. 100-200 rad
ð mual dan muntah 24 jam setelah radiasi, nafsu
makan kurang, lemas, suara serak, diare, epilepsi,
kerontokan rambut
3. Dosis semi letal       : 200-400 rad
- mual, mutah dalam 1-2 jam setelah radiasi
- epilepsi
- nafsu makan berkurang
- panas dan lemas
- pada minggu ke-3: radang mulut/tenggorok
- Pada minggu ke-4 : pucat, perdarahan hidung, diar
4. Dosis letal   : 400-600 rad
- 1-2 Jam : mual muntah
- akhir minggu ke-1: radang mulut/tenggorokan
BAB IV. KESIMPULAN
1. Teknik prosesing film yg lain yaitu
  • MANUAL
a. dengan dark room ;
1) Metode visual
2) Metode temperatur dan waktu
b. Tanpa dark room (self processing)
  • OTOMATIS
ð  dg film processing otomatics machine
Tahapan pengolahan film secara mannual terdiri dari pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan pengeringan (drying).
2. JENIS-JENIS FOTO RONTGEN GIGI
Teknik Rontgen Ekstra Oral
Teknik Rontgen Panoramik
Teknik Rontgen Oklusal
Teknik Bite Wing
Teknik Rontgen Periapikal
Teknik Rontgen Intra oral
Teknik Lateral
Teknik Postero Anterior
Teknik Antero Posterior
Teknik Cephalometri
3.Kegagalan dalam processing film bisa terjadi oleh beberapa alasan di antranya
Time and temperature errors
Chemical contamination  errors
Film handling errors
Lighting errors
4.efek radiasi
Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah terpapar (10-15 detik), kemudian diikuti dengan proses biologic dalam tubuh. Proses biologic meliputi rangkaian perubahan pada tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh.
Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada sel. Bergantung pada dosis radiasi yang diterima tubuh. Pada paparan akut dosis relative tinggi, efek yang timbul merupakan hasil kematian dari sel yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian. *laporan tutorial kelompok enam*


DAFTAR PUSTAKA
Copyright 2003, Elsevier Science (USA). Produced in the United States of America
O’Brien, Richard C. 1982. Dental Radiography: An Introduction for Dental Hygienists and Assistants. Philadelphia: W. B. Saunders Company
Clark, K.C., (1974), Positioning Radiography. Volume 2. Churchill Livingstone, London.
Fong, E., et al., (1980), Body Structures and Functions. 6th ed. Delmar Publishing Inc., Boston.
Hoxter, E.A., (1978), Teknik Pemotretan Rontgen. Hlm 129, EGC, Jakarta
http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/GAMBARAN%20DISTRIBUSI%20TEKNIK%20FOTO%20RONTGEN%20GIGI%20YANG%20DIGUNAKAN%20DI%20RSGM-FKG%20UNPAD.PDF

Kriteria Radiografi Panoramik


Menurut Bontrager (2001), struktur anatomi yang harus tampak pada radiografi panoramik antara lain gigi geligi, mandibula, temporomandibular joints (TMJs), nasal fossae, sinus maksila, arkus zygomatikum, maksila, dan bagian vertebra servikal.
Mandibula tampak tanpa rotasi atau penyudutan yang diindikasikan dengan TMJ pada bidang horisontal yang sama pada gambaran, ramus dan gigi belakang magnifikasinya sama pada setiap sisi gambar, gigi depan dan belakang tampak secara tajam dengan magnifikasi yang sama. Selain itu, posisi pasien yang tepat yang diindikasikan dengan simpisis mandibula terproyeksi secara lurus di bawah mandibular angles, mandibula berbentuk lengkung, bidang oklusal sejajar dengan sumbu panjang pada gambaran, gigi atas dan bawah terletak rapi dan terpisah tanpa superposisi, vertebra servikal tampak tanpa superposisi pada TMJ (Bontrager, 2001).
Densitas mandibula dan gigi geligi sama dalam gambaran. Tidak ada densitas hilang yang jelas tergambar di tengah. Tidak ada artefak yang bertumpukan pada gambaran (Bontrager, 2001).
Gambar : Struktur anatomi radiografi panoramik (Bontrager, 2001)
Keterangan : A. Fossa nasal; B. Sinus maksila; C. Arkus zygomatik; D. Kondil; E. Mandibular notch; F. Prosesus koronoid; G. Angle (gonion); H. Ramus; I. Bidang oklusal; J. Body; K. Simpisis.
Bayangan anatomi normal yang tampak pada radiografi panoramik bervariasi antara pesawat panoramik yang satu dengan yang lain, tetapi secara umum dibagi menjadi 2 yaitu bayangan asli atau nyata dan bayangan artefak (Whaites, 1997).
  • Bayangan asli atau nyata
- Bayangan jaringan keras (hard tissue)
Yaitu gigi geligi, mandibula, maksila, hard palate, prosesus styloid, tulang hyoid, septum nasal dan konka, lingkaran orbita, dan dasar kepala.
Gambar : Bayangan hard tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)
Keterangan : A. Septum nasal; B. Tengah dan bawah turninates; C. Garis orbita; D. Hard palate; E. Permukaan antrum; F. Permukaan antrum; G. MAE; H. Prosesus styloid; I. Hyoid; J. Plastik kepala pendukung.
- Bayangan jaringan lunak
Yaitu lobus telinga, kartilago nasal, soft palate, punggung lidah, bibir, pipi, dan lipatan nasolabial.
Gambar 12. Bayangan soft tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)
Keterangan : A. Kartilago nasal; B. Lobus telinga; C. Soft palate; D. Punggung lidah; E. Orofaring; F. Lipatan nasolabial; G. Mulut.
- Bayangan udara (mulut dan orofaring).
  • Bayangan artefak
Yaitu vertebra servikal, body, angle dan ramus sisi samping mandibula, serta palate.
Gambar : Bayangan artefak pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)
Keterangan : A. Palate; B. Mandibula; C. Vertebra Servikal.
Menurut Carver (2006), kriteria untuk penilaian kualitas gambar suatu radiograf panoramik antara lain :
- Semua mandibula termasuk simpisis mental bawah dan kondilus atas tampak. Hard palate dan bagian bawah sinus maksila tampak.
- Susunan gigi tampak pada garis horison.
- Bite rod
tampak di pusat antara insisivus atas dan bawah yang dipisahkan oleh bidang oklusal gigi.
- Semua gigi tampak tajam.
- Struktur servikal tampak kabur di bagian depan yang superposisi dengan bayangan insisivus. Bayangan vertebra servikal terlihat tajam di kedua sisi samping dari gambaran, terbebas dari daerah yang akan diperiksa.
- Garis tepi mandibula tampak berlanjut dan tidak terputus.
Referensi :
- Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy. Fifth Edition. Saint Louis : Mosby.
- Carver, Elizabeth dan Barry Carver. 2006. Medical Imaging, Techniques, Reflection and Evaluation. New York : Churchill Livingstone.
- Whaites, Eric. 1997. Essentials of Dental Radiography and Radiology, Reprinted Second Edition. New York : Churchill Livingstone.
 
Kriteria Radiografi Panoramik 

Menurut Bontrager (2001), struktur anatomi yang harus tampak pada radiografi panoramik antara lain gigi geligi, mandibula, temporomandibular joints (TMJs), nasal fossae, sinus maksila, arkus zygomatikum, maksila, dan bagian vertebra servikal.

Mandibula tampak tanpa rotasi atau penyudutan yang diindikasikan dengan TMJ pada bidang horisontal yang sama pada gambaran, ramus dan gigi belakang magnifikasinya sama pada setiap sisi gambar, gigi depan dan belakang tampak secara tajam dengan magnifikasi yang sama. Selain itu, posisi pasien yang tepat yang diindikasikan dengan simpisis mandibula terproyeksi secara lurus di bawah mandibular angles, mandibula berbentuk lengkung, bidang oklusal sejajar dengan sumbu panjang pada gambaran, gigi atas dan bawah terletak rapi dan terpisah tanpa superposisi, vertebra servikal tampak tanpa superposisi pada TMJ (Bontrager, 2001).
Densitas mandibula dan gigi geligi sama dalam gambaran. Tidak ada densitas hilang yang jelas tergambar di tengah. Tidak ada artefak yang bertumpukan pada gambaran (Bontrager, 2001).
Gambar : Struktur anatomi radiografi panoramik (Bontrager, 2001)
Keterangan : A. Fossa nasal; B. Sinus maksila; C. Arkus zygomatik; D. Kondil; E. Mandibular notch; F. Prosesus koronoid; G. Angle (gonion); H. Ramus; I. Bidang oklusal; J. Body; K. Simpisis.
Bayangan anatomi normal yang tampak pada radiografi panoramik bervariasi antara pesawat panoramik yang satu dengan yang lain, tetapi secara umum dibagi menjadi 2 yaitu bayangan asli atau nyata dan bayangan artefak (Whaites, 1997).
  • Bayangan asli atau nyata
- Bayangan jaringan keras (hard tissue)
Yaitu gigi geligi, mandibula, maksila, hard palate, prosesus styloid, tulang hyoid, septum nasal dan konka, lingkaran orbita, dan dasar kepala.
Gambar : Bayangan hard tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)
Keterangan : A. Septum nasal; B. Tengah dan bawah turninates; C. Garis orbita; D. Hard palate; E. Permukaan antrum; F. Permukaan antrum; G. MAE; H. Prosesus styloid; I. Hyoid; J. Plastik kepala pendukung.
- Bayangan jaringan lunak
Yaitu lobus telinga, kartilago nasal, soft palate, punggung lidah, bibir, pipi, dan lipatan nasolabial.
Gambar 12. Bayangan soft tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)
Keterangan : A. Kartilago nasal; B. Lobus telinga; C. Soft palate; D. Punggung lidah; E. Orofaring; F. Lipatan nasolabial; G. Mulut.
- Bayangan udara (mulut dan orofaring).
  • Bayangan artefak Yaitu vertebra servikal, body, angle dan ramus sisi samping mandibula, serta palate.
 
Gambar : Bayangan artefak pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)
Keterangan : A. Palate; B. Mandibula; C. Vertebra Servikal.
Menurut Carver (2006), kriteria untuk penilaian kualitas gambar suatu radiograf panoramik antara lain :
- Semua mandibula termasuk simpisis mental bawah dan kondilus atas tampak. Hard palate dan bagian bawah sinus maksila tampak.
- Susunan gigi tampak pada garis horison.
- Bite rod
tampak di pusat antara insisivus atas dan bawah yang dipisahkan oleh bidang oklusal gigi.
- Semua gigi tampak tajam.
- Struktur servikal tampak kabur di bagian depan yang superposisi dengan bayangan insisivus. Bayangan vertebra servikal terlihat tajam di kedua sisi samping dari gambaran, terbebas dari daerah yang akan diperiksa.
- Garis tepi mandibula tampak berlanjut dan tidak terputus.
Referensi :
- Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy. Fifth Edition. Saint Louis : Mosby.
- Carver, Elizabeth dan Barry Carver. 2006. Medical Imaging, Techniques, Reflection and Evaluation. New York : Churchill Livingstone.
- Whaites, Eric. 1997. Essentials of Dental Radiography and Radiology, Reprinted Second Edition. New York : Churchill Livingstone.

Dasar-Dasar Pesawat Panoramik

1. Pengertian Istilah Panoramik (Langland, 1989)
Pengertian panoramik biasanya disebut juga Orthopantomografi atau Rotografi. Secara etimologis orthopantomografi berasal dari kata :
- Ortho berasal dari bahasa Yunani yang berarti normal atau lurus.
- Pan berasal dari bahasa Inggris yang berarti menyeluruh.
- Tomos berasal dari bahasa Yunani berarti potongan atau irisan.
- Graphic berasal dari bahasa Yunani berarti gambaran atau catatan.
Jadi dari asal kata tersebut dapat disimpulkan bahwa orthopantomografi (OPG) berarti pemeriksaan radiologis dari gigi beserta rahangnya yang berbentuk melengkung sehingga terlihat gambaran yang lurus dari film dengan menggunakan prinsip tomografi.
2. Komponen Pesawat Panoramik (Whaites, 1997)
Jenis rancangan pesawat panoramik berbeda satu dengan yang lain tetapi semua pada dasarnya terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu :
  • Tube head sinar-X
Tube head menghasilkan berkas sinar-X yang sempit dengan penyudutan ke arah atas kira-kira 80 dari bidang horizontal.
  • Kaset film dan kaset carriage (tempat kaset)
Tempat kaset terbuat perisai tembaga, dihubungkan dengan tube head sehingga dapat bergerak saling berlawanan arah selama eksposi. Hal ini menghasilkan pergerakan tomografi yang singkron pada bidang vertikal.
Kaset yang digunakan adalah kaset tipis yang fleksibel atau kaset yang kaku dengan dilengkapi screen, biasanya ukuran kaset 5 x 12 inchi atau 6 x 12 inchi (Langland, 1989).
 
Gambar : Kaset fleksibel panoramik berisi intensifying screen
  • Peralatan untuk memposisikan pasien termasuk light beam marker
Hand grips digunakan untuk pegangan tangan pasien dan untuk mengurangi pergerakan pasien pada pesawat panoramik posisi berdiri (stand up unit). Wheel chair digunakan untuk tempat duduk pasien yang dapat diputar untuk memudahkan penataan posisi pada pesawat panoramik posisi duduk (sit down unit). Light beam marker (sinar penanda) digunakan untuk membantu memposisikan pasien jika pasien menghadap ke dinding. Bite block digunakan untuk mengganjal gigi agar insisivus sentral atas dan bawah pada posisi “ujung dengan ujung” sehingga dapat menghindari superposisi. Penopang dagu digunakan untuk meletakkan dagu pasien agar tidak bergerak (Langland, 1989).
 
Gambar : Pesawat panoramik XTROPAN 2000
Keterangan : A. Tube head sinar-X; B. Penyangga dan fiksasi kepala; C. Tempat kaset; D. Kontrol panel.
3. Prinsip Kerja
Prinsip kerja pesawat panoramik menggunakan tiga pusat putaran. Hasilnya sangat memuaskan karena dapat mengatasi masalah-masalah yang ada sebelumnya yaitu terjadi banyak superposisi pada gigi bagian posterior. Pada pesawat ini pasien dalam keadaan diam, sumber sinar-X dan film berputar mengelilingi pasien, gerakan kurva film kaset berputar pada sumbunya dan bergerak mengelilingi pasien. Sumber sinar-X dan tempat kaset bergerak bersamaan dan berlawanan satu sama lain. Celah sempit pada tabung mengeluarkan sinar yang menembus dagu pasien mengenai film yang berputar berturut-turut pada tiga sumbu rotasi, satu sumbu konsentris untuk region anterior pada rahang (tepatnya di sebelah incisivus pada region premolar). Dan dua sumbu rotasi eksentris untuk bagian samping rahang (tepatnya di belakang molar tiga kiri dan kanan (Langland, 1989).
 
Gambar : Prinsip kerja pesawat panoramik (Langland, 1989)
Referensi :
- Langland, Olaf E. 1989. Panoramic Radiology, Second Edition. Philadelphia : Lea and Febiger.
- Whaites, Eric. 1997. Essentials of Dental Radiography and Radiology, Reprinted Second Edition. New York : Churchill Livingston
Prosedur Pemeriksaan Panoramik
1. Persiapan Alat (Langland, 1989)
- Pesawat panoramik siap pakai
- Kaset panoramik beserta screen
- Film ukuran 5 x 12 inchi atau 6 x 12 inchi
- Bite block (untuk pengganjal gigi)
- Pengolah film otomatis
- Apron (perisai timbal)
2. Indikasi Pemeriksaan (Whaites, 1997)
- Penilaian gigi keseluruhan, untuk mencatat pertumbuhan dan posisi dari perkembangan gigi permanen.
- Lesi seperti kusta, tumor dan anomali pada badan dan ramus mandibula, untuk menentukan letak dan ukurannya.
- Fraktur pada semua bagian mandibula, kecuali pada bagian depan.
- Antral disease, khususnya untuk melihat permukaan gigi, dinding depan dan belakang antra.
- Memeriksa kualitas permukaan kepala kondilus pada cedera TMJ, khususnya digunakan jika pasien tidak dapat membuka mulut.
- Penyakit gigi, untuk mengetahui keseluruhan level tulang alveolar.
- Penilaian terhadap pertumbuhan dan posisi gigi liar.
- Penilaian terhadap beberapa penyakit yang mendasari sebelum pemasangan gigi palsu.
- Mengevaluasi tinggi tulang alveolar sebelum pemasukan osseo-integrated implants.
3. Persiapan Pasien
Pasien diminta menanggalkan benda-benda logam, plastik dan benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran dari kepala dan leher. Terangkan kepada pasien tentang pemeriksaan, termasuk bagaimana tabung dan kaset berputar dan waktu eksposi yang dibutuhkan. Pandu pasien ke pesawat panoramik, istirahatkan pasien pada bite blog (Bontrager, 2001).
4. Teknik Radiografi Panoramik
- Posisi Pasien
Pasian duduk tegak pada kursi pesawat yang telah terpasang dengan punggung lurus atau penderita berdiri dan kedua tangan pasien berpegang pada hand grips (Langland, 1989). Posisi tubuh, kepala dan leher tegak, jangan sampai kepala dan leher melengkung ke depan (Bontrager, 2001).
- Posisi Objek
Ketinggian chin rest diatur sampai IOML sejajar dengan lantai. Bidang oklusal turun 100 dari belakang ke depan. MSP diatur segaris dengan garis tengah vertikal dari chin rest. Tempatkan bite block di antara gigi depan pasien. Pasien diminta menempelkan kedua bibir dan menempatkan lidah pada langi-langit mulut (Bontrager, 2001).
Gambar : Posisi pemeriksaan
- Arah Sinar
Arah sinar horizontal, berputar dari rahang sebelah kiri sampai rahang sebelah kanan (Langland, 1989).
- Pengambilan Gambar
Setelah posisi pasien tepat dan kaset dimasukkan pada tempat kaset kemudian mengatur faktor eksposi. Eksposi dilakukan pada saat mulut pasien tertutup dan setelah menelan ludah dengan tujuan agar tidak terjadi pergerakan objek. Waktu penyinaran berkisar antara 12-20 detik dengan kVp 62-90 kV dan mA minimal sampai 12 mA atau disesuaikan dengan kondisi pasien. Selama melakukan eksposi tombol penyinaran ditekan terus sampai eksposi selesai. Jika menekan tombol tidak penuh berarti eksposinya tidak sempurna dan akan berpengaruh pada radiograf yaitu berupa artefak. Pada waktu penyinaran tersebut tabung sinar-X berputar berlawanan dengan tempat kaset dan film berputar pada sumbunya. Setelah penyinaran tabung sinar-X dan tempat kaset dikembalikan pada posisi semula. Alat pengukur posisi kepala dilepaskan dan penderita dipersilakan meninggalkan ruangan pemeriksaan kemudian kaset diambil dari tempat kaset dan dibawa ke kamar gelap untuk diproses (Achmad, 1989).
Gambar : Contoh radiograf panoramik
Referensi :
- Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy. Fifth Edition. Saint Louis : Mosby.
- Langland, Olaf E. 1989. Panoramic Radiology, Second Edition. Philadelphia : Lea and Febiger.
- Whaites, Eric. 1997. Essentials of Dental Radiography and Radiology, Reprinted Second Edition. New York : Churchill Livingstone.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  Kelebihan dan Kekurangan Pemeriksaan Panoramik

1. Kelebihan
  • Semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan pada film, termasuk gigi depan meskipun pasien tidak dapat membuka mulut.
  • Gambar mudah dipahami pasien dan media pembelajaran.
  • Pergerakan pasien pada bidang vertikal hanya akan menghasilkan distorsi pada bagian yang sedang tergambarkan saat itu.
  • Mudah dalam memposisikan pasien dan hanya dibutuhkan pembacaan yang sedikit.
  • Dapat dilakukan penilaian cepat terhadap rahang.
  • Kedua sisi mandibula dapat ditampakkan pada satu film, sehingga mudah untuk menilai adanya fraktur.
  • Gambaran yang luas dapat digunakan untuk evaluasi periodontal dan penilaian orthodontik.
  • Permukaan antral, dinding depan dan belakang tampak dengan baik.
  • Kedua kondilar kepala tampak pada satu film, sehingga mudah dibandingkan.
  • Dosis radiasinya (dosis efektif) sepertiga dari dosis pada survei seluruh mulut  dengan film intra oral.
  • Pada perkembangan, pembatasan kolimasi dapat mengurangi dosis.
2. Kekurangan
  • Gambaran tomografi hanya menampilkan irisan tubuh, struktur atau abnormalitas yang bukan di bidang tumpu tidak bisa jelas.
  • Bayangan jaringan lunak dan udara dapat mengkaburkan struktur jaringan keras.
  • Bayangan artefak bisa mengkaburkan struktur di bidang tumpu.
  • Pergerakan tomografi bersama dengan jarak antara bidang tumpu dan film menghasilkan distorsi dan magnifikasi pada gambaran.
  • Penggunaan film dan intensifying screen secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas gambar.
  • Teknik pemeriksaan tidak cocok untuk anak-anak di bawah lima tahun atau pasien non kooperatif karena lamanya waktu eksposi.
  • Beberapa pasien tidak nyaman dengan bentuk bidang tumpu dan beberapa struktur akan keluar dari fokus.
Referensi :
- Whaites, Eric. 1997. Essentials of Dental Radiography and Radiology, Reprinted Second Edition. New York : Churchill Livingstone